50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasien dengan penyakit hati sering kali harus menjalani operasi. Diperkirakan 1 di antara 700 pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani operasi elektif memiliki gambaran fungsi hati yang abnormal. Sekitar 10% pasien penyakit hati akan menjalani operasi pada dua tahun terakhir masa hidupnya.1 Penemuan dan pemberian obat anti viral terhadap penyakit hepatitis B dan C terus meningkat dan berkembang sehingga kualitas hidup penderita juga semakin membaik. Demikian halnya dengan penderita sirosis hati kelangsungan hidupnya menjadi lebih lama karena factor penyulit seperti varises esofagus, koagulopati, masalah gizi dan asites relative sudah dapat ditangani lebih baik. Sebelum klinisi memutuskan apakah pasien dengan gangguan fungsi hati layak atau tidak dilakukan operasi maka sebelumnya harus dilakukan penilaian preoperatif sehingga dapat diprediksi risiko morbiditas dan mortalitasnya. Masalahnya adalah sampai saat ini belum ada parameter sensitif yang dapat menggambarkan korelasi yang kuat antara hasil pemeriksaan biokimiawi dengan derajat kerusakan hati. Penilaian preoperatif pada pasien dengan penyakit hati sangat penting karena semakin luas tingkat kerusakan hati semakin besar pula risiko kematian. Jenis tindakan operasi dan sifat operasi (emergensi atau tidak) juga sangat berpengaruh pada risiko mortalitas. Pasien dengan gangguan fungsi hati secara hemodinamik sangat rentan terhadap penurunan pasokan darah ke 1

Referat Anes 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat anestesi

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangPasien dengan penyakit hati sering kali harus menjalani operasi. Diperkirakan 1 di antara 700 pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani operasi elektif memiliki gambaran fungsi hati yang abnormal. Sekitar 10% pasien penyakit hati akan menjalani operasi pada dua tahun terakhir masa hidupnya.1 Penemuan dan pemberian obat anti viral terhadap penyakit hepatitis B dan C terus meningkat dan berkembang sehingga kualitas hidup penderita juga semakin membaik. Demikian halnya dengan penderita sirosis hati kelangsungan hidupnya menjadi lebih lama karena factor penyulit seperti varises esofagus, koagulopati, masalah gizi dan asites relative sudah dapat ditangani lebih baik. Sebelum klinisi memutuskan apakah pasien dengan gangguan fungsi hati layak atau tidak dilakukan operasi maka sebelumnya harus dilakukan penilaian preoperatif sehingga dapat diprediksi risiko morbiditas dan mortalitasnya. Masalahnya adalah sampai saat ini belum ada parameter sensitif yang dapat menggambarkan korelasi yang kuat antara hasil pemeriksaan biokimiawi dengan derajat kerusakan hati. Penilaian preoperatif pada pasien dengan penyakit hati sangat penting karena semakin luas tingkat kerusakan hati semakin besar pula risiko kematian. Jenis tindakan operasi dan sifat operasi (emergensi atau tidak) juga sangat berpengaruh pada risiko mortalitas. Pasien dengan gangguan fungsi hati secara hemodinamik sangat rentan terhadap penurunan pasokan darah ke hati (hepatic blood flow). Tindakan operasi dan anestesi yang dapat menurunkan pasokan darah ke hati menimbulkan komplikasi pasca-operasi. Dengan demikian manajemen perioperatif yang optimal pada pasien dengan penyakit hati yang akan menjalani operasi sangat penting karena dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Penilaian preoperatif yang baik dapat memprediksi kelangsungan hidup pasien dengan akurasi 90% pada pasien sirosis yang menjalani operasi abdomen. Masalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran (1) bagaimana pengaruh tindakan operasi dan anestesi pada pasien dengan penyakit hati, (2) risiko tindakan operasi pada pasien dengan penyakit hati (3) penilaian dan penanganan perioperatif pada pasien dengan penyakit hati.B. Rumusan Masalah1. Bagaimana anatomi hepar ?

2. Bagaimana fisiologi hepar ?

3. Bagaimana pengaruh operasi dan anestesi pada hepar ?

4. Apa saja contoh penyakit hepar serta tindakan operatif dan anestesinya ?

C. Tujuan1. Bagaimana anatomi hepar ?

2. Bagaimana fisiologi hepar ?

3. Bagaimana pengaruh operasi dan anestesi pada hepar ?

4. Apa saja contoh penyakit hepar serta tindakan operatif dan anestesinya ?

D. Manfaat1. Menambah wawasan mengenai anestesi pada hepar.

2. Sebagai pembelajaran bagi dokter muda mengenai anestesi pada hepar pada praktek kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAA. Anatomi heparHepar adalah organ visera solid yang terbesar dalam tubuh manusia. Pada orang dewasa beratnya dapat mencapai dua kilogram (lazimnya 15001800 gram pada pria dan13001500 gram pada wanita) atau sekitar 1/50 dari berat badannya, sedangkan pada bayi sekitar 1/18 (atau sekitar 5% dari berat badan). Berat relatif ini berkurang 2-3% setiap tahunnya seiring bertambahnya usia.

Hepar terletak di kuadran kanan atas abdomen, inferior dari diafragma, dan terlindungdi balik costae kanan bawah. Dari anterior bentuk hepar menyerupai segitiga, permukaannya licin, warnanya merah gelap kecoklatan dan terdiri atas dua lobus (lobus kanan dan lobus kiri), lobus kanan kira-kira enam kali lebih besar daripada lobus kiri. Kedua lobus dipisahkan oleh adanya ligamentum falsiforme. Di bagian inferior hepar terdapat fisura untuk ligamentum teres hepatis dan di posterior terdapat fisura untuk ligamentum venosum.Ligamentumteres hepatis merupakansisa dari vena umbilikalisfetus/janin,sedangkan ligamentum venosum merupakan sisadari ductus Arantii.

Gambar 1. Anatomi HeparSetiap lobus mengandung unit-unit yang lebih kecil lagiyang disebut lobules, yang terdiri atas vena kecil yang dikelilingi oleh sel-sel hati (hepatosit), sistem saluran empedu (kanalikuli biliaris), dan sistem saluran limfe (ruang Disse dan saluran limfe interlobularis). Umumnya sebuah hepar mengandung 50.000 sampai100.000 lobuli. Lobulus mengelilingi vena sentralis yang selanjutnya menuju ke vena hepatika. Lobuli dipisahkan oleh suatu jaringan fibrosa yang dinamai septum interlobularis. Di dalam septum ini ada struktur-struktur arteriol hepar, venula porta (nantinya vena ini menyatu dengan vena sentralis membentuk vena hepatika), dan duktus biliaris (kelak bersatu menjadi duktus biliariskomunis). Ketiga struktur tersebut disebut sebagai triad porta.Lebih jauh lagi, hepar tersusun atas sel-sel parenkim dan mesenkim, sistem saluran biliaris, pembuluh darah dan limfe, saraf, serta matriks ekstraseluler. Hepatosit merupakan sel-sel pembentuk parenkim hati, sekitar 60% populasi sel total dan 80% volume total hepar.Sel hepatosit berbentuk poligonal, dengan 6 sisi atau lebih. Rentang usia hepatosit dalam kondisi normal sedikitnya 150200 hari, selanjutnya akan mati setelah mengalami apoptosis. Sebagai unit fungsional hepar, hepatosit menjalankan berbagai fungsi penting meliputi detoksifikasi, sintesis dan metabolisme.

Gambar 2. Lobus HeparPeredaran darah hepar tergolong unik, karena adanya aliran darah rangkap, arterial dan venosa. Aliran darah arterial diterima hepar dari arteria hepatica communis , yang mendapat aliran darah dari arteria coeliaca (pada perjalanannya mempercabangkan Arteria splenica, arteria phrenica, dan arteria gastrica sinistra), sedangkan aliran darah venosa didapatkan dari vena porta yang mengalirkan darah dari intestinal. Pembuluh darah tersebut masuk ke hepar melalui porta hepatis. Di dalam porta tersebut, vena porta dan arteria hepatika tadi bercabang menjadi dua, masing-masing menuju ke tiap-tiap lobus. Arteria dan vena ini akan beranastomosis, dan kemudian akan bercabang-cabang menjadi Arteriae interlobulares dan kemudian arteriol intralobulares, yang mengalirkan darah ke lobules hepar. Aliran darah vena dari hepar berawal daripusat lobulus tempat vena hepatica centralisberawal, kemudian menyatu ke vena sublobular yang nantinya juga menyatu menjadi 5 trunkus venosus (vena hepatica superior dextra et sinistra,vena hepatica inferior dextra,intermedia et sinistra). Kedua vena hepatica superior menerima darah venosa dari segmen-segmen terdekat ke vena cava inferior di permukaan posterior hepar, sedangkan kelompokvena hepatika inferior bervariasidalam ukuran, jumlahmaupun muaranya.

Gambar 3. Aliran Darah HeparBerdasarkan aliran arterial dan portal, hepar dibagi menjadi dua bagian, kanan dan kiri (namun tidak identik dengan lobus kanan dan kiri hepar) berdasarkan bidang imajiner yang melalui vena hepatika media. Bagian kanan dan kiri ini merupakan unit independen yang terpisah satu sama lain dalam hal suplai arterial dan venosa serta pengaliran empedu/biliaris. Kedua bagian tersebut kemudian dibagi lagi masing-masing menjadi 2 sektor, sektor anterior dan sektor posterior, berdasarkan daerah yang dialiri vena hepatica kanan dan kiri. Vena porta sendiri mempercabangkan cabang utama kanan dan kiri yang masing-masing mengalirkan darah ke bagian kanan dan kiri hepar. Selanjutnya masing-masing cabang utama vena porta bercabang-cabang lagi untuk menyuplai keempat sektor.Berdasarkan percabangan ini,masing-masing sektor hepar dibagi dua segmen, kecuali untuksektor kiri-posterior yang Gambar 4. Segmen Hepartetap satu lobus (lihat penjelasan di bawah). Tiap segmen memiliki suplai vaskuler dan drainase biliernya sendiri. Pembagian ini dihasilkan 8 segmen. Bagian kanan hepar terdiri atas sektor kanan-posterior yang meliputi segmen 6 (inferior) dan 7(superior), serta sektor kanan-anterior yang meliputi segmen 5 (inferior) dan 8 (superior).Bagian kiri hepar terdiri atas sektor kiri-anterior yang meliputi segmen 4 (medial) dan 3(lateral), yang dipisahkan oleh fisura umbilikalis, serta sektor kiri-posterior yang memilikisatu segmen saja (segmen 2).Segmen 1 adalah lobus kaudatus, yang memiliki keistimewaan karena menerima aliran darah venosa dari cabang-cabang vena porta kanan kiri, serta mengalirkan darah venosanya langsung ke vena cava inferior di retrohepatik.Anatomi segmental hepar. Vena hepatica (biru) dan cabang-cabang besar vena porta (merah) salingberjalin.Masing-masingdari keempat sector dibagi lagi oleh cabang utama vena hepatika yang disuplai oleh satu cabang vena porta. Selanjutnya percabangan triad porta membagi lagi sektor menjadi delapan segmen yang independen ,masing-masing dengan suplai darah dan drainase biliernyasendiri.B. Fisiologi heparFungsi hepar sangatlah vital bagi kesehatan seseorang. Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hepar yaitu :1.Metabolisme KarbohidratDalam metabolisme karbohidrat hepar mempunyai fungsi spesifik, antara lain:

a) Menyimpan glikogen.

b) Mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa,

c) Tempat proses terjadinya glikogenesis, glikogenolisis, dan glukoneogenesis.

d) Membentuk senyawa kimia pentingdari hasil usulperantarametabolisme karbohidratGambar 5. Metabolisme Karbohidrat HeparHasil pencernaan akhir karbohidrat dalam saluran pencernaan hampir selalu dalam bentukglukosa, fruktosa, dan galaktosadenganglukosarata- rata80%dari keseluruhan. Setelah penyerapan dari saluran pencernaan , sebagian fruktosa dan hampir semua galaktosa dengan segera diubah menjadi glukosa. Fruktosasebagian diubah menjadi glukosa sewaktu diabsorpsi melalui sel epitel pencernaan ke dalam darah porta. Sebagian besar fruktosa yangtersisa danterutama seluruhgalaktosa kemudian diubahmenjadi glukosaoleh hepar

Hepar penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal. Sebagai contoh penyimpananglikogenmemungkinkan hatimengambilkelebihanglukosa dari darah, menyimpannya dan kemudian mengembalikan kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah mulai menurun terlalu rendah. Proses ini dinamakan glikogenesis yang berarti proses pembentukan glikogen. Sedangkan pemecahan glikogen untuk menghasilkan glukosa kembali ke dalam sel disebut glikogenolisis. Glukoneogenesis dalam heparjugaberfungsi untu mempertahankan konsentrasi normalglukosa, karenaglukoneogenensis hanya meningkatapabila konsentrasi glukosa darah mulaimenurundibawah normal. Padakeadaandemikian, sejumlahbesar asamamino diubah menjadiglukosa, dengan demikian memberikanjalansehingga dapatmempertahankankonsentrasi glukosadarah relatif normal.

2. Metabolisme lemak

Metabolisme LemakFungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak antara lain adalah:

a) Oksidasi beta asam lemak yang sangat cepat dan pembentukan asam asetoasetat.

b) Pembentukan sebagian besar lipoprotein

c) Pembentukan sejumlah besar kolesterol dan fosfolipid.

d) Pengubahan sejumlah besar karbohidrat dan protein menjadi lemak.

Untukmemperolehenergidarilemak,pertamatamalemak dipecahmenjadi gliseroldanasamlemak,kemudianasamlemakdipecah oleh oksidasibeta menjadi radikal asetil berkarbon 2 yang kemudian membentuk asetilkoenzim A(asetil-KoA).Ini selanjutnyadapat memasuki siklusasam sitratdandioksidasi untuk membebaskan sejumlah besar energi. Oksidasi beta dapat terjadi di semua sel tubuh, namun terjadi dengan cepat di sel hepar. Hepar sendiri tidak dapat menggunakanasetil-Koayang dibentuktetapi diubahdengankondensasi2molekul dari asetil-Koa menjadi asam asetoasetat, yaitu asam dengan kelarutan tinggi dari sel hepar ke cairan ekstraseluler dan kemudian ditranspor ke seluruh tubuhuntuk diabsorbsiolehjaringanlain.Jaringaninikemudianmengubah kembali asam asetoasetat menjadi asetil-Koa dan mengoksidasinya dengan carabiasa. Kira kira 80% kolesterol yang disintesis diubah menjadi garam empedu,yang kemudian disekresi kembali ke dalam empedu ; sisanya diangkut dalam

lipoproteinyangdibawadarahkesemuaseljaringantubuh.Fosfolipidjuga disintesis di hepar terutama ditranspor dalam lipoprotein. Fosfolipid dan kolesterol digunakanolehseluntukmembentukmembran,strukturintraseluler ,danbermacam- macamzatkimiayang pentinguntukfungsi sel.Sebagianbesar sintesis lemak dalam tubuh dari karbohidrat dan protein juga terjadi dalam hati.Setelah lemak disintesis dalam hati, kemudian ditranspor dalam bentuk lipoprotein ke jaringan lemak untuk disimpan.3. Metabolisme proteinHepar mempunyai peran yang sangat penting pada metabolisme protein, karenabila hepar tidak berperan dalam metabolisme protein dalam beberapa hari saja maka dapat terjadi kematian. Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein adalah :

a)Deaminasi asam amino.

b)Pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh.

c)Pembentukan plasma protein.

d)Interkonversi diantara asam amino yang berbeda dan ikatan yang pentinglainnya untuk metabolisme tubuh.(Guyton&Hall, 2006)

Deaminasi asam amino dibutuhkan sebelum dapat dipergunakan untuk energi atausebelum dapat diubah menjadi karbohidrat atau lemak. Pembentukan ureum olehhepar mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, sejumlah besar amonia dibentukdengan proses deaminasi dan masih ditambah pembentukkan secara kontinu dalam ususoleh bakteridankemudiandiabsorpsikedalamdarah.Bilahepartidak berfungsi membentuk ureum ,konsentrasi amonia plasma meningkat dengan cepat dan menimbulkan koma hepatikum dan kematian.4. Metabolisme bilirubin

Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hati. Mekanisme pengambilan terjadi di dalam hati, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam hati. Segera setelah ada dalam sel hati terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Pada saat di dalam usus, sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi enterohepatik.

Gambar 6. Metabolisme Bilirubin5. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hepar membentuk sebagian besar zat zat darah yang di pakai untuk proses koagulasi. Zat zat tersebut antara lain adalah fibrinogen, protrombin, akselerator globulin, faktor VII, dan beberapa faktor koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses metabolisme hati untuk membentuk protrombin, faktor VII, IX, dan X. Bila tidak terdapat vitamin K maka konsentrasi zat zat tersebut akan turun sangatrendah sehingga dapat menghambat proses koagulasi darah6. Fungsi hati pada penyerapan dan penyimpanan vitamin A, D, Fe dan B12 dan asam folat.

Hepar merupakan tempatpenyimpanan vitamin dan merupakansumbervitamin yang baik. Vitamin yang terbanyak disimpan dalam hepar adalah vitamin A, tapi sejumlah besar vitamin Ddan vitamin B12 dalamkeadaan normal juga disimpan Vitamin A yang disimpan dapat mencegah kekurangan vitamin A selama 10 bulan, sedangkan vitamin D dalam jumlah yang cukup dapat disimpan untuk mencegah defisiensi selama 3 atau 4 bulan. Vitamin B 12 sendiri dapat disimpan palingsedikit 1 sampai beberapa tahun. Besi disimpan dalam tubuh antara lain dalam hemoglobin darah, sebagian besarlainnya disimpan dalam hepar dalam bentuk feritin. Sel hati berisi apoferitin yangdapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Bila besi banyak tersediadalamcairan tubuh,makabesiberikatan denganapoferitin membentuk feritin dan disimpan dalam bentuk ini sampai diperlukan. Bila besi dalamsirkulasicairantubuh mencapaikadaryang rendah,makaferitin akanmelepaskan besi. Maka system apoferitin feritin hati bekerja sebagai penyanggabesi darah dan sebagai media penyimpanan besi.7. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Detoksifikasi obat dan racun melalui reaksi biotransformasi tahap I dan tahap IIdan ekskresi dalam empedu. Mediumkimiayang sangat aktifdarihati dikenal kemampuannya dalam detoksifikasi atauekskresiberbagai obat-obatanke dalamempedu.Proses detoksifikasiini juga dilakukan padahormonhormonyangdisekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau diubah secara kimia oleh hati, meliputi tiroksin dan hormon hormon steroid seperti estrogen, kortisol, aldosteron, dan lain lain. Dengan demikian kerusakan pada hepardapatmenyebabkanpenimbunan yang berlebihan dari satu atau lebih hormon ini di dalam cairan tubuh sehingga dapat menyebabkan aktivitas berlebihan dari system hormon ini.8. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagaiimun livers mechanism.

9. Fungsi hemodinamik

Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah kehepardipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu senam, terik matahari, syok. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.C. Pengaruh Operasi dan Anestesi pada HeparHati merupakan salah satu organ vital tubuh. Fungsi utama hati terutama bertanggungjawab terhadap metabolisme glukosa dan lemak, sistesis protein (albumin, globulin, dan faktor koagulan), ekskresi bilirubin, metabolisme obat dan hormon dan detoksifikasi.3 Organ hati memegang peran penting dalam pengaturan sirkulasi darah karena sekitar 25%curah jantung akan bersirkulasi melalui hati. Aliran darah dihati melalui dua pembuluh darah, yaitu arteri hepatikabertanggungjawab terhadap 25 -30% total aliran darah hati (namun memberikan 50% pasokan oksigen ke hati), dan vena porta menyumbangkan 75% dari total aliran darah ke hati. Aliran vena porta menerima darah dari lambung, limpa,pankreas dan usus yang kaya akan nutrien, namun pasokan oksigen ke hati tidak lebih dari 50-55%.4 Pada pasien yang tidak memiliki gangguan fungsi hati, pemberian obat anestesi, analgetik, sedatif, dan tindakan pembedahan dapat meningkatkan kadar transaminase, alkali fosfatase, dan kadar bilirubin, namun umumnya bersifat sementara. Sebaliknya pasien dengan penyakit hati penurunan pasokan darah ke hati akibat tindakan operasi maupun anestesi dapat memicu dekompensasi hati.5 Kerusakan hati yang berat (pada sirosis hati atau hepatitis fulminan) dapat menimbulkan hipoalbuminemia, trombositopenia, koagulopati, menurunnya imunitas, intoksikasi, perubahan hemodinamik, ensefalopati dan sindrom hepatorenal. Keadaan tersebut menjadi faktor penyulit pada saat tindakan operasi dan anestesi. Hati berfungsi sebagai organ sintesis protein albumin dan globulin. Pada pasien dengan gangguan hati dapat terjadi hipoalbuminemia. Kondisi hipoalbuminemia sangat menghambat proses penyembuhan luka. Penurunan sintesis globulin di hati menyebabkan seseorang menjadi pekaterhadap infeksi karena sistem imunitas tubuh secara fungsional kemampuannya menurun. Pada disfungsi hati yang berat metabolisme glukosa juga terganggu. Terganggunya penggunaan glukosa dan meningkatnya kadar hormon pertumbuhan dan glukagon dapat memicu intoleransi glukosa.3 Sintesis faktor pembekuan darah yang diproduksi di hati mengalami penurunan pada pasien yang mengalami disfungsi hati. Koagulopati dan trombositopenia (akibat hipertensi portal) meningkatkan risiko perdarahan baik pre maupun pasca-operasi. Gangguan faktor pembekuan darah terjadi akibat menurunnya sintesis faktor prokoagulan dan antikoagulan, terganggunya pembersihan factor koagulasi yang teraktifasi, defisiensi nutrisi (vitamin K, asam folat), splenomegali, defek kualitatif trombosit dan akibat penekanan trombopoiesis sumsum tulang. 6 Pada pasien sirosis, umumnya mengalami perubahan pola hemodinamik yang bersifat hiperdinamik berupa peningkatan curah jantung, menurunnya resistensi vascular sistemik dan meningkatnya volume intravaskular. Perfusi jaringan menurun karena adanya shunting arterio-venosa. Respons sistem kardiovaskular terhadap simpatomimetik eksogen dan endogen menurun. Shunting intra-pulmomal, meningkatnya cairan ekstravaskular, diafragma yang mengalami elevasi karena desakan asites menyebabkan timbulnya mismatch rasio ventilasi terhadap aliran darah, hipoksemia dan hipoventilasi. Aliran darah ke ginjal juga cenderung menurun sehingga risiko terjadinya sindrom hepatorenal meningkat. 3 Hati berperan dalam metabolisme dan eliminasi berbagai jenis obat. Metabolisme obat pada pasien dengan disfungsiberat akan terganggu karena menurunnya jumlah hepatosit dan pasokan aliran darah hati. Waktu paruh beberapa obat menjadi meningkat dan eliminasi menurun. Risiko intoksikasi obat meningkat. Contohnya, kerja obat penyekat neuromuscular (neuromuscular blocking) menjadi lebih panjang karena aktivitas enzim pseudokolinesterase menurun pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan penyakit hati dipengaruhi oleh faktor stres tindakan operasi dan anestesi. Tindakan operasi dan anestesi menurunkan pasokan aliran darah menuju hati. Pasien dengan penyakit hati tingkat lanjut (sirosis, misalnya) sangat peka terhadap perubahan hemodinamik. Semakin banyak perdarahan semakin banyak penurunan pasokan darah ke hati. Pada operasi abdomen, aliran darah hati regional menurun karena oklusi struktur vaskular, terutama apabila arteri hepatika atau vena porta diklem untuk mengurangi aliran darah selama reseksi hati. Penempatan refraktor di hati dan manipulasi visera abdominal dapat menurunkan pasokan darah ke hati mencapai 50-60%. Pemberian obat anestesi secara regional maupun general dapat menurunkan aliran darah hati sampai 30-50 %. Pada orang normal yang menjalani tindakan operasi dan anestesi penurunan aliran darah ke hati tidak menimbulkan iskemia hepatik karena mekanisme kompensasi berupa penurunan kebutuhan oksigen dan meningkatnya ekstraksi oksigen oleh sel hati. Pada seseorang yang mengalami gangguan fungsi hati, mekanisme autoregulasi terganggu sehingga penurunan aliran ke hati sedikit saja mempengaruhi fungsi dan integritas sel hati. Ketidakcukupan pasokan oksigen merupakan penyebab utama dekompensasi hati

pasca-operatif.D. Penyakit Hepar dan AnestesiHEPATITISA) HEPATITIS AKUTHepatitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi virus, reaksi obat-obatan ataumasuknya hepatotoxin.Penyakit ini mewakili kerusakan hepatocelluler akut dengan jumlah nekrosis sel yang bervariasi.Manifestasi klinis umumnya bergantung pada kerasnya reaksi peradangan dan terlebih lagi pada jumlah nekrosis. Reaksi peradangan biasa dapat muncul sebagai peningkatan asimptomatik dalam transaminase serum, sedang hepatitis nekrosis yang banyak muncul sebagai kegagalan hepatic fulminant akut.

Hepatitis VirusHepatitis virus seringkali disebabkan oleh virus hepatitis A, B, atau C ( sebelumnya dinamakan enteric non A, non B). Akhirnya telah ditemukan juga 2 virus hepatitis lainnya : hepatitis D (delta virus) dan hepatitis E (enteric non A, non B). Hepatitis tipe A dan E ditansmisikan melalui rute feco-oral, sedangkan tipe B dan C ditransmisikan utamanya dengan cara perkutaneus dan melalui kontak dengan cairan tubuh. Hepatitis D sendiri unik karena dapat ditransmisikan oleh salah satu rute dan memerlukan virus hepatitis B dalam host untuk jadi tidak efektif. Virus lainnya, termasuk Epstein-Barr, herpes simpleks, cytomegalovirus, dan coxackivirus, juga bias menyebabkan hepatitis.Pasien dengan hepatitis virus biasanya mengalami gejala-gejala prodormal (kelelahan, malaise, demam, mual, dan muntah) selama 1 sampai 2 minggu yang bisa disertai oleh ikterus. Ikterus ini bias berlangsung selama 2-12 minggu, tapi penyembuhan sempurna seperti yang dibuktikan oleh pemeriksaan serum transaminase, biasanya membutuhkan waktu 4 bulan.Disebabkan oleh manifestasi klinis yang tumpang tindih, tes serologis dibutuhkan untuk menentukan agen virus causative. Perkembangan klinis menjadi lebih rumit dan diperpanjang dengan virus hepatitis B dan C. Kolestasis adalah manifestasi utama. Jarang kegagalan hepatic fulminant (berlebihnya necrosis hepatic) dapat berkembang.Berjangkitnya hepatitis kronik aktif 3-10% menyertai infeksi oleh virus hepatitis B dan setidaknya 50% mengikuti infeksi dengan virus hepatitis C. Sebagian kecil pasien (umumnya pasien yang imunosupressed dan mereka yang hemodialisis jangka panjang) menjadi pengidap asimptomatik yang mudah menular menyertai infeksi oleh virus hepatitis B. Berdasarkan penelitian terhadap sekelompok pasien, dimana-mana antara 0,3% dan 30% pasien tetap menjangkitkan penyakit dan memiliki ketahanan dari antigen B permukaan (HBsAg) dalam darahnya.+0,5-1% pasien dengan infeksi hepatitis C menjadi pembawa asimptomatik yang mudah menular. Keterjangkitan berhubungan dengan RNA hepatitis C virus dalam darah peripheral. Sebagian besar pasien dengan infeksi hepatitis Conis nampaknya memiliki sirkulasi partikel virus yang sangat rendah, terputus-putus atau bahkan hilang. Dan karenanya tidak terlalu infektif. Akan tetapi, pembawa penyakit yang menular membawa resiko bagi kesehatan pekerja ruang operasi. Selain pencegahan umum untuk menghindari kontak dengan darah dan sekresi (sarung tangan, masker, pelindung mata, dan jarum yang tidak digunakan berulang), imunisasi sangatlah efektif melawan infeksi hepatitis B. Vaksin untuk hepatitis C tidak tersedia, tidak seperti hepatitis B, infeksi hepatitis C nampaknya tidak memberikan kekebalan pada kemungkinan penyakit lainnya. Post exposure prophylaksis dengan globulin hyperimmune efektif untuk hepatitis B tapi tidak untuk hepatitis C.Hepatitis yang Disebabkan oleh Obat-obatanHepatitis katena obat-obatan dapat disebabkan oleh ketergantungan terhadap racun obat-obatan secara langsung atau metabolit, atau oleh reaksi khusus obat-obatan , atau oleh kombinasi dari keduanya. Perkembangan klinis seringkali menyerupai hepatitis virus yang menyebabkan sulitnya diagnosis. Alkoholic hepatitis mungkin adalah type hepatitis akibat obat-obatan yang paling sering dijumpai, tapi penyebabnya tidak teridentifikasi. Penggunaan alkohol dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya hepatomegali dan infiltrasi lemak pada hepar, yang menimbulkan : (1) Oksidasi asam lemak lemah, (2) meningkatkan uptake dan esterifikasi asam lemak, (3) mengurangi sintesis dan sekresi lipoprotein. Penggunaan asetaminofen 25 gr atau lebih menyebabkan hepatitis fulminan yang fatal. Beberapa jenis obat seperti Chlorpromazine dan kontrasepsi oral menyebabkan reaksi type cholestatic .Ingesti hepatoksin kuat, seperti carbon tetrachlorida dan jenis jamur tertentu (amanita, galerina) seringkali berhubungan dengan kegagalan hepatic akut. Anestesi cair, terutama halotan, berhubungan dengan reaksi khas hepatitis.

Tabel 1. Drug and Subtances Associated with HepatitisPertimbangan PreoperatifOperasi harus ditunda sampai hepatitis akutnya sembuh, yang diindikasikan dengan normalnya tes fungsi hepar. Penelitian memperkirakan adanya peningkatan morbiditas (12%) dengan mortalitas (hingga 10% dengan laparatomi) pada preoperative selama hepatitis viral akut. Meskipun resiko dengan hepatitis alkoholik tidak sebesar itu, keracunan alcohol akut sangat mempersulit penanganan anestesi. Lagi pula, eliminasi alcohol selama pembedahan bisa dihubungkan dengan rata-rata mortalitas sebesar 50%. Hanya pembedahan yang betul-betul darurat yang seharusnya dipertimbangkan dalam kasus ini. Pasien hepatitis mempunyai resiko penurunan fungsi hepar dan berkembangnya komplikasi kegagalan hepar, seperti encephalopathy, coagulopathy, atau hepatorenal syndrom.Pemeriksaan laboratorium harus meliputi nitrogen urea darah, serum elektrolit, kreatinin, glukosa, transaminase, bilirubin, alkali fosfatase, dan albumin sebaik protrombin time (PT) dan pletelet count. Serum juga seharusnya dicek untuk HBsAg kapanpun hal itu mungkin. Level alcohol dalam darah akan berguna jika status mental cocok dengan intoksikasi . Hipokalemia dan alkalosis metabolic bukannya tidak umum dan biasanya disebabkan oleh muntah-muntah.Concomitant hypomagnesemia bias muncul pada alkoholik kronik dan menjadikan mudah terkena aritmia. Elevasi serum transaminase belum tentu berhubungan dengan jumlah nekrosis. Serum Alanin aminotransferase (ALT) umumnya lebih tinggi dari serum aspartat aminotransferase (AST) kecuali dalam hepatitis alkoholik, dimana kebalikannya yang muncul. Bilirubin dan alkali fosfatase umumnya hanya nai tidak cukup tinggi, kecuali dengan cholestatic hepatic yang berlainan . PT adalah indicator terbaik untuk fungsi hepatic syntetic. Perpanjangan yang lebih dari 3 detik (INR > 1,5) mengikuti administrasi vitamin K menunjukkan disfungsi hepar yang berat. Hipoglikemia bukan tidak biasa. Hipoalbuminemia biasanya tidak muncul kecuali dalam kasus protaksi, dengan malnutrisi berat, atau ketika terdapat penyakit hepar kronik.Jika pasien dengan hepatitis akut harus menjalani operasi emergensi, evaluasi praanastesi harus difokuskan untuk menentukan jenis dan tingkat kerusakan hepar. Informasi seharusnya diperoleh dengan memperhatikan penggunaan obat-obatan terbaru, termasuk pemakaian alcohol, penggunaa obat intravena, transfuse, dan anestesi sebelumnya. Mual, muntah harus diperhatikan, dehidrasi dan gangguan elektrolit harus diperbaiki. Perubahan status mental biasanya menunjukkan kerusakan hepar yang parah. Tindakan yang tidak wajar dan obtundasi pada pasien alkoholik bias menjadi tanda adanya keracunan, sedangkan tremor dan cepat marah biasanya mencerminkan pengeluaran. Hipertensi dan takikardi seringkali mudah terlihat. Vitamin K atau fresh frozen plasma (FFP) dapat dibutuhkan untuk memperbaiki coagulopathy. Premedikasi umumnya tidak diberikan , dalam usaha untuk mengurangi/meminimalkan penggunaan obat-obatan dan tidak menggabungkan encephalopathy hepatic dan penyakit hepar. Namun benzodiazepine dan thiamin diberikan pada pasien dengan alkoholik dengan pengeluaran akut.

Pertimbangan intraoperatifTujuan penanganan intraoperatif adalah untuk mengembalikan fungsi hepar dan menghindari factor-faktor yang dapat merugikannya. Pemilihan obat dan dosisnya harus diindividualkan. Beberapa pasien dengan hepatitis virus bisa memperlihatkan sensitifitas system saraf pusat terhadap anestesi. Sedangkan pasien alkoholik akan sering memperlihatkan toleransi silang baik pada intravena maupun anestesi inhalasi. Pasien alkoholik juga membutuhkan monitoring yang teliti terhadap cardiovaskuler, sebab efek dari penurunan cardiac dari alcohol aditif untuk mereka yang berada dalam pengaruh anestesi, selain itu cardiomiopathy alcoholic berkembang pada banyak pasien alkoholik. Secara defenisi, semua anestesi adalah untuk menurunkan system saraf pusat, dan untuk alasan itulah sangat sedikit jenis yang seharusnya digunakan. Anestesi inhalasi biasanya lebih disukai untuk agent intravenous karena kebanyakan yang lain bergantung pada hepar untuk metabolisme dan eliminasi. Dosis induksi standar terhadap agen induksi intravenous umumnya dapat digunakan karena aksinya berakhir dengan redistribusi lebih baik dibandingkan metabolisme atau ekskresi. Aksi yang berlarut-larut mungkin harus menggunakan dosis agen intravena yang sangat besar secara berulang-ulang, khususnya opioid.Isofluran adalah anastesi inhalasi yang dipilih karena mempunyai efek yang paling sedikit pada aliran darah hepar. Faktor-faktor yang diketahui dapat mengurangi aliran darah hepar, misalnya hipotensi, aktivasi simpatik yang meningkat, dan peningkatan Mean airway pressure selama ventilasi terkontrol, sebaiknya dihindari. Anastesi regional dapat digunakan pada tidak terdapatnya koagulopati, hipotensi, yang ada harus dicegah.

B) HEPATITIS KRONIKHepatitis Kronik didefinisikan sebagai radang hepar yang terjadi lebih dari 6 bulan, yang dibuktikan dengan meningkatnya serum aminotransferase. Pasien umumnya dapat diklasifikasikan karena memiliki satu dari 3 gejala berdasarkan biopsy hepar, hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik lobular, atau hepatitis kronik aktif. Mereka dengan hepatitis kronik, memanifestasikan radang yang kronik pada daerah portal dengan manifestasi sel normal pada biopsy, type ini biasanya tidak akan berkembang menjadi sirosis. Secara klinis, pasien ini dating dengan hepatitis akut (umumnya hepatitis B atau C) yang memiliki perkembangan protraksi tapi umumnya bias diatasi. Yang terbaru menunjukkan jenis yang disebut hepatitis kronik lobular, yang ditandai dengan eksaserbasi yang berulang-ulang, radang dan nekrosis terdapat pada lobulus hepar. Seperti hepatitis kronik persisten, bagaimanapun hepatitis kronik lobular juga tidak akan berkembang menjadi sirosis.Pasien dengan hepatitis kronik aktif mengalami radang hepar kronik dengan kerusakan sel pada biopsy. Tanda-tanda sirosis seringkali muncul pada awalnya (20-50% pasien) atau berkembang pada akhirnya. Meskipun nampaknya hepatitis kronik aktif memiliki berbagai penyebab, namun umumnya dia muncul sebagai lanjutan hepatitis B atau C. Penyebab lainnya termasuk obat-obatan (methyldopa, oxyphenisasi, isoniazid, dan nitrofurantoin) dan kerusakan autoimmune. Kedua factor kekebalan dan kemudahan terkena penyakit secara genetika terlihat sebagai sebab dalam berbagai kasus. Pasien umumnya dating dengan riwayat mual-mual dan ikterus yang berulang-ulang; manifestasi ekstrahepatik seperti arthritis dan serositis, tidaklah biasa.Manifestasi sirosis seringkali menonjol pada pasien dengan penyakit progresif. Hasil pemeriksaan laboratorium hanya dapt menunjukkan peningkatan yang tidak terlalu tinggi pada aktivitas serum aminotransferase dan sering tidak berkaitan dengan keganasan penyakit. Pasien yang tidak memiliki infeksi hepatitis B atau C kronis biasanya mempunyai respon yang baik terhadap imunosupressan dan biasanya diterapi dengan kortikosteroid jangka panjang dengan atau tanpa azathiopine.

Penanganan AnestesiPasien dengan hepatitis kronik persisten atau hepatitis kronik lobuler harus diobati dengan cara yang sama terhadap pasien hepatitis akut. Sebaliknya mereka denagn hepatitis kronik aktif dapat diperkirakan telah menderita sirosis dan diobati sesuai dengan penyakit tersebut. Pasien dengan autoimmune hepatitis kronik aktif juga dapat memperlihatkan masalah yang berhubungan denagn manifestasi autoimun lainnya (misalnya: diabetes atau tiroiditis) selama terapi kortikosteroid jangka panjang.

SIROSISSirosis adalah penyakit yang serius dan progresif yang disebabkan oleh kegagalan hepar. Penyebab sirosis yang paling umum di Amerika adalah alcohol (Lachnacs cirrhosis). Penyebab lainnya termasuk hepatitis kronik aktif (postnecrosis cirrhosis), cardiac cirrhosis, hemochromatosis, penyakit Wilson, dan defesiensi a1-antitrypsin. Tanpa mengindahkan penyebabnya, necrosis hepatosit diikuti oleh regenerasi fibrosis dan nodular. Distorsi sel hepar normal dan susunan vascular menghalangi aliran vena portal yang menyebabkan hipertensi portal, sementara kerusakan pada sintesis normal hepar dan fungsi metabolisme berbeda lainnya disebabkan oleh penyakit multisystem. Secara klinis, tanda dan symptom tidak berhubungan dengan keganasan penyakit. Tanda-tanda nyata biasanya tidak terlihat pada awalnya, tapi ikterus dan asites pada akhirnya akan berkembang pada kebanyakan pasien. Tanda-tanda lain termasuk spidernevy, eritema palmaris, ginekomasti, dan splenomegali.Tiga komplikasi utama sirosis hepatis, yaitu ; (1) perdarahan varises, akibat hipertensi portal, (2) retensi cairan, dalam bentuk asites dan sindrom hepatorenal, (3) encephalopathy hepatic atau koma.+10% pasien juga mengalami setidaknya satu rangkaian peritonitis bakteri spontan, dan beberapa akan mengalami carcinoma hepatoseluler pada akhirnya.Beberapa penyakit akan menghasilkan fibrosis hepar tanpa nekrosis hepatoseluler atau regenerasi nodular. Hal tersebut diakibatkan oleh hipertensi portal dan dihubungkan dengan komplikasi. Fungsi hepatoseluler tidak selalu dapat dipelihara. Kerusakan ini termasuk didalamnya schistosomiasis, fibrosis portal idiopatik (Sindrom Banti), dan fibrosis hepatic congenital. Obstruksi pembuluh darah hepar atau vena cava inferior (Budd-Chiari syndrome) juga dapat menyebabkan hipertensi. Yang terakhir mungkin akibat dari trombosis vena (hypercoaguable state), tumor thrombus (renal carcinoma), atau penyakit oklusi pembuluh darah hepar sublobular.Pertimbangan preoperatifEfek merugikan dari anestesi dan pembedahan terhadap aliran darah hepar sudah didiskusikan pada bagian yang lain. Pasien dengan sirosis memiliki resiko tinggi mengalami penurunan fungsi hepar karena terbatasnya reservasi fungsional. Keberhasilan penanganan anestesi pada apsien tergantung pada pengenalan sifat/jenis multisistem dari sirosis dan mengontrol atau mencegah komplikasinya.

Tabel 2. Childs Classification for Evaluating Hepatic ReserveManifestasi Sirosisa. Manifestasi GastrointestinalHipertensi portal (>10mmHg) mengakibatkan berkembangnya saluran portal-vena sistemik kolateral yang panjang. Secara umum telah diketahui 4 tempat kolateral utama : gastroesofageal, hemorrhoidal, periumbilical, dan retroperitoneal. Hipertensi portalsering muncul sebelum operasi seperti dibuktikan dengan melebarnya pembuluh darah pada dinding abdominal (caput medusa). Perdarahan yang banyak dari varises gastroesofageal adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien sirosis. Selain itu, efek dari kehilangan banyak darah, peningkatan muatan nitrogen (tidak jalannya darah pada daerah intestinal) dapat mempercepat terjadinya encephalopathy hepatic. Endoskopi merupakan alat diagnosis dan terapi yang baik. Identifikasi terhadap tempat perdarahan sangat penting, karena pasien ini akan mengalami perdarahan dari ulkus peptic atau gastritis, yang membutuhkan terapi berbeda.Penanganan perdarahan varises umumnya secara suportif. Darah yang hilang harus digantikan dengan cairan intravena. Penanganan non bedah termasuk didalamnya vasopressin (0,1-0,9 u/min. secara intravena), propanolol, balloon tamponade (dengan tube Sengstaken Blakorhore), somatostatin (250 ug diikuti dengan 250 ug/jam), dan sclerosis endoskopik dari varises. Vasopressin, somatostatin, dan propanolol, mengurangi kehilangan darah. Vasopressin dalam dosis tinggi dapat dihasilkan dalam gagal jantung kongestif atau miokardial iskemik, infuse concomitant dari nitrogliserin intravena dapat mengurangi kemungkinan komplikasi, selain itu juga mengurangi pendarahan . Endoskopik sclerosis atau ligasi dari varises biasanya efektif untuk menghentikan perdarahan+90% dari seluruh perdarahan. Percutaneus transjugular intrahepatic portosystemic shunts (TIPS) dapat menurunkan hipertensi portal dan perdarahan (tapi, dapat meningkatkan luasnya jangkitan encephalopathy). Pada saat perdarahan gagal dihentikan atau terjadi lagi, pembedahan darurat harus dilakukan. Resiko pembedahan telah diperlihatkan untuk menghubungkan dengan tingkat kerusakan hepar, berdasarkan penemuan klinis dan laboratorium.Prosedur shunting umumnya hanya dilakukan pada pasien dengan resiko rendah, sedangkan pembedahan ablasi, transreseksi esophageal, dan devaskularisasi gaster direncanakan untuk pasien dengan resiko tinggi. Shunt non selektif (portacaval dan proksimal splenorenal) umumnya ditinggalkan daripada shunt selektif (distal splenorenal). Yang terakhir ini menekan varises tapi tidak merusak aliran darah hepar cukup banyak dan mempunyai kecil kemungkinan untuk menyebabkan encephalopathy setelah operasi.b. Manifestasi HematologiAnemia, trombositopenia, dan jarang terjadi leucopenia, mungkin akan muncul. Penyebab anemia umumnya multifactor dan termasuk didalamnya kehilangan darah, meningkatkan destruksi sel darah merah, penekanan sum-sum tulang, dan defisiensi nutrisi. Splenomegali kongestif (dari hipertensi portal) memiliki peran yang sangat besar dalam trombositopenia dan leucopenia. Defisiensi factor koagulasi akibat penurunan sintesa hepar. Fibrinolisis yang bertambah setelah terjadi penurunan activator system fibrinolytic juga dapat berperan terhadap koagulopati (lihat bab 34). Kebutuhan akan transfuse darah sebelum operasi harus seimbang dengan peningkatan dalam muatan nitrogen. Protein yang tidak bekerja akibat transfusi darah yang sangat banyaka dapat mempercepat encephalopathy. Tapi bagaimanapun, koagulopati harus disembuhkan sebelum pembedahan. Faktor-faktor pembekuan harus digantikan dengan produk darah yang tepat misalnya FFP dan kriopresipitat. Transfusi platelet harus dipertimbangkan segera dan utama untuk pembedahan dengan hitungan < 100.000/uL.c. Manifestasi sirkulasiSirosis secara khas ditandai dengan keadaan sirkulasi yang hiperdinamik. Cardiac output sering meningkat, dan vasodilatasi perifer secara merata akan muncul. Shunting arteriovenous dapat muncul pada sirkulasi sistemik dan pulmonal. Shunting arteriovenous bersama dengan penurunan dalam viskositas darah karena anemia setidaknya berpengaruh 50% untuk cardiac output. Pasien dengan superimposed alcoholic cardiomyopathy dapat meningkatkan kegagalan jantung kongestif dengan mudah.

d. Manifestasi respiratoryGangguan terhadap pertukaran udara pulmonal selain itu juga sering muncul ventilasi mekanis. Hiperventilasisudah umum dan dihasilkan dalam alkalosis respirasi. Umumnya terdapat hipoksemia dan diakibatkan oleh shunting (> 40% dari cardiac output). Shunting disebabkan oleh komunikasiarteriovenous pulmonary (absolute) dan kesalahan ventilasi/perfusi (relatif). Elevasi diafragma dari asites yang menurunkan volume paru-paru, khususnya kapasitas residu fungsional, dan predisposisi pada atelektasis. Terlebih lagi, jumlah yang sangat besar dari asites dapat menyebkan defek pada ventilatory restriktif yang meningkatkan kerja pernapasan.Dengan melihat foto thorax dan pengukuran gas darah artesi sangat berguna sebelum operasi karena atelektasis dan hipoksemia seringkali tidak tampak dalam gejala klinisnya. Paracentesis harus dipertimbangkan untuk pasien dengan asites massif dan pertimbangan pulmonary tapi harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena perpindahan cairan yang terlalu banyak akan mengakibatkan kolaps sirkulasi.e. Manifestasi Renal dan Keseimbangan CairanPengaturan ulang keseimbangan cairan dan elektrolit bermanifestasi sebagai asites, edema, gangguan elektrolit, atau sindrom hepatorenal. Mekanisme penting yang berperan serta dalam timbulnya asites, yaitu :1. Hipertensi potal, yang meningkatkan tekanan hidrostatik dan transudasi cairan melewati usus2. Hipoalbuminemia, yang menurunkan tekanan onkotik plasma dan transudasi cairan3. Perembesan cairan limfe yang kaya protein dari permukaan serosa hepar m,enjadi distorsi dan obstruksi saluran limfe di hepar4. Retensi natrium renal (dan seringkali air).Kedua teori underfilling dan overflow telah diajukan untuk menjelaskan retensi natrium. Teori underfilling menyatakan bahwa meskipun total cairan ekstraseluleryang dapat diukur dan volume plasma pada pasien sirosis dengan asites meningkat, volume plasma efektif malah menurun; retensi natrium kurang penting untuk hipovolemia relative dan hiperaldosteronisme sekunder. Ketidaksesuaian yang terlihat antara ukuran volume plasma efekstif dapat dijelaskan dengan peningkatan volume darah splanchnic. Sebaliknya teori overflow beranggapan bahwa abnormalitas yang utama adalah retensi natrium oleh ginjal asites merepresentasikan transudasi menengah ke volume plasma yang semakin meluas. Pasien dengan asites telah meningkatkan level sirkulasi katekolamin, yang dianggap disebabkan oleh aliran simpatetik. Sebagai tambahan untuk peningkatan rennin dan angiotensin II, pasien menunjukkan intensifitas pada sirkulasi atrial natriuretic peptide.Tanpa mengindahkan keterlibatan mekanisme, pasien sirosis dan asites telah mengurangi perfusi renal, merubah hemodinamik intrarenal, memperbesarreabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan distal, dan gangguan pada klirens air bebas. Hiponatremia dan hipokalemia sudah umum terjadi. Hiponatremia adalah pengenceran, sedangkan hipokalemi disebabkan oleh kehilangan kalium melalui urin yang sangat banyak (hiperaldosteronisme sekunder atau diuresis). Manifestasi berkembangnya penyakit menuju yang lebih buruk dapat terlihat dengan berkembangnya sindroma hepatorenal.Sindrom hepatorenal adalah suatu gangguan fungsi renal pada pasien sirosis yang biasanya diikuti dengan perdarahan gastrointestinal, diuresis aggresif, sepsis atau pembedahan mayor. Hal ini ditandai oleh oligouria yang progresif dengan retensi natrium yang banyak, azotemia, intractable ascites, dan mortality rate yang tinggi. Penanganannya secara suportif dan sering tidak berhasil kecuali jika dilakukan transplantasi hepar.Terapi cairan preoperative yang bijaksana pada pasien dengan pasien penyakit hepar tingkat lanjut. Pentingnya perawatan fungsi renalsebelum operasi tidak dapat terlalu mendapatkan penekanan. Diuresis pre operasi yang sangat berlebihan harus dihindari, dan deficit cairan intravaskuler akut harus dikoreksi denagn infuse koloid. Diuresis dari asites dan cairan edema harus diselesaikan setelah beberapa hari. Diuresis Loop hanya dapat diberikan setelah pemberian tindakan seperti bedrest, retriksi natrium ( 50%) dan peningkatan alkali fosfatase serum yang moderat (lihat bab 34). Pemeriksaan imaging (ultrasound, kolangiogram, radioisotop atau CT-scan) diperlukan untuk mengkonfirmasi adanya obstruksi saluran empedu ekstrahepatik.Penyakit batu empedu (kolelitiasis) yang masih berada di kandung empedu biasanya tidak bergejala dan biasanya diderita 10-20% dari populasi umum. Biasanya diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan USG abdomen. Gejala baru muncul apabila terjadi kolik saluran empedu akibat obstruksi pada duktus sistikus. Trias kolesistitis adalah nyeri yang tiba-tiba pada kuadran kanan atas, demam, dan lekositosis. Diagnosis dapat dipastikan dengan pemeriksaan scan radioisotop, dimana pada pemeriksaan ini, kandung empedu tidak dapat terlihat. Pasase batu empedu di duktus kommunis juga dapat menyebabkan ikterus yang bersifat sementara. Menggigil yang disertai dengan demam tinggi bisa mengindikasikan adanya infeksi bakteri ke sistem bililaris (kolangitis). Bisa juga terjadi obstruksi duktus pankreatikus akibat batu empedu, namun jarang. Diperkirakan 75% gejala kolesistitis akut sembuh dalam 2-7 hari dengan terapi medis. Sisanya, sekitar 25%, tidak sembuh bahkan mengalami komplikasi berupa empiema, perforasi, gangren, hydrops, fistel, atau ileus batu empedu. Lima dari 10% pasien yang menderita serangan akut mengalami kolesistitis akalkulus yang mungkin terjadi akibat trauma yang serius, luka bakar, persalinan yang memanjang, operasi besar, atau sakit kritis. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan USG atau CT scan abdomen.Pertimbangan PreoperatifBiasanya indikasi pasien dioperasi adalah untuk menjalani kolesistektomi, untuk membebaskan obstruksi saluran empedu ekstrahepatik, atau keduanya. Prosedur operasi yang lazim dilakukan adalah kolesistektomi melalui pendekatan laparoskopi. Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut harus distabilkan dulu sebelum menjalani kolesistektomi. Terapi medis yang dapat diberikan adalah suction nasogastric, pemberian cairan infus, antibiotik, dan analgetik opiat. Pelaksanaan operasi dapat ditunda pada pasien yang sembuh dari serangan akut, namun pada mereka yang mengalami komplikasi, kolesistektomi darurat mungkin dibutuhkan. Kolesistitis akalkulus biasanya terjadi pada pasien dengan sakit kritis, dimana mereka mempunyai risiko tinggi mengalami gangren dan perforasi; sehingga diindikasikan untuk menjalani operasi darurat.Pasien yang mengalami obstruksi saluran empedu ekstrahepatik apapun penyebabnya biasanya menderita defisiensi vitamin K. Sebaiknya diberikan vitamin K parenteral yang mungkin bekerja optimal setelah 24 jam. Bila sebelum operasi nilai PT belum optimal (tidak dalam batas normal), maka mungkin harus diberikan FFP. Kadar bilirubin yang tinggi mungkin menyebabkan peningkatan risiko gagal ginjal postoperatif; sehingga dianjurkan untuk hidrasi preoperatif dalam jumlah yang banyak. Pada obstruksi hepatik yang sudah berjalan lama (> 1 tahun), mungkin sudah terjadi sirosis hepar dan hipertensi portal.Pertimbangan IntraoperatifKolesistektomi laparoskopi mempercepat masa penyembuhan pasien, namun insuflasi CO2ke abdomen selama operasi tersebut dapat mempersulit penanganan anestesi (lihat diskusi kasus bab 23). Mengingat semua golongan opiat dapat menyebabkan spasme sfingter Oddi dalam berbagai derajat, maka penggunaannya masih diperdebatkan bila akan dilakukan pemeriksaan kolangiogram intraoperatif. Spasme sfingter Oddi yang disebabkan oleh penggunaan opiat secara teoritis dapat mengakibatkan hasil positif palsu pada pemeriksaan kolangiogram intraoperatif sehingga eksplorasi duktus biliaris tidak dilakukan. Meskipun sebelumnya hal ini sangat diyakini, namun beberapa dokter memilih tetap menggunakan opiat setelah kolangiogram selesai. Jika diduga terjadi spasme akibat penggunaan opiat, maka dapat diberikan nalokson atau glukagon.Pada pasien dengan obstruksi saluran empedu, pemanjangan durasi obat-obat yang tergantung pada ekskresi empedu harus diantisipasi. Plihlah obat-obat yang dieliminasi di ginjal. Produksi urin harus terus dipantau dengan kateter. Diuresis intraoperatif mungkin diperlukan.Pasien yang menderita kolesistitis akalkulus atau kolangitis berat termasuk dalam pasien kritis yang memiliki angka mortalitas perioperatif yang tinggi. Pemantauan hemodinamik yang invasif dapat memperbaiki perawatan anestesi yang diberikan.OPERASI HEPARProsedur operasi hepar yang lazim dilakukan adalah reparasi laserasi, drainase abses, dan reseksi tumor (primer atau metastase). Pada kebanyakan pasien, hepar bisa diangkat sampai 80-85%. Beberapa sentra bisa melakukan transplantasi hepar. Semua prosedur di atas dapat menimbulkan masalah bagi anestesi sehubungan dengan kehilangan darah intraoperatif dalam jumlah yang banyak. Sirosis dapat menimbulkan komplikasi yang besar pada penanganan anestesi dan meningkatkan mortalitas perioperatif. Pemasangan jalur intravena dengan kanul besar dalam jumlah yang banyak dan penghangat darah mungkin dibutuhkan; semua peralatan yang dapat memudahkan pemberian transfusi darah masif harus disiapkan. Dapat dianjurkan pemasangan jalur arteri dan CVP(central venous pressure). Beberapa dokter menghindari hipotensi anestesia karena berpotensi menyebabkan efek yang serius (membahayakan) jaringan hepar yang tersisa, sementara yang lainnya berpikir bahwa hipotensi anestesia tersebut dapat membantu mencegah kehilangan banyak darah bila dipantau dengan seksama. Pemberian antifibrinolitik seperti aprotinin, asam -aminokaproik, atau asam traneksamat dapat mencegah kehilangan banyak darah intraoperatif. Hipoglikemia dapat terjadi setelah reseksi hepar yang luas. Drainase abses atau kista dapat menyebabkan komplikasi berupa kontaminasi peritoneum. Pada kasushydatid cyst(kista hidatid),spillagedapat menyebabkan anafilaksis akibat antigenechinococcus. Komplikasi postoperatif dapat berupa perdarahan, sepsis, dan disfungsi hepar. Penggunaan ventilator mungkin diperlukan pada pasien yang menjalani reseksi hepar luas.BAB IIIKESIMPULANPasien dengan penyakit hati, yang mengalami gangguan sintesis, metabolisme, perubahan hemodinamik dan koagulopati memiliki risiko tinggi mengalami morbiditas dan mortalitas akibat stres tindakan bedah dan anestesi. Tipe operasi dan luasnya disfungsi hati menentukan tingkat morbiditas dan mortalitas pasien dengan gangguan fungsi hati. Pasien dengan operasi abdomen terbuka dan bersifat emergensi memiliki risiko mortalitas yang tinggi. Penilaian preoperatif dan persiapan yang optimal pada pasien penyakit hati dapat menurunkan risiko komplikasi atau kematian pascaoperasi. Penanganan faktor penyulit (malnutrisi, koagulopati, asites, ensefalopati, hipoalbuminemia, perdarahan varies) dan pemantauan pasca-operasi harus dilakukan secara optimal agar dapat menurunkan risiko komplikasi atau kematian pascaoperasi.

DAFTAR PUSTAKA

Desai, A. General Considerations. http://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview#showallGuyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGCHandoko, Tony. Anestetik Umun. Dalam : Farmakalogi dan Terapi FKUI. Edisi 4. Jakarta : Gaya Baru. 1995.

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR . Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009Pabst, R. , R. Putz. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Edisi 21, Jilid 2, hal 142. Jakarta : EGC.

Mansjoer A, Suprohaita, dkk. Ilmu Anestesi. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 2002.Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI

31