51
1 SKRIPSI Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan Pendidikan S1 Keperawatan pada Pogram studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin OLEH : ST.SYAHRIYANI C1 21 08 551 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2010

Rani Skripsi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Rani Skripsi

1

SKRIPSI

Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan Intensitas NyeriPada Pasien Post Operasi Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah

RSU TK II Pelamonia Makassar

Diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan Pendidikan S1 Keperawatan padaPogram studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

OLEH :ST.SYAHRIYANI

C1 21 08 551

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2010

Page 2: Rani Skripsi

2

ABSTRAKSt.Syahriyani, ”Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada PasienPost Operasi Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar 2009”dibimbing oleh Yuliana Syam dan Tuti Seniawati (vii + 43 halaman + 7 lampiran).

Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaandiagnostik, pembedahan dan pengobatan (Smeltzer, 2001).Teknik relaksasi merupakan metode yangdapat dilakukan terutama pada pasien yang mengalami nyeri, merupakan latihan pernafasan yangmenurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung dan ketegangan otot yangmenghentikan siklus nyeri, ansietas dan ketegangan otot. Dari hasil survey sementara yang dilakukanoleh peneliti Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar, umumnya perawat tidakmelakukan teknik relaksasi pada pasien yang mengalami nyeri khususnya pasien post operasiapendiktomi karena perawat hanya melaksanakan instruksi dokter berupa pemberian analgetik.Sehingga pasien masih mengalami gangguan rasa nyaman nyeri pada saat reaksi analgetik telah hilang.Penelitian ini bertujuan diketahuinya pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeripada pasien post operasi apendiktomi.

Dengan desain penelitian adalah pra eksperimen (One group pre and post test design).Populasi penelitian ini berjumlah 31 orang dan sampel diambil dengan teknik Accidental samplingdengan jumlah sampel 15 penderita. Data yang diambil berupa data sekunder dan data primer denganinstrument penelitian adalah lembar observasasi.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Intensitas nyeri responden sebelum pemberian tekniksebelum pemberian teknik relaksasi yang nyeri ringan 3 orang (20,00%), nyeri sedang 8 orang(53,33%) dan nyeri berat 4 orang (26,67%). Dan Setelah diberi teknik relaksasi terjadi perubahanintensitas nyeri yaitu dari nyeri sedang ke nyeri ringan sebanyak 7 orang (46,67%) dan dari nyeri beratke nyeri sedang sebanyak 2 orang (13,33%). Hasil uji statistik Wilcoxon didapatkan nilai p = 0,003 (p< 0,05) maka dapat disimpulkan ada pengaruh pemberian teknik relaksasi terhadap perubahanintensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi di ruang perawatan bedah RSU TK II PelamoniaMakassar.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan Pemberian teknik relaksasi berpengaruhterhadap perubahan intensitas nyeri post operasi apendiktomi. Untuk itu peneliti menyarankan agarperawat yang bertugas di RSU TK II Pelamonia Khususnya di Ruang Perawatan Bedah untukmelaksanakan teknik relaksasi dalam mengatasi nyeri.Kata Kunci : Teknik relaksasi, intensitas nyeri, post operasi apendiktomiDaftar Pustaka : 14 (1995-2009)

Page 3: Rani Skripsi

3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………....ii

ABSTRAK…………………………………………………………………….......iii

KATA PENGANTAR............................................................................................iv

DAFTAR ISI………………………………………………………………….......v

DAFTAR TABEL…………………………………………………………….......vii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..............vii

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………......... 5

C. Tujuan Penelitian ……………………………………................. 5

D. Manfaat Penelitian …………………………………………….... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Tinjauan Umum tentang intensitas nyeri ……..………................ 7

B. Tinjauan Umum tentang teknik relaksasi ..….……………….... 17

C. Tinjauan umum tentang apendisitis............ ................................. 19

D. Pengaruh Teknik relaksasi terhadap Perubahan Intensitas Nyeri

Pada Pasien Post Operasi ...................................……………....... 24

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIANA. Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………. 26

B. Hipotesis Penelitian .................................................................... 27

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian ………………………… 28

B. Tempat dan Waktu Penelitian...............................……………... 28

C. Populasi dan Sampel …………………………………………... 28

D. Alur Penelitian ........................................................................... 30

Page 4: Rani Skripsi

4

E. Variabel pemikiran .…………………………….......................... 31

F. Defenisi operasionel dan kriteria obyektif.................................. 31

G. Instrumen penelitian ................................................................... 32

H. Pengolahan dan Analisis Data ......………................................. 32

I. Etika Penelitian .......................................................................... 33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

A. Hasil Penelitian ………................................................................ 34

B. Pembahasan………………………………………………………. 36

C. Keterbatasan Penelitian............................................................... 41

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………....... 42

B. Saran……………………………………………………………..... 42

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 5: Rani Skripsi

5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mengimbangi pesatnya perkembangan IPTEK dibidang kesehatan

serta tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi menuntut upaya

penyelenggaran kesehatan yang lebih bermutu. Profesi keperawatan diupayakan

untuk memenuhi pelayanan kearah kesatuan upaya peningkatan (promotive),

pencegahan (preventive), penyembuhan (curative), dan pemulihan

(rehabilitative) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Menanggapi hal itu, proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan

equilibrium fisiologi pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi.

Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien dalam kembali

kefungsi optimalnya dengan cepat, aman dan senyaman mungkin (Smeltzer,

2001).

Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri

merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Nyeri

bersifat subyektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri yang sama.

Untuk itu perawat perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam upaya

pengontrolan nyeri (Potter, 2005).

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri

terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa

Page 6: Rani Skripsi

6

pemeriksaan diagnostik, pembedahan dan pengobatan. Nyeri sangat

mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit

manapun (Smeltzer, 2001).

Salah satu ketakutan terbesar klien bedah adalah nyeri, padahal nyeri

setelah pembedahan adalah hal yang normal. Untuk itu perawat perlu

memberikan informasi pada klien dan keluarga klien tentang terapi yang tersedia

untuk menghilangkan nyeri diantaranya latihan relaksasi. Klien harus mengetahui

lamanya waktu yang diperlukan obat untuk bekerja dan seringkali tidak semua

rasa tidak nyaman tersebut bisa hilang sama sekali dengan menggunakan obat

analgetik (Potter, 2005).

Banyak klien bedah yang sering menghindarkan minum obat penghilang

rasa nyeri karena takut menjadi ketergantungan. Namun sebagian besar dosis

obat dan interval yang dibutuhkan antara waktu pemberianya tidak cukup besar

sehingga dapat menimbulkan ketergantungan. Untuk itu perawat harus

mendorong klien menggunakan analgetik seseuai dengan kebutuhan (Potter,

2005).

Penatalaksanaan nyeri post operasi dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu secara farmakologis dan non farmakaologis. Menangani nyeri secara

farmakologis dilakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.

Sedangakan tindakan non farmakologis salah satunya adalah dengan memberikan

teknik relaksasi pada pasien post operasi ( Smeltzer, 2001).

Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang

obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun begitu,

Page 7: Rani Skripsi

7

banyak aktivitas keperawatan nonfarmakologis yang dapat membantu dalam

menghilangkan nyeri. Metode pereda nyeri nonfarmakologis biasanya

mempunyai resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan-tindakan tersebut

merupakan pengganti untuk obat-obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan

atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya

beberapa detik atau menit (Smeltzer, 2002).

Teknik relaksasi merupakan metode yang dapat dilakukan terutama pada

pasien yang mengalami nyeri, merupakan latihan pernafasan yang menurunkan

konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung dan ketegangan otot

yang menghentikan siklus nyeri, ansietas dan ketegangan otot. Teknik relaksasi

perlu diajarkan bebarapa kali agar mencapai hasil yang optimal dan perlunya

instruksi menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan atau mencegah

meningkatnya nyeri.

Penelitian Tunner dan Jansen (1993), Almatsier dkk (1992) dalam

Smeltzer, (2001), menyimpulkan bahwa relaksasi otot skletal dapat menurunkan

nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang dapat menunjang nyeri hal ini

dibuktikan pada penderita nyeri punggung bahwa teknik relaksasi efektif dalam

menurunkan nyeri pada pasien pasca operasi.

Penelitian Lorenzi, (1991) Miller & Perry,(1990) dalam Smeltzer, (2002),

telah menunjukkan bahwa teknik relaksasi dapat menurunkan nyeri pasca

operasi, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-otot skletal dalam nyeri

pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan tekhnik relaksasi agar

efektif. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Juanda (2006)

Page 8: Rani Skripsi

8

setelah dilakukan perlakuan pada kelompok eksperimen post operasi

apendektomi terdapat penurunan tingkat nyeri yang sangat signifikan. Hal ini

dikarenakan pelaksanaan teknik relaksasi yang cukup efektif.

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju dari pada negara

berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasarwarsa terakhir menurun

secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap 100.000

populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara

berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemologi

apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan

mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini

menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara

wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan

dewasa muda rationya menjadi 3:2, (Harnawatia, 2008).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record Di Perawatan

Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar jumlah pasien yang menderita apendicitis

akut dan yang mendapat tindakan apendiktomi yang tahun 2007 sebanyak 293

pasien dan meningkat pada tahun 2008 sebanyak 378 pasien. Selain itu pula

apendisitis merupakan kasus terbanyak dari kasus bedah pencernaan lainya.

Untuk itu perlunya perhatian khusus baik pada saat pra operasi maupun post

operasi apendiksitis terutama dalam hal meminimalkan intensitas nyeri serta

komplikasinya.

Dari hasil survey sementara yang dilakukan oleh peneliti Di Perawatan

Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar, umumnya perawat tidak melakukan

Page 9: Rani Skripsi

9

teknik relaksasi pada pasien yang mengalami nyeri khususnya pasien post

operasi apendiktomi karena perawat hanya melaksanakan instruksi dokter berupa

pemberian analgetik. Sehingga pasien masih mengalami gangguan rasa nyaman

nyeri pada saat reaksi analgetik telah hilang

Mengingat betapa pentingnya pentingnya penatalaksanaan tindakan

nonfarmakologis dalam perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi

apendiktomi maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul

“Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada

Pasien Post Operasi Apendiktomi Di Perawatan Bedah RSU TK II

Pelamonia Makassar”.

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah “Apakah ada Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap

perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi Di

Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar ? ”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum.

Diketahuinya pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas

nyeri pada pasien post operasi apendiktomi Di Perawatan Bedah RSU TK II

Pelamonia Makassar.

Page 10: Rani Skripsi

10

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya intensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi

sebelum teknik relaksasi Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia

Makassar

b. Diketahuinya perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi

apendiktomi setelah teknik relaksasi Di Perawatan Bedah RSU TK II

Pelamonia Makassar

c. Diketahuinya pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas

nyeri pada pasien post operasi apendiktomi Di Perawatan Bedah RSU TK

II Pelamonia Makassar

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai :

1. Bahan masukan kepada pihak RSU TK II Pelamonia Makassar, terutama kepada

bidang keperawatan bedah dalam meningkatkan kualitas pelayanan

keperawatan dengan memberikan teknik relaksas untuk perubahan intensitas

nyeri pada pasien post operasi apendiktomi.

2. Bahan masukan bagi masyarakat dalam menambah pengetahuan masyarakat

tentang pentingnya teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri

khususnya pada pasien post operasi apendiktomi.

3. Bahan acuan bagi peneliti – peneliti selanjutnya, khususnya Institusi Universitas

Hasanuddin Fakultas Kedokteran Jurusan Keperawatan tentang pengaruh

tekhnik relaksasi terhadap teknik relaksasi dengan perubahan intensitas nyeri

pada pasien post operasi apendiktomi

Page 11: Rani Skripsi

11

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Umum tentang intensitas nyeri

1. Definisi nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri

adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan.

Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa

pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan

menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun (Smeltzer,

2001).

Intensitas nyeri gambaran seberapa parah nyeri ysng dirasakan individu.

Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual, dan kemungkinan

nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang

berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan obyektif yang paling mungkin

adalah menggunkan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri,

2006).

2. Klasifikasi

Menurut Smeltzer (2001), nyeri dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Nyeri akut

Nyeri akut biasanya awitannya tiba – tiba dan umumnya berkaitan

dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau

Page 12: Rani Skripsi

12

cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri

ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi

serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama

terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun

sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari

enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri

akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik

hingga enam bulan.

b. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap

sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu

penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan

penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan

yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya

nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan

pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat

penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis

biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.

3. Mekanisme Neurofisiologik nyeri

Struktur spesifik dalam sistem syaraf terlibat dalam mengubah

stimulus menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan

persepsi nyeri disebut sebagai sistem noniseptik. Sensivitas dari komponen

sistem noniseptik dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan berbeda diantara

Page 13: Rani Skripsi

13

individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama

mengalami intensitas nyeri yang sama. Sensasi yang sangat nyeri bagi

seseorang mungkin hampir tidak terasa bagi orang lain. Lebih jauh lagi, suatu

stimulus dapat mengakibatkan nyeri pada suatu waktu tetapi tidak pada waktu

lain. Sebagai contoh, nyeri akibat artritis kronis dan nyeri pascaoperatif sering

terasa lebih parah pada malam hari (Smeltzer, 2002).

Salah satu neuromodulator nyeri adalah endorfin (morfin endogen),

merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh yang terdapat

pada otak, spinal dan traktus gastrointestinal yang memberi efek analgesik,

pada saat neuron nyeri perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi sinapsis

antara nyeri perifer dan neuron yang menuju ke otak tempat seharusnya untuk

substansi nyeri, pada saat tersebut endorfin akan memblokir lepasnya

substansi nyeri tersebut (Tamsuri Anas, 2007).

4. Faktor – faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan sensivitas

Nyeri.

Menurut Smeltzer, (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi respon

nyeri adalah :

a. Pengalaman masa lalu

Individu yang mempunyai pengalaman yang multiple dan

berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran

terhadap nyeri dibanding dengan orang yang hanya mengalami sedikit nyeri.

Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun, hal ini tidak selalu benar. Sering

kali, lebih berpengalaman individu dengan nyeri yang dialami, makin takut

Page 14: Rani Skripsi

14

individu tersebut terhadap peristiwa yang menyakitkan yang akan

diakibatkan. Individu ini akan lebih sedikit mentoleransi nyeri; akibatnya, ia

ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah.

Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu menerima peredaan nyeri yang

tidak adekuat di masa lalu. Individu dengan pengalaman nyeri berulang

dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannya yang

tidak adekuat. Sekali individu mengalami nyeri berat, individu tersebut

hanya mengetahui seberapa berat nyeri itu dapat terjadi. Sebaliknya, individu

yang tidak pernah mengalami nyeri hebat tidak mempunyai rasa takut

terhadap nyeri itu.

Cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak

kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri

masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri

berkepanjangan atau kronis dan persisten. Individu yang mengalami nyeri

selama berbulan – bulan atau bertahun – tahun dapat menjadi mudah marah,

menarik diri, dan depresi.

Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman

sebelumnya dapat menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap

pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan

cepat dan dengan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan

terhadap nyeri di masa mendatang dan mampu mentoleransi lebih baik.

Page 15: Rani Skripsi

15

b. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas

seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan

suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan

ansietas. Sulit untuk memisahkan suatu sensasi. Paice (1991) melaporkan

suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian limbik yang

diyanikini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem

limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk

atau menghilangkan nyeri. Individu yang sehat secara emosional, biasanya

lebih mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripada stabil. Klien

yang mengalami cedera atau menderita penyakit kritis, seringkali

mengalami kesulitan dalam mengontrol rasa cemasnya sehingga dapat

menimbulkan masalah dalam penetalaksanaan nyeri (Potter, 2005).

Meskipun umum diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,

mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset tidak

memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri

juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif

menurunkan nyeri saat pasca operatif. Namun ansietas yang relevan atau

berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap

nyeri. Sebagai contoh, pasien yang telah mendapatkan pengobatan kanker

payudara 2 tahun yang lalu dan sekarang mengalami nyeri pinggang dan

merasa takut bahwa nyeri tersebut merupakan indikasi dari metastasis.

Dalam kasus ini ansietas dapat meningkatkan peningkatan nyeri. Ansietas

Page 16: Rani Skripsi

16

yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara

aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Sebagai contoh, seorang ibu yang

dirawat dengan komplikasi akibat kolisistektomi dan cemas tentang anak –

anaknya dapat menyerap lebih sedikit nyeri ketika ansietas mengenai anak –

anaknya meningkat.

c. Budaya

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang

diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi

terhadap nyeri (Calvillo dan Flaskerut, 1991) Ada perbedaan makna dan

sikap dikaitkan dengan nyeri diberbagai kelompok budaya. Suatu

pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya akan membantu perawat

dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan untuk klien yang

mengalami nyeri (Potter, 2005).

Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagaimana

seseorang berespon terhadap nyeri (bagaimana nyeri diuraikan atau

seseorang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri). Namun, budaya

etnik mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick dan Dimsdale, 1990).

d. Usia

Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya

pada anak-anak dan lansia. Perkembangan, yang ditemukan diantara

kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-nak dan lansia

Page 17: Rani Skripsi

17

bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan

mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri.

Nyeri bukan bagian dari proses penuaan yang tidak dapat dihindari.

Pada lansia yang mengalami nyeri, perlunya dilakukan pengkajian,

diagnosis, dan penatalaksanaan secara efektif. Namun, individu yang berusia

lanjut memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang membuat

mereka merasakan nyeri. Karena lansia telah hidup lebih lama , mereka

kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami kondisi patologis yang

menyertai menyertai (Potter, 2005)

Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui

secara luas. Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan

fisiologis dan psikologis yang menyertai proses penuaan. Cara lansia

berespons terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespons orang berusia

lebih muda. Atau nyeri pada lansia mungkin dialihkan jauh dari tempat

cedera atau penyakit. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai

akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit (misal,

diabetes), tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin

tidak berubah. Karena individu lansia mempunyai metabolisme yang lebih

lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding

individu berusia lebih muda, analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk

menghilangkan nyeri. Bila diberikan kesempatan untuk menggunakan

sendiri analgesik pascaoperatif, lansia menunjukkan keberhasilan peredaan

nyeri dengan dosis opioid yang lebih kecil

Page 18: Rani Skripsi

18

e. Efek Plasebo

Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk

tablet, kapsul, cairan injeksi dan sebagainya. Plasebo umumnya terdiri atas

gula,larutan salin normal, dan atau air biasa. Karena plasebo tidak memiliki

efek farmakologis, obat ini hanya memberikan efek dikeluarkannya produk

ilmiah (endogen) endorfin dalam sistem kontrol desenden, sehingga

menimbulkan efek penurunan nyeri (Tamsuri, 2006).

Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap pengobatan

atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan

tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan

tersebut benar – benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja

sudah memberikan efek positif.

Efek plasebo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorfin dalam

sistem kontrol desenden. Efek ini merupakan respons fisiologis sejati yang

dapat diputar-balik oleh nalokson, suatu antagonis narkotik.

5. Pengukuran Skala Nyeri.

Skala nyeri dapat diukur dengan menggunakan cara sebagai berikut :

Keterangan :

0 : Tidak Ada nyeri

1-3 : Nyeri ringan

4-6 : Nyeri sedang

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Page 19: Rani Skripsi

19

7-10 : Nyeri berat (Wasis, 2008 )

a. Nyeri ringan umumnya memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi

b. Nyeri sedang atau moderat memiliki karakteristik : Peningkatan frekuensi

pernafasan, Peningkatan tekanan darah, Peningkatan kekuatan otot, dilatasi

pupil.

c. Nyeri berat memiliki karakteristik : Muka pucat, Otot mengeras, Penurunan

frekuensi nafas dan tekanan darah, Kelelahan dan keletihan

Karakteristik nyeri :

10 Sangat dan tidak dapat dikontrol oleh klien.

Nilai 9, 8, 7 Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas

yang bisa dilakukan.

Nilai 6 Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk

Nilai 5 Nyeri seperti tertekan atau bergerak.

Nilai 4 Nyeri seperti kram atau kaku.

Nilai 3 Nyeri seperti perih atau mules.

Nilai 2 Nyeri seperti meliiti atau terpukul.

Nilai 1 Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut-nyutan

Nilai 0 Tidak ada nyeri (Potter,2005)

6. Penilaian skala nyeri secara obyektif

Penilaian nyeri secara obyektif (obyektif Tool for Measuremant of

pain) diambil dari W. Chambers and Prince (Juanda,2006), dimana terdiri dari

sembilan item penilaian yaitu : perhatian, ansietas, verbal, respirasi, suara,

nausea, muskuloskletal, ketegangan otot dan ekspresi wajah. Dengan nilai

Page 20: Rani Skripsi

20

pengukuran 1-9 : tidak ada nyeri, 10-18 : Nyeri ringan, 19-27 :nyeri sedang, 28-

36 : nyeri berat dan 37-45 : nyeri berat sekali. Untuk penilaian respon pasien

terhadap nyeri dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 1

Penilaian intensitas nyeri secara obyektif (obyektif Tool for Measuremant of pain)

ITEM 5 4 3 2 1

PERHATIAN

Hampirsepenuhnyatertuju pada

nyeri,sangat sulitdialihkan

Lebihmemperh

atikannyeri,

agak sulitdialihkan

Sebagianperhatian

pada nyeri,mudah

dialihkan

Sedikitperhatian

pada nyeri,mudah

dialihkan

Tidak adaperhatianterhadap

nyeri,gampangdialihkan.

ANSIETAS

Sangattegang,mudah

marah danhawatir

Tegang,mudahmarah

danhawatir

Agaktegang,mudah

marah danhawatir

Sedikittegang,mudah

marah danhawatir

Tidaktegang,tidak

mudahmarah dan

hawatir

VERBALAda nyeri

yang sangathebat

Ada nyerihebat

Agak nyeriSedikitnyeri

Tidak adanyeri

RESPIRASIRespirasi

sangat jelasAda

respirasiAgak

respirasiSedikit

respirasiRespirasinormal

SUARA

Berteriakatau

menangistersedug

Merintihdengankeras

Merintihdenganlembut

Mengeluhdenganlembut

Berbicaradengantekanannormal

NAUSEA muntahMengatakan inginmuntah

Perasaansakit perut

Merasamual

Tidakmerasamual

MUSKOLOSKLETAL

Sangatgelisah

gelisahAgak

gelisahSedikitgelisah

Tenang

KETEGANGAN OTOT

Sangattegang

tegangAgak

tegangSedikittegang

Relaks

EKSPRESIWAJAH

Bermukamasam

mengerutAgak

mengerutSedikit

mengerutTidak

mengerut

Page 21: Rani Skripsi

21

B. Tinjauan Umum Tentang Teknik Relaksasi

1. Pengertian

Teknik relaksasi adalah suatu tekhnik merilekskan ketegangan otot

yang dapat menunjang nyeri (Smeltzer, 2001).

Teknik relaksasi merupakan metode yang dapat dilakukan terutama

pada pasien yang mengalami nyeri kronis, merupakan latihan pernafasan yang

menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung dan

ketegangan otot yang menghentikan siklus nyeri, ansietas dan ketegangan

otot.

Tindakan relaksasi dapat dipandang sebagai pembebasan fisik dan

mental dari tekanan dan stress. Dengan relaksasi, klien dapat mengubah

persepsi terhadap nyeri. Kemampuannya dalam melakukan relaksasi fisik

dapat menyebabkan relaksasi mental. Relaksasi dapat memberikan efek secara

langsung terhadap fungsi tubuh seperti :

a. Penurunan tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernafasan.

b. Penurunan konsumsi oksigen oleh tubuh.

c. Penurunan ketegangan otot.

d. Meningkatkan kemampuan konsentrasi .

e. Menurunkan perhatian terhadap stimulus lingkungan (Tamsuri, 2006)

Teknik relaksasi merupakan tindakan pereda nyeri non invasif, teknik

relaksasi yang teratur dapat bermanfaat untuk mengurangi keletihan dan

ketegangan otot yang dapat meningkatkan kualitas nyeri (Smeltzer, 2001)

Indikasi dari pemberian teknik relaksasi :

Page 22: Rani Skripsi

22

a. Teknik relaksasi dapat dilakukan pada pasien yang mengalami stress

psikologis (Smeltzer, 2001 : 136).

b. Teknik relaksasi efektif dilakukan pada pasien-pasien yang mengalami

nyeri kronis ataupun pasca operasi (Smeltzer, 2001 : 233).

2. Teknik

Teknik relaksasi sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan

frekuensi lambat, berirama. Ambil posisi senyaman mungkin pasien dapat

memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan lahan dan nyaman, irama

yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat

bersama setiap inhalasi (“Hirup perlahan-lahan, dua, tiga) dan ekshalasi

(Hembuskan perlahan-lahan, dua, tiga). Pada saat perawat mengajarkan

tekhnik ini, akan sangat membantu bila menghitung bersama dengan pasien

pada awalnya (Tamsuri, 2006).

Latihan relaksasi meliputi kombinasi latihan pernafasan yang

terkontrol dan latihan kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien mulai

latihan bernafas dengan berlahan dan menggunakan diafragma, sehingga

memungkinkan abdomen terangkat berlahan dan dada mengembang penuh (

Potter, 2005).

Supaya teknik relaksasi dapat dilakukan dengan efektif, maka

diperlukan partisipasi individu dan kerja sama. Teknik relaksasi diajarkan

hanya pada saat klien sedang tidak merasakan rasa tidak nyaman yang akut,

hal ini dikarenakan ketidakmampuan berkonsentrasiembuat latihan menjadi

Page 23: Rani Skripsi

23

tidak efektif. Perawat perlu menjelaskan teknik relaksasi secara rinci dan

menjelaskan sensasi umum yang klien alami (nyeri).

Perawat bertindak sebagai pelatih, mengarahkan klien dengan berlahan

melalui tahap-tahap latihan. Lingkungan harus bebas dari keributan atau

stimulus lain yang mengganggu. Klien dapat duduk dikursi yang nyaman atu

berbaring ditempat tidur (Potter,2005).

Apabila klien merasa terganggu atau menjadi tidak nyaman, maka

perawat hendaknya menghentikan latihan terebut. Apabila klien tampak

mengalami kesulitan dan mengalami relaksasi hanya pada sebagian tubuh,

maka perawat memperlambat kemajuan latihan dan berkonsentrasi pada

bagian tubuh tubuh yang tegang. Klien juga harus menmgetahui sejak awal

bahwa latihan ini dapat dihentikan setiap waktu. Dengan melakukan latihan,

klien dapat dengan segara melakukan latihan dengan mandiri ( Potter, 2005).

C. Tinjauan Umum Tentang Apendisitis

1. Pengertian

a. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai

semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering

menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2008).

b. Apendisitis adalah peradangan pada verformisis apendiks (Danis Difa, 2003).

2. Penyebab

Page 24: Rani Skripsi

24

a. Apendisitis terjadi akibat apendiks terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh

fekalit (masa keras dari feses), tumor atau benda asing, dapat juga terjadi

akibat infeksi virus, bakteri atau jamur (Smeltzer, 2001).

b. Apendiks biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis

akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma (Mansjoer, 2008).

3. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi kedalam 3 jenis yaitu :

a. Apendisitis akut terbagi atas : apendisitis akut fokalis atau segmentalis yaitu

setelah sembuh akan timbul striktur lokal, apendisitis purulenta difusi yaitu

apendisitis dimana terdapat tumpukan nanah

b. Apendisitis kronis dibagi atas apendisitis kronis fokalis atau parsial yaitu

setelah sembuh akan timbul striktur lokal, apendisitis kronis obliteritiva yaitu

apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

c. Apendisitis perporata : perforasi apendiks yang akan mengakibatkan

peritonitis yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat dengan

menyebar ke seluruh area, perut menjadi tegang, nyeri tekan.

4. Patofisiologi

Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri

abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam

terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen, akhirnya apendiks yang

terinflamasi berisi pus (Smeltzer, 2001).

Page 25: Rani Skripsi

25

Apendiks biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya atau neoplasma, obstuksi tersebut menyebabkan mukus

yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut

makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks memiliki keterbatasan

sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang

meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,

diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa, pada saat inilah terjadi apendisitis akut

fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium (Mansjoer, 2008).

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan

menembus dinding apendiks, peradangan yang timbul akan meluas dan mengenai

peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah,

keadaan ini disebut dengan apendisiti supuratif akut, bila kemudian aliran darah

arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan

gangren, stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa, bila dinding tersebut

telah rapuh dan pecah disebut apendisitis perforasi (Mansjoer, 2008).

5. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang di temukan pada apendisitis adalah nyeri pada

kuadran bawah, biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah dan

hilangnya nafsu makan. Nyeri lokal bila dilakukan tekanan, nyeri tekan lepas

(hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepas) mungkin dijumpai.

Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak

Page 26: Rani Skripsi

26

tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar

dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal, bila

ujungnya ada pada pelviks tanda-tanda ini hanya dapat diketahui hanya pada

pemeriksaan rektal, nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada

dekat rektum, nyeri pada saat berkemih menunjukkan ujung apendiks berada

dekat kandung kemih atau ureter, dapat terjadi kekakuan pada bagian bawah otot

rektus kanan dapat terjadi (Smeltzer, 2001).

Pada kasus apendisitis akut gejala yang permulaan adalah nyeri atau

perasaan tidak enak sekitar umbilkus, diikuti oleh anoreksia, neusia dan muntah

gejala-gejala ini berlangsung 1 atau 2 hari dan dalam beberapa jam bergeser ke

kuadran kanan bawah (Sylvia dan Wilson,1995).

Gejala perkembangan klasik dari gejala anoreksia (hampir semua

mengalami), nyeri peumbilikal konstan derajat sedang dengan pergeseran 4-6

jam menjadi nyeri tajam pada kuadran kanan bawah selanjutnya dapat terjadi

muntah yang diikuti dengan konstipasi atau diare terutama pada anak-anak

(Schwartz, 2001).

6. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan leukosit 10.000-

20.000/ml dengan peningkatan jumlah notrofil. Pemeriksaan urine juga perlu

dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran

kemih, pada kasus akut tidak dibolehkan melakukan barium enema, sedangkan

pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan, pemeriksaan USG dilakukan bila

terjadi infiltrat apendikularis (Mansjoer, 2008).

Page 27: Rani Skripsi

27

7. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat

berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi 10% sampai 32%,

insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia, perforasi secara umum terjadi 24

jam setelah awitan nyeri, gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih

tinggi, penampilan toksik, nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu

(Smeltzer, 2001).

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding

perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umu atau terjadi abses yang

terlokalisasi, ileus, demam, malaise dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi

dengan peritonitis umum atau pembentukan abses sejak pasien pertama kali

datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti. Bila terjadi abses apendiks akan

teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah

rektum atau vagina (Mansjoer, 2008).

8. Penatalaksanaan

Apendiktomi adalah eksisi pada apendiks yang mengalami peradangan atau

apendiks vermiforsis (Danis Difa, 2003).

Penatalaksanaan apendisitis adalah dengan tindakan pembedahan.

Antibiotik dan cairan intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan,

analgesik dapat diberikan pada setelah diagnosa ditegakkan (Smeltzer, 2001).

Page 28: Rani Skripsi

28

D. Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri pada

pasien post operasi

Nyeri yang dirasakan klien bedah meningkat seiring dengan

berkurangnya pengaruh anastesi. Klien lebih menyadari lingkungannya dan lebih

sensitif terhadap rasa nyaman. Area insisi mungkin menjadi satu-satunya sumber

nyeri. Secara signifikan, nyeri dapat memeperlambat pemulihan (Potter,2005).

Nyeri akut dapat menyebabkan denyut jantung, tekanan darah dan frekuensi

pernafasan meningkat (Potter, 2005).

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan

stress. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak

nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada saat nyeri. Teknik relaksasi dapat

digunakan saat individu dalam kondisi sehat maupun sakit. Klien post operasi

yang menggunakan teknik relaksasi dengan berhasil mengalami beberapa

perubahan fisiologis seperti : penurunan nadi, tekanan darah dan pernafasan,

Penurunan konsumsi oksigen, penurunan ketegangan otot, penurunan kecepatan

metabolisme, peningkatan kesadaran global, kurang perhatian terhadap stimulus

lingkungan (Potter, 2005).

Penelitian Tunner dan Jansen (1993), Almatsier dkk (1992) dalam

Smeltzer, (2001), menyimpulkan bahwa relaksasi otot skletal dapat menurunkan

nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang dapat menunjang nyeri hal ini

dibuktikan pada penderita nyeri punggung bahwa tehnik relaksasi efektif dalam

menurunkan nyeri.

Page 29: Rani Skripsi

29

Pada pasca operasi. Pasien ditempatkan pada posisi senyaman mungkin,

posisi in mengurangi ketegangan pada insisi organ abdomen yang membantu

mengurangi nyeri (Smeltzer, 2001).

Penelitian Lorenzi, (1991) Miller & Perry,(1990) dalam Smeltzer, (2002),

telah menunjukkan bahwa tekhnik relaksasi dapat menunjukkan menurunkan

nyeri pasca operasi dengan efektif, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran

otot-otot skletal dalam nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk

melakukan tekhnik relaksasi agar efektif. Hal ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Juanda(2006) setelah dilakukan perlakuan pada kelompok

eksperimen post operasi apendektomi terdapat penurunan tingkat nyeri yang

sangat signifikan.Hal ini dikarenakan pelaksanaan teknik relaksasi yang cukup

efektif.

Page 30: Rani Skripsi

30

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah hubungan atau kaitan antara konsep

satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang akan diteliti.

V. Bebas V. Terikat

Ket :

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Berdasarkan kerangka konsep diatas, tindakan apendiktomi dapat

menyebabkan nyeri post operasi. Bila mana diberikan teknik relaksasi apakah

intensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi mengalami perubahan

(menurun atau meningkat).

Tekhnikrelaksasi

IntensitasNyeri pada Post Op App

Faktor yang dapat meningkatkandan menurunkan intensitas nyeri :1. Pengalaman masa lalu2. Ansietas3. Usia4. Efek plasebo

Page 31: Rani Skripsi

31

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis Alternatif (H1)

Ada pengaruh tekhnik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada

pasien post operasi apendiktomi Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia

Makassar

Page 32: Rani Skripsi

32

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan desain penelitian adalah

pra eksperimen (One group pre and post test design) yaitu penelitian yang

menggunakan satu kelompok subyek, pengukuran di lakukan sebelum dan

setelah perlakuan (Saryono,2008), yaitu pengaruh teknik relaksasi terhadap

dengan perubahan intensitas nyeri dan kemudian menganalisis pengaruh teknik

relaksasi dengan perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi

Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar

O > (X) > O

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada 16 November sampai 29 November

2009.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia

Makassar

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan yang menjadi obyek penelitian

(Notoatmodjo, 2002:79).

Page 33: Rani Skripsi

33

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang telah menjalani

tindakan apendiktomi Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar

dengan rata-rata kunjungan perbulan pada Tahun 2008 adalah 31 penderita

2. Sampel

a. Sampel

Sampel adalah adalah wakil dari populasi yang diteliti. Sampel dari

penelitian ini adalah pasien post operasi apendiktomi sebanyak 15 orang.

b. Teknik pengambilan sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan tekhnik pengambilan

sampel yaitu Accidental Sampling, yaitu dengan mengambil sampel Pasien

yang telah menjalani tindakan apendiktomi selama penelitian berlangsung

c. Kriteria sampel

a. Kriteria inklusi sampel :

1. Pasien yang telah menjalani tindakan apendiktomi hari pertama selama

penelitian berlangsung

2. Pasien yang mengalami reaksi analgetiknya telah hilang/ 6 (enam) jam

setelah pemberian analgetik dan belum mendapatkan analgetik lagi.

3. Usia 15-54 tahun

4. Pasien yang dalam keadaan relaks

5. Bersedia menjadi sampel

b. Kriteria ekslusi sampel :

1. Pasien yang menjalani tindakan apendiktomi hari ke dua dan

seterusnya selama penelitian berlangsung

Page 34: Rani Skripsi

34

2. Mengalami tindakan apendiktomi dengan komplikasi

3. Usia <15 Tahun dan >54 Tahun.

4. Pasien yang tidak mempunyai pengalamnan masa lalu tentang nyeri

post operasi

5. Pasien yang mendapat terapi plasebo

6. Tidak bersedia menjadi sampel

D. Alur Penelitian

Mengurus surat ijin penelitian

Kelompok Sampel yang dikehendaki sesuai dengankriteria inklusi

Memberikan Lembar persetujuan untuk menjadi respondendan mengajarkan teknik relaksasi sebanyak 3 kali

Analisa data dengan menggunakan uji Wilcoxon signed rangetest untuk melihat pengaruh variabel independen

Interpretasi data dan pembahasan

Post test perubahan intensitas nyeri dengan menggunakanlembar observasi penilaian intensitas nyeri

Pre test intensitas nyeri dengan menggunakan lembarobservasi penilaian intensitas nyeri

Melaksanakan teknik relaksasi bersama pasien setelah 6 jampost operasi apendiktomi

Kesimpulan dan saran

Page 35: Rani Skripsi

35

E. Variabel Pemikiran

1. Variabel Independen (bebas)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap

menentukan variabel terikat (Saryono, 2008), adapun varibel bebas dalam

penelitian ini adalah Teknik relaksasi

2. Variabel Dependen (terikat)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas

(Saryono, 2008), adapun varibel terikat dalam penelitian ini adalah Perubahan

Intensitas nyeri pada Post Operasi Apendiktomi

F. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

Penelitian ini meliputi beberapa variabel, yaitu teknik relaksasi, nyeri,

perubahan intensitas nyeri dan apendiktomi dimana masing-masing mempunyai

defenisi variabel :

1. Teknik relaksasi adalah Suatu cara yang dapat digunakan untuk merilekskan

ketegangan otot yang dapat menunjang nyeri, berupa menarik nafas dengan

frekuensi lambat inhalasi (hirup,dua,tiga) dan ekshalasi (hembuskan,dua,tiga).

Dilakukan pada saat 6 (enam) jam setelah pemberian analgetik dan pasien

mulai merasakan nyeri.Teknik relakasasi ini dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali.

2. Perubahan intensitas nyeri yang dimaksud adanya perubahan intensitas nyeri

yang dirasakan pasien setelah dilakukan prosedur teknik relaksasi sebanyak 3

(tiga) kali. Yang diukur dengan mengunakan Penilaian nyeri secara obyektif

(obyektif Tool for Measuremant of pain) diambil dari W. Chambers and Prince.

Page 36: Rani Skripsi

36

Kriteria obyektif :

1. Menurun jika : Dari nyeri berat (skor 28-35) menjadi nyeri sedang (skor 19-

27), nyeri ringan (skor 10-18) atau tidak ada nyeri (skor 1-9).

2.Meningkat jika : Dari nyeri ringan (skor 10-18) menjadi nyeri sedang (skor

19-27) atau nyeri berat (skor 28-35).

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa Penilaian nyeri secara

obyektif (Obyektif Tool for Measuremant of pain) diambil dari W. Chambers

and Prince (Juanda,2006) untuk mengetahui perubahan intensitas nyeri pada

pasien post Operasi apendektomi Di Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia

Makassar sebelum dan sesudah intervensi relaksasi dilakukan.

H. Pengolahan dan Analisis Data

a. Koding

Pertama-tama menberi kode dikanan lembar observasi. Pengisian berdasarkan

pelaksanaan setiap indikator yang diamati pada responden tersebut.

b. Editing

Editing dilakukan untuk meneliti setiap item penilaian. Editing meliputi

kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian dan konsistensi dari setiap

pelaksanaan indikator yang diteliti. Hal ini dilakukan dilapangan.

c. Skoring

Skoring yaitu memberi skor data yang telah dikumpulkan, bila tidak ada nyeri

(skor 1-9), nyeri ringan (skor 10-18), nyeri sedang (skor 19-27), nyeri berat

(skor 28-36), nyeri sangat berat (skor 37-45),

Page 37: Rani Skripsi

37

d. Tabulasi Data

Tabulasi data merupakan kelanjutan dari pengkodean pada proses pengolahan

dalam hal ini setiap data tersebut dikoding kemudian ditabulasi agar lebih

mempermudah penyajian data dalam bentuk distribusi frekuensi.

e. Analisa Data

Analisis data dengan menggunakan uji statistik Non parametrik Wilcoxon

signed

I. Etika Penelitian

Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subyek. Dalam

penelitian ini, peneliti menekankan masalah etika yang meliputi antara lain :

1. Informed consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang

memenuhi kriteria inklusi, bila subyek menolak, maka peneliti tidak memaksa

dan tetap menghormati hak-hak subyek.

2. Anonimility (Tanpa Nama)

Untuk Menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama responden,

tetapi lembar tersebut diberi kode

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

penelitian.

Page 38: Rani Skripsi

38

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 15 responden post operasi apendiktomi pada

tanggal 18 November sampai 29 November 2009 Di Ruang perawatan Bedah RSU

TK II Pelamonia Makassar. Dengen menggunakan desain penelitian adalah pra

eksperimen (One group pre and post test design) yaitu penelitian yang menggunakan

satu kelompok subyek, pengukuran di lakukan sebelum dan setelah pemberian teknik

relaksasi. Penilaian nyeri dilakukan secara obyektif (Obyektif Tool for Measuremant

of pain).

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling jumlah

sampel 15 setelah data terkumpul kemudian data diolah dan disajikan dalam tabel

distribusi frekwensi dari variabel yang telah diteliti,kemudian dilakukan analisa

terhadap variabel tersebut. Adapun data hasil penelitian ini sebagai berikut :

1. Analisis Univariat

Distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi meliputi umur

dan jenis kelamin. Berdasarkan data demografi respoden diperoleh gambaran

bahwa sebagian besar responden berumur 15-24 tahun sebanyak 9 orang (60,00%).

Dari segi jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar responden

adalah perempuan sebanyak 11 orang (73,33%). Hal ini dapat dilihat pada tabel

sebagi berikut :

Page 39: Rani Skripsi

39

Tabel .2Distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi Pasien Post Operasi

Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar

Karakteristik n %Umur15-24 Tahun 9 60,0025-44 Tahun 4 26,6745-54 Tahun 2 13,33

Jenis KelaminLaki-laki 4 26,67Perempuan 11 73,33

Jumlah 15 100,00Sumber : Data Primer

2. Analisis Bivariat

Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah intensitas nyeri, dimana

akan dilihat distribusi variabel tersebut sebelum dan sesudah pemberian teknik

relaksasi. Intensitas nyeri responden sebelum pemberian teknik relaksasi nyeri

sedang 3 orang (20,00%), nyeri sedang 8 orang (53,33) dan nyeri berat 4 orang

(26,67%) dan setelah diberi teknik relaksasi terdapat perubahan yaitu dari nyeri

sedang ke nyeri ringan 7 orang (46,67%) dan dari nyeri berat ke nyeri sedang 2

orang (13,33%).

Dari hasil uji statistik non parametrik Wilcoxon dengan nilai

kemaknaan/signifikan p= 0,003 (p<0,005) maka dapat disimpulkan ada pengaruh

pemberian teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post

operasi apendiktomi di ruang perawatan bedah RSU TK II Pelamonia Makassar.

Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Page 40: Rani Skripsi

40

Tabel .3Distribusi rata-rata intensitas nyeri responden menurut pengukuran pada saat

sebelum pemberian teknik relaksasi dan sesudah pemberian teknik relaksasi padaPasien Post Operasi Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia

Makassar

Intensitas nyeri n % Intensitas nyeri n % Perubahan ∑ kumulatif pValue

Pre test post test intensitas nyeri n %(Mean)

Nyeri ringan 3 20,00 Nyeri ringan 3 20,00 2,67 10 66,67

0,003

Nyeri sedang 8 53,33 Nyeri ringan 7 46,67 6,50 3 20,00Nyeri sedang 1 6,67

Nyeri berat 4 26,67 Nyeri sedang 2 13,33 3,25 2 13,33Nyeri berat 2 13,33

Jumlah 15 100,00 15 100,00 15 100,00Sumber : Data Primer 2009

B. Pembahasan

1. Analisa Univariat

Berdasarkan data demografi respoden diperoleh gambaran bahwa

sebagian besar responden berumur 15-24 tahun sebanyak 9 orang (60,00%).

Dan dari segi jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar responden

adalah perempuan sebanyak 11 orang (73,33%). Hal ini sesuai dengan data

epidemologi bahwa apendisitis akut, meningkat pada masa pubertas dan

mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini

menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara

wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan

dewasa muda rationya menjadi 3:2.

2. Analisa Bivariat

Berdasarkan tabel 2 distribusi frekwensi di atas dari 15 responden

pasien post operasi apendiktomi yang menjadi sampel penelitian dan telah

Page 41: Rani Skripsi

41

dilakukan pengukuran intensitas nyeri menggunakan penilaian nyeri (obyektif

tool for meassurenmant of pain) yang terdiri dari 9 item yaitu : perhatian,

ansietas, verbal, respirasi, suara, nausea, muskuloskletal, ketegangan otot dan

ekspresi wajah diperoleh intensitas nyeri pada pasien post operasi

apendiktomi sebelum pemberian teknik relaksasi yang nyeri ringan 3 orang

(20,00%), nyeri sedang 8 orang (53,33%) dan nyeri berat 4 orang (26,67%).

Perbedaan tingkat nyeri yang dipersepsikan didapatkan karna

kemampuan sikap individu dalam merespon dan mempersepsikan nyeri yang

dialami. Kemampuan mempersepsikan nyeri dipengaruhi oleh beberapa faktor

dan berbeda diantara individu. Tidak semua orang yang terpajan terhadap

stimulus yang sama (apendisitis, sebagai contoh)mengalami intensitas nyeri

yang sama. Sensasi yang sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak

terasa bagi orang lain. Lebih jauh lagi, suatu stimulus dapat mengakibatkan

nyeri pada suatu waktu tetapi tidak pada waktu lain. Sebagai contoh nyeri

akibat artritis kronis dan nyeri pasca operasi sering terasa lebih parah pada

malam hari.

Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu.

Nyeri bersifat subyektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri yang

sama. Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan, jika seseorang terpapar

dengan nyeri, maka respon fisiologis tubuh yang timbul antara lain :

peningkatan frekwensi pernafasan untuk menyediakan oksigen yang lebih

banyak, peningkatan denyut jantung untuk transpor oksigen lebih besar

Page 42: Rani Skripsi

42

kedalam jarinagan tubuh, vasokontriksi perifer sehingga tekanan darah

meningkat untuk memindahkan suplai darah dari perifer keorgan viseral, otot,

dan otak. Peningkatan ketegangan otot, mual dan muntah,dan lain-lainya.

Sedangkan prilaku yang tampak berupa meringis, menangis, menjerit dan

lainnya.

Dan Setelah diberi teknik relaksasi dari 15 responden didapatkan

terjadi perubahan intensitas nyeri yaitu dari nyeri ringan sebanyak 3 orang

(20,00%) dimana rata-rata perubahannya (mean) 2,67. Tetapi perubahan ini

tidak semua pada ke sembilan item penilaian nyeri. Dimana rata-rata

perubahan terjadi pada sistem respirasi responden, yang tadinya sedikit

respirasi dan setelah diberi teknik relaksasi respirasinya kembali normal.

Sedikitnya perubahan yang terjadi akibat kurangnya konsentrasi yang dimiliki

oleh responden karna banyaknya pengunjung yang datang dan pasien dirawat

di ruang bangsal. Padahal untuk mendapatkan hasil yang efektif, teknik

relaksasi harus dilaksanakan dengan konsentrasi penuh dari responden itu

sendiri. Selain itu pula nyeri ringan agak sulit dinilai, karna hampir mendekati

kekeadaan normal.

Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Potter, 2005 agar teknik relaksasi

dapat efektif, maka diperlukan partisipasi individu, konsentrasi dan

lingkungan harus bebas dari keributan atau stimulus yang mengganggu.

Page 43: Rani Skripsi

43

Setelah diberi teknik relaksasi yang terdiri dari nafas abdomen,

dengan frekwensi lambat yang terlebih dahulu responden diberi posisi yang

nyaman dan responden dapat memenjamkan kedua matanya. Dari 15

reponden didapatkan perubahan nyeri dari nyeri sedang kenyeri ringan

sebanyak 7 orang (46,67%) dan 1 orang (6,67%) masih berada dalam kategori

nyeri sedang. Tetapi jika dilihat dari mean rata-rata 6,85 dari ke 8 responden

tersebut semua responden mengalami perubahan hanya pada 1 responden

hanya mengalami sedikit perubahan yaitu hanya pada item verbal dan nausea

saja. Hal ini dikarenakan klien berada diruang perawatan bangsal sehingga

banyaknya pengunjung keluarga pasien lain yang mengganggu konsentrasi

klien dalam melakukan teknik relaksasi, sehingga hasilnya tidak efektif.

Sedangkan pada ke 7 responden lainya dirawat diruang perawatan kelas 1

sehingga lingkungan sangat mendukung pelaksanan teknik relaksasi berjalan

dengan baik, responden dapat berkonsentrasi karena lingkungan yang

nyaman. Pada penilaian intensitas nyeri hampir keseluruhan item terjadi

perubahan.

Dari 15 responden didapatkan 4 orang (26,67%) nyeri berat dan

setelah diberi teknik relaksasi terjadi perubahan ke nyeri sedang dimana rata-

rata perubahannya (mean) 3,25. 2 responden mengalami perubahan yang

cukup baik hal ini dikarenakan responden mampu melaksanakan teknik

relaksasi dengan baik meskipun rasa nyeri berat yang dirasakan mereka tetap

mampu berkonsentrasi. Sedangkan 2 responden lainya hanya terjadi sedikit

Page 44: Rani Skripsi

44

perubahan intensitas nyeri hal ini disebabkan responden tidak mampu

mentoleransi nyeri tersebut sehingga kemampuan konsentrasi klien kurang.

Adanya Perbedaan toleransi nyeri ini karena bahwa setiap individu memiliki

cara pandang terhadap nyeri berbeda-beda Klien tidak mau mengungkapkan

nyeri yang dirasakan atau menyembunyikannya karena klien malu dikatakan

lemah .

Dari hasil uji statistik non parametrik Wilcoxon dengan nilai

kemaknaan/signifikan p = 0,003 (p<0,005) maka dapat disimpulkan ada

pengaruh pemberian teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada

pasien post operasi apendiktomi di ruang perawatan bedah RSU TK II

Pelamonia Makassar. Adanya pengaruh teknik relaksasi ini terhadap intensitas

nyeri hal ini karenakan, teknik relaksasi merupakan merupakan latihan

pernafasan yang memberikan efek langsung terhadap fungsi tubuh yaitu :

penurunan tekanan darah, nadi dan frekuensi pernafasan, penurunan konsumsi

oksigen oleh tubuh, penurunan ketegangan otot, meningkatkan kemampuan

berkonsentrasi, menurunkan perhatian terhadap stimulus lingkungan (nyeri).

Dalam sistem transmisi nyeri terdapat interaksi antara serabut A-Beta

dan Serabut A delta, Serabut C didalam subtansia Gelatinosa. Pada subtansia

Gelatinosa inilah dapat terjadi perubahan, modifikasi dan mempengaruhi

apakah sensasi nyeri tersebut diteruskan ke otak atau akan dihambat. Jika

terdapat implus yang ditransmisikan oleh serabut A-Beta karena adanya

stimulus diantaranya pemberian teknik relaksasi, akan menghambat implus

dari serabut A-Delta dan serabut C ke arah Subtansia Gelatinosa sehingga

Page 45: Rani Skripsi

45

sensasi nyeri yang dibawa oleh A-Delta dan Serabut C akan berkurang

bahkan tidak diantarkan keotak.

Selain itu pula relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari

ketegangan dan stress. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri

ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada saat

nyeri (Potter, 2005).

Hal ini sesuai dengan penelitian penelitian Tunner dan Jansen (1993),

Almatsier dkk (1992) dalam Smeltzer, (2002), yang menyimpulkan bahwa

relaksasi otot skletal dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan

otot yang dapat menunjang nyeri hal ini dibuktikan pada penderita nyeri

punggung bahwa tehnik relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri.

Hal yang sama dikemukakan didukung juga penelitian Lorenzi, (1991)

Miller & Perry,(1990) dalam Smeltzer, (2001), telah menunjukkan bahwa

tekhnik relaksasi dapat menunjukkan menurunkan nyeri pasca operasi dengan

efektif, hal ini terjadi karena relatif kecilnya peran otot-otot skletal dalam

nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan tekhnik relaksasi

agar efektif. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Juanda(2006) setelah dilakukan perlakuan pada kelompok eksperimen post

operasi apendektomi terdapat penurunan tingkat nyeri yang sangat signifikan.

Hal ini dikarenakan pelaksanaan teknik relaksasi yang cukup efektif.

Page 46: Rani Skripsi

46

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat keterbatasan peneliti yaitu dari segi

waktu penelitian. Dimana penelitian ini dilakukan bersamaan dengan waktu

perkuliahan sehingga berkurangnya waktu untuk bertemu klien. Sehingga

kurangnya terbina hubungan saling percaya antara peneliti dengan klien.

Page 47: Rani Skripsi

47

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas tentang Pengaruh

Teknik Relaksasi terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi

Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar maka

dapat disimpulkan:

1. Intensitas Nyeri pasien post operasi apendiktomi sebelum pemberian teknik

relaksasi tertinggi pada intentesitas nyeri sedang.

2. Intensitas nyeri pasien post operasi apendiktomi setelah pemberian teknik

relaksasi terdapat perubahan intensitas nyeri tertinggi pada intensitas nyeri

sedang ke nyeri ringan..

3. Ada pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada

pasien post operasi apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II

Pelamonia Makassar. Hasil ini sesuai dengan uji statistik Wilcoxon

didapatkan nilai p = 0,0003 (P < 0,05) artinya ada pengaruh pemberian teknik

relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi

apendiktomi di ruang

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan:

1. Bagi perawat yang bertugas di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia

Makassar agar meningkatkan perannya dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan pada pasien yang mengalami nyeri untuk melaksanakan teknik

Page 48: Rani Skripsi

48

relaksasi dalam mengatasi nyeri.

2. Bagi pihak RSU TK II Pelamonia Makassar khususnya di Ruang Perawatan

Bedah agar meningkatkan pelayaanan khususnya pelayanan keperawatan pada

pasien post operasi.

3. Bagi masyarakat agar senantiasa mengikuti program pelaksanaan teknik

relaksasi dalam mengurangi intensitas nyeri khususnya pada nyeri post

operasi.

4. Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan variabel penelitian yang

terkait dengan penelitian ini.

Page 49: Rani Skripsi

49

DAFTAR PUSTAKA

Danis Difa. 2003. Kamus Istilah Kedokteran. Jakarta : Gita Media Press.

http://harnawatia.wordpress.com/2008/03/27/askep-apendisitis/

Juanda.2006. Pengaruh Teknik Relaksasi terhadap Penurunan Intensitas Nyeri postoperasi apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSD Gorontalo. Makassar.

Mansjoer. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi 3. Jakarta : MediaAesculapius.

Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Potter, Patricia A. 2005.Buku ajar Fundamental : Konsep, proses dan praktek. Edisi4 . Jakarta. EGC.

Riyanto,Agus. 2009.Pengolahan data dan analisis data kesehatan.Jogjakarta.Muha

Medika.

Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan, Penuntun Praktis Bagi Pemula.Jokjakarta : Mitra Cendikia Offset.

Schwartz. 2000. Intisari Prinsip- Prinsip Ilmu bedah. Edisi 6. Jakarta : Bukukedokteran EGC.

Sylvia dan Wilson. 1995. Paotfisiologi, Konsep klinis Proses-proses penyakit. Jakarta: Buku kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzanne C . 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Edisi8, Vol 2. Jakarta : Buku kedokteran

Smeltzer, Suzanne C . 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Edisi8, Vol 2. Jakarta : Buku kedokteran

Tamsuri Anas. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGCWasis. 2008. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. Jakarta : Buku

kedokteran EGC.

Page 50: Rani Skripsi

50

SURAT PERSETUJUAN RESPONDEN

(INFORMED CONCENT)

Setelah saya mendengarkan maksud dan tujuan dari penelitian ini, maka saya

dengan sadarb menyatakan: bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian

ini yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedoteran Universitas Hasanuddin dengan Judul : “Pengaruh teknik relaksasi

terhadap perubahan intensitas nyeri poet operasi apendiktomi di ruang

perawatan RSU TK II Pelamonia Makassar”.

Tanda tangan saya dibawah ini, sabagai bukti kesediaan saya menjadi

responden tanpa adanya paksaan dari siapa pun.

Page 51: Rani Skripsi

51

Lampiran 3

LEMBAR OBSERVASI

Tanggal :

Usia :

Jenis kelamin :

TINGKAT NYERIWAKTU DIOBSERVASI

X Y

1-9

9-18

19-27

28-36

37-45

KET :

1-9 : Tidak ada nyeri X : Sebelum Treatmant

9-18 : Nyeri ringan Y : Setelah Treatmant

19-27 : Nyeri sedang

28-36 : Nyeri berat

37-45 : Nyeri sangat berat