Upload
ahmadcaesar
View
269
Download
14
Embed Size (px)
Citation preview
UNDIAGNOSEDUNDIAGNOSED POLIP ENDOMETRIUM POLIP ENDOMETRIUM
Laporan KasusLaporan Kasus
UNIVERSITAS ANDALASUNIVERSITAS ANDALAS
Oleh
Ahmad Caesar TanyaNo. CHS : 19309
Pembimbing
Dr. Hj. Putri Sri Lasmini, SpOG (K)
BAGIANBAGIAN // SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGISMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNANDFAKULTAS KEDOKTERAN UNAND
RSRSUPUP Dr. M. Dr. M. DJAMIL PADANGDJAMIL PADANG20122012
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS..............................................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................24
A. Perdarahan Uterus Abnormal.....................................................................................24
B. Mioma Uteri...................................................................................................................25
1. Definisi......................................................................................................................25
2. Frekuensi..................................................................................................................25
3. Etiologi dan Patogenesis........................................................................................25
4. Klasifikasi..................................................................................................................26
5. Gejala-Gejala...........................................................................................................27
6. Diagnosis..................................................................................................................29
C. Polip Endometrium.......................................................................................................30
BAB IV DISKUSI..............................................................................................................................32
BAB V KESIMPULAN....................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 USG tanggal 31 Desember 2011................................................................................10Gambar 2 USG tanggal 4 Januari 2012.......................................................................................15Gambar 3 Histeroskopi...................................................................................................................19Gambar 4 Klasifikasi Mioma...........................................................................................................27
ii
BAB IPENDAHULUAN
Pembesaran uterus yang paling umum dan yang paling sering
disebabkan oleh karena kehamilan dan mioma uteri. Mioma uteri merupakan
tumor jinak yang berasal dari miometrium. Berbentuk bulat, putih seperti mutiara,
firm, rubbery tumor dan apabila dilakukan pemotongan tampak whorled pattern.
(Cunningham 2008). Mioma bervariasi dalam ukuran, jumlah dan berkembang
secara lambat. (http://www.uterine-fibroids.org/myoma.html). Mioma uteri
terdiagnosa pada saat pemeriksaan fisik atau pada saat pelvic imaging. (Berek
2007). Kebanyakan mioma uteri berkembang pada usia produktif, mioma uteri
tidak akan berkembang sebelum tubuh memproduksi estrogen. Sedangkan pada
kehamilan, mioma akan berkembang lebih cepat karena ada estrogen yang
berlebih saat kehamilan. Mioma akan berhenti berkembang atau akan mengecil
ukurannya bila kehilangan hormon estrogen. (Cunningham 2008). Mioma bisa
menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan menstruasi yang banyak
dan penekanan pada pelvis. (Berek 2007).
Dari hasil penemuan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25
tahun mempunyai sarang mioma, dengan alasan yang belum diketahui wanita
Afrika-Amerika ditemukan lebih banyak dengan insiden 3-9 kali lebih banyak
dibanding wanita kulit putih. Insiden mioma uteri sebelum menars belum pernah
dilaporkan, sedangkan setelah menopause kira-kira hanya 10%. Diperkirakan
insiden mioma uteri sekitar 20-30% dari seluruh wanita. (Berek 2007). Di
Indonesia, penderita ginekologi yang dirawat dengan mioma uteri sebayak 2.39-
11.7%. (Wiknjosastro 2008). Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur
35-45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita
post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan
untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah
hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri
berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. (Berek
2007)
Penyebab pasti mioma belum diketahui. Klasifikasi mioma berdasarkan
dari lokasi dan arah perkenbangannya. Mioma yang berkembang ke arah serosa
uterus disebut mioma subserosa. Apabila mioma tersebut mempunyai tangkai
1
maka disebut pedunculated myomas. Mioma intramural berkembang didalam
otot uterus, bisa berdiri sendiri (single) atau banyak (multiple). Mioma
submukosum berkembang ke arah endometrium sehingga memenuhi kavum
uteri serta memberikan keluhan perdarahan pervaginam, begitu juga dengan
mioma intramural yang perkembangannya kearah mukosa maka akan
memberikan keluhan perdarahan pervaginam. (Cunningham 2008)
Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 38 tahun dengan
diagnosa menometrohargia ec DUB dengan anemia dan infertilitas primer 9
tahun, yang dalam perjalanannya dilakukan USG didapatkan mioma uteri yang
kemungkinan berasal dari submukosa. Dalam perawatan dilakukan USG ulangan
didapatkan kesan pedunculated submucosal myoma. Kemudian dilakukan
histeroskopi diagnostik + laparoskopi + kromotubasi pada pasien. Selanjutnya
akan dibahas apakah diagnosa, tindakan, penatalaksaaan ini sudah tepat dan
sesuai dengan literatur.
2
BAB IILAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Fetmawati Nama Suami : Erwin
Umur : 38 tahun Umur : 40 tahun
Status : Kawin Pekerjaan : Buruh
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : Tamat SLTP
Pendidikan : Tamat SD
Alamat : Tabing Banda Gadana
MR : 76.74.99
Anamnesis
Keluhan Utama
Pasiendenganusia38tahun, masuk zgl ginekologi RSUP Dr. M. Djamil
pada tanggal 27 Desember 2011 pukul10.25 WIB, dengan keluhan utama keluar
darah dari kemaluan sejak 15 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluar darah yang banyak dari kemaluan sejak 15 hari yang lalu, berwarna
merah kehitaman, berbongkah, ganti duk 4-5/hari.
Keluar darah dari kemaluan diluar siklus haid sejak 1 siklus terakhir.
HPHT : 01 Des 2011.
Riwayat bengkak pada perut disangkal.
Riwayat berurut disangkal.
Riwayat demam (-), trauma (-), keputihan (-).
Pasien sudah menikah selama 9 tahun akan tetapi belum mempunyai anak.
BAB dan BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah menderita penyakit jantung, hati, ginjal, DM, dan hipertensi.
3
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular,
dan kejiwaan.
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, Dan Kebiasaan
Riwayat Perkawinan : 1 x tahun 2002
Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan : 0 / 0 / 0
Pasien sudah menikah selama 9 tahun akan tetapi belum mempunyai anak.
Riwayat Kontrasepsi : tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Status Umum
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 90 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5 - 2 cmH2O
Toraks : Cor dan pulmo status interna
Abdomen : Status ginekologi
Genitalia : Status ginekologi
Ekstermitas : Edema (-/-), refleks fisiologis (+/+), refleks patologis (-/-)
Status obstetrikus
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, fundus uteri tidak teraba, massa tidak ada,
ada nyeri tekan di perut bagianbawah, nyeri lepas
tidak ada
Perkusi : Timpani
4
Auskultasi : BU (+) normal
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
Inspekulo
Vagina : Tumor (-), laserasi (-), fluksus (+) terdapat darah warna
merah
kehitaman menumpuk difornik posterior
Porsio : Nulliparous, ukuran sebesar jempol tangan dewasa,
tumor (-),
laserasi (-), fluxus (+), darahmerah kehitaman merembes
dari
kanalis servikalis, OUE tertutup.
Sondase : AF, ukuran 7 cm
VT bimanual
Vagina : Tumor (-)
Portio : MP, ukuran sebesar jempol tangan dewasa, nyeri
goyang tidak ada, OUE tertutup
CUT : AF, ukuran sebesar telur ayam
AP : Lemas kiri dan kanan
CD : Tidak menonjol
Pemeriksaan Laboratorium
Plano test : Negatif
Darah rutin
Hb : 3.2 gr%
Leukosit : 6.300 /mm3
Hematokrit : 11.4 %
Trombosit : 262.000 /mm3
Kimia darah
PT : 12.9 “
APTT : 26.3 “
Ureum : 27.3 mg/dl
Kreatinin : 0.7 mg/dl
5
Natrium : 140 mg/dl
Kalium : 3.3 mg/dl
Klorida : 107 mg/dl
Hitung jenis
Basofil : 0 %
Eosinofil : 0 %
Batang : 2 %
Segmen : 78 %
Limfosit : 16
Monosit : 4
Gambaran Darah Tepi
Eritrosit : Hipokrom, anisositosis, anulosit (+)
Leukosit : Jumlah dalam batas normal, neutrofilia shift to the right.
Trombosit : Kesan jumlah cukup
Diagnosis
Menometrohargia ec AUB + anemia gravis + IP 9 tahun
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Siapkan darah PMI
Transfusi darah PRC 1 kantong per hari
Terapi
Transamin 3 x 1 amp iv
Vitamin C 3 x 1 amp iv
Vitamin K 3 x 1 amp iv
Rencana
Perbaiki keadaan umum
Perjalanan Penyakit
6
Tanggal 28 Desember 2011
Pukul 07.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 92 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
Menometrohargia ec AUB + anemia dalam perbaikan + IP 9 tahun +
Perawatan hari I
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Transfusi darah PRC 1 kantong per hari
Terapi
Transamin 3 x 1 amp iv
Vitamin C 3 x 1 amp iv
Vitamin K 3 x 1 amp iv
Rencana
Perbaiki keadaan umum
Tanggal 29 Desember 2011
7
Pukul 07.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
Menometrohargia ec AUB + anemia dalam perbaikan + IP 9 tahun +
Perawatan hari II
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Transfusi darah PRC 1 kantong per hari
Terapi
Transamin 3 x 1 amp iv
Vitamin C 3 x 1 amp iv
Vitamin K 3 x 1 amp iv
Rencana
Perbaiki keadaan umum
USG Fetomaternal
Tanggal 30 Desember 2011
8
Pukul 07.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis kooperatif
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
Menometrohargia ec AUB + anemia dalam perbaikan + IP 9 tahun +
Perawatan hari III
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Transfusi darah PRC 1 kantong per hari
Cek laboratorium besok pagi
Terapi
Transamin 3 x 1 amp iv
Vitamin C 3 x 1 amp iv
Vitamin K 3 x 1 amp iv
Rencana
Perbaiki keadaan umum
USG Fetomaternal besok
Konsul Repman setelah USG
Tanggal 31 Desember 2011
9
Pukul 07.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis kooperatif
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
Menometrohargia ec AUB + anemia dalam perbaikan + IP 9 tahun +
Perawatan hari IV
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Transfusi darah PRC 1 kantong per hari
Terapi
Transamin 3 x 1 amp iv
Vitamin C 3 x 1 amp iv
Vitamin K 3 x 1 amp iv
Rencana
Perbaiki keadaan umum
USG Fetomaternal
Pemeriksaan Penunjang
10
Laboratorium
Darah rutin
Hb : 9.9 gr%
Leukosit : 6.300 /mm3
Hematokrit : 31.3 %
Trombosit : 251.000/mm3
Hasil USG Fetomaternal
Gambar 1 USG tanggal 31 Desember 2011
Ekspertise
11
Uterus ukuran 8.2 x 3.4 x 4.1 cm
Tampak massa hipoechoic dengan batas tegas pada korpus belakang
yang meluas ke kavum uteri dengan ukuran 2.4 x 2.1 x 2.2 cm
Kedua adneksa dalam batas normal
Penilaian : Mioma uteri kemungkinan submukosa
Tanggal 1 Januari 2012
Pukul 08.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (+) sedikit
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (+) sedikit
Diagnosa
Menometrohargia ec mioma uteri + anemia dalam perbaikan + IP 9 tahun +
Perawatan hari V
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Terapi
SF3 x 1 tab
Rencana
12
Perbaiki keadaan umum
Tanggal 2 Januari 2012
Pukul 07.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 88 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
Menometrohargia ec mioma uteri + anemia dalam perbaikan + IP 9 tahun +
Perawatan hari VI
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Terapi
SF 3 x 1 tab
Rencana
Perbaiki keadaan umum
Tanggal 3 Januari 2012
13
Pukul 07.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 84 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
Menometrohargia ec mioma uteri + anemia dalam perbaikan + IP 9 tahun +
Perawatan hari VII
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Konsul endokrin
Terapi
SF 3 x 1 tab
Rencana
Kuret PA
Tanggal 4 Januari 2012
14
Pukul 07.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 84 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
Menometrohargia ec mioma uteri + anemia dalam perbaikan + IP 9 tahun +
Perawatan hari VIII
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Terapi
SF 3 x 1 tab
Rencana
Kuret PA hari ini
Pukul 09.00 WIB
15
Hasil keputusan konferensi
Dilakukan pemeriksaan USG ulangan
Gambar 2 USG tanggal 4 Januari 2012
Dari hasil pemeriksaan USG ulangan didapatkan kesan pedunculated submucosal myoma
16
Rencana dilakukan histeroskopi diagnostik + laparoskopi + kromotubasi
Kemudian dilakukan informed consent ulangan mengenai tindakan yang akan dilakukan, keluarga setuju
Rencana tindakan akan dilakukan pada hari sabtu tanggal 7 Januari 2012
Tanggal 5 Januari 2012
Pukul 07.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
Menometrohargia ec mioma uteri + anemia dalam perbaikan + IP 9 tahun +
Perawatan hari IX
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Terapi
SF 3 x 1 tab
Rencana
Histeroskopi diagnostik + laparoskopi + kromotubasi
Tanggal 6 Januari 2012
17
Pukul 07.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
Menometrohargia ec mioma uteri + anemia dalam perbaikan + IP 9 tahun +
Perawatan hari X
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Terapi
SF 3 x 1 tab
Rencana
Histeroskopi diagnostik + laparoskopi + kromotubasi
Tanggal 7Januari 2012
18
Pukul 07.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen : Status ginekologis
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
Menometrohargia ec mioma uteri + anemia dalam perbaikan + IP 9 tahun +
Perawatan hari XII
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Terapi
SF 3 x 1 tab
Rencana
Hari ini dilakukan histeroskopi diagnostik + laparoskopi + kromotubasi
Pukul 11.20 WIB
Dilakukan histeroskopi
Kesan : Polip endometrium
Dilanjutkan dengan laparoskopi diagnostik dengan kromotubasi
Kesan : Kedua tuba fallopii paten
Rencana dilakukan kuretase
19
Gambar 3 Histeroskopi
Pukul 12.20 WIB
Dilakukan kuretase diagnostik
Diagnosa
Post histeroskopi + kromotubasi + Kuretase atas indikasi polip endometrium
Sikap
Awasi paska tindakan
Perawatan post tindakan
Kontrol keadaan umum, vital sign dan PPV
Pasien tidur terlentang
IVFD RL : Dextrose 5% = 3 : 1 28 tetes / menit
Ceftriaxon 2 x 1 gr
Pronalges supp k/p
Pasien dipuasakan hingga bising usus (+) minum bertahap
Tanggal 8 Januari 2012
20
Pukul 08.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis kooperatif
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 82 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit, luka operasi tertutup
verband
Palpasi : Supel, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada,
nyeri
lepas tidak ada, defans muskular tidak ada
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
Post histeroskopi + kromotubasi + Kuretase atas indikasi polip endometrium
+ Perawatan hari I
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Terapi
Ceftriaxon 2 x 1 gram
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Benovit C 1 x 1
Pemeriksaan Penunjang
21
Laboratorium
Darah rutin
Hb : 10.1 gr%
Leukosit : 8.600 /mm3
Hematokrit : 32 %
Trombosit : 326.000 /mm3
Tanggal 9 Januari 2012
Pukul 07.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis kooperatif
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 68 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva tidak anemis
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit, luka operasi tertutup
verband
Palpasi : Supel, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada,
nyeri
lepas tidak ada, defans muskular tidak ada
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
22
Post histeroskopi + kromotubasi + Kuretase atas indikasi polip endometrium
+ Perawatan hari II
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Terapi
Ceftriaxon 2 x 1 gram
Asam Mefenamat3 x 500 mg
Benovit C 1 x 1
Tanggal 10 Januari 2012
Pukul 07.00 WIB
Anamnesa
Demam tidak ada, BAK (+), BAB (+), PPV (-)
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis kooperatif
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x / menit
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 37 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit, luka operasi tertutup
verband
Palpasi : Supel, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada,
nyeri
lepas tidak ada, defans muskular tidak ada
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Genitalia
Inspeksi : Vulva dan urethra tenang
PPV (-)
Diagnosa
23
Post histeroskopi + kromotubasi + Kuretase atas indikasi polip endometrium
+ Perawatan hari III
Sikap
Kontrol KU, VS, PPV
Terapi
Ceftriaxon 2 x 1 gram
Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Benovit C 1 x 1
Rencana
Pulang hari ini
Tanggal 16 Januari 2012
Hasil Patologi anatomi
Mikroskopik
Dalam sediaan yang kami terima tampak potongan jaringan endometrium
dengan stroma longgar sebagian mengandung perdarahan dan adanya
kelenjar-kelenjar yang berbentuk tubulus dilapisi selapis epitel thoraks,
sebagian kelenjar ada yang berkelok, ada kelenjar dalam kelenjar (glendin
gland), ada yang tumbuh back to back, sebagian potongan jaringan ini
dikelilingi oleh epitel selapis thorak.
Kesimpulan
Endometrial Polyp
Tak tampak tanda ganas dalam sediaan ini
24
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
A. Perdarahan Uterus Abnormal
Perdarahan uterus abnormal merupakan suatu kelainan perdarahan
pervaginam yang disebabkan oleh karena gangguan fungsi mekanisme kerja
hipotalamus-hipofise ovarium dan endometrium (tanpa ditemukan kelainan
organik) maupun perdarahan yang disebabkan oleh karena kelainan organik.
Penelitian dan manajemen untuk perdarahan uterus abnormal (PUA) atau
Abnormal Uterine Bleeding (AUB), untuk wanita yang tidak hamil dalam usia
reproduksi banyak terhambat baik oleh tata-nama yang membingungkan dan
tidak konsistennya istilah yang diterapkan dan kurangnya metode standar
untuk penyelidikan dan kategorisasi penyebab dari PUA itu sendiri. (Malcolm
2011).
Federation Internationale de Gynecologie et d'sistem Obstetrique
onkologi (FIGO) membuat klasifikasi praktis yang dapat diterima secara
universal dan membantu dokter dalam melakukan penelitian, pengobatan,
dan prediksi terjadinya kanker ginekologi. Ringkasnya klasifikasi FIGO ini
menggunakan istilah PALM-COEIN untuk mengelompokan penyebab
Perdarahan Uterus Abnormal yang dikembangkan oleh kelompok kerja
gangguan Haid dari FIGO. Sistem ini dikembangkan dengan kontribusi dari
grup internasional dari peneliti klinis dan nonklinis dari 17 negara di enam
benua. Sebuah sistem untuk tata-nama dan gejala dikembangkan oleh FIGO
tersebut merekomendasikan nomenclatures standar serta ditinggalkannya
istilah metrorrhagia, menorrhagia, dan perdarahan uterus disfungsional.
(Malcolm 2011)
Sistem klasifikasi oleh FIGO (Federal Internationale de Gynecologie
et d’sistem Obstetrique onkologi) dibagi secara bertingkat ke dalam sembilan
kategori dasar yang diatur menurut singkatan PALM-COEIN : polip,
adenomiosis, leiomyoma, keganasan dan hiperplasia, koagulopati,
gangguan ovulasi, endometrium, iatrogenik, dan tidak diklasifikasikan.
Secara umum, komponen dari kelompok PALM adalah kelainan
struktural yang terukur secara visual, dengan menggunakan teknik-teknik
pencitraan, dan dengan menggunakan histopatologi sementara kelompok
25
COEIN berkaitan dengan kelainan yang tidak dapat diidentifikasi oleh
pencitraan atau histopatologi (struktural). (Kristen AM 2009 ; Malcolm 2011).
B. Mioma Uteri
1. Definisi
Leiomyoma adalah neoplasma jinak otot polos yang biasanya
berasal dari miometrium. Mereka sering disebut sebagai mioma uterus,
dan sering disebut secara salah dengan fibroid karena sebenarnya terdiri
dari sejumlah besar kolagen yang terkandung menciptakan konsistensi
berserat. Sebuah pseudokapsul tipis terdiri dari jaringan areolar dan serat
otot yang terkompresi mengelilingi tumor. (De Cherney 2007;
Cunningham 2008).
Mioma uteri biasanya akan membesar sehingga menyebabkan
distorsi ukuran kavum uterus, sering multipel dan biasanya kurang dari 15
cm tetapi dalam beberapa kasus yang jarang dapat mencapai proporsi
yang sangat besar, dengan berat lebih dari 45 kg. (De Cherney 2007)
2. Frekuensi
Mioma uteri paling banyak ditemukan pada usia 35 tahun (20-
25%). Mioma uteri lebih sering didapati pada wanita nullipara atau yang
kurang subur dan pada wanita berkulit hitam dibandingkan dengan wanita
kulit putih, ras hispanik atau asia. Resiko menderita mioma menurun
seiring dengan meningkatnya kehamilan wanita dengan dua kali
melahirkan bayi cukup bulan akan menurunkan resiko sebesar 0.5%.
Berat badan juga meningkatkan resiko mioma uteri dengan asumsi wanita
dengan obesitas memiliki kadar estrogen yang tinggi. Namun walau
estrogen memegang pengaruh besar terhadap faktor resiko mioma uteri
penggunaan kontrasepsi oral tidak meningkatakan faktor resiko mioma
uterus walaupun begitu penelitian dari Nurse Health Study melaporkan
adanya sedikit peningkatan resiko pada pengguna kontrasepsi oral yang
dimulai pada usia remaja. Faktor keturunan juga memegang peranan.
Setelah menopause hanya kira-kira 10% yang masih tumbuh. (Speroff
2005; De Cherney 2007; Cunningham 2008).
26
3. Etiologi dan Patogenesis
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan
diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma
merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik
dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai
abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan 12q13-15.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor
predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth
hormone. (Siccardi 2006; Cunningham 2008).
4. Klasifikasi
Lapisan otot uterus merupakan otot polos berwarna cenderung
merah muda dan mioma uteri cenderung lebih tampak lebih tebal
berbenjol dan cenderung agak putih. Biasanya cenderung hanya ada satu
mioma dan terdapat variasi ukuran dan lokasi dari mioma tersebut (Zaher
and Regan 2009). Beberapa mioma uteri ada yang sebesar kepala peniti
tetapi beberapa ada yang membesar bahkan ada yang hingga sebesar
buah melon atau bola sepak. Mioma uteri diklasifikasikan berdasarkan
lokasi dan arah pertumbuhannya. (De Cherney 2007; Cunningham 2008).
1. Mioma Subserosa : berasal dari pertumbuhan miosit yang terletak di
lapisan serosa uterus dan arah tumbuhnya kearah luar. Dimana
ketika hanya tersambung dengan tangkai terhadap miometrium
disebut Pedunculated Mioma. Parasitic Mioma adalah variasi dari
mioma subserosa yang tumbuh di kearah kavum pelvis dan
kemudian terlepas dari miometrium tempat asal mioma tumbuh.
2. Mioma Intramural : tumbuh ditengah-tengah lapisan miometrium.
3. Mioma Submukosa : mioma yang tumbuh dekat kearah endometrium
dan arah pertumbuhannya kearah kavum uterus.
4. Kurang lebih 0.4% tumbuh di serviks.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip,
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks (myomgeburt). Mioma
subserosum dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum
menjadi mioma intra ligamenter: Mioma subserosum dapat pula tumbuh
menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan
kemudian membebaskan diri dan uterus, sehingga disebut
27
wandering/parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma
saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam
saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri atas berkas
otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti whorl like pattern,
dengan pseudocapsule yang terdiri dan jaringan ikat longgar yang
terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini. Pernah ditemukan 200
sarang mioma dalam satu uterus, namun biasanya hanya 5-20 sarang
saja. Dengan pertumbuhan mioma dápat mencapai berat lebih dan 5 kg.
Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20 tahun, paling
banyak pada umur 35-45 tahun (kurang lebih 25%). Pertumbuhan mioma
diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran
sebesar tinju, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Setelah
menopause banyak mioma menjadi listit, hanya 10% saja yang masih
dapat tumbuh lebih lanjut.
Gambar 4 Klasifikasi MiomaSumber Cunningham 2008
5. Gejala-Gejala
Gejala-gejala mioma hanya terdapat pada 35-50% pasien dengan
mioma uteri. Malah kebanyakan mioma ini tidak memberikan gejala
(kebetulan ditemukan) dan bahkan mioma yang sangat besar dapat tidak
terdeteksi terutama pada pasien yang gemuk. Semakin besar miomnya
semakin besar kemungkinan gejalanya timbul. Gejala mioma uteri
tergantung dari: (De Cherney 2007; Cunningham 2008).
a. Jenis mioma (subserosa, intramural, submukosa)
28
b. Besarnya mioma
c. Lokalisasi mioma
d. Perubahan (degenerasi) dan komplikasi yang terjadi
Gejala-gejala mioma uteri sebagai berikut :
a. Perdarahan yang abnormal (menometrorhagia, dismenorrhae)
Merupakan gejala yang paling umum dan sering (+ 30%)
merupakan manifestasi klinik yang paling penting pada leiomyoma.
Biasanya dalam bentuk menorrhagia, metrorrhagia, dysmenorrhea.
Jenis mioma yang sering menyebabkan perdarahan adalah mioma
submukosa. Akan tetapi, Wegienke 2003, menyimpulkan bahwa
mioma subserosa dan intramural juga sama besarnya kemungkinan
menyebabkan seperti pada mioma submukosa. Mekanisme
perdarahan pada mioma ini adalah adanya tumor yang besar
menyebabkan pergeseran dan mendesak sistem vena di uterus. (De
Cherney 2007; Cunningham 2008).
b. Nyeri
Gejala ini tidak khas untuk mioma. Nyeri timbul karena
gangguan sirkulasi darah pada mioma, infeksi, nekrosis, torsi mioma
yang bertangkai atau karena kontraksi mioma subserosa dari cavum
uteri. Rasa nyeri yang diakibatkan infark dari torsi atau degenerasi
merah dapat menyerupai Akut Abdomen.
Mioma yang sangat besar dapat menyebabkan “sensasi
berat (penuh)” pada daerah panggul, sensasi massa dalam pelvis,
atau sensasi massa yang dapat diraba melalui dinding perut .
Punggung yang pegal atau sakit adalah gejala yang umum karena
penekanan terhadap urat saraf yang menjalar ke punggung,
pinggang dan tungkai bawah.
Pada mioma Geburt menyebabkan kanalis servikalis sempit
sehingga timbul dysmenorrhae. (De Cherney 2007; Cunningham
2008).
c. Akibat tekanan (Pressure effect)
Gejala penekanan sangat jarang pada myoma kecuali pada
mioma yang besar. Pada mioma intramural mungkin akan menekan
organ. Pada mioma parasitic akan menyebabkan penekasan pada
29
intestinal, bahkan jika besar akan melibatkan omentum dan usus
besar. Mioma pada serviks dapat menyebabkan sekret vaginal yang
serosanguineous, perdarahan vaginal dan dyspareunia. Mioma yang
sangat besar bisa menyebabkan kompresi pada ureter, kandung
kemih dan rektum. Bila menekan kandung kemih, akan menimbulkan
kerentanan kandung kemih (Bladder Irritability), pollakisuria dan
dysuria. Bila urethra tertekan, bisa timbul retentio urine. Bila berlarut-
larut dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada
rektum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi
dan kadang-kadang sakit pada waktu defekasi. Kalau besar sekali,
mungkin ada gangguan pencernaan, kalau terjadi tekanan pada Vena
Cava Inferior akan terjadi oedema tungkai bawah. (De Cherney 2007;
Cunningham 2008).
d. Infertilitas
Mioma yang menyebabkan infertilitas primer hanya 2-3%
dari pasien. Sampai saat ini belum jelas hubungan antara mioma dan
infertilitas. Diduga akibat efek oklusi ostium tuba dan gangguan
motilitas sperma menuju ovum. Dan yang paling penting adalah defek
pada kavum uteri menyebabkan gangguan implantasi dan transport
sperma. Vercilini 1999, menyimpulkan jenis mioma yang
berhubungan dengan infertilitas adalah mioma submukosa. Dari
beberapa penelitian Hart, 2001; Marchionni, 2004 fertilisasi invitro
tinggi tingkat keberhasilannya pada mioma yang tidak mengisi kavum
uteri. (De Cherney 2007; Cunningham 2008).
e. Abortus spontan
Insidens abortus spontan yang secara sekunder
berhubungan dengan mioma tidak diketahui tapi insidens ini 2 x lebih
banyak daripada wanita hamil normal. Contohnya, kejadian abortus
spontan sebelum miomektomi kira-kira 40% dan sesudah
miomektomi kira-kira 20%. Campo 2003 menyimpulkan bahwa
tingkat abortus menurun pada pasien yang di miomektomi. (De
Cherney 2007; Cunningham 2008).
f. Tumor/massa di perut bawah
30
6. Diagnosis
a. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis
mioma lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang
terjadi. Biasanya keluhan penderita berat dan adanya benjolan pada
perut bagian bawah. Perdarahan pervaginam yang menyebabkan
anemia biasanya bermanifestasi pucat pada pasien. (Cunningham
2008).
b. Pemeriksaan fisik
Paling sering mioma uteri ditemukan pada pemeriksaan rutin
bimanual, terkadang pada pemeriksaan palpasi pada abdomen.
Uterus teraba membesar, berbenjol-benjol atau keduanya. Terkadang
pada uterus retrofleksi menyebabkan luputnya diagnosa mioma
dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Pada pasien dengan mioma
yang besar biasanya serviks akan tertarik kearah simfisis. (De
Cherney 2007).
c. Pemeriksaan penunjang
i. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat
perdarahan uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi
terkadang terjadi eritrositosis. Hematokrit akan turun menjadi
normal setelah uterus diangkat. Eritropoitin pada beberapa kasus
mioma dilaporkan meningkat. Hal ini diduga disebabkan oleh
kompresi terhadap ureter sehingga terjadi tekanan balik, sehingga
mempengaruhi produksi eritropoitin pada ginjal. (De Cherney
2007).
ii. Imaging
Pemeriksaan sonografi pelvis (De Cherney 2007).
a. Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan
homogen pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat
sebagai massa pada abdomen bawah dan pelvis dan kadang
terlihat tumor dengan kalsifikasi.
b. Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri
yang tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
31
c. MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah
mioma uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
C. Polip Endometrium
Polip endometrium adalah tumor jinak soliter atau multipel yang lunak
berbentuk jumbai (sessile) dan bertangkai yang mengandung endometrium
hiperplastik. Gejala yang mungkin timbul antara lain adalah perdarahan dan
nyeri pelvis. Polip juga dapat menyebabkan infeksi, endometritis, dan
infertilitas. Gambaran USG paling baik dilihat pada fase proliferatif awal
siklus menstruasi atau pada fase sekretoris setelah injeksi medium saline
normal (SISH) ke dalam kavum uteri. Vaskularisasi polip ditunjang oleh
pembuluh-pembuluh yang bersal dari cabang-cabang terminal arteri uterina
dan dapat dinilai dengan USG color Doppler. (Darma 2011).
Polip endometrium jinak ditemukan sampai 30% pada perempuan di
negara-negara barat. Ukuran polip bervariasi antara 5 sampai 30 mm
diameternya dan biasanya terletak di fundus. Secara klinis dapat
asimptomatik atau simptomatik berupa perdarahan uterus abnormal yang
kadang-kadang dapat disertai nyeri abdomen dan dismenorhea, tetapi lebih
sering asimptomatik dan terdeteksi pada USG untuk indikasi lain, biasanya
infertilitas. Polip endometrium lazim ditemukan pada perempuan pasca
menopause, maka polip tersebut harus diangkat dan diperiksa
histopatologinya.
Pada USG, polip tampak sebagai massa kecil, berbatas jelas didalam
rongga endometrial. Polip dapat bersifat soliter atau multipel, biasanya lunak
dan berisi cairan. Umumnya memiliki eckhogenisitas sedikit lebih tinggi
dibanding endometrium. Kadang kala tampak seperti sarang tawon.
Dibandingkan denga hiperplasia endometrium, polip tampak hanya menebal
setempat, sedangkan hiperplasia melibatkan seluruh endometium. Polip
paling baik dievaluasi dengan sonohisterografi dan akan tampak sebagai
massa ekhogenik, licin, intra kaviter yang dikelilingi cairan. Polip memberikan
citra paling baik jika dikerjakan pada fase proloferasi awal, karena
endometrium akan terlihat tipis, sedangkan massa polip terlihat tebal. Batas
antara polip dan endometrium dapat terlihat secara langsung pada USG
transvaginal. Tekanan lembut pada probe transvaginal dapat membantu
32
visualisasi keduanya. Penekanan tersebut akan menyebabkan polip
“meluncur” diatas endometrium.
USG color Doppler dapat memvisualisasi pembuluh arteri yang
mensuplai polip yang disebut pedicle artery sign dan memperbaiki angka
deteksi sampai mendekati histerokopi denga sensitifitas 95% dan spesifisitas
80%. Penelitian mendapatkan nilai duga positif 81.3% dan nilai duga negatif
93.8% untuk diagnosis polip endometrium jika ada pedicle artery sign.
(Januadi 2007; Darma 2011).
Diagnosis mudah dibuat dengan histerokopi dan pengobatannya
adalah eksisi. Tindakan ini mudah dilakukan dengan histerokopi diikuti
kuretase tangkai. Sebuah senar kawat atau gunting dapat digunakan untuk
memotong dasar polip yang besar. Untuk menyingkirkan kanker
endometrium, lebih baik diambil sampel kanalis endoservikalis dengan
kuretase ketika mengangkat polip. Selama dilakukan D & C, lakukan
eksplorasi kavum uteri dengan foeseps polip Overstreet atau yang serupa.
Polip cenderung berulang dan histerektomi merupakan terapi definitif tetapi
jarang dilakukan untuk polip endometrium jinak. (Wijaya 2008).
33
BAB IVDISKUSI
Telah diuraikan suatu kasus seorang wanita 38 tahun dengan diagnosa
menometrohargia ec DUB dengan anemia dan infertilitas primer 9 tahun, yang
dalam perjalanannya dilakukan USG didapatkan mioma uteri yang kemungkinan
berasal dari submukosa. Dalam perawatan dilakukan USG ulangan didapatkan
kesan pedunculated submucosal myoma. Kemudian dilakukan histeroskopi
diagnostik + laparoskopi + kromotubasi pada pasien.
Ketika pasien masuk ZGL, pasien tampak anemis didapatkan hasil
laboratorium Hb 3.2 gr% dengan gambaran darah tepi eritrosit didapatkan
hipokrom, anisositosis, anulosit (+), kesan anemia kronis. Saat itu dilakukan
perawatan dengan transfusi PRC 1 unit per hari sampai didapatkan Hb 9.9 gr%.
Kemudian dilakukan USG dengan hasil mioma uteri kemungkinan submukosa.
Sebaiknya saat pasien tiba dibangsal dilakukan anamnesis ulangan,
apakah benar perdarahan yang terjadi hanya dalam 1 siklus belakangan ini saja
atau sudah ada perdarhan pervaginam diluar siklus haid yang tidak keluhkan
oleh pasien, mengingat menurut teori, mioma uteri terjadi secara perlahan,
kecuali dalam kehamilan atau mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung
estrogen.
Menurut teori gejala perdarahan merupakan gejala yang paling umum
dan sering (+ 30%) merupakan manifestasi klinik yang paling penting pada
leiomyoma. Biasanya dalam bentuk menorrhagia, metrorrhagia, dysmenorrhea.
Jenis mioma yang sering menyebabkan perdarahan adalah mioma submukosa.
Akan tetapi, Wegienke 2003, menyimpulkan bahwa mioma subserosa dan
intramural juga sama besarnya kemungkinan menyebabkan seperti pada mioma
submukosa. Mekanisme perdarahan pada mioma ini adalah adanya tumor yang
besar menyebabkan pergeseran dan mendesak sistem vena di uterus. (De
Cherney 2007, Cunningham 2008)
Ketika pasien masuk di diagnosa dengan menometrohargia ec DUB
dengan anemia dan infertilitas primer 9 tahun, sebaiknya pasien di diagnosa
dengan PUA (P?A?L?M? C?O?E?I?N?) dan setelah dilakukan USG dan didapatkan
hasil mioma uteri kemungkinan submukosa, pasien di diagnosa dengan PUA (P?
A?L1M? C?O?E?I?N?). Diagnosa ini sesuai dengan Federation Internationale de
34
Gynecologie et d'sistem Obstetrique onkologi (FIGO) membuat klasifikasi praktis
yang dapat diterima secara universal dan membantu dokter dalam melakukan
penelitian, pengobatan, dan prediksi terjadinya kanker ginekologi. Ringkasnya
klasifikasi FIGO ini menggunakan istilah PALM-COEIN untuk mengelompokan
penyebab Perdarahan Uterus Abnormal yang dikembangkan oleh kelompok kerja
gangguan Haid dari FIGO. Sistem ini dikembangkan dengan kontribusi dari grup
internasional dari peneliti klinis dan nonklinis dari 17 negara di enam benua.
Sebuah sistem untuk tata-nama dan gejala dikembangkan oleh FIGO tersebut
merekomendasikan nomenclatures standar serta ditinggalkannya istilah
metrorrhagia, menorrhagia, dan perdarahan uterus disfungsional.
Sistem klasifikasi oleh FIGO (Federal Internationale de Gynecologie et
d’sistem Obstetrique onkologi) dibagi secara bertingkat ke dalam sembilan
kategori dasar yang diatur menurut singkatan PALM-COEIN : polip, adenomiosis,
leiomyoma, keganasan dan hiperplasia, koagulopati, gangguan ovulasi,
endometrium, iatrogenik, dan tidak diklasifikasikan. (Malcolm, 2011)
Dalam perjalanannya pasien dilakukan USG ulangan dengan hasil pedunculated
submucosal myoma, kemudian pasien direncanakan untuk dilakukan
histeroskopi diagnostik + laparoskopi + kromotubasi. Saat dilakukan histeroskopi
didapatkan kesan polip endometrium dan dilanjutkan dengan laparoskopi
diagnostik dengan kromotubasi dan didapatkan kesan kedua tuba fallopii paten
kemudian dilakukan kuretase.
Menurut teori diagnosis polip endometrium mudah dibuat dengan
histerokopi dan pengobatannya adalah eksisi. Tindakan ini mudah dilakukan
dengan histerokopi diikuti kuretase tangkai. Sebuah senar kawat atau gunting
dapat digunakan untuk memotong dasar polip yang besar. Untuk menyingkirkan
kanker endometrium, lebih baik diambil sampel kanalis endoservikalis dengan
kuretase ketika mengangkat polip. Selama dilakukan D & C, lakukan eksplorasi
kavum uteri dengan foeseps polip Overstreet atau yang serupa. Polip cenderung
berulang dan histerektomi merupakan terapi definitif tetapi jarang dilakukan untuk
polip endometrium jinak. (Wijaya, 2008).
Mendiagnosa polip endometrium dapat juga dengan USG, polip tampak
sebagai massa kecil, berbatas jelas didalam rongga endometrial. Polip dapat
bersifat soliter atau multipel, biasanya lunak dan berisi cairan. Umumnya memiliki
eckhogenisitas sedikit lebih tinggi dibanding endometrium. Kadang kala tampak
seperti sarang tawon. Dibandingkan denga hiperplasia endometrium, polip
35
tampak hanya menebal setempat, sedangkan hiperplasia melibatkan seluruh
endometium. Polip paling baik dievaluasi dengan sonohisterografi dan akan
tampak sebagai massa ekhogenik, licin, intra kaviter yang dikelilingi cairan. Polip
memberikan citra paling baik jika dikerjakan pada fase proloferasi awal, karena
endometrium akan terlihat tipis, sedangkan massa polip terlihat tebal. Batas
antara polip dan endometrium dapat terlihat secara langsung pada USG
transvaginal. Tekanan lembut pada probe transvaginal dapat membantu
visualisasi keduanya. Penekanan tersebut akan menyebabkan polip “meluncur”
diatas endometrium.
USG color Doppler dapat memvisualisasi pembuluh arteri yang mensuplai
polip yang disebut pedicle artery sign dan memperbaiki angka deteksi sampai
mendekati histerokopi dengan sensitifitas 95% dan spesifisitas 80%. Penelitian
mendapatkan nilai duga positif 81.3% dan nilai duga negatif 93.8% untuk
diagnosis polip endometrium jika ada pedicle artery sign. (Januadi 2007; Darma
2011).
Langkah-langkah yang diambil untuk mendiagnosa pasien ini sudah
benar, dengan dilakukan USG color Doppler. Akan tetapi diagnosa definitif polip
endometrium dapat dilakukan dengan histeroskopi.
Untuk infertilitas primer selama 9 tahun yang dialami oleh pasien masih
merupakan pertanyaan. Apakah memang polip endometrium yang menyebabkan
infertilitasnya atau memang ada penyebab lain yaitu faktor dari sperma. Menurut
teori polip juga dapat menyebabkan infeksi, endometritis, dan infertilitas. (Darma
2011). Mungkin pada kasus ini disebabkan oleh faktor sperma, karena dari hasil
kromotubasi didapatkan kedua tuba falopii paten, sehingga perlu dilakukan
analisis sperma untuk menyingkirkan salah atau faktor penyebab infertilitas
primer.
Diagnosa polip endometrium yang ditegakkan melalui histeroskopi pada
pasien ini sudah benar, diagnosa sesuai dengan hasil patologi anatomi, yaitu
dalam sediaan yang kami terima tampak potongan jaringan endometrium dengan
stroma longgar sebagian mengandung perdarahan dan adanya kelenjar-kelenjar
yang berbentuk tubulus dilapisi selapis epitel thoraks, sebagian kelenjar ada
yang berkelok, ada kelenjar dalam kelenjar (glendin gland), ada yang tumbuh
back to back, sebagian potongan jaringan ini dikelilingi oleh epitel selapis thorak.
Kesimpulan polip endometrium dan tak tampak tanda ganas dalam sediaan ini.
36
BAB VKESIMPULAN
1. Dalam mendiagnosa perdarahan uterine abnormal sebaiknya sesuai dengan
klasifikasi yang dikeluarkan oleh FIGO.
2. Untuk membedakan mioma uteri submukosum dan polip endometrium dapat
dilakukan USG dengan color Doppler.
3. Untuk diagnosa definitif, histeroskopi merupakan gold standart.
4. Tindakan histeroskopi diagnostik + laparoskopi + kromotubasi yang
dilakukan terhadap pasien ini sudah tepat.
5. Tindakan kuretase / eksisi polip endometrium pada pasien ini sudah tepat.
37
DAFTAR PUSTAKA
Berek, Jonathan S. Chapter 30, Infertility. Berek & Novak's Gynecology, 14th Edition. Lippincott Williams & Wilkins, 2007.
Cunningham. William Gynecology. Chapter 9, Pelvic Mass. The Mc-Graw Hills Companies, 2008.
Darma, Andi. Ultrasonografi Ginekologi I. Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2011.
Darma, Andi. Ultrasonografi Ginekologi II. Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2011.
De Cherney, A. H. Current Obstetric & Gyneologyc Diagnosis & Treatment 10 th edition. Mc.Graw Hilll Company, 2007.
Januadi, Judi. Ultrasonografi Dasar Obstetri dan Ginekologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2007.
Karen Stein, M. a.-W. A Comprehensive Approach to the Treatment of Uterine Leiomyomata. Mount Sinai Journal Of Medicine 76:546-556, New York, 2009.
Kristen A M. Abnormal uterine bleeding: a review of patient-based outcome measures ; American Society for reproductive Medicine, Fertility and Sterility, Elsevier, 2009.
Malcolm G M et all. The FIGO classification of causes of abnormal uterine bleeding in the
reproducyive years ; American Society for Reproductive Medicine, Elsevier, 2011.
Non-invasive Treatment for Uterine Fibroids. http://www.uterine-fibroids.org/myoma.html
Siccardi, Contage D. Leiomyomas. http://www.medstudents.com.br/ginob/ginob6.htm, diakses tanggal 13 Februari 2012.
Speroff, L. Clinical Gynecologic Endocrinology & Infertility, 7 th ed. California, Lippincott Williams & Wilkins. USA, 2005.
Wijaya, Susiani. BS Obstetri dan Ginekologi edisi 9. EGC Jakarta, 2008.
Wiknjosastro. Ilmu Kandungan, edisi ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2008.
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALISLABORATORIUM OBSTETRI & GINEKOLOGI
FK. UNAND/RS. DR. M. DJAMIL PADANG
Prsentasi Kasus
Nama : Ahmad Caesar TanyaNo. CHS : 19309Semester : III (Ginekologi)
Telah melakukan Presentasi KasusJudul : Undiagnosed Polip Endometrium
Padang, Mei 2012
Mengetahui / Menyetujui Peserta PPDS ObginPembimbing
Dr. Hj. Putri Sri Lasmini, SpOG (K) Ahmad Caesar Tanya
MengetahuiKPS PPDS OBGIN
FK. UNAND/ RS. DR. M. DJAMIL PADANG
Dr. H. Pelsi Sulaini, SpOG (K)NIP. 140 105 562
39