61
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Syok sirkulasi adalah ketidakcukupan aliran darah di seluruh tubuh sehingga jaringan tubuh mengalami kerusakan akibat terlalu sedikitnya aliran, terutama karena terlampau sedikitnya oksigen dan zat makanan lainnya yang dikirimkan ke sel-sel jaringan (Guyton dan Hall, 2008). Syok sangatlah berpotensi mematikan, dan potensi mematikan tersebut, kurang lebih didasari oleh faktor sel dan jaringan dimana kesehatan dari kedua komponen di atas, tidak hanya bergantung pada sirkulasi yang utuh untuk mengirimkan oksigen dan membuang sisa metabolisme lainnya, tetapi juga bergantung pada homeostasis cairan normal. Perlu ditekankan bahwa homeostasis mencakup pemeliharaan keutuhan dinding pembuluh darah serta tekanan maupun osmolaritas intravaskular dalam kisaran fisiologis tertentu, dan dalam hal inilah potensi mematikan dari syok sangat menonjol (Robbins dkk, 2007). Secara umum, syok sirkulasi dapat dibagi menjadi 4 kategori dasar, yakni; (1) syok hipovolemik, adalah syok yang disebabkan oleh hilangnya volume

referat syok distributif

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: referat syok distributif

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Syok sirkulasi adalah ketidakcukupan aliran darah di seluruh tubuh

sehingga jaringan tubuh mengalami kerusakan akibat terlalu sedikitnya

aliran, terutama karena terlampau sedikitnya oksigen dan zat makanan

lainnya yang dikirimkan ke sel-sel jaringan (Guyton dan Hall, 2008). Syok

sangatlah berpotensi mematikan, dan potensi mematikan tersebut, kurang

lebih didasari oleh faktor sel dan jaringan dimana kesehatan dari kedua

komponen di atas, tidak hanya bergantung pada sirkulasi yang utuh untuk

mengirimkan oksigen dan membuang sisa metabolisme lainnya, tetapi

juga bergantung pada homeostasis cairan normal. Perlu ditekankan

bahwa homeostasis mencakup pemeliharaan keutuhan dinding pembuluh

darah serta tekanan maupun osmolaritas intravaskular dalam kisaran

fisiologis tertentu, dan dalam hal inilah potensi mematikan dari syok

sangat menonjol (Robbins dkk, 2007).

Secara umum, syok sirkulasi dapat dibagi menjadi 4 kategori dasar,

yakni; (1) syok hipovolemik, adalah syok yang disebabkan oleh hilangnya

volume darah atau plasma, (2) syok kardiogenik, yakni syok yang

dikaitkan dengan kegagalan pompa miokard, (3) syok obstruktif, berupa

kondisi syok yang disebabkan karena adanya obstruksi  aliran darah

extrakardium, seperti yang terlihat pada pemasangan tamponade jantung,

dan (4) syok distributif, yakni syok yang ditandai dengan adanya proses

yang hiperdinamis, seperti vasodilatasi vaskular. Masing-masing dari

keempat tipe syok di atas memiliki potensi untuk menimbulkan kematian,

dan salah satu yang sering ditemukan dalam dunia medis adalah syok

distributif (Hinshaw & Hox, 1972).

Syok distributif merupakan kondisi syok yang terjadi karena

menurunnya tahanan vaskular sistemik akibat adanya vasodilatasi. Contoh

klasik dari syok distributif adalah syok septik, akan tetapi, keadaan

Page 2: referat syok distributif

2

vasodilatasi akibat faktor lain juga dapat menimbulkan syok distributif,

seperti pacuan panas (heat stroke), anafilaksis, syok neurogenik, dan

systemic inflamatory response syndrome (SIRS). Syok septik merupakan

komplikasi umum yang dijumpai pada praktik medis dan dilaporkan

sebagai penyebab kematian paling sering pada unit perawatan intensif

nonkoroner di Amerika Serikat. Sehubungan dengan fakta ini, seorang

klinisi diharapkan memiliki pengetahuan yang memadai terkait fenomena

syok distributif baik dari segi etiologi, patofisiologi, tatalaksana maupun

aspek-aspek terkait lainnya sehingga dalam praktiknya, dapat diberikan

terapi yang tepat mengingat kematian adalah konsekuensi yang paling

ditakutkan terjadi (Fuentes, 2007).

I.2. Tujuan dan Manfaat

1.2.1. Tujuan Umum

Sebagai syarat utama untuk mengikuti ujian akhir blok

1.2.2. Tujuan khusus

Menjelaskan definisi syok distributif serta kaitannya dengan

berbagai kondisi lain seperti SIRS, syok septik, syok anafilaksis,

dan syok neurogenik.

Menjabarkan etiologi, patofisiologi, serta penatalaksanaan dari

berbagai tipe syok distributif

I.2.3. Manfaat

Menjadi bahan pembelajaran pribadi yang menambah

pengetahuan serta wawasan penulis mengenai syok distributif

Pembaca dapat memahami lebih jauh tentang syok distributif

dan komponen yang ikut berperan dalam menyebabkan

terjadinya syok distributif

Dapat menambah bahan bahan pustaka institusi

Page 3: referat syok distributif

3

BAB II

Tinjauan Pustaka

II.1. Definisi Syok Distributif

Syok adalah salah satu kondisi klinis yang paling sering didiagnosis,

tetap saja kompleksitasnya masih sulit dipahami hingga saat ini. Bahkan

definisi yang paling memadai untuk menjelaskannya masih kontroversial

terutama karena presentasi variabel dan etiologinya yang memang sangat

multifaktorial (Cheatham, 2003).

Syok distributif diartikan sebagai maldistribusi aliran darah oleh karena

adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang bersirkulasi secara

efektif tidak memadai untuk perfusi jaringan (Kamus Dorland, 2006).

Seperti halnya tipe kolaps kardiovaskular lainnya, syok distributif juga

dikarakterisasi oleh perfusi jaringan yang inadekuat, dengan manifestasi

klinis berupa perubahan kondisi mental, takikardi, hipotensi, maupun

oliguria (Weil, 2007).

Dalam definisi yang lebih kompleks, syok distributif dikaitkan dengan

perubahan resistensi pembuluh darah ataupun akibat perubahan

permeabilitasnya, dimana faktor inilah yang mencetuskan terjadinya

hipoperfusi sistemik. Perubahan-perubahan tersebut langsung

mempengaruhi distribusi volume darah yang beredar secara efektif untuk

kebutuhan jaringan tubuh, sehingga sebagai dampaknya akan muncul

hipotensi, diikuti dengan gangguan perfusi jaringan serta hipoksia sel.

Meskipun efek hipoksik dan metabolik akibat hipoperfusi pada mulanya

hanya menyebabkan jejas sel secara reversibel, syok yang terus terjadi

pada akhirnya akan mengakibatkan jejas jaringan secara ireversibel dan

dapat berpuncak pada kematian pasien (Robbins dkk, 2007).

Ada berbagai penyebab dari syok distributif. Beberapa di antaranya

adalah sepsis, SIRS, kegagalan tonus vasomotor dan reaksi anafilaksis.

Syok septik adalah bentuk paling umum dari syok distributif dengan angka

kematian yang cukup besar. Sama halnya dengan sepsis, systemic

Page 4: referat syok distributif

4

inflammatory response syndrome (SIRS) yang merupakan kondisi

inflamasi sistemik, juga menjadi penyebab kematian tersering di negara

barat khususnya Amerika Serikat (Sudoyo et al, 2009). Anafilaksis dan

kegagalan tonus vasomotor adalah pencetus lain dari syok distributif.

Namun demikian, semua faktor di atas cukup adekuat untuk memicu

berbagai reaksi berantai dalam tubuh yang bila dibiarkan berlanjut tanpa

terapi, akan menimbulkan konsekuensi yang sifatnya fatal bagi pasien

(Duane, 2008).

II.2. Syok Distributif dan Syok Sirkulasi Lainnya

Selain syok distributif, dikenal pula 3 kategori lain dalam syok

sirkulasi, di antaranya syok hipovolemik, kardiogenik, dan syok obstruktif.

Kategori ini dibagi berdasarkan penyebab munculnya syok, yang lebih

jauh melibatkan mekanisme berbeda (Kanaparthi, 2012). Mekanisme yang

paling banyak berperan dalam munculnya syok meliputi penurunan

volume sirkulasi, peningkatan curah jantung (cardiac output), dan

vasodilatasi yang kadang disertai berbagai reaksi lainnya di dalam tubuh

(Weil, 2007).

Syok hipovolemik berarti syok yang disebabkan oleh berkurangnya

volume darah di dalam tubuh (hipovolemia). Pendarahan dan luka bakar

adalah penyebab paling sering dari syok tipe ini. Dalam syok hipovolemik,

pendarahan akan menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan sebagai

akibatnya, menurunkan aliran balik vena, diikuti penurunan curah jantung

di bawah normal hingga timbul syok.

Selain pendarahan, kehilangan plasma dari cairan tubuh seperti pada

luka bakar juga dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan plasma

disini, bahkan tanpa kehilangan sel darah merah, terkadang dapat cukup

berat untuk mengurangi volume darah total secara nyata, sehingga

memungkinkan munculnya syok hipovolemik khas yang seluruhnya

hampir serupa dengan syok yang disebabkan oleh pendarahan (Guyton &

Hall, 2008).

Page 5: referat syok distributif

5

Gambar 2.1. Patogenesis Syok Hipovolemik

(Duane, 2008)

Syok kardiogenik terjadi apabila jantung gagal berfungsi sebagai

pompa untuk mempertahankan curah jantung yang memadai, sementara

untuk syok obstruktif, patologi yang mendasari adalah adanya obstruksi

mekanik baik pada ventrikel kanan maupun kiri sehingga curah jantung

normal secara drastis menurun (Fuentes, 2007).

Gambar 2.2. Patogenesis Syok Kardiogenik

(Duane, 2008)

Page 6: referat syok distributif

6

Tanpa mengabaikan konsekuensi fatal yang muncul dari masing-masing

tipe syok di atas, syok distributif mencakup dinamika yang lebih

kompleks. Saat di satu sisi syok dipicu oleh menurunnya curah jantung

dan/ atau kelainan jantung yang menurunkan kemampuan jantung untuk

memompa darah, di sisi lain syok distributif dapat terjadi dengan atau

tanpa berkurangnya curah jantung, dan bahkan, pada beberapa kasus curah

jantung justru meningkat. Fakta ini terlihat dengan jelas saat mengkaji

kasus sepsis. Namun demikian, dalam syok distributif yang dikaitkan

dengan situasi lain seperti syok anafilaktik, penurunan curah jantung yang

drastis juga ditemukan (Weil, 2007).

II.3. Variasi Syok Distributif

Dalam dunia medis seringkali ditemukan berbagai bentuk dari syok

distributif. Tiap bentuk tersebut pada dasarnya dicetuskan oleh etiologi

yang beragam, meskipun pada akhirnya akan tiba pada kondisi syok yang

hampir sama. Hingga saat ini, tipe syok distributif yang telah diteliti

adalah sebagai berikut :

Syok septik dan SIRS

Systemic inflammatory response syndrome (SIRS), adalah suatu

keadaan peradangan nonspesifik yang dapat ditemukan baik pada

keadaan infeksi maupun (Stephen and William, 2007). Singkatnya,

SIRS merupakan kondisi inflamasi yang mempengaruhi seluruh tubuh,

dan seringkali respon dari sistem kekebalan tubuh untuk infeksi. Hanya

saja perlu ditekankan bahwa tidak selamanya SIRS disebabkan oleh

agen infeksius (Shulman, 1994).

Sepsis didefinisikan sebagai adanya SIRS pada keadaan infeksi yang

menjadi pemicunya (Sepsis bagian dari SIRS). Sepsis merupakan

respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau toksin

Page 7: referat syok distributif

7

dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses

inflamasi (Sudoyo et al, 2009).

Toxic shock syndrome

Toxic shock syndrome adalah penyakit multisistemik akut yang

dimediasi oleh toksin, dan dipicu oleh infeksi baik staphylococcus

aureus maupun streptococcus pyogenes (Sharma, 2006).

Insufisiensi adrenal

Adalah sekresi yang inadekuat dari adrenokortikosteroid, dapat

terjadi sebagai hasil dari sekresi ACTH yang tidak cukup atau karena

kerusakan dari kelenjar adrenal dapat sebagian atau seluruhnya.

Manifestasi yang terjadi dapat bermacam macam, dapat terjadi tiba

tiba dan mengancam jiwa atau dapat juga berkembang secara bertahap

dan perlahan-lahan (Speiser, 2003).

Renjatan Anafilaktik

Anafilaksis merupakan kondisi alergi dengan curah jantung dan

tekanan arteri yang seringkali menurun secara drastis. Reaksi ini

terutama disebabkan oleh suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul

segera setelah suatu antigen yang sangat sensitif untuk seseorang masuk

ke dalam sirkulasi. Lebih lanjut, diketahui bahwa reaksi yang muncul

kemudian disebabkan oleh adanya histamin yang beredar dalam tubuh.

Hal ini dapat dibuktikan melalui percobaan dengan cara menyuntikkan

sejumlah besar histamin secara intravena, sehingga muncullah tanda-

tanda syok histamin yang sifatnya hampir serupa dengan syok

anafilaktik (Guyton dan Hall, 2008).

Page 8: referat syok distributif

8

Heat Stroke

Heat stroke merupakan kasus emergensi yang diakibatkan oleh

paparan suhu tinggi. Ada 2 tipe heat stroke; tipe klasik banyak terjadi

pada usia lanjut, pada penyandang keterbelakangan mental atau usia

muda. Terjadi beberapa kali sehari selama gelombang panas dan orang

ini tidak mempunyai kesanggupan untuk bertahan pada lingkungan

dingin dan mempertahankan asupan cairan yang cukup. Tipe heat

stroke kedua terjadi pada saat latihan yang berlebihan pada suhu

lingkungan yang sangat panas dan lembab (Sudoyo et al, 2009).

Syok Neurogenik

Syok neurogenik merupakan kondisi syok yang terjadi karena

hilangnya kontrol saraf simpatis terhadap tahanan vaskular sehingga

sebagai akibatnya, muncul dilatasi arteriol dan vena di seluruh tubuh

(Duane, 2008).

II.4. Etiologi Syok Distributif

Karena syok biasanya disebabkan oleh curah jantung yang tidak

adekuat, maka setiap keadaan yang menurunkan curah jantung jauh di

bawah normal akan sangat mungkin menyebabkan syok (Guyton & Hall,

2008). Namun demikian, faktor tersebut tidak selamanya berlaku

mengingat dalam mekanismenya, syok distributif mencakup dinamika

yang lebih kompleks.

Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis

atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel, karena itu, kondisi-

kondisi yang menempatkan pasien pada resiko-resiko di atas tergolong

sebagai etiologi dari syok distributif itu sendiri (Robbins dkk, 2007).

Page 9: referat syok distributif

9

Tabel 2.1. Etiologi Syok Distributif Berdasarkan Bentuk-Bentuknya

Variasi Syok Distributif Etiologi Pencetus

SIRS dan sepsis

Secara umum, penyebab

dari SIRS dapat dibagi

kedalam 2 golongan, yakni

infeksius dan noninfeksius

Infeksius (sepsis) : Bakteremia,

viremia, fungemia, mycobacteria,

infeksi protozoa, infeksi organ solid,

dll

Non-infeksius (SIRS) : Trauma, luka

bakar masif, luka pasca operasi,

pankreatitis, kanker, overdosis obat,

suntikan sitokin, sindrom aspirasi,

iskemia visceral (Sudoyo et al, 2009)

Toxic shock syndrome

TSS dapat dipicu oleh

eksotoksin/enterotoksin

yang dihasilkan oleh bakteri

Staphylococcus aureus

Streptococcus pyogenes (Sharma,

2006).

Insufisiensi adrenal Autoimun (kurang lebih 70-90 kasus)

Infeksi (TBC, histoplasmosis, HIV,

syphilis)

Keganasan, seperti metastase dari

paru-paru, mamae, carcinoma colon,

melanoma, dan limfoma

Terapi glukokortikoid jangka lama

(mensupresi CRH)

Tumor pituitari/hipotalamus

Penyakit infeksi dan infiltrasi dari

kelenjar pituitari (sarkoid,

histiositosis, TB, dll)

Radiasi pituitari (Corrigan, 2006).

Syok Anafilaksis Obat-obatan :

Khususnya antibiotik seperti penisilin

dan sefalosporin,

Protein Heterolog :

Page 10: referat syok distributif

10

Seperti racun serangga, makanan,

serbuk sari, dan produk serum darah

(Kanaparthi, 2012).

Heat Stroke Suhu tubuh yang meningkat melebihi

suhu kritis, dalam rentang 105o

sampai 108oF (Guyton & Hall, 2006).

Syok neurogenik Trauma/cedera ataupun karena

penggunaan zat anestesi pada medula

spinalis di segmen toraks bagian atas

(Cheatham, 2003).

(Data dirangkum kembali dari berbagai sumber)

Penjelasan lebih lanjut mengenai mekanisme yang paling mungkin

terkait dengan etiologi tersebut akan dibahas pada sub bab berikutnya.

Untuk sementara waktu, perlu dicatat bahwa akhirnya nanti, semua ini

mengakibatkan kurangnya pengiriman zat makanan ke jaringan-organ

kritis, dan juga mengakibatkan kurangnya pembuangan produk sisa

metabolisme sel dari jaringan.

II.5. Patofisiologi

Upaya untuk menjelaskan patofisiologi dari syok telah mencapai

perkembangan yang signifikan setelah beberapa dekade terakhir

(Cheatham, 2003). Melalui serangkaian pengamatan, telah diketahui

bahwa semua tipe syok dikarakterisasi oleh gangguan perfusi, dan karena

sifat-sifat khasnya cenderung dapat berubah pada berbagai derajat

keseriusan, mekanisme syok kemudian dibagi lagi menjadi 3 tahapan

utama yaitu :

Tahap awal nonprogresif

Page 11: referat syok distributif

11

Selama tahap ini, mekanisme kompensasi refleks akan diaktifkan dan

perfusi organ vital dipertahankan sehingga pada akhirnya menimbulkan

pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar

Tahap progresif

Merupakan tahap yang ditandai hipoperfusi jaringan serta manifestasi

awal dari memburuknya ketidakseimbangan sirkulasi dan metabolik

Tahap ireversibel

Muncul setelah syok telah jauh berkembang sedemikian rupa, yakni

ketika tubuh mengalami jejas sel dan jaringan yang sangat berat

sehingga meskipun semua bentuk terapi yang diketahui dilakukan

untuk memperbaiki gangguan hemodinamika pasien, pada kebanyakan

kasus tidak mungkin tertolong lagi (Guyton & Hall, 2008).

Tahapan di atas paling jelas dikenali pada syok hipovolemik, tetapi

lazim pula untuk bentuk syok lainnya. Namun demikian, meskipun

tahapan dari berbagai macam syok pada teorinya sama, di sisi lain

mekanisme yang terlibat dapat bervariasi tergantung pada penyebabnya.

Dalam syok distributif, perfusi jaringan yang inadekuat disebabkan oleh

meningkatnya tahanan vaskular sistemik dengan peningkatan curah

jantung sebagai hasilnya (mekanisme kompensasi). Mula-mula perubahan-

perubahan ini dikarakterisasi oleh dinamika kontraktilitas, dilatasi dari

pembuluh darah perifer, serta dampak dari upaya resususitasi yang

dilakukan tubuh.

Sebagai contoh, di stadium awal syok septik terjadi penurunan darah

diastol, melebarnya tekanan pulsasi, akral hangat, dan berbagai efek lain

seperti terisinya kapiler dengan cepat karena vasodilatasi perifer. Tubuh

akan berusaha mengkompensasi kondisi ini dengan meningkatkan curah

jantung (cardiac output) sehingga pada stadium akhir syok septik,

kombinasi dari kurangnya kontraktilitas myokard yang bergabung dengan

hilangnya tonus (paralisis) pembuluh darah perifer akan menginduksi

penurunan perfusi organ. Sebagai hasilnya, terjadilah hipoperfusi dari

berbagai organ vital seperti otak, hepar, dan bahkan jantung.

Page 12: referat syok distributif

12

Mengingat dalam syok distributif terdapat berbagai variasi (syok septik,

anafilaksis, neurogenik, TSS, dan SIRS) dan reaksi-reaksi yang terlibat

pun berbeda sesuai dengan kasusnya, maka pembahasan mengenai

patogenesis syok distributif berikut ini akan ditekankan pada bentuknya

masing-masing (Kanaparthi, 2012).

1. SIRS dan Sepsis

Sesuai dengan definisinya, SIRS tidak dapat dipisahkan dengan

respon inflamasi dan komponen-komponennya, dimana pada dasarnya

reaksi inflamasi itu sendirilah yang mencetuskan munculnya fenomena

ini (Shulman, 1994). Dalam arti yang paling sederhana, inflamasi

adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan

penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang

diakibatkan oleh kerusakan asal. Namun, walaupun inflamasi

membantu membersihkan infeksi dan bersama-sama dengan proses

perbaikan memungkinkan terjadinya penyembuhan luka, sangatlah

penting untuk mengetahui bahwa baik inflamasi maupun proses

perbaikan itu sendiri begitu potensial menimbulkan bahaya (Robbins

dkk, 2007).

Fenomena SIRS pertama kali dijelaskan oleh Dr. William R. Nelson,

dari University of Toronto, saat presentasi dalam pertemuan

Mikrosirkulasi Nordik di Geilo, Norwegia pada Februari 1983. Di

pertemuan ini, ditetapkan beberapa variabel yang menjadi parameter

SIRS. SIRS ditegakkan apabila 2 atau lebih dari variabel-variabel

berikut ditemukan :

Tabel 2.2.Variabel SIRS

Variabel Nilai AcuanSuhu < 36 ° C (97 ° F) atau > 38 ° C (100 ° F)

Page 13: referat syok distributif

13

Denyut jantung > 90/minPernafasan > 20/min atau PaCO2 <32 mmHg (4,3 kPa)WBC < 4x10 9 / L (< 4000/mm ³), > 12x10 9 / L

( > 12.000 / mm³), atau > 10% stab(Janotha, 2002)

Suatu reaksi inflamasi yang masif mendasari baik SIRS maupun

sepsis, dan karena respon inflamasi yang mirip pada kedua kasus ini,

dipikirkanlah patofisiologi yang sama. Akibat dari jejas lokal atau

infeksi, mediator-mediator proinflamasi sepertin TNF-α dan IL-1β

dilepaskan untuk melawan antigen-antigen asing dan mempercepat

proses penyembuhan luka. Kemudian akan diikuti pelepasan mediator-

mediator anti-inflamasi (IL-4, IL-10 dan IL-13) untuk meregulasi

proses ini.

Kelangsungan hidup bergantung pada tercapainya homeostasis. Bila

respon proinflamasi sistemik yang terjadi sifatnya berat, atau bila

respon anti-inflamasi sebagai kompensasinya tidak adekuat sehingga

gagal meregulasi respon proinflamasi, terjadilah ketidakseimbangan

dengan predominan proinflamasi. Pada keadaan ini didapatkan tanda-

tanda SIRS, dan mulai didapat ancaman disfungsi organ. Sebaliknya,

jika terjadi predominansi respon anti-inflamasi, dengan akibat anergi

dan imunosupresi, keadaan ini dinamakan compensatory anti-

inflammatory response syndrome atau biasa disingkat CARS (Sudoyo

et al, 2009).

Page 14: referat syok distributif

14

Gambar 2.3 Teori Baru MODS

(Sudoyo et al, 2009)

TNF-α dan IL-1β merupakan sitokin peradangan utama yang

terdapat pada imunitas bawaan, yaitu respon primer terhadap rangsang

yang membahayakan. Baik TNF- α maupun IL-1 bekerja pada sel

endotel (dan jenis sel lain) untuk menghasilkan sitokin yang lebih lanjut

dan menginduksi molekul adhesi sehingga dengan demikian

meningkatkan respon inflamasi akut lokal serta pembersihan

infeksi/jaringan nekrotik.

Pada inflamasi yang cukup berat, dan oleh karena itu, dengan kadar

TNF- α serta IL-1 yang lebih tinggi, efektor sekunder yang diinduksi

oleh sitokin (misalnya nitrit oksida dan faktor pengaktivasi trombosit)

akan menjadi bermakna. Akhirnya, masih dengan kadar sitokin pro-

inflamasi yang cukup tinggi, sindrom syok distributif akan muncul

kemudian, dimana saat ini sitokin dan mediator sekunder bersama-sama

ada dalam kadar yang tinggi sehingga mengakibatkan :

Page 15: referat syok distributif

15

- Vasodilatasi sistemik yang nyata di seluruh tubuh, terutama pada

jaringan yang mengalami peradangan

- Kontraktilitas miokard berkurang

- Jejas dan aktivasi endotel yang meluas, menyebabkan perlekatan

leukosit sistemik serta kerusakan kapiler alveolus yang difus

dalam paru

- Aktivasi sistem pembekuan, berpuncak pada DIC yakni

pembentukan bekuan darah kecil di daerah yang luas dalam

tubuh. Hal ini juga menyebabkan faktor-faktor pembekuan darah

menjadi habis terpakai sehingga timbul pendarahan di banyak

jaringan, terutama pada dinding usus dan traktus intestinal.

Hipoperfusi yang disebabkan oleh efek gabungan vasodilatasi yang

luas, kegagalan pompa miokardial, dan DIC menyebabkan kegagalan

sistem multiorgan yang mengenai hati, ginjal, dan sistem saraf pusat di

antara organ lainnya. Pada sepsis, bila faktor yang mendasarinya tidak

segera dikendalikan, biasanya pasien akan meninggal (Robbin dkk,

2007).

Namun demikian, harus diingat bahwa tahap dini syok septik kadang

tidak memperlihatkan tanda-tanda kolaps sirkulasi tetapi hanya

memperlihatkan tanda-tanda infeksi bakteri saja. Setelah infeksi bakteri

menjadi lebih hebat, sistem sirkulasi biasanya ikut terlibat baik

disebabkan oleh penyebaran infeksi secara langsung ataupun secara

sekunder yang disebabkan oleh toksin bakteri, dengan akibat hilangnya

plasma ke dalam jaringan yang terinfeksi melalui dinding kapiler darah

yang rusak.

Akhirnya pada suatu titik, kerusakan sirkulasi menjadi progresif

serupa dengan yang terjadi pada semua jenis syok lainnya. Ini membuat

tahap akhir dari syok septik biasanya tidak jauh berbeda dengan tahap

akhir syok hemoragik, meskipun faktor-faktor pencetusnya sangat

berlainan pada kedua macam syok tersebut (Guyton dan Hall, 2006).

Page 16: referat syok distributif

16

2. Toxic shock syndrome

Toxic shock syndrome merupakan sindroma klinis yang

dikarakterisasi oleh onset demam tinggi yang acak, hipotensi, ruam

difus (ptekie atau makulopapula), myalgia berat, muntah, diare, nyeri

kepala, dan abnormalitas neurologis nonfokal. Hal yang terpenting di

sini, adalah tingkat mortalitas dari TSS itu sendiri yang terbilang cukup

tinggi.

TSS pertama kali dideskripsikan pada anak-anak tahun 1978 (Todd,

1978) dan pada tahun 1980, streptococcus grup A dikenali sebagai

penyebabnya (Cone, 1987; Stevens, 1989). Dikaitkan dengan kasus

TSS, streptococcus dan stafilococcus identik dalam berbagai hal.

Kebanyakan kasus diakibatkan oleh toksin yang diproduksi oleh

stafilococcus yang saat ini dikenal dengan sebutan TSS toxin-1 (TSST-

1).

Kolonisasi atau infeksi dengan berbagai strain S. aureus dan

streptococcus grup A umumnya diikuti oleh produksi satu atau lebih

toksin. Molekul-molekul ini, akan diabsorbsi secara sistemik sehingga

mengakibatkan munculnya manifestasi sistemik dari TSS, khusunya

bagi mereka yang hanya memiliki sedikit antibodi untuk toksin

tersebut. Mediator yang mungkin dihasilkan sebagai respon imun

pejamu adalah interleukin-1 dan TNF. Eksotoksin pirogen menginduksi

sintesis TNF, IL-1, dan juga IL-6 oleh sel mononuklear.

Toxic shock syndrome dikaitkan dengan kemampuan endotoksin

streptococcus grup A dan enterotoksin dari s. aureus yang berperan

sebagai super antigen. Kedua tipe super antigen ini, dapat menstimulasi

respon sel T melalui kemampuan mereka untuk mengikat baik molekul

MHC-II dari APC maupun reseptor sel T itu sendiri. Toksin-toksin ini

kemudian mengikat β-chain variable region (V-beta) pada reseptor sel

T dan secara simultan juga mengikat molekul reseptor MHC-II

sehingga setelah melalui serangkaian respon imun, dihasilkanlah

proliferasi sel T dengan efek pada jaringan yang nyata, yakni produksi

Page 17: referat syok distributif

17

sitokin dalam jumlah masif yang sangat-sangat adekuat untuk

menimbulkan keadaan syok serta kerusakan jaringan (Sharma, 2006).

3. Insufisiensi adrenal

Insufisiensi adrenal dibagi menjadi 3 tipe, tergantung dari dimana

terjadinya masalah pada kelenjar hipothalamik pituitary-adrenal dan

seberapa cepat turunnya hormon hormon tersebut (Oelkers, 1996).

- Chronic primary adrenal insufiiciency (Addison disease)

Chronic primary adrenal insufiiciency (Addison disease),

berhubungan dengan kerusakan secara lambat dari kelenjar

adrenal, dengan defisiensi kortisol, aldosteron, serta adrenal

androgen dan kelebihan dari ACTH maupun CRH yang

berhubungan dengan hilangnya feedback negatif. Kondisi ini

terjadi ketika kelenjar adrenal gagal untuk mengeluarkan hormon

dalam jumlah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan

fisiologis, walaupun di lain pihak ACTH disekresi oleh kelenjar

pituitari (Hoffman, 2002).

- Chronic secondary adrenal insufficiency

Adalah penurunan kadar kortisol yang berlebihan,

berhubungan dengan kehilangan fungsi secara lambat dari

hypothalamus dan pituitari. Kadar kortisol dan ACTH keduanya

menurun, tetapi kadar aldosteron dan adrenal androgen biasanya

normal karena keduanya diregulasi diluar jalur hipotalamus

hipofise. Insufisiensi adrenal kronis sekunder muncul ketika

steroid eksogen menekan hypothalamus-pituitary-adrenal axis

(HPA). Bila terjadi penurunan dari steroid eksogen ini, tercetuslah

suatu krisis adrenal atau stess yang akan meningkatkan kebutuhan

kortisol (Martin, 2006).

Page 18: referat syok distributif

18

- Acute adrenal insufficiency (Adrenal Crisis)

Merupakan Suatu keadaan gawat darurat yang berhubungan

dengan menurun/kurangnya hormon yang relatif serta terjadinya

kolaps sistem kardiovaskuler dengan gejalanya biasa nonspesifik,

contohnya muntah dan nyeri abdomen (Speiser, 2003)..

Mekanisme utama yang penting dalam kejadian krisis adrenal

adalah produksi dari kortisol dan adrenal aldosteron yang sangat

sedikit (McPhee, 2003).

Dalam mengkaji fenomena seperti insufisiensi adrenal, tentunya

harus diketahui bahwa korteks adrenal memproduksi 3 hormon steroid

yang penting dalam kelangsungan kerja berbagai sistem organ, yaitu;

(1) hormon glukokortikoid (kortisol), (2) mineralokortikoid (aldosteron)

dan (3) androgen. Jika dikaitkan dengan patogenesis syok distributif,

maka mekanisme yang paling mungkin adalah yang berhubungan

langsung dengan produksi aldosteron dalam tubuh.

Aldosteron merupakan mineralokortikoid utama yang disekresi oleh

adrenal. Sedikitnya 90% aktivitas mineralokortikoid yang disekresi oleh

adrenokortikal terdapat dalam aldosteron, namun kortisol, yang

merupakan glukokortikoid utama yang disekresi oleh korteks adrenal,

juga memiliki sejumlah aktivitas mineralokortikoid yang bermakna.

Aktivitas mineralokortikoid aldosteron adalah 3000 kali lebih besar

daripada kortisol, meskipun konsentrasi kortisol plasma mendekati

2000 kali dari konsentrasi plasma aldosteron.

Dalam sistem sirkulasi, aldosteron meningkatkan absorbsi natrium

dan secara bersamaan meningkatkan sekresi kalium oleh sel epitel

tubulus ginjal, terutama sel prinsipal di sel tubulus kolektivus dan

sedikit di tubulus distal juga duktus koligentes. Oleh karena itu,

aldosteron menyebabkan natrium disimpan dalam cairan ekstrasel

sementara meningkatkan ekskresi kalium di dalam urin sehingga secara

otomatis, mempertahankan volume cairan plasma dalam sirkulasi.

Page 19: referat syok distributif

19

Kurangnya sekresi aldosteron sangat menurunkan reabsorbsi natrium

di tubulus ginjal dan akibatnya akan menyebabkan hilangnya banyak

ion natrium. Hasil akhir dari kejadian ini adalah volume cairan ekstrasel

yang sangat menurun, yang kemudian diikuti oleh hiponatremia,

hiperkalemia, dan asidosis ringan akibat gagalnya sekresi ion kalium

dan ion hidrogen guna menggantikan ion natrium. Sewaktu cairan

ekstrasel berkurang, volume plasma akan menurun secara drastis,

hematokrit meningkat dengan nyata, curah jantung ikut menurun, dan

pasien beresiko meninggal akibat renjatan/syok (Guyton & Hall, 2006).

4. Reaksi anafilaksis

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Reaksi anafilaksis

terutama disebabkan oleh suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul

segera setelah suatu antigen yang sangat sensitif untuk seseorang masuk

ke dalam sirkulasi. Pada manusia, reaksi ini diperantarai oleh antibodi

Ig-E. Rangkaian kejadiannya dimulai dengan pajanan awal terhadap

antigen tertentu (alergen). Alergen tersebut merangsang induksi sel T

CD4+ tipe Th2.

Sel CD4+ ini penting dalam patogenesis reaksi anafilaksis karena

sitokin yang disekresikannya menyebabkan produksi IgE oleh sel B,

yang bertindak sebagai faktor pertumbuhan untuk sel mast, serta

merekrut dan mengaktivasi eosinofil. Antibodi IgE kemudian berikatan

pada sel mast dan basofil, membuat kedua sel tersebut “dipersenjatai”

untuk menimbulkan suatu reaksi yang disebut hipersensitivitas tipe I.

Pajanan ulang terhadap antigen yang sama membuat pertautan-silang

pada IgE yang terikat sel dan memicu suatu kaskade sinyal intrasel

dengan berbagai efek utama (Cheatham, 2003). Salah satu efek

utamanya adalah menginduksi pelepasan histamin oleh sel mast dalam

jaringan perikapiler dan basofil dalam darah. Histamin tersebut

kemudian menyebabkan :

Page 20: referat syok distributif

20

- Kenaikan kapasitas vaskular akibat dilatasi vena, sehingga terjadi

penurunan aliran balik vena secara nyata

- Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi

sangat menurun

- Sangat meningkatnya permeabilitas kapiler, dengan akibat

hilangnya cairan dan protein ke dalam ruang jaringan secara

cepat.

Gambar 2.4. Patofisiologi Syok Anafilaksis

(Duane, 2008)

Hasil akhirnya merupakan suatu penurunan luar biasa pada aliran

balik vena yang diikuti penurunan curah jantung sehingga kadang-

kadang, menimbulkan syok serius yang konsekuensi kematiannya

sangat nyata (Silvia & Lorraine, 2006).

5. Heat Stroke

Batas suhu udara yang dapat ditahan oleh seseorang hampir

sepenuhnya bergantung pada apakah udara tersebut kering atau basah.

Page 21: referat syok distributif

21

Bila udara kering dan arus konveksi udara cukup mengalir untuk

meningkatkan evaporasi yang cepat dari tubuh, orang tersebut dapat

bertahan selama beberapa jam pada suhu udara 130oF. Sebaliknya, bila

udara dilembabkan 100% atau bila tubuh berada dalam air, suhu tubuh

akan mulai meningkat saat lingkungan mengalami peningkatan suhu di

atas 94oF. Jika seseorang sedang melakukan aktivitas berat, suhu

lingkungan kritis di atas tempat kecenderungan terjadinya heat stroke

dapat serendah 85o sampai 90oF.

Heat stroke, akan dialami seseorang apabila suhu tubuh meningkat

melebihi suhu kritis, dalam rentang 105o sampai 108oF. Gejalanya

meliputi pusing, rasa tidak enak pada perut yang kadang disertai

muntah, delirium, bahkan hilang kesadaran andaikata suhu tubuh tidak

segera turun (Guyton & Hall, 2006). Jadi, heat stroke dapat diartikan

sebagai keadaan gawat darurat yang dikarakterisasi oleh elevasi suhu

tubuh yang meningkat di atas 40oC dan disfungsi saraf otonom yang

menimbulkan kejang, delirium, hingga koma (Bouchama dan Knochel,

2002).

Gejala heat stroke diakibatkan oleh gangguan metabolik dan

kematian sel. Kreatin kinase, aspartan aminotransferase (AST) dan

enzim serum dehidrogenase laktat meningkat dan dapat terus meningkat

selama 7-10 hari pada keadaan ini. Rabdomiolisis yang diakibatkan

oleh mioglobinuria, dapat menimbulkan gagal ginjal akut bahkan di sisi

lain, waktu pembekuan kadang-kadang memanjang meskipun DIC

jarang terjadi.

Satu poin yang sangat penting untuk dicatat, yakni kondisi-kondisi di

atas sering sekali dieksaserbasi oleh syok sirkulasi, yang dapat memiliki

komponen baik syok hipovolemik (kehilangan plasma melalui

evaporasi) maupun syok distributif (maldistribusi cairan dalam tubuh).

Meskipun terdapat peningkatan curah jantung, hipotensi dapat timbul

karena vasodilatasi perifer berat dan penurunan volume. Tahanan

vaskular sistemik akan segera jatuh drastis akibat vasodilatasi sekunder.

Pada temperatur 40oC kontraksi jantung ikut menurun seiring

Page 22: referat syok distributif

22

memburuknya kondisi pasien, sehingga tanpa terapi cairan, hipotensi

yang otomatis terjadi dapat membunuh pasien dalam waktu singkat

(Sudoyo et al, 2009).

6. Syok Neurogenik

Syok neurogenik disebabkan oleh hilangnya kontrol saraf simpatis

terhadap tahanan vaskular, sehingga sebagai hasilnya, terjadilah

vasodilatasi arteriol dan venula secara besar-besaran di seluruh tubuh

(Cheatham dkk, 2003). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

beberapa etiologi yang mendasari terjadinya syok neurogenik antara

lain adalah penggunaan zat anesthesia maupun cidera pada medula

spinalis yang mekanismenya kurang lebih dapat dijelaskan melalui

skema berikut ini.

Gambar 2.5. Patofisiologi Syok Neurogenik

(Duane, 2008)

Bagian terpenting sistem saraf otonom bagi pengaturan sirkulasi

adalah sistem saraf simpatis. Secara anatomis, serabut-serabut saraf

vasomotor simpatis meninggalkan medula spinalis melalui semua saraf

spinal toraks dan melalui satu atau dua saraf spinal lumbal pertama.

Page 23: referat syok distributif

23

Serabut-serabut ini segera masuk ke dalam rantai simpatis yang berada

di tiap sisi korpus vertebra, kemudian menuju sistem sirkulasi melalui

dua jalan utama :

- Melalui saraf simpatis spesifik yang terutama mempersarafi

pembuluh darah organ visera interna dan jantung

- Hampir segera memasuki nervus spinalis perifer yang

mempersarafi pembuluh darah perifer

Di sebagian besar jaringan, semua pembuluh darah kecuali kapiler,

sfingter prekapiler, dan sebagian besar metarteriol diinervasi oleh saraf

simpatis. Tentunya inervasi ini memiliki tujuan tersendiri. Sebagai

contoh, Inervasi arteri kecil dan arteriol menyebabkan rangsangan

simpatis untuk meningkatkan tahanan aliran darah dan dengan demikian

menurunkan laju aliran darah yang melalui jaringan. Inervasi pembuluh

darah besar, terutama vena, memungkinkan rangsangan simpatis untuk

menurunkan volume pembuluh darah ini. Keadaan tersebut dapat

mendorong darah masuk ke jantung dan dengan demikian berperan

penting dalam pengaturan pompa jantung.

Selain serabut saraf simpatis yang menyuplai pembuluh darah,

serabut simpatis juga pergi secara langsung menuju jantung. Perlu

diingat kembali bahwa rangsangan simpatis jelas meningkatkan

aktivitas jantung, meningkatkan frekuensi jantung, dan menambah

kekuatan serta volume pompa jantung.

Hubungan antara saraf simpatis dan sistem sirkulasi yang baru saja

dijabarkan secara singkat, sebenarnya membawa serabut saraf

vasokonstriktor dalam jumlah yang banyak sekali dan hanya sedikit

serabut vasodilator. Serabut tersebut pada dasarnya didistribusikan ke

seluruh segmen sirkulasi dan efek vasokonstriktornya terutama sangat

kuat di ginjal, usus, limpa dan kulit tetapi kurang kuat di otot rangka

dan otak.

Page 24: referat syok distributif

24

Dalam keadaan normal, daerah vasokonstriktor di pusat vasomotor

terus menerus mengantarkan sinyal ke serabut saraf vasokonstriktor

seluruh tubuh, menyebabkan serabut ini mengalami cetusan yang

lambat dan kontinu dengan frekuensi sekitar satu setengah sampai dua

impuls per detik. Impuls ini, mempertahankan keadaan kontraksi parsial

dalam pembuluh darah yang disebut tonus vasomotor. Tonus inilah

yang mempertahankan tekanan darah dalam batas normal, sehingga

fungsi sirkulasi tetap terjaga untuk kebutuhan jaringan.

Melemahnya tonus vasomotor, secara langsung menimbulkan

manifestasi klinis dari syok neurogenik. Sebagai contoh, trauma pada

medula spinalis segmen toraks bagian atas akan memutuskan perjalanan

impuls vasokonstriktor dari pusat vasomotor ke sistem sirkulasi.

Akibatnya, tonus vasomotor di seluruh tubuh pun menghilang.

Efeknya (vasodilatasi), paling jelas terlihat pada vena-vena juga

arteri kecil. Dalam vena kecil yang berdilatasi, darah akan tertahan dan

tidak kembali bermuara ke dalam vena besar. Karena faktor ini, aliran

balik vena maupun curah jantung akan menurun, dan dengan demikian

tekanan darah secara otomatis jatuh hingga nilai yang sangat rendah. Di

momen yang bersamaan, dilatasi arteriol menyebabkan lemahnya

tahanan vaskular sistemik yang seharusnya membantu memudahkan

kerja jantung sebagai pompa yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh.

Pada saat ini, didapatkanlah tanda-tanda syok neurogenik yang jalur

akhirnya tidak jauh berbeda dengan syok tipe lain.

Konsekuensi akhir dari malperfusi dalam berbagai bentuk syok

distributif dapat berbeda pada tiap pasien, tergantung dari derajat dan

durasi hipoperfusi, jumlah sistem organ yang terkena, serta ada tidaknya

disfungsi organ utama. Harap ditekankan bahwa apapun tipenya, sekali

syok terjadi, cenderung memburuk secara progresif. Sekali syok sirkulasi

mencapai suatu keadaan berat yang kritis, tidak peduli apa penyebabnya,

syok itu sendiri akan menyebabkan syok menjadi lebih berat. Artinya,

aliran darah yang tidak adekuat menyebabkan jaringan tubuh mulai

Page 25: referat syok distributif

25

mengalami kerusakan, termasuk jantung dan sistem sirkulasi itu sendiri,

seperti dinding pembuluh darah, sistem vasomotor, dan bagian-bagian

sirkulasi lainnya (Guyton & Hall, 2008).

II.6. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis syok distributif bergantung pada gangguan yang

ditimbulkan oleh pencetus, dan hal ini tidak hanya berlaku untuk syok

distributif melainkan juga untuk syok tipe lain. Pada kebanyakan kasus,

gambaran klinis dari syok distributif mencakup tanda-tanda berikut ini:

Perubahan pada status mental, mengacu pada tingkat kesadaran pasien

(apatis ataupun somnolen). Biasanya, tingkat kesadaran dapat bervariasi

menurut progresifitas syok saat itu juga. Seringkali saat syok semakin

berat, maka semakin buruk pula tingkat kesadarannya

Frekuensi jantung yang lebih dari 90 kali/menit (perlu dicatat bahwa

elevasi pada frekuensi jantung bukanlah pertanda adanya syok bila

pasien sedang dalam terapi beta-blocker

Hipotensi, dengan tekanan sistol yang kurang dari 90 mmHg atau

mengalami penurunan sebesar 40 mmHg dari standar normalnya

Meningkatnya frekuensi pernafasan hingga melebihi 20 kali/menit

(takipnea). Pada keadaan yang lebih berat, akan terlihat nafas cepat dan

dangkal akibat asidosis

Ekstremitas teraba hangat (akral hangat) dengan tekanan pulsasi

(tekanan sistol dikurangi diastol) yang meningkat, khususnya pada

tahap awal syok distributif

Hipertermia, jika suhu tubuh > 38,3oC atau 101oF

Hipotermia, dapat pula ditemukan jika temperatur turun hingga di

bawah 36oC atau 96,8oF

Hipoksia dan hipoksemia relatif yang dapat terjadi sebagai akibat

disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi

maupun perfusi

Page 26: referat syok distributif

26

Oliguria, yakni berkurangnya produksi urin. Normal rata-rata produksi

urin dewasa adalah 60 ml/jam (1/2-1 ml/kgBB/jam)

II.7. Gambaran Klinis Lainnya yang Ditemukan pada Berbagai Variasi

Syok Distributif

Mengidentifikasi etiologi syok, jauh lebih penting dibanding dengan

menentukan kategori syoknya. Gambaran yang telah diuraikan pada sub

bab sebelumnya, tidak lain hanyalah manifestasi umum yang ditemukan

pada pasien-pasien dengan syok distributif. Akan diingatkan sekali lagi

bahwa etiologi dari syok distributif sangatlah multifaktorial sehingga tidak

jarang seseorang mengalami kesulitan dalam menentukan faktor

pencetusnya. Dan karena nantinya hal ini menentukan terapi yang harus

diberikan, maka mengidentifikasi etiologi sudah selayaknya lebih

diutamakan (Cheatham, 2003).

A. Konsekuensi SIRS dan Manifestasinya

Tabel 2.3. Parameter SIRS

Variabel SIRS dan Pembakuan Definisi Sepsis

Sindrom respons inflamasi sistemik

(SIRS : systemic inflammatory response syndrome) respon tubuh

terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan berikut :

- Suhu < 36 ° C (97 ° F) atau > 38 ° C (100 ° F)- Denyut jantung > 90/min- Pernafasan > 20/min atau PaCO2 <32 mmHg (4,3 kPa)- WBC < 4x10 9 / L (< 4000/mm ³), > 12x10 9 / L - ( > 12.000 / mm³), atau > 10% stab/sel batang

Sepsis

Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi SIRS

Sepsis berat

Page 27: referat syok distributif

27

Sepsis disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi

termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran.

Sepsis dengan hipotensi

Sepsis dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau penurunan

tekanan darah sistolik > 40 mmHg dan tidak ditemukan penyebab

hipotensi lainnya.

Renjatan Septik (Septic shock)

Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan

secara adekuat atau memerlukan vasopresor untuk

mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.

(Sudoyo et al, 2009)

Tabel 2.3 merangkum berbagai pembakuan definisi dari SIRS dan juga

sepsis. Definisi inilah yang menjadi pegangan berbagai kalangan dalam

menegakkan diagnosa terkait sindroma di atas. Namun demikian,

manifestasi klinisnya tidaklah sesederhana itu. Baik sepsis maupun SIRS

merupakan reaksi yang sifatnya sistemik. Ini berarti bahwa perjalanan

kedua sindrom tersebut secara langsung melibatkan berbagai sistem organ

lainnya dengan gambaran klinis berupa konsekuensi yang tidak dapat

diabaikan.

1) Gangguan kardiovaskular

Pada MODS, NO menurunkan resistensi vaskular sistemik, dan

bersama TNF-α serta IL-1β menekan fungsi miokard. Penurunan

perfusi akan terjadi di semua organ. Hilangnya fungsi penyekat dari

endotel menyebabkan edema dan redistribusi cairan. Resusitasi cairan

dapat menyebabkan dilatasi miokard. Pada pasien sepsis indeks kardiak

meningkat. Sepertiga pasien sepsis mengalami disfungsi miokard.

Secara definisi, gagal kardiovaskular dideteksi apabila ditemukan

tanda-tanda sebagai berikut :

Page 28: referat syok distributif

28

HR (heart rate) ≤ 54/menit

MAP (mean arterial pressure) ≤ 49 mmHg

VT (ventricular tachycardia) atau VF (ventricular fibrillation)

pH serum ≤ 7,24 dengan PCO2 ≤ 40 mmHg (Lumb, 1991).

2) Disfungsi respirasi

Disfungsi pulmonar sering terjadi pada pasien SIRS dengan tanda-

tanda : takipnea, hipoksemia (rasio PaO2/F1O2 menurun) dan

hiperkarbia. Sepsis/SIRS dapat berkembang menjadi ALI (acute lung

injury) bahkan ARDS (acute respiratory response syndrome). Enam

puluh persen pasien syok septik mengalami ARDS.

Hipoksemia dan hipoksia pada SIRS dapat terjadi sebagai akibat

disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi

maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan dapat pula terganggu

akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan

penurunan curah jantung yang secara langsung akan menimbulkan efek

pada oksigenasi jaringan. Transpor oksigen ke jaringan juga

dipengaruhi oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskular.

Tabel 2.4. Pembakuan Definisi Disfungsi Respirasi Terkait

SIRS/MODS

TipeVariabel

Acuan

Gagal respirasi RR PaCO2

P(A-a) O2

≤ 5/menit, atau ≥ 49/menit≥ 50mmHg ≥ 350 mmHgVentilasi mekanik atau CPAP pada hari ke-4

ARDS PaO2/FIO2

PCWP -

-

-

< 200 mmHg< 18 mmHg Infiltrat difus pada foto

rontgen dada Tidak ada infeksi paru atau

penyebab lain dari distress pernapasan

Penurunan pulmonary

Page 29: referat syok distributif

29

compliance Riwayat penyakit yang

menyokongALI PaO2/FIO2 < 300 mmHg (Acuan lainnya

sama dengan acuan pada ARDS)(Lumb, 1991)

3) Disfungsi ginjal

Ginjal mudah mengalami kerusakan jaringan yang diperantarai oleh

leukosit melalui produksi protease dan ROS. Hipovolemia, cardiac

output yang rendah, obat-obat yang bersifat nefrotoksik, tekanan intra-

abdominal yang meningkat, dan rabdimiolisis berperan dalam disfungsi

ginjal. Medula yang lebih aktif dalam metabolisme relatif lebih parah

daripada korteks ginjal dalam menghadapi iskemia. Berikut adalah

manifestasi klinis yang dapat ditemukan :

Diuresis ≤ 479 ml/24 jam atau ≤ 159 ml/8 jam

BUN ≥ 100 mg/dl

Kreatinin serum ≥ 3,5 mg/dl (Lumb, 1991)

4) Disfungsi gastrointestinal

Hipoperfusi splanchnic sering dijumpai pasca trauma, pada sepsis

dan syok. Iskemia mukosa usus meningkatkan permeabilitas dengan

akibat terjadi translokasi bakteri dan mediator-mediator ke dalam

sirkulasi sistemik. Fenomena ini mendukung teori model two-hit dalam

patogenesis SIRS/MODS. Terjadi nitrosilasi dalam sel-sel epitel usus

yang juga akan menaikkan permeabilitas usus.

Manifestasi iskemia splanchnic dapat berupa pendarahan stress

ulcer, Ileus, hepatitis iskemik, kolesistitis tanpa batu dan pankreatitis.

Hiperglikemia terjadi sebagai akibat meningkatnya glukoneogenesis

dan gangguan bersihan glukosa. Lipolisis meningkatkan gliserol dan

asam lemak bebas dalam plasma serta menurunkan keton. Pada MODS

lanjut terjadi hipertrigliseridimia akibat menurunnya bersihan

Page 30: referat syok distributif

30

trigliserida, dan praterminal terjadi kegagalan glukoneogenesis, yang

menyebabkan hipoglikemia.

Tabel 2.5. Gagal hati dan variabelnya

Variabel AcuanBilirubin serum ≥ 6 mg/dlPT (prothrombin time) > 4 s di atas kontrol

(Samra dan Summers, 1996)

5) Disfungsi neurologis

Disfungsi pada SSP menjadi salah satu dari konsekuensi SIRS jika

selama respon inflamasi berlangsung ditemukan skor glasgow coma

scale dengan nilai ≤ 6 tanpa pemberian bahan yang bersifat sedatif

(McKinlay, 2003)

B. Gejala yang Menandai Kemungkinan Adanya Toxic Shock Syndrome

Kemungkinan adanya toxic shock syndrome kadang harus

dipertimbangkan pada tiap orang yang menunjukkan tanda-tanda seperti

demam, ruam, hipotensi, gagal ginjal atau gagal pernafasan dan juga

perubahan pada status mental yang terjadi secara tiba-tiba. Meskipun

demam tinggi merupakan pertanda khas untuk TSS, kadang beberapa

pasien justru menunjukkan gejala sebaliknya, yakni hipotermia. Penurunan

tingkat kesadaran terjadi pada 55% pasien dengan TSS. Bahkan beberapa

jatuh dalam keadaan koma dan agitasi. Hampir 50% pasien memiliki

tekanan darah normal pada awalnya, namun kondisi ini segera berubah

dalam beberapa jam dimana pasien mengalami hipotensi yang cukup berat.

80 % pasien menunjukkan manifestasi klinis dari infeksi jaringan lunak,

yang biasanya berkembang progresif menjadi necrotizing fasciitis atau

myositis sedangkan 20% sisanya menderita endophtalmitis, myositis,

perihepatitis, peritonitis, dan miokarditis. Ruam difus yang menyerupai

eritema marginatum terlihat pada hampir 10% pasien. Manifestasi klinis

Page 31: referat syok distributif

31

pada kulit karena infeksi streptokokus mencakup demam scarlet, ptekie

atau ruam makulopapular dan juga deskuamasi.

Staphylococcal toxic shock syndrome kebanyakan muncul pada wanita,

khususnya pada mereka yang menggunakan tampon, TSS terlihat dalam

lima hari setelah onset menstruasinya. Beberapa keadaan klinis seperti

luka pasca bedah, lesi cutaneus dan subcutaneus, abses yang dalam,

empyema, abses peritonsiler, sinusitis dan osteomyelitis telah disinyalir

mempresentasikan sindrom serupa.

Tipe infeksi yang sejauh ini telah dilaporkan cukup sering

mempresentasikan TSS adalah pneumonia, bakteremia yang tidak dapat

diidentifikasi penyebabnya (unidentified bacteremia), infeksi pada luka

pasca bedah, arthritis septik, thrombophlebitis, meningitis, infeksi pelvis,

dan endophtalmitis. Adapun tanda-tanda yang sangat umum ditemukan

dalam STSS disertai presentasi frekuensinya adalah sebagai berikut :

Nyeri (44-85%)

Muntah (25-26%)

Mual (20 %)

Diare

Gejala-mirip-influenza

Nyeri kepala

Dyspnea (Sharma, 2006)

C. Insufisiensi Adrenal

Gejala klinis yang mendukung suatu diagnosis krisis adrenal adalah

sebagai berikut :

- Syok yang sulit dijelaskan etiologinya biasanya tidak ada pengaruh

dengan

- pemberian resusitasi cairan atau vasopresor.

- Hipotermia atau hipertermia

Page 32: referat syok distributif

32

- Yang berhubungan dengan kekurangan kortisol yaitu cepat lelah, lemah

badan, anoreksia, mual mual dan muntah , diare, hipoglikemi, hipotensi,

hiponatremi.

- Gejala yang berhubungan dengan kekurangan hormon aldosteron yaitu

hiperkalemia dan hipotensi berat yang menetap

- Manifestasi lain tergantung dari penyebab, mungkin didapatkan panas

badan, nyeri abdomen dan pinggang yang berhubungan dengan

perdarahan kelenjar adrenal (Speiser, 2003).

D. Syok Anafilaktik dan Manifestasi Sistemiknya

Anafilaksis, yang mempresentasikan bentuk lain dari syok distributif,

biasanya menghasilkan sindroma syok segera sesudah paparan agen

spesifik. Reaksi kulit seperti urtikaria, eritema dan gejala obstruksi saluran

pernafasan merupakan manifestasi klinis yang umum dijumpai. Saat

anafilaksis dibiarkan berlangsung tanpa terapi, seringkali terjadi

vasodilatasi sistemik yang digambarkan oleh hipotensi (Cheatham, 2003).

Terdapat dua ciri khas terkait reaksi ini. Ciri khas yang pertama dari

anafilaksis adalah gejala yang timbul beberapa detik sampai beberapa

menit setelah pasien terpajan oleh alergen atau faktor pencetus nonalergen

seperti zat kimia atau obat-obatan tertentu. Ciri kedua yaitu anafilaksis

merupakan reaksi sistemik, sehingga melibatkan banyak organ yang

gejalanya timbul serentak atau hampir serentak (Sudoyo et al, 2009).

Tabel 2.6. Gejala dan Tanda Anafilaksis Berdasarkan Organ Sasaran

Sistem Gejala dan tanda

Umum

Prodromal Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan,

rasa tak enak di dada dan perut, rasa gatal di hidung

dan palatum

Pernapasan

Hidung Hidung gatal, bersin dan tersumbat

Page 33: referat syok distributif

33

laring Rasa tercekik, suara serak, sesak nafas, stridor,

edema, spasme

Lidah Edema

Bronkus Batuk, sesak, mengi, spasme

Kardiovaskula

r

Pingsan, sinkop, palpitasi, takikardia, hipotensi

sampai syok, aritmia,.

Kelainan EKG : gelombang T datar, terbalik, atau

tanda-tanda infark miokard

Gastro

Intestinal

Disfagia, mual, muntah, kolik, diare yang kadang-

kadang disertai darah, peristaltik usus meninggi

Kulit Urtikaria dan angioedema di bibir, muka atau

ekstremitas

Mata Gatal, lakrimasi

Susunan saraf

pusat

Gelisah, kejang

(Sudoyo et al, 2009)

E. Temuan Klinis dan Manifestasi Metabolik pada Heat Stroke

Dua temuan-hipertermia dan disfungsi saraf otonom-harus ada dalam

penegakan diagnosa heat stroke. Temperatur pencetus mungkin bervariasi

mulai dari 40o hingga 47oC. Disfungsi otak seringkali berat namun dapat

pula sedang sehingga derajat kesadaran menurun hingga level tertentu

seperti delirium atau bahkan koma (Easterling, 2000). Kejang bisa saja

terjadi. Semua pasien memperlihatkan gejala kardiovaskular dan

pernafasan seperti takikardi dan hiperventilasi, dan dari berbagai

pengamatan, 25% pasien mengalami hipotensi (Bouchama dan Knochel,

2002).

Pasien yang menderita nonexercional heat stroke biasanya

menampilkan tanda-tanda alkalosis respiratorik. Di sisi lain, pasien dengan

exercional heat stroke menampilkan tanda-tanda baik alkalosis

respiratorius maupun asidosis laktat. Hipophosphatemia dan hipokalemia

Page 34: referat syok distributif

34

merupakan hal yang lazim ditemui saat pemeriksaan, sementara

hipoglikemia sangatlah jarang. Hiperkalsemia dan peningkatan hematokrit

mungkin pula ditemukan.

Seperti halnya SIRS dan sepsis, MODS merupakan komplikasi terberat

dari heat stroke. Disfungsi ini mencakup ensefalopati, rabdomiolisis, gagal

ginjal akut, ARDS, cedera miokardial dan hepatoselular, iskemia

intestinal, dan lain sebagainya (Bouchama dan Knochel, 2002).

F. Manifestasi Klinis Syok Neurogenik

Syok distributif yang terjadi dalam bentuk syok neurogenik memiliki

manifestasi yang hampir sama dengan syok pada umumnya. Pada syok

neurogenik juga ditemukan hipotensi, hanya saja akibat dari berbagai

disfungsi saraf otonom (khususnya saraf simpatis) nadi tidaklah bertambah

cepat (takikardi), bahkan dapat lebih lambat (bradikardi). Kadang gejala

ini disertai dengan adanya defisit neurologis dalam bentuk quadriplegia

atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi

tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan

darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat

dan cepat berwarna kemerahan (Duane, 2008).

II.8. Penatalaksanaan Syok Distributif

Penatalaksanaan dalam syok distributif pada dasarnya sama dengan

syok lainnya. Karena termasuk kondisi gawat darurat, maka yang pertama

kali dilakukan adalah tatalaksana suportif untuk mencegah syok

berkembang ke tahap yang lebih buruk. Selanjutnya, tatalaksana akan

lebih diberatkan ke arah eliminasi etiologi, dimana tentunya akan

cenderung disesuaikan dengan faktor pencetus syok distributif itu sendiri.

Page 35: referat syok distributif

35

a. Tatalaksana suportif

Hal utama yang perlu diperhatikan di sini adalah konsekuensi dari

SIRS, sepsis, maupun bentuk syok distributif lainnya, yakni kegagalan

organ. Seiring berjalannya waktu, pasien SIRS/sepsis akan menerima

konsekuensi yang fatal apabila tidak mendapat terapi penunjang yang

tepat.

- Oksigenasi

Terapi ini terutama diberikan apabila ditemukan tanda-tanda

pasien mengalami hipoksemia dan hipoksia berat. Dalam

tatalaksana hipoksemia dan hipoksia semua faktor yang

mempengaruhi baik ventilasi, perfusi, delivery dan penggunaan

oksigen perlu mendapat perhatian dan dikoreksi. Pada keadaan

hipoksemia berat dan gagal nafas bila disertai penurunan

kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik perlu

segera dilakukan.

- Terapi cairan

Hipovolemia pada syok distributif perlu segera diatasi dengan

pemberian cairan baik kristaloid (NaCL 0,9 % maupun ringer

laktat) maupun koloid. Kristaloid merupakan pilihan terapi awal

karena mudah didapatkan, tetapi perlu diberikan dalam jumlah

banyak. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor

kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Pada keadaan

albumin < 2 gr/dl koreksi albumin perlu diberikan. Transfusi

eritrosit diperlukan pada keadaan pendarahan aktif atau bilamana

kadar hemoglobin rendah pada keadaan iskemia miokardial dan

renjatan septik. Kadar HB yang dicapai pada SIRS dipertahankan

di atas 8 hingga 10 g/dl. Namun pertimbangan kadar HB bukan

hanya berdasarkan kadar HB semata, melainkan juga keadaan

klinis pasien, sarana yang tersedia, serta keuntungan dan kerugian

pemberian transfusi.

Page 36: referat syok distributif

36

- Vasopresor dan Inotropik

Vasopresor diberikan apabila keadaan hipovolemik teratasi masih

ditemukan kondisi hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai

dosis terendah secara titrasi untuk mencapai tekanan arteri rata-

rata (MAP) 60 mmHg, atau tekanan darah sistolik 90 mmHg.

Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8

mikrogram (mcg)/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit.

Sebagai inotropik yang dapat digunakan dobutamin dengan dosis

2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mcg/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5

mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase.

- Bikarbonat

Pada SIRS terjadi hipoperfusi dengan konsekuensi terjadinya

gangguan transpor karbondioksida dari jaringan, sehingga akan

terjadi penurunan pH sel ke tingkat yang sangat rendah. Secara

empirik bikarbonat dapat diberikan bila pH < 7,2 atau serum

bikarbonat < 9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki

keadaan hemodinamik.

- Disfungsi renal

Gangguan fungsi renal pada syok distributif terjadi sebagai akibat

buruknya perfusi ke organ tersebut. Dopamin dosis renal (1-3

mcg/kg/menit) terbukti tidak menurunkan mortalitas, untuk itu

sebagai terapi pengganti dilakukan hemodialisis dan hemofiltrasi

kontinu.

- Nutrisi

Kecukupan nutrisi berupa kalori, protein (asam amino), asam

lemak, cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini

mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak

memungkinkan baru diberikan secara parenteral. Pengendalian

kadar glukosa darah juga perlu dilakukan oleh karena berbagai

penelitian menunjukkan manfaatnya terhadap proses inflamasi

dan penurunan mortalitas.

Page 37: referat syok distributif

37

- Kortikosteroid

Beberapa penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa dengan

pemberian kortikosteroid dengan dosis fisiologis didapatkan

perbaikan syok dan disfungsi organ (Bone, 1992).

b. Kontrol Kausa

Hal terpenting dalam tatalaksana Syok distributif adalah

menghilangkan faktor presipitasi dan penyebab atau sumber infeksi

(khususnya sepsis).

- Antibiotik

Usaha mencari pathogen penyebab infeksi harus dilakukan

maksimal, termasuk kultur darah dan cairan badan, pemeriksaan

serologi dan aspirasi perkutan. Pemberian antimikroba yang tepat

pada awal perjalanan penyakit infeksi akan memperbaiki

prognosis dan bersama-sama dengan pencegahan infeksi sekunder

serta penyakit nosokomial akan menurunkan insiden MODS.

- Pembedahan

Umumnya dilakukan pada tatalaksana SIRS yang disebabkan oleh

trauma. Sumber dari respon inflamasi tidak selalu jelas, kadang-

kadang diperlukan pembedahan eksplorasi terutama bila dicurigai

sumber inflamasi berasal dari intra-abdomen.

- Kontrol kausa lainnya

Faktor-faktor lain seperti burns (luka bakar) dan trauma disertai

fraktur dapat memicu respon inflamasi sistemik. Untuk itu, fiksasi

patah tulang yang lebih dini, debridemen luka bakar, reseksi usus

yang iskemik atau jaringan mati serta pengasatan pus perlu

dilakukan untuk mengontrol penyebab SIRS (Bone, 1992).

Page 38: referat syok distributif

38

c. Terapi inovatif

- Modulasi imun

Penelitian berskala besar dengan pemberian antibodi monoklonal

serta obat-obatan lain yang bertujuan untuk memanipulasi sistem

imun menunjukkan tidak adanya penurunan presentasi mortalitas

pasien-pasien Sepsis.

- Inhibitor NO

Dari penelitian terbukti pemberian inhibitor NOS bahkan

meningkatkan mortalitas. Di masa mendatang mungkin inhibitor

yang selektif terhadap iNOS mempunyai peranan dalam

tatalaksana MODS

- Filtrasi darah

Hemofiltrasi volume tinggi (2-6 filtrasi/jam) mungkin dapat

menyaring sitokin-sitokin dan mediator inflamasi lainnya dan

mengeluarkannya dari jaringan.

- Manipulasi kaskade pembekuan darah

Pemberian terapi ini menghasilkan penurunan mortalitas pada

pasien sebesar 6% (Bone, 1992).

Page 39: referat syok distributif

39

BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

1. Syok distributif diartikan sebagai maldistribusi aliran darah oleh

karena adanya vasodilatasi perifer sehingga volume darah yang

bersirkulasi secara efektif tidak memadai untuk perfusi jaringan

2. Berbagai bentuk dari syok distributif diantaranya syok anafilaktik,

syok septik, syok neurogenik, toxic shock syndrome, dan heat stroke

3. Penatalaksanaan dalam syok distributif pada dasarnya sama dengan

syok lainnya, hanya saja pada tingkat lanjut, tatalaksanan terutama

dilakukan untuk mengeliminasi etiologi pencetus syoknya

III.2. Saran

Walaupun dalam dua dekade terakhir ini banyak banyak dilakukan penelitian

mengenai terapi yang tepat pada pasien yang mengalami syok distributif, hasilnya

masih jauh dari memuaskan. Adanya tumpang tindih dari berbagai terapi

membuat penatalaksanaan dari fenomena medis ini kadang tetap saja gagal dalam

menyelamatkan pasien. Karena itu, sangat disarankan untuk terus menggali

informasi yang lebih rinci lagi mengenai materi ini.