36
REFERAT TRAUMATIC HIFEMA Shinta Anggraini, S.Ked. 70 2008 001 Pembimbing dr. Hj. Ratna Juwita, Sp. M DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

Referat Hifema Traumatic_shinta

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hifema

Citation preview

REFRAT

REFERAT

TRAUMATIC HIFEMA

Shinta Anggraini, S.Ked.70 2008 001Pembimbing

dr. Hj. Ratna Juwita, Sp. MDEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATARUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2013FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

Maret 2013HALAMAN PENGESAHAN

Telaah Ilmiah berjudul

Traumatic HifemaOleh:

Shinta Anggraini, S.Ked.telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Penyakit Mata

Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan selama pengerjaan referat, yang berjudul Traumatic Hifema, ini kepada dr. Hj. Ratna Juwita, Sp.M dan terakhir, bagi semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, rela maupun tidak rela, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis haturkan terima kasih atas bantuannya hingga referat ini dapat terselesaikan. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT.Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih banyak kekurangan baik itu dalam penulisan maupun isi referat. Karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya referat ini. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................ii

KATA PENGANTAR.iii

DAFTAR ISI .....................................................................................................ivDAFTAR GAMBARvBAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Mata ..3

2.2.Definisi ................................................................................................72.3. Etiologi .... ........................82.4.Klasifikasi ................82.5.Patofisiologi................92.6.Penegakan Diagnosis .......................112.7.Pemeriksaan Penunjang..122.8. Tatalaksana......142.9. Komplikasi...................................................................................................15

2.10. Prognosis....................................................................................................16BAB III. KESIMPULAN

Kesimpulan18DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur Bola Mata ..............................................

32.2 Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitar ... 52.3 Vaskularisasi pada Bola Mata .....................................................................

6

2.4 Vaskularisasi pada Segmen Anterior ...........................................................7

2.5 Klasifikasi Hifema Berdasarkan Tampilan Klinis .......................................9

2.6 Mekanisme Perdarahan Akibat Trauma Tumpul Mata ............................... 10

2.7 Hifema pada 1/3 Bilik Mata Depan dan Bilik Mata depan .....................

12

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangTrauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita, kerusakan ini akan memebrikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga dan kecelakaan lalu lintas.1,3Prevalensi kebutaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui dengan pasti, namun pda Survey Kesehatan Penglihatan dan Pendengaran pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. 2Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan mekanisme trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan trauma tajam), trauma radiasi (sinar inframerah,sinar ultraviolet dan sinar X) dan trauma kimia (bahan asam dan basa). Trauma okuli merupakan kedaruratan mutlak di bidang ocular emergency. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema reina dan koroid, ablasi retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optik.3,4Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau badan siliar yang robek. Hifema disebabkan oleh robekan pada segmen anterior bola mata yang kemudian dengan cepat akan berhenti dan darah akan diabsorbsi dengan cepat. Hal ini disebut hifema primer. Apabila karena suatu sebab misalnya adanya gerakan badan yang berlebihan, maka akan timbul perdarahan sekunder atau hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.3Adanya hifema memiliki beberapa konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan intraokuler, kornea terkena darah, pembentukan sinekia posterior atau anterior, dan katarak. Oleh karena hifema dapat menyebabnka penurunan penglihatan yang signifikan maka setiap dokter harus memperhatikan diagnosis, evaluasi dan tatalaksana yang tepat bagi hifema untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.1,4BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1. Anatomi Mata

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oelh tiga lapisa. Dari luar ke dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah; (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliar/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat disebelah luar, sklera yang membentuk bagian putih mata.2,8

Gambar 2.1 Struktur Bola Mata

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu :

a. Tunica Fibrosa

Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi nervus opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.Sklera juga ditembus oleh n. Ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu vv. Vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan; (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva, (2) substansia propria, terdiri atas jaringan ikat transparan. (3) lamina limitans posterior dan (4) endothel (epithelium pposterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.

b. Lamina Vasculosa

Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan; (1) choroidea (terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular), (2) corpus ciliare (ke belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang. Serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.6,8Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris. Pada bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke badan siliar. Bagian dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan uvea. Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat kanalis schlemm dikenal sebagai jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Kanal schlemm merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U,sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal schlemm. Dari kanal schlemm, keluar saluran kolektor, 20-30 buah, yang menuju ke fleksus vena di dalam jaringan sclera dan episklera dan vena siliaris anterior di badan siliar.

Gambar 2.2 Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitarc. Tunica Sensoria (Retina)

Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, ditempat inilah jaringan saraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris dibawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi proccesus ciliaris dan bagian belakang iris.1,6Vaskularisasi Bola Mata

Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ophtalmica, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati canalis opticus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri centralis retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior langus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis.

Gambar 2.3 Vaskularisasi pada Bola Mata

Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus optikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar, beranastomosis satu dengan yang lain, dan arteri siliaris anterior membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis dan menuju ke musculus rectus. Arteri ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris.3,6Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmica superiot dan inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior, dan vena sentralis retina. Vena oftalmica berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan dengan fleksus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.2,7

Gambar 2.4 Vaskularisasi pada Segmen Anterior

2.2. Definisi Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah diantara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueous yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.4,7Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.5Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai epifora dan blefarospasme.1,4Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah iris dan merusak sudaut bilik mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat (hifema). Galukoma akut terjadi bila anyaman trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan blokade pupil.72.3. Etiologi3,4,8Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru senapan angin dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (mis: retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (mis: juvenile xanthogranuloma).

Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil. Perdarahan di dalam bola mata yang berada di COA akan tampak dari luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di bagian terendah.

2.4. Klasifikasi1,8a) Berdasarkan penyebab hifema dibagi menjadi:1. hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan siliar akibat trauma pada segmen anterior bola mata.

2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata)

3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan siliar, sehingga pembuluh darah pecah.

4. Hifema akibat kelainan sel darah merah atau pembuluh darah (mis: juvenile xanthogranuloma)

5. Hifema akibat neoplasma (mis: retinoblastoma)

b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2, yaitu;

1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke-2

2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma

c)Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard):31. Grade 1: darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)

2. Grade II: darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)3. Grade III: darah mengisi jampir total COA (14%)

4. Grade IV: darah memenuhi seluruh COA (8%)

Gambar 2.5 Klasifikasi Hifema Berdasarkan Tampilan Klinis2.5. Patofisiologi1,3,4Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan perubahan dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada bilik mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.

Gambar 2.6 Mekanisme Perdarahan Akibat Trauma Tumpul Mata

Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat pula terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapt bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea.

Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokuler, spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung 4-7 hari. Setelah itu fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada hari ke-5 setelah trauma. Perdarahan biasanya lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena itu sesorang dengan hifema harus dirawat sedikitya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi dari bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.

Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dala bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi berwarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisi kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma.Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85% pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya galukoma sekunder dikemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang dengan bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10% kasus. Tanda lain yang dapt ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan dan robekan), dan ruptur koroid. Atropi papil dapt terjadi akibat peninggian tekanan intraokular.2.6. Penegakan Diagnosis8Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.

Gambar 2.7 Hifema pada 1/3 bilik mata depan dan pada bilik mata depanPasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor pupil.Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan kornea.2.7. Pemeriksaan Penunjang1,8a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.b) Konfrontasi: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glaukoma.c) Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.d) Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.e) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.f) Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO normal atau meningkat ringan.2.8. Tatalaksana 1,7,8Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah :

1. Menghentikan perdarahan.

2. Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.

3. Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.

4. Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.

5. Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi

1. Tirah baring (bed rest total)

Hifema pada penderita yang tampak mengisi lebih darii 5% bilik mata depan sebaiknay diistirahatkan, pemberian steroid tetes harus segera dimulai. ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30 - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.2. Pemakaian obat-obatanPenggunaan aminokaproat oral (100 mg/kgBB 4 jam sampai maksimum 30 gr/hari selama 5 hari) untuk menstabilkan pembentukan bekuan darah sehingga menurunkan risiko perdarahan ulang. Bisa diberikan tatalaksana galukoma meliputi terapi topikal dengan penyekat- (mis: timolol 0,25% dua kali sehari), analog prostaglandin (mis: latanoprost 0,005% malam hari), dorzolamide 2% dua atau tiga kali sehari, atau apraclonidine 0,5% tiga kali sehari.7 untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan analgetik asrtaminofen.Terapi oral dengan acetazolamide, 250 mg per oral empat kali sehari, dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol dan sorbitol) dapat pula diberikan bila terapi topikal tidak efektif. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam.Tindakan OperasiHifema harus dievakuasi secara bedah bila tekanan intraokular tetap tinggi (>35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari kerusakan nervus optikus dan pewarnaan kornea. Parasintesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut:5Dibuat insisi 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologik. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahut. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik. 2.9. Komplikasi 3,4Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping komplikasi dari traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada tingginya hifema. 1. Perdarahan sekunder

Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer. Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu bervariasi sebelum 7 hari post-trauma. 2. Glaukoma sekunder

Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Insidensinya 20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma.Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

3. Hemosiderosis kornea

Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karenahemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya 10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

4. Sinekia PosteriorSinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini akibat dari iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan evakuasi bedah pada hifema.Peripheral anterior synechiae anterior synechiae terjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9 hari atau lebih.Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis yang lama akibat trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut COA kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang menyebabkan sudut bilik mata tertutup.5. Atrofi optik

Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.

6. Uveitis

Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea, uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya lebih banyak.Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah karena tekanan intra okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi.

2.10. Prognosis 3,7,8Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk karena dapat menyebabkan kebutaan.

BAB III

KESIMPULANHifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus yang jernih.

Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).

Penegakan diagnosis hifema berdsarkan adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia, penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.

Penatalaksanaan hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi. Tindakan ini bertujuan untuk : menghentikan perdarahan, menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi, mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain, dan berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

DAFTAR PUSTAKA1. Sumarsono, Contusio Oculi. 2005. Available at http://www.portalkalbe/kalbe_ContusioOculi.html. (Diakses tanggal 2 Maret 2013).

2. Wijana, N. Ilmu Penyakit Mata. 1993. Jakarta : Abadi, hal : 314-315.3. Sheppard J, Crouch E. Hyphema. 2008. Available at http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#anterior. (Diakses tanggal 2 Maret 2013).

4. Rahman A, 2009. Trauma Tumpul Okuli. Available at http://belibis-a17.com/2009/10/11/trauma-tumpul-okuli/. (Diakses tanggal 2 Maret 2013).

5. Ilyas, Sidarta. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3, 2010. Jakarta : FKUI, hal. 264-265. 6. Riordan-Eva P. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. 2009. Jakarta: EGC..Hal: 7-19.7. Ausburger, James. Trauma Mata dan orbita. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 17. 2009. Jakarta: EGC..Hal: 377-378.8. Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Mata: Hifema pada Rudapaksa Tumpul. Surabaya : FK Unair. Hal:137-139. Palembang, Maret 2013

Dosen Pembimbing

dr. Hj. Ratna Juwita, Sp. M

Palembang, Maret 2013

Penulis

iii7