27
SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2015 UNIVERSITAS NUSA CENDANA ABLASIO RETINA Disusun Oleh : Apriani Ermawati Waang, S.Ked 1008012041 Pembimbing : dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK SMF/ BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA 1

Referat Ablasio Retina (Autosaved)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ablasio retina

Citation preview

Page 1: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2015

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

ABLASIO RETINA

Disusun Oleh :

Apriani Ermawati Waang, S.Ked

1008012041

Pembimbing :

dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK

SMF/ BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES

KUPANG

2015

1

Page 2: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Apriani Ermawati Waang

NIM : 1008012041

Judul Referat : Ablasio Retina

Universitas : Universitas Nusa Cendana

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu

Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana.

Kupang, Desember 2015

Mengetahui,

Konsulen

dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M

2

Page 3: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

BAB I

PENDAHULUAN

Ablasio retina (retinal detachment) terjadi ketika retina terpisah dari sel

epitel pigmen retina. Antara sel fotoreseptor retina dengan koroid atau epitel

pigmen tidak terdapat suatu perlekatan struktural, sehingga merupakan titik lemah

yang potensial untuk lepas secara embriologis. Jika retina terlepas dari suplai

darah utama, fotoreseptor secara perlahan akan mengalami degenerasi dan tidak

berfungsi dengan baik lagi.(1)

Penyebab ablasio retina bias terjadi akibat trauma sehingga

memungkinkan vitreous humor untuk masuk kecelah diantara retina dan epitel

pigmen retina. Gangguan miopi berat juga dapat mengakibatkan terjadinya

gangguan tersebut. Selain itu peradangan atau kondisi neoplastik akan memicu

munculnya eksudasi serosa yang dapat berujung pada terjadinya ablasio retina.

Keadaan lainnya yakni membrane fibrosa atau vascular yang tumbuh secara tidak

normal atau tumor seperti melanoma malignant pada koroid dibelakang retina.(1)

Epidemiologi kejadian ablasio retina berkisar antara 1 per 10.000 orang

per tahun dan lebih sering terjadi pada laki – laki. Ablasi retina atau retinal

detachment terbagi atas 3 yaitu rhegmatogenous retinal detachment, tractional

retinal detachment serta exudative and serous retinal detachment. (2)

Tanda dan gejala yang timbul berupa penurunan visus secara mendadak

tanpa disertai nyeri pada mata, adanya titik hitam pada pandangan, melihat kilatan

cahaya maupun pandangan seperti adanya tirai yang menutupi pandangan pada

mata yang terkena. Pada pemeriksaan akan didapati penurunan ketajaman

penglihatan, gambaran “ tobacco dust ” peda pemeriksaan dengan slit lamp, dan

tekanan intraokuler dapat menurun.(1)

Penanganan ablasio retina berupa pembedahan dengan fokus pada

keterlibatan makula. Jika makula terlibat maka operasi merupakan hal yang

bersifat mendesak karena pengaruhnya terhadap penglihatan. Karena gangguan ini

berkaitan dengan pusat penglihatan maka penting untuk dikenali tanda dan

gejalanya sejak awal untuk mencegah prognosis yang buruk.

3

Page 4: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Ablasio Retina

Ablasio retina (retinal detachment) adalah keadaan terpisahnya lapisan

neurosensoris retina dari sel epitel pigmen retina dimana pada keadaan normal sel

neurosensoris / fotoreseptor biasanya terekat. Tidak terdapat suatu perlekatan

struktural, sehingga menjadi titik lemah yang potensial untuk lepas secara

embriologis. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel

pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah

koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi

penglihatan yang menetap.(3)

Ablasio retina dibedakan menjadi 4 berdasarkan mekanisme penyebabnya

yakni rhegmatogenous yang terjadi akibat robekan/trauma, tractional yang terjadi

akibat penarikan, exudative akibat cairan seperti darah atau serous yang

tertampung di antara epitel pigmen retina dan neurosensoris retina, dan tumor.(3)

Gambar 2.1. Ablasio retina

2.2. Anatomi Retina

Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya dan terdiri dari

sel-sel kerucut yang bertanggungjawab terhadap penglihatan warna dan sel-sel

batang yang bertanggungjawab terhadap persepsi hitam dan putih serta

penglihatan pada area gelap. Ketika sel batang dan sel kerucut tersensitisasi, maka

4

Page 5: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

sinyal akan ditransmisikan pertama melalui lapisan saraf pada retina dan akhirnya

kedalam serabut saraf optic dan korteks serebral.(4)

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare,

dan berakhir di tepi ora serrata. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk

dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan

membrane Bruch, koroid dan sklera. Disebagian besar tempat, retina dan

epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina,

seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus retina dan

epitelium pigmen retina saling melekat kuat sehingga membatasi perluasan cairan

subretina pada ablasio retina.

Gambar 2.2. Anatomi Mata dan Retina

Retina terdiri atas 10 lapisan (luar kedalam) yakni : (1) Membrana limitan

interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca, (2) Lapisan

serabut saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan menuju

ke nervus optikus dimana dalam lapisan – lapisan ini terletak sebagian besar

pembuluh darah retina, (3) lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel

dari pada nervus optikus, (4) lapisan pleksiform dalam, yang mengandung

sambungan – sambungan sel ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar, (5)

lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal yang

mendapat metabolisme dari arteri retina sentral (7) lapisan pleksiform luar yang

mengandung sambungan – sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan

fotoreseptor, (8) lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel

5

Page 6: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

kerucut dan batang, (9) membrana limitan eksterna, yang merupakan membram

ilusi, (9) lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang

yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut dan (10) epitelium pigmen

retina.(4)

Gambar 2.3. Lapisan Retina

Pada retina terdapat fovea yang berperan penting pada proses melihat yang

bersifat akut dan detail. Fovea hanya berukuran 0,3 mm untuk diameter dan terdiri

dari sel kerucut yang berperan pada proses melihat secara detail. Pada sel batang

terdapat rodopsin yang berperan dalam proses melihat sementara pada sel kerucut

terdapat 3 jenis pigmen warna dengan fungsi yang hampir sama dengan rhodopsin

kecuali dalam hal sensitivitas terhadap spektrum warna. Baik rhodopsin maupun

pigmen warna merupakan sejenis protein terkonjugasi. Keduanya bergabung

dalam membran piringan dalam bentuk protein transmembran. 4 segmen

fungsional pada sel batang dan sel kerucut adalah: (1) segmen luar, (2) segmen

dalam yang mengandung mitokondria yang berperan dalam menyediakan energi

dan untuk fotoreseptor dan (3) nukleus dan (4) badan sinaptik.(4)

6

Page 7: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

Suplai darah bernutrisi untuk bagian dalam retina berasal dari arteri retina

sentralis, yang memasuki bola mata melalui pusat saraf optik dan selanjutnya

mempercabangkan diri untuk menyuplai seluruh permukaan dalam arteri.

Sementara lapisan terluar retina melekat pada koroid yang juga merupakan

jaringan kaya pembuluh darah di antara retina dan sklera. Lapisan luar retina,

terutama segmen luar sel batang dan sel kerucut sangat bergantung terutama pada

difusi pembuluh darah koroid untuk nutrisinya, terutama untuk oksigen.(4)

2.3. Fisiologi RetinaRetina memiliki dua sel fotoreseptor yaitu sel batang atau rod dan sel

kerucut atau cone. Baik sel batang maupun sel kerucut mengandung bahan kimia

yang akan terurai bila terpajan cahaya dan dalam prosesnya akan merangsang

serabut saraf yang berasal dari mata. Bahan kimia tersebut adalah rodopsin dan

pigmen warna. Rodopsin adalah suatu glukulipid membran yang separuh

terbenam di lempeng membran lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor.

Penyerapan cahaya puncak pada rodopsin terjadi pada panjang gelombang sekitar

500 nm, yang terletak di daerah biru-hijau spektrum cahaya. Bila sudah

mengabsorbsi energi cahaya, rodopsin segera terurai dalam waktu sepersekian

detik. Penyebabnya adalah fotoaktivasi elektron pada bagian retinal dari rodopsin

yang akhirnya menjadi metarodopsin I kemudian metarodopsin II dan akhirnya

dalam waktu yang jauh lebih lambat akan menjadi produk pecahan akhir.

Metarodopsin II yang disebut rodopsin teraktivasi, merangsang perubahan elektrik

dalam sel batang yang kemudian menghantar bayangan penglihatan ke sistem

saraf pusat dalam bentuk potensial aksi nervus optikus.

Secara singkat dijelaskan bahwa sel- sel fotoreseptor pada retina, mampu

mengubah rangsang cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh

lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan pada akhirnya ke korteks

pengelihatan oksipital. Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga meningkat

di pusat makula, dengan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Fovea

berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan pengelihatan warna

yang baik karena banyaknya jumlah sel kerucut disana. Kedua peran tersebut

7

Page 8: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

memerlukan pencahayaan ruang yang terang sementara retina sisanya terutama

digunakan untuk melihat gerak, kontras, dan penglihatan malam (skotopik).

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantara oleh fotoreseptor sel batang.

Penglihatan siang hari terutama oleh fotoreseptor kerucut, sore atau senja

diperantarai oleh kombinasi sel batang dan kerucut, dan pengelihatan malam oleh

fotoreseptor batang. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang

berperan penting dalam proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk

fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan

sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina, Membran basalis

sel-sel epitel pigmen retina membentuk lapisan dalam membran bruch, yang juga

tersusun atas matriks ekstraseluler khusus dan membran basalis

korikapilarissebagai lapisan luarnya. Sel-sel epitel pigmen retina mempunyai

kemampuan terbatasdalam melakukan regenerasi.(4)

2.4. Epidemiologi Ablasio Retina

Ablasio retina dibagi menjadi tiga jenis utama yaitu ablasio

regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio eksudatif dengan bentuk tersering yaitu

ablasio retina regmatogenosa atau sering dinamakan ablasio retina primer. Insiden

ablasio retina di Inggris antara 6.3 sampai 17.9 orang per 100.000 dengan 7300

kasus baru. Distribusi umur paling sering terjadi pada usia 70-74 tahun dengan

insiden 60 per 100.000 meskipun pada kondisi tertentu, golongan usia muda

beresiko tinggi khususnya pada kelompok yang memiliki miopia yang tinggi. Pria

memiliki resiko yang 1.5 kali lebih tinggi terkena ablasio retina meskipun tidak

terlalu menunjukkan perbedaan yang berarti antara laki-laki dan perempuan. (5)

Berdasarkan penelitian lainnya, kejadian ablasio retina mencapai 1 : 10000

orang dengan prevalensi sekitar 0,4% pada orang tua. Faktor penyebab yang

paling umum di seluruh dunia terkait dengan ablasi retina adalah miopia (yaitu,

rabun jauh), afakia, pseudofakia (yaitu, pengangkatan katarak dengan implan

lensa), dan trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien dengan ablasio retina

memiliki miopia, 30-40% telah mengalami pengangkatan katarak, dan 10-20%

mengalami trauma langsung pada mata. Ablasio traumatis lebih sering terjadi

8

Page 9: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

pada orang muda, dan ablasio miopi paling sering terjadi pada orang berusia 25-

45 tahun.(2)

Prevalensi ablasio retina pada emetropi dan orang dengan miopia diatas

minus 10 D adalah 0,2% berbanding 7%. Berdasarkan usia, ablasio retina

biasanya terjadi pada usia 40 – 70 tahun. Namun, cedera paintball pada anak-anak

dan remaja menjadi penyebab semakin umum dari cedera mata, termasuk ablasio

retina traumatis.(2,6)

2.5. Klasifikasi Ablasio RetinaBerdasarkan klasifikasinya, ablasio retina dibagi menjadi :

1. Ablasio retina rhegmatogenosa

Pada tipe ini, terjadi robekan pada retina sehingga cairan yang masuk ke

belakang antara sel pigmen dengan sel fotoreseptor. Terjadi pendorongan

retina oleh badan kaca cair (vitreous fluid) seperti yang masuk melalui

robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan

retina dan terlepas dari lapisan epitel pigmen.(7)

Karakteristik ablasio retina rhegmatogenosa adalah pemutusan total

(full thickness) di area sensorik, tarikan korpus vitreus dengan derajat yang

bervariasi dan mengalirnya korpus vitreus cair melalui defek retina sensorik

ke dalam ruang subretina. Ablasio retina rhegmatogenosa spontan biasanya

didahului oleh pelepasan korpus vitreus. Miopia, afakia, lattice degeneration

dan trauma mata biasanya berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.(7)

Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenisnya. Robekan

tapal kuda paling sering terjadi di kuadran superotemporal; lubang atrofik

pada kuadran temporal, dan dialisis retina di kuadran inferotemporal. Ablasio

retina yang berlokasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena dapat

mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina

bila lepasnya retina mengenai macula lutea.(8) Jenis ini termasuk dalam

emergency oftalmologi karena dapat menyebabkan kebutaan jika tidak diatasi.

Etiologi dari ablasio retina bervariasi. Kondisi vitreus merupakan faktor

yang penting dalam timbulnya ablasio retina rhegmatogenous. Beberapa hal

9

Page 10: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

yang dapat menyebabkan perubahan struktur cairan vitreus antara lain umur,

dimana menurut epidemiologi meningkat seiring usia, myopia yang tinggi,

trauma, operasi katarak, dan inflamasi okular. Karena itu penyebab tersering

adalah destruksi pada korpus vitreous yang terkait usia. Hal ini dapat

menyebabkan lubang dan robekan akibat tarikan pada retina perifer.

Akibatnya vitreous humour dapat masuk dan menyebar sehingga terjadi

pemisahan antara lapisan neurosensoris. Insidennya sekitar 0,01% dari kasus

ablasio retina secara keseluruhan dan terbanya pada usia 50-70 tahun.

Gambaran klinis berupa photopsia dan skotoma yang absolut. Jika makula

tidak terlibat maka ketajaman penglihatan baik. Diagnose dibuat secara klinis

dengan indirek oftalmoskop dengan midriasil. Tujuannya untuk mendeteksi

penyebab kerusakan retina.(8,9)

2. Ablasio retina traksi

Pada ablasio ini, lepasnya jaringan retina akibat tarikan jaringan parut

pada badan kaca. Dibandingkan degan ablasio retina regmatogenosa, ablasio

retina akibat traksi memiliki bentuk yang khas, yakni permukaan yang lebih

konkaf dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora serata. Gaya-

gaya traksi yang secara aktif menarik retina sensorik menjauhi epitel pigmen

di bawahnya disebabkan oleh adanya membran vitreosa, epiretina atau

subretina yang terdiri dari fibroblast dan sel glia atau sel epitel pigmen retina.(7,8)

Etiologi yang berkaitan antara lain retraksi post trauma, proliferasi

vitreoretinopathy (diabetes mellitus, oklusi vascular retina, dan trauma),

retinitis proliferans post hemoragic, retinopati pada prematuritas dan sicle cell

retinopati dan gangguan vitreoretinal lainnya yang bersifat herediter. Pada

retinopati diabetik proliferatif, sudah terjadi proses neovaskularisasi,

pembuluh darah baru, tanpa sel perisit pembuluh darah baru ini mudah pecah

dan mengalami perdarahan. Apabila terjadi perdarahan berulang, dapat terjadi

jaringan fibrosis atau sikatriks pada retina. Sikatriks dan jaringan fibrosis ini

akan menarik retina sampai lepas, sehingga dapat terjadi ablasio retina.(9,10)

3. Ablasio retina eksudatif

10

Page 11: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

Terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat

retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari

pembuluh darah retina dan koroid. Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis,

koroiditis, tumor retrobulbar, radang uvea, idiopatik, toksemia gravidarum.

Cairan di bawah retina tidak dipengaruhi oleh posisi kepala. Permukaan retina

yang terangkat akan terlihat licin. Penglihatan dapat berkurang dari ringan

sampai berat. Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah

penyebabnya berkurang atau hilang.(7)

Komposisi cairan interstitial koroid memainkan peranan penting dalam

patogenesis dari ablasi retina eksudatif. Komposisi cairan interstitial koroid

dipengaruhi oleh tingkat permeabilitas pembuluh darah koroid. Setiap proses

patologis yang mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah koroid

berpotensi dapat menyebabkan ablasi retina eksudatif. Adanya kerusakan pada

epitel pigmen retina, mencegah aksi pemompaan cairan dan dapat

menyebabkan akumulasi cairan dalam ruang subretinal yang juga mengarah

pada terjadinya ablasio retina eksudatif.(9)

Etiologi yang paling sering akibat penyakit sistemik termasuk toxocemia

pada kehamilan, hipertensi renal dan poliarteritis nodosa termasuk juga

kelainan vaskular serta penyakit okular seperti Harada’s disease, keganasan

atau tumor pada koroid atau retina seperti melanoma choroid, retinoblastoma,

hemangioma, melanoma malignant, metastasis, tumor vasoproliferasi retina

perifer, gangguan sistemik (leukemia, hipertensi, preeclampsia); gangguan

vascular retina, dan inflamasi.(9,10)

Diagnosa dapat memperhatikan perubahan terjadi seiring dengan

perubahan posisi dan permukaanya bersifat lunak. Gejala lainnya yang

mengarah pada diagnose ini adalah masa prominen, dilatasi vena retina, dan

tanda-tanda peradangan lainnya.(9)

2.6. Penegakkan Diagnosa

11

Page 12: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

1. Anamnesis (11,12)

Pada anamnesis penting untuk digali tentang keluhan yang dialami pasien dan

riwayat dapat ditemukan :

Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian

seperti tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang

lebih lanjut dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.

Floaters (terlihat benda melayang-layang), terjadi karena adanya

kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau

degenerasi vitreus itu sendiri. Kadang-kadang penderita merasakan

adanya penghalang atau bayangan yang datang dari perifer (biasanya dari

sisi nasal) meluas dalam lapangan pandang. Penghalang ini bergerak

bersama-sama dengan gerakan mata dan menjadi lebih nyata. Pada

stadium awal, penglihatannya membaik di malam hari dan memburuk di

siang hari terutama sesudah stres fisik (membungkuk, mengangkat) atau

mengendarai mobil di jalan begelombang.

Fotopsia (kilatan cahaya, tanpa adanya cahaya di sekitarnya) yang

umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya

atau dalam keadaan gelap. Keadaan ini disebabkan oleh tarikan pada

retina dan bisa terjadi pada orang normal jika terjadi cedera tumpul pada

mata.

Selain itu, dari anamnesis perlu ditanyakan adanya riwayat trauma,

riwayat pembedahan sebelumnya (seperti ekstraksi katarak, pengangkatan

corpus alienum intraokuler), riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis,

perdarahan viterus, ambliopa, glaukoma dan retinopati diabetik), riwayat

keluarga dengan penyakit mata serta penyakit sistemik yang berhubungan

dengan ablasio retina. Juga riwayat penyakit dalam keluarga.

2. Pemeriksaan fisis dan oftalmologis (6)

Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan  akibat

terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan

atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Keterlibatan makula

12

Page 13: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

dalam patomekanisme gangguan menentukan ketajaman penglihatan

penderita. Pemeriksaan ketajaman penglihatan baik dekat maupun jauh,

kemudian dilakukan koreksi pada kelainan refraksi.

Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti

tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan

ablasio retina. Kadang pada lapangan pandang akan terlihat pijaran api

seperti halilintar kecil dan fotopsia.

Pemeriksaan pupil dan tanda-tanda trauma

Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk

mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokuler indirek

oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan

hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-

abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi

cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi

retina ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari

dasarnya berwarna gelap, berkelok-kelok, dan membengkok di tepi

ablasio. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena

terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris

terkait pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina

dapat ditemukan mengambang bebas.

13

Page 14: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

Gambar 2.4 Gambaran pemeriksaan funduskopi pada pasien

ablasio retina rhegmatogenesa

Gambar 2.5 Gambaran pemeriksaan funduskopi pada pasien eksudatif

ablasio retina

Pemeriksaan tekanan bola mata, pada ablasio retina tekanan

intraokuler kemungkinan menurun.

Pemeriksaan imaging, kecuali ruptur terjadi secara keseluruhan, fraktur

orbital / daerah wajah atau benda asing intraocular dicurigai, teknik

pencitraan, seperti CT-scan atau MRI, tidak dibenarkan untuk

mengevaluasi ablasio retina. Ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan

ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan

14

Page 15: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

keadaan patologis lain yang menyertainya seperti proliverative

vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga

digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina

eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.

2.7. Penatalaksanaan (7,9)

Penanganan yang cepat dan tepat akan mengurangi gejala permanen dan

pembedahan merupakan terapi pilihan yang memberikan hasil yang baik.

Pembedahan dilakukan secepatnya dan sebaiknya antara 1-2 hari. Tujuan

penanganan adalah untuk melekatkan kembali retina yang lepas denga krioterapi

atau laser. Krioterapi yang digunakan dapat hanya di permukaan maupun

krioterapi setengah tebal sesudah reseksi sklera. Hal ini dilakukan dengan atau

tanpa mengeluarkan cairan subretina. Pengeluaran hanya akan dilakukan terutama

di daerah yang paling tinggi ablasinya. Teknik operasi yang dapat dilakukan

antara lain:

Retinopeksi pneumatic dilakukan dengan cara udara dimasukkan ke dalam

viterus untuk mempertahankan retina pada posisinya. Teknik pelaksanaan

prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus

untuk mempertahankan retina pada posisinya.Jika robekan dapat ditutupi oleh

gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Pasien harus

mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan

gelembung terus menutupi robekan retina.Untuk menutupi robekan pada

retina dapat juga dengan menggunakan laser (argon laser coagulation) atau

krioterapi.

Scleral buckling bertujuan untuk menutup robekan retina dengan cara

indentasi sklera untuk mengurangi daya tarikan intravitreus dan melekatkan

daerah robekan dengan epitel pigmen atau singkatnya mempertahankan retina

pada posisinya. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan sklera eksplan

yang dijahitkan mengelilingi sklera pada daerah robekan retina sehingga

robekan tertutup akibat tekanan atau indentasi. Penanganan awal dari ablasio

retina yaitu batasi aktivitas fisik pasien dan batasi pergerakan bola mata.

15

Page 16: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

Vitrektomi.

Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio

akibat diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau

hemoragik vitreus. Vitrektomi yaitu pelepasan traksi vitroretina, jika

diperlukan penyuntikan perfluorocarbon atau cairan dan udara atau gas yang

dapat mempertahankan posisinya jika dibutuhkan tamponade retina lebih

lama.

Gambar 2.6. penanganan ablasio retina

2.8. PrognosisPrognosis ablasio retina dapat baik jika cepat dikenali dan ditangani lebih

awal. Apabila meliputi daerah makula maka kemungkinan pengembalian

penglihatan sangat rendah. Ablasio retina memiliki risiko berulang.(7)

16

Page 17: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

BAB III

PENUTUP

Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel

kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Berdasarkan

epidemiologi, insiden ablasio terjadi pada usia tua dengan risiko yang lebih besar

pada laki-laki. Faktor penyebab ablasio retina banyak antara lain miopia dan

trauma. Ablasio retina dibagi atas tiga bagian yaitu rhegmatogenosa, eksudatif

dan traksi.

Gejala dari ablasio retina adalah adanya floater, fotopsia, dan penurunan

tajam penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi diperoleh retina yang

mengalami ablasio tampak sebagai membran abu-abu merah muda yang

menutupi gambaran vaskuler koroid dan terlihat adanya robekan retina berwarna

merah.

Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah cepat dan tepat

melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina dengan

jalan pembedahan. Prognosis dari ablasio retina tergantung pada keterlibatan

makula. Pada miopia tinggi, karena ada degenerasi retina, maka prognosis buruk.

17

Page 18: Referat Ablasio Retina (Autosaved)

DAFTAR PUSTAKA

1. Olver J, Cassidy L. Opthalmology at a Glance. Blackwell Publishing.2009.84-85

2. Lang, Gerhard K. Retinal Detachment In Ophthalmology A Short Textbook. New York. 2000. P:328-32

3. Lang, Gerhard K. Retinal Detachment In Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. New York. 2007. P:339-42

4. Guyton, Hall. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. 2008. P654-575. Gout I; Mellington F; Tah V; et al: Retinal Detachment – An Update of the

Disease and Its Epidemiology – A Discussion Based on Research and Clinical Experience at the Prince Charles Eye Unit, Winsdor, England. Diakses dari http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/31148.pdf

6. Pandya H. K.; O’Connor R:. Retinal Detachmentupdate April 2014. Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/798501-clinical

7. Sidarta, Ilyas. Ablasio Retina Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Cetakan ke 3. Jakarta : FKUI.2013. 187 – 90.

8. Riodan-Eva P, Witcher JP. Vaughan & Asbury General Ophtalmology. Susanto D, editors. 14th ed. Jakarta: EGC; 2012. 12-4, 23-6, 196-7

9. Sclote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophthalmology. New York. The McGraw Hill Company.2007.172-76

10. Retinal Detachment. British Medical Journal Best Practice diakses dari http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/651/diagnosis/guidelines.html

11. Wu Lihteh; Sr Hamton Roy. Rhegmatogenous Retinal Detachment. Update Juli 2013. Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/1224737-overview

12. Wu Lihteh; Sr Hamton Roy. Exudative Retinal Detachment. Update April 2014. Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/1224509-overview

18