57
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT KOLELITIASIS Disusun oleh: Nathasia Yunita Winarta 030.11.211 Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD Bekasi Periode 19 Oktober 2015 – 26 Desember 2015 Dipresentasikan pada tanggal : 8 Desember 2015 Telah disetujui oleh : Dosen pembimbing/penguji i

REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ilmu Bedah

Citation preview

Page 1: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

KOLELITIASIS

Disusun oleh:

Nathasia Yunita Winarta

030.11.211

Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

RSUD Bekasi

Periode 19 Oktober 2015 – 26 Desember 2015

Dipresentasikan pada tanggal :

8 Desember 2015

Telah disetujui oleh :

Dosen pembimbing/penguji

Dr. Fanny Indarto Sp.B

i

Page 2: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................................iii

DAFTAR TABEL ..................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................2

DEFINISI ................................................................................................................2

ANATOMI DAN FISIOLOGI .....................................................................................3

ETIOLOGI ..........................................................................................................8

PATOFISIOLOGI ....................................................................................................... 10

MANIFESTASI KLINIS ..............................................................................................14

DIAGNOSIS . ................................................................................................................16

PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................................18

PENATALAKSANAAN .............................................................................................23

BAB III KESIMPULAN ..........................................................................................................30

BAB IV DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................32

ii

Page 3: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi kandung empedu dan duktus .....................................................................3

Gambar 2. Kelainan system biliaris.............................................................................................14

Gambar 3. Manifestasi klinis kolelitiasis.....................................................................................15

Gambar 4. Gambaran kolelitiasis pada foto polos ...................................................................17

Gambar 5. Gambaran kolelitiasis pada ERCP ...................................................................20

Gambar 6. Gambaran kolelitiasis pada USG ...................................................................22

Gambar 7. Gambaran kolelitiasis pada kolesistografi.................................................................22

iii

Page 4: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi cairan empedu ........................................................................5

iv

Page 5: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

v

Page 6: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

BAB I

PENDAHULUAN

Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di

dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,

sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.1

Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu

menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis

penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau

samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone). Insiden batu kandung empedu di Indonesia

belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung

empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos

abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta

orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung

empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Insiden batu kandung empedu di Indonesia

belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung

empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos

abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.

Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak

penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah

kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang

invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan mortalitas.

1

Page 7: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

BAB II

PEMBAHASAN

Definisi

Kolelitiasis adalah suatu keadaan terdapat batu empedu yang dapat ditemukan di dalam

kandung empedu, sedangkan batu empedu yang terdapat pada saluran disebut koledukolitiasis.1

Epidemiologi

Angka prevalensi kolelitiasis pada orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang

dewasa lebih tinggi di negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3%

hingga 4%). Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar. Kolelitiasis

termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalam pengamatannya dari

tahun Januari 1999 sampai Desember 2003 di Kanchi kamakoti Child trust hospital,

mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43 (0,3%) terdeteksi

memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm, dan 56% batu

merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala asimptomatik dan hanya 2

anak dengan gejala.

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus

tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang.

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang

yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung

empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria. Pada pemeriksaan autopsy di Chicago,

ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda

mengidap penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang

mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-

orang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%. Di Indonesia,

2

Page 8: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu

masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.

Anatomi

a. Vesica fellea

Gambar 1. Anatomi kandung empedu dan duktus

Kandung empedu atau vesica fellea merupakan sebuah kantong berongga berbentuk

seperti buah pir yang berukuran 4-6 cm. Kandung empedu terrtutup oleh peritoneum visceral

tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hepar oleh lapisan

peritoneum, apabila kandung empedu mengalami distensi akibat obstruksi maka bagian

infundibulum akan menonjol seperti kantong yang disebut kantong Hartman. Kandung

empedu memiliki kapasitas 30-60 cc, namun jika terdapat obstruksi dan mengalami distensi

maka dapat menjadi 300 cc.

Secara anatomis, vesica fellea dibagi menjadi 3 bagian yaitu fundus, corpus, dan

collum. Fundus vesica fellea berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah inferior hepar,

fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi costa IX kanan. Corpus

bersentuhan dengan permukaan visceral hepar dan mengarah keatas, belakang dan kiri.

b. Duktus

3

Page 9: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya

mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan

empedu masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya. Saluran empedu

ekstrahepatik terletak didalam ligamentum hepatoduodenale yang batas atasnya porta hepatis,

sedangkan batas bawahnya distal papilla Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik

berpangkal dari saluran paling kecil yang disebut kanalikulus empedu yang meneruskan

curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutnya ke

duktus hepatikus di hilus. Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4

cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara

duktus sistikus.

Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan pancreas dan

dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak di sebelah medial dinding

duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu

ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama oleh

duktus koledokus di dalam papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah.

c. Vaskularisasi

Pembuluh arteri kandung empedu adalah a.cystica yang merupakan cabang dari

a.hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah

arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.

d. Pembuluh limfe dan persarafan

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum

vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum

sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke

kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

Fisiologi

a. Empedu

4

Page 10: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

Vesica fellea berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas sekitar 30-60 cc.

vesica fellea memiliki kemampuan untuk memekatkan empedu, dan untuk membantu proses ini,

mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan

sehingga permukaannya tampang seperti sarang tawon.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hepar disimpan di dalam kanalikuli, kemudian dialirkan ke

duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar

dari hepar sebagai duktus hepatikus kanan dan duktus hepatikus kiri, kemudian keudanya

membetuk duktus biliaris komunis.

Tabel 1. Komposisi cairan empedu

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu

Air 97,5 gm% 95 gm%

Garam empedu 1,1 gm% 6 gm%

Bilirubin 0,04 gm% 0,3 gm%

Kolesterol 0,1 gm% 0,3-0,9 gm%

Asam lemak 0,12 gm% 0,3-1,2 gm%

Lecithin 0,04 gm% 0,3 gm%

Elektrolit - -

Empedu dialirkan sebagai akibat dari kontraksi dan pengosongan parsial kandung

empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke duodenum. Lemak

akan merangsang sekresi hormone kolesistokinin dari mukosa duodenum, kemudian hormone ini

akan masuk ke darah dan mengakibatkan kontraksi dari kandung empedu. Pada saat yang sama,

otot polos yang terletak pada distal duktus koledukus dan ampula relaksasi, sehingga

memungkinkan masuknya empedu ke dalam duodenum. Garam-garam empedu sangat penting

untuk proses emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan serta absorbs

lemak.

Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:

Hormonal

5

Page 11: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum

akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas.

Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

Neurogen

Stimulasi  vagal  yang  berhubungan  dengan  fase  Cephalik  dari  sekresi

cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan

kontraksi dari kandung empedu

Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai

Sphincter Oddi. Sehingga  pada  keadaan  dimana  kandung empedu lumpuh, cairan empedu

akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan

neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

b. Garam Empedu.

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam

yaitu: Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.

Fungsi garam empedu adalah:

Menurunkan  tegangan  permukaan  dari  partikel  lemak  yang  terdapat

dalam makanan,  sehingga  partikel  lemak  yang  besar  dapat  dipecah

menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

Membantu absorbsi  asam lemak,  monoglycerid,  kolesterol  dan vitamin yang larut

dalam lemak. Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman

usus  dirubah menjadi  deoxycholat  dan lithocholat.  Sebagian besar  (90 %)

garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus

sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat.

Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga

bila ada gangguan pada daerah tersebut  misalnya  oleh karena radang atau

reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.

6

Page 12: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

c. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme

bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera

berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat  oleh albumin. 

Sebagian bilirubin bebas diikat  oleh zat  lain (konjugasi) yaitu 80% oleh

glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria

maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.

Faktor Resiko

Pembentukan batu empedu dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga semakin banyak faktor

resiko maka semakin besar kesempatan untuk mengalami kolelitiasis. Berikut beberapa faktor

resiko kolelitiasis(1) :

a. Jenis kelamin.

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan

pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eksresi

kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan yang meningkatkan kadar esterogen juga

meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon

(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan

aktivitas pengosongan kandung empedu.

b. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang

dengan usia >60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan

usia yang lebih muda.

c. Berat badan

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk

terjadi kolelitiasis. Tingginya BMI menunjukkan kadar kolesterol dalam kandung

empedu cenderung tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi

kontraksi/pengosongan kandung empedu.

7

Page 13: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

d. Makanan

Intake rendah klorida dan kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi

gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat

menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Riwayat keluarga.

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan

dengan tanpa riwayat keluarga.

f. Aktifitas fisik.

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis.

Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

g. Gangguan pada usus halus.

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah Crohn disease,

diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

h. Nutrisi intravena jangka lama.

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk

berkontraksi karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal sehingga resiko

untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu

Etiologi

Penyebab batu empedu dan batu saluran empedu masih belum diketahui dengan sempurna,

akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme

yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung

empedu.

a. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam

pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol, mengekresi

empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap

8

Page 14: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk

membentuk batu empedu. Perubahan komposisi lainnya yaitu yang menyebabkan batu

pigmen adalah terjadi pada penderita dengan high heme turnover. Penyakit hemolisis

yang berkaitan dengan batu pigmen adalah sickle cell anemia, hereditary spherocytosis,

dan beta-thalasemia. Selain itu terdapat juga batu campuran, batu ini merupakan

campuran dari kolesterol dan kalsium bilirubinat. Batu ini sering ditemukan hampir

sekitar 90% pada penderita kolelitiasis.

b. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,

perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi

kandung empedu atau spasme spingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan stasis.

Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan

keterlambatan pengosongan kandung empedu.

c. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus

meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat

presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding

panyebab terbentuknya batu.

Klasifikasi Batu Empedu

Terdapat 3 tipe batu Empedu(2), yaitu:

a. Batu Empedu Kolesterol

Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium

karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan

bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa

soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada

yang seperti buah murbei.

Batu Kolesterol terjadi kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini

akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu

tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah

pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-

sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi

pengendapan.

9

Page 15: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

b. Batu Empedu Pigmen

Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen,

tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat

berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan

berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.

Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut

dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.

c. Batu Empedu Campuran

Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan terdiri atas kolesterol,

pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit mengandung

kalsium sehingga bersifat radiopaque.

Patofisiologi

Pembentukan Batu

Batu kolesterol

Terdapat 3 fase dalam pembentukan batu kolesterol(1,2), yaitu :

Fase supersaturasi.

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak

larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle

yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi

lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol

terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai

1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini

bisa mencapai 1: 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap. Kadar

kolesterol akan relative tinggi pada keadaan sebagai berikut:

o Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan

lecithin jauh lebih banyak.

10

Page 16: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

o Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi

supersaturasi.

o Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

o Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan

tinggi.

o Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada

gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan

sirkulasi enterohepatik).

o Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar

chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan

batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain

menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

Fase pembentukan inti batu.

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu

heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang

lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol

sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.

Fase Pertumbuhan batu menjadi besar.

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk

bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung

empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk

akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu

lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti

batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan,

pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi,

karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi

mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal

kolesterol dan sukar dipompa keluar.

Batu bilirubin/Batu pigmen.

Batu bilirubin terdiri atas 2, yaitu :

Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).

11

Page 17: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

Batu pigmen murni (batu non infeksi).

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:

Saturasi bilirubin.

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit

yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sickle cell. Pada keadaan

infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi

unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b-

glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan

empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.

Pembentukan inti batu.

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh

bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55

% batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris

lumbricoides. sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah

dari cacing tambang.

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan

pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu

empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu

yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana

mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah

keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan

konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan

material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam

empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu

menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium,

bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang

terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah

12

Page 18: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary

stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu.

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/

menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung

empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat

terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat

terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya

kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat

juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga

berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis

sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya

peritonitisgeneralisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi

dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap

asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus

koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan

pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya

fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian

tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.

13

Page 19: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

Gambar 2. Kelainan pada sistem biliaris

Manifestasi Klinis

Penderita  batu  kandung  empedu  baru  memberi  keluhan  bila  batu  tersebut

bermigrasi  menyumbat  duktus  sistikus  atau  duktus  koledokus,  sehingga  gambaran klinisnya

bervariasi  dari  yang tanpa gejala (asimptomatik),  ringan sampai  berat  karena adanya

komplikasi.

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier  yang 

timbul  menetap/konstan.  Rasa  nyeri  kadang-kadang  dijalarkan  sampai  di daerah subkapula

disertai  nausea,  vomitus  dan dyspepsia,  flatulen dan lain-lain.  Pada pemeriksaan fisik

didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan

tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada  20  % kasus,  umumnya 

derajat  ringan  (bilirubin  <  4,0  mg/dl).  Apabila  kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya

batu di saluran empedu ekstra hepatic. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian

besar pasien. Nyeri visceral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus

oleh batu.3

istilah  kolik  bilier  tersirat  pengertian  bahwa  mukosa  kandung  empedu  tidak

memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari,

berlangsung lama antara 30 – 60 menit,  menetap,  dan nyeri  terutama timbul  di daerah

epigastrium.  Nyeri  dapat menjalar ke abdomen kanan,  ke pundak,  punggung,  jarang ke

abdomen kiri  dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala

dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.

Diagnosis  dan  pengelolaan  yang  baik  dan  tepat  dapat  mencegah  terjadinya komplikasi 

yang berat.  Komplikasi  dari  batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis

14

Page 20: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus  batu  empedu, 

abses  hepatik  dan  peritonitis  karena  perforasi  kandung  empedu.

Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar

(90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi

duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut.

Pasien  dengan  kolesistitis  kronik  biasanya  mempunyai  kolelitiasis  dan  telah sering

mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan

fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai  penyakit  lain seperti koledo kolitiasis,

panleneatitis dan kolangitis.

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus 

(koledokolitiasis  sekunder)  atau batu empedu  dapat  juga  terbentuk  di  dalam saluran empedu 

(koledokolitiasis  primer).  Perjalanan penyakit  koledokolitiasis  sangat bervariasi  dan sulit 

diramalkan yaitu mulai  dari  tanpa gejala sampai  dengan timbulnya ikterus obstruktif yang

nyata. Batu  saluran  empedu  (BSE)  kecil  dapat  masuk  ke  duodenum spontan  tanpa

menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi  temporer  di  ampula vateri  sehingga timbul

pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak  keluar 

spontan akan tetap berada  dalam saluran empedu  dan dapat  membesar.

Gambaran  klinis  koledokolitiasis  didominasi  penyulitnya  seperti  ikterus  obstruktif,kolangitis

dan pankreatitis.

Gambar 3. Manifestasi klinis kolelitiasis

15

Page 21: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

Diagnosis

Penegakkan diagnosis kolelitiasis dengan atau tanpa penyakit penyerta lainnya dilakukan melalui

proses anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.4

a. Anamnesis

     Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu: asimptomatik (adanya batu

empedu  tanpa  gejala),  simptomatik  (kolik  bilier),  dan  kompleks  (  menyebabkan

kolesistitis,  koledokolitiasis,  serta  kolangitis).  Sekitar  60-80  %  kolelitiasis  adalah

asimptomatik.

Setengah sampai  duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis.  Keluhan

yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan

berlemak.  Pada yang simtomatis,  keluhan utama  berupa nyeri  di  daerah epigastrium,

kuadran  kanan  atas  atau  perikomdrium.  Rasa  nyeri  lainnya  adalah  kolik bilier  yang

mungkin berlangsung lebih dari  15 menit,  dan kadang baru menghilang beberapa jam

kemudian.  Timbulnya  nyeri  kebanyakan perlahan-lahan tetapi  pada 30% kasus timbul

tiba-tiba.

Penyebaran nyeri  pada punggung bagian tengah,  skapula,  atau ke puncak bahu,

disertai mual dan muntah.  Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri

berkurang  setelah  menggunakan  antasida.  Kalau  terjadi  kolelitiasis,  keluhan  nyeri

menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.

b. Pemeriksaan Fisik.

o Batu kandung empedu.

Apabila  ditemukan  kelainan,  biasanya  berhubungan  dengan  komplikasi,

seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum,  hidrop kandung

empedu,  empiema  kandung  empedu,  atau  pangkretitis.  Pada  pemeriksaan

ditemukan nyeri  tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis

kandung  empedu.  Tanda  Murphy  positif  apabila  nyeri  tekan  bertambah

sewaktu  penderita  menarik  nafas  panjang  karena  kandung  empedu  yang

meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik

nafas.

16

Page 22: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

o Batu saluran empedu.

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.  Kadang

teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah

kurang  dari  3  mg/dl,  gejal  ikterik  tidak  jelas.  Apabila  sumbatan  saluran

empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.

c. Pemeriksaan Penunjang

o Pemeriksaan laboratorium

Batu  kandung  empedu  yang  asimtomatik  umumnya  tidak  menunjukkan

kelainan  pada  pemeriksaan  laboratorium.  Apabila  terjadi  peradangan  akut,

dapat  terjadi  leukositosis.  Apabila  terjadi  sindroma mirizzi,  akan ditemukan

kenaikan  ringan  bilirubin  serum akibat  penekanan  duktus  koledukus  oleh

batu. Kadar  bilirubin  serum yang  tinggi  mungkin  disebabkan  oleh  batu  di

dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar

amilase serum biasanya meningkat  sedang setiap setiap kali  terjadi  serangan

akut.

o Pemeriksaan Radiologis.

Foto polos abdomen.

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas

karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat

radioopak.

Gambar 4 . gambaran kolelitiasis pada foto polos

Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar

kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut

dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu

17

Page 23: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang

menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

Pada foto polos abdomen dapat dilihat gas atau kalsium didalam traktus

biliaris. Kira-kira 10-15% batu kantung empedu mengapur (kalsifikasi)

dan dapat  diidentifikasi sebagai  batu kandung empedu pada foto polos. 

Mungkin pula penimbunan kalsium di dalam kandung empedu  yang 

mirip  bahan kontras.  Kadang-kadang dinding kandung

empedu mengapur (kalsifikasi) yang disebut  porcelain gallbladder, yang

penting sebab dari hubungan kelainan ini dengan karsinoma kandung

empedu.

Gas  dapat  terlihat  dipusat  kandung  empedu  gambaran  berbentuk 

segitiga (mercedez-sign), gas didalam duktus biliaris menyatakan secara

tidak langsung hubungan abnormal anatara gas kandung empedu atau

duktus choledochus. Ini dapat disebabkan oleh penetrasi ulkus duedeni ke

dalam traktus biliaris atau erosi batu kedalam lambung, duodenum atau

kolon. Gas kadang-kadang terlihat didalam duktus sebagai manifestasi

cholangitis disebabkan oleh organisme pembentuk gas. Gas di dalam

kandung empedu dan dindingnya (emphysematous cholecystitis) adalah

manifestasi dari infeksi serupa dan biasanya timbul pada diabetes,

sekunder terhadap kemacetan dari arteri kistik disebabkan diabetic

angiopathy.

Gas didalam vena porta, tampak perifer di dalam hepar, menyatakan

secara tidak langsung usus necrosis tetapi itu dapat terjadi dengan

cholecystitis hebat.

Ultrasonografi dapat pula untuk menemukan masa intra luminal selain

dari pada batu, seperti adenoma, polip kolestrol dan karsinoma kandung

empedu. Kolesistografi telah berkembang sebagai studi dinamik dari

patologi fisiologi dari sistem biliaris. Injeksi intravena dari technitium

labeled imminodiacetic acid compounds memberikan imaging segera

dari kandung empedu dan radioaktivitas dapat diikuti ke dalam

duodenum.

18

Page 24: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

Pada Kolelitiasis, Batu empedu akan terlihat sebagai gambaran

hiperekoik yang bebas pada kandung empedu serta khas membentuk

bayangan akustik dibawahnya. Batu yang kecil dan tipis kadang-kadang

tidak memperlihatkan bayangan akustik. Pada keadaan yang meragukan

perubahan posisi penderita, misalnya duduk, sangat membantu.

Pada penderita-penderita yang diduga dengan obstruksi saluran empedu,

USG merupakan pemeriksaan pertama dari serangkaian prosedur

pencitraan. Saluran empedu intra hepatic akan mudah dilihat bila terjadi

pelebaran karena selaluberjalan periportal anterior. Hal ini menjadi sangat

penting karena pelebaran saluran empedu ini kadang-kadang sudah

terlihat sebelum bilirubin darah meningkat.

Bila kita ragu-ragu apakah suatu duktus koledukus melebar arau tidak,

maka pemeriksaan dilakukan setelah penderita diberi makan lemak lebih

dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus koledukus, maka setelah fatty

meal tersebut akan terlihat lebih lebar, sedangkanpelebaran fisiologik,

misalnya pada usia tua, diman elastisitas dinding saluran sudah

berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih kecil.

Pada dasarnya lebar saluran empedu sangat bergantung pada berat atau

tidaknya obstruksi yang terjadi. Pada penderita-penderita yang

mengalami obstruksi sebagian (partial obstruction) baik disebabkan oleh

duktus koledukus, tumor papila vateri ataukolangitis sklerosis, kadang-

kadang tidak memperlihatkan pelebaran saluran empedu sama sekali,

tetapi mungkin saja dijumpai pelebaran yang berkala.

Pada setiap pelebaran duktus koledukus, pemeriksaan terhadap kaput

pankreas dan duktus pankreatikus wirsungi adalah sangat membantu

dalam menentukan lokasi sumbatan tersebut. Pada umumnya terhadap

penderita-penderita dengan ikterus yang tidak ditemukan adanya

saluran empedu yang melebar, maka dugaan kita beralih kepada

kelainan-kelainan parenkim hati misalnya pada sirosis hati, hepatitis,

maupun metastasis, yang pada umumnya dapat dibedakan dari parenkim

hati normal.

19

Page 25: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

Pelebaran saluran empedu merupakan tabung (tubukus) yang anekoik

(cairan) dengan dinding hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering

berlobulasi. Kadang-kadang berkonfluensi membentuk gambaran

stellata yang tidak terdapat pada vena portae. Pada dinding bawah

bagian posteriornya mengalami penguatan akustik (acoustic

enhancement), kadang-kadang dijumpai suatu keadaan dimana lokasi

obstruksi traktus biliaris sangat sukar dideteksi, maka pemeriksaan

lanjutan seperti kolangiografi transhepatik (PTC) atau retrograd

endoskopik kolangiopankreatikografi (ERCP) sangat diperlukan.

Kekurangan pengisian kandung empedu menunjukkan adanya

obstruksi duktus sistikus dan tanda-tanda kolesistitis akuta.

Kolesskintigrafi salah satu prosdur yang dapat mendeteksi obstruksi

duktus biliaris sebelum dilatasi duktus timbul dan dapat dilihat dengang

ultrasounografi. Berguna untuk mendeteksi atresia biliaris pada neonatus

dan kebocoran empedu oleh berbagai penyebab.

Endoscopy Retrograde Cholangiography (ERC)

Memberi injeksi langsung duktus koledokus dengan bahan kontras. Ini

nilai spesial dalam mendeteksi batu di dalam duktus koledokus dan

radang serta kelainan neoplastik duktus. Papilotomi, biopsi, mencari

keterangan batu dari duktus biliaris, striktura dilatasi dan penempatan

nasobiliari stent untuk membebaskan obstruksi semua mungkin dengan

ERCP (Percutaneus Transhepatic Cholangiography” dilakukan dengan

penyuntikan bahan kontras dibawah fluoroscopy melalui jarum sempit,

gauge berada di dalam parenkim hati.ini penting, sama alasannya dengan

20

Page 26: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

Gambar 5 . ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstra dan

intrahepatik

ERC dan keuntungannya memungkinkan operator mengadakan drainage

empedu, bila perlu biopsi jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan

cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage stents dpat

dikerjakan secara percutan.

Computed tomography (CT)

CT tidak begitu bernilai dalam mengevaluasi kandung empedu

dan sistem duktus dari pada metoda yang lain, tetapi berguna pada studi

neoplasma parenkim hati. Dalam penentuan gas di dalam vena porta lebih

sensitif dari pada foto polos. CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi

dan menentukan komposisi batu.

Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas

yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran

saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga

dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau

udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang

terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena

terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum

rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas

daripada dengan palpasi biasa.

Pada saat ini kegunaan utama USG dalam pemeriksaan saluran

empedu adalah untuk menentukan ikterus, apakah berasal dari kelainan

hepatoseluler atau karena obstruksi saluran empedu. Namun demikian

sampai saat ini belum ada zat kontras yang dapat digunakan seperti

halnya pada kolesistografi. Di dalam parenkim hati, kita harus dapat

21

Page 27: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

membedakan pelebaran saluran empedu dari vena hepatika serta vena

porta.

Ultrasonografi kandung empedu (GB-US) telah menggantikan

kolesistografi oral sebagai cara imaging utama karena ini menawarkan

bermacam-macam keuntungan yaitu tidak mempergunakan sinar x, tidak

perlu menelan kontras.

Gambar 6 . gambaran kolelitiasis pada USG

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik

karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu

radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.

Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,

kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis

karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.

Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi

kandung empedu.

Gambar 7. gambaran kolelitiasis pada kolesistografi

22

Page 28: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

Kolesistografi oral ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu

dan banyak diadakan perubahan kontras nontoxic iodinated organic

compound diberikan oral yang diserap didalam usus kecil, diekskresi

oleh hati dan dipekatkan di dalam empedu memberikan kesempatan

untuk menemukan batu kandung empedu yang tidak mengapur sebelum

operasi. Dapat pula dideteksi kelainan intra abdominal lain dari

kandung empedu.

Kolesistografi intra vena dikerjakan sebagai pengganti kolesistografi oral.

Bahan kontras di pergunakan adalah iodipamide (biligrafin yang

mengandung iodine 50%).

Tatalaksana

Penatalaksanaan kolelitiasis berdasarkan klinis pasien, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

terdapat simptomatis, asimptomatis kolelitiasis dan kolelitiasis yang disertai dengan komplikasi.

a) Batu empedu asimtomatik5

Pada umumnya, kolesistektomi profilaksis saat ini tidak dianjurkan untuk

penanganan batu empedu yang asimptomatik. Hal ini disebabkan rendahnya kejadian

timbulnya gejala ataupun komplikasi pada penderita batu empedu yang asimptomatik.

Hal ini juga berlaku pada penderita diabetes. Meski demikian, karena tingginya

morbiditas dan mortalitas pada operasi emergensi pada pasien diabetes, penanganan

segera dilakukan begitu gejala awal timbul. Kolesistektomi insidental pada pasien batu

empedu asimtomatik yang menjalani operasi abdomen nonbilier. Yang pasti,

kolesistektomi insidental tidak dianjurkan pada pasien dengan risiko komplikasi tinggi,

misalnya pada sirosis dan hipertensi portal. Tidak didapatkan data yang cukup mengenai

tindakan kolesistektomi profilaksis pada pasien dengan anemia sel sabit, kolelitiasis

asimptomatik pada anak, pasien dengan terapi imunosupresi, yang akan menjalani

23

Page 29: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

transplantasi, dan mereka yang tidak dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang

memadai untuk jangka panjang. Risiko kanker kandung empedu pada pasien kolelitiasis

juga sangat rendah (1/1000 pasien pertahun), kecuali pada pasien dengan kandung

empedu yang mengalami kalsifikasi (porcelain gallbladder), yang mempunyai risiko

kanker hingga 25%, bahkan pada kandung empedu yang tidak mengandung batu.

b) Batu Empedu Simptomatik

Jika penderita batu empedu mulai mengalami keluhan (simptomatik), angka

rekurensi tinggi. Karenanya, setiap pasien perlu diterapi. Kesulitan yang dialami adalah

menentukan gejala mana yang disebabkan oleh batu empedu. Nyeri bilier yang khas

adalah nyeri yang hebat, episodik, berlokasi pada epigastrium atau kanan atas, berakhir 1-

5 jam, dan dapat membangunkan pasien saat tidur di malam hari. Hampir 90% pasien

dengan keluhan khas ini dapat hilang keluhannya setelah diterapi. Pasien dengan risiko

tinggi untuk anestesi umum diterapi secara nonoperatif. Hasil dari penanganan pasien

dengan batu empedu kurang memberikan hasil yang memuaskan pada pasien dengan

keluhan nyeri yang tidak khas ataupun dengan keluhan dispepsia (intoleransi makanan

berlemak, kembung, dan sering bersendawa). Pada penderita tersebut, sebaiknya

dilakukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut untuk mencari penyebab lain, seperti

irritable bowel syndrome (IBS), ulkus peptikum, atau refluks esofageal.

c) Kolelitiasis dengan komplikasi

batu empedu mempunyai potensi membahayakan jiwa dan perlu penanganan yang sesuai

dan segera, sesuai dengan jenis komplikasi yang timbul. Pada kolesistitis akut

penanganan kolesistektomi dini (24-48 setelah gejala awal timbul) kini lebih banyak

dianut ketimbang kolesistektomi yang ditunda. Pada kolangitis, terapi meliputi terapi

suportif, antibiotika, dan dekompresi. Terapi sindrom Mirizzi tipe I adalah

kolesistektomi, sedangkan tipe II meliputi parsial kolesistektomi dan anastomosis

bilioenterik

Penatalaksanaan Non- Bedah.6

24

Page 30: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

- Disolusi

Terapi disolusi dengan asam kenodeoksikolat (chenodeoxycholic acid, CDCA) pertama

kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an. Mekanisme kerjanya dengan mereduksi

sifat lithogenik dan derajat saturasi kolesterol dengan asam empedu melalui inhibisi

selektif terhadap enzim hydroxymethylglutaryl (HMG)-CoA reduktase yang berperan

dalam biosintesis kolesterol. Namun, karena efektivitasnya yang rendah dan dengan

mempertimbangkan efek samping yang ditimbulkan, penggunaannya tergantikan oleh

asam ursodeoksikolat. Penggunaan asam empedu untuk melarutkan batu empedu cukup

efektif pada pasien simptomatik dengan batu kolesterol kecil (kurang dari 5 mm) yang

mengambang pada kandung empedu yang fungsional. Keadaan ini ditemukan pada 15%

pasien batu empedu simptomatik. Terapi ini membutuhkan pemberian obat selama 6-12

bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Keefektivan terapi ini mencapai

60% pada batu berukuran kurang dari 10 mm dan 90% pada batu empedu berukuran

kurang dari 5 mm. Tetapi, hampir separuhnya mengalami rekurensi dalam 5 tahun.

Angka rekurensi lebih rendah pada batu tunggal, individu yang tidak gemuk, dan

penderita muda. Saat ini, indikasi terapi disolusi dengan asam empedu terbatas pada

pasien dengan kondisi komorbid yang tidak memungkinkan operasi secara aman dan

pada pasien yang menolak operasi.

- Disolusi kontak

Di akhir tahun 1980-an, kelompok peneliti dari klinik Mayo memperkenalkan konsep

kolesistolitolisis transhepatik secara perkutan. Metode ini didasarkan pada prinsip PTC

dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke kandung empedu. Dengan anatesi lokal,

pigtail catheter dimasukkan perkutan melalui parenkim hati ke dalam kandung empedu.

Hal ini dapat dilakukan dengan tuntunan fluoroskopi atau USG. Pelarut poten kolesterol,

seperti methyltert-butylether dan monooctanoin, kemudian diinfuskan secara langsung ke

dalam kandung empedu. Pada pemberian methyltert-butylether, pembatasan waktu

kontak antara instilasi dan aspirasi sangat diperlukan untuk mencegah tumpahnya pelarut

ini ke dalam duktus biliaris. Bila hal ini terjadi, keluhan nyeri perut yang transien dan

duodenitis dapat timbul. Angka rekuresi tindakan ini mencapai 10% pertahun.

25

Page 31: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

- Litotripsi (ExtracorporalShock WaveLithotripsy, ESWL)

ESWL diperkenalkan pada pertengahan tahun 1980-an. Para peneliti di Jerman

mendapatkan hasil hilangnya batu pada 95% pasien simptomatik dengan batu empedu

yang tidak mengalami kalsifikasi dengan diameter berukuran kurang dari 20 mm pada

kandung empedu yang fungsional. Keberhasilan mencapai 60% pada batu serupa yang

berukuran 20-30 mm. Kelompok yang diindikasikan mendapat terapi ini mencakup 16%

pasien batu empedu yang simptomatik secara keseluruhan. Efektivitas ESWL

memerlukan terapi adjuvan asam ursodeoksikolat. Rekurensi jarang timbul pada pasien

dengan batu tunggal, namun lebih sering pada batu multipel. Komplikasi ESWL

umumnya ringan, seperti peningkatan sementara kadar enzim liver, nyeri bilier sementara

(20-40%), pankreatitis ringan (1-2%), hemobilia dan hematuria (8-14%). Meski

demikian, sampai saat ini FDA belum memberikan izin bagi pemakaian ESWL untuk

terapi batu empedu di Amerika Serikat.

Penatalaksanaan Bedah

- Kolesistektomi terbuka.7

Kolesistektomi terbuka pertama kali diperkenalkan oleh Langenbuch (1882) dan lebih

dari 100 tahun menjadi terapi pilihan untuk mengobati penderita batu empedu yang

simptomatik. Pada laparotomi, visualisasi langsung dan palpasi kandung empedu, duktus

biliaris, duktus sistikus, dan pembuluh darah memungkinkan diseksi dan pengangkatan

batu empedu secara aman dan akurat. Kadang kala kolangiografi intraoperatif dilakukan

sebagai tambahan. Eksplorasi CBD saat operasi bervariasi antara 3-21%. Komplikasi

yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, biloma, dan infeksi.

Kolesistektomi terbuka masih merupakan tindakan pembanding terhadap metode terapi

yang lain dan merupakan alternatif terapi bedah yang aman. Data baru-baru ini

menunjukkan angka mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka yang

elektif hampir mencapai nol persen. Dari 42.000 pasien yang menjalani kolesistektomi

terbuka pada tahun 1989. Angka kematian secara keseluruhan 0,17%, pada pasien kurang

dari 65 tahun, angka kematian 0,03% sedangkan pada penderita di atas 65 tahun, angka

kematian mencapai 0,5%. Komplikasi pascaoperasi yang sering dijumpai dibagi menjadi

26

Page 32: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

komplikasi bilier dan nonbilier. Komplikasi tersering adalah sisa batu pada CBD, leakage

atau fistula bilier, atau trauma traktus bilier.

Post-cholecystectomy syndrome8 adalah keluhan nyeri epigastrium atau perut kanan atas

yang episodik dan tidak berkaitan dengan makanan setelah seseorang menjalani

kolesistektomi. Nyeri tersebut biasanya berupa kolik dan intemiten, namun dapat pula

konstan dan berlangsung 24-48 jam. Biasanya mengenai seorang perempuan setengah

baya yang pernah kolesistektomi beberapa bulan atau tahun sebelumnya. Jika nyeri

mereda, pemeriksaan abdomen dan laboratorium biasanya normal. Etiologi pasti

timbulnya nyeri tidak jelas. Dugaan yang umum adalah adanya peningkatan tekanan di

dalam ampula Vateri karena obstruksi intermiten dari sfinkter Oddi. Hal ini dapat timbul

akibat kelainan organik (batu, neoplasma duktus, fibrosis papiler) atau kelainan

fungsional mekanisme sfinkter akibat diskinesia bilier. Asumsi lain yang berkembang

adalah adanya cystic stump syndrome, yaitu terbentuknya batu pada sisa duktus sistikus

yang panjang, dan cystic duct neuroma, berupa jaringan saraf yang mengalami transeksi

dan terperangkap di dalam jaringan fibrosis serta menghasilkan nyeri. Adanya nyeri

pasca operasi juga perlu dipikirkan penyebab lain.

- Kolesistektomi minilaparotomi

Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi yang lebih kecil dengan

efek nyeri pascaoperasi yang lebih rendah.

- Kolesistektomi laparoskopi

Dikembangkan sejak tahun 1987, kolesistektomi laparoskopi sekarang menjadi terapi

pilihan untuk penderita batu empedu yang simptomatik. Di seluruh dunia, 75% tindakan

kolesistektomi dilakukan dengan laparoskopi. Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri

pascaoperasi yang lebih minimal, pemulihan yang lebih cepat, hasil kosmetik yang lebih

baik, menyingkatkan masa perawatan di rumah sakit, dan biaya yang lebih murah.

Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontraindikasi absolut serupa

dengan tindakan terbuka, yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anastesi umum dan

koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Tindakan ini mempunyai angka morbiditas dan

mortalitas yang minimal. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis,

27

Page 33: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

leakage dari stump duktus sistikus, dan trauma duktus biliaris. Risiko trauma duktus

biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5-1%. Kolesistitis akut

awalnya menjadi kontraindikasi relatif untuk menjalani kolesistektomi laparoskopi.

Namun ternyata, bila dilakukan sesuai dengan prosedur, tindakan laparoskopi dapat

dilakukan dengan aman. Pada kondisi klinis kolesistitis akut ini, operator harus

memahami kesulitan teknik yang mungkin timbul, lama operasi yang lebih panjang, serta

besarnya kemungkinan konversi tindakan menjadi kolesistektomi terbuka (25%).

- Kolesistostomi

Drainase kandung empedu, dikombinasikan dengan pengambilan batu, dapat dilakukan

secara perkutan atau melalui operasi dengan anatesi lokal. Indikasinya terbatas pada

pasien dengan risiko operasi yang buruk dan pasien batu empedu obstruksi dengan

keadaan umum yang jelek. Kadang-kadang, kolesistostomi merupakan pilihan jika

kolesistektomi terbuka tidak aman untuk dilakukan. Angka kematian mencapai 10-12%,

biasanya berkaitan dengan penyakit penyerta.

- Kolangiografi intraoperative

Kemajuan bedah laparoskopi menjadikan tindakan kolangiografi intraoperatif menjadi

perdebatan. Tindakan kolangiografi intraoperative pada pasien yang menjalani

kolesistektomi terbuka dilakukan secara selektif, yaitu pada pasien dengan

koledokolitiasis yang teraba, distensi CBD dan adanya batu empedu yang multipel.

Namun demikian, belum ada kesepakatan pemakaiannya pada tindakan secara

laparoskopi. Peran kolangiografi, bagaimanapun, cukup membantu dalam mendeteksi

batu di CBD dan mengkonfirmasi adanya kelainan anatomis pada duktus.

- Kholedoskopi intraoperatif pada eksplorasi terbuka CBD

Pada kebanyakan laporan operasi dikatakan batu empedu yang tertinggal saat eksplorasi

CBD berkisar 10 %, akan tetapi dengan kolangiografi intraoperatif dapat menurunkan

insidensi. Banyak yang menganjurkan penggunaan koledoskopi untuk menurunkan

insidensi batu empedu yang tertingal.

- Operasi untuk batu CBD

Sekitar 12% pasien kolelitiasis simptomatik yang menjalani operasi juga disertai adanya

koledokolitiasis. Indikasi adanya kolelitiasis 90% ditunjukkan dengan adanya riwayat

ikterus, kolangitis, pankreatitis, dan tes fungsi hepar yang abnormal. Terapi yang optimal

28

Page 34: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

meliputi pengangkatan batu pada CBD dan kandung empedu. Hal ini dapat dikerjakan

dengan dua tahap, yaitu ERCP yang dikuti dengan kolesistektomi laparoskopi atau

melalui satu tahap yaitu kolesistektomi dan eksplorasi CBD secara laparoskopi ataupun

dengan operasi terbuka. Angka morbiditas dan mortalitas bedah terbuka lebih tinggi dari

tindakan laparoskopi. Berdasarkan penelitian terakhir efektifitas tindakan eksplorasi CBD

secara laparoskopi tidak berbeda bermakna dengan ERCP dalam mengangkat batu CBD.

Pilihan diantara keduanya tergantung pada kemampuan sarana dan keahlian.

Pada pasien yang tua dan lemah, ERCP dan sfinkterotomi serta ekstraksi batu tanpa

kolesistektomi dapat dipertimbangkan, mengingat timbulnya gejala lebih lanjut hanya

terjadi pada 10% kasus. Jika dicurigai adanya batu CBD pada pasien yang sudah

menjalani kolesistektomi, ERCP dapat digunakan untuk mendiagnosis dan mengekstraksi

batu. Pengangkatan batu menggunakan dormia basket atau balon. Untuk batu yang

multipel, pigtail stent diinsersi untuk drainase empedu; hal ini akan memungkinkan

keluarnya batu. Batu yang besar atau keras dihancurkan dengan litotriptor mekanik. Jika

ERCP tidak memungkinkan, batu diangkat secara bedah.

29

Page 35: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

BAB III

KESIMPULAN

Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran

empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di

dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis. Batu empedu biasanya menimbulkan gejala dan

keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu, gambaran

klinis penderita batu empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar

bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone). Kejadian batu kandung empedu atau kolelitiasis di

negara-negara industri antara 10- 15%. Di Amerika Serikat, insiden kolelitiasis diperkirakan 20

juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari

batu pigmen dan komposisi yang bervariasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Divisi

Hepatologi, Departemen IPD FKUI/RSCM Jakarta tahun 2009 pada 51 pasien didapatkan batu

pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien. Prevalensi tergantung pada jenis

kelamin, usia, etnis, dan lain sebagainya. Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada

wanita. Faktor resiko batu empedu memang dikenal dengan 4-F, yaitu Fatty (gemuk), Fourty (40

Th ), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita lebih beresiko mengalami batu empedu karena

pengaruh hormon estrogen.

Walaupun batu empedu dapat terjadi di mana saja dalam saluran empedu, namun batu

kandung empedu ialah yang tersering didapat. Bila batu empedu ini hanya berada dalam kandung

empedu biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Gejala-gejala yang biasanya timbul bila

batu ini keluar menuju duodenum melalui saluran empedu dapat menyebabkan kolik bilier akibat

iritasi, hidrops, atau empiema akibat obstruksi duktus sisitikus. Bila obstruksi terjadi pada duktus

koledokus maka dapat terjadi kolangitis ascendens, ikterus, dan kadang-kadang sirosis bilier.

Jika batu kandung empedu tidak menimbulkan gejala biasanya pasien tidak memerlukan

tindakan operasi, namun cukup dengan pemberian obat-obatan. Meski demikian, kebanyakan

kasus batu kandung empedu yang membutuhkan tindakan operasi yang disebut kolesistektomi.

Saat ini operasi sudah biasa dilakukan dengan laparaskopi atau bedah minimal. Dengan hanya

sayatan kecil, proses pemulihannya dapat lebih cepat. Bedah minimal juga hanya menimbulkan

30

Page 36: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

sedikit nyeri dan kalaupun terjadi komplikasi hanya ringan saja, tidak seperti bedah terbuka. Ada

pula kasus yang mengharuskan kandung empedu diangkat. Walaupun organ ini sudah dibuang,

seseorang tetap bisa melanjutkan kehidupannya dengan normal dan produktif karena sebenarnya

kandung empedu hanya berfungsi sebagai tempat penampungan. Setelah menjalani

pengangkatan kandung empedu, pasien sebaiknya memperhatikan pola makan, yaitu dengan

membatasi asupan makanan berlemak atau berminyak. Pengobatan pada kolelitiasis tergantung

pada tingkat dari penyakitnya.

31

Page 37: REFERAT CHOLELITHIASIS BEDAH

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat. Saluran empedu dan hati. In:Buku Ajar Ilmu Bedah. 2002. Jakarta:EGC.

p.663-9.

2. Meyers WC, Jones RS. Gallstones. In: Textbook of liver and biliary surgery. JB

Lippincott Co:Philadelphia.1990.p.228

3. Harris HW. Billiary system. In:Surgery, Basic science and clinical evidence. Norton JA

et al:New York.2000.p.553-84

4. Beckingham IJ. Gallstones disease, clinical review. In:BMJ.2001.p.91-4

5. Gallstones and laparoscopic cholecystectomy. National institute of health concensus

development conference statement.1992.19(3).p.1-2.

6. Giurgiu DIN, Roslyn JJ. Calculous Biliary Diseases, In: Nyhus Greenfield Mastery of

Surgery; 3rd e d; CR-Room. WB Saunders Co,chapter 41.

7. Munson JW, Sanders LE. Cholecystctomy revisited. In: The Surgical Clinics of North

America, Vol. 74, No. 4, 1994: 741-54

8. Moody,Frank G; Kwong, Karen; PostChloecystectomy syndrome; in the Practise of

General surgery; Bland Kirby I;1st ed: W B Sauders:Philadelphia.2002.p.653-8.

32