Upload
fandi-ahmad
View
633
Download
30
Embed Size (px)
Citation preview
REFERAT
ELECTROMYOGRAPHY
Penyusun:
Fandi Ahmad
030 . 07 . 087
Pembimbing:
Dr. Agus Permadi, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAFRUMAH SAKIT OTORITA BATAMPERIODE 27 JUNI – 30 JULI 2011
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
1
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Fandi Ahmad
NIM : 030 . 07 . 087
Judul referat : Electromyography
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing pada :
Hari . . . . . . . . . . . . . tanggal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Batam, . . . . . . . . . . . 2011
Pembimbing : Dr. Agus Permadi, Sp.S
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya makalah dengan tajuk
”Electromyography” dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih yang sangat besar penyusun tujukan
kepada:
1. Dr. Agus Permadi, Sp.S ; dokter pembimbing yang telah memberikan ilmu dan bimbingan
dengan penuh sabar.
2. Teman seperjuangan yang dengan sangat baik bekerja sama dalam menjalani kepaniteraan klinik
ini.
3. Pasien-pasien yang bersedia menjadi tempat menambah ilmu dan pengalaman.
Penyusun sangat berharap makalah ini akan berguna bagi pembaca untuk menambah
pengetahuan dan pemahaman mengenai ”Electromyography”. Penyusun juga menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Batam, November 2011
Penyusun
3
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I Pendahuluan 4
Sejarah Elektromiografi 6
Dasar Pemeriksaan Elektromiografi 6
BAB II Analisa Elektromiografi 15
Analisis Aktivitas Spontan 15
Aktivitas Spontan Fisiologis 17
Aktivitas Spontan Patologis 18
Aktivitas Insersional 24
Analisis Motor Unit Action Potential (MUAP) 24
Morfologi MUAP 26
Aktivitasi & Recruitment 30
Pola abnormalitas dari MUAP 31
BAB III Kesimpulan 34
Daftar Pustaka 35
4
BAB I
PENDAHULUAN
EMG adalah pemeriksaan elektrodiagnosis unuk memeriksa saraf perifer dan otot.
Prinsip kerjanya, adalah merekam gelombang potensial yang ditimbulkan oleh saraf maupun
otot. Melalui prosedur-prosedur stimulasi listrik dan teknik perekaman dapat dipelajari transmisi.
Gelombang parsial dapat ditimbulkan dalam otot dengan memberikan stimulus pada saraf
motorik yang mengelolanya. Untuk mengukur kecepatan hantar saraf (KHS) motorik yaitu
dengan merangsang saraf motorik pada dua tempat di sebelah proksimal dan distal. Latensi
adalah waktu yang dibutuhkan dalam menghantarkan impuls dari tempat perangsangan sampai
ke akson terminal dan transmisi dari akson terminal ke moter end plate, sehingga timbul
potensial aksi. Saraf yang mengalami kerusakan, latensi distalnya akan memanjang, KHS
berkurang dan dapat disertai amplitude yang mengecil. Kerusakan pada akson yang berat,
berakibat aksi potensial tidak dapat ditimbulkan.
Elektromiografi (EMG) adalah sebuah teknik untuk mengevaluasi dan merekam aktivitas
listrik yang dihasilkan oleh otot rangka. Dalam keadaan istirahat otot tidak melepaskan listrik,
tetapi bila otot berkontraksi secara volunter potensial aksi dapat direkam. Elektromiografi
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut elektromiograf, untuk menghasilkan rekaman
yang disebut sebuah elektromiogram. Elektromiograf akan mendeteksi potensi listrik yang
dihasilkan oleh sel otot ketika sel-sel ini teraktivasi secara elektrik atau neurologis. Sinyal-sinyal
ini dapat dianalisis untuk mendeteksi kelainan medis, tingkat aktivasi, urutan rekrutmen atau
untuk menganalisa biomekanika gerakan manusia atau hewan.
Elektromiografi dalam arti sempit adalah suatu metode pemeriksaan yang mempelajari
dan mencatat aktivitas listrik otot yang disebabkan insersi jarum EMG, aktivitas spontan dan
aktivitas listrik otot volunteer. Dalam arti yang lain, EMG klinis adalah semua studi
elektrodiagnostik dari saraf perifer dan otot.
EMG digunakan untuk mendiagnosis masalah neurologis dan neuromuskular. Hal ini
digunakan oleh laboratorium diagnostik dan dokter terlatih dalam biofeedback atau penilaian
ergonomi. EMG juga digunakan dalam berbagai jenis laboratorium penelitian, termasuk mereka
5
yang terlibat dalam biomekanika, motor kontrol, fisiologi otot, gangguan gerak, kontrol postural,
dan terapi fisik.
Elektromiografi (EMG) terdiri dari berbagai studi konduksi saraf (SKS) dan
elektromiografi jarum (jarum EMG). Dalam arti yang sempit, EMG hanya merujuk kepada
insersi jarum elektroda pemeriksaan otot, tetapi secara tradisional telah digunakan untuk
merujuk kepada kedua SKS dan jarum EMG. EMG adalah modalitas diagnostik yang sangat
kuat untuk mengevaluasi sistem saraf perifer di tangan yang kompeten, dapat memberikan
informasi berharga yang mungkin tidak didapat dengan tes diagnostik lainnya. Hal ini juga dapat
melengkapi informasi yang diperoleh dari sumber lain, seperti studi imaging, untuk lokalisasi
lesi optimal.
6
SEJARAH ELEKTROMIOGRAFI
Percobaan pertama mengenai EMG dimulai oleh Francesco Redi di tahun 1666 yang
menemukan otot khusus dari belut listrik yang menghasilkan listrik.
Pada 1773, Walsh telah mampu menunjukkan bahwa jaringan otot belut tersebut bisa
menghasilkan percikan listrik. Pada tahun 1792, muncullah publikasi berjudul De Viribus
Electricitatis di Motu Musculari Commentarius oleh Luigi Galvani, yang menyebutkan
bahwa listrik bisa memulai kontraksi otot.
Enam puluh tahun kemudian, pada tahun 1849, Dubois-Raymond menemukan
kemungkinan merekam aktivitas listrik selama kontraksi otot volunter. Pada tahun 1922,
Gasser dan Erlanger menggunakan osiloskop untuk menampilkan sinyal-sinyal listrik dari
otot. Kemampuan mendeteksi sinyal elektromiografi terus membaik dan peneliti mulai
menggunakan elektroda yang lebih baik.
DASAR PEMERIKSAAN ELEKTROMIOGRAFI
Tujuan
a. Membantu membedakan antara gangguan otot primer seperti distrofi otot dan
gangguan sekunder.
b. Membantu menentukan penyakit degeneratif saraf sentral kerusakan saraf atau cedera
saraf.
7
c. Membantu mendiagnosa gangguan neuromuskular seperti myastenia grafis.
Sebelum dilakukan pemeriksaan EMG, penderita harus diberikan penjelasan agar otot-
otot dalam keadaan tenang. Otot-otot yang abnormal diperiksa terlebih dahulu, dimulai dari
yang paling lemah, kemudian diikuti dengan otot yang normal untuk menentukan distribusi
kelainan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memasukkan jarum EMG pada penderita
adalah:
1. Gangguan pembekuan darah dan antikoagulan.
Pemeriksaan EMG jarum sebaiknya dihindari pada penderita hemofili. Pada penderita
trombositopenia pemeriksaan dapat dikerjakan apabila trombosit > 30. 000/mm3.
2. Infeksi
Perhatian khusus pada penderita infeksi yang berpotensi menular. Pergunakan sarung
tangan dan bungalah jarum ke tempat yang sudah disediakan.
3. Obesitas
Dapat dijumpai kesulitan dalam menentukan lokasi dan palpasi otot yang diperiksa.
Jarum standar 50 mm biasanya tidak cukup panjang untuk otot-otot tertentu sehingga
sebelum pemeriksaan perlu disiapkan jarum 75 mm atau lebih.
4. Kulit
Perhatikan kulit di atas otot yang diperiksa, hindari vena superfisial atau varises. Hindari
daerah kulit yang infeksi, ulkus, dermatitis, bendungan vena maupun jaringan parut.
5. Nyeri
Pada penderita dewasa yang sangat tidak tahan nyeri dapat diberikan fentanil. Sedangkan
untuk anak-anak bisa digunakan klorhidrat.
Pelaksanaan
a. Persiapan pasien
- Menginformasikan kepada pasien bahwa seluruh pemeriksaan prosedur ini akan
menyebabkan gangguan rasa nyaman sementara. Khususnya bila pasien sendiri
diberi rangsangan listrik.
8
- Pastikan bahwa pasien tidak menggunakan obat-obat depresan atau sedatif 24 jam
sebelum prosedur.
- Cegah terjadinya syok listrik.
- Mengurangi rasa sakit dan rasa takut.
Cara kerja
Saraf perifer mengirimkan impuls listrik dan dapat dianggap sebagai kabel yang
sangat efisien. Untuk studi konduksi saraf, stimulator non invasive, berlaku hantaran
impuls listrik singkat ke saraf tepi trankuteneus. Saraf kemudian mengirimkan impuls dan
respon dicatat oleh elektroda. Waktu yang diperlukan untuk stimulus untuk mencapai
elektroda rekaman (latency) dapat diukur secara akurat dan kecepatan transmisi
dihitung. Baik motor dan saraf sensorik dapat diperiksa. Perlu diketahui dalam EMG,
saraf yang sehat akan mengirimkan impuls listrik lebih cepat dari yang sakit.
Jarum EMG tidak mengalirkan stimulasi listrik, melainkan mencatat aktivitas listrik
intrinsik dari serat otot rangka. Jarum cukup tipis (sekitar 25 gauge) dan menghasilkan
ketidaknyamanan kecil dimana kebanyakan pasien dapat mentolerirnya. Jarum EMG
sugestif dari denervasi termasuk temuan:
1. fibrilasi,
2. gelombang positif yang tajam, dan
3. raksasa potensi unit motor (MUP).
b. Prosedur
1) prosedur dapat dilakukan disamping tempat tidur atau diruang tindakan khusus.
2) elektroda ditempatkan pada syaraf-syaraf yang akan diperiksa.
3) Dimulai dengan dosis kecil rangsangan listrik melalui elektorda kesaraf dan otot,
apabila konduksi pada saraf selesai maka otot akan segera berkontraksi.
4) Untuk mengetahui potensial otot digunakan macam-macam jarum elektroda dari
nomor 1,3 – 7,7 cm.
5) Pasien mungkin dianjurkan untuk melakukan aktifitas untuk mengukur potensila
otot selama kontraksi minimal dan maksimal
9
6) Derajat aktifitas saraf dan otot direkam pada osiloskop dan akan memberikan
gambaran grafik yang dapat dibaca.
7) Perawat berusaha memberikan rasa nyaman dan memantau daerah penusukan
terhadap kemungkinan terjadinya hematom.
Selama Prosedur
Selama EMG, pin kecil atau jarum dimasukkan ke dalam otot untuk mengukur
aktivitas listrik. Jarum yang digunakan berbeda dari jarum yang digunakan untuk injeksi
obat. Jarum adalah kecil dan padat, tidak berongga seperti jarum suntik karena tidak ada
obat disuntikkan, ketidaknyamanan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan tembakan.
Pasien akan diminta untuk kontraksi otot dengan memindahkan sejumlah kecil
tenaga selama pengujian.
Dengan studi konduksi saraf, elektroda kecil akan ditempelkan pada kulit atau
ditempatkan di sekitar jari-jari pasien. Pasien biasanya akan mengalami
kesemutan ringan dan singkat atau shock, yang mungkin sedikit tidak
menyenangkan.
Orang yang mengelola tes akan menjelaskan prosedur. Seringkali aktivitas otot
dimonitor melalui speaker selama tes, yang dapat membuat bunyi menderu
popping atau lembut. Teknisi EMG akan melihat osiloskop, yang terlihat seperti
TV kecil set selama prosedur.
Pengujian mungkin memakan waktu 30-60 menit.
c. Setelah tindakan
- Berikan kompres es pada daerah hematoma untuk mengurangi rasa nyeri.
- Ciptakan lingkungan yang memudahkan klien untuk beristirahat
10
Ada beberapa tahap pemeriksaan yang harus dikerjakan pada EMG jarum, yaitu:
1. Dalam keadaan istirahat
a. Kalibrasi diatur 20 µV/cm dan sweep speed pada 5 – 10 mdet/cm.
b. Jarum ditusukkan menembus kulit dengan cepat.
c. Otot harus benar-benar dalam keadaan relaks. Apabila penderita tegang atau nyeri,
relaksasi dapat dikerjakan dengan cara:
Memberikan ganjal pada anggota gerak atau manipulasi pasif dari anggota gerak.
Kontraksi otot antagonis.
Mengalihkan perhatian dengan mengajak bicara.
Menenteramkan pasien.
d. Pada keadaan normal, waktu istirahat tidak memperlihatkan aktivitas listrik
(electrical silence)
e. Pada gangguan saraf/otot, timbul potensial patologik berupa aktivitas spontan
berbentuk positif sharp wave atau fibrilasi.
11
2. Aktivitas insersional
a. Kalibrasi diatur 50 – 100 µV/cm dan sweep speed 5 – 10 mdet/cm.
b. Aktivitas insersional ditimbulkan dengan menggerakkan elektroda jarum secara cepat
pada otot. Hal ini akan menimbulkan letupan dari membran sel otot yang diaktifkan
secara mekanik dengan gerakan jarum.
c. Pada keadaan normal, akan terlihat potensial listrik yang cepat yang segera berhenti
sewaktu jarum dihentikan.
d. Pada keadaan abnormal, aktivitas insersional dapat meningkat atau menurun. Dapat
pula terjadi fibrilasi, fasikulasi dan gelombang bizarre.
Fasikulasi Fibrilasi
e. Sekitar dua puluh insersi pada tiga lokasi yang berbeda harus diselesaikan pada otot
tersebut (posisi proksimal, sentral dan distal) sebelum berpindah ke otot yang lain.
12
3. Kontraksi minimal
a. Kalibrasi 100 – 200 µV/cm dan sweep speed 5 – 10 mdet/cm.
b. Penderita diminta mengerakkan/ kontraksi ringan otot yang diperiksa.
c. Perhatikan setiap potensial aksi otot yang nampak pada monitor (bentuk, amplitude,
durasi dan frekuensi potensial).
d. Pada keadaan normal akan tampak potensial bifasik/trifasik.
e. Pada keadaan abnormal terjadi potensial polifasik.
f. Pada kontraksi minimal sampai sedang, garis dasar (baseline) tetap nyata.
4. Kontraksi maksimal
a. Kalibrasi 500 – 1000 µV/cm dan sweep speed 10 mdet/cm.
b. Penderita diminta mengerakkan otot secara maksimal dengan memberikan tekanan
yang berlawanan. Langkah-langkah adalah sebagai berikut:
Tarik jarum ke subkutan sebelum menyuruh penderita kontraksi.
Masukkan jarum sampai mendapatkan MUAP dengan rise-time yang cepat
disertai bunyi yang tajam.
Suruh penderita membuat gerakan yang hanya mengaktivasi otot yang diperiksa.
13
c. Pada orang normal seluruh garis dasar (baseline) akan hilang, tertutup oleh potensial
yang timbul (complete interference pattern). Sebagian besar potensial yang timbul
adalah bifasik/trifasik. Polifasik yang timbul kurang dari 10 – 20%.
d. Pada keadaan abnormal, tampak incomplete interference pattern dan terjadi potensial
polifasik atau giant potential.
5. Distribusi abnormalitas EMG
a. Bila didapatkan kelainan pada pemeriksaan, harus ditentukan pola anatomisnya,
misalnya otot proksimal untuk miopati, sepanjang ekstremitas untuk radikulopati,
tersebar luas untuk penyakit motor neuron dan lain-lain.
b. Diperiksa juga otot-otot kontralateral bila dijumpai kelainan.
Bila pada saat otot dalam keadaan istirahat didapatkan aktivitas spontan dalam bentuk positif
sharp wave dan/ atau fibrilasi, maka hal tersebut menunjukkan telah terjadi kerusakan dinding
sel otot karena lepasnya otot tersebut dari persarafannya, maupun kerusakan primer dari dinding
otot itu sendiri. Aktivitas spontan akan muncul pada lesi motor neuron, akson dan otot.
Kondisi umum dirujuk untuk EMG
Kondisi Umum Dirujuk Untuk EMG
KONDISI EMG EMG FITUR KOMENTAR
14
HASIL
CTS 91-98%
+ Median n. TL,
+ SCV median,
nl ulnaris NCS
Paling umum neuropati jebakan
Neuropati ulnar
(siku)73-91% lambat MCV di siku, CB Wrist jeratan kurang sering
Polineuropati > 80% difus lambatEtiologi diabetes yang paling
umum di Amerika Serikat
Radikulopati 80-100%denervasi di paraspinals
dan myotome
EMC tidak positif sebelum 70-20
hari
Miopati bervariasi * kecil-pendek MUP Polymyositis adalah paling umum
* Hasil dari EMC bervariasi dengan etiologi dan tingkat keparahan dari miopati 3.
SINGKATAN: n. = Saraf, TL = terminal latency, = konduksi saraf studi NCS, SCV = kecepatan
konduksi sensorik, MCV = kecepatan konduksi motor CB = blok konduksi, MUP potensi unit
motor =
15
BAB II
ANALISA EMG
II.1. ANALISIS AKTIVITAS SPONTAN
Satu motor unit adalah satu akson beserta seluruh serabut otot yang disarafinya, yang
terdiri dari motor neuron, radiks saraf, saraf perifer dan serabut otot. Setiap lokasi lesi
pada satu motor unit akan memberikan gambaran aktivitas spontan yang berbeda.
16
Dengan mengenal adanya aktivitas spontan, akan dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis, menentukan lokasi lesi dan membantu menentukan prognosis
penderita.
1. Menegakkan diagnosis
Timbulnya aktivitas spontan menunjukkan adanya suatu denervasi (gangguan akson)
maupun gangguan pada membrane otot (miopati)
2. Lokasi lesi
Pada radikulopati, aktivitas spontan akan timbul pada seluruh otot dalam satu miotom
yang sama. Pada neuropati perifer, aktivitas spontan timbul pada otot yang diinervasi
oleh saraf perifer yang sama.
3. Prognosis
Aktivitas spontan yang menetap pada lesi kronis menandakan semakin jelek
prognosisnya oleh karena tidak ada reinervasi.
Pada saat kita menusukkan jarum EMG ke dalam otot, akan timbul beberapa potensial
baik fisiologis maupun patologis.
Aktifitas spontan fisiologis dapat berupa end plate noise dan end plate spike.
Sedangkan aktivitas spontan patologis dapat terjadi pada tingkat serabut otot (muscle
fiber) atau pada tingkat motor neuron. Pada tingkat serabut otot dapat berupa gelombang
tajam positif, fibrilasi, complex repetitive discharge dan myotonic discharge. Sedangkan
17
pada tingkat motor neuron dapat berupa fasikulasi, myokimic discharge dan
neuromyotonic discharge.
II.2. AKTIVITAS SPONTAN FISIOLOGIS
II.2.1. END-PLATE NOISE
Setiap saat di neuromuscular-junction (NMJ) akan selalu timbul potensial end
plate kecil yang terjadi secara spontan akibat lepasnya sejumlah asetilkolin ke dalam
NMJ. Potensial end-plate di bawah ambang dikenal sebagai end-plate noise dengan
ciri khas berupa :
1. Amplitudo rendah
2. Monofasik, potensial negatif
3. Timbul secara iregular dengan frekuensi 20 – 40 Hz
4. Berbunyi secara khas, seperti sea-shell sounds
End-plate noise
II.2.2. END-PLATE SPIKE
End-plate spikes timbul apabila jarum EMG yang berada di daerah end-plate
menangkap potensial yang telah mencapai nilai ambang (muscle fiber action potential)
dengan ciri khas:
1. Timbul bersamaan dengan end-plate spikes
2. Bifasik, dimulai dengan potensial negative. Dapat juga dalam bentuk gelombang
positif, apabila jarum terletak jauh dari motor end-plate. Perlu dibedakan dengan
positif sharp wave patologis, dimana pada positif sharp wave akan muncul secara
regular
3. Iregular dengan frekuensi 50 Hz
18
End plate spikes
II.3. AKTIVITAS SPONTAN PATOLOGIS
Aktivitas spontan patologis dapat timbul pada saat jarum EMG ditusukkan ke dalam
otot atau dapat dipicu dengan cara menggerakkan jarum, mengetuk otot yang
bersangkutan ataupun dengan gerakan otot secara volunter.
Tingkat serabut otot (muscle fibre)
Positive Sharp Wave
1. Timbul oleh karena depolarisasi spontan dari serabut otot
2. Merupakan tanda denervasi (neuropati, radikulopati, penyakit motor neuron) dan
beberapa kasus miopati (miopati oleh karena inflamasi dan jenis distrofi)
3. Berupa gambaran gelombang positif yang cepat, diikuti oleh gelombang negatif yang
relative panjang
4. Amplitudo 10 – 100 µV dapat mencapai 3mV
5. Regular dengan frekuensi 0,5 – 10/30 mV
6. Positive sharp wave dapat digradasikan dari 0 sampai 4
0 tidak dijumpai adanya positive sharp wave
+1 didapatkan potensial tunggal yang persisten (lebih dari 2-3 detik) pada min 2
area
+2 didapatkan potensial dalam jumlah sedang pada tiga area atau lebih
+3 didapatkan banyak positive sharp wave pada semua area
+4 didapatkan potensial dengan bentuk full interference pattern
19
Positive sharp wave
Fibrilasi
1. Merupakan depolarisasi spontan pada serabut otot yang mengalami denervasi
2. Berupa gelombang bifasik yang cepat dimulai dengan gelombang positif
3. Amplitudo 10 – 100 µV. Pada keadaan denervasi kronis, amplitude dapat menyusut
sampai kurang dari 10 µV
4. Durasi 1 – 5mdet
5. Regular, dengan frekuensi 0,5 – 10 Hz
6. Berbunyi seperti suara ‘rintik hujan di atas genting’
7. Sama dengan positive sharp wave, fibrilasi dapat digradasikan dari 0 - +4
20
Fibrilasi
Gradasi fibrilasi:
0 tidak dijumpai adanya positive sharp wave
+1 didapatkan potensial tunggal yang persisten (lebih dari 2-3 detik) pada minimal
dua area
+2 didapatkan potensial dalam jumlah sedang pada tiga area atau lebih
+3 didapatkan banyak positive sharp wave pada semua area
21
+4 didapatkan potensial dengan bentuk full interference pattern
Complex Repetitive Discharge
1. Merupakan letupan listrik berulang (repetitive discharge), hasil depolarisasi serabut otot
yang mengalami denervasi yang diikuti oleh transmisi potensial secara ephaptic.
Transmisi secara ephaptic adalah transmisi impuls antara serabut yang bersebelahan tidak
melalui sistem sinaps
2. Timbul dan menghilang secara mendadak dengan suara seperti mesin
3. Frekuensi 20 – 150 Hz berbentuk gerigi (multiserrated)
4. Bisa dijumpai pada neuropati dan miopati yang kronis
22
Complex repetitive discharge
Myotonic Discharge
1. Aktivitas spontan pada serabut otot (muscle fiber)
2. Amplitude dan frekuensi bersifat waxing and wanning
3. Frekuensi berkisar antara 20 – 150 Hz
4. Merupakan ciri khas pada miotonia distrofi, miotonia congenital dan paratonia
congenital. Akan tetapi dapat dijumpai pula pada beberapa jenis miopati, periodic
paralisis hipokalemia dan kasus denervasi dengan berbagai penyebab
Myotonic discharge
Tingkat motor neuron
Fasikulasi
1. Merupakan letupan tunggal, spontan, involunter pada satu motor unit. Sumber letupan
adalah motor neuron, akson saraf terutama pada bagian ujung distal
2. Iregular, sangat lambat, frekuensi berkisar 0,1 – 10 Hz
3. Pada orang normal dapat timbul fasikulasi yang disebut sebagai benign fasciculation
yang timbul berulang – ulang pada satu tempat tertentu dan tidak disertai adanya
kelemahan dan atrofi otot
Myokymic Discharge
1. Merupakan letupan berkelompok, bersifat berulang – ulang, ritmis dan spontan pada satu
motor unit
23
2. Berasal dari depolarisasi spontan serabut saraf yang mengalami denervasi yang diikuti
oleh transmisi ephaptic
3. Frekuensi potensial dalam kelompok 5 – 60 Hz sedangkan frekuensi potensial di antara
kelompok sangat kecil, kurang dari 2 Hz
4. Jumlah potensial dalam kelompok bervariasi
5. Dapat dijumpai pada radikulopati dan neuropati terutama oleh karena efek radiasi
6. Dapat ditimbulkan pada keadaan hipokalsemia dengan cara hiperventilasi (carpopedal
spasm)
Myokymic discharge
Neuromyotonic Discharge
1. Letupan berulang dari satu motor unit
2. Frekuensi 150 – 250 Hz bersifat decrement
3. Dapat dijumpai pada keadaan neuropati kronis, polio, adult spinal muscular atrophy dan
sindroma Contineous Motor Unit Activity (CMUA) antara lain Isaac’s syndrome,
neuromiotonia, pseudomiotonia dan neurotonia
24
Neuromyotonic Discharge
II.4. AKTIVITAS INSERSIONAL
Saat otot dalam keadaan istirahat, dalam keadaan normal, jarum EMG tidak
menangkap adanya aktivitas listrik. Saat jarum EMG digerakkan, akan timbul
depolarisasi pada serabut otot di dekatnya dalam waktu beberapa ratus milidetik yang
disebut sebagai aktivitas insersional (insertional activity).
Peningkatan aktivitas insersional lebih dari 300 milidetik menunjukkan kelainan baik
neuropati maupun miopati. Aktivitas insersional dapat juga menurun pada kelainan
jaringan otot yang telah digantikan oleh jaringan ikat atau lemak.
II.5. ANALISIS MOTOR UNIT ACTION POTENTIAL (MUAP)
Setelah melakukan analisis aktivitas spontan pada saat otot dalam keadaan istirahat,
selanjutnya dilakukan penilaian Motor Unit Action Potential (MUAP) pada saat otot
berkontraksi, baik kontraksi minimal ataupun maksimal. MUAP merupakan potensial
serabut otot akibat letupan motor neuron yang telah mengalami depolarisasi, yang
kemudian dilanjutkan menuju ke akar saraf, saraf perifer, neuromuscular junction dan
akhirnya ke serabut otot. Setiap motor unit mempunyai serabut otot yang bervariasi
misalnya pada otot laring hanya memiliki 5 -10 serabut otot per motor unit sedangkan
pada otot soleus mencapai ratusan serabut otot per motor unitnya.
25
Motor unit yang besar memiliki ciri-ciri:
Aksonnya besar
Selubung myelin tebal
Kecepatan hantar saraf cepat
Nilai ambang depolarisasi tinggi
Jenis serabut otot tipe II (fast twitch)
Motor unit yang kecil memiliki ciri-ciri :
Akson kecil
Selubung myelin tipis
Kecepatan hantar saraf lambat
Nilai ambang depolarisasi rendah
Jenis serabut otot tipe I (slow twitch)
26
A. Serat Otot sehat
B. Serat Otot Atrofi
(aksi potensial lebih
kecil)
C. Serat Otot dengan
nekrosis segmental.
D. Inervasi dari
denervasi serat otot
(2) pada pertengahan
cabang dari serat otot
yang tidak terkena
efek dari unit motor lainnya (1)
E. Serupa dengan D, menunjukkan inverasi dari serabut otot baru dari sel satelit melalui
kolateral cabang akson
F. Serat otot terbelah dua hingga endplate. Meskipun panah tunggal menunjukkan aksi
potensial mengarah ke kanan, bila aksi potensial mengarah ke kiri ke arah percabangan maka
akan terjadi pada setiap cabang. Sebuah elektroda yang merekam dari ujung percabangan
akan mendeteksi 2 aksi potensial. Percabangan seperti ini muncul pada serabut otot yang
mengalami hipertrofi.
II.6. MORFOLOGI MUAP
Model MUAP
Durasi
1. Adalah waktu mulai defleksi awal dari garis dasar sampai dengan defleksi akhir
yang memotong garis dasar kembali
2. Merupakan parameter untuk mengetahui jumlah serabut otot dalam satu motor
unit
3. Normal: 5 – 15 mdetik
4. Dalam keadaan normal durasi dipengaruhi oleh antara lain:
a) Usia : semakin lanjut usia durasi MUAP akan semakin meningkat
b) Letak otot : otot proksimal memiliki durasi yang lebih singkat
c) Suhu : penurunan suhu akan menyebabkan durasi meningkat
5. Durasi akan meningkat apabila semakin luas wilayah inervasi suatu motor neuron.
Pada kasus denervasi yang telah mengalami reinervasi, maka wilayah inervasi
motor unit akan semakin luas sehingga timbul gambaran MUAP dengan durasi
lebih panjang dari normal
Durasi MUAP
Fase MUAP
1. Adalah perubahan defleksi potensial yang memotong garis dasar
2. Merupakan parameter yang menunjukkan apakah semua serabut otot dalam satu
motor unit dapat berkontraksi secara bersamaan dalam satu waktu (sinkron)
3. Normal setiap MUAP memiliki 2 – 4 fase kecuali pada otot deltoid yang normal
memiliki fase lebih banyak
4. Abnormal bila didapatkan lebih dari lima fase untuk setiap MUAP. Pada serabut otot
yang mengalami denervasi, serabut otot tidak mampu berkontraksi secara serentak
sehingga akan timbul gambaran polifasik
5. Gengi (serration) adalah perubahan defleksi potensial yang tidak melewati garis dasar
memiliki arti klinis yang sama dengan fase
Amplitude MUAP
1. Diukur dari puncak ke puncak (peak to peak)
2. Normal: 100 µV – 2 mV
3. Berbeda dengan durasi yang dipengaruhi jumlah serabut otot pada motor unit,
amplitude MUAP hanya mencerminkan beberapa serabut terdekat dengan jarum
4. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya amplitude:
Dekatnya jarum EMG pada motor unit akan menghasilkan amplitude yang tinggi
Jumlah serabut otot dalam motor unit meningkat
Diameter serabut otot meningkat (misalnya pada hipertrofi)
Serabut otot berkontraksi secara serentak dan simultan (sinkron)
5. Amplitudo yang optimal didapatkan apabila jarum EMG berada tepat pada motor unit.
Pada saat itu akan terdengar bunyi yang nyaring dan tajam
6. Pada miopati amplitude kecil oleh karena berkurangnya kaliber serabut otot
Evaluasi Motor Unit: Biopsi Elektrofisiologis. Skematik menunjukkan area yang direkam
dalam bentuk konsentrik (A) dan monopolar (B) elektrode jarum.
Stabilitas MUAP
1. Stabilitas MUAP disebabkan oleh karena setiap potensial aksi yang timbul
ditransmisikan secara efektif sepanjang neuron muscular junction (NMJ) dan semua
serabut otot pada motor unit tersebut akan berkontraksi
2. Gangguan transmisi NMJ menyebabkan MUAP tidak stabil (unstable MUAP)
3. Unstable MUAP tidak hanya terjadi pada gangguan NMJ primer (misalnya miastenia
gravis) tapi sering terlihat sebagai fenomena sekunder pada kelainan miopatik maupun
neuropatik
4. Semua kelainan yang menunjukkan denervasi dapat menunjukkan unstable MUAP
A. Sapuan Superimposed dari MUAP normal menunjukkan stabilitas. B & C.
menunjukkan 4 dan 10 superimposed sweeps, berurutan, dari sebuah proses neurogenik
kronis yang menunjukkan ketidakstabilan. D. menunjukkan 2 contoh sweeps dari MUAP
yang sama pada reinervasi awal tanpa pemicu. Tampak serupa pada permukaan,
namun, potensial pada sweep kedua jelas lebih pendek dalam durasi sebagai hasil dari
ketidakstabilan (contoh, drop out atau blok dari beberapa komponen spike).
E.menunjukkan peningkatan instabilitas atau jitter, sebagian pada bentuk tajam di
sebelah kiri. F. menunjukkan peningkatan ketidakstabilan dengan hambatan.
II.7. AKTIVASI DAN RECRUITMENT
Ada dua cara untuk meningkatkan kekuatan otot yaitu dengan:
meningkatkan laju letupan (firing rate) hingga frekuensi tetanik sekitar 50 Hz,
atau
menambah motor unit yang meletup (fire).
Normal satu motor unit akan meletup dengan pola semi ritmik frekuensi 4-5 Hz.
Jika tenaga ditingkatkan, pertama kali motor unit akan meningkatkan laju letupannya
kemudian motor unit yang kedua mulai meletup dengan perhitungan setiap
peningkatan frekuensi 5 Hz akan bertambah satu motor unit. Jadi, saat frekuensi
MUAP pertama mencapai 10 Hz, MUAP yang kedua mulai muncul; saat mencapai 15
Hz, motor unit yang ketiga muncul dan seterusnya sehingga otot yang berkontraksi
volunteer dengan frekuensi 30 Hz, pada keadaan normal akan mencakup 6 motor unit
yang berbeda.
Pada kontraksi maksimal, beberapa motor unit akan berkontraksi secara simultan
dan saling tumpang tindih membentuk interference pattern yang sempurna, tidak
dapat lagi dibedakan setiap motor unit satu demi satu. Pada umumnya, saat itu otot
akan berkontraksi dengan frekuensi 30-50 Hz. Apabila pada frekuensi 30 Hz hanya
didapatkan satu motor unit yang berkontraksi maka recruitment menurun. Interference
pattern dipengaruhi oleh dua hal yaitu aktivasi dan recruitment.
Aktivasi
1. Kemampuan/ usaha untuk meningkatkan kontraksi
2. Merupakan gambaran pengaruh susunan saraf pusat
3. Dipengaruhi oleh faktor kooperatif dari penderita, nyeri, gangguan pergerakan,
kesemuanya ini akan menyebabkan gambaran interference pattern yang tidak
sempurna
Normal Activation
Recruitment
1. Kemampuan untuk menambah jumlah motor unit yang berkontraksi
2. Merupakan gambaran pengaruh susunan saraf perifer
3. Menurun pada neuropati dan keadaan end stage miopati
4. Meningkat pada miopati (early recruitment) oleh karena pada miopati terjadi
pengurangan jumlah serabut otot sehingga dengan kontraksi minimal sudah
melibatkan semua motor unit yang ada
II.8. POLA ABNORMALITAS DARI MUAP
Morfologi MUAP dan pola letupannya dapat membedakan kelainan yang
mengenai motor unit. Tidak ada parameter tunggal yang dapat mengidentifikasi suatu
MUAP sebagai miopati, neuropati atau berhubungan dengan gangguan NMJ. Pola
abnormalitas spesifik pada morfologi MUAP dan kecepatan meletup (firing rate)
mencerminkan apakah penyakit yang mendasari adalah yaitu:
Akut, kronis atau end – stage
Neuropatik, miopatik atau berhubungan dengan gangguan transmisi NMJ
Aksonal atau demyelinating
BAB III
KESIMPULAN
Elektromiografi adalah pemeriksaan elektrodiagnosis unuk memeriksa saraf perifer
dan otot. Prinsip kerjanya , adalah merekam gelombang potensial yang ditimbulkan oleh saraf
maupun otot. Melalui prosedur-prosedur stimilasi listrik dan teknik perekaman dapat
dipelajari transmisi dan kelainan-kelainan yang terjadi pada otot. Elektromiografi selalu
dilakukan bersama tes konduksi saraf (NCS).
DAFTAR PUSTAKA
1. Setyoko M, bambang S. Nilai Diagnostik Monofilamen 10-g dan Skor Clinical
Neurological Examination ( CNE )Pada Polineuropati. Diponegoro University.n
Available at: http://eprints.undip.ac.id/12311/1/2003PPDS2905.pdf. Accessed on
Januari 11, 2011.
2. Neurology and Neurosurgery. EMG.Winter H.
http://www.neurohaven.com/emg1.htm. Accessed on January 11, 2011.
3. Brown WF, Dellon AL, Campbell WW: Electrodiagnosis in the management of focal
neuropathies: The "WOC" syndrome. Muscle Nerve. 1994.
4. Gooch C, Pullman S. Electromyography and nerve conduction studies in
neuromuscular disease. In: Rowland L editors. Merritt’s textbook of neurology. 11th
edition. New York: Lippincott, Williams and Wilkins; 2005.
5. Aminoff M. An Algorithm for the Evaluation of Peripheral Neuropathy. Available at:
http://www.aafp.org/afp/980215ap/poncelet.html. Accessed on January 11, 2011.
6. Neuropati. Dalam Standar Pelayanan Medis SMF Penyakit Saraf. Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Saraf. FK-Unhas/RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo. Makassar, 2000:.
7. David C, Barbara E. Eletromyography And Neuromusculur Disorder. Elsevier.
Philadelphia. 2005.