37
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Fisiologi ini dengan judul “Laporan Praktikum Fisiologi Blok Stomatognasi II : Mastikasi dan Refleks Muntah“. Laporan Praktikum ini saya buat sebagai salah satu sarana untuk lebih mendalami materi tentang mastikasi dan refleks muntah. Saya menyadari bahwa hasil yang dicapai dalam penulisan laporan ini masih mengandung berbagai kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat menjadi sumbangan yang berharga bagi semua pihak. Jember, 17 April 2015 Penulis 1

refleks muntah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan fisio stoma 2

Citation preview

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya sehinggasaya dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Fisiologi ini dengan judul Laporan Praktikum Fisiologi Blok Stomatognasi II : Mastikasi dan Refleks Muntah.Laporan Praktikum ini saya buat sebagai salah satu sarana untuk lebih mendalami materi tentang mastikasi dan refleks muntah. Saya menyadari bahwa hasil yang dicapai dalam penulisan laporan ini masih mengandung berbagai kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat menjadi sumbangan yang berharga bagi semua pihak.

Jember, 17 April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar1Daftar isi 2BAB I. PENDAHULUAN31.1 Dasar Teori3BAB II. HASIL PERCOBAAN ................................................................... 102.1 Tabel Hasil Percobaan ......................................................................... 10BAB III. PEMBAHASAN ........................................................................... 171 2 BAB IV. PENUTUP .................................................................................... 234.1 Kesimpulan ......................................................................................... 23DAFTAR PUSTAKA

BAB IDASAR TEORI

Terdapat beberapa fungsi penting tubuh yang terlibat dalam proses makan antara lain pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salvias. Selain bagian tubuh yang berperan langsung pada proses makan, secara fisiologis beberapa organ juga ikut berperan dalam menimbulkan keinginan dan selera makan yaitu : penglihatan, pendengaran, penciuman, dan keterlibatan susunan saraf pusat (Suhartini : 2015).Fungsi-fungsi dalam proses makan diatur oleh nervus kranialis :

a. Saraf Kranial VII (Nervus Facialis)Merupakan saraf sensoris dan motoris. Berasal dari Pons (sudut serebelopontin) di atas olive. Inti di nukleus facialis , nukleus solitarius, nukleus salivarius superior. Nervus facialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, belly posterior otot-otot digastrik, dan otot stapedius. Saraf sensoris menerima rangsang rasa dari 2/3 anterior lidah, dan mempersarafi kelenjar liur (kecuali kelenjar parotis) dan kelenjar lakrimalis; terletak di kanalis akustikus internal, memanjang ke kanalis facialis dan keluar di foramen stilomastoideus (Muttaqin, Arif : 2008).b. Saraf Kranial IX (Nervus Glossofaringeus)Merupakan saraf motorik dan sensoris. Berasal dari medulla. Inti ambiguus, inti salivarius inferior, inti solitarius. Nervus glossofaringeus menerima rangsang rasa dari 1/3 belakang lidah, mempersarafi kelenjar parotis, dan mempersarafi gerakan stilofaringeus. Beberapa sensasi juga di relay ke otak dari tonsila palatina. Sensasi di relay ke talamus sisi yang berlawanan dan beberapa inti hipotalamik. terletak di foramen jugularis (Muttaqin, Arif : 2008).c. Saraf Kranial X (Nervus Vagus)Merupakan saraf sensoris dan motoris. Keluar dari sulkus posterolateral medulla. Inti ambiguus, inti vagal motor dorsal, inti solitarius. Nervus vagus mempersarafi gerakan brakhiomotorik untuk hampir semua otot-otot faringeal dan laringeral (kecuali otot stafilofaringeus, yang dipersarafi oleh nervus glossofaringeus); nervus vagus juga sebagai serat parasimpatik untuk hampir semua organ-organ viscera dada dan perut turun ke fleksura splenikus; dan nervus vagus juga menerima sensasi rasa khusus dari epiglotis. Fungsi utama : mengontrol otot-otot suara dan resonansi. Gejala kerusakan : disfagia (masalah menelan), insufisiensi velofaringeal. Terletak di foramen jugularis (Muttaqin, Arif : 2008).d. Saraf Kranial XII (Nervus Hipoglosus)

Merupakan saraf motorik. Berasal dari medulla. inti hipoglosal. mempersarafi otot-otot pergerakan lidah (kecuali otot palatoglossus yang dipersarafi nervus vagus) dan otot-otot glossal lainnya. Penting untuk menelan (formasi bolus) dan artikulasi bahasa. terletak di kanal hipoglosal (Muttaqin, Arif : 2008).

1.2 Mekanisme MastikasiMengunyah ialah mengigit dan menggiling makanan di antara gigi atas dan bawah. Gerakan lidah dan pipi pembantu dengan memindah-mindahkan makanan lunak ke palatum keras dan ke gigi-gigi (Pearce : 2002).Pengunyahan adalah proses menghancurkan partikel makanan di dalam mulut, dibantu dengan saliva yang dihasilkan oleh kelenjar ludah sehingga mnerubah ukuran dan konsistensi makanan yang akhirnya membentuk bolus yang mudah untuk ditelan (Tortora, GJ : 1987).Pengunyahan merupakan hasil kerjasama antara peredaran darah, otot pengunyahan, saraf, tulang rahang, sendi temporo mandibula, jaringan lunak rongga mulut, dan gigi-gigi. Adapun organ tubuh yang terlibat dalam proses pengunyahan ini antara lain bibir, pipi, lidah, palatum, gigi-gigi, kelenjar saliva, faring, dan laring. Pada umumnya, otot pengunyahan dipersarafi oleh cabang motorik N.trigeminus khususnya saraf yang mandibularis yang dikontrol oleh nuleus batang otak. Pada umumnya otot-otot pengunyahan dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf kranial kelima dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam batang otak. Perangsangan formasia retikularis dekat pusat batang otak untuk pengecapan dapat menimbulkan pergerakan mengunyah yang ritmis secara kontinu. Demikian pula perangsangan area di hipotalamus, amigdala dan bahkan di korteks serebri dekat area sensor untuk pengecapan dari penghidu sering kali dapat menimbulkan gerakan mengunyah (Guyton : 1997).Di dalam mulut, makanan mengalami proses mastikasi untuk mempermudah mencerna makanan dan merangsang sekrei saliva. Proses mengunyah disebabkan oleh refleks mengunyah yang berlangsung secara terus-menerus, meliputi :1. Pada saat makanan masuk ke dalam mulut akan merangsang refleks inhibisi oto-oto pengunyahan, yang menstimulasi membukanya rongga mulut karena rahang bawah turun.2. Penurunan ini segera menginisiasi refleks regang otot-otot rahang yang menyebabkan kontraksi otot di sekitar rongga mulut. Hal ini secara otomatis mengangkat rahang bawah sehingga terjadi penutupan ringga mulut dan oklusi gigi-gigi3. Oklusi gigi mengakibatkan terdorongnya bolus yang berada di atas permukaan oklusal gigi bergerak ke pipi4. Dorongan makanan ini akan menimbulkan penghambatan kontraksi otot-otot rahang sehingga mulut kembali terbuka5. Pada saat mulut terbuka, lidah dan pipi akan berfungsi mengangkat kembali makanan ke atas permukaan gigi-gigi dan mencampur makanan dengan enzim pencernaan di rongga mulut. Kondisi ini akan terus-menerus terjadi sehingga terjadi pemecahan ukuran partikel makanan menjadi lebih kecil dan siap untuk ditelan. Kecepatan pencernaan mekanan sangat tergantung pada luas permukaan total yang dapat menghasilkan getah lambung. Penghancuran makanan menjadi partikel-partikel halus berfungsi mencegah eskoriasi/lukanya saluran pencernaan. Dalam hal ini, pergerakan lidah diatur oleh saraf kranialis ke-12, hypoglossus (Suhartini : 2015).Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan makanan. Mengunyah akan membantu pencernaan makanan untuk alasan sederhana berikut: karena enzim-enzim pencernaan hanya bekerja pada permukaan partikel makanan, kecepatan pencernaan sangat bergantung pada total area permukaan yang terpapar dengan sekresi usus (Guyton dan Hall : 1997).Otot-otot yang terutama bertanggung jawab untuk menggerakkan mandibula selama proses pengunyahan adalah muskulus masseter, muskulus pterygoideus lateralis, dan muskulus pterygoideus medialis. Otot pengunyahan tambahan seperti muskulus mylohyoideus, muskulus geniohyoideus, muskulus stylohyoideus, muskulus infrahyoideus, muskulus buccinator, dan labium oris (Dixon, AD : 1986). Selain itu ada juga saliva yang membantu dalam melembabkan dan melumasi makanan sehingga dapat ditelan (Sloane, Ethel : 2000).Proses selanjutnya pada sistem pencernaan yaitu menelan. Menelan adalah suatu reflek yang diatur melalui nervus vagus dan suatu pusat pada medula oblongata (Ganong : 1983). Hollinshead, Longmore (1985) menyatakan bahwa peristiwa menelan adalah peristiwa yang terjadi setelah proses pengunyahan selesai di dalam mulut, kemudian mulut tertutup, lidah bagian ventral bergerak ke arah palatum sehingga mendorong bolus ke arah isthmus fausium menuju faring untuk selanjutnya diteruskan ke esofagus (Indrawati A : 1999).Terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap volunter atau tahap oral/tahap bukal, tahap faringeal atau involunter, dan tahap esofageal. Setiap tahap ini umumnya melakukan gerakan yang berkesinambungan dan berlangsung dengan cepat (Dixon, AD : 1986).1. Tahap volunter atau tahap oral/tahap bukalSetelah makanan dikunyah dan berbentuk bolus, pergerakan vertikal lidah akan mendorong bolus ke arah isthmus fausium. Pada waktu makanan melewati isthmus fausium, muskulus palatoglossus berkontraksi menyempitkan isthmus fausium sehingga mencegah kembalinya makanan ke dalam rongga mulut. Setelah makanan sampai pada orofaring dengan diikuti kontraksi muskulus levator dan muskulus tensor veli palatini dibantu oleh muskulus palatofaringeus sehingga menutup hubungan antara nasofaring dan orofaring (Foster TD : 1997).2. Tahap faringeal atau involunterPada tahap ini faring mulai berpera, yaitu muskulus stylofaringeus dan muskulus palatofaringeus berkontraksi sehingga menarik faring ke arah kranial yang memungkinkan makanan terdorong ke arah laringofaring. Pada saat bersamaan otot-otot laring berkontraksi menyebabkan penyempitan aditus laryngis. Kedua kartilago aritenoidea pada saat ini berkontraksi, kemudian tertarik dan saling mendekati sampai bertemu dengan epiglotis, rima glotidis tertutup sehingga makanan tidak masuk ke dalam laring tetapi berada dalam laringofaring (Ludman H : 1996).3. Tahap esofagealPada tahap ini muskulus konstriktor faring berkontraksi bergantian dari atas ke bawah mendorong bolus makanan ke bawah melewati laring. Dengan terangkatnya laring dan relaksasi sfingter faringoesofageal, seluruh otot-otot dinding faring berkontraksi. Makanan yang telah memasuki esofagus, akan dialirkan ke lambung melalui gerak peristaltik (Guyton dan Hall : 1997).Rasa pahit, bila timbul dengan intensitas yang tinggi, biasanya membuat manusia atau hewan membuang makanan tersebut. Ini tidak diragukan lagi merupakan fungsi yang bermakna penting dari sensasi rasa pahit karena banyak toksik yang mematikan yang terdapat dalam tanaman beracun yang merupakan alkaloid dan semua ini dapat menimbulkan rasa yang sangat pahit (Guyton dan Hall : 1997).

Refleks muntahMuntah merupakan suatu cara dimana traktus gastro intestinal membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastro intestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang atau bahkan sangat terangsang. Distensi yang berlebihan atau iritasi duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus yang kuat untuk muntah. Impuls ditransmisikan baik oleh saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medula, yang terletak di dekat traktus solitaries lebih kurang pada tingkat nukleus motorik dorsal vagus. Reaksi motoris otomatis yang sesuai kemudian menimbulkan perilaku muntah. Impuls-impuls motorik yang menyebabkan muntah ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf kranialis V, VII,IX, X, dan XII ke traktus gastro intestinal bagian atas dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen.Pada tahap awal dari iritasi gastro intestinal atau distensi yang berlebihan, antiperistaltik mulai terjadi, sering beberapa menit sebelum muntah terjadi. Antiperistaltik dapat dimulai sampai sejauh ileum di traktus gastro intestinal dan gelombang antiperistaltik bergerak mundur naik ke usus halus dengan kecepatan dua sampai tiga cm per detik, proses ini benar-benar dapat mendorong sebagian besar isi usus halus kembali ke duodenum dan lambung dalam waktu 2-5 menit. Kemudian, pada saat bagian atas traktus gastrointestinal, terutama duodenum, menjadi sangat meregang dimana peregangan ini menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang sebenarnya. Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat yang terjadi pada duodenum maupun lambung bersama dengan relaksasi sebagian dari spingter esofagus bagian bawah sehingga membuat muntah mulai bergerak ke esofagus. Dari sini, kerja muntah yang spesifik melibatkan otot-otot abdomen mengambil alih den mendorong muntahan keluar (Guyton dan Hall : 1997).Sumber refleks muntah secara fisiologis dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu somatik (stimulasi saraf sensoris berasal dari kontak langsung pada area sensitif yang disebut trigger zone, mis : sikat gigi, makanan, meletakkan, benda di dalam rongga mulut), dan psikogenik (distimulasi di pusat otak yang lebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung, mis : penglihatan, suara, bau, perawatan kedokteran gigi).Letak trigger area (trigger zone) pada setiap individu dilaporkan tidak sama/sangat spesifik. Pada beberapa orang trigger zone dapat ditemukan di bagian lateral lidah, posterior palatum, dinding posterior faring, dan lain-lain (Suhartini : 2015).

BAB IIHASIL PENGAMATAN2.1 Tabel Hasil Pengamatan2.1.1 Pengunyahan2.1.1.1 Kekuatan Gigit MaksimalJenis kelamin orang cobaGigiKedalaman gigit

Kanan(mm)Kiri(mm)

Insisiv pertama32

Kaninus24

Molar pertama45

Insisiv pertama88

Kaninus57

Molar pertama43

2.1.1.2 Efisiensi KunyahPerhitungan efisiensi kunyahPengunyahan 20 kaliBerat nasi : 10, 19 grBerat sisa makanan : 26, 7 gr 11, 62 gr = 15, 08 grEfisiensi kunyah : 10, 19/15, 08 x 100% = 148%Pengunyahan 15 kaliBerat nasi : 11, 71 grBerat sisa makanan : 27, 55 gr 11, 62 gr = 15, 93 grEfisiensi kunyah : 15, 93/11, 71 x 100% = 136%Pengunyahan 10 kaliBerat nasi : 14, 39 grBerat sisa makanan : 30, 68 gr 11, 62 gr = 19, 06 grEfisiensi kunyah : 19, 06/14, 39 x 100% = 132%Jenis kelamin orang cobaEfisiensi kunyah

20 kali15 kali10 kali

148 %136 %132 %

2.1.1.3Kelelahan pada Otot WajahJenis kelamin orang cobaWaktu kunyah (awal kunyah lelah)

7 menit 362 kali pengunyahan

2.1.1.4Gerakkan Lidah Pada Saat PengunyahanJenis kelamin orang cobaPosisi lidahBentukUkuran (normal/tdk)WarnaTekstur

RelaksasiNormalNormalMerah mudaKasar

AnteriorNormalNormalMerah mudaKasar

LateralNormalNormalMerah mudaKasar

PosteriorNormalNormalMerah mudaKasar

MengunyahNormalnormalBercampurkasar

2.1.2 Pemeriksaan Proses Menelan2.1.2.1Pemeriksaan Palpasi pada Saat MenelanJenis kelamin orang cobaPola gerakan

Bolus masuk terjadi tekanan pada laring terdorong ke depan prominensia tyroid terangkat bolus lewat prominensia tyroid kembali ke posisi semula

2.1.2.2Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap PenelananPerlakuanRespon orang coba

Dengan pemijatanPengunyahan terganggu seperti terdapat hambatan

Tanpa pemijatanPengunyahan lebih leluasa dan mudah

Kemudahan menelan : orang coba lebih mudah dalam menelan makanan dengan perlakuan tanpa pemijatan

2.1.2.3Pengaruh Jenis Makanan Terhadap PenelananJenis kelamin orang cobaKemudahan menelan dan respon orang coba

1 : 11 : 21 : 3

Penelanan berlangsung sulitPenelanan lebih mudah dari yang pertamaPenelanan paling mudah

2.1.3Prosedur Percobaan Refleks (Gagging Reflexs)2.1.3.1 Pengaruh Sentuhan Terhadap Refleks Muntah LokasiRespon orang coba (refleks muntah)

Ujung lidah-

Dorsal lidah-

Lateral kiri-

Lateral kanan-

Anterior-

Posterior+++

Posterior palatum+

Uvula++

Tonsil+++

Faring atas (jika bisa)Tidak bisa

Yang paling sensitif adalah :Tonsil dan Posterior Lidah

Ket : : tidak terjadi refleks muntah+: terangsang muntah++ : sangat terangsang untuk muntah+++ : sudah akan muntah

2.1.3.2 Pengaruh Suhu dan Sentuhan terhadap Refleks MuntahLokasiRespon orang coba (refleks muntah)

DinginPanas

Ujung lidah--

Dorsal lidah--

Lateral kiri--

Lateral kanan--

Anterior--

Posterior--

Posterior palatum++++

Uvula++

Tonsil++++

Faring atas (jika bisa)Tidak bisa

Yang paling sensitif adalah :Posterior palatum dan tonsilPosterior palatum dan tonsil

Ket : : tidak terjadi refleks muntah+: terangsang muntah++ : sangat terangsang untuk muntah+++ : sudah akan muntah

2.1.3.3 Pengaruh Rasa Pahit terhadap Refleks MuntahJenis kelamin orang cobaLokasiRespon

Posterior lidahSangat ingin muntah, setelah berkumur dan minum tetap terasa ingin muntah dan lidah teras sangat pahit

2.2 PERTANYAAN DAN JAWABAN(1) Apakah ada perbedaan lebar permukaan rongga mulut antara laki laki dan perempuan ? Jelaskan mengapa ? Iya. Ada perbedaan permukaan rongga mulut antara laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin mempengaruhi ukuran gigi, dan ukuran gigi mempengaruhi panjang lengkung gigi. Laki-laki menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dalam hal lengkung gigi.Ukuran gigi pria lebih besar dari ukuran gigi wanita. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor kekuatan fungsional, kebiasaan makan, sikap tubuh dan trauma. lengkung rahang dipengaruhi oleh faktor lokal baik oleh gigi geligi yang menyusun lengkung gigi itu sendiri, hubungan antar gigi, maupun dengan gigi antagonisnya. Lengkung rahang merefleksikan gabungan antara ukuran gigi, lidah, bibir, dan fungsi dinding otot pipi.(2) Apakah ada perbedaan kekuatan gigit maksimal laki-laki dan perempuan? Jelaskan mengapa ? Ada, kekuatan gigit maksimal pada laki-laki lebih kuat dari perempuan. Karena laki-laki dapat menahan beban sedikit lebih besar daripada perempuan, kecuali pada gigi anterior kekuatan untuk menahan beban sama pada laki-laki dan perempuan. Serta ukuran gigi laki-laki lebih besar daripada perempuan sehingga lebih kuat daya gigitnya. Selain itu, kekuatan otot gigit laki-laki lebih besar dari perempuan. Hal ini dikarenakan massa otot laki-laki lebih besar dari perempuan sehingga daya kunyah kerja setiap otot pada laki-laki lebih besar.(3) Mengapa makanan ada yang mudah ditelan dan ada yang sukar? Jelaskan mengapa? Karena otot-otot pengunyahan, gigi dan organ-organ yang terlibat dalam proses pengunyahan hingga penelanan menyesuaikan kerjanya dengan struktur makanan (bolus). Setiap makanan memiliki jenis, bahan, dan komposisi yang berbeda. Makanan yang dimakan juga berbeda baik bentuk dan kandungan airnya. Makanan yang bentuknya kasar dan mengandung sedikit air akan sukar ditelan sehingga dibutuhkan pengunyahan yg lebih keras agar mudah ditelan. Sedangkan makanan yang bentuknya halus dan mengandung banyak air akan lebih mudah ditelan.(4) Mengapa rasa pahit dapat merangsang refleks muntah ? Karena rasa pahit merupakan salah satu perangsang rasa muntah dimana rasa pahit ini merangsang impuls saraf sensorik yang diteruskan ke otak melalui N. Glossofaringeus, setelah mencapai otak rangsangan motoriknya akan dibawa kembali oleh N.vagus untuk memberi refleks muntah, dimana di dalam rongga mulut terdapat saraf motorik maupun sensorik yang keduanya saling bekerja sama.. Hal inilah yang memberi refleks muntah pada seseorang yang merasakan rasa pahit di dalam rongga mulut.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Pengunyahan 3.1.1 Kekuatan Gigit MaksimalPada praktikum ini, yang pertama dilakukan adalah menyiapkan orang coba dan balok dari malam merah. Kemudian meletakkan balok malam pada gigi orang coba wanita yang akan diuji. Orang coba diminta untuk menggigit dengan maksimal balok merah. Selanjutnya diukur kedalaman gigit dengan menggunakan jangka baik pada bagian atas maupun bagian bawah. Kedalaman gigit yang dikur berasal dari gigi insisiv pertama kanan kiri, kaninus kanan kiri, dan molar pertama kanan kiri. Kemudian melakukannya lagi dengan prosedur yang sama pada gigi sebelah kiri maupun kanan, namun dengan orang coba laki-laki. Selanjutnya dilakukan pencatatan dari data yang didapatkan.Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan, kekuatan gigit maksimal baik di bagian kiri maupun kanan pada orang coba laki-laki memiliki kedalaman gigit maksimal yang lebih besar dibandingkan dengan orang coba perempuan. Hal ini diakibatkan oleh kekuatan otot mastikasi pada laki-laki lebih kuat dibandingkan dengan perempuan. Selain itu lebar permukaan rongga mulut pada laki-laki lebih besar. Jenis kelamin mempengaruhi ukuran gigi dan panjang lengkung gigi. Jadi, ukuran gigi laki-laki yang lebih besar menyebabkan lebar permukaan rongga mulutnya lebih besar sehingga memliki daya gigit maksimal lebih besar dari perempuan. Laki-laki menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dalam hal lengkung gigi. Rata-rata lebar mesio distal gigi insisif anterior rahang atas dan rahang bawah laki-laki lebih besar daripada perempuan,hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 di Universitas Airlangga. Rata-rata ukuran mesio distal gigi insisif rahang atas laki-laki lebih besar dari perempuan. Ukuran gigi pria lebih besar dari ukuran gigi wanita. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor kekuatan fungsional, kebiasaan makan, sikap tubuh dan trauma.Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwalaki-laki dan perempuan memiliki rata-rata panjang lengkung gigi yang hampir sama, yaitu 20,16 mm untuk laki-laki dan 20,20 mm untuk perempuan. Adapun tinggi palatum laki-laki sebesar 18,40 mm dan untuk perempuan sebesar 17,83 mm.Selain ukuran gigi dan lebar permukaan rongga mulut, yang mempengaruhi kekuatan gigit maksimal adalah pengunaan protesa gigi tiruan. Pada orang coba perempuan menggunakan kawat gigi sehinggatidak mampu menggigit sekuat orang dengan gigi geligi yang masih lengkap. Untuk pengguna protesa gigi tiruan lengkap hanya mampu menahan beban kunyah sekitar seperempat sampai sepertiga dari kemampuan menahan beban kunyah orang dengan gigi geligi asli yang normal.

3.1.2 Efisiensi kunyahPada praktikum ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menjelaskan kepada orang coba mengenai apa yang akan dilakukan. Kemudian menimbang nasi putih dengan rasio satu banding satu dengan ukuran satu sendok makan. Lalu menimbang saringan dan mengunyah nasi putih dengan kecepatan satu kali kunyah per detik sebanyak dua puluh kali pengunyahan. Kemudian berkumur dengan menggunakan aqua, dan mengeluarkannya diatas saringan. Menyiram saringan dengan air mengalir sebanyak satu gelas. Setelah itu menghitung efisiensi kunyah dengan cara membagi berat sisa makanan dengan berat nasi kali 100%. Kemudian mengulangi prosedur diatas dengan pengunyahan sebanyak 10 dan 15 kali. Setelah itu melakukan pencatatan dari data yang didapatkan.Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan yakni semakin besar jumlah pengunyahan maka akan semakin besar efisiensi kunyahnya. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang ada yaitu semakin besar frekuensi kunyah maka akan semakin besar efisiensi kunyahnya. Karena makanan yang dikunyah dengan waktu yang lebih lama akan lebih halus dibandingkan dengan yang dikunyah sebentar sehingga lebih mudah ditelan dan efisiensi kunyahnya lebih besar.

3.1.3 Kelelahan pada Otot WajahPada praktikum ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menginstruksikan kepada orang coba untuk mengunyah permen karet dengan kecepatan 1x/detik sampai otot mulut terasa benar-benar letih. Kemudian menghitung dan mencatat waktu serta jumlah kunyah yang diperlukan sejak kunyahan awal hingga terasa benar-benar letih.Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan waktu dan frekuensi pengunyahan hingga terjadinya kelelahan pada otot pengunyahan adalah sebesar tujuh menit dan 362 kali pengunyahan. Pengunyahan ideal sebanyak 33 kali sehingga jika seseorang mengunyah terus menerus tanpa istirahat, maka ia akan mengalami kelelahan.

3.1.4 Gerakan Lidah pada saat PengunyahanPada praktikum kali ini langkah pertama yang dilakukan adalah mengamati lidah orang coba pada posisi relaksasi di dasar rongga mulut, baik bentuk, ukuran, warna maupun tekstur lidah. Kemudian orang coba diinstruksikan untuk menggerakkan lidah ke anterior, lateral dan ujung lidah ke bagian paling posterior dari palatum. Setelah itu mengamati koordinasi gerakan lidah. Lalu mencatat apakah orang coba dapat melakukan dengan baik seluruh gerakan sesuai dengan instruksi operator.Setelah itu orang coba diinstruksikan untuk mengunyah permen karet dengan perlahan. Periksa gerakan lidah saat dilakukan pengunyahan. Lalu mencatat secara rinci gerakan yang timbul.Pada percobaan kali ini didapatkan hasil, adanya keadaan normal pada tekstur, bentuk, serta ukuran pada saat orang coba melakukan pergerakan yang sesuai dengan instruksi operator.

3.2 Pemeriksaan proses menelan 3.2.1 Pemeriksaan Palpasi pada saat MenelanLangkah pertama yang dilakukan adalah meminta orang coba untuk berdiri tegak. Kemudian menginstruksikan orang coba untuk minum. Lalu melakukan inspeksi dan palpasi pada leher bagian atas, apa yang telah dirasakan ketika orang coba melakukan penelanan dan bagaimana pola gerakannya. Pada pemeriksaan palpasi pada saat menelan pola gerakan orang coba saat minum air adalah kontraksi-relaksasi yaitu dari atas ke bawah yang menunjukkan kemampuan menelan yang normal pada orang coba yaitu laring, trakea, tiroid akan naik pada saat menelan. 3.2.2 Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap PenelananPada praktikum ini langkah pertama yang dilakukan adalah orang coba diinstruksikan untuk mengunyah nasi dengan perbandingan 1 : 1. Kemudian memijat bagian pipi (disekitar kelenjar parotis) sambil terus mengunyah. Jika sudah lima belas kali pengunyahan, instruksikan kepada orang coba untuk menelan. Kemudian mencatat respon orang coba terhadap kemudahan menelan yang dirasakan. Setelah itu mengulangi percobaan tersebut tanpa melakukan pemijatan terlebih dahulu. Lalu membandingkan kemudahan menelan antara menelan dengan pemijatan dan tanpa pemijatan yang dirasakan oleh orang coba.Pada praktikum ini, didapatkan hasil pengamatan yaitu terdapat gangguan pada proses pengunyahan. Hal ini disebakan ketika dalam proses mengunyah dilakukan pemijatan, kerja dari otot-otot pengunyahan akan terganggu sehingga proses pengunyahan itu sendiri akhirnya juga ikut terganggu. 3.3.3 Pengaruh Jenis Makanan Terhadap PenelananPada praktikum kali ini orang coba diinstruksikan untuk mengunyah nasi putih dengan perbandingan 1 : 1. Kemudian meminta orang coba untuk menelannya. Setelah itu mencatat apa yang dirasakan. Percobaan tersebut diulangi untuk jenis nasi putih lainnya dengan perbandingan 1 : 2 dan 1 : 3. Membedakan kemudahan menelan pada beberapa jenis nasi putih tersebut.Didapatkan hasil pengamatan yaitu pada proses penelanan yang terasa paling mudah adalah ketika menelan nasi dengan perbandingan 1 : 3. Dan proses penelanan paling sukar dijumpai saat melakukan proses penelanan nasi dengan perbandingan 1 : 1. Hal ini terjadi karena semakin banyak kadar air yang terkandung didalam nasi yang ditelan maka akan semakin mudah dalam proses penelanan. Hasil pengamatan telah sesuai dengan teori yang telah ada yakni penelanan nasi dengan rasio kadar air tertinggi terasa paling mudah untuk ditelan sedangkan pada kadar air terendah paling sukar untuk ditelan.

3.3 Prosedur Percobaan Reflex Muntah3.3.1 Pengaruh Sentuhan Terhadap Reflex MuntahPada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah meminta orang coba untuk duduk tenang dan membuka mulut. Kemudian melakukan sentuhan ringan dengan spatel dari kayu, pada beberapa bagian lidah yaitu ujung lidah, dorsal lidah, lateral kanan dan kiri, bagian anterior dan posterior lidah, posterior palatum, uvula, tonsil, faring bagian atas jika dapat dijangkau. Kemudian mengamati bagian rongga mulut manakah yang paling senstif terhadap terjadinya gagging reflex. Pada percobaan kali ini didapatkan bagian yang paling sensitive adalah bagian posterior lidah dan tonsil. Hal ini tampak ketika memberikan sentuhan ringan di daerah tersebut, orang coba langsung merasakan mual dan terasa ingin muntah. Hal ini dapat terjadi karena daerah tonsil dan posterior lidah merupakan daerah pemicu kemoreseptor atau yang disebut dengan Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang cukup sensitive.3.3.2 Pengaruh Suhu dan Sentuhan Terhadap Reflex MuntahPada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah meminta orang coba untuk berkumur dengan menggunakan air es. Kemudian melakukan sentuhan ringan dengan spatel lidah dari kayu, pada beberapa bagian lidah yaitu ujung lidah, dorsal lidah, lateral kanan dan kiri, bagian anterior dan posterior lidah, posterior palatum, uvula, tonsil, dan faring bagian atas jika dapat dijangkau. Kemudian mengamati bagian rongga mulut manakah yang paling senstif terhadap terjadinya gagging reflex. Setelah itu orang coba diminta beristirahat selama sepuluh menit dan diinstruksikan untuk berkumur dengan air hangat dan kemudian melakukan sentuhan ringan kembali pada daerah-daerah seperti di atas.Pada percobaan ini didapatkan bagian yang paling sensitive adalah bagian posterior palatum dan tonsil. Hal ini tampak ketika memberikan sentuhan ringan didaerah tersebut, orang coba langsung merasakan mual dan terasa ingin muntah. Hal ini dapat terjadi karena daerah tonsil dan uvula merupakan daerah pemicu kemoreseptor atau yang disebut dengan Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang cukup sensitive.Pada hasil pengamatan dengan perlakukan berkumur dengan menggunakan air es, tampak adanya pengurangan daya reflex muntah yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh suhu dingin dapat menghambat terjadinya impuls saraf sensoris yang nantinya dapat memicu terjadinya gagging reflex. Hal ini berkebalikan dengan hasil pengamatan dengan perlakuan diberi air hangat. Hal ini dapat terjadi karena perlakuan air panas dapat mempercepat terjadinya impuls saraf di daerah CTZ untuk menghasilkan respon berupa gagging reflex.3.3.3 Pengaruh Rasa Pahit Terhadap Reflex MuntahPada percobaan kali ini, oranag coba diminta untuk duduk dengan tenang. Kemudian memasukkan obat yang rasanya pahit ke dalam syringe. Kemudian meneteskannya pada daerah yang paling sensitive berdasarkan percobaan sebelumnya yaitu bagian posterior lidah. Pada percobaan kali ini didapatkan hasil, ketika diteteskan pada posterior lidah orang coba merasa sangat ingin muntah. Hal ini dikarenakan pada bagian posterior lidah terdapat banyak reseptor nosiseptif. Reseptor ini ditemukan di papila lidah yang membawa taste bud yang dapat memicu terjadinya gagging reflex. BAB IVKESIMPULAN

Dalam proses makan terlibat beberapa fungsi penting seperti pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salivasi. Selain itu dalam proses makan juga terdapat mekanisme fisiologis tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh yang masuk melalui faring, laring maupun trakea yang disebut dengan refleks muntah (gagging reflex).Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.1. Jenis kelamin mempengaruhi ukuran gigi dan lebar permukaan rongga mulut. Lebar permukaan rongga mulut laki-laki lebih besar daripada perempuan. Hal ini yang menyebabkan perbedaan kekuatan gigit maksimal pada laki-laki dan perempuan.2. Jenis, bahan, dan komposisi makanan mempengaruhi efisiensi kunyah dan proses penelanan.3. Frekuensi kunyah dan sekresi saliva mempengaruhi kemudahan dalam proses penelanan.4. Suhu dingin dapat menurunkan sensitifitas terhadap refleks muntah sedangkan suhu panas dan rasa pahit dapat meningkatkan sensitifitas terhadap refleks muntah.5. Terdapat beberapa bagian di dalam rongga mulut yang lebih peka terhadap gagging refleks dibandingkan dengan bagian lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhartini. 2015. Modul Mastikasi dan Modalitas Rasa dalam Rongga Mulut. Jember : FKG Universitas Jember2. Ganong, W.F. 1983. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 10. Jakarta : EGC3. Guyton, Arthur dan John Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC4. Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia5. Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta : Salemba Medika6. Tortora GJ, Anagnostakos NP. 1987. Principles of Anatomy and Physiology 5th Edition. Philadelphia : Harper & Row Publisher7. Ludman H. 1996. Petunjuk Penting pada Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Jakarta : Hipokrates8. Indrawati A. Peranan Otot dalam Peristiwa Menelan dan Bicara. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi, Agustus 19999. Foster TD. 1997. Buku Ajar Ortodonti. Jakarta : EGC10. Dixon AD. 1986. Anatomi untuk Kedokteran Gigi. Churchill Livingstone11. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC

24