29
REFERAT PLASENTA AKRETA Rotasi Obstetri III Oleh : dr. Tri Gunawan Pembimbing : dr. Shinta Prawitasari, Sp.OG (K) BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UGM- RSUP. DR. SARDJITO

Referat OBS 3 Plasenta Akreta AWA.doc

Embed Size (px)

Citation preview

REFERAT

PLASENTA AKRETA Rotasi Obstetri III

Oleh :

dr. Tri GunawanPembimbing : dr. Shinta Prawitasari, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FK UGM- RSUP. DR. SARDJITO

YOGYAKARTA

2014

A. PendahuluanPlasenta akreta merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kondisi klinis ketika bagian dari plasenta, atau seluruh plasenta, menginvasi dinding rahim sehingga sulit terlepas. Ketika villi chorialis menginvasi hanya miometrium, dikatakan plasenta inkreta; sedangkan plasenta perkreta menggambarkan invasi miometrium dan serosa, dan kadang-kadang ke organ-organ yang berdekatan, seperti kandung kemih. Secara klinis, plasenta akreta menjadi masalah saat persalinan ketika plasenta tidak sepenuhnya terpisah dari rahim dan diikuti oleh perdarahan obstetrik yang masif, menyebabkan DIC, histerektomi, repair pada cidera ureter, kandung kemih, usus, atau struktur neurovaskular, sindrom gangguan pernapasan dewasa, reaksi transfusi akut; ketidakseimbangan elektrolit, dan gagal ginjal. Hilangnya darah rata-rata persalinan pada wanita dengan plasenta akreta adalah 3.000-5.000 ml. Sebanyak 90% pasien dengan plasenta akreta membutuhkan transfusi darah, dan 40% membutuhkan lebih dari 10 unit PRC. Kematian ibu dengan plasenta akreta dilaporkan setinggi 7%. Kematian ibu dapat terjadi meskipun perencanaan yang optimal, manajemen transfusi, dan perawatan bedah. Studi kohort dari 39.244 wanita yang menjalani sesar, peneliti mengidentifikasi 186 termyata dlakukan cesarean hysterectomy atas indikasi yang paling sering adalah plasenta akreta (38%).1Plasenta akreta menyebabkan 7% -10% dari kasus kematian ibu di dunia. Plasenta perkreta adalah tipe yang jarang, jika tidak didiagnosis dini, dapat menyebabkan morbiditas berat maternal. Seksio sesarea sebelumnya dan operasi intrauterin merupakan faktor risiko yang paling umum untuk plasenta akreta maupun perkreta. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa tingkat operasi caesar telah meningkat di AS dari 5,5% pada tahun 1970 menjadi 32,8% pada tahun 2010.2 Jika tingkat operasi caesar terus meningkat pada tingkat saat ini, lebih dari 50% dari semua kelahiran di AS diperkirakan dilakukan dengan operasi caesar pada tahun 2020. Hal ini bisa mengakibatkan lebih dari 6000 kasus plasenta previa, 4500 kasus plasenta akreta, dan 130 kematian ibu.2B. DEFINISIIstilah plasenta adhehernt menyiratkan implantasi abnormal plasenta ke dinding rahim dan terbagi menjadi plasenta akreta, inkreta, dan perkreta. Plasenta akreta adalah plasenta dimana vili dari plasenta menginvasi langsung ke miometrium; plasenta inkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi ke dalam miometrium; dan plasenta perkreta adalah plasenta dimana vili plasenta menginvasi lebih dalam dari miometrium hingga ke serosa bahkan sampai ke organ intraabdomen lainnya misalkan kandung kemih. Sekitar 75% dari plasenta adherent adalah plasenta akreta, 18% inkreta, dan 7% adalah plasenta perkreta. Kedalaman dari invasi plasenta merupakan hal yang penting secara klinis karena managemen intervensi bergantung padanya. Plasenta akreta dapat dibagi lagi menjadi plasenta akreta total, plasenta akreta parsial, dan plasenta akreta fokal berdasarkan jumlah jaringan plasenta yang terlibat dalam invasi ke miometrium.Patogenesis plasenta akreta tidak jelas; namun ada beberapa teori yang diusulkan. Abnormal vaskularisasi yang dihasilkan dari proses jaringan parut setelah operasi dengan sekunder hipoksia lokal yang mengarah ke rusaknya desidualisasi dan invasi trofoblas yang berlebihan tampaknya menjadi hal yang paling menonjol, atau setidaknya merupakan teori yang paling didukung sampai saat ini, menjelaskan patogenesis plasenta akreta pada tahap ini.3C. INSIDEN DAN FAKTOR RISIKO

Insiden plasenta akreta telah meningkat dan tampaknya berbanding lurus dengan tingkat kelahiran sesar yang meningkat. Peneliti telah melaporkan kejadian plasenta akreta sebagai 1 dari 533 kehamilan untuk periode 1982-2002 di Amerika. Hal ini meningkat dari laporan sebelumnya, yang berkisar 1 dari 4.027 kehamilan pada tahun 1970, meningkat menjadi 1 dalam 2.510 kehamilan pada tahun 1980.

Wanita yang paling berisiko mengalami plasenta akreta adalah mereka yang telah mempunyai kerusakan miometrium yang disebabkan oleh operasi sesar sebelumnya dengan baik plasenta previa anterior atau posterior yang melintasi parut uterus. Para penulis dari sebuah studi menemukan bahwa dengan adanya suatu plasenta previa, risiko plasenta akreta adalah 3%, 11%, 40%, 61%, dan 67% untuk pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima atau lebih pada masing-masing riwayat operasi kelahiran sesar.1 Faktor risiko tambahan yang dilaporkan untuk plasenta akreta meliputi usia ibu dan multiparitas, bedah rahim lain sebelumnya, kuretase uterus sebelumnya, ablasi endometrium, Asherman syndrome, leiomyoma, anomali rahim, hipertensi dalam kehamilan, dan merokok. Meskipun ini dan faktor risiko lain telah dijelaskan, kontribusi nyata akan frekuensi plasenta akreta tetap belum diketahui.4 D. DIAGNOSIS

1. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN KLINIS

Kebanyakan pasien dengan plasenta akreta tidak menunjukkan gejala. Gejala yang berhubungan dengan plasenta akreta mungkin termasuk perdarahan vaginal dan kram. Temuan ini sebagian besar terlihat pada kasus dengan plasenta previa, yang merupakan faktor risiko terkuat untuk plasenta akreta. Meskipun jarang, kasus dengan nyeri akut abdomen dan hipotensi karena syok hipovolemik dari ruptur uteri sekunder bisa karena plasenta perkreta. Skenario kritis ini dapat terjadi setiap saat selama kehamilan dari trimester pertama hingga kehamilan aterm dengan tidak adanya tanda-tanda persalinan.Komplikasi plasenta akreta banyak dan mencakup kerusakan pada organ-organ lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC, transfusi darah, sindrom gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi, morbiditas karena infeksi, kegagalan multisistem organ, dan kematian. Komplikasi genital, saluran kemih yang umum dan termasuk cystotomy pada sekitar 15% kasus dan cidera ureter sekitar 2% kasus. Oleh karena itu diagnosis prenatal yang akurat sangat penting untuk meminimalkan risiko ini.32. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. UltrasonografiUltrasonografi transvaginal dan transabdominal adalah teknik diagnostik pelengkap dan harus digunakan sesuai kebutuhan. USG transvaginal aman untuk pasien dengan plasenta previa dan memungkinkan lebih lengkap dalam hal pemeriksaan segmen bawah rahim.Secara keseluruhan, ultrasonografi grayscale cukup untuk mendiagnosis plasenta akreta, dengan sensitivitas 77-87%, spesifisitas 96-98%, nilai prediksi positif 65-93%, dan nilai prediksi negatif 98%. Penggunaan daya Doppler, warna Doppler, atau pencitraan tiga dimensi tidak secara signifikan meningkatkan sensitivitas diagnostik dibandingkan dengan yang dicapai oleh ultrasonografi grayscale saja.1Ultrasonografi pada plasenta akreta dapat kita lihat seperti berikut ini:

First Trimester

1) Sebuah kantung kehamilan yang terletak di segmen bawah uterus telah berkorelasi dengan peningkatan insiden plasenta akreta pada trimester ketiga.2) Beberapa ruang pembuluh darah yang tidak teratur pada placental bed pada trimester pertama berkorelasi dengan plasenta akreta.

3) Implantasi GS pada parut bekas luka caesar merupakan temuan yang penting. Temuan sonografi implantasi bekas luka caesar termasuk GS tertanam ke bekas luka kelahiran sesar pada daerah dari OUI pada dasar kandung kemih (Figure 1). Jika tidak ditangani, implantasi bekas luka caesar dapat menyebabkan kelainan utama pada plasenta seperti plasenta akreta, perkreta, dan inkreta. Penanganan implantasi pada bekas luka caesar termasuk injeksi langsung pada kantung kehamilan dengan methotrexate di bawah bimbingan USG.3

Meskipun ada laporan kasus terisolasi dari plasenta akreta didiagnosis pada trimester pertama atau pada saat abortus usia kehamilan < 20 minggu, nilai prediktif trimester pertama USG untuk diagnosis ini masih belum diketahui. USG pada trimester pertama tidak boleh digunakan secara rutin untuk menegakkan atau mengecualikan diagnosis plasenta akreta. Atau, karena asosiasi mereka dengan plasenta akreta, wanita dengan plasenta previa atau "plasenta letak rendah " yang melintas pada bekas luka uterus pada awal kehamilan harus menjalani follow up pencitraan pada trimester ketiga dengan memperhatikan adanya potensi karena plasenta akreta.4Second and Third Trimesters

1) Beberapa vascular lacunae dalam plasenta telah memiliki korelasi dengan sensitivitas yang tinggi (80% -90%) dan tingkat positif palsu rendah untuk plasenta akreta (Figure 2) . Placenta lacunae pada trimester kedua tampaknya memiliki sensitivitas dan positive predictive value sangat tinggi dibanding marker lain untuk plasenta akreta.2) Kehilangan zona hipoekhoik retroplasenta yang normal, juga disebut sebagai hilangnya ruang yang jelas antara plasenta dan rahim, adalah salah satu penanda (Figure 3). Temuan sonografi ini telah dilaporkan memiliki tingkat deteksi sekitar 93% dengan sensitivitas 52% dan spesifisitas 57%. Nilai rerata false positive, bagaimanapun, telah berada di kisaran 21% atau lebih tinggi. Penanda ini tidak boleh digunakan sendiri, karena hal ini sangat tergantung pada sudut pengambilan saat USG dan dapat absen pada plasenta anterior yang normal.3) Kelainan pada permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih termasuk gangguan garis, penebalan garis, ketidakteraturan garis, dan peningkatan vaskularisasi pada pencitraan warna Doppler (Figure 4) . Normal permukaan antara serosa uterus dengan kandung kemih adalah garis tipis lebar yang halus tanpa ireguleritas atau vaskular yang meningkat (Figure 5). Kelainan permukaan antara uterus serosa-kandung kemih ini meliputi, penebalan, ireguleritas, peningkatan vaskularisasi, seperti varises dan bulging plasenta ke dalam dinding posterior kandung kemih.

Temuan USG di bawah ini berhubungan erat dengan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk plasenta akreta.

4) Ekstension dari vili ke dalam miometrium, serosa, atau kandung kemih mengarahkan ke plasenta akreta.5) Ketebalan miometrium retroplasenta kurang dari 1 mm merupakan temuan yang karakteristik.6) Aliran darah turbulen melalui lacunae pada Doppler sonografi terkait dengan plasenta akreta.Multipel vascular lacunae dalam plasenta, atau Swiss cheese appearance, adalah salah satu yang paling penting sonografi plasenta akreta di trimester ketiga. Patogenesis temuan ini mungkin terkait dengan perubahan jaringan plasenta akibat paparan jangka panjang dari pulsatile blood flow. Ketika multipel, terutama 4 atau lebih lacunae, temuan ini telah berkorelasi dengan tingkat deteksi 100% untuk plasenta akreta. Penanda ini juga memiliki tingkat positif palsu rendah, tetapi harus dicatat bahwa plasenta akreta telah dilaporkan dengan tidak adanya multipel vascular lacunae pada plasenta.3

Kriteria USG untuk plasenta akreta menurut RCOG Guideline antara lain yakni:

Greyscale:

Hilangnya zona sonolucent retroplasenta

Zona sonolucent retroplasenta yang tidak teratur

Penipisan atau gangguan dari hyperechoic serosa-bladder interface Kehadiran massa exophytic fokal yang menyerang kandung kemih

abnormal placenta lacunaeDoppler:

Difus atau fokal aliran lacunar

danau vaskular dengan aliran turbulen (peak cystolic velocity > 15 cm /detik)

Hipervaskularisasi serosa-bladder interface

markedly dilated vessels over peripheral subplacental zon

3D Power Doppler:

Banyak koheren pembuluh darah melibatkan seluruh pertemuan antara serosa uterus dengan kandung kemih (basal viewl)

Hipervaskularisasi (lateral view)

Sirkulasi cotyledonal dan intervilli yang tak terpisahkan, chaotic branching, detour vessels (lateral view).5

b. Magnetic resonance imaging (MRI)Magnetic Resonance Imaging lebih mahal daripada ultrasonografi dan membutuhkan baik pengalaman dan keahlian dalam evaluasi invasi plasenta abnormal. Meskipun kebanyakan studi telah menyarankan akurasi diagnostik yang sebanding MRI dan USG untuk plasenta akreta, MRI dianggap sebagai modalitas tambahan dan menambahkan sedikit dengan akurasi diagnostik ultrasonografi. Namun, ketika ada temuan USG ambigu atau kecurigaan dari akreta plasenta posterior, dengan atau tanpa plasenta previa, ultrasonografi mungkin tidak cukup. Sebuah studi prospektif seri dari 300 kasus yang dipublikasikan pada tahun 2005 menunjukkan bahwa MRI mampu menguraikan anatomi invasi dan menghubungkannya dengan sistem vaskular anastomosis daerah sekitar. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa menggunakan MRI irisan aksial dapat mengkonfirmasi invasi dari parametrium dan kemungkinan keterlibatan ureter.Kontroversi seputar penggunaan berbasis kontras gadolinium meskipun menambah spesifisitas diagnosis plasenta akreta dengan MRI. Penggunaan kontras gadolinium MRI memungkinkan untuk lebih jelas melukiskan permukaan relatif luar plasenta terhadap miometrium dan membedakan antara heterogen pembuluh darah dalam plasenta dari yang disebabkan oleh pembuluh darah ibu. Ketidakpastian mengenai risiko efek ke janin oleh gadolinium karena mampu melintasi plasenta dan mudah memasuki sistem peredaran darah janin, The Contrast Media Safety Committee of the European Society of Urogenital Radiology dari literatur terakhir menentukan bahwa tidak ada pengaruh pada janin yang dilaporkan setelah penggunaan media kontras gadolinium. Namun, American College of Radiology guidance document for safe MRI practices merekomendasikan bahwa gadolinium intravena harus dihindari selama kehamilan dan harus digunakan hanya jika benar-benar penting.1Peran MRI dalam mendiagnosis plasenta akreta masih diperdebatkan. Dua studi banding terakhir telah menampilkan sonografi dan MRI sebanding: dalam studi pertama 15 dari 32 wanita terdiagnosis akreta (sensitivitas 93% dibandingkan 80% dan spesifisitas 71% dibandingkan 65% untuk USG dibandingkan MRI); di studi kedua 12 dari 50 wanita akhirnya memiliki akreta dan MRI dan Doppler menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal mendeteksi plasenta akreta (P = 0,74), meskipun MRI lebih baik dalam mendeteksi kedalaman infiltrasi di kasus plasenta akreta (P 36 minggu diperlukan terminasi emergensi karena perdarahan. Jika tidak ada perdarahan antepartum atau komplikasi lainnya, direncanakan terminasi saat akhir prematur dapat diterima untuk mengurangi kemungkinan persalinan darurat yang terjadi dengan segala komplikasinya.4 2. Manajemen preoperatifPersalinan harus dilakukan dalam ruangan operasi dengan personil dan dukungan pelayanan yang diperlukan untuk mengelola komplikasi potensial. Penilaian oleh anestesi harus dilakukan sedini mungkin sebelum operasi. Kedua teknik anestesi baik umum dan regional telah terbukti aman dalam situasi klinis ini. Antibiotik profilaksis diberikan, dengan dosis ulangan 2-3 jam setelah operasi atau kehilangan darah 1.500 mL yang diperkirakan. Preoperatif Cystoscopy dengan penempatan stent ureter dapat membantu mencegah cedera saluran kemih. Beberapa menyarankan bahwa kateter Foley three way ditempatkan di kandung kemih melalui uretra untuk memungkinkan irigasi, drainase, dan distensi kandung kemih, yang diperlukan, selama diseksi. Sebelum operasi, bank darah harus dipersiapkan terhadap potensi perdarahan masif. Rekomendasi saat ini untuk penggantian darah dalam situasi trauma menunjukkan rasio 1:1 PRC : fresh frozen plasma. PRC dan fresh frozen plasma harus tersedia dalam kamar operasi. Tambahan faktor koagulasi darah dan unit darah lainnya harus diberikan dengan cepat sesuai dengan kondisi tanda-tanda vital pasien dan stabilitas hemodinamik pasien.1USG segera pra operasi untuk pemetaan lokasi plasenta dapat membantu dalam menentukan pendekatan optimal ke dinding perut dan incisi rahim untuk memberikan visualisasi yang memadai dan menghindari mengganggu plasenta sebelum pengeluaran janin.43. Manajemen operatifSecara umum, manajemen yang direkomendasikan untuk kasus yang dicurigai plasenta akreta yakni direncanakan histerektomi sesarea prematur dengan plasenta ditinggalkan in situ karena pengeluaran plasenta dikaitkan dengan morbiditas akibat perdarahan yang signifikan. Namun, pendekatan ini tidak dapat dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk wanita yang memiliki keinginan yang kuat untuk kesuburan di masa depan. Oleh karena itu, manajemen operasi plasenta akreta dapat individual tergantung kasusnya masing masing.Pasien ditempatkan di meja operasi dengan posisi modifikasi dorsal litotomi dengan kemiringan lateral yang kiri untuk memungkinkan penilaian langsung dari perdarahan vagina, menyediakan akses untuk penempatan paket vagina, dan memungkinkan tambahan ruang untuk asisten bedah. Karena prosedur ini diantisipasi akan berkepanjangan, padding dan posisi untuk mencegah kompresi saraf dan pencegahan dan pengobatan hipotermia adalah penting. Meminimalkan kehilangan darah sangat penting. Pilihan sayatan harus dibuat berdasarkan habitus tubuh pasien dan sejarah operasi pasien. Penggunaan sayatan vertikal linea mediana mungkin dilakukan karena memberikan daerah cukup jika histerektomi diperlukan. Insisi uterus klasik, sering transfundal, mungkin diperlukan untuk menghindari plasenta dan memungkinkan pengeluaran bayi. Ultrasound pemetaan lokas plasenta, baik sebelum operasi atau intraoperatif, mungkin dapat membantu. Karena positive predictive value ultrasonografi untuk plasenta akreta berkisar dari 65% hingga 93%, adalah wajar untuk menunggu pelepasan plasenta spontan untuk mengkonfirmasi plasenta akreta secara klinis.Pada umumnya, tindakan manual plasenta harus dihindari. Jika histerektomi diperlukan, pendekatan standar yakni untuk meninggalkan plasenta in situ, dengan cepat menggunakan "whip stitch" untuk menutup incisi histerotomi, dan lanjutkan dengan histerektomi. Sedangkan histerektomi dilakukan dengan cara biasa, diseksi flap kandung kemih dapat dilakukan relatif lambat, setelah kontrol jaringan pembuluh arteri uterus tercapai, dalam kasus akreta anterior, tergantung pada temuan intraoperatif. Kadang-kadang, histerektomi subtotal dapat dipertimbangkan, namun perdarahan terus-menerus dari leher rahim mungkin menghalangi managemen ini dan membuat histerektomi total tetap diperlukan.Ada laporan dari pendekatan alternatif untuk pengelolaan plasenta akreta yang meliputi pengikatan tali pusat pada fetal surface, mengambil tali pusatnya, dan meninggalkan plasenta in situ, dengan reseksi parsial plasenta untuk meminimalkan ukurannya. Namun, hal ini harus dipertimbangkan hanya bila pasien memiliki keinginan yang kuat untuk kesuburan masa depan serta stabilitas hemodinamik yang baik, status koagulasi normal, dan bersedia menerima risiko akibat managemen ini. Pasien harus diberi konseling bahwa hasilnya ini tidak dapat diprediksi dan bahwa ada peningkatan risiko komplikasi yang signifikan termasuk histerektomi. Kasus yang dilaporkan dari kehamilan yang sukses berikutnya pada pasien yang diobati dengan pendekatan ini jarang terjadi. Pendekatan ini harus ditinggalkan dan histerektomi dilakukan jika perdarahan yang berlebihan. Dari 26 pasien yang diobati dengan pendekatan ini, 21 (80,7%) berhasil terhindar dari histerektomi, sedangkan 5 (19,3%) pada akhirnya dilakukan histerektomi. Namun, sebagian besar dari 21 pasien yang terhindar dari histerektomi tidak memerlukan pengobatan tambahan, termasuk ligasi arteri hipogastrik, embolisasi arteri, methotrexate, transfusi produk darah, antibiotik, atau kuretase. Kecuali dalam kasus-kasus tertentu, histerektomi tetap managemen pilihan untuk pasien dengan plasenta akreta.1Pada kasus dimana perdarahan masih terus berlangsung saat operasi, prosedur yang dapat kita lakukan yakni:

Pelvic artery ligation and ambolization Pelvic pressure packing Aortic compresion and clamping.44. Manajemen postoperatifPasien yang menjalani histerektomi untuk plasenta akreta beresiko untuk mengalami komplikasi pasca operasi yang berhubungan dengan intraoperatif seperti hipotensi, koagulopati persisten dan anemia, dan operasi berkepanjangan. Disfungsi ginjal, jantung, dan organ lainnya sering terjadi dan harus dipikirkan. Sindrom Sheehan (baik transien dan permanen) telah dilaporkan terjadi akibat perdarahan postpartum yang massif, dan hiponatremia mungkin merupakan tanda awal. Jika volume besar kristaloid dan produk darah diberikan saat intraoperatif, pasien juga berisiko untuk terjadi edema paru, cidera paru akut terkait transfusi, dan / atau sindrom gangguan pernapasan akut.

Perhatian khusus harus diberikan untuk sering mengevaluasi tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut jantung dan laju pernapasan). Output urin harus diukur melalui kateter urin. Pemantauan vena sentral ,dan penilaian perifer oksigenasi dengan pulse oksimetri dapat membantu dalam beberapa kasus. Koreksi koagulopati dan anemia berat dengan produk darah harus dilakukan. Pasien harus dievaluasi secara klinis untuk potensi kehilangan darah dari luka sayatan perut dan vagina, dan kemungkinan pendarahan intraabdominal berulang atau retroperitoneal. Fungsi ginjal harus dievaluasi dan kelainan serum elektrolit harus dikoreksi. Jika ada hematuria persisten atau anuria, kemungkinan cedera saluran kemih yang tidak diketahui harus dipertimbangkan. Mobilisasi awal, dan kompresi intermiten untuk mereka yang membutuhkan bedrest, dapat mengurangi risiko komplikasi tromboemboli.4Daftar Pustaka

1. Committee opinion, Placenta Accreta, The American College of Obstetricans and Gynecologists, July 2012.2. Sivasankar Chitra, Perioperative management of undiagnosed placenta percreta: case report and management strategies, International Journal of Womens Health,2012, USA.

3. Eliza and Alfred, Prenatal Diagnosis of Placenta Accreta, The American Institute of Ultrasound in Medicine, 2013, USA.4. Publication Committee, Society for Maternal-Fetal Medicine, Placenta Accreta, American Journal of Obstetrics and Gynaecology, 2010,Washington DC.

5. Green top Guideline No 27, Placenta praevia, placenta praevia accreta and vasa praevia: diagnosis and management, Royal College of Obstetricans and Gynaecologists,January 2011.

6. Cunningham,Leveno, Bloom, Hauth, Rouse,Spong, Williams Obstetrics 23 edition, Chapter 35: Obstetrics Haemorrhage, pp 776-780, 2010.