27
Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 445 Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN Nono Sutrsino dan Effendi Pasandaran PENDAHULUAN Krisis dan kelangkaan air yang terjadi baik secara kualitas maupun kuantitas di hampir seluruh dunia mendorong timbulnya perubahan cara pandang terhadap air. Stres air yang muncul sebagai masalah serius di banyak negara di Asia dan Afrika karena kebutuhan air melebihi sumber daya yang tersedia. Kondisi demikian antara lain terdorong oleh ketidak stabilan lembaga, atau kurangnya struktur kelembagaan dan sosial yang ada, menyebabkan penerapan pendekatan terpadu untuk pengelolaan sumber daya air menjadi sulit. Pendekatan sering tidak terkoordinasi karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas (Water Aid, 2011). Demikian juga prinsip-prinsip neoliberalisme yang mendominasi kebijakan pembangunan diawal tahun 1980-an, berpengaruh terhadap kebijakan dan pembangunan di sektor air (KRUHA, 2011). Selanjutnya, dengan dilaksanakannya konferensi air dan lingkungan internasional yang diselenggarakan tahun 1992 di Dublin, Irlandia, melahirkan The Dublin Statement on Water and Sustainable Development atau Dublin Principles yang salah satu dari prinsip tersebut adalah water has an economic value in all its competing uses and should be recognized as an economic good. Lahirnya the Dublin Principles, menyebabkan banyak lembaga-lembaga internasional mereposisi kebijakan di sektor sumberdaya air termasuk Bank Dunia (KRUHA, 2011). Pendapat senada disampaikan oleh Pasandaran (2005) dengan semakin menonjolnya masalah kekurangan air di berbagai belahan dunia pendekatan sektoral dalam pengelolaan air dianggap tidak memadai. Dalam berbagai forum seperti ”World Water Forum” yang pertama tahun 2001 dicetuskan perlunya pendekatan keterpaduan dalam pengelolaan sumberdaya air atau Integrated Water Resources Management (IWRM). Demikian pula Article 26 of Plan of Implementation of The World Summit on Sustainable Development (WSSD), Johannesburg, tahun 2002, mengingatkan agar semua negara pada akhir tahun 2005 memiliki IWRM plan and Water efficiency strategy. Strategi tersebut tidak saja diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan seperti mengurangi kemiskinan, memperkuat ketahanan pangan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan melindungi ekosistem tetapi juga dalam rangka mengatasi tantangan aktual seperti kekeringan, kebanjiran, perebutan air, dan masalah sanitasi. Indonesia juga mengalami masalah serius dalam kaitannya dengan ketersediaan air, akibat penggunaan oleh berbagai sektor yang kurang bijaksana serta semakin kompleks yang menyebabkan terjadinya perubahan cara pandang terhadap air. Menurut Hasan, (2012) pada awal tahun 1970-an pengelolaan sumber daya air

REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

  • Upload
    vanthuy

  • View
    230

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 445

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

Nono Sutrsino dan Effendi Pasandaran

PENDAHULUAN

Krisis dan kelangkaan air yang terjadi baik secara kualitas maupun kuantitas di hampir seluruh dunia mendorong timbulnya perubahan cara pandang terhadap air. Stres air yang muncul sebagai masalah serius di banyak negara di Asia dan Afrika karena kebutuhan air melebihi sumber daya yang tersedia. Kondisi demikian antara lain terdorong oleh ketidak stabilan lembaga, atau kurangnya struktur kelembagaan dan sosial yang ada, menyebabkan penerapan pendekatan terpadu untuk pengelolaan sumber daya air menjadi sulit. Pendekatan sering tidak terkoordinasi karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas (Water Aid, 2011). Demikian juga prinsip-prinsip neoliberalisme yang mendominasi kebijakan pembangunan diawal tahun 1980-an, berpengaruh terhadap kebijakan dan pembangunan di sektor air (KRUHA, 2011).

Selanjutnya, dengan dilaksanakannya konferensi air dan lingkungan internasional yang diselenggarakan tahun 1992 di Dublin, Irlandia, melahirkan The Dublin Statement on Water and Sustainable Development atau Dublin Principles yang salah satu dari prinsip tersebut adalah water has an economic value in all its competing uses and should be recognized as an economic good. Lahirnya the Dublin Principles, menyebabkan banyak lembaga-lembaga internasional mereposisi kebijakan di sektor sumberdaya air termasuk Bank Dunia (KRUHA, 2011). Pendapat senada disampaikan oleh Pasandaran (2005) dengan semakin menonjolnya masalah kekurangan air di berbagai belahan dunia pendekatan sektoral dalam pengelolaan air dianggap tidak memadai. Dalam berbagai forum seperti ”World Water Forum” yang pertama tahun 2001 dicetuskan perlunya pendekatan keterpaduan dalam pengelolaan sumberdaya air atau Integrated Water Resources Management (IWRM). Demikian pula Article 26 of Plan of Implementation of The World Summit on Sustainable Development (WSSD), Johannesburg, tahun 2002, mengingatkan agar semua negara pada akhir tahun 2005 memiliki IWRM plan and Water efficiency strategy. Strategi tersebut tidak saja diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan seperti mengurangi kemiskinan, memperkuat ketahanan pangan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan melindungi ekosistem tetapi juga dalam rangka mengatasi tantangan aktual seperti kekeringan, kebanjiran, perebutan air, dan masalah sanitasi.

Indonesia juga mengalami masalah serius dalam kaitannya dengan ketersediaan air, akibat penggunaan oleh berbagai sektor yang kurang bijaksana serta semakin kompleks yang menyebabkan terjadinya perubahan cara pandang terhadap air. Menurut Hasan, (2012) pada awal tahun 1970-an pengelolaan sumber daya air

Page 2: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian446

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

masih lebih terfokus pada aspek teknis, ekonomi dan pertanian. Namun pada tahun 1990-an pengelolaan sumber daya air mulai mempertimbangkan aspek kelembagaan, dan pada tahun 2000-an aspek lingkungan mulai dipertimbangkan, juga isu perubahan iklim.

Di masa mendatang pengelolaan sumber daya air tidak bisa dipandang hanya dari aspek kualitas dan kuantitas saja, tetapi harus ditangani secara terintegrasi, komprehensif dan interdepedency. Untuk itu diperlukan reformasi pengelolaan sumber daya air, yaitu pendekatan pengelolaan sumberdaya air yang yang berwawasan lingkungan, mengakomodir perubahan peran pemerintah sebagai fasilitator bukan penyedia (provider), desentralisasi kewenangan pengelolaan dan pengembangan, mengakui HAM atas aksesibilitas air, demokratisasi artinya semua stakeholder mempunyai hak dan kewajiban yang sama, dan selaras isu global yang tertuang dalam Deklarasi Den Haag (2nd Water Forum) (Soenarno, 2004).

Reformasi pengelolaan sumberdaya air di Indonesia, harus dilihat dalam dua aspek terkait, yaitu: service management dan resources management. Service management mengacu pada penyediaan infrastruktuk seperti jaringan pipa distribusi, fasilitas pengolahan air, sumber pasokan air (supply sources) dan sebagainya, sedangkan resources management mengacu pada pengalokasian air antara sektor pertanian, industri, rumah tangga, isu-isu polusi dan sebagainya. Reformasi services management di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1987, diawali dengan reformasi kebijakan di sektor irigasi. Sejak awal pemerintahan orde baru, kebijakan irigasi difokuskan pada rehabilitasi dan pembangunan jaringan irigasi baru. Kebijakan ini secara finansial didukung oleh naiknya harga minyak internasional yang membawa berkah pada penerimaan dari sektor migas dan adanya pinjaman dari lembaga keuangan internasional dengan tujuan untuk meningkatkan produksi pertanian. Sejak tahun 1968-1993, US$10 milyar telah diinvestasikan untuk sektor irigasi dan 70% diantaranya berasal dari hutang luar negeri, untuk memperbaiki dan membangun jarigan irigasi yang mengairi 5 juta hektar sawah. Puncak dari kebijakan ini adalah tercapainya swasembada pangan pada tahun 1984.

Air memiliki multifungsi yang dapat menentukan kehidupan, selain memiliki fungsi ekonomi, juga berperan sebagai fungsi sosial dan lingkungan hidup. Terkait dengan fungsi ekonomi, air merupakan elemen utama bagi kegiatan produksi, baik di sektor pertanian maupun sektor manufaktur. Tanpa air, maka sektor-sektor tersebut tidak akan dapat berproduksi dengan baik. Khusus di bidang pertanian, air memiliki peran yang sangat penting. Tanpa air hampir dapat dipastikan kegiatan pertanian akan sangat menurun atau tidak menghasilkan. Pada saat ini masih banyak aktifitas pertanian masyarakat yang pemenuhan kebutuhan airnya masih tergantung pada siklus alam, sedangkan kini dengan adanya berbagai anomali alam (pemanasan global, dan lain-lain) siklus tersebut sudah tidak beraturan, yang berdampak pada produktifitas pertanian.

Page 3: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 447

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Hal lain yang perlu diperhitungkan adalah kondisi jaringan irigasi. Saat ini banyak jaringan irigasi yang tidak terawat/rusak, sehingga banyak yang tidak dapat berfungsi dengan baik. Tidak hanya jaringan irigasi saja yang kurang terpelihara, akan tetapi sumber-sumber air alami pun tidak terpelihara dengan baik. Banyak wilayah pegunungan dan hutan yang digunduli, sehingga daya dukung gunung dan hutan sebagai penyimpan air kini semakin berkurang. Di wilayah perkotaan banyak sungai yang tercemar karena polusi yang diakibatkan oleh perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, demikian juga embung dan danau tidak terpelihara, sehingga sumber air baku juga menjadi berkurang (Jurnal Lemhanas, 2013).

Pada waktu yang akan datang, produksi pertanian akan dipengaruhi oleh gejolak pasokan air yang menyebabkan terjadinya kekeringan dan banjir yang merupakan ancaman terus menerus bagi usahatani akibat anomali dan ketidakpastian iklim serta degradasi lahan yang semakin luas. Sehubungan dengan itu, cara pandang terhadap air harus berbeda, harus dilakukan perubahan terhadap kebijakan pengelolaan air yang ada pada saat ini, khususnya dalam rangka mendukung ketahanan pangan. Tulisan ini menyampaikan kajian mengenai perubahan cara pandang terhadap kegunaan air dengan mereformasi kebijakan pengelolaan air yang selanjutnya hasil reformasi kebijakan tersebut dapat mendukung ketahanan pangan.

KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR

Perkembangan Kebijakan Pengelolaan Air

Dalam sejarah pengelolaan air untuk irigasi di Indonesia, setidaknya dapat dikategorikan kedalam empat fase perkembangan yang didasarkan pada interaksi antara peran serta masyarakat dan pemerintah, atau dapat dikatakan antara pengelolaan berbasis masyarakat dan pemerintah. Keberadaan jaringan irigasi yang telah dibangun sejak jaman kolonial sampai saat ini tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah yang besar dalam pengelolaan irigasi untuk pertanian (Pasandaran, 2005). Perkembangan kebijakan pengelolaan air irigasi yang pada awalnya dimulai oleh petani kemudian diperbaiki dan dikembangkan oleh Belanda dan Pemerintah. Secara lebih rinci, Pasandaran (2005) menguraikan fase pengelolaan irigasi sebagai berikut:

Pertama, fase pembangunan irigasi oleh masyarakat tani. Akumulasi pengalaman masyarakat tani terjadi dalam tempo yang lama mungkin ribuan tahun seperti yang dilaporkan oleh Van Zetten Vander Meer (1979), mungkin sudah berlangsung sejak 16 abad sebelum masehi, dimulai dengan pembangunan sawah tadah hujan, dan kemudian disusul dengan penemuan teknologi mengalihkan air dari sungai. Walaupun teknologi pengalihan aliran air tersebut bersifat sederhana yaitu pengambilan bebas (free intake), namun makna dari temuan tersebut adalah terjadinya perubahan sosial seperti pembagian tenaga kerja dan akumulasi

Page 4: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian448

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat yang diperkirakan berlangsung sejak penghujung milenium pertama.

Kedua, fase koeksistensi antara irigasi masyarakat dan irigasi berbasis pemerintah. Sejak pertengahan abad 19 irigasi dalam skala besar dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda. Fase ini berlangsung lebih dari satu abad, (sejak 1848 – pertengahan dasawarsa tujuh puluhan). Walaupun pemerintah kolonial Belanda membangun irigasi skala besar pada sistem persawahan dan irigasi yang dirintis oleh masyarakat namun masyarakat tani tetap melanjutkan pengembangan sistem irigasi mereka sendiri. Sistem irigasi yang dibangun masyarakat sering dianggap sebagai sistem irigasi liar karena bangunannya bersifat sementara yang mudah rusak bila diterjang banjir. Secara khusus, sistem irigasi masyarakat yang dianggap baik oleh pakar Belanda adalah irigasi subak di Bali dan sistem irigasi yang dibangun di daerah Solo dan Yogya (Witzenburg, 1936; Van der Giessen, 1946).

Ketiga, fase dominasi peranan pemerintah dalam pengelolaan irigasi. Investasi irigasi dilakukan secara besar besaran pada dasawarsa tujuh puluhan dan delapan puluhan dengan tujuan mewujudkan tercapainya swasembada beras. Adanya teknologi revolusi hijau yang responsif terhadap air memerlukan upaya perbaikan infrastruktur irigasi yang sudah ada dan perluasan system irigasi khususnya di luar Jawa. Upaya tersebut sangat ditunjang oleh melonjaknya harga minyak dipasar internasional yang memperkuat dukungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan utang luar negeri yang dalam tahap awal dilakukan melalui proyek irigasi dengan bantuan IBRD/IDA. Dengan adanya dukungan finansial yang kuat, pemerintah melalui proyek PROSIDA ikut memperbaiki sistem irigasi tersier dengan introduksi rancangbangun yang standar seperti bangunan pembagian air yang dilaksanakan melalui pihak ketiga. Demikian pula dengan menggunakan momentum keadaan iklim ekstrim seperti musim kemarau yang panjang telah dilakukan perbaikan irigasi masyarakat dengan standar rancangbangun pemerintah tanpa memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan yang berlaku setempat. Termasuk dalam kategori tersebut antara lain perbaikan irigasi di daerah irigasi Subak melalui Bali Irrigation Project pada dasawarsa delapan puluhan yang tidak saja mereduksi otonomi Subak tetapi juga mendorong ketergantungan Subak pada manajemen oleh pemerintah.

Keempat, fase reformasi pengelolaan irigasi dan sumberdaya air pada umumnya seiring dengan desentralisasi dan otonomi daerah. Fase ini didahului oleh Kepres no 3/ 1999 dan PP 77 tahun 2001 tentang irigasi yang pada hakekatnya menyerahkan kewenangan pengelolaan irigasi kepada Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Sementara proses penyerahan kewenangan tersebut sedang berlangsung melalui program Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) upaya penyusunan RUU Sumberdaya Air juga dipersiapkan. Pada fase ini terjadi pertarungan berbagai kepentingan, misalnya antara kepentingan melanjutkan reformasi irigasi yang memberikan penekanan pada upaya pemberdayaan petani melalui pemberian kewenangan pengelolaan yang lebih besar dengan kepentingan mempertahankan kerangka pengelolaan yang sudah berjalan selama ini melalui pendekatan investasi, serta antara upaya memberikan peluang yang besar bagi sektor swasta dalam

Page 5: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 449

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

pengelolaan sumberdaya air dengan upaya yang menolak peran sektor swasta Reformasi irigasi pada fase ini juga dipengaruhi oleh kecenderungan global yang menekankan keterpaduan pengelolaan sumberdaya air.

Berbeda dengan fase ketiga yang dicirikan oleh dominasi pemerintah dalam pengelolaan irigasi maka reformasi fase keempat diharapkan menghasilkan suatu keseimbangan dalam menerapkan peran dari berbagai aktor yang terlibat dan dalam menerapkan fungsi air yaitu fungsi ekonomi, fungsi sosial dan fungsi keberlanjutan lingkungan sumberdaya air.

Penerapan kebijakan air yang lebih nyata dapat dilihat pada periode Pelita I (1968- 1973), dengan ditetapkannya prioritas pembangunan pada peningkatan produksi pangan. Dengan ditetapkannya prioritas tersebut maka dukungan pengairan diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang cepat menghasilkan (quick yielding) yaitu melakukan rehabilitasi jaringan irigasi yang rusak karena kurangnya pemeliharaan. Di samping itu dilakukan juga pembangunan jaringan irigasi baru di daerah prioritas, terutama di pusat-pusat produksi beras.

Pada periode Pelita II (1973-1978), pembangunan pengairan ditujukan untuk menunjang usaha peningkatan produksi pangan, mengamankan daerah produksi pangan, menunjang pelaksanaan transmigrasi, dan menunjang perkembangan industri. Pembangunan sektor pertanian menuju swasembada pangan dilaksanakan melalui peningkatan sektor industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku dan barang jadi. Untuk itu, pembangunan irigasi diperluas dengan reklamasi rawa dan pengembangan persawahan pasang surut. Dalam kurun waktu ini diundangkan UU No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan sebagai wujud legal dari kebijakan umum di bidang air dan sumber air serta menjadi pedoman umum bagi penyelenggaraan pengairan. Terbitnya UU tersebut merupakan prestasi tersendiri karena pada waktu itu belum banyak negara memiliki UU tentang air seperti yang telah dibuat di Indonesia.

Upaya pembangunan pengairan pada periode Pelita III (1978-1983) dilanjutkan dan diperkuat dengan penetapan kebijakan berupa PP No.22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air dan PP No.23 Tahun 1982 tentang Irigasi. Peraturan ini menjadi pedoman bagi pembangunan dan pengelolaan pengairan. Selanjutnya pada periode Pelita IV (1983- 1988), sejalan dengan dimulainya pembangunan industri untuk mengolah barang jadi menjadi bahan hasil indutri yang mempunyai nilai tambah, maka pembangunan pengairan juga dituntut untuk mendukung agenda tersebut.

Pada periode Pelita V (1988-1993), sejalan dengan pembangunan nasional yang diarahkan untuk mencapai industri yang maju didukung oleh pertanian yang tangguh, maka pembangunan pengairan juga mengikuti pendekatan tersebut melalui dukungan pada pembangunan kedua sektor secara seimbang, yaitu industri dan pertanian. Dalam kurun waktu ini terbit peraturan-peraturan pelaksanaan dari UU No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan, yaitu PP No.20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, PP No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa dan PP No. 35

Page 6: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian450

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

Tahun 1991 tentang Sungai yang merupakan penetapan kebijakan air pada lingkup masing-masing.

Pada periode Pelita VI (1993-1998) pembangunan nasional diarahkan pada pembangunan industri yang maju didukung oleh pertanian yang tangguh. Dengan perkembangan industri yang sangat pesat maka dukungan pengairan memberi prioritas pada pembangunan sektor industri. Memasuki periode krisis pada akhir Pelita VI, Pemerintah tetap melakukan investasi infrastruktur sumberdaya air terutama terkait dengan dukungan terhadap pengamanan produksi padi nasional Dharma (2010)

Kebijakan Pengelolaan Air Kementerian PU

Adanya permasalahaan yang serius mengenai keterbatasan ketersediaan air, menyebabkan Kementerian PU menyusun kebijakan pengelolaan air dalam rangka menjaga ketahanan air, antara lain kebijakan pemanfaatan daya guna air yang efisien, konservasi, perlindungan dari pencemaran, sistem distribusi air yang baik agar tidak terjadi kebocoran dan agar masyarakat ikut serta dalam ketahanan air seperti melakukan pembuatan biopori dan reuse. Kontribusi Kementerian PU secara teknis, dalam pengelolaan air adalah membangun infrastruktur di bidang sumber daya air yakni bendungan, waduk, jaringan irigasi dan sistem pengendali banjir (Amron, 2010). Ditambahkan oleh Kirmanto (2012), bahwa dalam rangka membangun ketahanan air nasional yang lebih kuat diperlukan Program dan Pelaksanaan pengelolaan sumberdaya air (SDA) yang disusun berdasarkan Rencana Pengelolaan SDA, dan sampai saat ini telah terbangun waduk dengan total tampungan sebesar 14 miliar m3 dan sedang dibangun waduk baru dengan tambahan tampungan sebesar 5,6 miliar m3. Tambahan tampungan tersebut, antara lain Waduk Jatigede dengan kapasitas tampung 980 juta m3 yang direncanakan selesai pada tahun 2013. Waduk Jatibarang dengan kapasitas tampung 20,4 juta m3 yang direncanakan selesai pada tahun 2014 dan Waduk Karian dengan kapasitas tampung 314 juta m3 yang direncanakan selesai tahun 2015.

Kebutuhan air untuk berbagai sektor berkembang dari waktu ke waktu sebagai akibat meningkatnya kebutuhan pangan karena jumlah penduduk yang terus meningkat serta kebutuhan sektor lain yang semuanya memerlukan air untuk kebutuhan produksinya. Berkaitan dengan tuntutan kebutuhan terhadap air yang terus meningkat, Pasandaran et al, (2010), menyatakan bahwa perkembangan nilai air dan lahan sangat berbeda bila dibandingkan pada saat ini dengan fase awal. Pada fase awal, lahan dan air tersedia berlebihan, nilainnya rendah dan konflik pemanfaatannya rendah. Pada fase berikutnya, terjadi perbaikan efisiensi sumberdaya air, nilai air dan lahan meningkat dan konflik lokal mulai muncul. Selanjutnya pada fase ke 3, terjadi transfer sumberdaya lahan dan air ke sektor penggunaan yang bernilai ekonomi lebih tinggi, nilai lahan dan air tinggi serta konflik lokal dan antar sektor meluas.

Pengalokasian dan pendistribusian air antar sektor dan antar wilayah makin kompleks dengan potensi konflik yang cenderung meningkat. Kondisi ini diakibatkan oleh kemampuan pasokan air yang makin menurun dengan tingkat ketidak pastian

Page 7: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 451

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

yang tinggi, serta pengguna yang makin beragam dan banyak jumlahnya. Kebutuhan air untuk nonpertanian yang meningkat yaitu sektor industri, perkotaan dan pemukiman, pertambangan, pembangkit tenaga listrik, pariwisata, air minum, kesehatan dan lain-lain akan menurunkan kemampuan pasokan air irigasi di suatu wilayah. Pada sisi lain, regulasi tentang penggunaan sumber daya air yang terkoordinasi dan holistik untuk melayani kebutuhan seluruh sektor belum tersosialisasikan secara baik ke seluruh lapisan masyarakat.

Kondisi demikian akan menimbulkan konflik alokasi air antar sektor dan antar wilayah, dan bahkan akan terjadi peningkatan konflik dari konflik tertutup menjadi konflik terbuka. Pengguna air umumnya mengabaikan usaha konservasi air yang seharusnya dilakukan. Hal ini makin memberikan tekanan terhadap ketersediaan sumber daya air dan pasokan air untuk berbagai penggunaan (Sosiawan dan Subagyono, 2009).

Permasalahan alokasi dan distribusi air sering muncul meskipun alokasi dan distribusi air antar sektor/pengguna sudah ditetapkan, namun dalam implementasi di lapangan sangat beragam terutama pada musim kemarau. Hal ini terjadi akibat alokasi yang sudah direncanakan tidak selalu tepat sasaran dalam hal kuantitas dan waktu pendistribusian, sehingga sangat merugikan sektor pertanian. Sebagai contoh Perum Jasa Tirta II sudah memperkirakan bahwa tidak akan terjadi defisit air sampai dengan musim kemarau 2004, tetapi Kompas (2004) mengungkapkan bahwa sebagian besar kawasan pertanian di pantura Jawa Barat mengalami keterlambatan tanam sekitar satu hingga satu setengah bulan pada awal musim tanam I (2003/2004). Dari total lahan seluas 240.000 ha yang mendapat air irigasi terdapat sekitar 30.738 ha yang belum ditanami padi hingga akhir Januari 2004. Daerah yang mengalami keterlambatan paling parah adalah Karawang, bahkan ada beberapa petani yang tidak bisa menanam selama setahun akibat keterlambatan tanam tahun lalu (Rejekiningrum, 2011).

Untuk mengatasi terjadinya keterbatasan pasokan (supply) di satu pihak dan peningkatan kebutuhan (demand) di bagian lain menuntut alokasi air antarsektor yang adil. Proportional watersharing merupakan pendekatan yang memposisikan setiap agen pengguna air secara proporsional dalam hal kontribusi manfaat (Irianto, 2004), pendekatan demikian sudah selayaknya menjadi kebijakan Kementerian PU dalam pengalokasian air.

Untuk mengalokasikan dan mendistribusikan air secara proporsional dan mengurangi konflik antar sektor pengguna air, kebutuhan air setiap sektor harus ditetapkan, dan jaringan distribusi air harus dibangun secara luas. Identifikasi, karakterisasi, dan penetapan kebutuhan air serta sosialisasi hasil penetapan proporsi kebutuhan tersebut pada setiap sektor pengguna air perlu segera dilakukan. Alokasi air untuk sektor pertanian, rumah tangga, domestik, industri, dan lingkungan diatur sesuai dengan kaidah pengelolaan sumber daya air, yang intinya untuk mengendalikan keseimbangan sumberdaya air dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan kepentingan ekonomi secara selaras. Dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk, kontribusi sektor pertanian, air minum, industri, serta potensi lestari

Page 8: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian452

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

pemanfaatan mata air dan lingkungan, dapat ditetapkan alokasi penggunaan air masing-masing pemangku kepentingan. Alokasi penggunaan air yang dimaksud harus mempertimbangkan potensi sumber daya air dalam hal volume yang tersedia menurut ruang dan waktu, serta permintaan dari berbagai pemangku kepentingan dengan segala konsekuensi logis dan risiko paling minimum. Pemanfaatan air secara efisien dengan mempertimbangkan kebutuhan yang rasional dan pasokan yang makin terbatas perlu dilakukan.

Menurut Rejekiningrum (2011), prinsip konsep water sharing kedepan adalah dalam keadilan dan keberlanjutan, keadilan mengandung makna bahwa semua stakeholder pengguna air memiliki akses terhadap sumber daya air atau mendapatkan alokasi yang optimal sesuai kebutuhannya. Sedangkan keberlanjutan mengandung makna bahwa penggunaan sumber daya air tidak hanya memenuhi kebutuhan saat ini tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan generasi mendatang sehingga penggunaan sumber daya air harus diupayakan untuk penyediaan cadangan air yang cukup untuk memelihara ekosistem dan meminimalkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, setiap pengguna air harus melakukan upaya konservasi air dan ini perlu dituangkan dalam peraturan perundangan yang mengikat dan dilaksanakan secara konsisten. Pemerintah perlu memfasilitasi pengguna air dalam melaksanakan konservasi air.

Salah satu contoh keberhasilan proportional water sharing di Indonesia dan sudah dilaksanakan sejak dulu adalah Subak di Bali. Menurut Sutrisna (2011) Sistem subak merupakan suatu sistem irigasi yang mengatur pembagian pengelolaan airnya yang berdasarkan pada pola-pikir harmoni dan kebersamaan yang berlandaskan pada aturan-aturan formal dan nilai-nilai agama. Subak sebagai lembaga yang berwatak sosio-kultural memiliki kekuatan dan kearifan, yakni fleksibel dan mampu menyerap teknologi pertanian maupun menyerap kebudayaan yang berkembang pada masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, setiap kegiatan dalam subak selalu mencerminkan keseimbangan hubungan yang harmonis dan serasi sesama manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan.

Prinsip Subak, bila irigasi berjalan baik, dalam arti air tersedia optimal, petani menikmati kecukupan air bersama-sama. Demikian juga sebaliknya, pada saat air irigasi sangat kecil, mereka akan mendapat air yang terbatas secara bersama-sama. Untuk penentuan jadwal tanam, petani melaksanakannya secara tepat waktu. Waktu tanam ditetapkan dalam sebuah kurun waktu tertentu. Umumnya, ditetapkan dalam rentang waktu dua minggu. Petani yang melanggar akan dikenakan sanksi.

Dalam konteks kebijakan pengelolaan air mendukung ketahanan pangan, relevansi masalah transboundary terjadi pada DAS besar seperti DAS Brantas, Bengawan Solo, Citarum, Cimanuk, Batanghari, Asahan, Musi, Way Sekampung, Kapuas, Barito, Mahakam, Sadang, Digul, yang memerlukan kesepakatan bersama antara pemerintah Kabupaten dan kota atau bahkan antara propinsi yang terkait. Semakin seringnya muncul fenomena banjir dan kekeringan dengan dampak yang semakin meluas muncul kesadaran ekologi melalui upaya advokasi untuk memulihkan sumber daya yang rusak agar dapat mewariskan sumber daya tersebut ke generasi yang akan datang. Dalam arti mengelola lahan dan air dari mulai hulu sampai hilir DAS

Page 9: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 453

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

sehingga banjir dan kekeringan bisa dikurangi, lahan dapat digunakan secara berkelanjutan dan air tersedia sepanjang tahun.

Menurut Pasandaran (2010), keterkaitan geografis antar wilayah dalam suatu DAS juga mendorong terjadinya hubungan interaktif antar pelaku. Khususnya untuk sumber daya yang bersifat mengalir seperti air tidak dapat diklaim suatu kepemilikan yang bersifat eksklusif. Misalnya pemanfaatan mata air dihilir untuk keperluan air minum dapat berlangsung karena lingkungan yaang masih terpelihara di hulu. Air sebagai common pool reources membawa implikasi bahwa keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan air hendaknya dapat dibagi secara adil dengan para pihak yang memelihara kelestarian lingkungan. Dalam hubungan tersebut akhir-akhir ini muncul politik advokasi berupa iuran jasa lingkungan atau environmental service fee. Walaupun dalam preakteknya sudah ada beberapa contoh pelaksanaan yang dianggap berhasil namun pada umumnya konsep tersebut tidaklah mudah dilaksanakan secara adil. Hal tersebut disebabkan oleh sangat beragamnya pemanfaatan dan kemampuan untuk mengakses sumber daya tersebut. Demikian pula dampak eksternalitas seperti seperti pemompaan air tanah yang berlebihan oleh pihak yang mempunyai kemampuan finansial membawa dampak negatif bagi pihak yang relatif rendah kemampuan finansialnya. Politik perundang-undangan sangat diperlukan dalam mengatur hak guna air khususnya di wilayah DAS yang sudah dianggap tertutup (river basin closure). Pada DAS seperti itu tambahan pemanfaatan air oleh salah satu pihak dapat mengurangi ketersediaan air untuk pihak lain.

Kebijakan Pengelolaan Air Kementerian Pertanian

Peran strategis sektor pertanian yang besar dalam pembangunan, belum sepenuhnya mendapat dukungan yang memadai dari sektor lainnya, termasuk subsektor infrastruktur pertanian dan pedesaan, baik mengenai jumlah, kualitas, dan aksesibilitas di tingkat nasional sampai ke tingkat kabupaten sehingga efisiensi, produktivitas, dan daya saing produk pertanian masih rendah. Menurut Bank Dunia (1998), kontribusi infrastruktur lahan dan air sebagai media terpenting dalam pembangunan pertanian terhadap produksi pertanian berkisar antara 16-68 persen dan dirasakan perannya sampai saat ini masih belum memadai sehingga perlu penanganan lebih serius lagi.

Ketersediaan dan kebutuhan air untuk pertanian senantiasa berkembang setiap tahun, akibat meningkatnya tuntutan dan kebutuhan riil di lapangan. Akibat terjadinya pertumbuhan penduduk yang tinggi serta kebutuhan sektor lain yang semuanya memerlukan air sebagai basis usaha ekonomis. Pada awal tahun 1970-an air dirasakan oleh masyarakat sebagai pemberian Tuhan terutama pada musim hujan, tetapi sekarang telah terjadi pergeseran dimana air sudah mempunyai nilai ekonomis dan harus dimasukkan ke dalam biaya produksi. Hal ini muncul disebabkan salah satunya adalah akibat pasokan air sudah semakin langka. Permasalahan air yang dihadapi Indonesia adalah keterbatasan sumber daya air di satu sisi, dan di sisi lainnya meningkatnya kebutuhan air untuk sektor pertanian, industri, perkotaan dan

Page 10: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian454

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

pemukiman, pertambangan, pembangkit tenaga listrik, pariwisata, air minum, kesehatan dan lain-lain. Sementara itu, regulasi tentang penggunaan sumber daya air yang terkoordinasi dan holistik untuk melayani kebutuhan seluruh sektor belum tersosialisasikan secara baik ke seluruh lapisan masyarakat. Pada waktu bersamaan, upaya pengendalian pembalakan liar dan pelestarian serta pengelolaan hutan sebagai sumber mata air” di bagian hulu belum dapat terkendali dengan baik. Akibatnya penyediaan air untuk sektor pertanian semakin berkurang, walaupun prasarana pengairan telah tersedia. Dengan kelangkaan air ini maka pembangunan pertanian belum memberikan kontribusi optimal dalam ketahanan dan swasembada pangan nasional.

Berdasarkan kenyataan di lapangan, kinerja prasarana irigasi yang dikelola oleh pemerintah masih terbatas pada 4,8 juta ha dari total 5,7 juta ha pada lahan irigasi sawah, dan itu pun terbatas pada penyediaan jaringan utama. Sebagian besar jaringan irigasi tesebut belum berfungsi optimal akibat berbagai faktor, antara lain keterbatasan sumber daya air, pengelolaan lahan hulu DAS dan daerah tangkapan air (catchment area) belum baik sehingga menimbulkan sedimen yang tinggi (IWMI, 2010), kualitas bangunan irigasi menurun, partisipasi sektor swasta dan masyarakat sebagai penerima manfaat masih rendah, pandangan pihak tentang air masih bervariasi, dan dana operasi dan pemeliharaan dari pemerintah pusat maupun daerah sangat terbatas. Kebijakan sektor pertanian hanya melakukan pelayanan air irigasi untuk masyarakat yang masih terfokus pada padi sawah, belum sampai menyentuh irigasi lahan kering. Hal ini terkait dengan peran beras yang masih dianggap merupakan suatu komoditas makanan utama dan politis, yang perlu diamankan dan dipenuhi setiap tahun, sehingga perlu penyediaan air yang mencukupi untuk seluas 4,5 juta ha. Untuk memenuhi ketersediaan air lahan padi sawah di Indonesia, beberapa pakar masih mempunyai persepsi yang berbeda. Di satu pihak, jaringan irigasi dituntut untuk dapat memberi jaminan agar tanaman padi dapat ditanami dua kali dalam setahun atau bahkan sampai 3 kali, baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Di sisi lain, beberapa pihak berpendapat bahwa jaringan irigasi tidak memberi jaminan tanam dua kali setahun apalagi sampai 3 kali. Di beberapa jaringan irigasi teknis dan setengah teknis di Jawa, irigasi sebenarnya harus dapat menjamin ketesediaan air untuk pertanaman dua kali padi. Namun akibat berbagai perubahan ekosistem terutama di bagian hulu dimana kawasan daerah tangkapan air sudah berubah menyebabkan pasokan air ke bendung mengalami penurunan.

Para pengambil kebijakan di sektor pengairan dan pertanian tidak dapat memberi jaminan adanya pasokan air secara memadai kepada petani, walaupun kondisi ini memungkinkan mengakibatkan kegagalan panen. Terjadinya kegagalan panen identik dengan terganggunya stabilitas ketahanan pangan baik di tingkat rumah tangga petani maupun nasional. Untuk ini perlu suatu dukungan pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan layanan prima kepada stakeholder mulai dari tingkat pusat sampai tingkat lapang dalam dukungan prasarana serta ketersediaan dana realisasi, sehingga sasaran produksi dan ketahanan pangan dapat terkendali secara nyata. Selain itu, kebijakan irigasi untuk lahan kering merupakan pemikiran yang harus menjadi pertimbangan kedepan. Karena potensi lahan kering sangat tinggi sebagai

Page 11: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 455

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

penyumbangan pangan. Oleh karena itu gagasan pengelolaan sumber daya air yang tepat dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber air untuk irigasi lahan kering, perlu di kemukakan.

Adanya ketidak pastian jaminan ketersediaan air untuk pertanian secara terus menerus, serta adanya pemikiran irigasi lahan kering kedepan, mengharuskan Kementerian Pertanian menetapkan kebijakan dalam pengelolaan sumber daya air yang dapat menyediakan air sepanjang tahun. Salah satu kebijakan yang harus ditetapkan adalah usaha pengelolaan sumber daya air dengan melaksanakan panen hujan dan aliran permukaan. Panen hujan dan aliran permukaan melalui modifikasi terhadap karakteristik hidrologis daerah aliran sungai, merupakan alternatif untuk menampung air di musim hujan dan menyediakan serta mendistribusikannya agar tidak mengalami kekeringan pada musim kemarau. Untuk meningkatkan motivasi petani, maka teknologi panen hujan-aliran permukaan tersebut perlu diintegrasikan dengan sistem usahatani dengan mengembangkan komoditas bernilai ekonomi tinggi (Heryani, et al., 2001).

Berdasarkan pengalaman dari beberapa penelitian, peningkatan ketersediaan air menurut ruang (spatial) dan waktu (temporal) akan berdampak terhadap peningkatan indeks panen (IP) dan jumlah serta jenis komoditas yang dapat dibudidayakan. Pada umumnya terjadi perubahan pola tanam dari tanaman pangan ke komoditas hortikultura/bernilai ekonomi tinggi. Perubahan komoditas ini membutuhkan tambahan air irigasi atau pengelolaan sumber air terutama pada awal musim kemarau. Diversifikasi jenis dan jumlah komoditas yang diusahakan juga akan menghabiskan curahan tenaga kerja petani pada komoditas tersebut. Meskipun secara ekonomis dampak panen hujan dan aliran permukaan sangat menguntungkan, namun hasilnya belum mencapai optimal. Untuk itu diperlukan introduksi teknologi dalam mendistribusikan air yang lebih hemat tenaga kerja (less labor intensive) (Irianto et al., 2002).

Kendala dalam implementasi panen hujan dan aliran permukaan lainnya adalah status pemilikan lahan yang umumnya petani penggarap dan hanya sebagian kecil saja yang merupakan petani pemilik. Kondisi ini menyebabkan motivasi petani dalam adopsi dan pengembangan panen hujan dan aliran lebih rendah dibandingkan apabila statusnya adalah pemilik. Sistem budidaya klasik dengan ciri monokultur tanaman pangan seperti padi, ubi kayu atau jagung yang memberikan keuntungan lebih rendah dengan risiko tinggi juga merupakan masalah penting yang menyebabkan pengembangan panen hujan dan aliran permukaan belum seperti yang diharapkan. Untuk meningkatkan minat dan motivasi petani dalam pengembangan panen hujan dan aliran permukaan, maka diperlukan sistem usaha tani yang optimum berdasarkan kombinasi komoditas bernilai ekonomis yang sesuai untuk dibudidayakan.

Sehubungan dengan manfaat ganda (multiplier effect) yang ditimbulkan dari panen hujan dan aliran permukaan sangat banyak dan tidak terbatas pada lahan kering, melainkan juga lahan sawah, rawa dan pantai yang ada di bagian bawahnya, maka pengembangan teknologi ini perlu didukung secara finansial dari ekosistem di

Page 12: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian456

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

bawahnya dengan komitmen yang memadai dari perencana, pengambil kebijakan dan pelaksana lapang.

Ada beberapa teknik panen hujan dan penggunaannya yang telah diaplikasikan sebagai bagian dari aktivitas pertanian tradisional oleh beberapa generasi masyarakat pertanian di Ethiopia sejak tahun 1970. Cara ini termasuk teknik pengelolaan kesuburan tanah secara tradisional, panen hujan, dan konservasi kelembaban tanah. Selain untuk memenuhi keperluan pertanian seperti panen hujan yang disimpan dalam bentuk kolam (ponds), dam kecil (micro dams), tumpukan batu dan teras, ada juga penampungan air dari atap rumah untuk memenuhi kebutuhan domestik (Alamerew, 2003). Di beberapa wilayah di Negara Cina seperti di Cina bagian tenggara (Zhu, 2003) dan Thailand (Aksornrat, 2003) dam parit dikenal dengan istilah channel network yang berguna selain sebagai tempat penyimpanan juga berfungsi untuk sistem pendistribusian air.

Menurut Molden (2007), ada beberapa tahapan untuk menampung air hujan yang dapat meningkatkan hasil dan pendapatan, yang telah dilakukan di Afrika yaitu:

1. Menyediakan air hujan lebih banyak untuk tanaman pada saat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan dengan menangkap air hujan lebih banyak, menyimpan untuk dipergunakan pada saat diperlukan, menambahkan irigasi pada lahan tadah hujan, menggunakan air dengan efisien, dan upaya-upaya untuk mengurangi evaporasi. Selain panen hujan, beberapa hal yang yang dapat dilakukan yaitu irigasi suplementer, olah tanah konservasi, dan teknologi irigasi skala kecil (dengan pompa atau irigasi tetes).

2. Peningkatan kapasitas, dalam hal ini pembuat kebijakan dan perencana irigasi perlu mengembangkan dan membuat strategi pengelolaan air. Tenaga penyuluh harus memiliki kemampuan dan komitmen untuk menyampaikan teknik eksploitasi air hujan kepada petani dan bekerja sama dengan mereka untuk beradaptasi dan berinovasi sesuai kondisi spesifik lokasi.

3. Mengembangkan kebijakan pengelolaan air dan pertanian serta institusinya. Pengelolaan air hujan di DAS bagian hulu dan on farm harus masuk didalam rencana pengelolaan. Selain itu diperlukan dukungan pemerintah terutama yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya air, irigasi, atau penyedia informasi agronomi untuk petani.

Panen hujan dan aliran permukaan yang sudah dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian adalah: embung, lebung, sumur renteng, situ, dan dam parit. Dam parit (channel reservoir) merupakan saluran (channel) berupa alur sungai, parit, selokan, sungai alam, yang digunakan untuk menampung, menyimpan dan mendistribusikan air saat diperlukan. Teknologi ini merupakan salah satu bentuk teknologi panen hujan dan aliran permukaan yang sudah dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian sejak tahun 2001. Indikator keberhasilan pengembangan dam parit dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu: (1) peningkatan luas, intensitas tanam, keragaman dan produksi tanaman, (2) peningkatan ketersediaan dan distribusi air menurut ruang dan waktu (3) penurunan debit puncak (peak discharge) dan waktu

Page 13: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 457

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

menuju debit maksimum (time to peak discharge) (Karama S. 2001a; Heryani dan Sutrisno 2005; Heryani et al., 2001a, Heryani et al., 2001b dan 2001c, Irianto dan Heryani, 2002). Manfaat lain dari pengembangan dam parit adalah peningkatan cadangan air tanah akibat peningkatan volume dan durasi aliran ke samping (seepage) dan perkolasi ke dalam tanah (water percolation).

PANGAN NASIONAL SAAT INI

Ketersediaan Pangan Nasional.

Kondisi iklim yang tidak menentu akibat pemanasan global telah mengakibatkan menurunnya produksi pangan penting didunia, antara lain di beberapa negara di Afrika bagian Barat (Nigeria dan Chad), Afrika bagian Timur (Somalia, Kenya, Eritrea, Ethiopia, Sudan dan Uganda), Afrika bagian Selatan (Zimbabwe, Malawi, Mozambique, Madagascar, Swaziland, Lesotho, dan Angola), Democratic Republic of the Congo, Burundi, Filipina, Myanmar, Srilanka, Pakistan, Bangladesh, Nepal, Afganistan, serta Amerika Tengah dan Karibia. Selain akibat kondisi iklim yang tidak menentu, penurunan produksi pangan diperparah dengan adanya konflik warga sipil yang terus berkelanjutan terutama di negara Somalia dan Sudan. Kondisi ini tergambar pada produksi pangan pokok dunia tahun 2009/2010 seperti beras, gandum, dan sereal yang turun masing-masing 1,9 persen; 0,4 persen; dan 2,0 persen dibandingkan dengan tahun 2008/2009 yaitu masing-masing sebesar 459,6 juta; 681,4 juta;dan 2.284,1juta ton (FAO, 2009).

Berbeda dengan kondisi tersebut di atas, di Indonesa, pada periode 2005 –2009, sebagian besar produksi pangan pokok mengalami peningkatan, yaitu padi , jagung, kedelai , ubi kayu, ubi jalar, sayur, buah-buahan, minyak sawit (CPO), gula putih, telur, susu, dan ikan. Sedangkan produksi pangan penting yang mengalami penurunan adalah kacang tanah, daging asap dan kerbau serta daging ayam. Untuk pangan nabati, peningkatan pertumbuhan yang cukup besar berturut-turut terdapat pada produks jagung yang naik dengan rata-rata 8,49 persen per tahun dan gula putih 6,88 persen per tahun. Sedangkan peningkatan pertumbuhan yang cukup tinggi pada pangan hewan terdapat pada produksi telur yang mencapa kenaikan rata-rata 9 persen per tahun serta susu yang naik 6,5 persen per tahun.

Menurut Tim Riset Pangan IPB, (2009), kondisi pangan nasional saat ini dan kedepan mengalami tantangan sangat berat akibat faktor eksternal dan internal yang akan membawa harga pangan meningkat dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2007. Faktor eksternal: 1) kenaikan harga pangan di pasar dunia; 2) adanya penurunan produksi pangan dunia karena perubahan iklim global, minimbulkan bencana kekeringan atau banjir di negara produsen utama (misal untuk kedelai di Argentina, Brazil dan Amerika Serikat); 3) konversi bahan pangan ke bahan bakar nabati; 4) naiknya harga minyak dunia mendorong kenaikan ongkos transportasi; 5) monopoli perdagangan biji-bijian oleh korporasi multinasional; 6) masuknya investor

Page 14: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian458

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

asing ke bursa komoditas. Faktor internal: 1) konversi lahan sawah ke pemukiman dan industri; 2) penambahan luas areal panen hanya sedikit sekitar 1,4 % pada tahun 2008; 3) produktivitas pangan relatif tetap; 4) keuntungan atau margin yang diterima petani sawah kecil, malah ada yang rugi, bila dibandingkan dengan usaha hortikultura; 5) harga komoditas pangan relatif rendah sehingga sektor ini tidak terlalu menggairahkan dan membanggakan untuk penghidupan keluarga rumah tangga. Ditambahkan oleh BPN, (2008), konversi lahan sawah sudah terjadi lebih dari 3 juta ha untuk pemukiman. Kondisi lahan yang dikonversi adalah umumnya tergolong lahan subur dan beririgasi. Untuk pembukaan lahan sawah baru, biasanya lahan yang tidak subur dan memerlukan biaya lebih mahal karena termasuk membangun infrastruktur irigasi baru.

Perkembangan produksi pangan nasional, menunjukkan hasil yang positif, terjadi peningkatan dari tahun ke tahun (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1, produksi padi menunjukkan peningkatan dari 52 juta ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 2000 menjadi 64 juta ton lebih pada tahun 2009, dengan laju peningkatan 1,8% per tahun. Adanya peningkatan produksi padi disebabkan adanya peningkatan luas panen 0,5% dan peningkatan produktivitas 1,3% per tahun. Namun demikian, upaya selanjutnya meningkatkan luas panen akan semakin sulit dilakukan, khususnya di Jawa, Sumatera, dan Nusa Tenggara.

Dukungan Teknologi Inovatif terhadap Ketahanan Pangan

Dukungan teknologi terhadap peningkatan produksi pangan sudah dilakukan sejak adanya revolusi industri yaitu dengan teknologi pemupukan. Menurut Manan (2006), Dampak revolusi hijau di Indonesia sudah terlihat secara nyata pada lahan sawah yang secara intensif diusahakan dengan tanaman padi dan palawija yang menggunakan masukan yang tinggi dalam rangka mencapai swasembada beras.

Tabel 1. Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi padi dalam periode 2000-2009.

Tahun Areal (000 ha)

Produktivitas (ton/ha) gkg

Produksi (000 ton) gkg

2000 11.793 4,40 51.889 2001 11.500 4,39 50.485 2002 11.521 4,47 51.500 2003 11.477 4,54 52.107 2004 11.908 4,54 54.064 2005 11.839 4,57 54.151 2006 11.786 4,62 54.455 2007 12.148 4,71 57.155 2008 12.309 4,90 60.326 2009 12.883 4,99 64.398

Trend (%) 0,54 1,33 1,87

Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

Page 15: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 459

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Beberapa teknologi yang dapat meningkatkan produksi padi adalah: a) penggunaan pupuk anorganik dan pestisida sebesar 97,7 persen pada periode tahun 1980-1990, produktivitas padi meningkat 40,2 persen, b) Pengembangan Sistem Intensifikasi Padi (SRI), merupakan suatu pola usahatani yang terkait dengan pengelolaan hubungan antara tanah, air dan tanaman padi di tingkat lapang secara intensif tanpa menggunakan pupuk dan pestisida sintesis. Pola usahatani ini berasal dari Madagaskar dan dikembangakan di Indonesia dengan menggunakan bahan alami. Secara konkrit, usahatani ini mempraktekkan pola usahatani back to nature, c) Teknologi Tata Air Mikro dan surjan, teknologi ini sudah lama dikembangkan di lahan rawa pasang surut dan lebak dalam rangka menghindari pertanaman dari pengaruh banjir pada waktu pasang dan penyediaan air di waktu air surut. Dalam teknologi ini, pembangunan saluran cacing, pintu klep otomatis dan tanggul pengaman banjir merupakan suatu paket teknologi yang dapat membantu pertumbuhan tanaman, d) konsolidasi pengelolaan usahatani (corporate farming), adalah suatu penggabungan pengelolaan lahan dengan kepemilikan sempit dalam skala yang lebih luas sehingga layak diusahakan secara ekonomis. Dalam pengelolaan lahan ini tidak ada perubahan pemilikan lahan dan bentang muka lahan, sehingga tidak menimbulkan masalah sosial di antara petani.

Dalam pengelolaannya diperlukan suatu pemahaman yang baik dan ketersedian lapangan kerja di luar sektor pertanian bagi petani yang bersedia melepaskan pekerjaannya, e) pengembangan irigasi tetes, yang telah dikembangkan sejak beberapa tahun yang lalu untuk komoditas yang mempunyai nilai ekonomis seperti palawija, hortikultura, dan tanaman perkebunan. Pendampingan dan opersional irigasi tetes sangat ditentukan oleh kelayakan sumber air dan kemampuan petani untuk membiayai operasinal irigasi tersebut, f) penerapan pemupukan berimbang, dilakukan berdasarkan hasil uji tanah. Namun demikian, karena daya jangkau (aksesibilitas penyuluh dan petani untuk menganalisis contoh tanah masih rendah, menyebabkan rekomendasi pupuk untuk padi besifat umum dan seragam untuk seluruh Indonesia. Akibatnya, pupuk yang diberikan tidak berimbang dan efisiensi pemupukan menjadi rendah karena kemungkinan suatu unsur hara diberikan secara berlebihan, sebaliknya unsur hara lainnya diberikan secara lebih rendah dari yang dibutuhkan tanaman. Ketidak tepatan pemberian pupuk menyebabkan kurang termanfaatkannya sebagian unsur hara yang diberikan, rendahnya produksi pertanian, serta polusi lingkungan.

Menurut Manan (2006), untuk meningkatkan produksi pangan pada lahan kering, perlu diterapkan teknologi pengelolaan lahan air dan sebagai berikut:

1. Penerapan usahatani konservasi terpadu. Dalam rangka penyelamatan kesuburan lahan-lahan pertanian, perlu diterapkan tindakan konservasi tanah dan air terutama pada lahan yang bertopografi berombak dan bergelombang. Kegiatan yang dilaksanakan dapat bersifat mekanis, kimiawi dan biologis, antara lain dengan menerapkan usahatani konservasi terpadu, melalui pengusahaan tanaman-tanaman penguat teras, pembuatan bangunan konservasi air, rorak, dan penterasan. Di samping itu, pemberian subsidi ternak dan bibit tanaman yang

Page 16: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian460

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

dapat menghasilkan sangat membantu petani dalam mempercepat kestabilan konservasi lahan yang telah dimulai.

2. Pengembangan Embung dan Pemanenan Air. Untuk mengatasi kekeringan maka salah satu strategi teknologi yang diterapkan pada pengelolaan lahan dan air yang paling murah cepat dan efektif serta hasilnya langsung terlihat adalah dengan memanen aliran permukaan dan air hujan di musim penghujan melalui water harvesting. Teknologi ini sudah berkembang sangat pesat dan luas tidak saja di negara maju seperti Eropa, tetapi juga telah berkembang di Asia seperti di Cina yang padat penduduk dan luas pemilikan lahannya sangat terbatas. Upaya ini dibarengi dengan memperbesar daya simpan air tanah di sungai, waduk dan danau yang akan dapat menjaga pasokan sumber-sumber air untuk keperluan pertanian.

3. Ameliorasi dan Pemupukan. Memperbaiki kondisi tanah lahan pertanian dapat dilakukan dengan ameliorant berupa kapur, abu sekam atau gergajian dengan dosis tergantung jenis tanah dan komoditas yang ditanam. Pemberian kapur merupakan cara yang sudah lama dikenal untuk perbaikan tanah yang tingkat kemasamannya cukup tinggi. Pemberian kapur pada tanah pertanian tidak dimaksudkan untuk mencapai pH netral untuk menghilangkan kemasaman secara berkelanjutan.

4. Pengembangan Irigasi Bertekanan dan Pompanisasi. Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan air untuk pertanian diantaranya melalui pengembangan irigasi bertekanan dan pompanisasi. Irigasi bertekanan merupakan salah satu alternatif teknologi aplikasi irigasi, yang secara teoritis mempunyai efisiensi irigasi lebih tinggi dibanding irigasi permukaan. Oleh karena itu, teknologi irigasi bertekanan lebih tepat diharapkan pada daerah-daerah yang relatif kering, yang memerlukan teknologi irigasi hemat air. Teknologi irigasi ini juga diperlukan untuk usahatani dengan teknik budidaya tanaman tertentu. Dalam penerapannya, efisiensi irigasi bertekanan tinggi hanya dapat dicapai apabila jaringan irigasi dirancang dengan benar dan dioperasikan secara tepat. Sementara itu, irigasi pompa merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan air tersebut dengan pemanfaatan pompa air. Dalam pemanfaatan pompa air tersebut sumber airnya dapat berasal dari air permukaan dan air tanah.

REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR

Reformasi adalah proses transformasi kelembagaan baik yang menyangkut perundang-undangan, peraturan dan hubungan antara berbagai lembaga dan aktor pembangunan yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembangunan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sejarah terutama yang menyangkut latar belakang politik ekonomi kebijakan yang terkait dengan pembangunan dan pengelolaan irigasi (Pasandaran, 2005).

Page 17: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 461

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Reformasi kebijakan pengelolaan air dicirikan dengan adanya perubahan kebijakan pemerintah Indonesia dalam pengelolaan sumber daya air yang awalnya berupa Peraturan Perundang-Undangan yang selanjutnya harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan air yang ada pada saat ini. Undang-Undang No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini, karena banyak yang membutuhkan air baik untuk pertanian, industri maupun domestik sehingga digantikan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA).

Reformasi kebijakan yang dilakukan bertujuan untuk menyesuaikan perubahan paradigma pengelolaan SDA yang semula menempatkan air sebagai barang bebas yang dapat dimanfaatkan secara eksploitatif menjadi pengelolaan SDA secara terpadu, dimana perkembangan permasalahan SDA yang semakin kompleks menjadikan SDA ditempatkan dalam dimensi sosial, lingkungan hidup dan ekonomis secara selaras. SDA tidak boleh dimanfaatkan secara eksploitatif tetapi harus digunakan secara bijaksana dan harus dikonservasi agar dapat berkelanjutan dan juga dikelola daya rusaknya agar tidak menimbulkan kerusakan dan membahayakan.

UU No. 11 Tahun 1974

Kebijakan pemerintah Indonesia dalam pengelolaan sumber daya air (SDA) yang secara implisit dan eksplisit tertuang dalam Peraturan Perundang-Undangan untuk saat ini harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Menurut Pasandaran (2005), UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan pada hakekatnya memberi lingkup yang lebih luas dari Algemeen Water Reglement” (AWR) dan memberi kewenangan kepada Pemerintah dalam berbagai dimensi pembangunan dan pengelolaan dibidang pengairan termasuk didalamnya irigasi, pengendalian banjir, pengembangan air tanah dan pengusahaan air untuk berbagai keperluan dan memberikan landasan hukum pada pelaksanaan berbagai program pembangunan yang sedang berjalan termasuk didalamnya perbaikan dan perluasan irigasi. Upaya pembangunan tersebut khususnya perbaikan dan perluasan irigasi memberikan sumbangan yang besar bagi pencapaian swasembada beras pada tahun 1984 bersama-sama dengan teknologi pertanian, dan kebijakan insentif harga yang memadai.

Undang-Undang No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini, sehingga digantikan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) sebagai sebuah reformasi kebijakan pengelolaan SDA. Perubahan kebijakan ini dilakukan untuk menyesuaikan perubahan paradigma pengelolaan SDA yang semula menempatkan air sebagai barang bebas yang dapat dimanfaatkan secara eksploitatif menjadi pengelolaan SDA secara terpadu, dimana perkembangan permasalahan SDA yang semakin kompleks menjadikan SDA ditempatkan dalam dimensi sosial, lingkungan hidup dan ekonomis secara selaras. SDA tidak hanya sekedar dimanfaatkan secara eksploitatif namun lebih dari itu untuk dikonservasi dan dikendalikan daya rusaknya.

Page 18: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian462

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

Reformasi dalam pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu tindakan penting untuk mengatasi pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan konservasi sumber daya alam. Dalam pelaksanaannya, telah diterbitkan beberapa kebijakan antara lain diberlakukannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (UU SDA) yang sejalan dengan prinsip-prinsip IWRM. Undang-undang ini bertujuan untuk pelaksanaan pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh, berkelanjutan, dan melalui pendekatan terbuka sehingga memberikan pilihan bagi masyarakat bisnis dan organisasi non-pemerintah untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya air terpadu.

Undang-Undang Sumber Daya Air menyatakan visi, misi, dan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya air di Indonesia, sebagai dasar untuk pelaksanaan Integrated Water Resources Management (IWRM). Visi untuk pengelolaan sumber daya air berdasarkan UU SDA adalah “Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 3 UU SDA). Untuk menjalankan visi tersebut, telah diidentifikasi lima misi pengelolaan sumber daya air, yaitu: 1) konservasi sumber daya air, 2) pendayagunaan sumber daya air; 3) pengendalian daya rusak air; 4) pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah; dan 5) perbaikan data dan informasi yang ketersediaan dan transparansi. Selanjutnya, dalam rangka mencapai misi tersebut, pengelolaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip harmoni, kesetaraan, kesejahteraan umum, integritas, keadilan, otonomi, transparansi dan akuntabilitas (Nursyaf Rullihandia, 2012)

Dalam implementasinya, Indonesia harus berupaya menempatkan reformasi irigasi dalam kerangka keterpaduan pengelolaan sumberdaya air. Kerangka keterpaduan tersebut berpijak pada tiga fungsi dasar yang memerlukan hubungan yang selaras satu dengan yang lainnya yaitu fungsi alokasi air yang bertujuan memperbaiki efisiensi alokasi air untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, fungsi sosial yang bertujuan memperbaiki akses terhadap air berdasarkan asas keadilan dan fungsi keberlanjutan yang bertujuan memelihara eksistensi dan keutuhan sumberdaya air untuk dapat diwariskan secara terus menerus kepada generasi yang akan datang.

Undang Undang Nomor 7 Tahun2004 Tentang Sumberdaya Air

Undang-Undang No.7/2004 tentang Sumber daya Air yang saat ini merupakan acuan pokok dalam pengelolaan air merupakan penyempurnaan dari beberapa peraturan dan UU sebelumnya. Sejarah terbitnya Undang-Undang Sumber Daya Air ini merupakan suatu proses yang cukup panjang. Ada yang pro maupun ada yang kontra untuk diterbitkan. Isu-isu timbul selama proses penerbitannya, antara lain privatisasi, ekspor air, peningkatan fungsi ekonomi dan berkurangnya fungsi sosial yang akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa air merupakan kepentingan semua pihak (water is everyone's business) (Muchjidin, 2013).

Page 19: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 463

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Menurut Pasandaran (2005), Undang Undang no. 7 tahun 2004 memberikan landasan hukum yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan Undang Undang Nomor 11 tahun 1974. Memberikan ruang gerak bagi masyarakat petani untuk membangun sistem irigasinya sendiri dan juga mengakui hak-hak tradisional seperti hak ulayat, suatu langkah yang lebih maju dibandingkan dengan UU 11 tahun 1974. Namun demikian terbentang tantangan yang jauh lebih besar dalam menghadapi permasalahan pembangunan dan pengelolaan sumber daya air dimasa sekarang dan yang akan datang yang memerlukan kemampuan pemahaman yang lebih jernih dan dalam untuk mengetahui hakekat permasalahan yang dihadapi dan dalam menentukan agenda dan langkah pembangunan yang tepat untuk mewujudkan amanat oleh UUD 1945.

Menurut Undang-Undang No 7 tahun 2004 pasal 1 ayat 1 mengatakan, Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat (pasal 1 ayat 2). Menurut Muchjidin, Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 33 ayat 3 yaitu Bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam UU 7/2004 ayat 4 dan ayat 5 dikemukakan bahwa Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras, dan Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.

Pada mulanya pengaturan pemanfaatan sumber daya air dalam bentuk UU diperuntukkan untuk kebutuhan pokok dan untuk pemenuhan untuk pengairan (irigasi pertanian) sebagaimana dituangkan dalam UU No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan. Sangat pentingnya pemenuhan kebutuhan air untuk kebutuhan pokok minimal dan pengairan tersebut menyebabkan UU No. 7/2004 membolehkan penggunaan air untuk kedua kebutuhan pokok tersebut dapat diperoleh masyarakat tanpa ijin (pasal 8 ayat 1), sementara penggunaan diluar irigasi diatur secara khusus (pasal 8 ayat 2).

Untuk melihat hubungan otonomi daerah dengan terbitnya Undang-Undang No.7/2004 tentang pengaturan kewenangan pengelolaan air antara Pusat, provinsi dan kabupaten/Kota, dapat dilihat pada Pasal 14. Sesuai dengan kewenangannya tersebut, Pemerintah (pusat) menetapkan kebijakan nasional sumber daya air, Pemerintah juga menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional (pasal 14 butir b) dan untuk menjalankan kebijakan tersebut pemerintah membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional (butir l), demikian juga ditingkat provinsi dibentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota (pasal 15). Dewan sumber daya air juga bertugas memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota (Muchjidin et al, 2013).

Page 20: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian464

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

Menurut Muchjidin et al, (2013), terbitnya Undang-Undang No.7/2004 tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Terbitnya Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber daya Air tersebut mendapat banyak tantangan dari berbagai kalangan. Sebuah undang-undang, yang mengatur pengelolaan air lebih terpadu, memperhatikan fungsi konservasi, dan menawarkan mekanisme penyelesaian yang adil atas konflik pemanfaatan air, memang sangat dibutuhkan tetapi pada kenyataannya Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber daya Air tersebut tampak didominasi oleh kepentingan ekonomis, air yang seharusnya memiliki fungsi sosial dan seharusnya dikuasai dan dikelola bersama karena bersangkutan dengan hajat hidup orang banyak justru dikomersialisasikan karena ada pandangan yang melihat bahwa air merupakan komoditas yang memiliki potensi ekonomi tinggi. Adanya ketidak cocokan yang terjadi tersebut, menyadarkan kita untuk mengkaji ulang Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tersebut.

Untuk mengantisipasi kebutuhan air berbagai sektor, pengelolaan air khususnya irigasi pada waktu yang akan datang menurut Pasandaran (2005), harus lebih dikembangkan dimana irigasi yang dibangun tidak hanya berbasis irigasi pemerintah dan irigasi masyarakat, tetapi dilakukan juga pengelolaan irigasi berbasis pasar sebagai respons permintaan pasar terhadap komoditas yang bernilai tinggi. Sistem irigasi tersebut diharapkan akan memperkuat daya saing sesuatu komoditas dalam persaingan pasar global sedangkan sistem irigasi lainnya diharapkan memperkuat ketangguhan kinerjanya dengan memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya setempat sehingga beban pengeluaran untuk operasi dan pemeliharaan, demikian pula rehabilitasi, turut dipikul oleh masyarakat setempat.

Kebijakan Pengelolaan Air untuk Sawah Mendukung Ketahanan Pangan

Sawah merupakan penghasil pangan utama yang menentukan ketahanan pangan nasional. Gambaran luas baku lahan sawah nasional baik lahan sawah yang beririgasi, sawah tadah hujan maupun sawah yang ada di lahan pasang surut dan lebak, disampaikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, sawah beririgasi seluas

Tabel 2. Luas lahan sawah menurut jenis pengairannya di Indonesia. 2005

Jenis pengairan

Luas lahan sawah (ha)

Sumatera Jawa Bali dan NT Kalimantan Sulawesi Jumlah

Teknis 327.525 1.471.199 92.250 24.890 270.018 2.185.882 Semi teknis 271.580 39 1.584 168.794 30.278 128.209 990.445 Sederhana 528.055 601.972 91.761 138.382 216.064 1.576.234 Tadah hujan 615.493 763.632 68.422 365.152 275.923 2.088.622 Pasang surut 324.231 659 - 331.072 1.585 657.546 Lainnya 273.758 6.500 288 106.145 458 387.149 Total 2.340.642 3.235.546 421.515 995.919 892.256 7.885.878

Sumber: Statistik Pertanian (2008)

Page 21: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 465

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

4.752.561 ha, lahan sawah tadah hujan 2.088.622 ha. dan lahan sawah pasang surut dan rawa lebak menjadi 7.885.878 ha. Lahan sawah berpengairan teknis yang memperoleh pelayanan dari bendungan permanen skala besar. sedang dan kecil. ternyata hanya 820.000 ha (Soenarno. 2001) atau 10% dari total areal. dan itu pun prasarana irigasinya banyak yang rusak. Kondisi demikian sangat memprihatinkan dan menyulitkan untuk bisa ditingkatkan produksinya dalam rangka mendukung ketahanan pangan.

Untuk meningkatkan produksi padi kedepan, diperlukan reformasi kebijakan berbagai sektor antara lain kebijakan dalam pengelolaan air. Hal ini perlu dilakukan karena ketersediaan air semakin terbatas akibat penggunaan berbagai sektor yang kurang bijaksana. Selain itu, efisiensi penggunaan air untuk berbagai sektor perlu ditekankan hususnya air untuk pertanian. Sebagai contoh, hasil analisis neraca air di Provinsi Sulawesi Selatan hususnya Kabupaten Pinrang dan Sidenrengrappang, air tersedia cukup untuk 3 kali tanam padi sawah di sebagian besar kecamatan dengan syarat memperbaiki kebijakan pengelolaan air (Irawan et al, 2012). Kondisi demikian berarti di banyak kecamatan yang ada di Kabupaten Pinrang dan Sidenrengrappang IP padi sawah dapat ditingkatkan menjadi IP 300 kalau ditinjau dari sisi ketersediaan air. Bila situasi yang menguntungkan demikian diterapkan, berarti produksi padi sawah meningkat secara signifikan yang dapat mendukung ketahanan pangan provinsi dan ahirnya ketahanan pangan nasional.

Contoh lainnya yang merupakan hasil analisis dan tinjauan lapang menunjukkan bahwa perbaikan kebijakan pengelolaan air daerah irigasi (DI) Gumbasa, Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, dapat meningkatkan IP padi sawah dari yang semula IP padi sawah 200 menjadi 300 (Irawan et al, 2013). Air irigasi DI Gumbasa tersedia sangat banyak, tetapi areal sawah yang tersebar di DI Gumbasa hanya melakukan penanaman 2 kali dalam setahun, dan air irigasi sisanya di drainase masuk lagi ke sungai utama dan dibuang ke laut. Bila kebijakan pengelolaan air irigasi tersebut dirubah disesuaikan dengan pola tanam yang diperbaiki, dalam arti pola tanam: padi – padi – padi, maka IP padi sawah akan naik menjadi IP padi sawah 300. Hal ini berarti terjadi peningkatan produksi padi secara signifikan dan pada ahirnya akan sangat mendukung ketahanan pangan nasional.

Untuk daerah hulu DAS yang merupakan areal sawah dengan irigasi konvensional dari anak sungai yang ada, dapat ditingkatkan dengan dibangunnya dam parit. Sebagai contoh yang merupakan hasil penelitian dari dam parit yang dibangun di Sungai Cipucung yang merupakan anak Sungai Ciliwung di bagian hulu dengan kapasitas 100 m3, dapat meningkatkan areal tanam sebanyak 4 ha mencukupi kebutuhan air tanaman eksisting di musim kemarau. Dampak positifnya, lahan pertanian di wilayah penelitian dapat ditanami sepanjang tahun, dengan peningkatan luas tanam 4,11 ha di musim kemarau dan dapat meningkatkan B/C rasio usahatani sebesar 34%. Dam parit tersebut juga dapat mengurangi laju aliran permukaan Sub DAS Cipucung sebesar 9%. Volume dam parit 100 m3 tersebut di musim kemarau dapat menampung dan mengurangi limpasan sebesar 45 % dari total debit (Sutrisno et al, 2003).

Page 22: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian466

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

Kebijakan Pengelolaan Air untuk Lahan Kering Mendukung Ketahanan Pangan

Kebijakan pengelolaan air untuk lahan kering perlu ditekankan secara menyeluruh baik untuk blue water maupun green water (Falkenmark and Rockstrom, 2006). Blue water adalah air yang berasal dari hujan yang kemudian ditampung dalam sungai, waduk, atau air tanah yang kemudian dimanfaatkan untuk irigasi. Sedangkan green water adalah bagian dari hujan yang menjadi kelembaban tanah dan yang langsung dipakai dalam proses evaporasi dan transpirasi.

Kebijakan pengelolaan air pada masa yang akan datang, baik blue water maupun green water harus dilakukan secara tepat dan bijaksana agar dapat memenuhi semua pengguna air tidak hanya sektor tertentu saja. Demikian juga pengalokasiannya, harus sesuai dengan kebutuhan tiap sektor dan berkelanjutan. Kebijakan pengelolaan blue water dapat dilakukan dengan membangun sistem irigasi yang efrisien. Sistem irigasi yang dibangun tidak harus berdasarkan pola persawahan saja. Kebijakan pembangunan sistem irigasi harus mendukung semua tipe usaha tani, termasuk yang dewasa ini disebut sebagai pertanian lahan kering. Dalam hubungan dengan hal tersebut perlu adanya capacity building, baik di kalangan birokrasi maupun masyarakat setempat, sebagai prakondisi bagi pembangunan sistem irigasi di wilayah lahan kering. Wilayah lahan kering di Indonesia luasnya diperkirakan 4 atau 5 kali lebih luas dari wilayah sawah irigasi, sehingga sangat potensial sebagai sumber pangan nasional dengaan menerapkan reformasi kebijakan pengelolaan air. Dimana ada mungkin investasi yang diperlukan juga lebih murah dibandingkan dengan investasi untuk pembangunan irigasi baru untuk sistem persawahan.

Implementasi dari kebijakan pengelolaan air yang telah dilakukan pada lahan kering adalah dengan pemberian irigasi sesuai kebutuhan tanaman. Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan hasil Jagung secara signifikan seperti yang dilaporkan oleh Kartiwa et al (2007) sebagai berikut:

Pertumbuhan tanaman Jagung varietas lokal dengan perlakuan pemberian air irigasi lebih baik dibandingkan dengan yang tanpa irigasi. Tinggi tanaman jagung tanpa irigasi menunjukkan pertumbuhan yang agak terhambat dibandingkan pertumbuhan jagung pada blok perlakuan irigasi. Hasil Jagung varietas lokal dengan perlakuan penambahan air irigasi sebanyak 60 %, 80 % dan 100% dari kebutuhan air untuk tanaman Jagung, lebih tinggi dari hasil Jagung tanpa irigasi. Pemberian irigasi dengan dosis 80% kebutuhan tanaman, telah memberikan produktivitas yang relatif sama dengan produktivitas jagung pada pemberian irigasi dengan dosis 100% kebutuhan tanaman.

Contoh lainnya yang merupakan implementasi dari kebijakan pengelolaan air yang telah berhasil meningkatkan pendapatan petani lahan kering adalah melakukan pemanenan air (water harvesting) yaitu menampung air hujan dan aliran permukaan untuk disalurkan ke tempat penampungan yang dapat digunakan untuk mengairi tanaman yang diusahakan pada saat diperlukan. Kebijakan melaksanakan pemanenan air bertujuan untuk menyediakan sumber air irigasi pada musim kemarau dan

Page 23: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 467

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

berfungsi mengurangi banjir pada musim hujan. Teknologi pemanenan air sangat bermanfaat untuk lahan yang tidak memiliki jaringan irigasi atau sumber air bawah permukaan tanah (groundwater). Beberapa cara manajemen lahan dan air yang dapat diterapkan dalam upaya pemanenan air hujan dan aliran permukaan adalah pembuatan dam parit pada anak sungai, pembuatan saluran peresapan, rorak, embung, dan sistem drainase.

Pembangunan teknologi panen hujan dan aliran permukaan pada lahan kering bermanfaat dapat meningkatkan produktivitas lahan dan secara ekonomis menguntungkan. Hasil penelitian 3 buah dam parit bertingkat di Jawa Tengah (Karama, 2003) dapat meningkatkan luas lahan yang dapat digarap berkisar antara 12-17% dibandingkan sebelum ada dam parit. Para pengguna dam parit bersedia sharing pendanaan, sebanyak 38% dari total dana merupakan dana swadaya yang merupakan wujud partisipasi petani, pemerintah daerah, dan pihak swasta dalam pembangunan dam parit. Selain itu pembangunan dam parit bertingkat di desa Bunder, DIY dapat meningkatkan produktivitas lahan melalui penganekaragaman komoditas yang diusahakan dengan Internal Rate of Return (IRR) sekitar 40%, dan pengembalian modal (break event point) akan terjadi pada tahun ke-4 (CIRAD, 2003). Hasil penelitian dam parit bertingkat di Sulawesi selatan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan B/C rasio karena terdapat perubahan pola tanam dan diversifikasi tanaman dari padi-bera-bera menjadi padi-palawija-bera atau padi-hortikultura-bera (Heryani et al, 2012). Panen hujan selain meningkatkan luas lahan yang dapat digarap juga terdapat peningkatan produktivitas dan diversifikasi tanaman, pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan usahatani. Selisih keuntungan yang diperoleh petani sebelum dan sesudah dibangunnya dam parit merupakan nilai manfaat dam parit terhadap usaha tani.

KESIMPULAN

Air memiliki multifungsi yang dapat menentukan kehidupan, selain memiliki fungsi ekonomi, juga berperan sebagai fungsi sosial dan lingkungan hidup. Sebagai fungsi ekonomi, air merupakan elemen utama bagi kegiatan produksi, baik di sektor pertanian maupun sektor manufaktur. Tanpa air, maka sektor-sektor tersebut tidak akan berjalan dengan baik atau bahkan tidak dapat berproduksi.

Indonesia mengalami masalah serius dalam kaitannya dengan ketersediaan air, akibat penggunaan berbagai sektor yang kurang bijaksana serta semakin kompleks, kondisi demikian menyebabkan terjadinya perubahan cara pandang terhadap air. Pada tahap awal, pengelolaan sumber daya air masih memperhitungkan aspek teknis, ekonomi dan pertanian. Tetapi pada tahap ke 2 pengelolaan sumber daya air mulai menambahkan aspek kelembagaan, dan pada pada tahap selanjtnya mulai mempertimbangkan aspek lingkungan, sampai isu perubahan iklim. Artinya, pengelolaan air harus ditangani secara terintegrasi, komprehensif dan interdepedency. Reformasi pengelolaan sumber daya air ini didasarkan kepada pendekatan air yang

Page 24: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian468

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

berwawasan lingkungan, perubahan peran pemerintah sebagai fasilitator bukan penyedia (provider), desentralisasi kewenangan pengelolaan dan pengembangan, mengakui HAM atas aksesibilitas air, demokratisasi artinya semua stakeholder mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

Dalam konteks pembahasan terhadap reformasi kebijakan pengelolaan air yang dicirikan dengan adanya perubahan kebijakan pemerintah Indonesia dalam pengelolaan sumber daya air dimana pada awalnya berupa Peraturan Perundang-Undangan yang selanjutnya harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan air yang ada pada saat ini. Seperti terhadap Undang-Undang No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan, dianggap sudah tidak memadai lagi dengan kondisi saat ini, karena semakin banyak pihak yang membutuhkan air baik untuk pertanian, industri, lingkungan maupun domestik yang memerlukan pendekatan keterpaduan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA).

Undang Undang no. 7 tahun 2004 memberikan landasan hukum yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan Undang Undang Nomor 11 tahun 1974. Sebuah undang-undang, yang mengatur pengelolaan air lebih terpadu, memperhatikan fungsi konservasi, dan menawarkan mekanisme penyelesaian yang adil atas konflik pemanfaatan air. Tetapi pada kenyataannya Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air menyebabkan terjadinya pengkotakan kewenangan yang lebih banyak antar hirarki pemerintah di pusat dan daerah sehingga pendekatan keterpaduan menjadi semakin sulit dilaksanakan. Adanya ketidak cocokan yang terjadi tersebut, menyadarkan kita untuk mengkaji ulang Undang Undang Nomor 7 tahun 2004 tersebut.

Pengelolaan air pada masa yang akan datang, khususnya pengelolaan air irigasi, harus lebih dikembangkan lagi, irigasi yang dilakukan tidak hanya berbasis irigasi pemerintah dan irigasi masyarakat, tetapi dilakukan juga pengelolaan irigasi berbasis pasar sebagai respons permintaan pasar terhadap komoditas yang bernilai tinggi. Dalam perspektif pemikiran tersebut pengelolaan irigasi yang akan dikembangkan tidak saja berbasis lahan sawah tetapi berbasis lahan kering.

DAFTAR PUSTAKA

Amron. M. 2010. Ketahanan Air dan Berbagai Tantangan Perubahan Iklim. http://www1.pu.go.id/uploads/berita/ppw220710sda.htm

Aksornrat, P. 2003. Rainwater Harvesting and Utilization in Thailand. Paper presented at International Training Course on Rainwater Harvesting and Utilization.Water Resources Bureau of Ganzu Province-International Rainwater Catchments System Association-Ganzu Research Institute for Water Conservancy. Collaboration with China Agriculture University and Agriculture Academy of Ganzu Province. Sept 8-Oct 22, 2003.

Page 25: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 469

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Alamerew, E. 2003. Overview of RWH in Ethiopia and Reflections on the International Training course on Rainwater Harvesting and Utilization (ITCRHU). Paper presented at the ITCRHU.Ethiopian Rainwater Harvesting Association (ERHA). Lanzhou, Ganzu, Province, P.R. China, 8th September to 20th October 2003.

A WaterAid in Nepal publication. 2011. http://www.wateraid.org/~/media/Publications/ policy-guidelines-water-resource-management.pdf

Darma. A. 2010. Perkembangan Kebijakan Sumber Daya Air dan Pengaruhnya terhadap Pengelolaan Irigasi. http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/

Falkenmark. M. J. Rockström. 2006. The New Blue and Green Water Paradigm: Breaking New Ground for Water Resources Planning and Management. Journal of Water Resources Planning and Management © ASCE / May/June 2006 / 129

Hasan. M. 2012. Ketahanan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Seminar Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas). Tema: Kebijakan Sumber Daya Air dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Direktur Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian PU.

Heryani, N., B. Kartiwa, G. Irianto, dan L. Bruno. 2001c. Pemanfaatan sumberdaya air untuk mendukung sistem usahatani lahan kering: Studi kasus di Sub DAS Bunder, DAS Oyo, Gunungkidul, DIY. Dalam Sofyan, A. et al. (eds.). Prosiding Seminar Sehari Peranan Agroklimat dalam Mendukung Pengembangan Usahatani Lahan Kering. Puslibagtanak, Badan Litbang Pertanian.

Heryani, N, G. Irianto, N. Pujilestari, 2002a. Upaya peningkatan ketersediaan air untuk menekan resiko kekeringan dan meningkatkan produktivitas lahan. Prosiding Seminar Nasional Agronomi dan Pameran Pertanian 2002. Perhimpunan Agronomi Indonesia, 29-30 Oktober 2002. Bogor.

Heryani, N, G. Irianto, N. Pujilestari, 2002b. Pemanenan Air untuk Menciptakan Sistem Usahatani yang Berkelanjutan (Pengalaman di Wonosari, Daerah Istimewa Yogyakarta). Buletin Agronomi. XXX(2):45-52. 2002.

Heryani, N., H. Sosiawan, S. Talaohu, S.H. Adi. 2012. Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan. Laporan Akhir Insentif PKPP (Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa). Kementerian Riset dan Teknologi.

http://bankerling.blogspot.com/2009/07/reformasi-kebijakan-pengelolaan-sumber_31.html

Irawan, B; Gatoet. S.H; N. Sutrisno; B. Kartiwa. 2013. Studi akselerasi peningkatan produksi padi di luar Jawa. Laporan Ahir. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Page 26: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian470

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan

Irawan. B; Gatoet. S.H; N. Sutrisno. 2012. Studi akselerasi peningkatan produksi padi di luar Jawa. Laporan Ahir. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Irianto, G., I. Amin, I. Las, B. Rachman. 2001. Pengelolaan air berbasis pulau untuk mengantisipasi kelangkaan air dan mencapai ketahanan pangan. Puslitbangtanak. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.

Irianto, G, N. Heryani, N. Pujilestari. 2002. Pemanenan air untuk menciptakan sistem usaha lahan yang berkelanjutan. Makalah disampaikan pada purnabakti Prof. Yustika Baharsyah. Bogor, Juli 2002.

Irianto G. 2004. "Proportional Water Sharing" untuk mencegah penguasaan absolut sumber mata air. Kompas. 22 Juli 2004.

Kartiwa.B; H. Sosiawan; K. Sudarman; Sumarno. 2007. Pengelolaan Sumberdaya Air Partisipatif di Nusa Tenggara Timr. (Studi kasus Desa Kambatatana Kec. Pandawai Kab. Sumba Timur). NTT). Laporan Ahir. Kerjasama Centre Internationale en Recherche Agronomique Pour Le Development (CIRAD) dengan Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Kirmanto. D. 2012. Menteri PU Dorong Perguruan Tinggi Sikapi Ketahanan Air. http://sda.pu.go.id/index.php/berita-sda/pu-net/item/161-menteri-pu-dorong-pt-sikapi-masalah-ketahanan-air

Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas (KRUHA). 2011. http://www.kruha.org/page/id/ dinamic_detil/13/91/Hak_atas_Air/Sejarah_dan_Konteks_Restrukturisasi_ Sumberdaya_ Air_di_ Indonesia.html

Lemhanas. 2013. http://www.lemhannas.go.id/portal/images/stories/humas/jurnal/ edisi15/ jurnal .pdf.

Manan, H. 2006. Teknologi Pengelolaan Lahan dan Air Mendukung Ketahanan Pangan. Prosiding Seminar Revitalisasi Ketahanan Pangan : Membangun Kemandirian pangan Berbasis Pedesaan. Hal. 88-95.

Molden. D. (2007) Water Security for Food Security: Findings of the Comprehensive Assessment for Sub-Saharan Africa.Water for Food, Water for Life: A Comprehensive Assessment of Water Management in Agriculture. Molden, D. (Ed.). London: Earthscan, and Colombo: International Water Management Institute.

Nursyaf Rullihandia, 2012. http://117sitrabio.blogspot.com/2012/12/pengelolaan-sumber-daya-air.html.

Pasandaran, E., N. Sutrisno dan Suherman. 2010. Politik Pengelolaan DAS dan Dampaknya terhadap Kerusakan Sumber Daya Alam. Buku: Membalik Kecenderungan Degradasai Sumber Daya Lahan dan Air. Editor: K. Suradisastra, Pasaribu S.M., Sayaka B., Dariah A., Las I., Haryono,

Page 27: REFORMASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR … Kebijakan Pengelolaan Air Dalam Mendukung Ketahanan Pangan kesejahteraan. Irigasi subak di Bali adalah salah satu contoh dari irigasi masyarakat

Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 471

Pendekatan Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Daya Pertanian

Pasandaran E. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. 2010.

Pasandaran. E. 2005. Reformasi Irigasi dalam Kerangka Pengelolaan Terpadu Sumberdaya Air. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 3, September 2005: 217-235.

Rachmat. M; T. Pranadji; M. Ariani; Ch. Muslim; C.R. Adawiyah. 2013. Kajian Legislasi Lahan dan Air Mendukung Swasembada Pangan. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Rejekiningrum, P. 2011. Pengembangan Model Alokasi Air Untuk Mendukung Optimal Watersharing. Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sosiawan, H; K. Subagyono. Strategi Pembagian Air Secara Proporsional Untuk Keberlanjutan Pemanfaatan Air. Pengembangan Inovasi Pertanian. 2(4), 2009: 299-305. Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian.

Soenarno, 2004. http://www1.pu.go.id/uploads/berita/ppw161004cm.htm

Sutrisna, K.F. (2011) http://indone5ia.wordpress.com/2011/07/17/sistem-subak-sebagai-sistem-irigasi-masa-depan/

Sutrisno. N, N.Heryani. 2013. Ketahanan Air Mendukung Diversifikasi Pangan. Buku:

UNEP and IWMI, 2012. Ecosystems For Water and Food Security.Scientific Editor: Eline Boeee, IWMI.

UNDANG-UNDANG Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

UNDANG UNDANG Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan.

Zhu, 2003. Plan and Design of Rainwater Harvesting System. Paper presented at International Training Course on Rainwater Harvesting and Utilization.Water Resources Bureau of Ganzu Province-International Rainwater Catchments System Association-Ganzu Research Institute for Water Conservancy. Collaboration with China Agriculture University and Agriculture Academy of Ganzu Province. Sept 8-Oct 22, 2003.