REFARAT ENL revisi

Embed Size (px)

Citation preview

ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL)

PENDAHULUAN Kusta (Lepra atau Morbus Hansen) adalah penyakit infeksi kronik granulomatous yang disebabkan oleh M. Leprae. M. Leprae merupakan basil tahan asam (BTA), bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran napas bagian atas, hati dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa replikasi M. Leprae 12-21 hari dan masa inkubasi 40 hari-40 tahun. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi diduga melalui inhalasi atau melalui kontak kulit yang lama dan erat. Sumber penularan melalui kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari pasien kusta tipe Multi Basiler yang belum diterapi atau berobat tapi tidak teratur. 1,5 Epidemiologi kusta diperkirakan 5,5 juta orang di seluruh dunia. Infeksi M. Leprae tidak lagi endemik di negara-negara industri.6

Diagnosis berdasarkan atas gambaran klinis, pemeriksaan bakterioskopis dan histopatologis. Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tiga tanda kardinal berikut yaitu adanya lesi kulit hipopigmentasi atau kemerahan dan kehilangan sensibilitas, penebalan saraf dan atau tanpa kelemahan otot, dan BTA Positif.1,4

Ada 2 jenis reaksi yaitu tipe 1 (reaksi reversal) dan reaksi tipe 2 (ENL), dapat terjadi sebelum, selama dan sesudah pengobatan MDT. ENL umumnya terjadi pada pasien kusta tipe MB. Eritema nodosum leprosum merupakan reaksi lepromatous berupa nodul kutaneus yang nyeri disertai keterlibatan sistemik, dapat disertai dengan gejala ekstrakutaneus yang menyerang beberapa organ tertentu dan menyebabkan manifestasi klinis yang berbeda-beda. ENL disebabkan oleh pembentukan kompleks imun yang dihubungkan dengan reaksi imunitas humoral yang berlebihan yang terjadi pada pasien lepromatous. 1,4,5 DEFINISI Eritema nodosum leprosum (ENL) merupakan reaksi tipe 2 pada penyakit kusta dengan manifestasi klinis di kulit berupa nodul kutaneus yang nyeri, umumnya terdapat di wajah dan ekstremitas.2,3

1

EPIDEMIOLOGI Insidens tinggi pada daerah tropis dan subtropis yang panas dan lembab. Insidens di Indonesia pada Maret 1999 sebesar 1,01 per 10.000 penduduk.2 Laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Kusta menyerang semua ras dan umur, prevalensi puncak insidens terjadi pada umur 30-60 tahun.5 Sekitar 50% dari pasien LL (Lepromatous Leprosy) dan 25% dari pasien BL (Borderline Lepromatous) akan menderita ENL. ENL lebih berat pada ras Kaukasoid dan Mongoloid dibandingkan ras Negroid. 6 Sebuah penelitian dilakukan di 15 Puskesmas dalam wilayah Kabupaten Brebes, tahun 2007, memperoleh sampel sebanyak 106 penderita yang terdiri dari 53 penderita kelompok kasus dan 53 penderita kelompok kontrol. Responden yang mengalami reaksi kusta tipe I sebanyak 24,5 % dan tipe II sebanyak 75,5 %. Dari 53 penderita yang mengalami reaksi kusta, sebanyak 94,3 % penderita mengalami reaksi kusta berat dan 5,7 % mengalami reaksi kusta ringan. Berdasarkan status pengobatan MDT, sebanyak 5,7 % penderita belum mendapat pengobatan, sedang dalam pengobatan sebanyak 52,8 %, dan sesudah pengobatan sebanyak 41,5 %. ETIOLOGI Penyebab pasti timbulnya ENL belum diketahui. Sekitar 50 % ENL terjadi pada pasien yang mendapat pengobatan di tahun pertama dan sekitar 5% dapat terjadi secara spontan. Faktor-faktor pencetus lainnya antara lain infeksi, stress fisik atau mental, kehamilan, pembedahan dan vaksinasi BCG. 1,615

PATOGENESIS Eritema Nodosum Leprosum merupakan reaksi humoral, dimana basil kusta yang utuh maupun tidak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk antibodi sebagai respon adanya antigen. Reaksi kompleks imun terjadi antara antigen dan antibodi sehingga memicu pembentukan komplemen. Reaksi ini merupakan reaksi hipersensitiitas tipe III menurut Gell dan Coombs. Reaksi antigen-antibodi atau yang biasa disebut kompleks imun ini terjadi antara lain di kulit berbentuk nodul yang dikenal sebagai eritema nodosum leprosum, mata (iridosiklitis), sendi (artritis) dan saraf (neuritis) dengan disertai gejala konstitusi seperti

2

demam dan malaise serta komplikasi pada organ tubuh lainnya. 1,7,8,10 Pasien kusta tipe Lepromatous memiliki sistem imun humoral yang tinggi, sehingga membentuk titer antibodi yang tinggi terhadap antigen M. Lepra. Konsentrasi relatif dari antigen dan antibodi akan cukup untuk membentuk kompleks imun yang kemudian berdeposit di jaringan. Komplemen terikat pada deposit kompleks dan faktor kemotaktik PMN dilepaskan. Akumulasi polimorf memfagositosis kompleks dan melepaskan enzim proteolitik yang menyebabkan inflamasi dan nekrosis. Pembentukan kompleks dapat berada di jaringan, dimana terdapat gradien konsentrasi dari antigen yang berdifusi jauh dari kumpulan basil yang berdegenerasi atau dalam sirkulasi. Selama episode ENL berlangsung, kompleks imun dalam sirkulasi yang mengandung komplemen (C1q), IgG dan IgM dapat terlihat. Aktivasi polyklonal dari semua isotipe (IgM, IgG dan IgA) diperlihatkan pada pasien dengan penyakit multibasiler stabil. Jika kompleks imun berdeposit di dinding pembuluh darah akan menyebabkan vaskulitis. Kompleks imun yang beredar di sirkulasi akan terbentuk dan berdeposit pada tempat yang jauh dari lesi bacilliferous. Mekanisme ini akan menyebabkan erupsi nodul eritem pada kulit, atau nefritis, juga berkontribusa pada terjadinya artralgia dan neuritis yang juga merupakan ciri-ciri penyakit kompleks imun di sirkulasi, misalnya serum sickness. 7,8,10

GEJALA KLINIS Karakteristik reaksi ini adalah gambaran kulit berupa nodul merah yang nyeri, bisa terletak superfisial atau dalam pada dermis. Berbentuk kubah dengan batas tidak tegas, mengkilap dan nyeri tekan yang disertai dengan demam, hilang nafsu makan, dan kelemahan. Nodulnya bisa mengalami ulserasi, mengeluarkan pus kuning yang tebal yang mengandung basil tahan asam yang mengalami degenerasi dan polimorf, tetapi steril pada kultur. Lesi paling sering pada wajah dan permukaan ekstensor tungkai tetapi juga bisa terlihat dimana saja. ENL kronik memperlihatkan indurasi kecoklatan yang kebanyakan terdapat pada paha, betis dan lengan bawah. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu. Kadangkadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama. Apabila kompleks imun berdeposit di pembuluh darah dapat menyebabkan vaskulitis sistemik pada kulit. akan menimbulkan manifestasi klinis lainnya apabila berdeposit pada organ tertentu seperti: mata (iridosiklitis), 3

testis (orchitis), ginjal (glomerulonefritis).1,6,7,10 Klasifikasi reaksi tipe 2 Gejala Reaksi ringan Reaksi Berat

Lesi kulit

ENL yang

nyeri

tekan ENL nyeri tekan, ada yang pecah (ulseratif),

berjumlah sedikit, biasanya sampai

hilang sendiri dalam 2-3 jumlah banyak, berlangsung hari Konstitusi lama

Tidak ada demam atau Demam ringan sampai berat ringan saja

Saraf tepi

Tidak ada neuritis (nyeri Ada neuritis (nyeri tekan dan tekan fungsi) atau gangguan gangguan fungsi)

Organ tubuh

Tidak ada gangguan

Terjadi

peradangan

pada

organ-organ tubuh, yaitu mata (iridosiklitis), (epididimoorkitis), (nefritis), sendi testis ginjal (artriis),

kelenjar limfe ( limfadenitis), gangguan pada tulang, hidung dan tenggorok. Dikutip dan dimodifikasi dari buku Pedoman Pemberantasan Kusta Depkes (1999).

Dikutip dari kepustakaan no.16 4

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada pemeriksaan hematologi didapatkan leukositosis PMN, trombositosis, peninggian LED, anemia normositik normokrom serta peninggian kadar IgG, IgM.7 Pada pemeriksaan histologi didapatkan lesi ENL mengandung sejumlah besar sel polimorf dan kebanyakan berbentuk fragmen dan granuler,19

Dikutip dari kepustakaan no.16

Vaskulitis atau nekrosis vaskuler dengan perdarahan terlihat pada beberapa lesi ng kasus ENL. ENL berat sering dihubungkan dengan deposit basil yang besar. Infiltrasi polimorf hebat dan bisa meluas melalui area dermis yang luas dan bisa terdapat edema. Nekrosis dan ulserasi mengikutinya. Infiltrasi polimorf yang sama ditemukan pada saraf, otot dan nodus limfatikus jika ditemukan deposit kompleks imun pada daerah tersebut. Pada pewarnaan apusn kulit dapat terlihat sejumlah basil tahan asam yang sudah mati dan berdegenerasi.7

Pemeriksaan Bakterioskopik Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari apusan kulit atau kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan basil tahan asam, antara lain dengan Ziehl-Neelsen. berarti orang tersebut tidak14

Bakterioskopik negatif pada seorang penderita, bukan mengandung basil M. Leprae.

5

Pemeriksaan Serologik Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.Leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M.Leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD.14

Macam-macam pemeriksaan serologik kusta ialah: Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay) Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination) ML dipstick (Mycobacterium Leprae dipstick)

DIAGNOSIS Diagnosis ENL ditegakkan berdasarkan atas gambaran klinik, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Gambaran klinis yang khas untuk pasien dengan ENL adalah nodul kutaneus yang nyeri, umumnya terdapat di wajah dan ekstremitas.1,5

Dikutip dari kepustakaan no. 17

6

DIAGNOSIS BANDING

Kutaneus Poliartritis Nodosa Kutaneus Poliartritis Nodosa merupakan salah satu vaskulitis yang terjadi pada pembuluh darah ukuran medium dengan gejala klinik antara lain penurunan berat badan, mialgia, miopati atau nyeri tekan otot, hipertensi (tekanan darah diastolik >90 mmHg), gangguan ginjal (peningkatan ureum, kreatinin), nyeri atau nyeri tekan testis, dll. Cutaneous polyarteritis nodosa juga bisa bermanifestasi berupa nodul eritem yang nyeri tekan dan bilatelar pada tungkai. Area yang terlibat biasanya memperlihatkan livedo reticularis. Nodulnya biasanya berlokasi pada calves dan sering mengalami ulserasi. Secara histopatologi terlihat vaskulitis yang melibatkan arteriole dan arteri ukuran medium pada septum dari jaringan subkutan. Pembuluh darah yang terlibat terdapat penebalan dinding dan tunika intima dari arteri yang terlibat memperlihatkan cincin eosinofilik pada nekrosis fibrinoid memberikan gambaran targetlike (seperti-target) pada pembuluh darah.1

Dikutip dari kepustakaan no.1 Sarkoidosis Sarkoidosis adalah penyakit granulomatous multisistem yang tidak diketahui etiologinya mengenai khususnya umur muda, dan paling sering bermanifestasi berupa limfadenopati hillus bilatelar, infiltrasi pada paru atau lesi pada kulit dan mata. Eritema nodosum terjadi 7

pada > 39 %

pasien dengan Sarcoidosis. Pada sarkoidosis subkutaneus granulomatosa

melibatkan lebih banyak lobulus lemak dibanding septum dan septum tidak memperlihatkan fibrosis dan penebalan seperti yang biasa terlihat pada lesi yang berkembang penuh pada eritema nodosum. 1

Dikutip dari kepustakaan no. 1 Eritema Nodosum e.c Drug Eruption Sulfonamides, bromides dan kotrasepsi oral telah dilaporkan menyebabkan eritema nodosum dengan gambaran klinik berupa nodul yang eritem. Beberapa obat lain misalnya antibiotik, barbiturat, dan salicilat kadang-kadang dicurigai tetapi jarang terbukti sebagai penyebabnya.3

Dikutip dari kepustakaan no.3

8

PENATALAKSANAAN Standardisasi MDT oleh WHO memiliki dampak yang besar pada prevalensi kusta, menyebabkan penurunan progresif tingkat prevalensi di seluruh dunia, di samping sejumlah kecil kasus penyakit yang resistan terhadap obat, kekambuhan penyakit dan perlawanan bakteri disebabkan oleh monoterapi berkepanjangan. Prinsip umum penatalaksanaan pasien dengan rekasi kusta harus disertai dengan bed rest yang cukup, dan pasien yang masih dalam pengobatan MDT tetap melanjutkan terapi MDT ditambahkan dengan terapi untuk reaksi kusta tipe 2 ENL. Penatalaksanaan reaksi berbeda tergantung manifestasi dan berat ringanya reaksi. Obat-obatan yang dapat digunakan pada reaksi ringan: Aspirin18

Sangat murah dan efektif untuk mengontrol rasa sakit dan inflamasi derajat sedang. Dosis 400-600 mg 4 kali sehari dan diberikan bersama makanan. Dosis diturunkan bila tanda dan gejala sudah terkontrol.18

Klorokuin

Klorokuin mungkin efektif untuk mengontrol rekasi yang ringan, karena terdapat efek anti inflamasi. Klorokuin base diberikan 3 x 150 mg sehari. Pada penggunaan dalam waktu yang lama terdapat efek samping berupa kemerahan kulit, fotosensitisasi, pruritus, gangguan gastrointestinal, gangguan penglihatan dan tinnitus. Kombinasi aspirin dan klorokuin lebih efektif daripada dipakai sendiri-sendiri.

Antimony

18

Efek anti inflamasi obat ini mungkin dapat digunakan untuk mengontrol reaksi yang ringan, terutama efektif untuk mengurangi rasa sakit pada tulang dan persendian. Efek samping dapatb erupa kemerahan kulit, bradikardi, hipotensi, dan perubahan gambaran elektrokardiografi. Stibophen mengandung 8,5 mg antimon per ml. Dosis yang dianjurkan adalah 2-3 ml/hari IM selama 3-5 hariatau 2-3 ml IM selang sehari dengan dosis total reaksi kusta tidak melebihi 30 ml.

9

Sedangkan pada Reaksi ENL yang berat dapta diberikan obat2 sebagai berikut: Thalidomide 1,13 Ada lagi obat yang dianggap sebagai pilihan pertama yaitu thalidomide, tetapi harus berhati-hati karena obat ini teratogenik. Pada ENL yang kronik atau rekuren pada pria atau wanita menopause, thalidomide dapat dianjurkan untuk menghindari efek samping dari penggunaan kortikosteroid yang lama. Dosis awalnya 4 x 100 mg sehari dan dosis lanjutan 50-100 mg per hari. Di Indonesia obat ini tidak diproduksi lagi. Mekanisme kekebalan tubuh yang terjadi ketika merespon patogen dapat dibagi ke dalam respon imun awal yang juga dikenal sebagai kekebalan bawaan, dan setelah itu Thalidomide: Mekanisme Aksi, respon imun yang lebih spesifik dikenal sebagai kekebalan adaptif. Dalam vitro penelitian telah menunjukkan bahwa thalidomide memiliki efek terhadap kedua respon ini. Kortikosteroid 1,3,13,18 Obat yang paling sering dipakai ialah kortikosteroid, antara lain prednison. Dosisnya bergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya prednison 15-30 mg sehari, kadang-kadang lebih. Sesuai dengan perbaikan reaksi, dosisnya diturunkan secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Ada juga yang memberikan prednison awal sebanyak 30-60 mg per hari. Dosis tersebut dapat diturunkan setiap minggu sekitar 10 mg sampai dosisnya sisa 20 mg per hari kemudian diturunkan 5 mg setelahnya. Sebelum dihentikan perlu diberikan dosis maintanance 5-10 mg per hari selama beberapa minggu untuk mencegah rekurensi ENL pada pasien dengan ENL kronik. Pada reaksi yang melibatkan okuler (mata) perlu diberikan kortikosteroid topikal. Pada pria, orchitis merupakan indikasi pemberian kortikosteroid. Klofazimin 1,13,14 Jika penyakitnya kronik, klofazimin awalnya ditambahkan pada pemberian kortikosteroid dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian klofazimin saja. Klofazimin dipakai sebagai anti-ENL dengan dosis yang tinggi. Bergantung pada berat ringannya reaksi, biasanya antara 200-300 mg sehari. Dari referens lain diberikan 300 mg per hari selama 3-4 bulan kemudian diturunkan sampai 100 mg per hari. Dosisnya diturunkan secara bertahap sesuai perbaikan ENL.

10

Pentoksifilin

13,14

Pentoxifylin adalah sebuah turunan metilxantin yang memiliki sifat seperti hemorheologik potensial, pada awalnya diproduksi untuk mengobati pasien yang mengalami klaudikasi intermiten. Pentoxifylin, yang diyakini memiliki efek penting terhadap pengendalian ENL, memblokir sintesis RNA duta TNF- melalui penghambatan transkripsi gen. Pada penelitian-penelitian yang tidak terkontrol, pentoxifylin telah ditemukan efektif dan ditolerir dengan baik dalam mengurangi gejala lokal atau gejala sistemik dari ENL. Kelebihan utamanya adalah obat ini tidak memiliki efek teratogenik sehingga bisa digunakan oleh pasien wanita usia subur tanpa ada kekhawatiran. 18 Metrotreksat Obat ini efektif pada dosis yang jauh lebih kecil sehingga efek samping berat jarang merupakan masalah. Dosisnya, 15-25 mg per minggu dand itingkatkan sampai 30-35 mg per minggu bila perlu.18

Prinsip terapi ENL

ENL Ringan Istirahat, baik fisik maupun mental, bila perlu diberikan sedativa

ENL Berat Istirahat, baik fisik maupun mental, bila perlu diberikan sedativa

secukupnya Teruskan pemberian MDT Dapat diberikan injeksi antimonium dengan tanpa penambahan obat anti inflamasi seperti penilbutason atau indometasin Tranquilizer dapat menolong

secukupnya Teruskan pemberian MDT Nyeri saraf dapat dihilangkan dengan penyuntikan steroid intra neural

sebagai pengganti steroid per oral dan jika terbentuk abses saraf, harus dilakukan terapi pembedahan Iridosiklitis akut memerlukan instilasi tetes mata dan aplikasi salep mata steroid

mengurangi rasa takut dan cemas

11

KOMPLIKASI Komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan reaksi kusta adalah cacat. Infeksi pada saraf perifer adalah bagian penting dari penyakit kusta, tetapi kerusakan permanen saraf bukan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari yang diakibatkan oleh infeksi tersebut. Menangani dengan cepat dan tepat pada saat reaksi kusta dapat mencegah kerusakan sarafsaraf secara permanen.3

PROGNOSIS Eritema Nodosum Leprosum ringan dapat menghilang segera tetapi ENL berat dapat menetap selama bertahun-tahun. 7,8

KESIMPULAN Eritema Nodosum Leprosum (ENL) adalah reaksi kusta tipe 2 dengan gambaran klinik yang khas berupa nodul, eritema yang nyeri. Berbentuk kubah dengan batas tegas, mengkilap dan nyeri tekan. Nodulnya bisa mengalami ulserasi, mengeluarkan pus kuning yang tebal yang mengandung basil tahan asam yang mengalami degenerasi dan polimorf, tetapi steril pada kultur. Lesi paling sering pada wajah dan permukaan ekstensor tungkai tetapi juga bisa terlihat dimana saja. ENL terjadi 50 % pada pasien LL dan 25% pada pasien BL dan dapat terjadi sebelum, selama, dan setelah terapi dengan MDT. Faktor lain yang mempresipitasi reaksi adalah infeksi, stress fisik atau mental, kehamilan, pembedahan dan vaksinasi BCG. Pada ENL yang berat dapat ditemukan nodul yang ulseratif, demam, mialgia serta peradangan organ tubuh yang lain bergantung pada tempat deposit kompleks imun antigenantibodi. Pengobatan ENL yakni dengan kortikosteroid, thalidomide atau klofazimin dosis tinggi. Pengobatan dengan MDT pada pasien dengan reaksi ENL tetap diberikan tanpa dikurangi dosisnya. Pada kasus yang melibatkan saraf dilakukan immobilisasi tungkai yang terkena. Eritema Nodosum Leprosum ringan dapat menghilang segera tetapi ENL berat menetap selama bertahun-tahun.

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Rea TH,Modlin RL. Leprosy. In: Freedberg M, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,Goldsmith LA, Katz SI, et al, editors. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2003.p.1791-96 2. Martodiharjo S, Susanto RS. Reaksi kusta dan Penanganannya. In : Sjamsoe-daili ES,Menaldi SI, Ismanto SR, Nilasari Hanny, editors. Kusta. 2nd ed. Balai Penerbit FKUI Jakarta; 2003.p.75-81.

3. James WD,Berger TG, Elston DM. Hansens Disease in: James WD,Berger TG, Elston DM. Andrews' Disease of the skin clinical dermatology. 10th ed. Philadelpia: W.B.Sounders Company;2003.p.349-52

4. Silva MR, Castro MC. Mycobacterial Infections. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, Horn TD, Mascaro JM, Saurat JH, et al, editors, Dermatology. London: Mosby; 2003.p.1149-9

5. D.N.J Lockwood. Leprosy. In: Burns T,Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's Textbook of Dermatology. 7th ed. Australia : Blackwell Publishing

Company;2004.ch.29

6. Hasting RC. Leprosy. 4th ed. New York: Churchill Livingstone;1985

7. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC;2005 8. International Journal of Leprosy. 2005 Desember [cited 2010 April 15]. available in: http://www.leprosy-ila.org/leprosyjournal/pdf/73/i1544-581X-73-4.pdf 9. Course preparation and online website graphic design by Medical Support Department, AIFO, Italy 2004.p.28 13

10. S Chauhan MD, S D'Cruz MD DM, H Mohan MD, R Singh MD, J Ram MD, A Sachdev MD DM in Type II lepra reaction: An unusual presentation, Dermatology Online Journal: 2006. 11. Marcia Ramos-e-Silva, Paula Frassinetti Bessa Rebello. Leprosy Recognition and Treatment. Brazil; 2001.p.210 12. Andrea K. Boggild, Jay S. Keystone, Kevin C. Kain. Leprosy: a primer for Canadian physicians. Canada;2008.p.77 13. Opromolla DVA. Treatment of the Reactions in Leprosy. Hansenologia

Internationalis. 25. (4). 2000.

14. A. Kosasih, Wisnu Imade, Sjamsoe-Daili Emmy, Sri Linoweh Menaldi. Kusta. In: Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda, dr. Mochtar Hamzah, Prof. Dr. dr. Siti Aisah, et al, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : FKUI; 2008.p.79-82

15. Prawoto, Kabulrachman, Udoyono A. Faktor-faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya reaksi kusta. Cited on 25 May 2011. Available from:

http://eprints.undip.ac.id/6325/1/Prawoto.pdf 16. Yap FBB, Pubalan M. A Lady with Complicated Erythema Nodosum Leprosum. MJD. 22. (1). 2009

17. http://medicalimages.allrefer.com/large/erythema-nodosum-on-the-foot.jpg

18. Amiruddin D. Eritema Nodosum Leprosum. Ilmu Penyakit Kusta. Yogyakarta: Hasanuddin University Press; 2003.p.89-99

14