Upload
shalis-jamilah
View
86
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
REFERAT
PROSES KEPERAWATAN BEDAH HERNIA INGUINALIS
Disusun Oleh :
Febry Laurino G1A210094
Shella Shalis Jamilah G1A212033
Andika Khalifah Ardi G1A212111
Sarah Maulina Oktavia G1A212112
Fitri Yulianti G1A212113
SMF BEDAH
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2013
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN REFERAT
PROSES KEPERAWATAN BEDAH HERNIA INGUINALIS
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik
Di bagian SMF Bedah
RSUD Prof. Margono Soekardjo Purwokerto
Disusun Oleh :
Febry Laurino G1A210094
Shella Shalis Jamilah G1A212033
Andika Khalifah Ardi G1A212111
Sarah Maulina Oktavia G1A212112
Fitri Yulianti G1A212113
Telah disetujui
Pada tanggal : Mei 2013
Dosen :
dr. Johny Silalahi, Sp.B NIP
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan referat dengan judul
Proses Keperawatan Bedah Hernia Inguinalis. Tujuan penulisan laporan referat ini
ialah untuk memenuhi salah satu tugas mengikuti kepaniteraan klinik di bagian
Bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo, Purwokerto
Dalam kesempatan ini perkenakanlah penulis untuk menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Johny Silalahi Sp.B , selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan pada laporan referat kami
2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan presentasi kasus ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan referat ini
masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan. Kami
berharap semoga laporan referat ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca serta perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
kedokteran.
Purwokerto, Mei 2013
Penyusun
BAB I
3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hernia terjadi ketika ada bagian dari usus masuk ke daerah otot abdomen
yang mengalami kelemahan sehingga menyebabkan tampakan seperti
benjolan. Hernia bisa menyebabkan rasa tidak nyaman terutama saat sedang
mengangkat sesuatu. Hal ini menyebabkan keulitan dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. Tindakan bedah adalah salah satu cara untuk
memperbaiki hernia (Burkitt et al., 2002).
Hernia yang dalam bahasa latin sering disebut rupture, merupakan suatu
penonjolan abnormal melewati suatu dinding rongga yang terbuka atau
dinding yang lemah. Hernia terdiri dari tiga bagian yaitu kantong hernia, isi
kantong, dan pelapis hernia. Kantong hernia merupakan divertikulasi dari
peritoneum yang memiliki leher dan badan. Isi hernia dapat terdiri dari setiap
struktur yang ditemukan dan dapat merupakan sepotong kecil omentum
sampai organ padat yang besar. Pelapis hernia dibentuk dari lapisan-lapisan
dinding abdomen yang dilewati kantong hernia (Schwartz et al., 2000).
Hernia dapat diklasifikasikan menurut lokasinya. Hernia inguinalis
terjadi apabila kantong dan isi hernia masuk ke dalam annulus internus dan
penonjolan pada trigonum Hasselbach dan dapat sampai ke skrotum sehingga
disebut juga hernia skrotalis. Benjolan ini dapat keluar masuk abdomen
tergantung tekanan di dalam abdomen (Anon, 2007; Warko et al., 1998).
Angka kejadian hernia di Amerika Serikat mencapai 600.000 kasus per tahun.
Akan tetapi, angka kejadian yang sesungguhnya mungkin lebih tinggi karena
banyak hernia yang tidak terdiagnosis dan biasanya asimtomatis (Holzheimer,
2005). Hernia sering terjadi pada pria. Angka kejadian pada pria adalah 12
kali lebih sering dibandingkan wanita. Terjadinya hernia pada orang dewasa,
disebabkan oleh penyebab sekunder ataupun didapat dan paling sering terjadi
pada usia 45-75 tahun. Diagnosa hernia secara dini sangatlah penting untuk
dilakukan tindakan pembedahan sehingga dapat mencegah terjadinya
4
14
hernia inkarserata ataupun hernia stranguata. Angka kemungkinan
terjadinya hernia strangulate adalah 2,8% setelah 3 bulan munculnya hernia
dan 4,5% setelah dua tahun (Anon, 2007). Faktor-faktor yang berperan dalam
terjadinya hernia adalah terbukanya prosesus vaginalis, tekanan
intraabdominal yang meningkat, dan kelemahan dinding otot perut karena
usia. Penyebab hernia pada orang dewasa dan orang tua sering disebut
sekunder karena adanya batuk kronis, asites, peningkatan cairan peritoneum,
pembesaran prostat, tumor abdomen, dan obstipasi (Anon, 2007; Warko et
al., 1998).
B. Tujuan
1. Mengetahui lebih dalam mengenai penyakit hernia inguinalis
2. Mengetahui proses keperawatan pada hernia inguinalis
C. Manfaat
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang bedah khususnya proses
keperawatan pada hernia inguinalis
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hernia Inguinalis
1. Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga
melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (fascia
dan muskuloaponeurotik) yang menberi jalan keluar pada alat tubuh
selain yang biasa melalui dinding tersebut. Pada hernia
inguinalis/scrotalis, isi perut menonjol melalui defek pada annulus
inguinalis (Sjamsuhidajat, 2004)
2. Patofisiologi
Gambar 1. Patofisiologi Hernia (Sjamsuhidajat, 2004)
16
3. Klasifikasi
A.Hernia Inguinalis Direkta (Medialis)
Hernia ini merupakan jenis henia yang didapat (akuisita)
disebabkan oleh faktor peninggian tekanan intra abdomen kronik dan
kelemahan otot dinding di trigonum Hesselbach. Jalannya langsung
(direct) ke ventral melalui annulus inguinalis subcutaneous. Hernia ini
sama sekali tidak berhubungan dengan pembungkus tali mani,
umumnya terjadi bilateral, khususnya pada laki-laki tua. Hernia jenis ini
jarang, bahkan hampir tidak pernah, mengalami inkarserasi dan
strangulasi (Burkitt, 2002).
B. Hernia Inguinalis Indirekta (lateralis)
Hernia ini disebut lateralis karena menonjol dari perut di lateral
pembuluh epigastrika inferior. Dikenal sebagai indirek karena keluar
melalui dua pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis.
Pada pemeriksaan hernia lateralisakan tampak tonjolan berbentuk
lonjong. Pembagian hernia menurut Palanivelu, 2004 :
1) Hernia inguinalis indirekta congenital .
Terjadi bila processus vaginalis peritonei pada waktu bayi
dilahirkan sama sekalitidak menutup. Sehingga kavum peritonei
tetap berhubungan dengan rongga tunikavaginalis propria testis.
Dengan demikian isi perut dengan mudah masuk ke dalamkantong
peritoneum tersebut
2) Hernia inguinalis indirekta akuisita.
Terjadi bila penutupan processus vaginalis peritonei hanya pada
suatu bagian saja.Sehingga masih ada kantong peritoneum yang
berasal dari processus vaginalis yangtidak menutup pada waktu
bayi dilahirkan. Sewaktu-waktu kentung peritonei ini dapat terisi
dalaman perut, tetapi isi hernia tidak berhubungan dengan tunika
vaginalis propria testis
C. Hernia Pantalon
17
Merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan medialis pada
satu sisi. Kedua kantung hernia dipisah oleh vasa epigastrika inferior
sehingga berbentuk seperticelana. Keadaan ini ditemukan kira-kira
15% dari kasus hernia inguinalis. Diagnosis umumnya sukar untuk
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, dan biasanya baru ditemukan
sewaktu operasi (Palanivelu, 2004).
4. Penegakkan Diagnosis
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi
hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan
di lipat paha yang muncul waktu berdiri, batuk, bersin, mengangkat benda
berat atau mengedan, dan menghilang saat berbaring. Pasien sering
mengatakan sebagai turun berok, burut atau kelingsir. Keluhan nyeri
jarang dijumpai; kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau
paraumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium
sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong. Nyeri yang
disertai mual dan muntah baru muncul kalau terjadi inkarserata karena
ileus atau strangulasi karena nekrosis (Sjamsjuhidayat, 2004)
Pada inspeksi, saat pasien diminta mengedan dalam posisi berdiri
dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan di regio
inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Perlu
diperhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum atau
labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien lalu diminta mengedan
atau batuk sehingga adanya benjolan yang asimetri dapat
dilihat( Mansjoer, 2000)
Pada palpasi, dilakukan saat ada benjolan hernia, diraba
konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah dapat direposisi. Bila
hernia dapat direposisi, waktu jari masih berada di annulus internus, pasien
diminta mengedan, kalau ujung jari menyentuh hernia berarti hernia
inguinalis lateral, sementara jika bagian sisi jari yang menyentuh, berarti
hernia inguinalis medialis. Kantong hernia yang kosong kadang dapat
diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong
yang memberikan sensasi gesekan dua kain sutera. Disebut tanda sarung
18
tangan sutera. Kalau kantong hernia berisi organ, palpasi mungkin meraba
usus, omentum (seperti karet) atau ovarium (Sjamsuhidajat, 2004)
Tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test
dan Thumb test. Cara pemeriksaannya sebagai berikut :
P e m e ri k saan Fing e r T e s t :
1.Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.
2.Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal.
3. Penderita disuruh batuk:
- Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
- Bila impuls disamping jari Hernia Inguinalis Medialis.
P e m e ri k saan Z i e m e n T e s t :
1.Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh
penderita).
2.Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.
3.Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada :
jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.
jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis.
19
jari ke 4 : Hernia Femoralis.
P e m e ri k saan T hu mb T e s t :
Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan
-Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.
-Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.
5. Komplikasi (Sjamsuhidajat, 2004)
Komplilkasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi
hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada kasus
ireponibel; ini dapat terjadi kalau isi terlalu besar, atau terjadi perlekatan.
Dalam kasus ini tidak ada gejala klinis.
Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga
terjadi strangulasi yang menimbulkan gejala obstruksi sederhana.
Sumbatan dapat terjadi parsial atau total seperti pada hernia richter. Bila
cincin hernia sempit, kurang elastis atau kaku, sering terjadi jepitan
parsial. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi ke
jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga
terjadi udem organ atau struktur di dalam hernia. Timbulnya udem
mengakibatkan jepitan semakin bertmbah sehingga suplai darah
terhambat. Akibatnya jaringan isi akan nekrosis dan hernia akan berisi
cairan transudat serosanguinis. Bila isi jaringan adalah usus, bisa terjadi
perforasi yang menimbulkan abses lokal, fistel, hingga peritonitis.
Gambaran klinis hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai
20
dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit dan asam basa. Bila telah strangulasi, bisa terjadi toksik akibat
gangrene dan gambaran menjadi sangat serius. Penderita akan mengeluh
nyeri hebat di tempat hernia dan akan menetap karena rangsang
peroitoneal.
Pada pemeriksaan local ditemukan benjolan yang tidak dapat
dimasukkan kembali disertai nyeri tekan dan dapat ditemukan tanda
peritonitis atau abses local. Dalam hal ini hernia strangulate merupakan
kegawatdaruratan dan butuh penanganan segera.
6. Penatalaksanaan
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi
dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi
hernia yang telah direposisi. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan
kiri memegang isi hernia dan membentuk corong, tangan kanan
mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang
tetap sampai terjadi reposisi (Sjamjuhidajat, 2004).
Pada anak-anak reposisi spontan lebih sering terjadi dan gangguan
vitalitas lebih jarang disbanding orang dewasa. Hal ini disebabkan cincin
hernia yang lebih elastis pada anak-anak. Reposisi dilakukan dengan
menidurkan anak dengan pemberian sedative dan kompres es di atas
hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil, anak disiapkan operasi hari
berikutnya. Bila tidak berhasil, operasi segera (Sjamjuhidajat, 2004).
Pemakaian penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan, sehingga harus dipakai
seumur hidup. Ini tidak dianjurkan karena merusak kulit dan tonus otot di
daerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam
(Sjamjuhidajat, 2004)
Yang penting diperhatikan untuk memperoleh keberhasilan terapi
maka factor-faktor yang meningkatkan tekanan intra abdomen juga harus
dicari dan diperbaiki. Misalnya batuk kronis, prostat, tumor, ascites, dan
lain-lain). Dan defek yang ada direkonstruksi (Sjamjuhidajat, 2004).
21
Langkah operatif adalah pengobatan satu-satunya yang rasional.
Indikasi operasi sudah ada sejak diagnosa ditegakkan. Prinsip dasar
operasi terdiri dari herniotomi dan hernioplasti (Sjamjuhidajat, 2004).
Herniotomi adalah membebaskan kantong hernia sampai ke
lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu
dipotong (Sjamjuhidajat, 2004).
Hernioplasti ialah melakukan tindakan memperkecil annulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding posterior kanalis inguinalis.
Hernioplasti lebih penting dalam mencegah terjadinya residif. Dikenal
berbagai metode hernioplasti seperti memperkecil annulus inguinalis
internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia
transversa, dan menjahitkan pertemuan antara m. oblikus internus
abdominis dan m. transverses internus abdominis (conjoint tendon) ke
ligamentum inguinale poupart menurut Bassini, atau menjahitkan fasia
transversa, m. transverses abdominis, m. oblikus internus abdominis ke
ligamentum cooper menurut McVay (Sjamjuhidajat, 2004).
Kelemahan teknik Bassini dan teknik variasi lain adalah adanya
regangan berlebihan dari otot-otot yang dijahit. Karena itu dipopulerkan
metode penggunaan prosthesis mesh untuk memperkuat fasia transversalis
yang menjadi dasar kanalis inguinalis, tanpa menjahit otot-otot ke
inguinal(Sjamjuhidajat, 2004)
Pada bedah darurat, misalnya sudah terjadi komplikasi, prinsipnya
sama dengan yang elektif. Cincin hernia dicari dan dipotong. Usus halus
dinilai apakah vital atau tidak. Bila vital direposisi, bila tidak dilakukan
reseksi dan anastomosis (Mansjoer, 2000)
7. Prognosis
Perbaikan klasik memberikan angka kekambuhan sekitar 1% -3%
dalam jarak waktu 10 tahun kemudian. Kekambuhan disebabkan oleh
tegangan yang berlebihan pada saat perbaikan, jaringan yang kurang,
hernioplasti yang tidak adekuat, dan hernia yang terabaikan. Kekambuhan
22
yang sudah diperkirakan, lebih umum dalam pasien dengan hernia direk,
khususnya hernia direk bilateral. Kekambuhan tidak langsung biasanya
akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung proksimal kantung.
Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan biasanya dalam regio
tuberkulum pubikum, dimana tegangan garis jahitan adalah yang
terbesar.insisi relaksasi selalu membantu. Perbaikan hernia inguinalis
bilateral secara bersamaan tidak meningkatkan tegangan jahitan dan bukan
merupakan penyebab kekambuhan seperti yang dipercaya sebelumnya.
Hernia rekurren membutuhkan prostesis untuk perbaikan yang berhasil,
kekambuhan setelah hernioplasti prostesisanterior paling baik dilakukan
dengan pendekatan preperitoneal atau secara anterior dengan sumbat
prosthesis (Burkitt, 2002).
B. Proses Keperawatan Hernia Inguinalis
1. Proses Keperawatan Pra Operatif
Pengkajian pasien fase praoperatif secara umum dilakukan untuk
menggali permasalahan pada pasien sehingga bisa dilakukan intervensi
yang sesuai dengan kondisi pasien. Perawatan lebih berfokus pada
pengkajian utama seluruh sistem tubuh untuk memastikan tidak ada
masalah yang terabaikan. Pengkajian praoperatif secara umum meliputi
(Muttaqin, 2009):
1. Pengkajian umum
a. Identitas pasien
Identitas yang penting untuk diketahui adalah nama dan
usia. Usia pasien sangat penting untuk diketahui untuk
mengetahui tingkat risiko pembedahan. Anak-anak dan lansia
berisiko lebih tinggi dalam proses pembedahan. Pengetahuan
mengenai usia dapat membantu penentuan tindakan
pencegahan mana yang penting untuk dimasukkan ke dalam
rencana asuhan keperawatan (Muttaqin, 2009).
b. Persiapan umum (Muttaqin, 2009).
1) Informed consent
23
2) Persiapan alat dan obat
3) Persiapan ruangan perioperatif dan pascaoperatif.
2. Pengkajian riwayat kesehatan
a.Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan mencakup keluhan yang membawa
pasien berobat, riwayat obat-obatan yang sedang digunakan dan
riwayat pembedahan. Obat-obatan yang sedang digunakan bisa
menjadi pertimbangan untuk dihentikan sementara beberapa hari
sebelum operasi. Riwayat pembedahan terdahulu penting digali
untuk menentukan risiko operasi terutama apabila pembedahan
yang pernah dilakukan terkait organ-organ vital (Muttaqin, 2009).
b. Riwayat alergi
Riwayat alergi obat-obatan perlu dipastikan terutama untuk
persiapan jenis obat-obatan yang akan diberikan untuk anestesi
ataupun profilaksis.
c. Pengkajian nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif.
Nyeri dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien karena dapat
menyebabkan permasalahan lebih lanjut bagi pasien, salah satunya
adalah gangguan kenyamanan saat tidur dan beristirahat yang selanjutnya
dapat mempengaruhi pemeriksaan tanda-tanda vital (Roper, 2002).
Provoking incident - Apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor penyebab nyeri?
- Apakah nyeri berkurang bila
beristirahat?
- Apakah nyeri bertambah berat bila
beraktivitas?
- Faktor apa saja yang meredam nyeri?
Quality or quantity of
pain
- Apakah nyeri bersifat tumpul, seperti
terbakar, berdenyut, tajam atau
menusuk?
24
Region,Radiation, Relief - Di mana lokasi nyeri?
- Apakah nyeri bisa reda?
- Apakah rasa sakitnya menjalar atau
menyebar?
Severity (Scale) of pain Pengkajian seberapa jauh rasa nyeri
yang dirasakan pasien dari skala 0-4.
Time - Sejak kapan nyeri berlangsung (akut
atau kronik)?
- Berapa lama nyeri berlangsung?
- Adakah waktu-waktu tertentu saat
nyeri dirasakan?
3. Pengkajian psikospiritual
a. Kecemasan
Pengetahun mengenai sumber kecemasan pasien dapat membantu
menurunkan kecemasan pasien. Informasi bisa digali dari pasien sendiri
ataupun orang-orang terdekat pasien. Sumber kecemasan pasien
biasanya berasal dari ketakutan dan ketidaktahuan mengenai proses
pembedahan, kematian dan anestesi. Pencerdasan mengenai sumber
ketakutan pasien secara logis dan komunikatif dapat membantu
mengurangi kecemasan pasien (Muttaqin, 2009).
b. Pengetahuan, persepsi dan pemahaman
Identifikasi mengenai pengetahuan, persepsi dan pemahaman
pasien dapat membantu perencanaan penyuluhan dan tindakan untuk
mempersiapkan kondisi emosional pasien (Muttaqin, 2009).
c. Informed consent
Informed consent adalah suatu izin tertulis yang dibuat secara
sadar dan sukarela oleh pasien sebelum dilakukan tindakan. Izin tertulis
tersebut dapat melindungi pasien dari kelalaian akibat suatu tindakan
dan melindungi ahli kesehatan dari suatu tuntutan dari lembaga hukum.
Informed consent ini dapat ditandatangani pasien setelah pasien
memahami informasi yang disampaikan terkait tindakan yang akan
25
dilakukan, resiko, alternatif, komplikasi dan keadaan-keadaan yang
mungkin terjadi selama pasca operatif (Muttaqin, 2009).
4. Pemeriksaan fisik
Fokus pemeriksaan fisik yang akan dilakukan adalah melakukan
klarifikasi dari hasil temuan saat anamnesis riwayat kesehatan
kesehatan pasien dengan sistem tubuh yang akan dipengaruhi atau
mempengaruhi respon pembedahan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan
mencakup pemeriksaan :
a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
b. Pengkajian tingkat kesadaran
c. Pengkajian status nutrisi
d. Sistem pernapasan
e. Sistem kardiovaskuler
5. Pengkajian diagnostik
a. EKG
b. Foto thorax
c. Pemeriksaan laboratorium
Pada kasus persiapan operasi pasien dengan hernia, yang akan
dilakukan herniotomi, herniorafi ataupun hernioplasti, rangkaian perawatan
pre operatif secara spesifik yaitu :
1. Pengkajian fokus pra bedah
a. Keluhan
1) Keluhan gastrointestinal (Muttaqin, 2009) :
a) Gangguan defekasi
b) Pembesaran abdomen
c) Kembung
d) Kemampuan flatus
b. Riwayat penyakit sebelumnya
26
Perlu diwaspadai adaya riwayat kadar glukosa darah
meningkat, hipertensi serta alergi obat-obatan. Kadar glukosa darah
dan tekanan darah perlu dikoreksi sebelum pembedahan
c. Pengkajian psikososial
2. Pengkajian diagnostik (Muttaqin, 2009).
a. Pemeriksaan EKG
b. Pemeriksaan foto thorax
c. Pemeriksaan laboratorium, meliputi kadar hemoglobin, leukosit,
LED, kalium, natrium, albumin, bilirubin, hitung darah lengkap,
dan hasil gas darah arteri.
3. Diagnosis keperawatan pra operatif (Muttaqin, 2009)
a. Nyeri yang dirasakan bisa berhubungan dengan kompresi saraf
abdomen, spasme otot sekunder dari masuknya struktur organ ke
dalam defek inguinal
b. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit dan rencana
pembedahan
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan rencana pembedahan
hernioraphi inguinal, misinterpretasi informasi, tidak mengenal
sumber-sumber informasi, dan ketegangan akibat krisis situasional
4. Rencana intervensi keperawatan pra operatif (Muttaqin, 2009)
a. Kelancaran persiapan pembedahan
1) Puasa 6 jam sebelum operasi
2) Cukur rambut area pubis dan skrotum
3) Kelengkapan informed consent
b. Penurunan respon nyeri
1) Pengaturan posisi fisiologis
2) Istirahatkan pasien
3) Pengaturan lingkungan
5. Evaluasi pra operatif
Pengkajian ringkas yang dilakukan meliputi (Muttaqin, 2009):
a. Validasi
27
Konfirmasi kebenaran identitas pasien untuk dicocokkan dengan
jenis pembedahan yang akan dilakukan
b. Kelengkapan administrasi
Status rekam medik, data hasil pemeriksaan penunjang, dan
informed consent
c. Kelengkapan alat dan sarana
Sarana pembedahan seperti benang, cairan intravena dan obat-obat
profilaksis.
d. Pemeriksaan fisik
Tanda vital dan neurovaskular (kesemutan, parestesia, paralisis)
e. Tingkat kecemasan dan pengetahuan pembedahan
Evaluasi yang diharapkan (Muttaqin, 2009):
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Respon nyeri tidak meningkat dan perdarahan terkontrol
c. Tingkat kecemasan pasien menurun
d. Pasien mendapat dukungan psikologis dan secara singkat dapat
menjelaskan perihal prosedur pembedahan
e. Pasien sudah terpasang IV kateter
2. Proses Keperawatan Intra Operatif
Pengkajian perawatan intraoperative bedah yang lazim diperhatikan
pada tindakan herniorrafi adalah :
a. Risiko cedara yang berhubungan dengan pengaturan posisi bedah.
Penanggulangannya pasien diposisikan dalam posisi fisiologis :
1. Harus selalu memperhatikan kondisi rentang pergerakan
normal pasien
2. Tonjolan tubuh yang rentan, saraf dan bagian tubuh yang
sensitive harus selalu mendapat bantaan yang memadai.
Bantalan akan mendistribusi tekanan dan beban serta menyerap
gaya-gaya yang menekan
28
3. Jangan menggunakan alat berbentuk donal karena alat tersebut
dapat mengurangi aliran darah, menimbulkan kongesti vena
dan pembengkakan jaringan seingga risiko ulkus decubitus
meningkat.
4. Lengan yang diposisikan pada papan lengan harus diikat
dengan longgar dan diletakkan pada sudut yang kurang dari 90
derajat terhadap tubuh.
b. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée luka
pembedahan.
1. Manajemen asepsis prabedah
Asepsis prabedah meliputi teknik aseptic datau pelaksanaan
scrubbing cuci tangan.
2. Manajemen asepsis intraoperasi
Manajemen ini bertujuan untk menghindari kontak dengan zona
steril, meliputi pemakaian baju bedah, pemakaian sarung tangan,
persiapan kulit dengan povidone iodine, pemasangan duk dan
penyerahan alat yang diperlukan dengan perawat sirkulasi yang
steril.
3. Penutupan luka dan pembedahan
Penutupan luka bertujuan untuk menurutnkan risiko infeksi pada
bekas insisi pembedahan, bahan yang digunakan biasanya spons
dan plester adhesive.
c. Proses Keperawatan Post Operatif
Asuhan kepeerawatan pasca bedah herniorafi di ruang pulih sadar
secara umum sama dengan asuhan keperawatan pasca bedah dengan
anestesi umum lainnya. Perubahan fisiologis yang timbul sebagai efek dari
anestesi dan intervensi bedah diantaranya adalah sebagai berikut (Muttaqin
dan Sari, 2009) :
29
1. Sistem pernafasan
Sering terjadi depresi pernafasan dari sisa anestesi inhalasi ,
penurunan kemampuan terhadap control kepatenan jalan nafas
dan penurunan kemampuan kontrol batuk
2. Sistem kardiovaskular
Terjadi depresi mekanisme regulasi sirkulasi normal, perdarahan
pasca operatif, penurunan curah jantung, perubahan kemampuan
kontrol suhu tubuh
3. Sistem saraf
Kontrol kesadaran masih buruk, kemampuan orientasi masih
buruk, nyeri pasca operatif meningkat, penurunan kesadaran
4. Kemampuan kontrol miksi menurun
5. Kontrol peristaltik usus menurun, kemampuan pengosongan
lambung menurun
6. Kerusakan integritas jaringan, risiko tinggi infeksi, risiko cedera
bedah
Evaluasi yang diharapkan pada pasien pasca operatif, meliputi :
Kembalinya fungsi fisiologis pada seluruh system secara normal
Tidak terjadi komplikasi pasca bedah
Pasien dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman
Tidak terjadi luka operasi
Hilangnya rasa cemas
Meningkatnya konsep diri pasien
33
BAB III
KESIMPULAN
1. Hernia yang dalam bahasa latin sering disebut rupture, merupakan suatu
penonjolan abnormal melewati suatu dinding rongga yang terbuka atau
dinding yang lemah.
2. Hernioraphy adalah suatu tindakan bedah untuk terapi definitif terhadap
34
DAFTAR PUSTAKA
Anon G. 2007. Indirect Inguinal Hernia, Emerg Surgery; Last up date August 15 2007. Vol 91: 947-952.
Burkitt H. G. and Quick C. R.G. 2002. Essential Surgery; Problems, Diagnosis and Management. Churchill Livingstone London.
Erickson, KM. 2010. Abdominal Hernias. Diakses pada tanggal 26 maret 2013 dari http://emedicine.medscape.com/article/189563-overview
Holzheimer. R. G. 2005. Inguinal Hernia : Classification, Diagnosis, and Treatment. European Jurnal of Medicine Research. Vol. 10: 121-134.
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Ed.3. 2000. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Muttaqin, A. dan K. Sari. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif : Konsep, Proses dan Aplikasi. Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
Palanivelu, C. 2004. Operative Manual ofLaparoscopic Hernia Surgery. Edisi I. Penerbit GEM Foundation. Hal 39-58
Roper, Nancy. 2002. Prinsip-prinsip Keperawatan. Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta.
Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. 2004. Jakarta : EGC
Warko K. dan Ahmad D. 1998. Dinding Perut, Hernia, Retroperitoneum, dan Omentum, In : Sjamsuhidayat R, Wim DJ, Buku Ajar Ilmu Bedah. Revisi ed. Jakarta: EGC p. 700-710.
WebMD. 2010. Inguinal Hernia. Diakses pada tanggal 26 maret 2013 dari http://www.webmd.com/digestive-disorders/tc/inguinal-hernia-topic-overview