28
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dermatitis berasal dari kata derm/o" (kulit) dan –itis (radang/inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan di mana kulit mengalami inflamasi. Klasifikasi dermatitis saat ini masih beragam. Salah satu jenis dermatitis adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak merupakan inflamasi non infeksi pada kulit yang diakibatkan oleh senyawa yang kontak dengan kulit tersebut. Secara umum, dermatitis kontak dibagi menjadi dua: dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. 1,2,3 Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah suatu reaksi peradangan yang disebabkan paparan zat alergen pada kulit yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh antigen spesifik limfosit T pada kulit. Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon imun. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat menderita DKA. 2 Dermatitis kontak merupakan gangguan pada kulit yang paling sering terjadi. Di Amerika Serikat, 90% 1

Referat DKA Kundur by Putri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ndtyfn bdy gggggggggggggn bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb b jjjjjjjjjjjjjjjjjjjj uuuuuuuuuuuuuuuuuuuu fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnvvvvvvvvvvvvvvvv ghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhmyyyyyyyyyyyyyyy

Citation preview

Page 1: Referat DKA Kundur by Putri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dermatitis berasal dari kata derm/o" (kulit) dan –itis

(radang/inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai

suatu keadaan di mana kulit mengalami inflamasi. Klasifikasi dermatitis

saat ini masih beragam. Salah satu jenis dermatitis adalah dermatitis

kontak. Dermatitis kontak merupakan inflamasi non infeksi pada kulit

yang diakibatkan oleh senyawa yang kontak dengan kulit tersebut.

Secara umum, dermatitis kontak dibagi menjadi dua: dermatitis kontak

iritan dan dermatitis kontak alergi.1,2,3

Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah suatu reaksi peradangan yang

disebabkan paparan zat alergen pada kulit yang sebelumnya sudah

tersensitisasi oleh antigen spesifik limfosit T pada kulit. Mekanisme

terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon imun. Hanya

individu yang telah mengalami sensitisasi dapat menderita DKA.2

Dermatitis kontak merupakan gangguan pada kulit yang paling sering

terjadi. Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada

pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter kulit

akibat dermatitis kontak adalah sebesar 4-7%. Di Skandinavia yang

telah lama memakai uji tempel sebagai standar, terlihat insiden dermatitis

kontak lebih tinggi dari pada di Amerika. Bila dibandingkan dengan

dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih

sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka

(hipersensitif). Insiden dermatitis kontak alergik diperkitakan terjadi

pada 0,21% dari populasi penduduk. Secara umum, usia tidak

mempengaruhi. Namun bila hanya ditinjau dari statistik yang ada hal ini

belum valid karena sesungguhnya banyak dermatitis kontak alergi yang

tidak terdiagnosis sehingga tidak dilaporkan. Salah satu penyebab utamanya

1

Page 2: Referat DKA Kundur by Putri

adalah tidak tersedianya alat/bahan uji tempel (patch test) sebagai

sarana diagnostik.5

Ciri umum dari dermatitis kontak ini adalah adanya eritema

(kemerahan), edema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang

dari 5mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter kurang dari 5mm),

vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 5mm), dan krusta.4

Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis lokalisasinya.

Terkadang kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan

kronis, mungkin penyebabnya juga campuran.2 Dermatitis tidak berbahaya,

dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun

demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat

mengganggu.

Pengobatan penderita DKA pada prinsipnya adalah menghindari

pajanan alergen, baik yang bersifat mekanik, fisis, atau kimiawi serta

menyingkirkan faktor yang memperberat. Obat-obatan hanya membantu

mengurangi gejala dan komplikasi yang terjadi.2

1.2. Tujuan

1. Untuk memahami tentang penyakit dermatitis yang berhubungan dengan

penyebab eksogen (alergi dan iritan).

2. Untuk memahami cara membedakan diagnosis dermatitis kontak alergi

dan iritan karena kedua diagnosis ini gambaran lesi sering serupa dan

penyebabnya sama berasal dari kontaktan (eksogen).

1.3. Manfaat

Setelah dicapai hasil pengobatan yang sesuai dari diagnosis yang

tepat, pada prinsipnya adalah menghindari pajanan baik yang bersifat

mekanik, fisis, dan kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat

atau pencetus.

2

Page 3: Referat DKA Kundur by Putri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang

disertai dengan adanya spongiosis/edeme interseluler pada epidermis karena

kulit berinteraksi dengan bahan – bahan kimia yang berkontak atau terpajan

kulit. Bahan- bahan tersebut dapat bersifat toksik ataupun alergik.

Dermatitis kontak sering terjadi pada tempat tertentu dimana alergen

mengadakan kontak dengan kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis

kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non

imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme

imunologik spesifik.2

Dermatitis kontak alergi merupakan dermatitis kontak karena sensitasi

alergi terhadap substansi yang beraneka ragam yang menyebabkan reaksi

peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami hipersensivitas

terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya.2

2.2. Epidemiologi

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita

dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang

kulitnya sangat peka (hipersensitif).2

Dermatitis kontak merupakan gangguan pada kulit yang paling sering

terjadi. Di Amerika Serikat, 90% klaim kesehatan akibat kelainan kulit pada

pekerja diakibatkan oleh dermatitis kontak. Konsultasi dengan dokter kulit

akibat dermatitis kontak adalah sebesar 4-7%. Di Skandinavia yang

telah lama memakai uji tempel sebagai standar, terlihat insiden dermatitis

kontak lebih tinggi dari pada di Amerika. Bila dibandingkan dengan

dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih

sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka

3

Page 4: Referat DKA Kundur by Putri

(hipersensitif). Insiden dermatitis kontak alergik diperkitakan terjadi

pada 0,21% dari populasi penduduk. Secara umum, usia tidak

mempengaruhi.5

2.3. Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering

berupa bahan kimia dengan berat kurang dari 500-1000 Da, yang juga

disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh

potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.

Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa sejenis

menyebabkan reaksi hipersensitvitas tipe lamat pada paparan berulang.

Dermatitis ini biasanya timbul sebagai dermatitis vesikuler akut dalam

beberapa jam sampai 72 jam setelah kontak. Perjalanan penyakit memuncak

pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2 hari bila tidak terjadi paparan

ulang. Reaksi yang palning umum adalah dermatitis rhus, yaitu reaksi alergi

terhadap poison ivy dan poison cak. Faktor predisposisi yang menyebabakn

kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabakan integritas kulit

terganggu, misalnya dermatitis statis.2

Tabel 2.1. Penyebab yang baku dari dermatitis kontak pada berbagai bagian tubuh

Bahan Penyebab

NikelKancing jeans, anting, kalung, jam, gelang, uang

logam

Kromat Pemutih kulit, semen

Formaldehid Pengawet, anting, kosmetik, rokok

Kloroisotiazolin Pengawet dalam krim

Dibromosianobutan Pengawet dalam krim, kosmetik

Merkaptobenzotiazol Produk karet ( sepatu, sarung tangan, kateter)

Tiuram Produk karet, cat rambut, pewarna, baju, stoking

Tumbuh-tumbuhan Poison ivy, tulip

4

Page 5: Referat DKA Kundur by Putri

2.4. Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi

adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated

immune respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit

timbulnya lambat (delayed hypersensitivit), umumnya dalam waktu 24 jam

setelah terpajan dengan alergen. Sebelum seorang pertama kali menderita

dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik

reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya kontak

dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang akan terikat

dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan

diproses leh makrofag dan sel Langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke

sel T. Setelah kontak dengan yang telah diproses ini, sel T menuju ke

kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi

membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori.

Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem

limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh

kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif

disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung

selama 2-3 minggu. Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh

derajat kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah

alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih

pendek, sebaliknya sensitizer lembah seperti bahan-bahan yang dijumpai

pada kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul

setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan.

Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama

atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi, umumnya

berlangsung antara 24-48 jam.3,4,7

5

Page 6: Referat DKA Kundur by Putri

Gambar 2.1. Patofisiologi Dermatitis Kontak Alergi

2.5. Diagnosis

Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut

dimulai dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti edema,

papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah

menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). Pada yang kronis terlihat kulit

kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya

tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedaknn dengan dermatitis kontak iritan

kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.2

Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang umumnya

konstan dan seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya ditandai dengan

adanya lesi eksematosa berupa eritema, udem, vesikula dan terbentuknya

papulovesikula; gambaran ini menunjukkan aktivitas tingkat selular.

Vesikel-vesikel timbul karena terjadinya spongiosis dan jika pecah akan

6

Page 7: Referat DKA Kundur by Putri

mengeluarkan cairan yang mengakibatkan lesi menjadi basah. Mula-mula

lesi hanya terbatas pada tempat kontak dengan alergen, sehingga corak dan

distribusinya sering dapat meiiunjukkan kausanya,misalnya: mereka yang

terkena kulit kepalanya dapat curiga dengan shampo atau cat rambut yang

dipakainya. Mereka yang terkena wajahnya dapat curiga dengan cream,

sabun, bedak dan berbagai jenis kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada

kasus yang hebat, dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh. Berbagai

lokalisasi terjadinya dermatitis kontak: 2

1. Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling

sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula

kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian

besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya

deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida.

2. Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam

tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila

umumnya oleh bahan pengharum.

3. Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan

kosmetik, obat topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata).

Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi,

getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat

kuku, cat rambut, eyeshadows, dan obat mata.

4. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis

kontak pada cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai

kaca mata, cat rambut, hearing-aids.

5. Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung

jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.

6. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat

warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen.

7. Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,

pembalut wanita, dan alergen yang ada di tangan.

7

Page 8: Referat DKA Kundur by Putri

8. Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan

oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal

(misalnya anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu.

Diagnosis didasarakan pada hasil diagnosis yang cermat  dan

pemeriksan klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai

didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya ada kelainan kulit

berupa lesi numularis disekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi,

likenifiksi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita

memeakai kancing celana atau kepala ikat pinggan yang terbuat dari

logam(nikel). Data yang berrsal dari anamnesis juga meliputi riwayat

pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,

kosmetika, bahan-bahan yang diketahui dapat menimbulkan alergi, penyakit

kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya

dermatitis atopik, psoriasis). 2

Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalissasssi

dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemugnkinan

penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan

oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemerikassaan hendaknya

dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan

kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.2

Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan terhadap suatu alergen

atau senyawa yang berhubungan, lesi yang gatal, pola distribusi yang

mengisyaratkan dermatitits kontak. Anamnesis harus terpusat kepada sekitar

paparan tehadap alergen yang umum. 2

8

Page 9: Referat DKA Kundur by Putri

Gambar 2.2. Dermatitis kontak alergi dengan infkesi sekunder seorang

pekerja semen

Gambar 2.3. Dermatitis kontak alergik karena kacamata

2.6. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mengetahui seseorang apakah menderita penyakit alergi dapat

kita periksa kadar Ig E dalam darah, maka nilainya lebih besar dari nilai

normal (0,1-0,4 ug/ml dalam serum) atau ambang batas tinggi. Lalu pasien

tersebut harus melakukan tes alergi untuk mengetahui bahan/zat apa yang

9

Page 10: Referat DKA Kundur by Putri

menyebabkan penyakit alergi (alergen). Ada beberapa macam tes alergi,

yaitu: 2

1. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit)

Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan

makanan, misalnya  debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang,

kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam,

lalu alergen yang diuji ditusukkan pada kulit dengan menggunakan jarum

khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan luka,

berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit

Bila positif alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah

gatal.

Syarat tes ini :

o Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung

antihistamin (obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis

obatnya.

o Umur yang di anjurkan 40 – 50 tahun.

2. Patch Tes (Tes Tempel)

Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh

(tenang), bila mungkin setelah 3 minggu. Syarat tes ini dalam 48 jam,

pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi, posisi

tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan. 2 Hari sebelum tes,

tidak boleh minum obat yang mengandung steroid. Daerah pungung

harus bebas dari obat oles, krim atau salep.

Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di

lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas,

ditempelkan pada kulit, ditutup dengan bahan impermeable, kemudian

direkat dengan plester. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48

jam, 72 atau 96.

10

Page 11: Referat DKA Kundur by Putri

Hasil positif dapat berupa eritem dengan urtikaria sampai vesikel

atau bula. Penting dibedakan apakah hasil reaksi karena alergi kontak

atau karena iritasi. Bila karena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48

jam (tipe descrendo), sedangkan bila reaksi dari alergi kontak makan

reaksi akan semakin meningkat (tipe crescendo).

Gambar 2.4. Uji Tempel

3. RAST (Radio Allergo Sorbent Test)

Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan

makanan. Tes ini memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu

serum darah tersebut diproses dengan mesin komputerisasi khusus,

hasilnya dapat diketahui setelah 4 jam. Kelebihan tes ini : dapat

dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh obat-obatan.

4. Skin Test (Tes kulit)

Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang

disuntikkan. Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan

11

Page 12: Referat DKA Kundur by Putri

obat yang akan di tes di lapisan bawah kulit. Hasil tes baru dapat dibaca

setelah 15 menit. Bila positif akan timbul bentol, merah, gatal.

5. Tes Provokasi.

Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang

diminum, makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes

provokasi untuk alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini

digunakan untuk penyakit asma dan pilek alergi. Tes provokasi bronkial

dan makanan sudah jarang dipakai, karena tidak nyaman untuk pasien

dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma dan syok. tes provokasi

bronkial dan tes provokasi makanan sudah digantikan oleh Skin Prick

Test dan IgE spesifik metode RAST.

Untuk tes provokasi obat, menggunakan metode DBPC (Double

Blind Placebo Control) atau uji samar ganda. caranya pasien minum obat

dengan dosis dinaikkan secara bertahap, lalu ditunggu reaksinya dengan

interval 15 – 30 menit. Dalam satu hari hanya boleh satu macam obat

yang dites, untuk tes terhadap bahan/zat lainnya harus menunggu 48 jam

kemudian. Tujuannya untuk mengetahui reaksi alergi tipe lambat. Ada

sedikit macam obat yang sudah dapat dites dengan metode RAST. Semua

tes alergi memiliki keakuratan 100 %, dengan syarat persiapan tes harus

benar, dan cara melakukan tes harus tepat dan benar.

2.7. Diagnosis Banding1,7,8,9

Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan

gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,

dermatitis numularis.. Diagnosis banding yang utama ialah dengan

dermatitits kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu

dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena

kontak alergi.

12

Page 13: Referat DKA Kundur by Putri

Tabel 2.2. Perbedaan dermatitis kontak Iritan dan Alergi

Faktor Dermatitis Kontak

Iritan

Dermatitis Kontak Alergi

Penyebab Iritan primer Alergen kontak sensitizer

Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak berulang

Penderita Semua orang Orang yang hanya memiliki

sensitivitas alergi

Lesi Akut: eritem, vesikel,

bula,

batas jelas, lesi eksudat

kronik: kering, skuama,

dapatterjadi

hyperkeratosis, fisura,

likenifikasi,

Akut: dimulai dari bercak

eritema berbatas jelas, diikuti

edema, papul, vesikel, ataupun

bula.vesikel atau bula dapat

pecah dan menimbulkan erosi

dan eksudasi (basah).

Kronis: didapatkan kulit kering

berskuama, papul, vesikel, dan

mungkin juga fisura,

likenifikasi, batasnya tidak jelas

Pruritus Pruritus disertai rasa

pedih dan panas, rasa

terbakar,sensasi nyeri

saat pertama terpajan

Pruritus yang menghebat jika

terpajan dengan sumber

kontaktan ataupun terpajan

berulang-ulang

Uji tempel Sesudah ditempel 48

jam, reaksi akan

menurun (deskrendo)

Sesudah ditempel 48 jam, reaksi

akan meningkat (cresendo)

Contoh Sebagian besar zat kimia,

Detergen, minyak, bahan

derivate asam, alkali,

pelarut organic, air, agen

pereduksi, semen, fenol

Kosmetik, bahan baju, sepatu

karet, logam, obat

13

Page 14: Referat DKA Kundur by Putri

a. Dermatitis numular merupakan suatu peradangan dengan lesi yang

menetap, dengan keluhan gatal, yang ditandai dengan lesi eritem

berbentuk numular, sirkular atau lesi oval berbatas tegas, plak diskret,

berskuama, ditemukan pula papul-paul folikular, pustule. Plak dapat

eksudat dan berkrusta.dan gatal serupa dengan dermatitis kontak tetapi

tanpa riwayat paparan terhadap alergen dan lesinya bundar, tidak ada

konfigurasi lainnya. Biasanya disertai dengan riwayat atopi.

b. Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,

disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-

anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum

dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (dermatitis atopi, rhinitis

alergika, asma bronkhiale, dan konjungtivitis alergika). Lesi kulit dapat

berupa plak papular-eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi

yang gatal. Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan,

mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan

cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama,

dan sering tejadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun

terjadi hiperpigmentasi. Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari.

2.8. Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak

alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan

pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap

penyakitnya dan perlindungan pada kulit. 2

1. Pencegahan

Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan

dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Hal yang perlu diperhatikan

pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya

kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit

yang timbul.

14

Page 15: Referat DKA Kundur by Putri

2. Pengobatan

Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan

sistemik.

a. Pengobatan topikal

Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip

umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah

(kompres terbuka). Gunakan kompres dingin dengan air keran dingin

atau larutan burrow untuk lesi-lesi eksudatif dan basah. Kenakan

selama 20 menit tiga kali sehari. Hindari panas disekitar lesi. Bila

kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah

prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi

losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin), bila kronik

berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial

diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam,

diberi salep. Medikamentosa topikal saja tanpa sistemik dapat

diberikan pada kasus-kasus ringan. Lasio topikal yang mengandung

menol, fenol, atau premoksin sangat berguna untuk meringankan rasa

gatal sementara, dan tidak mensensitisasi, tidak seperti benzokain dan

difenhidramin. Obat-obatan bebas yang dapat digunakan antara lain

lasio atau obat semprot sarna dan lasio Prax Cetapil dengan mentol

0,25% dan fenol 0,25% dapat dibeli dengan resep dokter. Untuk

dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah

mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup

diberikan kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal potensi paling

tinggi tidak efektif pada lesi basah & vesikuler.

b. Pengobatan sistemik.

Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan

atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan

akut atau kronik. Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka

pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi

15

Page 16: Referat DKA Kundur by Putri

akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel, serta

eksufatif (madidans), misalnya prednison 30 mg/hari. Umumnya

kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Lesi luas dan berat

sebaiknya gunakan kortikosteroid sistemik.

2.9. Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan

kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis,

bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik,

dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang

tidak mungkin dihindari. 2

16

Page 17: Referat DKA Kundur by Putri

BAB III

KESIMPULAN

Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah suatu reaksi peradangan yang

disebabkan paparan zat alergen pada kulit yang sebelumnya sudah tersensitisasi

oleh antigen spesifik limfosit T pada kulit. Mekanisme terjadinya kelainan kulit

pada DKA adalah mengikuti respon imun. Hanya individu yang telah mengalami

sensitisasi dapat menderita DKA.2

Insiden dermatitis kontak alergik diperkitakan terjadi pada 0,21% dari

populasi penduduk. Secara umum, usia tidak mempengaruhi. Namun bila

hanya ditinjau dari statistik yang ada hal ini belum valid karena

sesungguhnya banyak dermatitis kontak alergi yang tidak terdiagnosis sehingga

tidak dilaporkan. Salah satu penyebab utamanya adalah tidak tersedianya

alat/bahan uji tempel (patch test) sebagai sarana diagnostik.5

Ciri umum dari dermatitis kontak ini adalah adanya eritema

(kemerahan), edema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari

5mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter kurang dari 5mm), vesikel

(tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 5mm), dan krusta. 4 Kelainan kulit

bergantung pada keparahan dermatitis lokalisasinya. Terkadang kelainan ini sulit

dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis, mungkin penyebabnya juga

campuran.2

Pengobatan penderita DKA pada prinsipnya adalah menghindari pajanan

alergen, baik yang bersifat mekanik, fisis, atau kimiawi serta menyingkirkan

faktor yang memperberat. Obat-obatan hanya membantu mengurangi gejala dan

komplikasi yang terjadi.2

17

Page 18: Referat DKA Kundur by Putri

DAFTAR PUSTAKA

1. Hayakawa, R. Contact Dermatitis. Nagoya J. Med. Sci (63) 83-90. Nagoya.

2000.

2. Buxton, P. K. ABC of Dermatology. BMJ Publishing Group: London. 2005.

3. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Badan Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2004.

4. Freedberg, I. M., Eisen, A. Z., Wolff, K., Austen, K. F., Goldsmith, L.A.,

Katz, S. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine, 6th Ed.

McGraw-Hill Professional: New York. 2003.

5. Keefner, D. M., Curry C. E. Contact Dermatitis. Dalam: Handbook of

Nonprescription Drugs, 12th Edition. APHA: Washington DC. 2004.

6. Siregar, R.S, Prof. Dr. Saripati Penyakit Kulit. Penerbit Buku Kedokteran

EGC: Jakarta. 2005.

7. Janik, M. P., Heffernan, M. P., Warts. Dalam: Freedeberg, I. M., et.al (ed).

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Ed. 7, Vol. 2. McGraw Hill

Book Co: New York. 2008.

8. Goldstein, A. Dermatologi Praktis. Hipokrates: Jakarta. 1998.

9. Mansjoer, A., dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Badan Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2005.

10. LaDou, J. The Practice in Occupational Disease. In: LaDou J,

editors.Occupational and Enviromental Medicine. Lange Medical Books / Mc

Graw Hill: New York. 1997

11. Firdaus, U. Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penyakit Kulit Akibat Kerja

Terbanyak di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat, Vol. II No. 5. 2002:

16-18

12. Putro, H. H. Penatalaksanaan Dermatitis Kontak. Majalah Dokter Keluarga.

Vol. 5 No. 1, Desember. 1985: 4-7

18