25
BAB I PENDAHULUAN Sistem saraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran impul saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan perintah untuk memberi anggapan rangsangan. Unit terkecil pelaksanaan kerja sistem saraf adalah sel saraf atau neuron. Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat. Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion. Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu. Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan “nervus vagus” bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung. Nervus vagus merupakan nervus terpanjang dari semua saraf kranial. Kata vagusberasal dari bahasa Latin, yang berarti 'mengembara'. Dinamakan demikian karena nervus vagus saraf mengembaradari batang otak kemudian turun untuk mempersarafi jantung, paru-paru, esophagus, lambung, usus kecil, hati, kandung kemih, pankreas, dan bagian atas uterus.. Kira-kira 75% dari 1

Refleks Vagal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

f

Citation preview

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Sistem saraf merupakan sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa

    penghantaran impul saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan

    perintah untuk memberi anggapan rangsangan. Unit terkecil pelaksanaan kerja

    sistem saraf adalah sel saraf atau neuron. Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf

    sadar dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar

    mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom

    mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak

    saluran pencernaan, dan sekresi keringat. Sistem saraf otonom disusun oleh

    serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan

    menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan

    masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk

    ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra

    ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.

    Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf

    parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak

    pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di

    sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga

    mempunyai urat pra ganglion pendek, sedangkan saraf parasimpatik mempunyai

    urat pra ganglion yang panjang karena ganglion menempel pada organ yang

    dibantu. Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan

    (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan nervus vagus

    bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf

    sumsum sambung.

    Nervus vagus merupakan nervus terpanjang dari semua saraf kranial. Kata

    vagus berasal dari bahasa Latin, yang berarti 'mengembara'. Dinamakan

    demikian karena nervus vagus saraf mengembara dari batang otak kemudian

    turun untuk mempersarafi jantung, paru-paru, esophagus, lambung, usus kecil,

    hati, kandung kemih, pankreas, dan bagian atas uterus.. Kira-kira 75% dari

    1

  • 2

    seluruh serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X)

    yang melalui daerah torakal dan abdominal, Nervus vagus memiliki sifat motorik

    dan sensorik. Ia juga memiliki serat saraf aferen somatik dan visceral. Saraf vagus

    terdiri dari dua ganglia sensoris yang tersegmentasi menjadi ganglia vagal

    superior dan inferior. Nervus glosso-faring dan Vagus bersama-sama terhubung

    dengan inti batang otak seperti nucleus ambiguous, dorsal motor nukleus vagus,

    nukleus solitarius dan nukleus tulang belakang sehingga ketika salah satu

    mengalami kerusakan yang lain akan mengalami kerusakan pula.

    Refleks vagal merupakan refleks yang dihasilkan oleh karena adanya

    perangsangan terhadap nervus vagus. Manifestasi dari refleks vagal ini beragam,

    meliputi rasa cemas, nyeri kepala, sinkop, diaforesis, bradikardi dan hipotensi.

    Refleks ini tidak jarang ditemui dalam setiap tindakan medis dan memerlukan

    penanganan yang tepat dan segera. Mengingat begitu pentingnya peranan nervus

    vagus dalam pengaturan organ-organ vital manusia, maka kita harus memahami

    dengan baik mengenai patofisiologi dari refleks vagus dan skema penanganannya.

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. ANATOMI NERVUS VAGUS

    Nervus vagus terdiri atas serabut motorik dan sensorik dan memiliki

    rangkaian dan distribusi yang lebih luas daripada nervus kranialis yang lain,

    karena nervus ini berjalan melewati leher dan dada menuju abdomen. Nervus

    vagus terikat sebagai 8 10 filamen pada medulla oblongata pada sulkus di antara

    oliva dan pedunculus inferior, di bawah nervus glossophraingeus. Serabut sensoris

    berjalan dari sel-sel ganglion jugulare dan ganglion nodosum, dan ketika diikuti

    jejaknya pada medulla oblongata, sebagian besar berakhir sdi sekitar pars inferior

    yang terletak di bawah ala cinerea pada pars inferior fossa rhomboid. 1

    Nervus-nervus tersebut adalah serabut aferen simpatis. Beberapa serabut

    sensorik nervus glossopharingeus juga berakhir pad apars superior nukleus ini.

    Beberapa serabut sensoris nervus vagus, kemungkinan serabut pengecap, turun

    pada fasciculus solitarius dan berakhir di sekitar sel-sel ini. Serabut sensorik

    somatik, dalam jumalh sedikit, dari pars posterior meatus accusticus eksternus dan

    belakang telinga, kemungkinan bergabung dengan traktus spinalis nervus

    trigeminus ketika nervus ini menuruni medulla oblongata. Serabut motorik

    somatik berjalan dari sel nukleus ambiguus, berkaitan dengan hubungannya

    terhadap akar motorik nervus glossopharingeus. 1

    Serabut eferen simpatis, terdistribusi kemungkinan sebagai serabut

    preganglionik menuju viscera thorax dan abdomen, misalnya sebagai serabut

    motorik bronkus, serabut inhibitor jantung, serabut motorik esofagus, perut dan

    usus halus, saluran empedu dan serabut sekresi perut dan pankrean, berjalan dari

    dorsal nukleus nervus vagus. Filamen-filamen nervus bergabung dan membentuk

    serabut datar, yang berjalan di bawah flocculus foramen jugulare, tempat nervus

    ini meninggalkan kranium. Ketika muncul melalui foramen ini, nervus vagus

    bersama-sama dengan nervus accesorius dalam satu selaput. Sedangkan dengan

    3

  • 4

    nervus glossopharingeus yang terletak di depannya, kedua nervus ini dipisahkan

    oleh septum. 1

    Nervus vagus merupakan pembesaran ganglion yang mudah dikenali

    sehingga disebut ganglion jugulare (ganglion of the root); nervus accesorius

    terhubung dengan ganglion ini melalui satu atau dua filamen. Setelah melewati

    foramen jugulare, nervus vagus bergabung dengan radiks kranial nervus

    accessorius, dan membesar membentuk pembengkakan ganglion kedua yang

    disebut ganglion nodusum (ganglion of the trunk); melalui foramen ini, radiks

    kranial nervus accesorius lewat tanpa interupsi, kemudian terdistribusi pada

    cabang faringeus dan laringeus superior nervus vagus, kadang beberapa

    serabutnya terdistribusi dengan nervus recurrent dan nervus cardiak. Nervus vagus

    berjalan ke inferior secara vertikal pada selubung carotis, yang terletak di antara

    vena jugularis interna dan arteri karotis interna setinggi margin superior kartilago

    tiroid, dan di antara vena jugularis interna dan arteri karotis komunis hingga batas

    inferior leher.2

    Perjalanan nervus berbeda pada kedua sisi tubuh. Pada sisi kanan, nervus

    melewati di antara arteri subclavii dan vena innominate dekster, dan berjlan ke

    inferior di sebelah trakea menuju apeks pulmo di sebelah dorsal dimana ia akan

    menyebar pada pleksus pulmonary posterior.dari pars inferior pleksus ini, dua

    serabut menuruni esofagus dan bercabang membentuk pleksus esofagus dengan

    cabang dari nervus yang berlawanan. Cabang ini kemudian bergabung menjadi

    serabut tunggal yang berjalan pada bagian dorsal esofagus yang kemudian

    memasuki abdomen dan terdistribusi pada permukaan postero-inferior abdomen,

    bergabung dengan sisi sinister pleksus celiac, dan memberikan cabangnya pada

    pleksus lienal. 1

    Pada sisi kiri, nervus vagus memasuki thoraks di antara arteri karotis

    sinister dan arteri subclavii, di sebelah posterior vena innominate sinister. Nervus

    melewati arcus aorta sisi sinister dan berjalan menurun di sebelah dorsal apeks

    pulmo sinister, membentuk pleksus pulmonari posterior. Dari sini, nervus berjalan

    sepanjang permukaan anterior esofagus dan bergabung dengan nervus dari sisi

    dekster pleksus esofagus, dan meneruskan diri menuju abdomen,

    mendistribusikan cabang-cabangnya pada permukaan anterosuperior; beberapa di

  • 5

    antaranya meluas ke fundus dan curvatur inferior. Filamen lain memasuki

    omentum inferior dan bergabung dengan pleksus hepatik. Ganglion Jugularis

    (ganglion jugulare; ganglion of the root) berwarna keabuan, berbentuk sferis dan

    berdiameter sekitar 4 mm.

    Ganglion ini berhubungan dengan beberapa filamen pars cranialis nervus

    accessorius; nervus ini juga berhubungan dengan ramus ganglion petrosus nervus

    glossopharingeus, dengan nervus facialis melalui ramus auricularis dan dengan

    nervus simpatis melalui filamen dari ganglion cervicalis superior. Ganglion

    Nodosum (ganglion of the trunk; inferior ganglion) berbentuk silinder, berwarna

    kemerahan dan berukuran panjang 2,5 cm.

    Gambar 1. Sistem Saraf Autonom: Simpatis dan Parasimpatis

    Pars cranialis nervus accessorius bergabung dengan nervus vagus di

    bawah ganglion ini. Ganglion ini berhubungn dengan nervus hypoglossus,

    ganglion cervicalis superior nervus simpatis dan loop antara nervus cervicalis

    kesatu dan kedua.1

  • 6

    Ramus Meningea (ramus meningeus; dural branch) adalah filamen rekuren

    yang dipercabangkan ganglion jugularis; terdistribusi pada dura mater fossa

    posterior basis cranii. Ramus auricularis (nerve of Arnold) berjalan dari ganglion

    jugulare, bergabung segera dengan filamen yang berasal dari ganglion petrosa

    nervus glossopharingeus; berjalan di bawah vena jugularis interna dan memasuki

    canalis mastoideus pada dinding lateral fossa jugularis. Melewati canalis facialis

    sepanjang 4 mm, dia tas foramen stylomastoideum dan mempercabangkan nervus

    yang bergabung dengan nervus facialis. Nervus mencapai permukaan dengan

    cara melewati fissura tympanomastoideum yang ada di antara processu

    mastoideum dan pars tympanica os temporalis; di sini nervus bercabang menjadi

    dua: satu bergabung dengan nervus auricularis posterior dan lainnya terdisribusi

    pada kulit belakang telinga dan pars posterior meatus accusticus eksternus.1

    Ramus pharigeus, nervus motorik utama pharunx, berjalan dari pars

    superior ganglion nodosum, dan terdiri atas filamen yang berasal dari radix

    cranialis nervus accessorius. Nervus berjalan melewati arteri carotis interna

    menuju margo superior m. Constrictor pharingis medius, yang kemudian

    bercabang menjadi beberapa filamen, yang bergabung dengan cabang-cabang n.

    Glossopharingeus, simpatis dan laringeus eksternus membentuk pleksus

    pharingeus. Dari pleksus ini, cabang-cabang terdistribusi pada musculi dan

    membran mukosa pharynx dan musculi palatum molle, kecuali m. Tensor velli

    palatini.n Nervus laringeus superior berukuran lebih besar daripada pendahulunya,

    berjalan dari bagian tengah ganglion nodosum dan dalam perjalanannya menerima

    cabang dari ganglion cervicalis superior nervus simpatis. Nervus menuruni

    pharynx, di belakang arteri carotis interna, dan bercabang dua, menjadi ramus

    eksternus dan ramus internus. 1

    Ramus eksternus lebih kecil, berjalan menuruni larynx di bawah m.

    Sternohyoideus dan menginervasi m. Cricotyroideus. Mempercabangkan pada

    pleksus pharingeus dan m. Constrictor pharingis inferior, dan beranastomosis

    dengan nervus cardiac superior, di belakang arteri carotis communis. Ramus

    internus berjalan ke inferior menuju membran hyotyroid, menembusnya bersama

    dengan arteri laringeus superior, dan terdistribusi pada membran mukosa parynx.

    Pada cabang ini, beberapa terdistribusi pada epiglotis, dasar mulut dan glandula

  • 7

    epiglotica; sedangkan lainnya berjalan ke posterior menuju lipatan aryepiglotica

    menginervasi membran mukosa yang mengelilingi isthmus laringeus, dan yang

    melapisi larynx setinggi plica vocalis. Filamen kemudian berjalan ke inferior di

    bawah membran mukosa pada permukaan internus cartilago thyroid dan

    bergabung dengan nervus rekuren. 1

    Nervus rekuren (inferior or recurrent laryngeal nerve) berjalan pada sisi

    kanan, di sebelah anterior arteri subclavii, berjalan oblik menuju sisi trakea di

    belakang arteri carotis communis, dan terletak di depan atau belakang arteri

    tiroidea inferior. Pada sisi kiri, nervus berjalan pada sisi sinister arcus aorta dan

    berputar di bawah aorta pada tempat di mana ligamentum arteriosum melekat;

    selanjutnya berjalan ke superior pada sisi trakea. Nervus kemudian berjalan ke

    Gambar 2. Nervus Vagus dan Organ yang Dipersarafinya

    superior menuju celah yang terletak antara trachea dan esophagus, berjalan

    melewati margo inferior m. Constrictor pharingis inferior dan memasuki larynx di

    posterior articulatio cornu inferior cartilago tiroidua dan cricoidea. Nervus

  • 8

    selanjutnya terdistribusi pada semua musculi larynx, kecuali m. Cricotiroideus.

    Nervus beranastomosis dengan nervus laringeus superior dan memberikan

    ebebrapa filamen pada membran mukosa pars inferior larynx. Rami cardiaci

    superioris (cervical cardiac branches), berjumlah dua atau tiga, berjalan dari

    nervus vagus di sebelah lateral leher. Rami superior lebih kedil dan

    beranastomosis dengan rami cardiaci nervus simpatis. Nervus ini berakhir pada

    pars profundan pleksus cardiaci. 1

    Rami inferior berjalan di sepanjang leher, tepat di atas costae prima. Dari

    sisi dekster, nervus kemudian berjalan ke anterior dan berlanjut ke pars profunda

    pleksus cardiaci, yangeds to the deep part of the cardiac plexus; dari sisi sinister,

    nervus berjalan inferior ke sisi sinister arcus aorta dan bergabung dengan pars

    superficialis pleksus cardiaci. Rami cardiaci inferior (thoracic cardiac branches),

    terletak di sebalah kanan, berjalan dari batang nervus vagus yang ada pada

    sebelah trachea dan berakhir pada pars profunda pleksus cardiac. Rami bronkus

    anterior (anterior or ventral pulmonary branches), berjumlah dia atau tiga,

    berukuran kecil dan terdistribusi pada permukaan anterior akar paru-paru. Rami

    ini bergabung dengan filamen nervus simpatis dan membentuk pleksus pulmo

    anterior. Rami bronkus posterior (posterior or dorsal pulmonary branches),

    berjumlah lebih banyak dan lebih besar dibandingkan dengan rami anteriornya;

    terdistribusi pada permukaan posterior akar paru-paru, dimana rami ni bergabung

    dengan dilamen dari ganglion thoraks ke-3 dan ke-4 (kadang juga dengan 1 dan 2)

    dan membentuk pleksus pulmo posterior. Cabang dari pleksus ini bergabung

    dengan ramifikasi bronkus melalui substansi paru-paru.2

    Rami esofagus dilepaskan di atas dan di bawah cabang bronkus; pars

    inferior lebih banyak dan lebih besar daripada pars superior. Membentuk pleksus

    esofagus dan terdistribusi pada bagian posterior pericardium. Rami gastricus

    terdistribusi di abdomen. Vagus dekster membentuk pleksus gastricus posterior

    pada permukaan posteroinferior abdomen dan sebelah kiri pleksus gastricus

    anterior pada permukaan anterosuperior. Rami celiac sebagian besar berasal dari

    vagus dekster: bergabung dengan pleksus celiac dan menginercasi pankreas,

    limpa, ginjal, kelenjar suprarenal dan usus halus. Rami hepatik berjalan dari vagus

    sinister: bergabung dengan pleksus hepatik dan menginervasi hepar.2

  • 9

    2.2. REFLEKS VAGUS DALAM FISIOLOGI JANTUNG

    Efektivitas pompa jantung dikendalikan oleh saraf parasimpatis (saraf

    vagus) yang sangat banyak menyuplai jantung dan saraf simpatis. Perangsangan

    saraf vagus akan menyebabkan pelepasan hormon asetilkolin pada ujung saraf

    vagus. Hormon asetilkolin akan dapat menurunkan irama nodus sinus dan

    menurunkan eksitabilitas serabut-serabut penghubung nodus atrioventrikular

    (NAV), sehingga akan menghambat penjalaran impuls jantung yang menuju

    ventrikel. Hormon asetilkolin juga akan meningkatkan permeabilitas membran

    terhadap ion kalium, sehingga akan mempermudah terjadinya kebocoran kalium

    yang cepat dari serabut-serabut konduksi yang mengakibatkan peningkatan

    kenegatifan di dalam serabut (hiperpolarisasi).3 Kejadian hiperpolarisasi dapat

    menyebabkan penurunan denyut jantung. Peningkatan permeabilitas membran

    terhadap ion kalium akan menghambat masuknya ion kalsium, sehingga dapat

    menyebabkan penurunan kekuatan kontraksi ventrikel dan denyut jantung yang

    disebut sebagai inotropik negatif. Keadaan hiperpolarisasi pada NAV

    menyebabkan perangsangan saraf vagus akan menyulitkan serabut atrium

    mencetuskan listrik dalam jumlah yang cukup untuk merangsang serabut nodus.

    Penurunan arus listrik yang sedang hanya akan memperlambat konduksi impuls,

    namun penurunan yang besar akan menghambat konduksi secara keseluruhan.

    Mekanisme perangsangan saraf vagus seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

  • 10

    Gambar 3. Mekanisme Perangsangan Oleh Saraf Vagus (Guyton dan Hall 2008)

    Perangsangan saraf simpatis pada jantung akan menimbulkan pengaruh

    yang berlawanan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh perangsangan saraf

    vagus. Perangsangan saraf simpatis akan melepaskan hormon norepinefrin yang

    dapat meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion natrium dan kalsium.

    Pada nodus sinus, peningkatan permeabilitas natrium-kalsium akan menyebabkan

    potensial membran istirahat akan menjadi lebih positif dan dapat menyebabkan

    peningkatan kecepatan penyimpangan ke atas dari potensial membran diastolic

    menuju nilai ambang untuk mempercepat self exitation sehingga akan

    meningkatkan frekuensi denyut jantung.4 Di dalam NAV dan berkas AV,

    peningkatan permeabilitas natriumkalsium akan membuat potensial aksi lebih

    mudah merangsang serabut berikutnya sehingga akan meningkatkan konduksi

    impuls. Adanya pengaruh saraf simpatik, peningkatan permeabilitas ion kalsium

    dapat menyebabkan peningkatan kontraksi jantung, sebab ion kalsium mempunyai

    peran yang sangat kuat dalam merangsang proses kontraksi miofibril otot jantung,

    sehingga dapat bersifat inotropik positif.3 Pengaruh perangsangan saraf vagus dan

    saraf simpatis pada jantung juga dapat mempengaruhi cardiac output (curah

    jantung). Perangsangan saraf simpatis akan dapat meningkatkan jumlah darah

  • 11

    yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (curah jantung), karena adanya

    peningkatan tekanan atrium. Sebaliknya, perangsangan saraf parasimpatis akan

    menurunkan nilai curah jantung, bahkan pada titik nol. Selain karena pengaruh

    denyut jantung, curah jantung diperngaruhi juga oleh stroke volume pada otot

    jantung. Stroke volume dipengaruhi oleh perangsangan saraf simpatis, hormon

    epinefrin pada plasma, dan volume akhir diastolik. Perangsangan saraf simpatis

    dan pengaruh hormon epinefrin akan menyebabkan peningkatan stroke volume.

    Volume akhir diastolik juga berbanding lurus dengan stroke volume. Hubungan

    volume akhir diastolik dengan stroke volume berlaku hukum Frank-Starling pada

    jantung, yaitu semakin besar otot jantung direnggangkan selama pengisian,

    semakin besar kekuatan kontraksi dan semakin besar pula jumlah darah yang

    dipompa ke dalam aorta.5 Mekanisme terjadinya curah jantung digambarkan

    seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

    Gambar 4. Mekanisme Terjadinya Curah Jantung (Guyton dan Hall 2008)

  • 12

    2.3. REFLEKS VAGUS DALAM FISIOLOGI BATUK

    Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan

    yang ada. Batuk adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita. Tentu saja bila

    batuk itu berlebihan, ia akan menjadi amat mengganggu. Batuk dalam bahasa latin

    disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan sering

    berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu membersihkan saluran

    pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk dapat

    terjadi secara sukarela maupun tanpa disengaja. Batuk merupakan suatu tindakan

    refleks pada saluran pernafasan yang digunakan untuk membersihkan saluran

    udara atas. Batuk kronis berlangsung lebih dari 8 minggu yang umum di

    masyarakat. Penyebab termasuk merokok, paparan asap rokok, dan paparan polusi

    lingkungan, terutama partikulat.6

    Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut

    saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor. Batuk bermula dari

    suatu rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin

    halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di

    dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura.

    Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil,

    dan sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea, karina dan daerah

    percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung,

    hilus, sinus paranasalis, pericardial dan diafragma.6

    Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang

    mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga

    rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus. Nervus trigeminus

    menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan

    rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium

    dan diafragma. Serabut aferen membawa rangsang ini ke pusat batuk yang terletak

    di medulla oblongata, di dekat pusat pemapasan dan pusat muntah. Kemudian dari

    sini oleh serabut-serabut eferen n. Vagus, n. Frenikus, n. Interkostal dan lumbar,

    n. Trigeminus, n. Fasialis, n. Hipoglosus dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor

  • 13

    ini terdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma, otot-otot interkostal

    dan lain-lain. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk kemudian terjadi.7

    2.4 REFLEKS VAGUS DALAM FISIOLOGI MUNTAH

    Mual didefinisikan sebagai sensasi subjektif tidak nyaman untuk muntah.

    Muntah adalah suatu refleks paksa untuk mengeluarkan isi lambung melalui

    esophagus dan keluar dari mulut. Post Operative Nausea and Vomiting (PONV)

    adalah perasaan mual muntah yang dirasakan dalam 24 jam setelah prosedur

    anestesi dan pembedahan. Post operatif Nausea and Vomiting (PONV) adalah

    komplikasi yang sering terjadi setelah operasi yang menggunakan general

    anestesi. 5

    Jalur alamiah dari muntah juga belum sepenuhnya dimengerti namun

    beberapa mekanisme patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah

    diketahui. Koordinator utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf saraf yang

    berlokasi di medulla oblongata. Saraf saraf ini menerima input dari :4

    a. Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema

    b. Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena

    penyakit telinga tengah)

    c. Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)

    d. Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan

    cedera fisik)

    e. Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)

    f. Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik

    dari usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus.

    g. Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh kontraksi

    dan distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama operasi.

    h. Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif terhadap

    stimulus kimia.

    Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata,

    memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus

    solitarius dan area postrema. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area

  • 14

    postrema. Rangsangan perifer dan sentral dapat merangsang kedua pusat muntah

    dan CTZ. Afferent dari faring, GI tract, mediastinum, ginjal, peritoneum dan

    genital dapat merangsang pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks serebral,

    cortical atas dan pusat batang otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem

    vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah.

    Karena area postrema tidak efektif terhadap sawar darah otak, obat atau zat-zat

    kimia di darah atau di cairan otak dapat langsung merangsang CTZ.5

    Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang

    berhubungan dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang

    tidak nyaman. Nukleus traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah

    dengan perangsangan simpatis dan parasimpatis melalui perangsangan jantung,

    saluran billiaris, saluran cerna dan saluran kemih.35

    Sistem vestibular dapat

    dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada

    vestibular telinga tengah. Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan

    neurokinin-1 (NK-1) dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius

    mempunyai konsentrasi yang tinggi pada enkepalin, histaminergik, dan reseptor

    muskarinik kolinergik. Reseptor-reseptor ini mengirim pesan ke pusat muntah

    ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat

    muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal,

    pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan refleks muntah.6

    2.5 REFLEKS VAGUS DALAM FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN

    Motilitas dan sekresi lambung diatur oleh mekanisme persarafan dan

    humoral. Komponen saraf adalah refleks otonom lokal, yang melibatkan neuron-

    neuron kolinergik, dan impuls-impuls dari SSP melalui nervus vagus. Rangsang

    vagus meningkatkan sekresi gastrin melalui pelepasan gastrin - releasing peptide.

    Serat-serat vagus lain melepaskan asetilkolin, yang bekerja langsung pada sel-sel

    kelenjar di korpus dan fundus untuk meningkatkan sekresi asam dan pepsin.

    Rangsang nervus vagus di dada atau leher meningkatkan sekresi asam dan pepsin,

    tetapi vagotomi tidak menghilangkan respons sekresi terhadap rangsang lokal.

    Untuk memudahkan pengaturan fisiologik sekresi lambung biasanya dibahas

  • 15

    berdasarkan pengaruh otak (sefalik), lambung, dan usus.9 Pengaruh otak/fase

    sefalik adalah respons yang diperantarai oleh nervus vagus yang diinduksi oleh

    aktivitas di SSP. Pengaruh lambung terutama adalah respons-respons refleks lokal

    dan respons terhadap gastrin. Pengaruh usus adalah efek umpan balik hormonal

    dan refleks pada sekresi lambung yang dicetuskan dari mukosa usus halus.10

    Adanya makanan dalam mulut secara refleks merangsang sekresi

    lambung. Serat-serat eferen untuk refleks ini adalah nervus vagus. Peningkatan

    sekresi lambung yang diperantarai oleh vagus mudah dilatih. Pada manusia,

    sebagai contoh : melihat, mencium bau dan memikirkan makanan akan

    meningkatkan sekresi lambung. Peningkatan ini disebabkan oleh refleks bersyarat

    saluran cerna yang telah berkembang sejak awal masa kehidupan. Rangsang

    hipotalamus anterior dan bagian- bagian korteks frontalis orbital di sekitarnya

    meningkatkan aktivitas eferen vagus dan sekresi lambung. Pengaruh otak

    menentukan sepertiga sampai separuh dari asam yangdisekresikan sebagai respons

    terhadap makanan normal.11

    Respons Emosi keadaan kejiwaan memiliki pengaruh terhadap sekresi dan

    motilitas lambung yang terutama diperantarai oleh nervus vagus. Rasa cemas dan

    depresi menurun kansekresi lambung dan aliran darah serta menghambat motilitas

    lambung.12

    VAGUS DAN GERD

    Trakeobronkial dan esofagus sama-sama berasal dari embrionik foregut

    dan dipersarafi secara otonom melalui nervus vagus . Pada studi terhadap hewan

    didapati bahwa asam esofagus menyebabkan suatu peningkatan resistensi

    pernafasan yang menghilang bila dilakukan vagotomi. Didapati juga bahwa asam

    esofagus menyebabkan penurunan denyut jantung, FEV1, dan saturasi oksigen.

    Kemudian respon tersebut menghilang dengan pemberian atropin sehingga

    disimpulkan bahwa nervus vagus memegang peranan.10

    Mukosa faring dan laring tidak dirancang untuk mencegah cedera

    langsung akibat asam lambung dan pepsin yang terkandung pada refluxate. Laring

    lebih rentan terhadap cairan refluks dibanding esofagus karena tidak mempunyai

  • 16

    mekanisme pertahanan ekstrinsik dan instrinsik seperti esofagus. Terdapat

    beberapa teori yang mencetuskan respon patologis karena cairan refluks ini,

    yaitu:11

    a. Cedera laring dan jaringan sekitar akibat trauma langsung oleh cairan refluks

    yang mengandung asam dan pepsin. Cairan asam dan pepsin merupakan zat

    berbahaya bagi laring dan jaringan sekitarnya. Pepsin merupakan enzim

    proteolitik utama lambung. Aktivitas optimal pepsin terjadi pada pH 2,0 dan

    tidak aktif dan bersifat stabil pada pH 6 tetapi akan aktif kembali jika pH

    dapat kembali ke pH 2,0 dengan tingkat aktivitas 70% dari sebelumnya.

    b. Asam lambung pada bagian distal esofagus akan merangsang refleks vagal

    sehingga akan mengakibatkan bronkokontriksi, gerakan mendehem (throat

    clearing) dan batuk kronis. Lama kelamaan akan menyebabkan lesi pada

    mukosa. Mekanisme keduanya akan menyebabkan perubahan patologis pada

    kondisi laring. Bukti lain juga menyebutkan bahwa rangsangan mukosa

    esofagus oleh cairan asam lambung juga akan menyebabkan peradangan pada

    mukosa hidung, disfungsi tuba dan gangguan pernafasan. Cairan lambung tadi

    menyebabkan refleks vagal eferen sehingga terjadi respons neuroinflamasi

    mukosa dan dapat saja tidak ditemukan inflamasi di daerah laring. Pada akhir-

    akhir ini terdapat penelitian yang menyebutkan teori dari patofisiologi LPR.

    Yang menyebutkan adanya fungsi proteksi dari enzim carbonic anhydrase.

    Enzim ini akan menetralisir asam pada cairan refluks. Pada keadaan epitel

    laring normal kadar enzim ini tinggi. Terdapat hubungan yang jelas antara

    kadar pepsin di epitel laring dengan penurunan kadar protein yang

    memproteksi laring yaitu enzim carbonic anhydrase dan squamous epithelial

    stress protein. Pasien LPR menunjukkan kadar penurunan enzim ini 64%

    ketika dilakukan biopsi jaringan laring.

    2.6 REFLEKS VAGUS DALAM PATOFISIOLOGI SINKOP

    VASOVAGAL

    Sebagian besar kasus pingsan yang bukan karena kelainan jantung (sinkop

    non-kardik) menurut para ahli, lebih disebabkan karena terkena hipersensitivitas

  • 17

    vagus. Vagus adalah saraf otak kesepuluh yang mensarafi organ bagian dalam

    tubuh dan sangat berpengaruh terhadap frekuensi detak jantung.12

    Salah satu pencerminan hipersensitivitas vagus dikenal sebagai sinkop

    vasovagal (berkaitan dengan pembuluh darah dan nervus vagus) dan vasodepresif.

    Ini terjadi karena timbulnya ketidakseimbangan refleks saraf otonom dalam

    bereaksi terhadap posisi berdiri yang berkepanjangan. Berawal dari

    kecenderungan terkumpulnya sebagian darah dalam pembuluh vena bawah akibat

    gravitasi bumi, hal ini menyebabkan jumlah darah yang kembali ke jantung

    berkurang sehingga curah ke jantung serta tekanan darah sistoliknya menurun.

    Guna mengatasi penurunan tersebut, otomatis timbul refleks kompensasi normal,

    berupa bertambahnya frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung, dengan tujuan

    mengembalikan curah ke jantung ke tingkat semula. Pada seseorang yang

    hipersensitif, bertambahnya kekuatan kontraksi ini justru mengaktifkan reseptor

    mekanik yang ada pada dinding bilik jantung kiri sehingga timbul refleks yang

    dinamakan refleks Bezold-Jarisch (sesuai nama penemunya). Efeknya, frekuensi

    detak jantung berbalik menjadi lambat, pembuluh darah tepi melebar, dan

    kemudian terjadi tekanan darah rendah (hipotensi) sehingga aliran darah ke

    susunan saraf terganggu. Di sinilah sinkop terjadi.13

    Vasovagal merupakan efek samping anestesi karena stimulasi N. Vagus,

    hal ini disebabkan peningkatan tonus saraf parasimpatis. Pada penggunaan

    anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler

    dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan

    ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas

    yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop.

    Manifestasi reaksi vasovagal adalah rasa cemas, nyeri kepala, sinkop, diaforesis,

    bradikardi dan hipotensi. Posisi trendelenburg dapat mengurangi gejala vasovagal

    dengan cepat, sedangkan untuk menghindari reaksi vasovagal dianjurkan dalam

    posisi berbaring. Aktivasi saraf vagus menghasilkan suatu respon berupa

    penurunan denyut jantung, tekanan darah, atau keduanya. Hal ini terjadi sebagai

    respons terhadap rangsangan seperti pemijatan sinus karotis, manuver Valsava.

    Ketika perubahan sirkulasi terjadi dengan lonjakan yang cukup besar, akan terjadi

    sinkop vasovagal. Kondisi dehidrasi cenderung memperburuk keadaan. Aktivasi

  • 18

    berlebihan dari nervus vagus selama stres emosional, yang merupakan suatu

    overcompensation parasimpatis akibat dari respon kuat sistem saraf simpatik yang

    berhubungan dengan stres, juga dapat menyebabkan sinkop vasovagal karena

    terjadi penurunan tekanan darah dan detak jantung yang tiba-tiba. Sinkop

    vasovagal lebih banyak menimpa anak-anak dan perempuan.14

    2.7. PENATALAKSANAAN MUNTAH

    Penatalaksanaan muntah meliputi penatalaksanaan yang bersifat

    farmakologikal ataupun non farmakologikal.

    2.7.1 Terapi Farmakologi

    a. Antagonist reseptor Serotonin:

    Tidak ada perbedaan efek dan keamanannya diantara golongan golongan

    Antagonist reseptor Serotonin, seperti Ondansetron, Dolasetron,

    Granisetron, dan Tropisetron untuk profilaksis PONV. Obat ini efektif bila

    diberikan pada saat akhir pembedahan. Banyak penelitian dari golongan

    obat ini seperti Ondansetron dimana mempunyai efek anti muntah yang

    lebih besar dari pada anti mual.

    1) Ondansetron

    Ondansetron adalah derivate carbazalone yang strukturnya

    berhubungan dengan serotonin dan merupakan antagonis reseptor 5-HT3

    subtipe spesifik yang berada di CTZ dan juga pada aferen vagal saluran

    cerna, tanpa mempengaruhi reseptor dopamine, histamine, adrenergik,

    ataupun kolinergik.

    Obat ini memilki efek neurologikal yang lebih kecil

    dibanding dengan Droperidol ataupun Metoklopramid. 15

    Ondansetron efektif bila diberikan secara oral atau intravena dan

    mempunyai bioavaibility sekitar 60% dengan konsentrasi terapi dalam

    darah muncul tiga puluh sampai enam puluh menit setelah pemakaian.

    Metabolismenya di dalam hati secara hidroksilasi dan konjugasi dengan

    glukoronida atau sulfat dan di eliminasi cepat didalam tubuh, waktu

    paruhnya adalah 3-4 jam pada orang dewasa sedangkan pada anak-anak

  • 19

    dibawah 15 tahun antara 2-3 jam, oleh karena itu ondansetron baik

    diberikan pada akhir pembedahan. Efek antiemetik ondansetron ini didapat

    melalui blokade sentral di CTZ pada area postrema dan nukleus traktus

    solitaries sebagai kompetitif selektif reseptor 5-HT3 dan dengan memblok

    reseptor 5-HT3 di perifer pada ujung saraf vagus di sel enterokromafin di

    traktus gastrointestinal.10

    Efek samping yang sering timbul pada dosis terapi adalah sakit kepala

    dan konstipasi, lemas, peningkatan enzim hati.

    Aritmia jantung dan AV

    blok telah dilaporkan setelah pemakaian Ondansetron dan Metoklopramid.

    Iskemia jantung akut yang berat telah dilaporkan pada pasien tanpa

    kelainan jantung. Ondansetron dan obat golongan antagonis reseptor 5-

    HT3 lainnya dapat menyebabkan peninggian QT interval di

    elektrokardiografi tetapi hal ini tidak dijumpai pada pemakaian droperidol.

    Belum diketahui adanya interaksi dengan obat SSP lainnya seperti

    diazepam, alkohol, morfin dan lain-lain.

    Kontraindikasi Ondansetron

    adalah selain pada pasien yang hipersensitivitas terhadap obat ini, juga

    pada ibu hamil ataupun yang sedang menyusui karena mungkin disekresi

    dalam ASI. Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi,

    tetapi pada pasien yang mempunyai kelainan ginjal agaknya dapat

    digunakan dengan aman.

    Dosis Ondansetron 4-8 mg IV sangat efektif

    untuk menurunkan kejadian PONV. Sebagai profilaksis dosis 1-8 mg IV

    sangat efektif dalam penanganan PONV.15

    b. Antagonist Dopamin:

    Reseptor Dopamin ini mempunyai reseptor di CTZ, bila reseptor ini

    dirangsang akan terjadi muntah, antagonist Dopamin tersebut

    seperti:Benzamida (Metoklopramide dan Domperidon), Phenotiazine

    (Clorpromazine dan Proclorpromazine), dan Butirophenon( Haloperidol

    dan Droperidol). 15

    c. Antihistamin:

    Obat ini ( Prometazine dan Siklizine ) memblok H1 dan Reseptor

    muskarinik di pusat muntah. Obat ini mempunyai efek dalam

    penatalaksanaan PONV yang berhubungan dengan aktivasi sistem

  • 20

    vestibular tetapi mempunyai efek yang kecil untuk muntah yang

    dirangsang langsung di CTZ .15

    d. Obat Antikholinergik:

    Obat ini (Hyoscine hydrobromide atau Scopolamin) mencegah rangsangan

    di pusat muntah dengan memblok kerja dari acetylcolin di pada reseptor

    muskarinik di sistem vestibular .15

    e. Steroid :

    Dalam hal ini obat yang sering digunakan adalah deksametason.

    Deksametason berguna sebagai profilaksis PONV dengan cara

    menghambat pelepasan prostaglandin. Efek samping pemakaian berulang

    deksametason adalah peningkatan infeksi, supressi adrenal, tetapi tidak

    pernah dilaporkan efek samping timbul pada pemakaian dosis tunggal.

    Obat ini juga menurunkan motilitas lambung dan rangsangan aferen di

    pusat muntah, efek samping yang sering terjadi pada obat ini adalah

    pandangan kabur, retensi urine, mulut kering, drowsiness. 15

    1) Deksametason

    Deksametason adalah obat golongan steroid yang mekanisme kerjanya

    berhubungan dengan mencegah pembentukan prostaglandin dan

    merangsang pelepasan endorphin, yang mempengaruhi mood dan tingkat

    ketenangan.

    Mekanisme kerja deksametason dengan inhibisi pelepasan

    asam arachidonat, modulasi substansi yang berasal dari metabolisme asam

    arachidonat, dan pengurangan jumlah 5-HT3. Deksametason mempunyai

    efek antiemetik, diduga melalui mekanisme menghambat pelepasan

    prostaglandin secara sentral sehingga terjadi penurunan kadar 5-HT3 di

    sistem saraf pusat, menghambat pelepasan serotonin di saluran cerna

    sehingga tidak terjadi ikatan antara serotonin dengan reseptor 5-HT3,

    pelepasan endorphin, dan anti inflamasi yang kuat di daerah pembedahan

    dan diduga glukokortikoid mempunyai efek yang bervariasi pada susunan

    saraf pusat dan akan mempengaruhi regulasi dari neurotransmitter,

    densitas reseptor, transduksi sinyal dan konfigurasi neuron. 15

    Reseptor glukokortikoid juga ditemukan pada nukleus traktus

    solitaries, nucleus raphe, dan area postrema, dimana inti-inti tersebut

  • 21

    berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas mual muntah. Efek

    antiemetik Deksametason juga dihubungkan dengan supresi dari

    adrenokortikotropin yang telah diteliti responnya terhadap stimuli

    pergerakan sehingga deksametason sangat efektif dalam penanganan

    motion sickness. 15

    Deksametason memiliki waktu kerja yang lama sekitar dua jam dan

    sangat baik diberikan sebagai profilaksis saat sesudah induksi

    dibandingkan saat selesai anestesi untuk mencegah PONV.

    Deksametasone mempunyai waktu paruh 36-72 jam.

    Deksametason

    mempunyai efek yang sama pada anak-anak dan dewasa.

    Dosis

    Deksametason 4 sampai 10mg untuk dewasa, dan 150g/ KgBB untuk

    anak-anak.

    Deksametason di metabolisme di hepar dan dieksresikan

    melalui ginjal. Deksametason mempunyai efek samping seperti intoleransi

    glukosa, supressi adrenal, dan peningkatan infeksi.

    Dilaporkan juga belum

    pernah terjadi efek samping pada pemberian Deksametason dengan dosis

    tunggal sebagai profilaksis PONV. 15

    Kombinasi Ondansetron dengan Deksametason

    Kombinasi obat ini telah banyak dilaporkan sangat baik sebagai profilaksis PONV

    khususnya pada pasien-pasien resiko tinggi untuk terjadinya PONV. Cara

    kerjanya ada 3 yakni :

    a. Deksametason menurunkan level 5-hidroksitriptophan di jaringan saraf

    dengan menurunkan precursor dari triptophan

    b. Efek anti inflamasi dari deksametason dapat mencegah pelepasan serotonin di

    usus.

    c. Deksametason dapat meningkatkan efek umum dari anti emetic dengan

    meningkatkan sensibilitas dari reseptor.

    2.7.2 Non Farmakologikal

    Ada bebagai macam tehnik non farmakologikal termasuk akupuntur, rangsangan

    saraf melalui transkutaneus, acupoint stimulation, acupressure. 10

  • 22

    Gambar 5. Skema Penatalaksanaan Muntah

    2.8. PENATALAKSANAAN SINKOP VASOVAGAL

    Edukasi merupakan dasar dari pengobatan vasovagal sinkop ini.

    Pasien harus diinformasikan, meskipun kejadian sinkop akibat refleks

    vagus hampir tidak pernah mengancam nyawa, kejadiannya cenderung

    berulang, kadang dalam bentuk kelompok-kelompok serangan dan bisa

    mengakibatkan luka bila tidak dilakukan langkah-langkah pencegahan.

    Edukasi bersama dengan physical counter-pressure maneuvers (PCM)

    seperti menegangkan tangan (arm-tensing) atau leg-crossing terbukti

    bermanfaat dalam menghindari reaksi refleks vasovagal.

    Strategi untuk mengurangi kejadian sinkop dalam jangka panjang

    meliputi:

    a. Teknik fisik untuk meningkatkan toleransi ortostatik (tilt testing)

    b. Intervensi farmakologis untuk mencegah deplesi cairan intravascular

    dan meningkatkan tonus pembuluh darah arteri dan vena

    c. Pacu jantung untuk mencegah / mengobati bradikardi

  • 23

    2.8.1. Teknik Fisik

    Teknik fisik yang paling umum digunakan dan terbukti keefektifitasnya

    adalah tilt training / standing training. Tujuan dari latihan ini adalah

    meningkatkan respon neurovaskular terhadap terhadap stress ortostatik.

    Metodenya adalah sebagai berikut. Pada awalnya, latihan berdiri dilakukan dua

    kali sehari selama 3-5 menit, kemudian ditambah durasinya tiap 3-4 hari menjadi

    dua kali sehari selama 30-40 menit. Suatu studi non randomisasi mendapatkan

    penurunan kejadian NMS bila latihan ini dilakukan secara teratur. 13

    Namun,

    masalah utama adalah kepatuhan, dan suatu studi randomisasi observasi

    selanjutnya tidak memberikan hasil yang terlalu menjanjikan. Penelitian lanjutan

    mengenai hal ini masih perlu dilakukan. 14

    2.8.2. Terapi Farmakologi

    Ekspansi volume intravaskular telah menjadi dasar terapi baik untuk

    sinkop vasovagal dan sinkop ortostatik. Pendekatan yang biasanya digunakan

    dalam ekspansi volume intravaskular adalah meningkatkan asupan garam dan

    minuman kaya elektrolit. Berikut beberapa terapi farmakologik yang bisa

    digunakan :

    1. Fludrocortisone (suatu mineralokortikoid sintetik) merupakan obat untuk

    ekspansi volume yang paling sering digunakan, terutama pada pasien usia

    muda. Efek sampingnya adalah hipertensi dan hipokalemi. Namun bukti

    efikasi klinisnya sangat lemah. Beberapa studi mendapatkan hasil yang tidak

    berbeda bila dibandingkan dengan penggunaan atenolol15 dan plasebo16.

    2. Beta blockers merupakan pilihan obat untuk mencegah sinkop vasovagal

    diantara berbagai obat lain yang tersedia. Beta blockers diduga berperan

    menurunkan eskalasi adrenalin yang biasanya terjadi sebelum kejadian sinkop

    dan yang diduga menjadi bagian factor pemicu. 13

    3. Golongan vasokonstriktor dan venokonstriktor. Dalam golongan ini,

    midodrine merupakan vasokonstriktor yang tersering digunakan. Midodrine

    dimetabolisme di hati menjadi zat aktifnya, desglymidodrine, yang bekerja

    mengkonstriksi pembuluhg darah vena dan arteri, sehingga meningkatkan

    tekanan perifer, meningkatkan darah balik vena, dan menurunakn stasis vena.

  • 24

    Midodrine telah banyak diteliti dan terbukti efektifitasnya terhadap hipotensi

    ortostatik, namun belakangan ini juga terbukti efektif untuk sinkop

    vasovagal.14

    4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat

    vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan

    seperti ruptur lien).

    a) Dopamin

    Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek

    serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.

    b) Norepinefrin

    Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.

    Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika

    norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada

    pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per

    infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh

    vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung

    (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal

    kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat

    menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.

    c) Epinefrin

    Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan

    dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat

    dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus

    diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu

    diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh

    diberikan pada pasien syok neurogenik

    d) Dobutamin

    Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya

    cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui

    vasodilatasi perifer.

  • 25

    BAB III

    RINGKASAN

    Nervus vagus merupakan nervus terpanjang dari semua saraf kranial. Kata

    vagus berasal dari bahasa Latin, yang berarti 'mengembara'. Dinamakan

    demikian karena nervus vagus saraf mengembara dari batang otak kemudian

    turun untuk mempersarafi jantung, paru-paru, esophagus, lambung, usus kecil,

    hati, kandung kemih, pankreas, dan bagian atas uterus.. Kira-kira 75% dari

    seluruh serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X)

    yang melalui daerah torakal dan abdominal, Nervus vagus memiliki sifat motorik

    dan sensorik.

    Refleks vagal merupakan refleks yang dihasilkan oleh karena adanya

    perangsangan terhadap nervus vagus. Oleh karena inervasi dari nervus vagsu

    amatlah luas maka implikasi klinis yang dihasilkan oleh refleks vagal pun

    demikian luasnya. Refleks vagus berperan dalam mekanisme terjadinya

    bradikardia dan penurunan cardiac output jantung. Refleks vaggus juga berperan

    dalam mekanisme terjadinya batuk, muntah, refluks gastroesofageal, dan juga

    terjadinya sinkop vasovagal.

    Penanganan yang cepat, tepat, dan cermat sangatlah diperlukan mengingat

    reaksi yang ditimbulkan akibat refleks vagal merupakan suatu keadaan yang

    emergency sehingga diperlukan pemahaman yang baik mengenai refleks vagus itu

    sendiri dan juga agen pilihan terapi yang akan diberikan.

    25