22
DAFTAR ISI Pendahuluan………………………………………………………………………………………2 Pembahasan 1. Epidemiologi Hernia…………………………………………………………………....4 2. Etiologi Hernia…………………………………………………………………………....4 3. Gambaran Anatomis………………………………………………………………………5 4. Klasifikasi Hernia………………………………………………………………………....6 5. Hubungan Ileus Obstruktif dengan Hernia Inkarserata…………………………...………9 6. Diagnosis Ileus Obstruktif Et Causa Hernia Inkarserata………………………….……..11 7. Penatalaksaan…………………………………………………………………………....13 8. Komplikasi………………………………………………………………………………15 9. Prognosis…………………………………………………………………………….…..15 Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………...16 1

Referat karsinoma rektum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asdf

Citation preview

DAFTAR ISIPendahuluan2Pembahasan1. Epidemiologi Hernia....42. Etiologi Hernia....43. Gambaran Anatomis54. Klasifikasi Hernia....65. Hubungan Ileus Obstruktif dengan Hernia Inkarserata...96. Diagnosis Ileus Obstruktif Et Causa Hernia Inkarserata...117. Penatalaksaan....138. Komplikasi159. Prognosis...15Daftar Pustaka...16

PENDAHULUAN

Karsinoma rektum merupakan penyakit di mana sel-sel kanker terbentuk pada jaringan rektum. Adenocarcinoma merupakan jenis kanker rektum yang paling sering terjadi (98%) dibandingkan limfoma (1,3%), karsinoid (0,4%), dan sarcoma (0,3%).Medscapehttp://emedicine.medscape.com/article/281237-overview

PEMBAHASAN

I. EPIDEMIOLOGI Karsinoma rektum merupakan kanker ketiga yang paling umum terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan.Insidens karsinoma kolon dan rektum Insidens pada pri sbanding dengan di Indonesia cukup tinggi, demikian juga dengan angka kematiannya. American Cancer Society mencatat bahwa 39.670 kasus baru kanker rektumterjadi pada tahun 2010.Kedua usus besar dan insiden kanker dubur, serta tingkat kematian, telah menurun selama dua dekade terakhir, dari 66,3 per 100.000 penduduk di 1985-45,5 pada tahun 2006. [3] Laju penurunan dipercepat dari tahun 1998-2006 (sampai 3% per tahun pada pria dan 2,2% per tahun pada wanita), sebagian karena peningkatan skrining, yang memungkinkan deteksi dan penghapusan polip kolorektal sebelum mereka berkembang menjadi kanker. Resiko seumur hidup mengembangkan keganasan kolorektal adalah sekitar 6% pada populasi umum AS. Penurunan ini disebabkan oleh kejadian menurun dan perbaikan di kedua deteksi dini dan pengobatan.

Sebuah studi oleh Mak et al menemukan bahwa meskipun adopsi terapi radiasi sebelum operasi untuk kanker dubur stadium lanjut, terapi radiasi pra operasi mungkin kurang dimanfaatkan dalam kelompok sosiodemografi tertentu. [8]

internasionalMeskipun kejadian kanker usus besar dan rektum bervariasi menurut negara, diperkirakan 944.717 kasus ditemukan di seluruh dunia pada tahun 2000. Insiden tinggi kasus kanker usus besar dan dubur diidentifikasi di AS, Kanada, Jepang, bagian dari Eropa, Selandia Baru, Israel, dan Australia. Tingkat kanker kolorektal rendah diidentifikasi di Aljazair dan India. Sebagian besar kanker kolorektal masih terjadi di negara-negara industri. Kenaikan terbaru dalam insiden kanker kolorektal telah diamati di banyak bagian dari Jepang, China (Shanghai) dan di beberapa negara Eropa Timur.

II. ETIOLOGI HERNIATerdapat dua faktor predisposisi utama hernia yaitu peningkatan tekanan intrakavitas dan melemahnya dinding abdomen3.

Tekanan yang meningkat pada abdomen terjadi karena3:1. Mengangkat beban berat2. Batuk PPOK3. Tahanan saat miksi BPH atau karsinoma4. Tahanan saat defekasi konstipasi atau obstruksi usus besar5. Distensi abdomen yang mungkin mengindikasikan adanya gangguan intraabdomen6. Perubahan isi abdomen, misalnya : adanya asites, tumor jinak atau ganas, kehamilan,lemak tubuh.Kelemahan dinding abdomen terjadi karena3:1. Umur yang semakin bertambah2. Malnutrisibaik makronutrien (protein, kalori) atau mikronutrien (misalnya: Vit. C)3. Kerusakan atau paralisis dari saraf motorik4. Abnormal metabolisme kolagen.Seringkali, berbagai faktor terlibat. Sebagai contoh, adanya kantung kongenital yang telah terbentuk sebelumnya mungkin tidak menyebabkan hernia sampai kelemahan dinding abdomen akuisita atau kenaikan tekanan intraabdomen mengizinkan isi abdomen memasuki kantong tersebut3.III. GAMBARAN ANATOMIS

Isi hernia bervariasi, tetapi yang paling sering adalah organ dalam. pada abdomen isi terbanyak adalah usus halus dan omentum majus3. Kemungkinan lainnya termasuk : Usus besar dan apendiks Divertikulum Meckel Vesica Urinaria Ovarium dengan atau tanpa tuba falopi Cairan asites

IV. KLASIFIKASIBerdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas1. Hernia bawaan atau congenital2,3Pada hernia congenital, sebelumnya telah terbentuk kantong yang terjadi sebagai akibat dari perintah atau gangguan proses perkembangan intrauterine paten prosesusvaginalis adalah salah satu contohnya3.2. Hernia dapatan atau akuisita2,3Terdapat dua tipe hernia akuisita3: Hernia primer : terjadi pada titik lemah yang terjadi alamiah, seperti pada : Struktur yang menembus dinding abdomen : seperti pembuluh darah femoralisyang melalui kanalis femoralis. Otot dan aponeurosis yang gagal untuk saling menutup secara normal, sepertipada regio lumbal Jaringan fibrosa yang secara normal berkembang untuk menutup defek, sepertipada umbilicus Hernia Sekunder : terjadi pada tempat pembedahan atau trauma pada dinding,seperti pada laparatomi dan trauma tembus3.Hernia diberi nama menurut letaknya: diafragma, inguinal, umbilical, femoral, dll.Hernia menurutriwayat alamiah dan komplikasi yang terjadi :Riwayat alamiah perkembangan hernia yaitu pembesaran progresif, regresiyang tidak spontan.Pengecualian untuk hernia umbilikalis kongenital pada neonatus,dimana orifisium dapat menutup beberapa tahun setelah lahir. Seiring berjalannyawaktu, hernia membesar dan kecenderungan untuk terjadi komplikasi yangmengancam jiwa semakin bertambah.Hernia dapat reponibel, ireponibel, obstruksi,strangulasi, atau terjadi inflamasi3.1. Hernia reponibelBila isi hernia dapat keluar masuk2, tetapi kantungnya menetap3.Isinya tidak serta merta muncul secara spontan, namun terjadi bila disokong gayagravitasi atau tekanan intraabdominal yang meningkat3. Usus keluar jika berdiri ataumengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhannyeri atau gejala obstruksi usus4.

Gambar1. Hernia reponibel22. Hernia Ireponibel: bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali kedalam ronggaperut. Ini biasanya disebabkan olehperlekatan isi kantong pada peritoneum kantonghernia. Hernia ini disebut hernia akreta2.Dapat juga terjadi karena leher yang sempitdengan tepi yang kaku (misalnya pada : femoral, umbilical)3. Tidak ada keluhan rasanyeri ataupun sumbatan usus2. Hernia ireponibel mempunyai resiko yang lebih besaruntuk terjadi obstruksi dan strangulasi daripada hernia reponibel3.

Gambar2. Hernia Ireponibel23. Hernia obstruksi/Inkerserata Hernia obstruksi berisi usus, dimana lumennya tertutup. Biasanya obstruksi terjadipada leher kantong hernia. Jika obstruksi terjadi pada kedua tepi usus, cairanberakumulasi di dalamnya dan terjadi distensi (closed loop obstruction). Biasanyasuplai darah masih baik, tetapi lama kelamaan dapat terjadi strangulasi3.Istilah inkarserataterkadang dipakai untuk menggambarkan hernia yangireponibel tetapi tidak terjadi strangulasi.Oleh sebab itu, hernia ireponibel yangmengalami obstruksi dapat juga disebut dengan inkarserata3.Operasi darurat untuk hernia inkarserata merupakan operasi terbanyak nomor duaoperasi darurat untuk apendisitis. Selain itu, hernia inkarserata merupakan penyebabobstruksi usus nomor satu di Indonesia2.

Gambar 3. Hernia inkarserata dengan ileus obstruksi usus24. Hernia StrangulataSuplai darah untuk isi hernia terputus. Kejadian patologis selanjutnya adalah oklusivena dan limfe; akumulasi cairan jaringan (edema) menyebabkan pembengkakan lebihlanjut ; dan sebagai konsekuensinya peningkatan tekanan vena. Terjadi perdarahanvena, dan berkembang menjadi lingkaran setan, dengan pembengkakan akhirnyamengganggu aliran arteri. Jaringannya mengalami iskemi dan nekrosis. Jika isi herniaabdominalbukan usus, misalnya omentum, nekrosis yang terjadi bersifat steril, tetapistrangulasi usus yang paling sering terjadi danmenyebabkan nekrosis yang terinfeksi(gangren). Mukosa usus terlibat dan dinding usus menjadi permeabel terhadap bakteri,yang bertranslokasi dan masuk ke dalam kantong dan dari sana menuju pembuluhdarah. Usus yang infark dan rentan, mengalami perforasi (biasanya pada leher padakantong hernia) dan cairan lumen yang mengandung bakteri keluar menuju ronggaperitonial menyebabkan peritonitis. Terjadi syok sepsis dengan gagal sirkulasi dankematian3. Bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus, hernianya disebuthernia Richter. Ileus obstruksi mungkin parsial atau total, sedangkan benjolan herniatidak ditemukan dan baru terdiagnosis pada waktu laparatomi. Komplikasi herniaRichter adalah strangulasi sehingga terjadi perforasi usus, dan pada hernia femoralistampak seperti abses di daerah inguinal2.

Gambar 4. Hernia Strangulata2V. ILEUS OBSTRUKTIF BERHUBUNGAN DENGAN HERNIA INKARSERATAHernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi dan strangulasi usus.1

Hernia inkarserata adalah salah satu hernia yang tidak dapat direposisi kembali kedalam cavum abdominalis yang disertai dengan gejala gangguan obstruksi abdomen. Keadaan ini dapat dicegah dengan melakukan bedah elektif pada hernia yang masih bersifat reponibel. Sekali terjadi inkarserasi , maka resiko untuk mengalami strangulasi akan semakin besar. Hal ini terjadi karena pembengkakan progresif akibat inkarserasi dari hernia menimbulkan obstruksi di pembuluh vena, arteri dan pembuluh limfe di kantong hernia. Hal ini menimbulkan edema lebih lanjut sehingga tekanan meningkat sedemikian rupa, sehingga aliran arteri terancam dan bisa berlanjut menjadi iskemik dan nekrosis pada bagian hernia. Jika hernia yang sudah mengalami inkarserasi tidak dapat dilakukan reposisi secepatnya, dapat menimbulkan strangulasi yang dapat diikuti dengan nekrosis dan gangren usus yang bisa membahayakan.

Patofisiologi Terjadinya Ileus ObstruksiPatofisiologi obstruksi mekanik pada usus berhubungan dengan perubahan fungsi dari usus, dimana terjadi peningkatan tekanan intraluminal. Bila terjadi obstruksi maka bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan berisi gas, cairan dan elektrolit. Bila terjadi peningkatan tekanan intraluminal, hipersekresi akan meningkat pada saat kemampuan absorbsi usus menurun, sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif. Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat untuk melawan adanya hambatan. Peristaltik yang terus berlanjut menyebabkan aktivitasnya pecah, dimana frekuensinya tergantung pada lokasi obstruksi. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak akan berkontraksi dengan baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang. Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi menyebabkan gangguan vaskuler terutama stasis vena. Dinding usus menjadi udem dan terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik.4 Efek lokal peregangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorpsi toksin -toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik.5

Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi usus dan udara akan berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membran mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi, iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian.6,7

Pada obstruksi strangulata, biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemik yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udem dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi. 6,7

Gambar 5. Patofisiologi Obstruksi Usus 8Diagnosis1. Gejala Klinis Gejala Hernia: Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri akan menetap karena rangsangan peritoneal. Pada pemeriksaan lokal ditemukan benjolan yang tidak dapat dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan tergantung keadaan isi hernia dpaat dijumpai tanda peritonitis atau abses lokal.1 Gejala Ileus ObstruktifGejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. 9

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi.7

Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap. Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang kadang dapat meningkat.10

Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi yang berat. Demam menunjukkan adanya obstruksi strangulate. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intusepsi. 6,9,11

2. Pemeriksaan Penunjang2.1. LaboratoriumTes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.10 Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis.4

2.2. Radiologik4,6,8,10Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid level pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.

Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran step ladder dan air fluid level terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.

VI. PENATALAKSANAANDasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal5

1. ResusitasiDalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.4,10

2. FarmakologisPemberian obat obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.12

3. OperatifOperasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi.13Situations necessitating emergent operation

Incarcerated, strangulated hernias Peritonitis Pneumatosis cystoides intestinalis Pneumoperitoneum Suspected or proven intestinal strangulation Closed-loop obstruction Nonsigmoid colonic volvulus Sigmoid volvulus associated with toxicity or peritoneal signs Complete bowel obstruction

Situations necessitating urgent operation

Progressive bowel obstruction at any time after nonoperative measures are started Failure to improve with conservative therapy within 2448 hr Early postoperative technical complications

Situations in which delayed operation is usually safe

Immediate postoperative obstruction

Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan.10Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.14a. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.b. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.Dan pada kasus ileus obstruksi karena hernia inkarserata, dilakukan koreksi sederhana (simple correction).VII. KomplikasiKomplikasi yang dapat timbul antara lain perforasi usus, peritonitis, sepsis, syok-dehidrasi, abses, pneumonia aspirasi dari proses muntah dan meninggal. 6,12

VIII. PrognosisMortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.12

Daftar Pustaka

1. Widjaja,H. Anatomi abdomen, Jakarta. EGC, 2007. Hal: 21-252. Sjamsuhidayat Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-1923. Henry MM, Thompson JN. 2005. Principles of surgery, 2nd edition. Elsevier Saunders. Hal:431,4454. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone;2004. p.306-9.5. Wilson LM, Lester LB. Usus kecil dan usus besar. Dalam : Price SA, Wilson LM,editor. Patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit. Alih bahasa: dr.Peter Anugerah. Jakarta: EGC;1995. Hal.389 4126. Anonymous. Ileus. [Online].2007 September 13 [cited 2008 May 19];[6 screens]. Available from:URL:http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html.7. Ansari P. Intestinal obstruction. [Online]. 2007 September [cited 2008 May 21];[4 screens]. Available from: URL:http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html.8. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.)9. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern surgical practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;2004. p.1323 1342.10. Naude GP. Gastrointestinal failure in the ICU. In: Bongard FS, Sue DY, editors. A lange medical book Current critical care diagnosis and treatment. 2nd ed. New York : McGraw-Hill;2003. p. 383-8811. Suyono YJ,editor. Disunting oleh R.Putz & R. Pabst. Atlas Anatomi manusia Sobotta. Ed.21. Jakarta: EGC,2003.12. Nobie BA. Obstruction, small bowel. [Online] 2007 Sept 17 [cited 2008 June 2];[6 screens]. Available from: URL:http://www.emedicine.com13. Souba, Wiley W.; Fink, Mitchell P.; Jurkovich, Gregory J.; Kaiser, Larry R.; Pearce, William H.; Pemberton, John H.; Soper, Nathaniel J, editors. Sigmoid volvulus successfully decompressed by sigmoidoscopy. In : ACS Surgery: Principles & Practice, 2007 Edition.14. Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran No.29 [Online]. 1983 [cited 2008 May 16];[3 screens]. Available from: URL:http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.5