66
BAB I PENDAHULUAN Gangguan afektif bipolar adalah kondisi umum yang dijumpai, dan diantara gangguan mental menempati posisi kedua terbanyak sebagai penyebab ketidak mampuan/disabilitas. Depresi bipolar sama pada kelompok pria dan wanita dengan angka kejadian sekitar 5 per 1000 orang. Penderita depresi bipolar dapat mengalami bunuh diri 15 kali lebih banya dibandingkan dengan penduduk umum. Bunuh diri pertama-tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan, studi, tekanan emosional dalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Pada risiko bunuh diri dapat meningkat selama menopause. Kebanyakan pasien dengan gangguan afektif bipolar secara potensial dengan terapi yang optimal dapat kembali fungsi yang normal. Dengan pengobatan yang kurang optimal hasilnya kurang baik dan dapat kambuh untuk melakukan bunuh diri lagi. Data menunjukkan bahwa pengobatan sering kurang optimal. Studi longitudinal bahwa pasien dengan kecenderungan bunuh diri pada kasus dengan afektif bipolar 50% dapat dikurangi dengan terapi maintenance/pemeliharaan dan terapi depresi yang tepat. Prof dr Sasanto Wibisono, SpKJ (K), guru besar di bagian Psikiatri FKUI menjelaskan perbedaan ekstrem perasaan (manik dan depresi) penderita Bipolar tidak selalu bisa diamati oleh lingkungannya karena masing-masing individu reaksinya berlainan.

Refrat Gangguan Bipolar Afektif 1

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUANGangguan afektif bipolar adalah kondisi umum yang dijumpai, dan diantara gangguan mental menempati posisi kedua terbanyak sebagai penyebab ketidak mampuan/disabilitas. Depresi bipolar sama pada kelompok pria dan wanita dengan angka kejadian sekitar 5 per 1000 orang. Penderita depresi bipolar dapat mengalami bunuh diri 15 kali lebih banya dibandingkan dengan penduduk umum. Bunuh diri pertama-tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan, studi, tekanan emosional dalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Pada risiko bunuh diri dapat meningkat selama menopause. Kebanyakan pasien dengan gangguan afektif bipolar secara potensial dengan terapi yang optimal dapat kembali fungsi yang normal. Dengan pengobatan yang kurang optimal hasilnya kurang baik dan dapat kambuh untuk melakukan bunuh diri lagi. Data menunjukkan bahwa pengobatan sering kurang optimal.Studi longitudinal bahwa pasien dengan kecenderungan bunuh diri pada kasus dengan afektif bipolar 50% dapat dikurangi dengan terapi maintenance/pemeliharaan dan terapi depresi yang tepat. Prof dr Sasanto Wibisono, SpKJ (K), guru besar di bagian Psikiatri FKUI menjelaskan perbedaan ekstrem perasaan (manik dan depresi) penderita Bipolar tidak selalu bisa diamati oleh lingkungannya karena masing-masing individu reaksinya berlainan. Ada yang menonjol kutub maniknya, sementara yang lain menonjol depresinya. Kondisi tidak normal itu bisa terjadi hanya beberapa minggu sampai 2-3 bulan.Setelah itu kembali ''normal'' untuk jangka waktu relatif lama, namun di kesempatan lain muncul kembali.

1BAB IIISII. DefinisiGangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodic dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup.1II. Pemeriksaan status mental1. Episode depresif2a. Gambaran umumRetardarsi psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling lazim timbul walaupun agitasi juga terlihat terutama pada pasien usia lanjut. Meremas-remas tangan dan menarik rambut merupakan gejala yang sering pada agitasi. Umumnya pasien depresi memiliki postur tubuh yang bongkok, tidak ada gerakan spontan, serta tatapan mata menghindar dengan memandang ke bawah. Pada pemeriksaan klinis, pasien depresi menunjukkan gejala nyata pada retardasi psikomotor yang serupa dengan pasien skizofrenia katatonik. Fakta ini dimasukkan ke dalam DSM-IV-TR sebagai gejala yang menyerupai ciri katatonik pada berbagai gangguan mood. b. Mood, afek, perasaanDepresi merupakan kunci gejala walaupun 50% pasien menyangkal perasaan depresif serta secara umum tidak tampak depresi. Anggota keluarga atau rekan kerja sering membawa atau mengirim pasien ini untuk ditangani karena penarikan diri secara social dan aktivitas umum yang berkurangc. PembicaranBanyak pasien depresi mengalami penurunan laju dan volume bicara. Mereka memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang hanya membutuhkan satu kata dan tampak terlambat menjawab pertanyaan. Pemeriksa dapat menunggu hingga 2 sampai 3 menit sebelum pertanyaannya dijawab.

2d. Gangguan persepsiPasien depresi dengan waham atau halusinasi dikatakan memiliki episode depresif berat dengan gambaran psikotik. Bahkan bila tidak ditemukan waham atau halusinasi, beberapa klinis menggunakan istilah depresi psikotik terhadap pasien yang secara umum mengalami depresi seperti tidak bersuara, tidak mandi, membuang kotoran sembarangan. Pasien tersebut lebih baik dijelaskan memiliki ciri katatonik.Waham dan halusinasi yang sesuai dengan mood depresi dikatakan kongruen mood. Waham yang kongruen mood pada pasien depresi mencakup rasa bersalah, berdosa, tidak berharga, miskin, gagal, dikejar, serta mengalami penyakit somatic terminal (kanker dan otak yang membususk). Waham dan halusinasi pada pasien dengan gangguan mood tidak kongruen pada orang depresi meliputi tema kebesaran berupa kekuatan, pengetahuan, dan rasa berharga yang berlebihan (keyakinan bahwa seseorang disiksa karena ia seorang juru selamat). Walaupun relatif jarang, halusinasi dapat terjadi saat episode depresif berat dengan ciri psikotik.e. Isi pikirPasien depresi umumnya memiliki pandangan negative mengenai dunia dan diri mereka. Isi pikiran mereka bisa mencakup pikiran yang berulang yang tidak bersifat waham mengenai kehilangan, rasa bersalah, bunuh diri, dan kematian. Sekitar 10% pasien depresi memiliki gejala gangguan pikiran yang nyata berupa blocking pikiran dan sangat miskin isi pikir.f. Sensorium dan kognisi OrientasiHampir seluruh pasien depresi masih memiliki orientasi baik terhadap waktu, tempat, orang, dan situasional walaupun beberapa pasien mungkin tidak memiliki cukup energy atau minat untuk menjawab pertanyaan mengenai hal ini selama wawancara. MemoriSekitar 50-75% pasien depresi memiliki hendaya kognitif , kadang-kadang disebut sebagai pseudo demensia depresif. Pasien ini sering mengeluh konsentrasi terganggu dan mudah lupa.3 Kontrol impulsSekitar 10-15% pasien depresi melakukan bunuh diri dan sekitar 2/3 pasien memiliki ide bunuh diri. Pasien depresi dengan ciri psikotik sering berpikir untuk membunuh orang lain sehubungan dengan wahamnya tetapi kebanyakan pasien depresi seringnya tidak memiliki motivasi atau kekuatan untuk bertindak secara impulsive atau kasar. Pasien dengan gangguan depresif berisiko lebih tinggi terhadap bunuh diri saat keadaan mereka membaik dan memperoleh kembali energy yang dibutuhkan untuk melakukan usaha bunuh diri. Antidepresan dalam jumlah besar kepada pasien depresi merupakan tindakan klinis yang tidak bijak terutama obat trisiklik pada saat pasien dipulangkan dari rumah sakit. Daya nilai dan tilikanDaya nilai pasien paling baik diperiksa dengan memperhatikan tindakan pasien di masa lalu serta prilaku mereka saat wawancara. Tilikan pada pasien depresif terhadap kelainan yang mereka alami biasanya berlebihan. Pasien melebih-lebihkan gejala, gangguan, dan masalah hidup mereka. Sulit untuk meyakinkan pasien bahwa dapat terjadi perbaikan. Taraf dapat dipercayaDalam wawancara dan pembicaraan, pasien depresi melebih-lebihkan hal yang buruk dan menutupi hal yang baik. Kesalahan klinis yang sering terjadi adalah begitu saja mempercayai pasien yang mengaku bahwa pengobatan antidepresan sebelumnya tidak berhasil. Penyampaian informasi yang membantu mungkin mustahil pada seseorang dengan depresi.2. Episode manik2a. Gambaran umumPasien manik tereksitasi, banyak bicara, kadang menghibur, dan seringnya hiperaktif. Pada suatu waktu, mereka secara umum membutuhkan pengikatan dan suntikan intramuscular obat sedative.

4b. Mood, afek, perasaanPasien manik biasanya euphoria tetapi mereka mungkin juga iritabel khususnya ketika muncul manik. Pasien ini memiliki toleransi rendah terhadap frustasi yang dapat mengarahkan kearah marah dan bermusuhan. Pasien manik dapat labil secara emosi, berganti dari tertawa ke iritabilitas depresi dalam hitungan menit atau jam.c. PembicaraanPasien manik tidak dapat disela ketika mereka sedang berbicara dan mereka sering menjadi pengganggu bagi orang-orang di sekeliling mereka. Pembicaraan mereka sering terganggu. Ketika manik menjadi lebih intens, pembicaraan semakin keras, semakin cepat, dan sulit diartikan kemudian diisi dengan lelucon, sajak, bermain dengan kata-kata, sera tidak relevan ketika manik semakin meningkat. Pada tingkat manik yang lebih besar, asosiasi menjadi longgar, kemampuan untuk berkonsenrasi memudar, serta adanya flight of idea, word salah, dan timbul neologisme. Pada manik akut, pembicaraan dapat benar-benar inkoheren dan tidak dapat dibedakan dengan orang skizofrenia.d. Gangguan persepsiWaham timbul pada 75% pasien manik. Waham manik yang kongruen mood sering berkenaan dengan kemakmuran, kemampuan yang luar biasa, atau kekuatan. Waham bizar dan tidak kongruen mood dan halusinasi juga terdapat pada manik.e. PikiranIsi pikir pasien manik mencakup tentang kepercayaan diri dan membesarkan diri. Pasien manik sering mudah teralih perhatiannya dan fungsi kognitif pada pasien manik ditandai dengan arus gagasan yang tidak tertahan dan dipercepat.f. Sensorium dan kognisiWalaupun deficit kognitif pasien skizofrenia telah banyak didiskusikan, hanya sedikit tulisan tentang deficit yang serupa pada pasien gangguan bipolar 1 yang dapat memiliki deficit kognitif ringan. Defisit kognitif yang dilaporkan dapat diartikan mencerminkan disfungsi korteks difus. Secara kasar, orentasi dan memori masih baik walaupun sejumlah pasien manik dapat sedemikian euphoria hingga mereka menjawab tidak benar. Emil Kraepelin menyebut gejala ini sebagai delirious mania.5g. Kendali impulsSekitar 75% pasien manik bersifat menyerang dan mengancam. Pasien manik berupaya bunuh diri dan membunuh tetapi insiden prilaku ini tidak diketahui. Pasien yang mengancam orang penting (seperti presiden Amerika Serikat) lebih sering pada pasien gangguan bipolar 1 daripada pasien dengan skizofrenia.h. Penilaian dan tilikanGangguan dalam penilaian merupakan tanda khas pasien manik. Mereka dapat melanggar hukum dalam hal kartu kredit, aktivitas seksual, serta keuangan dan kadang-kadang melibatkan keluarga mereka yang mengalami masalah keuangan. Pasien manik juga memiliki tilikan rendah terhadap gangguan mereka.i. Taraf dapat dipercayaPasien manik dikenal tidak dapat dipercaya informasinya oleh karena sering berbohong dan menipu.

6III. Klasifikasi gangguan bipolar 11. Di bawah ini adalah kriteria diagnostic gangguan bipolar I, episode manik tunggal adalah:1-3a. Hanya mengalami satu kali episode manik dan tidak ada riwayat episode depresi mayor sebelumnyaCatatan: rekurensi (berulang) adalah perubahan polaritas dari depresi atau paling sedikit dua bulan tanpa gejala manik.b. Episode manik sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam gangguan skizoaktif dan tidak tumpang tindih dengan skizofrena, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak tergolongkan.c. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medic umumd. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya2. Gangguan mood bipolar I, episode manik saat ini1-3a. Saat ini dalam episode manikb. Sebelumnya, paling sedikit pernah mengalami satu kali episode manik, depresi, atau campuranc. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak bertumpangtindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikand. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.3. Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini1-3a. Saat ini dalam episode campuran b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi, atau campuran7c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan d. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya.4. Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini1-3a. Saat ini dalam episode hipomanik b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau campuran c. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya. d. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. 5. Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini1-3a. Saat ini dalam episode depresi mayor (berat)b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau campuran c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai skizoafektif dan tidak bertumpangtindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan d. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik umum e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya. 6. Gangguan mood bipolar I, episode tidak dapat diklasifikasikan saat ini1-3a. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik, hipomanik, campuran, atau episode depresi8

b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau campuran c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai skizoafektif dan tidak bertumpangtindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat laind. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya

9IV. PatofisiologiPatofisiologi gangguan bipolar belum diketahui dan tidak ada tanda-tanda biologis yang ditemukan yang berhubungan pasti dengan keadaan penyakit. Studi saudara kembar, studi keluarga, dan studi adopsi menunjukan bahwa gangguan bipolar merupakan gangguan genetic. Bahkan, keluarga tingkat pertama dari orang dengan gangguan bipolar memiliki kemungkinan 7 kali lipat untuk mendapatkan gangguan bipolar.4Komponen genetic dari gangguan bipolar tampaknya begitu kompleks. Gangguan ini disebabkan oleh beberapa penyakit multiple alel yang berbeda.Seri pertama dari genome-wide association studies (GWAS) untuk gangguan bipolar yang diterbitkan pada tahun 2007 dan 2008 dan analisi kolaborasi dari 3 penelitian terakhir memberikan support untuk 2 gen tertentu yaitu ANK3 (ankyrin G) and CACNA1C (alpha 1C subunit of the L-type voltage-gated calcium channel) dalam sampel 4387 kasus dan 6209 kontrol.4 ANK 3 adalah suatu protein adaptor yang ditemukan pada segmen awal akson yang mengatur tegangan pada chanel natrium.4 ANK 3 dan subunit chanel kalsium diturunkan ke dalam mouse brain yang merespon litium yang merupakan indikasi mekanisme pengobatan yang sangat efektif untuk pengobatan gangguan bipolar.Bukti lebih lanjut untuk hubungan gangguan bipolar dengan CACNA1C telah dilaporkan pada tahun 2011 dalam sejumlah sampel.CACNAIC pada kromosom 12, mengkodekan subunit dari tegangan tipe L-chanel ion kalsium yang ditemukan di otak. Channel kalsium tipe L inhibitor telah digunakan untuk mengobati gangguan bipolar dan ada juga yang berspekulasi bahwa setidaknya beberapa mood stabilizers dapat memediasi efeknya melalui pengaturan channel kalsium pada penyakit bipolar.4Penghambatan litium juga dimediasi oleh G3K3 yang diperkirakan menghasilkan penurunan molekul yang melibatkan kematian sel dan peningkatan factor neuroprotektif.Selain itu, GSK3 adalah pengatur utama dari mekanisme sirkadian dan juga merupakan pengatur mediasi litium yang dianggap sebagai komponen penting dari efek pengobatan litium.4

10Penelitian tentang gangguan bipolar menemukan adanya mutasi negative pada gen clock yang biasanya berkontribusi terhadap periode sirkadian dalam hasil manusia meniru prilaku manik pada tikus. Prilaku manic tersebut adalah hiperaktif, sulit tidur, kecemasan berkurang, dan lan-lain.Daerah bagian ventral dari otak kaya akan reseptor dopamine.4 Joseph Coyle berhipotesis bahwa keberhasilan obat antipsikotik atipikal pada manik akut disebabkan karena menurunnya aktivitas neuron pada daerah ventral otak.Studi ekspresi gen merupakan salah satu cara untuk mengukur aktivitas dari gen. Hal ini telah terbukti berguna untuk menjelaskan patofisiologi gangguan kejiwaan termasuk gangguan bipolar. Contoh, studi yang membandingkan area tertentu pada jaringan otak post mortem dari orang dengan gangguan bipolar dengan jaringan otak control (tanpa adanya gangguan bipolar) secara konsisten menunjukkan bahwa tingkat ekspresi oligodendrit tampaknya menurun pada jaringan otak dengan gangguan bipolar. Oligodendrit menghasilkan membrane myelin yang membungkus dan melindungi akson untuk menghantarkan impuls saraf di otak. Oleh karena itu, hilangnya myelin diperkirakan dapat mengganggu hubungan antara neuron yang mengarah ke beberapa gangguan pikiran seperti gangguan bipolar dan penyakit terkait.4 Studi pencitraan otak (brain imaging), orang dengan gangguan bipolar juga menunjukkan mielinisasi yang abnormal pada beberapa daerah otak yang berhubungan dengan penyakit ini. Studi neuroimaging structural menunjukkan adanya mielinisasi yang abnormal pada beberapa daerah otak yang berhubungan dengan gangguan bipolar.Menariknya, studi ekspresi gen dan neuroimaging orang dengan skizofrenia dan depresi berat juga menunjukkan kelainan myelin pada berbagai daerah otak yang menyebabkan adanya gangguan mood dan psikosis.Selain itu terdapat studi neuroimaging fungsional yang dilakukan untuk menentukan daerah otak atau jaringan kortikal spesifik baik keadaan hipoaktif atau hiperaktif pada penyakit tertentu.

11Contoh, sebuah metaanalisa oleh Houenou menemukan adanya penurunan aktivasi dan pengurangan gray matter dalam jaringan otak kortikal yang telah dikaitkan dengan perubahan emosi pada pasien dengan gangguan bipolar. Sebuah peningkatan aktivasi di ventral pada daerah limbic mengatur pengalaman emosi dan respon emosional. Ini membuktikan bahwa perubahan fungsional dan anatomi berhubungan dengan pengalaman dan perubahan emosi.Sumber lain tentang patofisiologis gangguan bipolar berasal dari penelitian hewan. Sebagai contoh, peneliti dapat mempelajari perubahan dalam ekspresi gen dengan diberikan induksi pada otak tikus setelah pemberian obat farmakologis yang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar untuk melihat mekanisme kerja obat. Sebagai contoh, peneliti telah mendemonstrasikan 2 obat yang tidak berhubungan (litium dan valproate) yang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar baik peningkatan protein sitoprotektik Bcl-2 di korteks frontal dan hipokampus pada otak tikus.

12V. Epidemiologi1. SeksGangguan bipolar I memiliki prevalensi yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Episode manik biasa terjadi pada laki-laki dan episode depresif biasa terjadi pada perempuan.2 Bila episode manik terjadi pada perempuan, lebih mungkin ditemukan gambaran campuran dibandingkan laki-laki contoh mania dan depresi. Perempuan juga memiliki angka yang lebih tinggi untuk terjadinya siklus cepat yaitu mengalami empat atau lebih episode manik dalam waktu 1 tahun2. UsiaAwitan gangguan bipolar 1 lebih dini daripada gangguan depresi berat. Awitan usia gangguan bipolar 1 berkisar dari masa kanak-kanak (5-6 tahun) sampai 50 tahun atau bahkan lebih tua (kasus jarang) dan biasa usia rerata terjadi pada 30 tahun.23. Status pernikahanGangguan bipolar 1 lebih sering terjadi pada orang lajang dan orang yang bercerai daripada yang menikah.4. Faktor sosioekonomi dan kebudayaanInsiden yang lebih besar terjadi pada bipolar 1 ditemukan pada kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi tetapi hal ini dapat disebabkan praktik diagnosis yang bias karena gangguan didiagnosis berlebihan. Gangguan bipolar 1 lazim pada orang yang tidak lulus akademi daripada lulusan akademi.2

13VI. Etiologi1. Faktor biologisBanyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenic seperti asam 5-hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovaniat (HVA), dan 3-metoksi-4-hidroksifenilglikol (MHPG) di dalam urine, darah, dan cairan cerebrospinal pasien dengan gangguan mood.2 Laporan data ini paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen amin biogenic.a. Amin biogenicDari amin biogenic, norepinefrin dan serotonin adalah dua neurotransmitter yang paling terkait di dalam patofisiologi gangguan mood.b. NorepinefrinHubungan yang diajukan oleh penelitian ilmu pengetahuan dasar antara downregulation reseptor -adrenergik dan respon antidepresan kinis mungkin adalah salah satu potongan data yang paling menakjubkan yang menunjukan peranan langsung terhadap sistim noradrenergic pada depresi. Bukti lain adanya keterlibatan reseptror prasinaps 2-adrenergik pada depresi adalah activator reseptor ini menimbulkan penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Reseptor prasinaps 2-adrenergik juga terletak pada neuron serotonergic serta mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan. Obat antidepresan yang secara klinis efektif dengan efek noradrenergic contohnya sertalin merupakan dukungan lebih lanjut terhadap peranan norepinefrin di dalam patofisiologi setidaknya pada beberapa gejala depresi.c. SerotoninDengan pengaruh besar yang dihasilkan inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) pada terapi depresi contohnya fluoxetine, serotonin telah menjadi neurotransmitter amin biogenic yang paling lazim dikaitkan dengan depresi. Identifikasi banyak subtype reseptor serotonin juga telah meningkatkan kegairahan di dalam komunitas riset mengenai perkembangan terapi depresi yang bahkan lebih spesifik. Selain fakta bahwa SSRI dan antidepresan seratogenik lainnya efektif di dalam terapi depresi, data lain menunjukan bahwa serotonin terlibat di dalam patofisiologi depresi.14 Kekurangan serotonin dapat mencetuskan depresi dan beberapa pasien dengan impuls bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di dalam cairan serebrospinal serta konsentrasi tempat uptake serotonin yang rendah pada trombosit.d. DopaminWalaupun norepinefrin dan serotonin adalah amin biogenic yang paling sering dikaitkan dengan patofisiologi depresi, dopamine juga pernah diteorikan memiliki peranan. Data yang mendukung bahwa aktivitas dopamine berkurang pada depresi dan meningkat pada mania. Penemuan subtype baru reseptor dopamine serta meningkatnya pemahaman mengenai regulasi prasinaps dan pascasinaps pada fungsi dopamine lebih lanjut telah memeprkaya riset mengenai hubungan antara dopamine dan gangguan mood. Obat yang mengurangi konsentrasi dopamine adalah reserpine dan penakit yang mengurangi konsentrasi dopamine (penyakit Parkinson) menyebabkan gejala depresif. Sebaliknya, obat yang meningkatkan konsentrasi dopamine (tirosin, amfeamin, dan bupropion) akan mengurangi gejala depresif. Dua teori terkini mengenai dopamine dan depresi adalah bahwa jaras dopamine mesolimbic mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan bahwa reseptor dopamine D1 mungkin hipoaktif pada depresif.2. Faktor neurokimia lainWalaupun data belum meyakinkan, neurotransmitter asam amino (teruta asam -aminobutirat) dan peptide neuroaktif (terutama vasopressin dan opiate endogen) telah dilibatkan di dalam patofisiologi gangguan mood.2 Sejumlah peneliti telah mengajukan bahwa system messenger kedua seperti regulasi kalsium, adenilat siklase, dan fosfatidilinositol dapat menjadi penyebab. Asam amino glutamate dan glisin tampaknya menjadi neurotransmitter eksitasi utama dalam system saraf pusat. Glutamat dan glisin berikatan dengan reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA), jika berlebihan dapat memiliki efek neurotoksik. Hipokampus memiliki konsentrasi NMDA yang tinggi sehingga mungkin jika glutamate bersama dengan hiperkortisolemia memerantarai efek neurokognitif pada stress kronis. Terdapat bukti yang baru muncul bahwa obat yang menjadi anatagonis reseptor NMDA memiliki efek antodepresan.

15a. Regulasi neuroendokrinHipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin dan juga menerima berbagai input saraf melalui neurotransmitter amin biogenic. Berbagai disregulasi neuraendokrin dilaporkan pada pasien dengan gangguan mood sehingga regulasi aksis neuroendokrin yang abnormal merupakan akibat fungsi neuron yang mengandung amin biogenic yang abnormal pula. Walaupun secara teoritis disregulasi aksis neuroendokrin secara khusus (seperti aksis adrenal atau tiroid) mungkin menyebabkan gangguan mood, diregulasi lebih cenderung merupakan cerminan adanya gangguan otak fundamental yang mendasari. Aksis neuroendokrin utama yang dimaksud di sini adalah aksis adrenal, tiroid, serta hormone pertumbuhaan. Kelainan neuroendokrin lain yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan mood mencakup berkurangnya sekresi melatonin nokturna, pelepasan prolactin pada pemberian triptofan, kadar basal follicle stimulating hormone (FSH) dan LH serta kadar testosterone laki-laki.b. Hormon pertumbuhanBeberapa studi menunjukkan adanya perbedaan statistic antara pasien depresi dan pasien lain dalam regulasi pelepasan hormone pertumbuhan. Pasien depresi memiliki respon stimulasi pelepasan hormone pertumbuhan oleh tidur yang tumpul. Oleh karena kelainan tidur merupakan gejala depresi yang lazim. Studi juga mengatakan bahwa pasien depresi emiliki respons yang tumpul terhadap peningkatan sekresi hormone pertumbuhan yang diinduksi klonidin (catapres). SomatostatinSelain inhibisi hormone pertumbuhan dan pelepasan CRH, somatostatin menghambat asam -amonobutirat, ACTH, dan TSH. Kadar somatostatin dalam cairan LCS lebih rendah pada orang dengan depresi dibandingkan dengan orang skizofrenia atau normal serta kadar yang meningkat pada mania. ProlaktinPelepasan prolactin dari hipofisis dirangsang serotonin dan dihambat dopamine. Sebagian besar studi tidak menemukan kelainan bermakna pada sekresi prolactin basal atau sirkadian pada depresi.16c. Kelainan tidurMasalah tidur (insomnia inisial dan terminal), sering terbangun, hypersomnia merupakan gejala yang lazim dan klasik pada depresi dan penurunan kebutuhan untuk tidur merupakan gejala khas manik. Para peneliti telah lama mengenali bahwa elektroensefalogram (EEG) pada banyak orang dengan depresi mengalami kelainan. Kelaian yang lazim adalah awitan tidur yang tertunda, pemendekan latensi rapid eye movement (REM) (waktu antara tertidur dan periode REM pertama), peningkatan lama periode REM pertama, serta tidur delta abnormal. Beberapa peneliti berupaya menggunakan EEG tidur di dalam pengkajian diagnostic pada pasien dengan gangguan mood. d. Irama sirkadianKelaian struktur tidur pada depresi dan perbaikan klinis sementara oleh karena kekurangan tidur telah menghasilkan teori bahwa pada depresi terdapat pengaturan irama sirkadian abnormal. Beberapa studi eksperimental terhadap hewan menunjukkan bahwa banyak terapi standar antidepresi yang efektif mengubah pengaturan jam biologis internal (zeitgebers endogen).e. KindlingKindling adalah proses elektrofisiologis saat stimulasi berulang neuron di bawah ambang yang akhirnya menghasilkan aksi potensial. Pada tingkat organ, stimulasi berulang di bawah ambang di suatu daerah otak menyebabkan kejang. Observasi klinis bahwa antikonvulsan seperti karbamazepin dan asam valproate berguna dalam terapi gangguan mood, terutama gangguan bipolar I memunculkan teori bahwa patofisiologi gangguan mood dapat melibatkan kindling di lobus temporalis. Walaupun ditemukan pada hewan percobaan, kindling tidak pernah secara meyakinkan terjadi pada manusia dan efek menakjubkan antikonvulsan pada gangguan bipolar dapat terjadi akibat perubahan elektrokimia yang tidak terkait epilepsy.

17f. Regulasi neuroimunPara peneliti telah melaporkan kelainan imunologis pada orang depresif dan orang yang berduka karena kehilangan kerabat, pasangan, atau teman dekat. Disregulasi aksis kortisol dapat mempengaruhi status imun. Mungkin terdapat pengaturan hipotalamus yang abnormal pada sistim imun. Kemungkinan yang lebih sedikit adalah pada beberapa pasien, proses patofisiologi primer yang melibatkan sistim imun akan menyebabkan gejala psikiatri gangguan mood.g. Pencitraan otakTemuan bermakna pada pasien gangguan bipolar I adalah: terutama laki-laki memiliki ventrikel serebri yang membesar. (pembesaran ventrikel lebih jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat daripada pasien dengan gangguan bipolar I kecuali pada pasien gangguan depresif berat dengan ciri psikotik). Pada satu studi MRI melaporkan bahwa pasien dengan gangguan bipolar I memiliki jumlah lesi di substansia alba profunda yang meningkat dengan signifikan dibandingkan dengan subyek control.Teknik pencitraan otak lain yang sedang diterapkan secara luas untuk gangguan mental adalah magnetic resonance spectroscopy (MRS). Studi MRS pasien dengan gangguan bipolar I menghasilkan data konsisten dengan hipotesis bahwa patofisiologis gangguan ini mungkin melibatkan pengaturan abnormal metabolism fosfolipid membrane. Li MRS juga digunakan untuk mempelajari konsentrasi lithium pada otak dan plasma pada pasien dengan gangguan bipolar I.h. Pertimbangan neuroanatomisBaik gejala gangguan mood maupun temuan riset biologis yang menyokong hipotesis bahwa gangguan mood melibatkan patofisiologis limbic, ganglia basalis, dan hipotalamus. Orang dengan gangguan neurologis ganglia basalis dan sistim limbic (terutama lesi eksitasi pada hemisfer non-dominan) cenderung menunjukan gejala depresif. Sistim limbic dan ganglia basalis berhubungan sangat erat. Sistim limbic dapat memainkan peranan penting dalam menghasilkan emosi.

18Perubahan tidur, napsu makan, dan prilaku seksual serta perubahan biologis menurut pengukuran endokrin, imunologis, dan kronologis pada pasien depresi mengesankan adanya disfungsi hipotalamus. Postur bungkuk, kelambatan motoric, dan hendaya kognitif ringan pada pasien depresi, serupa dengan tanda gangguan ganglia basalis miaslnya penyakit Parkinson dan demensia subkortikal lain.3. Faktor geneticData genetic dengan kuat menunjukkan bahwa factor genetic yang signifikan terlibat dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisan genetic terjadi melalui ekanisme kompleks. Tidak hanya mustahil menyingkirkan pengaruh psikososial, tetapi factor nongenetik mungkin memiliki peranan kausatif di dalam timbulnya gangguan mood pada setidaknya beberapa orang. Komponen genetic memainkan peranan yang lebih bermakna di dalam menurunkan gangguan bipolar I daripada gangguan depresif berat.a. Studi keluarga2Studi keluarga berulang kali menemukan bahwa keluarga derajat pertama proban (orang di dalam keluarga yang pertama kali diidentifikasi sakit) gangguan bipolar I lebih cenderung mengalami gangguan yang sama sebesar 8-18 kali daripada keluarga derajat pertama subyek control lain, dan 2-10 kali lipat cenderung mengalami depresif berat. Studi keluarga juga menemukan bahwa keluarga derajat pertama proban dengan gangguan depresif berat lebih cenderung mengalami gangguan bipolar I sebesar 1,5-2,5 kali daripada keluarga derajat pertama subyek control yang normal serta 2-3 kali lebih cenderung mengalami gangguan depresif berat. Kemungkinan mengalami gangguan mood berkurang jika derajat hubungan keluarga menjauh. Contohnya, keluarga derajat kedua, misalnya sepupu, lebih kecil kemungkinan terkena daripada keluarga derajat pertama misalnya saudara laki-laki. Pewarisan gangguan bipolar I juga tampak di dalam fakta bahwa sekitar 50% pasien gangguan bipolar I setidaknya memiliki 1 orang tua dengan gangguan mood dan yang paling sering adalah gangguan depresif berat. Jila salah satu orang tua memiliki gangguan bipolar I, 25% kemungkinan bahwa setiap anaknya juga memiiki gangguan mood. Jika kedua orang tua memiliki gangguan bipolar I, terdapat 50-75% kemungkinan anaknya memiliki gangguan mood.19b. Studi adopsi2Dua dari tiga studi adopsi menemukan satu komponen genetic yang kuat untuk pewarisan gangguan depresif berat. Satu-satunya studi adopsi untuk gangguan bipolar I juga menunjukkan adanya dasar genetic. Studi adopsi ini menunjukkan bahwa anak biologis dari orang tua yang mengalami gangguan akan tetap memiliki peningkatan risiko terkena gangguan mood, bahkan jika mereka diasuh di dalam keluarga adopsi yang tidak memiliki gangguan ini. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa orang tua biologis anak adopsi yang memiliki gangguan mood memiliki prevalensi gangguan mood yang serupa dengan prevalensi orang tua anak bukan adopsi yang memiliki gangguan mood. Prevalensi gangguan mood pada orang tua adopsi serupa dengan prevalensi dasar pada populasi umum.c. Studi anak kembar2Studi anak kembar menunjukkan bahwa angka konkordansi untuk gangguan bipolar I pada kembar monozigot adalah 33-90% bergantung pada studi tertentu. Gangguan depresif berat angka konkordasi pada kembar monozigot sekitar 50%. Sebaliknya, angka konkordasi ada kembar dizigot sekitar 5-25 persen untuk gangguan bipolar I. 10-25% untuk gangguan depresi berat.d. Studi keterkaitanKetersedia teknik modern biologi molecular termasuk polimorfisme panjang fragmen restriksi telah menghasilkan banyak studi dan sebagian besar tidak dapat diambil kesimpulannya. Hubuangan antara gangguan mood terutama gangguan bipolar I dan penanda genetic telah dilaporkan untuk kromosom 5, 11, 18, dan X. Gen reseptor D2 terletak pada kromosom 5.2 Gen untuk tirosin hidroksilase yaitu enzim yang membatasi laju sintetis katekolamin terletak pada kromosom 11.2 Pada satu studi, penanda pada kromosom 18 ditemukan di 28 keluarga inti dengan gangguan bipolar. Kromosom sebelas dan gangguan bipolar IPada tahun 1987, satu studi melaporkan hubungan antara gangguan bipolar I di antara anggota keluarga Ordo Lama Amish dan penanda genetic pada lengan pendek kromosom 11. Dengan perluasan keturunan berikutnya dan timbulnya gangguan bipolar I pada anggota keluarga yang sebelumnya tidak terkena, penerapan hubungan statistic dihentikan. Kromosom X dan gangguan bipolar IKeterkaitan telah lama diduga antara gangguan bipolar I dan region pada kromosom X yang berisi gen buta warna dan defisiensi glukosa-6-fosfat-dehidrogenase. Seperti pada sebagian studi tentang psikiatri, penerapan teknik genetic molekuler telah memberikan hasil kontradiktif. Sejumlah studi menemukan keterkaitan dan studi lainnya tidak. Interpretasi yang paling konservatif adalah kemungkinan bahwa gen X yang terkait merupakan factor munculnya gangguan bipolar I pada sejumlah pasien dan keluarga.4. Faktor psikososiala. Peristiwa hidup dan stress lingkunganTerdapat pengamatan klinis yang bertahan lama bahwa peristiwa hidup yang penuh tekanan lebih sering mendahului episode gangguan mood yang mengikuti. Hubungan ini telah dilaporkan untuk pasien gangguan deprei berat dan gangguan bipolar I. Sebuah teori yang diajukkan untuk menerangkan pengamatan ini adalah bahwa stress yang menyertai episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama di dalam biologi otak. Perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistim pemberian signal intraneuron, perubahan yang bahkan dapat mencakup hilangnya neuron dan berkurangnya kontak sinaps yang berlebihan. Akibatnya seseorang memiliki risiko tinggi mengalami episode gangguan mood berikutnya tanpa stressor eksternal.Sejumlah klinis yakin bahwa peristiwa hidup memegang peran penting dalam depresi. Klinis lain mengajukan bahwa peristiwa hidup hanya memegang peran terbatas dalam awitan dan waktu depresi. Data yang paling meyakinkan menunjukan bahwa peristiwa hidup yang paling sering menyebabkan timbulnya depresi di kemudian hari pada seseorang adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang paling sering menyebabkan awitan episode depresi adalah kematian pasangan. Faktor risiko lain adalah PHK. Seseorang yang keluar dari pekerjaan sebanyak tiga kali lebih cenderung memberikan laporan gejala episode depresi berat daripada orang yang bekerja.

21b. Faktor kepribadianTidak ada satupun ciri bawaan atau jenis kepribadian yang secara khas merupakan predisposisi seseorang mengalami depresi. Semua manusia dengan pola kepribadian apa pun dapat mengalami depresi di bwah situasi yang sesuai. Orang dengan gangguan kepribadian tertentu seperti obsesi kompulsif, histrionic, dan borderline mungkin memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada orang dengan gangguan kepribadian antisosial atau paranoid. Gangguan kepribadian paranoid dapat menggunakan mekanisme defense proyeksi dan mekanisme eksternalisasi lainnya untuk melindungi diri mereka dari kemarahan di dalam dirinya. Tidak ada bukti yang menunjukan bahwa gangguan kepribadian tertentu terkait dengan timbulnya gangguan bipolar I di kemudian hari. Meskipun demikian, orang dengan gangguan distimik dan siklotimik memiliki risiko mengalami gangguan depresi berat atau gangguan bipolar I di kemudian hari.c. Faktor psikodinamik depresiPemahaman psikodinamik depresi yang dijelaskan Sigmund Freud dan dikembangkan Karl Abraham dikenal sebagai pandangan klasik mengenai depresi. Teori ini meliputi 4 point penting yaitu:2 Gangguan hubungan ibu-bayi selama fase oral (10-18 bulan pertama kehidupan) menjadi predisposisi kerentanan selanjutnya terhadap depresi. Depresi dapat terkait dengan kehilangan obyek yang nyata atau khayalan Introyeksi obyek yang meninggal adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan untuk menghadapi penderitaan akibat kehilangan obyek Kehilangan obyek dianggap sebagai campuran cinta dan benci sehingga rasa marah diarahkan ke dalam diri sendiri.Melaine Klein memahami depresi melibatkan ekspresi agresi terhadap orang-orang yang dicintai seperti yang dikemukakan Freud. Edward Bibring menganggap depresi sebagai fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari ketidaksesuaian antara idealism yang sangat tinggi dan ketidakmampuan memenuhi tujuan tersebut. Edith Jacobson melihat keadaan depresi serupa dengan anak yang tidak berkekuatan dan tidak berdaya yang menjadi korban penyiksaan orang tuanya. 22Anak merasakan dirinya seperti yang diidentifikasi sesuai dengan aspek negative orang tua yang menyiksa, sedangkan sifat sadis orang tua ditransformasikan menjadi superego yang kejam. Silvano Arieti mengamati bahwa banyak orang dengan depresi hidup untuk orang lain bukan untuk dirinya. Dia menyebut orang yang menjadi tujuan hidup orang yang mengalami depresi sebagai hal lain yang dominan dapat berupa prinsip, idealism, atau suatu institusi serta individu lain. Depresi terjadi ketika pasien menyadari bahwa orang atau idealism yang menjadi tujuan hidup mereka tidak akan pernah memberi respons sesuai dengan terpenuhinya keinginan mereka. Konsep Heinz Kohut mengenai depresi berasal dari teori psikologi diri yang bertumpu pada asumsi bahwa diri yang sedang berkembang memiliki kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi orang tua untuk memberikan anak rasa harga diri dan keutihan diri yang positif. Ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terdapat kehilangan massif harga diri yang muncul sebagai depresi. John Bowlby meyakini bahwa kelekatan dini yang rusak dan perpisahan traumatic di masa kanak-kanak adalah predisposisi depresi. Kehilangan pada orang dewasa dikatakan menghidupkan kembali kehilangan masa kanak yang traumatic sehingga mempresipitasi episode depresif pada saat dewasad. Faktor psikodinamik maniaSebagian besar teori manic memandang episode manik sebagai pertahanan hidup terhadap depresi yang mendasari. Contohnya, Karl Abraham meyakini bahwa episode manik dapat mencerminkan ketidakmampuan menoleransi suatu tragedy perkembangan misalnya kehilangan orang tua. Keadaan manik juga dapat terjadi akibat superego yang bersifat tirani yang menghasilkan kritik diri yang tidak dapat ditoleransi yang kemudian digantikan kepuasan diri yang bersifat euphoria. Bertram Lewin menganggap ego pasien manik dibanjiri impuls yang menyenangkan seperti seks atau impuls yang ditakuti seperti agresi. Klein juga memandang mania sebagai reaksi defense terhadap depresi dengan menggunakan defense manik seperti omnipoten sehingga orang tersebut memiliki waham kebesaran.

23VII. Gejala klinisDua gejala dasar di dalam gangguan mood adalah gejala yang terdapat pada manik dan depresi. Episode depresi dapat terjadi pada gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I. Perbedaan episode depresi antara depresif bera dan gangguan bipolar I sukar ditentukan. Untuk membedakannya hanya berupa riwayat pasien, riwayat keluarga, dan perjalanan gangguan masa yang akan datang. Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki keadaan campuran berupa manik dan depresi. Biasanya berlangsung singkat (beberapa menit sampai beberapa jam pada episode depresi selama episode manik).1. Episode depresif2Mood yang depresif dan hilangnya minat atau kesenangan adalah kunci dari gejala depresi. Pasien dapat mengatakan bahwa meraka merasa sedih, tidak ada harapan, tidak berharga. Pasien dengan depresi memiliki mood yang khas dari emosi normal ketika mengalami kesedihan atau berkabung. Pasien sering menggambarkan gejala depresi sebagai satu penderitaan emosi yang sangat mendalam serta kadang-kadang mengeluh tidak dapat menangis.Sekitar dua pertiga pasien berpikir untuk melakukan bunuh diri dan 10-15% melakukan bunuh diri. Pasien yang baru dirawat dengan percobaan bunuh diri atau memiliki ide bunuh diri memiliki risiko seumur hidup yang lebih besar untuk berhasil melakukan bunuh diri daripada yang belum pernah dirawat ke rumah sakit. Beberapa pasien tidak menyadari adanya depresi dan tidak mengeluh adanya gangguan mood walaupun mereka menunjukan adanya penarikan diri dari keluarga, teman, dan aktivitas yang sebelumnya menarik bagi mereka. Hampir emua pasien depresi (97%) mengeluh berkurangnya energy, sulit menyelesaikan tugas, merasa terganggu di sekolah atau tempat kerja, dan memiliki motivasi yang menurun untuk menangani proyek baru. Sekitar 80% mengeluh sulit tidur terutama terbangun sangat pagi hari (yang merupakan insomnia terminal) serta terbangun berulang pada malam hari dan pada saat terbangun pasien merenungkan masalahnya. Banyak pasien mengalami penurunan napsu makan dan penurunan berat badan akan tetapi ada beberapa pasien mengalami hal kebalikannya. Pasien tersebut di dalam DSM-IV-TR termasuk ciri atipikal.24Ansietas adalah gejala depresi yang sering dan mengenai 90% pasien depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapat memperburuk penyakit medis yang telah ada seperti diabetes, hipertensi, penyakit paru obstruktif kronik, dan penyakit jantung. Gejala vegetative lainnya adalah menstruasi abnormal dan menurunnya minat serta kinerja di dalam aktivitas seksual. Ansietas (termasuk serangan panic), penyalahgunaan alcohol, dan keluhan somatic (konstipasi, sakit kepala) sering mempersulit terapi depresi. Sekitar 50% pasien menunjukkan adanya variasi gejala diurnal yang bertambah parah pada pagi hari dan berkurang pada sore hari. Ada pun gejala kognitif seperti ketidakmampuan berkonsentrasi dan hendaya dalam berpikir.a. Depresi pada anak dan remajaFobia sekolah dan menempel terus pada orang tua dapat merupakan gejala depresi pada anak. Buruknya kinerja sekolah, penyalahgunaan zat, prilaku antisosial, berganti-ganti pasangan seksual, bolos sekolah, dan melarikan diri dapat menjadi gejala depresi pada remaja.b. Depresi pada usia lanjutDepresi lebih sering ditemukan pada orang uasia lanjut daripada depresi pada populasi umum. Depresi pada orang lanju usia berhubungan dengan keadaan sosioekonomi yang rendah, kematian pasangan, penyakit fisik yang sudah ada dan isolasi social. Depresi pada usia lanjut kurang terdiagnosis dan tidak diobati terutama oleh dokter umum. Gangguan somatic pada lanjut usia menyebabkan gejala depresi sulit dikenali. 2. Episode manik2Mood yang meningkat, ekpansif, atau iritabel adalah tanda khas episode manik. Mood yang meningkat dapat berupa euphoria dan dapat menyebabkan penyangkalan counter-transferential penyakit tersebut oleh klinisi yang tidak berpengalaman. Pasien sering menunjukan gejala perubahan mood seperti euphoria (dominan) pada awal perjalanan penyakit dan berubah menjadi iritabilitas di kemudian hari.

25Terapi pasien manik di bangsal perawatan dapat dipersulit dengan pengujian mereka terhadap batasan peraturan bangsal, kecenderungan mengalihkan tanggung jawab terhadap perbuatan mereka kepada orang lain, dan eksploitasi terhadap kelemahan orang lain.Judi patologis, kecenderungan menanggalkan pakian di tempat umum, menggunakan pakaian dan perhiasan dengan warna mencolok dengan kombinasi yang tidak biasa dan aneh serta ketidakpedulian terhadap hal-hal kecil (misalnya lupa menutup telepon) merupakan gejala khas gangguan manik. Pasien bertindak secara impulsive di waktu bersamaan dengan rasa yakin dan bertujuan. Pasien manik sering memiliki preokupasi terhadap gagasan keagamaan, politik, keuangan, seksual, atau ide kejar yang dapat berubah menjadi waham yang rumit. Kadang-kadang, pasien manik mengalami regresi dan bermain-main dengan urine dan fesesnya.a. Mania pada remajaMania pada remaja sering salah didiagnosis sebagai gangguan kepribadian antisosial atau skizofrenia. Gejala mania pada remaja dapat mencakup psikosis, penyalahgunaan alcohol atau zat lain, upaya bunuh diri, masalah akademik, pemikiran fisiologis, gejala gangguan obsesif-kompulsif, berbagai keluhan somatic, iritabilitas yang jelas sehingga mengakibatkan perkelahian, dan prilaku antisosial lain.

26VIII. Penatalaksanaan1

28

29

30Di bawah ini adalah obat-obat yang dapat digunakan pada GB:1. Stabilisator Mooda. LitiumLitium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun yang lalu. Ia lebih superior bila dibandingkan dengan plasebo.FarmakologiSejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium dieksresikan dalam bentuk utuh hanya melalui ginjal.IndikasiEpisode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapirumatan GB.DosisRespons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.Efek sampingEfek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat pula terjadi akibat penggunaan litium. Neurotoksisitas bersifat ireversibel. Akibat intoksikasi litium, defisit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, defisist memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan.Litium dapat merusak tubulus ginjal. Faktor risiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya penyakit fisik lainnya. Pasien yang mengonsumsi litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak meminum air.31Pemeriksaan LaboratoriumSebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid, harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun, pemeriksaan EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa setiap 2-3 bulan dan fungsi tiroid dalam enam bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau bila ada indikasi.Wanita HamilPenggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin. Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita dengan GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat melanjutkan litium selama kehamilan bila ada indikasi secara klinis. Kadar litium darahnya harus dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita tersebut harus disupervisi oleh ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan efek putus litium terhadap ibu harus didiskusikan.b. ValproatValproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai antimania.Valproat tersedia dalam bentuk: Preparat oral; Sodium divalproattablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium valproat adalah sama (1:1) Asam valproat Sodium valproat Sodium divalproatkapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan. Divalproat Dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari. Preparat intravena32 Preparat supositoriaFarmakologiTerikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Konsentrasipuncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam sedangkan sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan dengan makanan.Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak.DosisDosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL.Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum > 100 mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproate dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL.IndikasiValproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia.Efek SampingValproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat.33c. LamotriginLamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.FarmakokinetikLamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan dalam bentuk utuh.IndikasiEfektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.DosisBerkisar antara 50-200 mg/hari.Efek SampingSakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk kemerahan di kulit.2. Antipsikotika AtipikAntipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin, risperidon, quetiapin, dan aripiprazol.a. RisperidonRisperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.AbsorbsiRisperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia dimetabolisme oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6.DosisUntuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. 34Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu.IndikasiRisperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatanEfek SampingSedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan, berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi pada pemberian risperidon.b. OlanzapinOlanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas terhadapdopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin 1(H1), dan a1-adrenergik.IndikasiOlanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dancampuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.DosisKisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.Efek SampingSedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik.

35c. QuetiapinQuetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai antagonis 5-HT1A dan 5-HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.DosisKisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.IndikasiQuetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.Efek SampingQuetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek samping yang sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan berat badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipik.d. AripiprazolAripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin.FarmakologiAripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis 5-HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c,5-HT7, a1- adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik.DosisAripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. 36Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas.IndikasiAripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi.Efek SampingSakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo.Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QTc.3. AntidepresanAntidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya harus dalam jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi hipomania atau mania.Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan antipsikotika atipik4. Intervensi PsikososialIntervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive behavioraltherapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial lainnya. Intervensi psiksosial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan remisi.

37IX. KomplikasiKomplikasi utama dari gangguan bipolar adalah:1. Bunuh diriPasien yang pernah ada keinginan bunuh diri biasanya beresiko untuk bunuh diri. Pasien depresi memiliki risiko untuk bunuh diri. Risiko untuk bunuh diri dan melukai diri sendiri merupakan risiko seumur hidup.Studi Hong menunjukan hubungan genetic antara gangguan bipolar dan prilaku bunuh diri terutama pada individu berkulit putih. Menurut penelitian, pria dengan gangguan bipolar memiliki risiko yang tinggi untuk melakukan bunuh diri.Karakteristik pasien bipolar yang memiliki keinginan bunuh diri yang dikemukakan oleh The European Mania in Bipolar Longitudinal Evaluation of Medication (EMBLEM) yaitu:4-5a. Perempuanb. Adnya riwayat penyalahgunaan alcoholc. Adanya riwyat penyalahgunaan zat/ obatd. Durasi penyakit yang lamae. Usia muda pada pengobatan pertama untuk episode moodf. Keparahan gejala depresi yang lebih besarg. Penggunaan benzodiazepineh. Kurangnya kepatuhan minum obati. Pasien yang membunuh sering terjadi pada fase manik. Mereka akan menggunakan kekerasan jika orang lain tidak memenuhi segala keinginannya sehingga pasien menjadi marah2. Pembunuhan3. Kecanduan

38X. Perjalanan gangguan dan prognosis1. Perjalanan gangguanRiwayat alami gangguan bipolar I sedemikian rupa sehingga sering berguna untuk menggambarkan gangguan pasien dan membuatnya tetap up to date. Walaupun gangguan siklotimik didiagnosis belakanganpada pasien dengan gangguan bipolar I, tidak ada ciri kepribadian yang teridentifikasikan yang dikaitkan dengan gangguan bipolar I.Gangguan bipolar I sering dimulai dengan depresi (75% pada perempuan, dan 67% pada laiki-laki) dan merupakan gangguan berulang. Sebagian besar pasien mengalami episode depresif dan manik walaupun 10-20% hanya mengalami episode manik.Episode manik biasanya memiliki awitan cepat (jam atau hari) tetapi tidak berkembang selama beberapa minggu. Episode manik yang tidak diobati dapat bertahan sekitar selama 3 bulan sehingga klinis sebaiknya tidak menghentikan obat sebelum waktu tersebut. 90% orang yang memiliki 1 periode manik cenderung berulang. Ketika gangguan berkembang, waktu antarepisode sering berkurang. Meskipun demikian, setelah sekitar 5 episode interval antarepisode sering stabil antara 6-9 bulan. 5-15% orang dengan gangguan bipolar memiliki 4 episode atau lebih setiap tahun dan dapat dikalsifikasikan sebagai siklus cepat.2. Gangguan bipolar I pada anak dan orangtuaGangguan bipolar I dapat terjadi pada orang tua atau pada usia yang sangat muda. Insiden gangguan bipolar I pada anak dan remaja adalah sekitar 1 persen dan awitan biasa terjadi pada usia 8 tahun.2Gangguan bipolar 1 dengan awitan yang sedemikian dini berkaitan dengan prognosis buruk. Gejala manik biasa terjadi pada usia lanjut walaupun kisaran penyebabnya luas dan mencakup keadaan medis non psikiatri, demensia, delirium, serta gangguan bipolar I.

393. PrognosisPasien dengan gangguan bipolar 1 memiliki diagnosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien dengan depresi berat. Sekitar 40-50% pasien gangguan bipolar 1 dapat mengalami episode manik kedua dalam 2 tahun sejak episode pertama. Walaupun profilaksis lithium memperbaiki perjalanan penyakit serta prognosis, kemungkinan hanya 50-60% pasien berhasil dengan pengobatan lithium dalam hal memperbaiki gejalanya. Faktor yang membuat prognosis buruk adalah premorbid yang buruk, ketergantungan alcohol, adanya ciri psikotik, ciri depresi, dan jenis kelamin laki-laki. Lama episode manik yang singkat, awitan pada usia lanjut, sedikit pikiran bunuh diri, serta sedikit masalah medis atau psikiatri yang timbul bersamaan merupakan factor yang membuat prognosis baik.

40BAB IIIPENUTUPGangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodic dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup.Sebelum mendiagnosis suatu penyakit apa pun perlu dilakukan pemeriksaan. Pada ilmu kesehatan jiwa, pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan status mental. Pemeriksaan status mental mulai dari penampilan sampai tilikan baik pada episode manik ataupun episode depresi.Kriteria diagnosis gangguan bipolar 1 terdiri atas 6 bagian yaitu gangguan bipolar I, episode manik tunggal, gangguan mood bipolar I, episode manik saat ini, gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini, gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini, gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini, gangguan mood bipolar I, episode tidak dapat diklasifikasikan saat ini. Dari kriteria tersebut dapat dilihat bahwa pada gangguan bipolar 1 selalu terdapat gejala manik pada setiap kriteria. Episode pertama pada gangguan bipolar dapat berupa manik ataupun depresi. Pada manik biasa terjadi pada laki-laki dan pada depresi biasa terjadi pada perempuan.Biasanya terjadi pada usia yang sangat muda (anak-anak ataupun remaja) ataupun pada lansia. Etiologi dari gangguan ini terdiri atas 3 faktor yaitu factor biologis, factor genetic, dan factor psikososial.Gejala klinis berupa gejala pada episode manik ataupun pada episode depresi tergantung pada kriteria mana yang diderita oleh pasien.Penatalaksanaan dapat berupa farmakomedika (mood stabilizier, antidepresi, antipsikotik atipik) dan intervensi psikososial. Komplikasi dari gangguan ini yang paling serinng adalah bunuh diri (pada saat depresi) ataupun melukai bahkan membunuh orang (pada saat manik).Prognosis tergantung pada onset penyakit, jenis kelamin, status premorbid, ketergantungan alcohol, adanya masalah medis atau psikiatri yang timbul bersamaan, adanya pikiran bunuh diri, dan lama episode manik.41DAFTAR PUSTAKA1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Pedoman tata laksana gangguan bipolar PDSKJI. 2010. Diunduh dari: http://www.pdskji.org/wp-content/uploads/file/2010%20Pedoman%20Tatalaksana%20GB%20PDSKJI.pdf, 3 April 2014.2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock: buku ajar psikiatri klinis. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2010.p.197-20.3. Amir N. Gangguan bipolar. Dalam: Fakultas Kedokteran Indonesia. Buku ajar psikiatri. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.p. 214-7.4. Soreff S. Bipolar affective disorder. Februari 2014. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/286342, 3 April 2014.5. Bellivier F, Yon L, Luquiens A, et al. Suicidal attempts in bipolar disorder: results from an observational study (EMBLEM).Bipolar Disord. Jun 2011;13(4):377-386.

42DAFTAR ISI1. Daftar isi.Xi2. Pendahuluan...13. Isi: Definisi..2 Pemeriksaan status mental...2 Klasifikasi gangguan bipolar I.7 Patofisiologi..10 Epidemiologi.13 Etiologi..14 Gejala klinis Episode depresif.24 Episode manik25 Penatalaksaan..27 Komplikasi..38 Perjalanan gangguan dan prognosis...394. Penutup...415. Daftar Pustaka42

xiGangguan Bipolar Afektif I

Disusun oleh: Dinna Mulyani (11-2012-111)

Pembimbing: dr. Endang S. Sp.KJ

STASE ILMU KESEHATAN JIWARUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. AMINO GONDOHUTOMOJalanMajapahit no. 347 Semarang, 50191 PERIODE 24 FEBRUARI 2014-29 MARET 2014