20
BAB I PENDAHULUAN Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis lokus patologis dan penyakit-penyakit spesifik. pasien-pasien dengan penyakit berbeda pada daerah yang sama (misalnya ketulian dan syndrome meniere keduanya melibatkan koklearis) hal ini melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda dan akan memberikan temuan audiometrik yang berbeda pula. Demikian juga dengan kualitas gangguan pendengaran akan mengakibatkan keterbatasan dalam keahlian yang memerlukan perhatian, perkembangan bahasa, presisi bicara dan efektivitas komunikasi umum sesuai dengan derajat dan jenis gangguan. Rencana-rencana untuk mengadakan pendidikan khusus dan rehabilitasi harus dipengaruhi dan dituntun oleh hasil pemeriksaan pendengaran dibarengi dengan variabel penting lainnya seperti inteligensi, motivasi dan dukungan keluarga. Dokter terpaksa harus memeriksa keutuhan telinga tengah secara tidak langsung dan sama sekali tidak dapat memeriksa koklearis dan sistem saraf akustikus dengan mempelajari cara-cara keduanya yang berfungsi sebagai jawaban terhadap bunyi. kemampuan pasien untuk mendengar dapat ditentukan dengan berbagai cara mulai dari prosedur informal hingga pengukuran tepat berstandar tinggi yang memerlukan peralatan khusus. 1

REFARAT THT (Repaired).docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REFARAT THT (Repaired).docx

BAB I

PENDAHULUAN

Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam mendiagnosis lokus

patologis dan penyakit-penyakit spesifik. pasien-pasien dengan penyakit berbeda pada

daerah yang sama (misalnya ketulian dan syndrome meniere keduanya melibatkan

koklearis) hal ini melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda dan akan

memberikan temuan audiometrik yang berbeda pula. Demikian juga dengan kualitas

gangguan pendengaran akan mengakibatkan keterbatasan dalam keahlian yang

memerlukan perhatian, perkembangan bahasa, presisi bicara dan efektivitas komunikasi

umum sesuai dengan derajat dan jenis gangguan. Rencana-rencana untuk mengadakan

pendidikan khusus dan rehabilitasi harus dipengaruhi dan dituntun oleh hasil pemeriksaan

pendengaran dibarengi dengan variabel penting lainnya seperti inteligensi, motivasi dan

dukungan keluarga. Dokter terpaksa harus memeriksa keutuhan telinga tengah secara

tidak langsung dan sama sekali tidak dapat memeriksa koklearis dan sistem saraf

akustikus dengan mempelajari cara-cara keduanya yang berfungsi sebagai jawaban

terhadap bunyi. kemampuan pasien untuk mendengar dapat ditentukan dengan berbagai

cara mulai dari prosedur informal hingga pengukuran tepat berstandar tinggi yang

memerlukan peralatan khusus.

1

Page 2: REFARAT THT (Repaired).docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Telinga

Gambar 1 Anatomi Telinga 1

Indra pendengaran terjadi ketika gelombang suara masuk ke struktur eksternal

telinga, melewati telinga tengah menuju telinga dalam, dan menstimulasi sel resptor

spesifik di telinga dalam mencetuskan potensi aksi, yang selanjutnya di bawa ke otak.

Potensial aksi disalurkan melalui saraf koklear (bagian saraf cranial VII) ke korteks

pendengaran, suatu struktur yang terletak di lobus temporalis otak, tempat potensial aksi

diinterpretasikan sebagai suara.2

A.1. Telinga Luar

Telinga luar terdiri atas aurikula (tulang rawan bagian luar) dan saluran telinga

luar. Aurikula mengumpulkan gelombang suara dan memproyeksikannya ke dalam

saluran luar. Saluran telinga luar adalah adalah liang tempat lewatnya gelombang suara

ke telinga tengah. Membrane timpani, yang disebut juga gendang telinga, memisahkan

2

Page 3: REFARAT THT (Repaired).docx

telinga luar dari telinga tengah. Sebagian tulang temporalis, prosesus mastoideus terletak

di belakang dan di bawah saluran luar.2

A.2 Telinga Tengah

Membrane timpani teregang kuat menutupi ujung saluran luar. Ketika gelombang

suara mengenai gendang telinga, gendang tersebut terdorong ke dalam, atau melengkung,

kearah telinga tengah. Derajat kelengkungan gendang telinga bergantung pada kekerasan

suara. Setelah satu gelombang suara, gendang telinga kembali ke posisinya semula.

Gendang telinga dapat didorong ke dalam berulang-ulang apabila gelombang suara terus

berlangsung, yang menyebabkan gendang bergetar. Frekuensi getaran gendang telinga

bergantung pada frekuensi gelombang suara.2

Telinga tengah memiliki 3 prosesus (tonjolan) tulang, yang terhubung dalam

rangkaian ke gendang telinga: maleus, inkus, dan stapes. Getaran gendang telinga

disalurkan dari satu tulang ke tulang lainnya, yang akhirnya mengenai jendala oval.

Jendela oval adalah membrane kecil di pintu masuk gendang telinga dalam. Karena

jendela oval lebih kecil daripada membrane timpani, kekuatan gelombang suara pada

gelombang pada jendela oval per unit area meningkat secara signifikan. 2

Telinga tengah dihubungkan ke hidung dan tenggorokan melalui tuba eustachius.

Walaupun secara normal tertutup, tuba eustachius terbuka pada saat menguap atau

menelan. Pembukaan ini memungkinkan tekanan di telinga tetap sama dengan tekanan

atmosfer. 2

A.3 Telinga Dalam

Telinga dalam adalah organ kompleks yang terdiri atas dua struktur rumit: labirin

tulang di bagian luar dan labirin membranosa di bagian dalam. Labirin tulang dipisahkan

dari labirin membranosa oleh cairan kental yang disebut perilimfe. Labirin membranosa

diisi dengan cairan yang sedikit berbeda yang disebut endolimfe. Di labirin tulang

terdapat terdapat koklea, vestibulum, dan saluran semisirkular. Koklea adalah organ yang

bertanggung jawab mengubah gelombang suara menjadi potensial aksi. Vestibulum dan

saluran semisirkular mempertahankan ekuilibrium dan keseimbangan. 2

3

Page 4: REFARAT THT (Repaired).docx

A.4 Koklea

koklea adalah organ berbentuk rumah siput, yang diisi dengan perilimfe. Koklea

dipisahkan dibagian tengah oleh struktur yang disebut membrane basilar. Di membrane

basilar terdapat selimut sel yang bersama membrane basilar mengalami depolarisasi saat

bentuknya berubah atau bertekuk. Setiap sel rambut bersinaps pada neuruon aferen, yang

aksonnya membentuk saraf akustik. Depolarisasi sel rambut menghasilkan mencetuskan

potensial reseptor, yang apabila cukup besar, menstimulasi potensial aksi di neuron

aferen. Sel rambut ditutupi oleh membrane yang menggantung, yang disebut membrane

tektorial. Ketika gelombang suara melewati telinga dalam, gelombang ini melawan

membrane tektorial sehingga sel-sel rambut tertekuk. 2

A.5 Transmisi Gelombang Suara

Ketika gelombang suara mengenai jendela oval, tercipta gelombang tekanan di

telinga dalam yang berisi cairan. Gelombang tekanan menyebabkan perpindahan mirip

gelombang pada membrane basilar terhadap membrane tektorial yang menggantung.

Ketika sel-sel rambut menggesek membrane tektorial, sel-sel rambut tertekuk. Tekukan

ini menyebabkan depolarisasi sel dan pembentukan potensial reseptor.

A.6 Audiologi

Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi pula evaluasi pendengaran dan

rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan gangguan

pendengaran, ada dua alasan untuk melakukan evaluasi: (1) untuk diagnosis lokasi dan

jenis penyakit dan (2) untuk menilai dampak gangguan pendengaran terhadap proses

belajar, interaksi sosial dan pekerjaan Audiologi medik di bagi atas : audiologi dasar dan

audiologi khusus.3

Audiologi dasar adalah pengetahuan mengenai nada murni, bising, gangguan

pendengaran, serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan:

(1) tes penala, (2) tes berbisik, (3) tes audiometri nada murni.

Audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural koklea dengan

retrokoklea, audiometri obyektif, tes tuli anorganik, auduilogi anak, audiologi industri.

4

Page 5: REFARAT THT (Repaired).docx

B. Macam-Macam Tes Pendengaran

B.1 Uji Penala

Satu perangkat penala yang memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah

hingga tinggi akan memudahkan survey kepekaan pendengaran. Perangkat yang lazim

mengambil beberapa sampel nada c dari skala music, yaitu 128,256,512,1024,2048,4096,

dan 8192 hz. Hz adalah singkatan dari hertz yang merupakan istilah kontemporer “dari

siklus per detik”sebagai satuan frekuansi. semakin tinggi frekuensi 512,1024,dan 2048

biasanya memadai.4

Penala dipegang pada tangkainya, dan salah satu tangan garpu tala dipukul pada

permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku. perhatikan jangan

memukulkan penala pada ujung meja atau benda keras lainnya karena akan menghasilkan

nada berlebihan, yang adakalanya kedengaran dari jarak yang cukuup jauh dari penala

dan bahkan dapat menyebabkan perubahan menetap pada pola getar penala. penala

dipegang di dekat telinga dan pasien diminta melaporkan saat bunyi tidak lagi didengar.

sesudah itu garpu dipindahkan dekat telinga pemeriksa dan dilakukan penghitungan

selang waktu antara saat bunyi tidak lagi didengar pasien dengan saat bunyi tidak lagi

didengar pemeriksa. prosuder ini tidak saja memberikan estimasi kasar tentang kepekaan

pendengaran relative, tetapi juga suatu pola kepekaan nada tinggi jika penala tersedia

dalam berbagai frekuansi.4

B.2. Uji Schwabach

Uji schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa. pasien

diminta melaporkan saat penala bergetar yang ditempelkan pada mastoidnya tidak lagi

dapat didengar. pada saat itu, pemeriksa memindahkan penala ke mastoidnya sendiri dan

menghitung beberapa lama (dalam detik) ia masih dapat mendengar bunyi.4,5,6

Uji schwabach dikatan normal bila hantaran tulang pasien dan pemeriksa hampir

sama. uji schwabach memanjang atau meningkat bila hantara tulang pasien lebih lama

dibandingkan pemeriksa, misalnya pada kasus gangguan pendengaran konduktif. Jika

telinga pemeriksa masih dapat mendengar penala setelah pasien tidak lagi mendengarnya,

5

Page 6: REFARAT THT (Repaired).docx

maka dikatan schwabach memendek. Interpretasi Uji schwabach diperlihatkan pada tabel

1.14

Tabel 1.1 hasil Uji Schwabach, macam gangguan pendengaran dan lokasi gangguan

telinga.

Hasil uji schwabach Status pendengaran Lokus

Normal Normal Tidak ada

Memanjang Tuli konduktif Telinga luar/tengah

Memendek Tuli sensorineural Koklearis/retrokoklearis

B.3 Uji Rinne

Uji rinne membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pendengaran

pasien. tangkai penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid pasien (hantaran tulang)

hingga bunyi tidak lagi terdengar, penala kemudian dipindahkan didekat telinga sisi yang

sama (hantaran udara). Telinga normal masih akan mendengar penala melalui hantaran

udara, temuan ini disebut rinne positif (HU>HT), pasien dengan gangguan pendengaran

sensorineural juga akan memberi rinne poritif jika mendengar bunyi penala, sebab

gangguan sensorineural seharusnya mempengaruhi baik hantaran udara maupun hantaran

tulang (HU>HT). Istilah rinne negative dipakai bila pasien tidak dapat mendengar

melalui hantaran udara setelah penala tidak lagi terdengar melalui hantaran tulang

(HU<HT). Interpretasi Uji schwabach diperlihatkan pada tabel 1.2.4,5,6

Tabel 1.2 hasil Uji Rinne, macam gangguan pendengaran dan lokasi gangguan telinga.

Hasil Uji Rinne Status pendengaran Lokus

Positif HU>HT normal/gangguan

sensorineural

Tida ada/ Koklea-

retrokoklearis

Negative HU<HT Gangguan konduktif Telinga luar/tengah

6

Page 7: REFARAT THT (Repaired).docx

B.4 UJI WEBER

Uji weber adalah dapat mendengarkan suara sendiri lebih keras bila satu telinga

ditutup. Gagang penala yang bergetar ditempelkan di tengah dahi dan pasien diminta

melapor apakah suara terdengar ditelinga kiri, kanan atau keduanya.4

Umumnya pasien mendengar bunyi penala pada telinga dengan konduksi tulang

yang lebih baik atau dengan komponen konduktif yang lebih besar. Jika nada terdengar

pada telinga yang dilaporkan lebih buruk, maka tuli konduktif perlu dicurigai pada

telinga tersebut. Jika terdengar pada telinga yang lebih baik, maka dicurigai tuli

sensorineural pada telinga yang terganggu. Fakta bahwa pasien mengalami lateralisasi

pendengaran pada telinga dengan gangguan konduksi dan bukannya pada telinga yang

lebih baik mungkin terlihat aneh bagi pasien dan kadang-kadang juga pemeriksa.4,5,6

Uji weber sangat bermanfaat pada kasus-kasus gangguan unilateral, namun dapat

meragukan bila terdapat gangguan konduktif maupun sensorineural (campuran) atau bila

hanya menggunakan penala frekuensi tunggal. Klinisi harus melakukan uji weber

bersama uji lainnya dan tidak boleh diinterpretasikan secara tersendiri.

Gambar 2. Tes Weber, jika sebuah garpu tala yang digetarkan pada bagian tengah dahi, maka

bunyi tersebut akan terdengar di tengah tanpa lateralisasi pada satu sisi (respon normal), gambar A bila

7

Page 8: REFARAT THT (Repaired).docx

ada tuli konduktif, bunyi akan terdengar pada sisi tuli konduktif. Gambar B, bila ada tuli sensoriuneural,

bunyi tersebut akan terdengar baik pada sisi yang berlawanan (tidak terganggu)5

B.5 UJI BING

Uji Bing adalah aplikasi dari apa yang disebut oklusi, dimana penala terdengar

lebih keras bila telinga normal di tutup. Bila liang telinga ditutup dan dibuka bergantian

saat penala yang bergetar ditempelkan pada mastoid, maka telinga normal akan

menangkap bunyi yang mengeras dan melemah (Bing positif). Hasil serupa akan didapat

pada gangguan pendengaran sensorineural, namun pada pasien dengan perubahan

mekanisme konduktif seperti penderita otitis media atau otosklerosis, tidak menyadari

adanya perubahan kekerasan bunyi tersebut (Bing negative).4

B.6 AUDIOMETRI NADA MURNI

Pada pemeriksaan audiometri nada murni diperlukan alat audiometer untuk

membuat audiogfram. Bagian dari audiometer tombol pengatur intensitas b unyi, tombol

pengatur frekuensi, headphone untuk memeriksa AC (hantaran udara), bone conductor

untuk memeriksa BC (hantaran tulang).3

Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi

tulang (BC). Bila ambang dengar ini dihubung-hubungkan dengan garis, baik AC

maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan

derajat ketulian.3

Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus

penuh (Intensitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat dengan

garis putus-putus (Intensitas yang diperiksa : 250-4000 Hz).3

Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan untuk telinga kanan, warna merah.

8

Page 9: REFARAT THT (Repaired).docx

Gambar 3 7

C. JENIS DAN DERAJAT KETULIAN SERTA GAP3

Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli.

Jenis ketulian, tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli campur.

Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher yaitu :

Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz

3

Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan pentin g untuk

pendengaran , sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat ketulian dihitung

dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga amabang dengar di atas,

kemudian dibagi 4.

Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz

……………………………………………………………….4

Pada interpretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa jenis

ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya, misalnya : telinga kiri tuli campur

sedang. Dalam menetukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran

udaranya (AC) saja.

Derajat ketulian ISO :

9

Page 10: REFARAT THT (Repaired).docx

0 – 25 dB : normal >25 - 40 dB : tuli ringan >40 - 55 dB : tuli sedang >55 - 70 dB : tuli sedang berat >70 - 90 dB : tuli berat 90 dB : tuli sangat berat

D. AUDIOGRAM TELINGA

GAMBAR 48

GAMBAR 59

10

Page 11: REFARAT THT (Repaired).docx

E. AUDIOMETRI IMPEDANS

Pada pemeriksaan ini diperiksa kelenturan membrane timpani dengan tekanan

tertentu meatus akustukus eksterna. 3

Didapatkan isitilah :

a. Timpanometri yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani.

Misalnya, ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular

chain), kekakuan membrane timpani dan membrane timpani yang sangat

lentur.

b. Fungsi tuba eustachius (eustachius tube function), untuk mengetahui tuba

eustachius terbuka atau tertutup.

c. Refleks stapedius muncul pada rangsangan 70-80 dB di atas ambang

dengar. Pada lesi di koklea, ambang rangsang refleks stapedius menurun,

sedangkan pada lesi retrikoklea, ambang itu naik. Gambaran hasil

timpanometri

GAMBAR 6

Tipe A : normal Tipe B : terdapat cairan di telinga tengah Tipe C : terdapat gangguan fungsi tuba eustachius Tipe AD : terdapat gangguan rangkaian tulang pendengaran Tipe As : terdapat kekakuan pada tulang pendengaran

(Otosklerosis)

BAB III

11

Page 12: REFARAT THT (Repaired).docx

KESIMPULAN

Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi pula evaluasi pendengaran dan

rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan dengan gangguan

pendengaran.

Audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural koklea dengan

retrokoklea, audiometri obyektif, tes tuli anorganik, auduilogi anak, audiologi industri.

Fungus dari tes-tes pendengaran tersebut berfungsi untuk mengetahui apakah

penderita tuli atau tidak, mengetahui tingkat ketulian penderita serta dapat mengetahui

interpretasi dari suatu gangguan pendengaran.

REFERENSI

12

Page 13: REFARAT THT (Repaired).docx

1. Sloane E. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta. EGC.2003

2. Elizabeth j. Corwin. Buku Saku Patofisisologi. Edisi 3.Jakarta.EGC.2009

3. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. Jakarta :

balai Penerbit Fk. UI. 2010

4. Higler Adams B. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta.Penerbit EGC.1997

5. Swartz Mark H. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta. Penerbit EGC. 1995.

6. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta. Penerbit PT Gramedia Pusaka Utama.

2010.

7. http://ent-diagnosis-surgery.com/wp-content/uploads/2009/02/image0042.jpg

8. http://shintatb-fst09.web.unair.ac.id/artikel_detail-49794-Komputasi%20Biomedis-

Jawaban%20Soal%20UAS%20Komputasi%20Biomedis%20No.2.html

9. http://4.bp.blogspot.com/-guZzH6S4viY/T6eLNmFbZaI/AAAAAAAAATk/

He4Ali7CIaY/s1600/audiogram+2.jpg

13

Page 14: REFARAT THT (Repaired).docx

BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TES-TES PENDENGARAN

DISUSUN OLEH:HARDIANSYAH, S.Ked.

NENO ARISMAYANTI, S.ked

PEMBIMBING:

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN FAKULTAS

KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR

2014

14

REFERAT

September, 2014

I