Referat Timing Bedah Bastian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bedah anak

Citation preview

TIMING PADA BEDAH ANAK

WAKTU OPERASI PADA KASUS-KASUS BEDAH ANAK

Banyak situasi pada anak-anak yang membutuhkan campur tangan bedah. Ada banyak situasi dimana setelah kondisi kelainan pada anak-anak didiagnosa memerlukan intervensi bedah, namun tidak dikonsulkan ke ahli bedah pada waktu yang tepat. Sebaliknya, ada kondisi pada anak yang hanya membutuhkan observasi dan follow up.1 Hal inilah yang menyebabkan penting bagi klinisi untuk mengetahui secara luas faktor-faktor apa saja yang mesti diperhatikan dalam menentukan waktu pembedahan pada pasien-pasien anak yang membutuhkan terapi pembedahan pada kondisi kelainannya.

Karena itulah, untuk memperoleh hasil yang optimal, penentuan waktu operasi yang tepat merupakan suatu hal yang penting. Pada pembahasan kali ini akan dibahas mengenai beberapa jenis kelainan yang sering dijumpai pada bidang Bedah Anak dengan penekanan pada penentuan waktu operasi1. Faktor-faktor yang Menentukan Waktu Pembedahan Pada dasarnya, waktu pembedahan ditentukan oleh:2 Kelainan atau penyakit yang diderita pasien Patofisiologi penyakit Progresifitas penyakit Kondisi pasien Optimalisasi kondisi pasien Aspek psikososial Untuk itu, akan dibahas lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa saja yang menentukan waktu pembedahan

a. Kondisi Awal

Kondisi-kondisi yang membutuhkan koreksi pembedahan dibagi dalam tiga kelompok menurut kegawatdaruratannya, yaitu kelompok cito (segera), kelompok intermediate, dan kelompok elektif.11. Kelompok Cito (Segera)Yang termasuk dalam kelompok cito adalah tindakan emergensi pembedahan seperti kelainan abdomen akut, obstruksi intestinal dengan berbagai penyebabnya, tension pneumothorax, dan macam-macam kasus emergensi pada neonatal lain seperti empisema lobaris kongenital, atresia esofagus dengan atau tanpa fistula trakeoesofageal, dan hernia diaframatika kongenital. Setelah terdiagnosis, anak dengan kelainan emergensi di atas harus diresusitasi terlebih dulu dan dilakukan pemeriksaan dengan segera dan secepat mungkin. Status hemodinamik dan metabolik anak juga harus terkoreksi sehingga dapat dilakukan pembedahan. Kondisi yang menyebabkan penurunan vaskularisasi organ-organ seperti malrotasi dengan volvulus, torsio testis dan trauma membutuhkan pembedahan segera tanpa suatu alasan keterlambatan.2. Kelompok IntermediatYang termasuk dalam kelompok intermediat mencakup kondisi-kondisi yang tidak membutuhkan intervensi bedah yang segera. Namun kasus-kasus pada kelompok ini membutuhkan pemeriksaan yang lebih awal dan mesti direncanakan untuk dilakukan tindakan operasi pada waktu kemudian dengan segera. Keterlambatan tindakan bedah akan menyebabkan komplikasi-komplikasi, perubahan ke arah keganasan, penyebaran penyakit atau gangguan fungsi organ-organ, contohnya hernia inguinalis, atresia biliaris, ekstropik bladder, tumor-tumor, hidronefrosis, meningokele, dan hidrosefalus.3. Kelompok ElektifKelompok elektif adalah pembedahan yang dilakukan dimana kondisi bisa ditunda dulu sampai si anak bertumbuh, seperti hernia diafragmatika kongenital, omphalocele besar, dan anomali jantung yang mengancam jiwab. Kondisi Pasien Kondisi umum pasien memiliki dampak kepada hasil pembedahan. Karena itu, penting untuk dilakukan suatu penilaian status hemodinamik, metabolik dan respirasi pasien dan mengkoreksinya sampai waktu yang terbaik yang memungkinkan sebelum pasien anak dioperasi. Contoh dari penerapan ini dapat dilihat pada adanya perubahan tingkah laku dan praktek dalam penatalaksanaan suatu hernia diafragmatika kongenital. Pada awalnya penanganan bedah pada pasien dengan hernia diafragmatika kongenital segera dibawa ke kamar operasi saat terdiagnosa, namun sekarang pasien harus distabilkan dulu sebelum dilakukan operasi.1 Contoh malformasi kongenital yang lain pada neonatus yang membutuhkan penilaian lebih lanjut sampai kondisi lain terkoreksi jika memungkinkan adalah omphalocele besar yang perlu dikoreksi, serta suatu anomali jantung yang mengancam jiwa yang mungkin membutuhkan koreksi kondisi terlebih dahulu.1c. Riwayat penyakitBanyak kondisi yang tampak pada kelompok usia neonatus yang membutuhkan follow up dan tidak membutuhkan suatu tindakan pembedahan. Ini meliputi hemangioma kapilaris, hidrocele kongenital, hernia umbilikalis dan tumor sternomastiod. Penanganan paling baik dari kasus-kasus ini adalah dengan tetap melakukan follow up anak tersebut secara teratur dan dilakukan intervensi hanya jika tidak ada perbaikan pada usia tertentu atau timbul suatu komplikasi.d. PatofisiologiPada kondisi seperti undenscended testis, awalnya dianjurkan agar pasien menunggu hingga usia lima tahun untuk dilakukan tindakan pembedahan, akan tetapi dengan memahami perubahan proses patologis yang terjadi, kini diketahui bahwa menunggu hingga usia di atas setahun untuk dilakukan tindakan bedah tidak direkomendasikan karena hal ini dapat menyebabkan perburukan fungsi testikular dan peningkatan terjadinya komplikasi.1e. Ukuran dari PenderitaWalaupun kondisi tertentu memungkinkan untuk koreksi bedah pada periode neonatus, tapi sebaiknya menunggu anak mencapai mencapai usia dan berat badan tertentu untuk dapat dilakukan pembedahan. Ini memudahkan ahli bedah untuk bekerja dengan jaringan yang lebih besar dan mencegah kerusakan yang tidak perlu pada struktur jaringan karena ukuran dan lapangan kerja yang kecil. Hal ini berlaku pada kondisi-kondisi seperti malformasi anorektal, hipospadia, penyakit hirschsprungs disease dan celah palatum. Pengalaman ahli bedah dan fasilitas teknis yang memaadai pada rumah sakit juga memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan.f. Anestesi dan Teknik Bedah yang Lebih Baik

Dengan kemajuan teknologi dan kemajuan infrastruktur anestesi, pembedahan dan perawatan post operatif, penanganan bedah yang lebih awal kini banyak menjadi pilihan bagi para ahli bedah. g. Respon fisiologis pada bedah

Dengan data yang lebih lengkap mengenai efek jangka waktu lama pada fisiologi dan perkembangan kepribadian anak yang dilakukan tindakan bedah, maka waktu kapan dilakukannya waktu pembedahan yang optimal mengalami perubahan. Berikut ini adalah kondisi-kondisi kelainan pada anak yang memerlukan pembedahan, dibagi atas waktu pembedahannya:1 Pembedahan cito Yang termasuk dalam pembedahan cito adalah pada kasus trauma, obstruksi intestinal, peritonitis, atresia esofagus dengan atau tanpa fistula trakeoesofageal, hernia diafragmatika kongenital, foreign bodies, torsio testis, omphalocele yang ruptur dan gatroschizis, malformasi anorektal letak rendah dan kolostomi untuk anomali anorektal letak tinggi. Pembedahan berdasarkan diagnosisHidrosefalus, spina bifida, kraniosynostosis, higroma kistik, sinus dan kista brankial, eventrasi diafragma, empisema lobaris congenital, kista duplikasi, tumor2, patent duktus vitellointestinal, stenosis pylorus, atrisia bilier ekstrahepatik, kista koledokhus, kolostomi pada penyakit hirschsprungs, turn-in untuk ekstropik bladder, obstruksi sambungan ureteropelvis, hernia inguinal, ektopik testis, dan undencessus testis yang terlihat setelah satu tahun atau yang berhubungan dengan hernia pada setiap umur. Kondisi yang membutuhkan prosedur bertahapMalformasi anorektal, penyakit hirschsprungs, ekstropik bladder, omphalocele Kondisi yang membutuhkan observasiHidrocele, tumor sternomastoid, hemangioma kapilaris, adhesi preputium, hernia umbilikal.

Tabel 1. Usia yang disarankan untuk pembedahan elektif pada anak.2

Tabel 1. Usia yang disarankan untuk pembedahan elektif pada anak.2Apendisitis AkutGejala yang umum terjadi pada apendisitis akut adalah nyeri perut yang tiba-tiba dan hebat, terutama di daerah kanan bawah. Sering disertai dengan gejala lain seperti mual, muntah, perut menjadi kembung, sulit buang airbesar dan buang angin, demam ringan, dan kadang-kadang diare. Perlu diingat, anak-anak terutama yang masih kecil, sering tidak memberikan gejala apendisitis akut yang khas. Akibatnya keterlambatan dan kesalahan diagnosis mungkin saja dapat terjadi. Oleh sebab itu, dibutuhkan kewaspadaan orangtua terhadap gejala nyeri perut yang tidak biasa pada anak-anak mereka.Apendisitis akut memerlukan tindakan bedah segera. Tindakan bedah pada apendisitis akut umumnya bukan hal yang sulit, bila belum terdapat komplikasi. Bila tidak segera dioperasi apendisitis akut dapat menimbulkan berbagai komplikasi, antaralain pecahnya usus yang umumnya disertai infeksi berat di rongga perut. Bila sudah terjadi komplikasi maka penanganannya menjadi semakin sulit. Pada beberapa kasus dapat berakhir dengan kematian.VolvulusVolvulus adalah suatu kondisi dimana suatu bagian usus besar terpuntir atau terpelintirmenyebabkan sumbatan terhadap berbagai benda (sisa makanan, kotoran, cairan, dan gas) yang melalui usus. Terpuntirnya usus juga dapat menyebabkan sumbatan pembuluh darah yang memperdarahi usus, sehingga dapat menyebabkan kematian jaringan usus di sekitarnya. Gambar 1. VolvulusVolvulus umumnya terkait dengan kelainan bawaan yang disebut malrotasi usus, yaitu terjadinya salah letak dari usus ketika periode perkembangan janin. Akibatnya usus besar tidak melekat secara sempurna di dinding perut, mengakibatkan bagian usus besar tersebut bergeser dari posisi normalnya dan terpuntir. Volvulus juga dapat terjadi walaupun tidak ada kelainan malrotasi usus ini. Bila volvulus terjadi akibat malrotasi usus maka umumnya terjadi ketika bayi berumur di bawah 1 tahun.Anak yang mengalami volvulus umumnya merasakan sakit perut yang tiba-tiba karena ususnya tersumbat. Selain nyeri, gejala lain yang dapat muncul adalah mual dan muntah, muntah berwarna hijau, perut mengembang (distensi), adanya darah di kotoran, dan kesulitan buang air besar (konstipasi). Gejala-gejala tersebut umumnya timbul secara dramatis, dan membuat si anak menjadi sakit berat sehingga memerlukan pertolongan gawat darurat di rumah sakit. Pada beberapa kasus, gejala-gejala di atas dapat muncul pada derajat ringan dan kemudian hilang dengan sendirinya yang terjadi berulang kali. Hal ini disebut volvulus intermiten, dimana usus sedikit terpuntir kemudian puntiran tersebut terlepas dengan sendirinya tanpa tindakan medik apapun.Volvulus yang berat memerlukan tindakan operasi segera. Tindakan yang dilakukan adalah memperbaiki usus yang terpuntir untuk mengatasi sumbatan usus maupun sumbatan pembuluh darah. Bila volvulus sudah menyebabkan sebagian jaringan usus sudah mati, maka tindakan operasi dapat diperluas hingga memotong bagian usus tersebut.Komplikasi akibat dari volvulus, selain kematian jaringan usus, antara lain pecahnya usus yang tersumbat dan menyebabkan infeksi berat di rongga perut. Komplikasi akibat tindakan operasi yang mungkin terjadi adalah sindrom usus pendek(short bowel syndrome), bila bagian usus yang mati dan dibuang cukup panjang.

IntususepsiIntususepsi terjadi bila satu bagian usus masuk ke bagian usus di bawahnya. Kondisi ini akan menyebabkan sumbatan usus, karena dinding-dinding usus yang terlibat akan saling menekan rongga usus. Selanjutnya akan terjadi pembengkakan, peradangan, dan berkurangnya aliran darah pada bagian usus yang terlibat. Gambar 3. Intususepsi

Intususepsi umumnya terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun, terbanyak antara usia 5 sampai 10 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.Anak yang mengalami intususepsi akan merasakan nyeri perut yang hebat sehingga menangis sekeras-kerasnya sampai melipat lututnya hingga ke dada. Nyeri biasanya hilang timbul dan yang muncul berikutnya akan lebih berat. Diantara serangan umumnya si anak tidak mersakan nyeri apapun dan terlihat baik-baik saja. Gejala lain yang muncul sama seperti gejala sumbatan usus lain, yaitu mual dan muntah, muntah berwarna hijau, tidak bisa buang angin dan buang air besar.Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya intususepsi adalah dengan foto ronsen perut biasa atau dengan zat warna (kontras). Foto ronsen dengan zat kontras (biasanya cairan barium) berupa gambaran teleskop di usus.

Gambar 4. Gambaran radiografi dengan kontras enema pada intususepsiUmumnya kasus ini hanya dapat diatasi dengan pembedahan. Dengan pembedahan dapat dilakukan koreksi terhadap kelainan di usus, sehingga sumbatan usus dapat diatasi. Sumbatan yang dapat diatasi dalam waktu kurang dari 24 jam umumnya akan kembali normal lagi tanpa komplikasi. Si anak biasanya butuh waktu beberapa hari untuk dapat makan-minum seperti biasa. Komplikasi yang dapat timbul antara lain kerusakan/ kematian jaringan usus, pecahnya usus, infeksi rongga perut, dan kematian.Hernia Inguinalis

Hernia inguinalis merupakan permasalahan yang cukup banyak ditemukan pada praktik bedah anak dengan insidensi antara 3.5-5%, bahkan 9-11% pada kasus premature. Hernia inguinalis lebih banyak didapatkan pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan dengan rasio sekitar 5-10:1. 60% kasus hernia inguinal ditemukan pada sisi kanan, 30% pada sisi kiri dan 10% ditemukan bilateral.3 Gambar 5. Hernia inguinalis

Penegakan diagnosis hernia inguinal umumnya dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien umumnya datang dengan keluhan benjolan pada lipat paha yang dapat keluar masuk apabila pasien mengejan, menangis atau batuk. Keluhan jarang disertai dengan rasa nyeri; namun apabila terdapat keluhan nyeri yang disertai gejala lain seperti pasien gelisah, benjolan padat dan nyeri, kemerahan pada lipat paha dan skrotum serta terdapat muntah dan gangguan makan maka perlu dicurigai adanya suatu inkarserasi pada hernia. Apabila pasien datang dengan riwayat yang jelas namun penemuan pada pemeriksaan fisik meragukan, disarankan untuk dilakukan observasi dan pemeriksaan ulang dalam 2-3 minggu.4Waktu untuk melakukan tindakan pada hernia inguinalis asimptomatik tidak terlalu ketat; tindakan dapat dikerjakan secara elektif. Apabila dalam pemeriksaan didapatkan tanda inkarserasi atau strangulasi maka harus dilakukan tindakan eksplorasi dengan segera. Pada bayi prematur, disarankan untuk sesegera mungkin dilakukan tindakan, oleh karena insidensi inkarserasi yang tinggi. Beberapa ahli bedah juga melakukan eksplorasi pada sisi kontralateral dari hernia inguinalis dengan rentang usia pasien sampai dengan 6 tahun oleh karena tingginya angka hernia bilateral, namun hal ini masih menjadi perdebatan di antara ahli bedah.5Hernia Umbilikal

Hernia umbilikal merupakan kelainan yang sering dijumpai oleh ahli bedah umum maupun bedah anak. Berbeda dengan hernia tipe lain, hernia umbilical dapat beresolusi tanpa adanya tindakan operasi, walaupun tidak menutup kemungkinan adanya penyulit sama seperti hernia lainnya.Hernia umbilikal dapat menutup dengan spontan dan dianggap aman untuk menunggu selama 3-4 tahun untuk terjadinya penutupan. Penelitian lain menunjukkan bahwa 50% hernia umbilikal yang persisten sampai usia 4-5 tahun dapat menutup pada usia 11 tahun. Insidensi dari penyulit seperti inkarserasi dan strangulasi amat jarang. Penggunaan alat-alat yang dimaksudkan untuk mempercepat reduksi dan penutupan defek ternyata tidak bermanfaat serta hanya akan mengakibatkan kerusakan pada kulit.6Defek Dinding Abdomen

Defek dinding abdomen merupakan suatu tantangan tersendiri bagi ahli bedah anak yang sering dijumpai dalam praktik sehari-hari. Penatalaksanaan kasus pasien dengan defek dinding abdomen saat ini amat terbantu dengan adanya modalitas pencitraan, antibiotic modern, terapi nutrisi dan unit perawatan intensif. Angka pasti dari insidensi defek dinding abdomen belum dapat diperoleh dengan pasti, namun dari data yang ada diperoleh angka sekitar 1:2000-4000 kelahiran hidup, dimana kasus gastroschizis lebih banyak dibandingkan terhadap omfalokel dengan rasio 2-3:1.7Etiologi pasti dari defek dinding abdomen pada manusia belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Walaupun demikian, terdapat beberapa teori yang didasarkan pada ilmu embriologi dan perkembangan. Pada omfalokel, diperkirakan terjadi kegagalan pertumbuhan mesoderm lateral pada usia kehamilan 4-7 minggu sehingga menimbulkan suatu defek somatopleural yang menjadi karakteristik suatu omfalokel. Gastroskizis muncul oleh karena kelemahan dari dinding abdomen yang disertai dengan rupture sekunder dan herniasi dari organ viscera abdominal; disolusi cepat dari vena umbilikalis dekstra yang terjadi di luar periode organogenesis dapat menimbulkan suatu daerah dengan kelemahan pada mesenkim dimana organ intraabdominal dapat berherniasi dan ruptur.7

Gambar 6. A. Omfalokel B. GastroskizisDiagnosis defek dinding abdomen dapat ditegakkan prenatal melalui ultrasonografi, walaupun bukan merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan. Omfalokel dan gastroskizis dapat dikenali dengan mudah pada saat lahir. Omfalokel tampak berupa defek sentral pada dinding abdomen berukuran lebih dari 4 cm yang diselubungi oleh suatu kantung dengan tali pusat menempel pada puncak kantung tersebut. Kantung berisi organ intraabdominal normal, termasuk diantaranya hepar. Kantung tidak selalu intak; 10-18% kantung mengalami rupture in utero dan 4% rupture intrapartum. Gastroskizis tampak berupa defek pada dinding abdomen yang terletak di bagian kanan dari umbilicus dengan adanya eviserasi dari organ intraabdominal.7

Tabel 2. Perbedaan Karakteristik Omfalokel dan Gastroskizis.Penatalaksanaan defek dinding abdomen secara umum dimulai sesegera mungkin. Tindakan pertama yang dilakukan adalah preservasi dari kantung amnion atau usus dengan menggunakan kasa basah atau silo, manajemen cairan dan pemberian antibiotic. Pada kasus omfalokel dengan kantung kecil dan sedang dapat dilakukan penutupan sesegera mungkin,baik secara primer maupun secara bertahap dengan penggunaan silo. Pada kasus dengan kantung berukuran besar atau keadaan tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi, dapat diberikan Betadine atau Silver Sulfadiazine topical untuk memicu pembentukan eschar dan epidermal; hernia residual yang terjadi dapat dioperasi pada saat pasien berusia 1 tahun. Pada kasus gastroskizis penutupan juga dilakukan sesegera mungkin; apabila tidak memungkinkan, dapat terlebih dahulu dilakukan reduksi bertahap dengan menggunakan bantuan silo.5

Gambar 7. A-E Staged Reduction dari Gastroskizis

Hirschprungs Disease

Hirschprung disease (HD), atau juga sering disebut dengan megakolon congenital merupakan suatu kelainan congenital dimana terjadi kegagalan dari migrasi sel neural crest pada kolon; kegagalan tersebut akan mengakibatkan gangguan motilitas kolon. Insidensi HD adalah 1 dari 5000 kelahiran hidup dengan anak laki-laki 4 kali lebih berisiko dari perempuan.9Dari anamnesis, gambaran yang khas dari HD adalah anak terlambat mengeluarkan mekonium. Selain itu dapat juga ditemukan keluhan konstipasi kronis dan gangguan tumbuh kembang.Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai distensi abdomen, bowel contour disertai dengan peristaltic, muntah dan enterokolitis nekrotikans. Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakan diagnosis adalah pemeriksaan barium enema, manometri anorektal serta biopsy rectum.10

Gambar 8. Gambaran Radiologis dari HD.Penanganan HD secara operatif dapat dikerjakan apabila diagnosis HD sudah tegak. Prinsip penanganan dari HD adalah reseksi dari segmen aganglionik serta identifikasi segmen ganglionik untuk kemudian dilakukan anastomosis. Tindakan dilakukan dalam dua atau tiga tahap. Tahap pertama adalah dengan melakukan leveling colostomy untuk diversi sekaligus menentukan zona transisi. Tahapan berikutnya, yang dikerjakan 6-12 bulan kemudian, adalah reseksi dari segmen aganglionik dan anastomosis koloanal. Kolostomi dapat ditutup pada tahap kedua atau dilakukan tersendiri. Saat ini sudah mulai banyak dikerjakan tindakan primary pull-through, di mana tindakan dilakukan dalam satu tahap saja; tindakan ini lebih disenangi, terlebih lagi sejak diperkenalkan teknik operasi per laparoskopi.10

Gambar 9. Gambaran Kolon pada HDMalformasi Anorektal

Malformasi anorektal (MAR) merupakan suatu kelainan di mana tidak ditemukan adanya anus yang sempurna, dengan atau tanpa fistula. Angka kejadian dari kelainan ini adalah 1 : 5000 kelahiran hidup.9Diagnosis dari MAR ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, di mana tidak didapatkan anus yang sempurna dengan atau tanpa fistula. Kelainan lain yang dapat dijumpai adalah perut kembung dan fistula. Pada MAR juga perlu dinilai adanya kelainan lain (contoh: sindroma VACTERL). Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakan diagnosis dan penentuan tindakan adalah Foto polos abdomen, USG dan fistulografi.9

Pada pasien dengan MAR, dalam 16-24 jam pertama perlu ditentukan tipe dari MAR pada pasien. Pada MAR letak tinggi atau intermedia, perlu dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan PSARP 4-8 minggu kemudian. Apabila letak rendah maka dapat dilakukan PSARP minimal tanpa kolostomi. Pada bayi pria dan wanita terdapat perbedaan pada penatalaksanaannya. Algoritma penatalaksanaan dari MAR selengkapnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.9

Gambar 10. Algoritma Penatalaksanaan MAR pada Anak Laki-Laki

Gambar 11. Algoritma Penatalaksanaan MAR pada Anak Perempuan

Hipospadia

Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan di mana meatus uretra terletak pada permukaan ventral penis, proksimal dari ujung glans. Berdasarkan lokasi meatus, hipospadia dapat dibagi menjadi bentuk distal, intermedia dan proksimal. Insidensi dari hipospadia bervariasi antara 0.8 8.2 per 1000 kelahiran bayi laki-laki hidup, dengan angka yang paling banyak diambil adalah 1 per 250 kelahiran bayi laki-laki hidup.11

Diagnosis dari hipospadia dapat ditegakkan per inspeksi dengan melihat letak meatus uretra permukaan ventral penis, proksimal dari ujung glans. Gambaran lain yang sering menyertai hipospadia adalah chordae yang berat, hooded foreskin, kelainan glans serta defisiensi pada kulit bagian ventral. Pada hipospadia juga perlu dicari kelainan penyerta seperti hernia inguinalis atau undescended testis.8

Gambar 12. Klasifikasi Hipospadia

Koreksi hipospadia dikerjakan melalui tindakan operasi. Terdapat berbagai macam teknik operasi yang dapat dikerjakan untuk koreksi hipospadia (Mathieu, MAGPI, King, Duplay, Snodgrass, Onlay dan sebagainya); semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu penis yang lurus, penempatan meatus pada ujung glans, glans yang simetris, neouretra berkaliber seragam serta penutupan kulit yang baik. Saat ini sudah dimungkinkan untuk dilakukan koreksi pada 6 bulan pertama. Walau demikian, kebanyakan ahli bedah memilih untuk melakukan koreksi pada usia 6-12 bulan.11Kriptorkidismus (Undescended Testis/UDT)

Kriptorkidismus atau UDT merupakan suatu keadaan dimana testis tertahan pada beberapa tempat pada jalur penurunan normalnya, mulai dari ginjal sampai scrotum. Penyebab kelainan ini belum jelas, mungkin disebabkan oleh gubernakulum testis yang abnormal, defek testis intrinsik atau defisiensi stimulasi hormon gonadotropin.12

Keluhan utama pada anak dengan UDT adalah tidak ditemukannya testis pada skrotum, baik uni maupun bilateral. Keluhan tersebut seringkali disertai dengan keluhan massa di daerah inguinal, searah dengan jalur turunnya testis serta adanya atrofi dari skrotum. Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk membantu penegakan diagnosis adalah USG, CT-Scan, MRI dan venografi gonadal. Pemeriksaan kadar hormon dapat dikerjakan untuk menyingkirkan diagnosis banding anorkhia.8

Gambar 13. Proses Turunnya Testis Menuju Skrotum

Prinsip penatalaksanaan UDT adalah penempatan testis pada skrotum dengan fungsi hormonal dan kosmetik sebaik mungkin. Tindakan dapat ditunda sampai dengan usia anak 9 - 12 bulan, dengan alasan bahwa dalam periode tersebut testis masih mungkin turun serta dalam periode tersebut secara histopatologis belum dijumpai adanya perubahan yang mengarah pada keganasan. Perkecualian adalah pada kasus di mana juga didapatkan hernia inguinal; pada kasus tersebut koreksi dari UDT dapat dikerjakan bersamaan dengan repair hernia. Koreksi definitive UDT sebaiknya dikerjakan pada usia anak 1-2 tahun.13

Gambar 14. Algoritma penatalaksanaan undescended testis Gambar 15. Undescended testis dan pembedahannyaBiliary AtresiaPrognosa dari neonatus tergantung pada waktu dilakukannya pembedahan portoentrostomi Kasai. Hasil yang lebih baik didapat ketika prosedur dilakukan secepatnya. Prosedur Kasai didapatkan sukses hingga usia 141 hari.13 Gambar 16. Billiary atresia dan pembedahan Kasai.14DAFTAR PUSTAKA1. Mohta, Anup. Optimal timing for pediatric surgical procedures. Indian Pediatrics 2002; 39:648-653.

2. Zachariou, Zacharius. Pediatric surgery digest. Springer. 2009.

3. Stephens BJ, Rice WT, Koucky CJ, Gruenberg JC. Optimal timing of elective indirect inguinal hernia repair in healthy children: clinical considerations for improved outcome. World J Surg 1992; 952-957.4. Ogita S, Tsuto T, Nakamura K, Degchi E, Tokiwa K, Iwai N. OK-432 therapy for lymphangioma in children: Why and how does it work? J Pediatr Surg 1996; 31: 477-480.5. Baker LA, Gearheart JP. The staged approach to bladder exstrophy and the role of osteotomies. World J Urol 1998; 16: 205-2116. Puri P. Management of a newborn with congenital diaphragmatic hernia. In: Congenital Diaphragmatic Hernia. Mod Probl Pediatr Basel, Karger 1989; 24: pp 69-75.

7. Pena A. Management of anorectal malformations during the newborn period. World J Surg 1993; 17: 385-392.8. Khatwa U, Menon PSN. Management of undescended testis. Indian J Pediatr 2000; 67: 449-454.9. Moore TC. Advantages of performing the sagittal anoplasty operation for the imperforate anus at birth. J Pediatr Surg 1990; 25: 276-277.10. Sidler D, Millar AJ, Rode H, Brown RA, Franck M, Cwyes S. Neonatal Soave endorectal pull-through for Hirschsprungs disease. S Afr J Surg 1999; 37: 47-49.11. Asopa HS. Newer concepts in the management of hypospadias and its complications. Ann R Coll Surg Engl 1998; 80: 161-168.

12. Kelalis P, Bunge R, Barkin M. The timing of elective surgery on the genitalia of male children with particular reference to undescended testis and hypospadias. Pediatrics 1975; 56:479-483.

13. Bates MD, Bucuvalas JC, Alonso MH, Ryckman FC. Biliary atresia: pathogenesis and treatment. Semin Liver Dis 1998; 18: 281-293.14. Chardot C, Carton M, Spire-bendelac N, Pommelet CL Golmard JL, Reding R et al. Is the Kasai operation still indicated in children older than 3 months diagnosed with biliary atresia. J Pediatr 2001; 138: 224-228.