32
REFLEKSI KASUS REAKSI KUSTA Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSD dr. Soebandi Jember Disusun oleh: Pulong Wijang Pralampita , S. Ked NIM 072011101009 Pembimbing :

Ref Reaksi Kusta

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kulit

Citation preview

Page 1: Ref Reaksi Kusta

REFLEKSI KASUS

REAKSI KUSTA

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya

SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSD dr. Soebandi Jember

Disusun oleh:

Pulong Wijang Pralampita , S. Ked

NIM 072011101009

Pembimbing :

dr. Gunawan Hostiadi, Sp. KK

SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSD dr. Soebandi Jember

Fakultas Kedokteran Universitas Jember

2012

Page 2: Ref Reaksi Kusta

BAB I

PENDAHULUAN

Kusta (Morbus Hansen) merupakan suatu infeksi granulomatosa kronis

disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang terutama menyerang kulit, mukosa

mulut, saluran nafas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan

testis. Kusta mengenai susunan saraf tepi sehingga dapat menyebabkan kacacatan.

Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik, namun pada sebagian

kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat

khususnya pada tangan dan kaki.

Kusta adalah satu dari sekian banyak masalah kesehatan di sejumlah negara

berkembang. Kusta sering terjadi di daeranh tropis dan subtropis di Asia, Afrika,

dan Amerika Selatan. Penyebaran secara geografik mungkin berhubungan dengan

standar kehidupan rendah dan kebersihan, iklim yang lebih panas.

Diagnosis dini dan terapi yang tepat adalah kunci keberhasilan untuk

mengendalikan penyakit kusta ini. Kusta dapat mengenai semia umur, namun dua

kelompok umur yang dilaporkan sering terkena kusta yaitu anak – anak umur 10 –

20 th dan dewasa 30 – 60 th.

Penderita kusta dapat mengalami reaksi kusta yang merupakan episode akut

hipersensitivitas terhadap M. Leprae yang menyebabkan gangguan dalam

keseimbangan sistem imunologi. Beberapa faktor resiko yang telah diketahui

berpengaruh terhadap terjadinya reaksi kusta diantaranya adalah umur saat

didiagnosis kusta lebih dari 15 tahun, jenis kelamin, tipe kusta MB, indeks bakteri

positif, status nutrisi, lama pengobatan, infiltrasi kulit, lesi di wajah, kelelahan,

stress, laktasi, kehamilan, dan nifas.

Page 3: Ref Reaksi Kusta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Terminologi reaksi digunakan untuk menggambarkan keadaan mengenai

berbagai gejala dan tanda radang akut lesi pasien kusta, yang dapat

dianggap sebagai kelaziman pada perjalanan penyakit atau bagian

komplikasi penyakit kusta. Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam

perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi imunologis

dengan akibat merugikan penderita. Seluruh komplikasi penyakit kusta

yang dimaksud meliputi:

- Komplikasi jaringan akibat invasi masif M. Leprae

- Komplikasi akibat reaksi

- Komplikasi akibat imunitas yang menurun

- Komplikasi akibat kerusakan saraf

- Komplikasi disebabkan resisten terhadap obat antikusta

2.2 Epidemiologi

Menurut data kusta nasional tahun 2000, sebanyak 5% penderita kusta

mengalami reaksi kusta. Penderita tipe PB dapat mengalami reaksi kusta

sebanyak 1 kali sedangkan penderita tipe MB sebanyak 2 kali. Pieter A.M

Schreuder (1998), sebanyak 12% penderita kusta mengalami reaksi tipe 1

selama masa pengobatan dan 1,6% terjadi setelah penderita release from

treatment. Penelitian R. Bwire dan H. J. S Kusuma (1993), menyatakan

bahwa reaksi kusta dapat terjadi sebelum pengobatan adalah 14,8%,

selama pengobatan 80,5%, dan setelah pengobatan 4,7%.

2.3 Etiologi

Meskipun gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis maupun faktor

pencetus reaksi kusta sudah diketahui jelas, namun penyebab pasti belum

diketahui. Kemungkinan reaksi ini menggambarkan episode

Page 4: Ref Reaksi Kusta

hipersensitivitas akut terhadat antigen basil yang menimbulkan gangguan

keseimbangan imunitas yang telah ada.

Faktor pencetus:

- Setelah pengobatan kusta yang intensif

- Infeksi rekuren

- Pembedahan

- Stres fisik

- Imunisasi

- Kehamilan

- Saat – saat melahirkan

2.4 Pembagian Reaksi

Ada dua tipe reaksi menurut hipersensitivitas yang menyebabkan:

- Reaksi lepra tipe 1 disebabkan oleh hipersensitivitas selular

- Reaksi lepra tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas humoral

- Fenomena lucio atau reaksi kusta tipe 3, sebenarnya merupakan bentuk

reaksi tipe 2 yang lebih berat

Dari segi imunologis terdapat perbedaan yang prinsip antara reaksi tipe 1

dan tipe 2, yaitu pada reaksi tipe 1 yang memegang peranan ialah imunitas

selular, sedangkan pada reaksi tipe 2 imunitas humoral. Menurut Ridley

dan Jopling spektrum kusta terdiri dari 5 tipe yaitu: TT, BT, BB, BL, dan

LL. Bentuk TT dan LL disebut bentuk polar dan mempunyai imunitas

yang stabil, sedangkan lainnya disebut bentuk subpolar dan imunitasnya

tidak stabil. Disamping tipe – tipe diatas terdapat tipe TTs dan LLs, yang

merupakan bentuk subpolar, berdekatan sekali dengan tipe TT maupun

LL, sehingga secara klinis sukar atau tidak bisa dibedakan dengan bentuk

TT maupun LL (klinis seperti LL dan TT, tetapi imunitasnya tidak stabil).

Reaksi Tipe 1

Menurut Jopling reaksi lepra tipe 1 merupakan delayed

hypersensitivity reaction seperti halnya reaksi hipersensitivitas tipe IV

menurut Coombs dan Gell. Antigen yang berasal dari basil yang telah

Page 5: Ref Reaksi Kusta

mati (breaking down lep[rosy bacili) akan bereaksi dengan limfosit T

disertai perubahan tingginya imunitas yang cepat. Jadi pada dasarnya

reaksi tipe 1 terjadi akibat perubahan keseimbangan antar imunitas dan

basil. Dengan demikian sebagai hasil reaksi tersebut dapat terjadi

upgrading/reversal, apabila menuju ke arah bentuk tuberkuloid (terjadi

peningkatan imunitas) atau down grading, apabila menuju kebentuk

lepromatosa (terjadi penurunan imunitas). Pada kenyataannya reaksi

tipe 1 ini diartikan dengan reaksi reversal oleh karena paling sering

dijumpai terutama pada kasus – kasus yang mendapat pengobatan,

sedangkan down grading reaction lebih jarang dijumpai pada kasus –

kasus yang tidak mendapat pengobatan. Meskipun secara teoritis

reaksi tipe 1 ini dapat terjadi pada semua bentuk kusta yang subpolar,

tetapi pada bentuk BB jauh lebih sering terjadi daripada bentuk yang

lain. Bentuk BB, apabila terjadi reaksi reversal akan berubah menjadi

bentuk BT dan akhirnya ke bentuk TTTs, sedangkan bila terjadi down

grading akan berubah menjadi bentuk BL dan akhirnya ke bentuk LLs.

Timbul pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL) karena

ketidakstabilan imunologis. Disebut juga sebagai reaksi upgrading atau

reaksi reversal bila kenaikan imunitas seluler yang cepat. Gejala klinis:

lesi dikulit makula eritematous, menebal, teraba panas, dan nyeri

tekan. Bila berat dapat membengkak sampai pecah. Gejala sistemik

jarang dijumpai. Gejala syaraf biasanya menonjol berupa keradangan

syaraf yang mendadak, pada satu atau beberapa syaraf tepi (yang

paling sering n. Ulnaris dan n. Medianus) dengan gejala nyeri yang

hebat atau adanya gangguan fungsi.

Page 6: Ref Reaksi Kusta

Secara garis besar manifestasi dari reaksi kusta tipe 1 dapat di

golongkan sebagai berikut:

Organ yang diserang Reaksi ringan Reaksi berat

KulitLesi kulit yang telah ada

menjadi lebih eritematosa

Lesi yang telah ada

menjadi eritematosa.

Timbul lesi baru yang

kadang – kadang disertai

panas dan malaise

Saraf

Membesar, tidak nyeri

fungsi tidak terganggu.

Berlangsung kurang dari 6

minggu.

Membesar, nyeri, fungsi

terganggu. Berlangsung

lebih dari 6 minggu.

Kulit dan saraf bersama -

sama

Lesi yang telah ada

menjadi lebih eritematosa,

nyeri pada saraf.

Berlangsung kurang dari 6

minggu.

Lesi kulit yang eritematosa

disertai ulserasi atau

edema pada tangan/kaki.

Saraf membesar, nyeri,

dan fungsi terganggu.

Berlangsung sampai 6

minggu atau lebih.

Page 7: Ref Reaksi Kusta

Reaksi Tipe 2

Reaksi lepra tipe 2 ini deikenal dengan nama eritema nodosum

leprosum (ENL). ENL merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III

menurut Coomb dan Gell. Antigen berasal dari produk kuman yang

telah mati dan bereaksi dengan antibodi membentuk kompleks Ag-Ab.

Kompleks Ag-Ab ini akan mengaktivasi komplemen sehingga terjadi

Page 8: Ref Reaksi Kusta

ENL. Jadi ANL merupakan reaksi humoral yang merupakan

manifestasi sindrom kompleks imun. Terutama terjadi pada bentuk LL

dan LLs dan kadang pada bentuk BL. Biasanya disertai gejala

sistemik. Baik reaksi tipe 1 atau 2 ada hubungannya dengan pemberian

pengobatan antikusta, hanya saja reaksi kusta tipe 2 tidak lazim terjadi

dalam 6 bulan pertama pengobatan, tetapi justru terjadi pada akhir

pengobatan karena basil telah menjadi granular. Tidak terlihat

gambaran perubahan lesi kusta seperti pada reaksi tipe 1.

Reaksi lepra tipe 2 terjadi pada 50% tipe LL dan 25% tipe BL. Reaksi

ini dapat terjadi sebelum, selama, ataupun setelah pengobatan. Gejala

terutama pada kulit berupa ENL yaitu adanya nodul kemerahan yang

nyeri, pada perabaan dapat superfisial ataupun dalam. Pada reaksi tipe

2 berat, lesi ENL menjadi [vesik[uler atau bula dan pecah, disebut

sebagai eritema nekrotikans. Dapat juga menyerang mata

(iridosiklitis), testis (orkitis), ginjal (nefritis), sendi (artritis),

limpadenik, dan neuritis. Gejala sistemik berupa malaise, panas badan,

sakit kepala, dan kelemahan otot.

Manifestasi reaksi lepra tipe 2 dapat sebagai berikut:

Organ yang diserang Reaksi ringan Reaksi berat

Kulit

Nodus sedikit dapat

berulserasi

Demam ringan, malaise

Nodus banyak, nyeri,

berulserasi

Demam tinggi, malaise

Saraf

Saraf membesar

Tidak nyeri

Fungsi tidak terganggu

Saraf membesar

Nyeri

Fungsi terganggu

Mata Lunak, tidak nyeriNyeri, penurunan visus

dan merah sekitar limbus

Testis Lunak, nyeri, membesar

Page 9: Ref Reaksi Kusta
Page 10: Ref Reaksi Kusta

Fenomena Lucio

Fenomena lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi

pada kusta tipe lepromatosa non nodular difus. Kusta tipe ini terutama

ditemukan di Meksiko dan Amerika Tengah, namun dapat juga

dijumpai di negeri lain dengan prevalensi rendah. Gambaran klinis

dapat berupa plak atau infiltrat difus, berwarna merah muda, bentuk

tidak teratur dan terasa nyeri. Lesi terutama di ekstremitas, kemudian

meluas ke seluruh tubuh. Lesi yang berat tampak lebih eritematosa,

disertai purpura dan bula, kemudian dengan cepat menjadi nekrosis

Page 11: Ref Reaksi Kusta

dan ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhirnya

terbentuk jaringan parut.

Gambaran histopatologi menunjukkan nekrosis epidermal iskemik

dengan nekrosis pembuluh darah superfisial, edema, dan proliferasi

endotelial pembuluh darah lebih dalam. Didapatkan banyak basil M.

Leprae di endotel kapiler. Walaupun tidak ditemukan infiltrat PMN

seperti pada ENL namun dengan imunofluoresensi tampak deposit

imunoglobulin dan komplemen di dalam dinding pembuluh darah.

Titer kompleks imun yang beredar dan krioglobulin sangat tinggi pada

semua penderita.

Page 12: Ref Reaksi Kusta

Karakteristik reaksi kusta:

Reaksi tipe 1 Reaksi tipe 2

Tipe kusta Kebanyakan tipe borderline (BB, BT, BL)

dapat terjadi pada kusta subpolar (LLs) dan

pada kusta tuberkuloid yang diterapi.

Kebanyakan lepromatous (LL), kadang –

kadang borderline – lepromatous (BL)

Onset Reaksi upgrading biasanya muncul selama 6

bulan pertama dari terapi kusta pada pasien

BT dan BB, tetapi dapat lebih lama pada

pasien BL.

Reaksi downgrading terjadi spontan pada

pasien yang tidak diterapi atau pasien yang

putus obat. Pada saat dilakukan terapi, dapat

terjadi reaksi upgrading.

ENL kebanyakan terjadi setelah

dilakukan terapi kusta, 1 – 2 tahun

setelah dilakukan kemoterapi. Dapat

terjadi pada kasus tanpa terapi yang

lama.

Penyebab Berhubungan dengan perubahan imunitas

selular, reaksi upgrading berhubungan

dengan peningkatan secara tiba – tiba

imunitas selular; reaksi down grading

berhubunhan dengan penurunan secara tiba

– tiba imunitas selular.`

Sindrom kompleks imun akibat

pengendapan komplek Ag-Ab pada

tissue spaces dan pada pembuluh darah

serta pembuluh limfa

Gambaran

klinik

Reaksi Upgrading: beberapa atau semua lesi

kusta menunjukkan tanda – tanda

peradangan akut (nyeri, tenderness, eritema,

dan edema). Terlihat seperti erisipelas.

Ulserasi dan nekrosis dapat terjadi pada

kasus berat. Dapat muncul lesi baru.

Reaksi down grading: lesi kusta tampak

lebih buruk dan progres mengarah ke

lepromatous, sering muncul lesi baru.

Lesi kusta yang ada tidak menampakkan

gejala yang mengganggu. Nodul atau

plaque lunak berwarna pink yang tiba –

tiba muncul. Dapat menjadi vesicular,

pustular, bulosa, gangrenous, dan break

down (eritema nodosum necrotican).

Gejala

sistemik

Tidak biasa muncul, kecuali apabila semua

gejala muncul

Demam, malaise, pasien terlihat toxic

Gejala

penyerta

Pembengkakan yang cepat dari satu atau

beberapa saraf dengan perlunakan dan nyeri

pada tempat saraf yang membengkak; edema

pada tangan, tungkai, atau wajah dapat

timbul; dapat terjadi abces pada saraf.

Sering terjadi pembengkakan pada

tangan, kaki ataupun wajah. Paralisis

dapat muncul akan tetapi pada reaksi tipe

2 kerusakan sarah tidak mengancam

secara cepat seperti pada reaksi tipe 1.

Gejala yang sering menyertai: iritis,

Page 13: Ref Reaksi Kusta

Claw hand, drop foot, facial palsy dapat

muncul secara tiba – tiba. Apabila tidak

diterapi dengan adekuat maka lesi akan

permanen.

iridocycilitis, epistaksis, nyeri otot, nyeri

tulang (sering muncul pada tibia), nerve

pain, joint pain, limfadenitis, epididymo-

orchitis, proteinuria.

Special

features

Reaksi yang sangat berat pada lesi

tuberkuloid dapat mengalami nekrosis dan

ulserasi yang dalam

Fenomena lucio adalah reaksi khas dan

beart dari reaksi tipe 2 pada kasus yang

tidak diterapi. Gejala : purpuric patches

yang nyeri dan lunak yang dapat menjadi

necrotic dan ulserasi (dengan atau tanpa

bula) dan meninggalkan scar. Dapat

menyebabkan multiple necrotizing

vasculitis

Histologi Reaksi upgrading: peningkatan limfosit,

ephiteloid cells dan giant cells. Jumlah basil

menurun.

Reaksi down grading: defence cell (limfosit,

ephiteloid cells dan giant cells) digantikan

oleh makrofag. Jumlah basil meningkat.

Lesi ENL mengandung PMN dalam

jumlah yang besar. Dapat ditemukan

basil dan kebanyakan granular dan

fragmenteg. ENL dapat menunjukkan

tanda vaskulitis.

2.5 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan reaksi kusta terutama ditujukan untuk:

a. Mengatasi neuritis untuk mencegah agar tidak berkelanjutan menjadi

paralisis atau kontraktur

b. Secepatnya dilakukan tindakan agar tidak terjadi kebutaan bila

mengenai mata

c. Membunuh kuman penyebab agar penyakitnya tidak meluas

d. Mengatasi rasa nyeri

Prinsip penatalaksanaan reaksi kusta:

- Pemberian obat anti reaksi

- Istirahat atau imobilisasi

- Analgetik, sedatif untuk mengatasi rasa nyeri

- Obat anti kusta diteruskan

Page 14: Ref Reaksi Kusta

Untuk semua tipe reaksi, bila tidak ada kontra indikasi, semua obat

antikusta dosis penuh harus tetap diberikan:

Untuk membunuh kuman agar penyakitnya tidak meluas

Untuk mencegah timbulnya resistensi

Dengan menghentikan obat – obat antikusta saat pengobatan reaksi,

kadang – kadang justru akan menimbulkan reaksi pada waktu obat

antikusta tersebut diberikan kembali

Reaksi ringan

Nonmedikamentosa

Istirahat, imobilisasi, berobat jalan

Medikamentosa

o Aspirin

Masih merupakan obat terbaik dan murah untuk mengatasi

nyeri dan sebagai antiradang. Dosis yang dianjurkan antara 600

– 1200 mg diberikan tiap 4 jam, 4 sampai 6 kali sehari.

o Klorokuin

Kombinasi klorokuin dan apirin dikatakan lebih baik kasiatnya

debandingkan dengan pemberian tunggal.

Dosis: 3 kali 150 mg/hari

Page 15: Ref Reaksi Kusta

Efektoksik pada penggunaan jangka panjang dapat berupa:

ruam pada kulit, fotosensitisasi serta gangguang

gastrointestinal, pengelihatan dan pendengaran.

o Antimon

Stibophen berisi 8,5 mg antimon per ml.

Dosis : 2-3 ml diberikan secara selang seling, dosis total tidal

melebihi 30 ml. Digunakan pada reaksi tipe 2 yang ringan

untuk mengatasi rasa nyeri sendi dan tulang.

Kini jarang dipakai karena kurang efektif dan lebih toksik

daripada kortikosteroid, talidomid, dan klofasimin

o Talidomid

Obat tersebut digunakan untuk mengatasi reaksi tipe 2 agar

dapat melepaskan ketergantungan pada kortikosteroid.

Dosis: mula – mula diberikan 400mg/hari sampai reaksinya

tercapai, kemudian berangsur – angsur diturunkan sampai

50mg/hari. Tidak dianjurkan diberikan pada wanita usia subur.

Reaksi berat

Segera rujuk ke rumat sakit untuk perawatan. Untuk reaksi tipe 1 segera

diberikan kortikosteroid, sedangkan untuk reaksi tipe 2 dapat diberikan

klofazimin, talidomid, dan kortikosteroid sendiri – sendiri atau kombinasi.

Mengenai dosis, cara maupun lama pengobatan reaksi kusta sangat

nervariasi, sehingga belum ada dosis baku.

Cara pemberian kortikosteroid:

- Dimulai dengan dosis tinggi atau sedang

- Gunakan prednison atau prednisolon

- Gunakan sebagai dosis tunggal pagi hari

- Dosis diturunkan setelah terjadi respon maksimal

- Dosis steroid dapat dimulai antara 30 – 80 mg prednison/hari dan

diturunkan 5 – 10 mg/2 minggu, sebagai berikut:

o 2 mgg I : 30mg/hr

Page 16: Ref Reaksi Kusta

o 2 mgg II : 20mg/hr

o 2 mgg III : 15mg/hr

o 2 mgg IV : 10mg/hr

o 2 mgg V : 5mg/hr

Fenomena lucio

Rifampisin merupakan obat utama bagi pasien fenomena lucio yang belum

pernah mendapat pengobatan anti kusta. Pemberian kortikosteroid seperti

pada pengobatan ENL. Talidomid dan klofazimin tidak efektif.

Page 17: Ref Reaksi Kusta

BAB III

REFLEKSI KASUS

3.1 Identitas

Nama : Tn. A

Umur : 43 thn

Jenis kelamin : laki-laki

Status : Menikah

Alamat : Jl. Mawar I Sukorambi

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

3.2 Anamnesis

- Keluhan Utama

Timbul bentol-bentol kemerahan dan nyeri di wajah, punggung,

lengan dan tungkai

- Riwayat Penyakit Sekarang

± 1 bln yg lalu pasien mengeluhkan timbul bercak meninggi

kemerahan, timbulnya mendadak. Awalnya timbul seukuran uang

logam sekitar 5 buah, kemudian bertambah banyak sampai ke tungkai.

Bercak kemerahan pd kulit berubah menjadi benjolan kemerahan yg

kemudian mjd gelembung berisi cairan yg kemudian pecah menjadi

kerak menebal, terasa nyeri dan didahului keluhan demam, badan

terasa sakit semua. Pasien telah mengkonsultasikan keluhannya ini

pada dokter puskesmas dan mendapat obat oral berwarna biru, putih

dan kuning tapi belum ada perbaikan.

- Riwayat Penyakit Dahulu

Dua tahun yang lalu terdapat bercak putih yang mati di daerah pipi

kanan dan kiri, kemudian pasien berobat ke puskesmas dan mendapat

obat yang harus diminum tiap hari selama 12 bulan, obat yang

Page 18: Ref Reaksi Kusta

diberikan berwarna putih, cokelat, dan merah cokelat. Pasien telah

menyelesaikan pengobatan ini 1 bulan yang lalu.

- Riwayat Pengobatan

Pengobatan selama 12 bulan

- Riwayat Keluarga

Disangkal

- Riwayat Alergi

Disangkal

3.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign : Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 76 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 37,6 oC

Status generalis :

Kepala :

Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis

Telinga : Tidak ada sekret

Hidung : Tidak ada sekret

Mulut : Tidak sianosis

Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB

Thorax

Cor : S1S2 tunggal

Pulmo : vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-

Abdomen :

Inspeksi : datar

Auskultasi : BU (+) N

Perkusi : Timpani

Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-)

Page 19: Ref Reaksi Kusta

Extremitas : HKM (+) edema (-)

Status Dermatologis :

Effloresensi

Regio facialis : plak yang eritematus dan berkrusta, batas jelas,

nyeri

Regio thorakalis, regio ekstremitas superior,inferior dekstra et

sinistra: ditemukan nodul-nodul yang eritematus, batas jelas,

konsistensi padat dan perabaan hangat serta nyeri, terdapat krusta.

Reg. Coli posterior: terdapat bula

Reg. Thorakalis posterior: nekrosis

Pemeriksaan sensoris rasa raba dengan ujung kapas:

Pasien tidak dapat merasakan pada reg maxila S, sementara untuk

Reg Maxila D, Reg. Thorakalis, ekstremitas superior et inferior

masih dapat merasakan.

Pemeriksaan sensoris dengan ujung bolpoin:

Pada lesi di Reg. Facialis, Reg. Thorakalis, ekstremitas superior et

inferior masih dapat merasakan nyeri.

Tidak ditemukan pembesaran saraf tepi

Pemeriksaan motorik N. Facialis

Pasien diminta untuk memjamkan mata à pasien dapat menutup

mata dengan rapat (tidak terdapat lagofthalmus)

Gloves anastesi (-) dan stocking anastesi (+)

Page 20: Ref Reaksi Kusta

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan bakterioskopisà BTA

Biopsi kulit à histopatologis

3.5 Resume

Pasien laki-laki berusia 49 tahun, datang dengan keluhan timbul bentol-

bentol kemerahan dan nyeri di wajah, punggung,lengan dan tungkai. 2

bulan yg lalu pasien mengeluhkan timbul bercak meninggi kemerahan,

timbulnya mendadak. Awalnya timbul seukuran uang logam sekitar 5

buah, kemudian bertambah banyak sampai ke tungkai. Bercak kemerahan

pada kulit berubah menjadi benjolan kemerahan yang kemudian menjadi

gelembung berisi cairan yang kemudian pecah menjadi kerak yang

menebal, terasa nyeri dan didahului keluhan demam. Pasien telah

mengkonsultasikan keluhannya ini pada dokter puskesmas dan mendapat

obat oral berwarna biru, putih dan kuning tapi belum ada perbaikan.

Regio facialis : plak yang eritematus dan berkrusta, batas jelas, nyeri.

Regio thorakalis, regio ekstremitas superior,inferior dekstra et sinistra:

ditemukan nodul-nodul yang eritematus, batas jelas, konsistensi padat dan

perabaan hangat serta nyeri. Pemeriksaan sensoris rasa raba dengan ujung

kapas: Pasien tidak dapat merasakan pada reg maxila S, sementara untuk

Reg Maxila D, Reg. Thorakalis, ekstremitas superior et inferior masih

dapat merasakan. Pemeriksaan sensoris dengan ujung bolpoin: Pada lesi

di Reg. Facialis, Reg. Thorakalis, ekstremitas superior et inferior masih

Page 21: Ref Reaksi Kusta

dapat merasakan nyeri. Tidak ditemukan pembesaran saraf tepi.

Pemeriksaan motorik N. Facialis: Pasien diminta untuk memjamkan mata

à pasien dapat menutup mata dengan rapat (tidak terdapat lagofthalmus).

Gloves anastesi (-) dan stocking anastesi (+)

3.6 Diagnosis

Reaksi kusta tipe 2 berat

3.7 Diagnosis Banding

Eritema nodosum

3.8 Penatalaksanaan

Nonmedika mentosa:

- Edukasi pasien:

o Informasi penyakit pasien

o Pengobatan membutuhkan waktu yang lama

- Diet bebas

- Bed rest

Medikamentosa:

- Prednison 30 mg/hari (2 mgg I)

- Paracetamol 3x500 mg

- Asam mefenamat 3x500mg

- Antibiotik: cefadroksil 2x500mg

3.9 Prognosis

Dubia

Page 22: Ref Reaksi Kusta

DAFTAR PUSTAKA

Siregar, R.S. 2005. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC

Martodiharjo, S., dan Susanto, R. S. D. 2003. Kusta. Jakarta: Balai Penerbit FK

UI

Listyawan, M. Y., Agusni, I., dan Martodiharjo, S. 2005. Pedoman Diagnosis dan

Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi III. RSUD dr. Soetomo

Surabaya.

Wolff, K., Goldsmith, L. A., Katz, S. I., Gilchrest, B. A., Paller A. S., Leffell, D.

J. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Seventh Edition. The Mc

GrawHill Company.

Thangaraj, R. H., dan Yawalkar, S. J. 1986. Leprosy for Medical Pratitioners an

Paramedical Workers. Switzerland: Ciba-Geigy