REFRAT OAS Finish Edit

Embed Size (px)

Citation preview

Referat Ilmu Penyakit Mata SINDROM APEKS ORBITA

Pembimbing: dr. Mustafa K. Shahab, Sp.M dr. Agah Gadjali, Sp.M dr. Henry A.W., Sp.M dr. Hermansyah, Sp.M dr. Gartati Ismail, Sp.M Disusun oleh: Irma Fatma Rahayu Bimantoko H.S Gilang D (0920221110) (0920221205) (0920221206)

Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto Periode 21 November 31 Desember 2011

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan pertolonganNya kami dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagi CoAss Universitas Pembangunan Nasional yang sedang menjalani program kepaniteraan klinik di departemen mata Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto. Dalam referat ini akan dibahas secara menyeluruh mengenai Sindrom Apeks Orbita. Adapun referat ini menggunakan berbagai sumber kepustakaan, baik dari buku maupun jurnal dan artikel yang diunduh dari internet. Penulis sangat berharap referat ini dapat memenuhi kebutuhan pembaca dan memberikan manfaat berupa pengetahuan baru bagi pembaca yang budiman. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada para pembimbing, yaitu dr. Agah Gadjali, Sp.M, dr. Henry A.W., Sp.M, dr. Hermansyah, Sp.M, dr. Gartati Ismail, Sp.M, dan dr. Mustafa K.S, Sp.M, yang telah banyak memberikan arahan dan masukan yang berarti. Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak keterbatasan. Oleh sebab itu kami menerima dengan senang hati segala kritik dan saran yang membangun demi kepentingan kita bersama. Akhir kata semoga referat ini dapat berguna bagi penyusun maupun pembaca sekalian. Kiranya Tuhan memberkati kita semua.

Jakarta, Desember 2011

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i DAFTAR ISI......................................................................................................ii PENDAHULUAN...............................................................................................1 KESIMPULAN.................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................17

ii

PENDAHULUANOrbital Apex Syndrome (OAS) atau sindrom apeks orbita merupakan sindrom yang melibatkan kerusakan saraf occulomotor (N. III), saraf thoklear (N. IV), saraf abducens (N. VI), dan oftalmik yang merupakan cabang dari saraf trigeminal (N. V1) gangguan.3 Insiden OAS tergantung pada penyebabnya, setiap penyebab berbeda tergantung darimana sumbernya. Dalam tinjauan retrospektif dari 151 lesi penyebab CSS, penyebab tumor lebih sering (45 pasien, 30%). Pada penyebab bedah meliputi trauma, etiologi iatrogenik/ traumatic (53 pasien, 35%) lebih umum menjadi penyebab. Peradangan yang terbatas pada seseorang merupakan penyebab ketiga (34 pasien, 23%), sedangkan penyebab vascular, infeksi, dan penyebab lain adalah sisanya yaitu 12% dari CSS.3 Gejala awal terdapat OAS adalah hilangnya penglihatan. Nyeri pada daerah periorbita merupakan keterlibatan pada nervus kranial V1 oftalmikus cabang dari trigeminus. Nyeri periorbita juga dapet terjadi pada penyakit lain seperti TolosaHunt syndrome suatu penyakit inflamasi apeks orbita.3 Pemeriksaan radiologi diperlukan pada pasien dengan sindrom apeks orbita. MRI adalah modalitas terbaik dalam evaluasi pasien-pasien dengan sindrom apeks orbiota. CT-scan juga berperan penting pada kasus trauma atau pasien yang kontrindikasi terhadap MRI. CT-scan lebih unggul dari MRI terutama pada gambaran anatomi tulang dan khususnya bila terjadi fraktur pada apeks. Bila terjadi kecurigaan pada lesi vaskular pada sinus kavernosus Magnetic resonance angiografi (MRA) atau CTangiografi dapat membantu.3 Pada sindrom apeks orbita berespon baik pada pemberian kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid disarankan hati-hati, mengingat dapat terjadi infeksi yang tersembunyi khususnya pada infeksi jamur.3 Dalam referat ini akan dibahas secara menyeluruh mengenai Sindrom Apeks Orbita. Adapun referat ini dibuat sebagai penambah keilmuan ilmu penyakit mata dan syarat kelulusan dalam kepaniteraan klinik ilmu penyakit mata Rumah Sakit Bhayangkara tingkat I Raden Said Sukanto. yang akan menyatu dengan saraf optik yang mengalami

1

TINJAUAN PUSTAKA1.1ANATOMI TULANG-TULANG PEMBENTUK ORBITA DAN OTOT PENGGERAK BOLA MATA Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama-sama tulang palatinum dan zigomatikus.1 Rongga orbita yang berbentuk piramid ini terletak pada kedua sisi rongga hidung. Dinding lateral orbita membentuk sudut 45 derajat dengan dinding medialnya.1 Dinding orbita terdiri atas tulang :1 1. 1. 1. 2. Atap atau superior : os.frontal Lateral : os.frontal, os. zigomatik, ala magna os. fenoid

Inferior : os. zigomatik, os. maksila, os. palatina Nasal : os. maksila, os. lakrimal, os. etmoid Foramen optik terletak pada apeks rongga orbita, dilalui oleh saraf

optik, arteri, vena, dan saraf simpatik yang berasal dari pleksus karotid.1 Apeks orbita adalah tempat masuknya semua saraf dan pembuluh darah ke mata dan tempat asal semua otot ekstraokuler kecuali obliquus inferior.4 Fisura orbita superior di sudut orbita atas temporal dilalui oleh saraf lakrimal (V), saraf frontal (V), saraf troklear (IV), saraf okulomotor (III), saraf nasosiliar (V), abdusen (VI), dan arteri vena oftalmik.1 Fissura orbitalis superior terletak di antara korpus dan alae parvae dan magnae ossis sphenoidalis. Vena oftalmik superior dan nervus lakrimalis, frontalis, dan trabekularis berjalan melalui2

bagian lateral fissura yang terletak di luar annulus Zinn. Ramus superior dan inferior nervus okulomotorius dan nervus abducens dan nasosiliar berjalan melalui bagian medial dari fissura di dalam annulus Zinn. Nervus optikus dan arteri oftalmika berjalan melalui kanalis optikus, yang juga terletak di dalam annulus Zinn. Vena oftalmik inferior dapat melalui bagian dari fissura orbitalis superior termasuk bagian bersebelahan dengan korpus sphenoidalis yang terletak inferomedial dari annulus Zinn. Vena oftalmik inferior sering bergabung dengan vena oftalmik superior sebelum keluar dari orbita. Fisura orbita inferior terletak di dasar tengah temporal orbita dilalui oleh saraf infra-orbita dan zigomatik dan arteri infra orbita.1 Fosa lakrimal terletak di sebelah temporal atas tempat duduknya kelenjar lakrimal.1 Pemasok arteri utama ke orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika, cabang terbesar dari bagian intrakranial arteria carotis interna. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersama melewati kanalis optikus menuju ke orbita.4 Rongga orbita tidak mengandung pembuluh atau kelenjar limfa.2

Gambar 1. Anatomi rongga orbita kanan tampak depan3

Sumber: :http://doctorology.com/tulang+orbita/325.htm

Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakkan mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.1 Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot yaitu :1,2 1. Oblik inferior, aksi primer - ekstorsi dalam abduksi

sekunder - elevasi dalam aduksi - abduksi dalam elevasi 2. Oblik superior, aksi primer- intorsi pada abduksi sekunder - depresi dalam aduksi - abduksi dalam depresi 1. Rektus inferior, aksi primer sekunder - depresi pada abduksi

- ekstorsi pada abduksi - aduksi pada depresi

2. 3. 4.

Rektus lateral, aksi Rektus medius, aksi

- abduksi - aduksi

Rektus superior, aksi primer - elevasi dalam abduksi sekunder - intorsi dalam aduksi - aduksi dalam elevasi

1.

Otot Oblik Inferior Oblik inferior mempunyai origo pada foss lakrimal tulang lakrimal, berinsersi

pada sklera posterior 2 mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor, bekerja untuk menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi.1 1. Otot Oblik Superior Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenodi di atas foramen optik, berjalan menuju troklea dan dikatrol batik dan kemudian berjalan di atas otot rektus superior, yang kemudian berinsersi pada sklera dibagian temporal belakang4

bola mata. Oblik superior dipersarafi saraf ke IV atau saraf troklear yang keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat.1 Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan search atau mata melihat ke arch nasal. Berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi (primer) terutama bila mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.1 Oblik superior merupakan otot penggerak mata yang terpanjang dan tertipis.1 3. Otot Rektus Inferior Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik inferior dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan dengan oblik inferior diikat kuat oleh ligamen Lockwood.1 Rektus inferior dipersarafi oleh n. III Fungsi menggerakkan mata - depresi (gerak primer) - eksoklotorsi (gerak sekunder) - aduksi (gerak sekunder) Rektus inferior membentuk sudut 23 derajat dengan sumbu penglihatan.1 4. Otot Rektus Lateral Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah foramen optik. Rektus lateral dipersarafi oleh N. VI. Dengan pekerjaan menggerakkan mata terutama abduksi.1 5. Otot Rektus Medius Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura saraf optik yang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakkan mata bila terdapat neuritis retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius merupakan otot mata yang paling tebal dengan tendon terpendek.1 otot rektus medius dipersyarafi N.III.4 Menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).15

6. Otot Rektus Superior Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus dan dipersarafi cabang superior N.III.1 Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral :1 - aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral - insiklotorsi

Gambar 2. Otot-otot penggerak bola mata Sumber: http://pakarmataku.com//anatomiototpenggerakmata.html Pasokan darah otot ekstraokuler berasal dai cabang-cabang muskular dari arteri oftalmik. Muskulus rektus lateralis dan obliquus inferior juga dipasok berturut-turut oleh cabang-cabang dari arteri lakrimalis dan arteri infra orbitalis.4 Topografi nervus III, IV, V Nervus Okulomotorius (III) Nervus okulomotorius berasal dari antara pedunculus cerebri dan berjalan dekat arteri communicans posterior dari circulus Willis. Lateral terhadap glandula pituitaria, saraf ini dekat pada traktus optikus, dan menembus dura untuk berjalan di dinding lateral sinus kavernosus. Saat meninggalkan sinus kavernosus, saraf ini membelah menjadi cabang superior dan inferior. Cabang superior memasuki orbita6

di dalam annulus Zinn pada puncaknya dan dekat pada nervus throklearis. Cabang inferior memasuki bagian bawan annulus Zinn dan berjalan di bawah nervus optikus untuk mempersyarafi muskulus rektus medialis dan inferior. Sebuah cabang besar dari cabang inferior terjulur ke depan untuk mempersarafi obliquus inferior. Sebuah cabang kecil dari ujung proksimal nervus ke obliquus inferior membawa serat-serat parasimpatis ke ganglion siliaris.4 Nervus Trokhlearis (IV) Nervus trokhearis merupakan bagian intrakranial paling panjang, dan juga merupakan satu-satunya saraf yang berasal dari permukaan dorsal batang otak tepat sebelum colliculus inferior. Nervus ini menembus dura di belakang sella tursica dan berjalan di dalam dinding lateral sinus karotikus untuk memasuki fissura orbitalis superior, medial terhadap nervus frontalis. Lalu berjalan di periorbita dari atap di atas muskulus levator ke permukaan atas muskulus obliquus superior. Nervus Trigeminus (V) Nervus trigeminus berasal dari pons, dan akar sensorisnya membentuk ganglion trigeminus. Cabang pertama (oftalmikus), dari tiga cabang yang ada, berjalan melalui dinding laterak sinus kavernosus dan bercabang menjadi nervus lakrimalis, frontalis, dan nasosiliar. Nervus lakrimalis berjalan melalui aspek lateral atas dari fissura orbitalis superior, di luar annulus Zinn, dan melanjutkan jalur lateralnya dalam orbita untuk berakhir di glandula lakrimalis. Sedikit medial dari nervus lakrimalis di dalam fissura orbitalis superior. Nervus frontalis merupakan cabang terbesar dari cabang pertama nervus trigeminus. Saraf ini juga menyilangi annulus Zinn dan berjalan di atas levator ke aspek medial orbita, tempat saraf ini bercabang menjadi nervus supraorbitalis dan supratrokhlearis. Nervus nasosiliar adalah saraf sensoris mata dan merupakan cabang terminal.4 Divisi kedua (maksilaris) nervus trigeminus berjalan melalui foramen rotundum dan memasuki orbita melalui fissura orbitalis inferior. Nervus maksilaris berjalan melalui kanalis infra orbitalis menjadi nervus infraorbitalis dan keluar melalui foramen infraorbitalis, untuk sensasi palpebra inferior dan pipi berdekatan. Nervus infraorbitalis sering cedera pada fraktur dasar orbita.4 Nervus Abducens (VI)

7

Nervus abducens muncul diantara pons dan medula dan menempuh jalan di atas clivus ke klonid posterior, menembus dura, dan berjalan di dalam sinus kavernosus. Setelah melalui fissura orbitalis superior di dalam annulus Zinn, nervus berlanjut ke lateral untuk mempersarafi muskulus rektus lateralis.4

1.2

EPIDEMIOLOGI3 Insiden OAS tergantung pada penyebabnya, setiap penyebab berbeda tergantung darimana sumbernya. Dalam tinjauan retrospektif dari 151 lesi penyebab CSS, penyebab tumor lebih sering (45 pasien, 30%). Pada penyebab bedah meliputi trauma, etiologi iatrogenik/ traumatic (53 pasien, 35%) lebih umum menjadi penyebab. Peradangan yang terbatas pada seseorang merupakan penyebab ketiga (34 pasien, 23%), sedangkan penyebab vascular, infeksi, dan penyebab lain adalah sisanya yaitu 12% dari CSS.

Tinjauan retrospektif dari 130 kasus SOFS yang diterbitkan meperlihatkan etiologi peradangan pada 45 dari 63 pasien (73%) yang meneruskan evaluasi neuroradiologi. Penyebab neoplasma dan hematoma terdapat pada 5 dari 63 pasien (8%). Penyebab yang tidak teridentifikasi pada 8 dari 63 pasien (13%).

1.3

ETIOLOGI3 proses vascular.

OAS dapat disebabkan oleh peradangan, infeksi, neoplasma, iatrogenic/ traumatik, atau Peradangan dapat disebabkan, antara lain: Sarcoidosis Lupus Erimatosus Sistemik Sindrom Churg-Strauss Weneger granulomatosis THS Giant cell arteritis Pseudotumor orbital inflamatori Thyroid orbitopathy

Infeksi dapat disebabkan, antara lain:

-

Fungi: Aspergillosis, Mucormycosis8

-

Bakteri: Streptococcus spp, Staphylococcus spp, Actinomyces spp, Gramnegative bacilli, anaerobes, mycobacterium tuberculosis. Spirocetes: Traponema pallidum Virus: Herpes Zoster

Neoplasma dapat disebabkan, antara lain:

-

Tumor pada kepala dan leher: karsinoma nasofaringeal, karsinoma adenoid kistik, karsinoma sel skuamosa. Tumor neural: neurofibroma, meningioma, ciliary neurinoma, schwanoma. Lesi metastatis: paru-paru , payudara, sel ginjal, melanoma maligna. Hematologi: limfoma Burkitt, non-Hodgkin lymphoma, leukaemia Invasi perineural pada cutaneous maligna

Iatrogenik/ traumatik A. Iatrogenik Operasi sinunasal Operasi orbita/ fasia

B. Traumatik Vaskular Lainnya Mucocele Aneurisma karotis kavernosus Fistula karotis kavernosus Trombosis sinus kavernosus Anemia sickle sel Luka penetrasi Luka non penetrasi Fraktur apeks orbita Terdapat benda asing

9

1.4

PATOFISIOLOGI3

Patofisiologi OAS disesuaikan dengan etiologinya, akan dibahas satu per satu. Peradangan Penyakit peradangan dalam apeks orbita mungkin menimbulkan oftalmoplegia yang sangat sakit dengan atau tanpa disertai neuropati optik. Khususnya, onset gejala tiba-tiba dengan progres selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Kondisi ini meliputi Wegener granulomatosis, sarcoidosis, lupus erimatosus sistemik, dan sindrom Churg-Strauss. Arteritis Giant sel juga mungkin menirukan OAS tetapi jarang dan diikuti dengan nyeri periorbital dan oftalmologplegia. Dua bentuk sistemik dari Wegener granulomatosis melibatkan paru-paru dan ginjal, dan bentuk ini terbatas meliputi sinus kavernosus. Pada pasien ini tinggi lesi pada sinus kavernosus dan pakimeningen mengental dipantau. Sindrom Churg-Strauss juga bisa menyebabkan CSS. Biasanya pasien ini terdapat riwayat asma, sakit kepala hebat, sisi kiri oftalmoplegia progresif, dan penglihatan berkurang. Infeksi Penyakit-penyakit infeksi termasuk sistem saraf pusat, sinus-sinus paranasal, dan struktur periorbital mempunyai peranan penting terjadinya OAS. Hal tersebut termasuk jamur seperti Mucormycosis dan Aspergillosis, bakteri, dan sifilis. Mucormycosis dan Aspergillosis dicurigai pada individu dengan predisposisi meliputi diabetes melitus, pecandu alcohol, keganasan hematologi, dan imunosupresan. Pada penyebab jamur pada beberapa pasien perlu dipertimbangkan pemberian imunodilator, antineoplasma, atau terapi kortikosteroid yang lama. Walaupun infeksi jamur di orbit dan sinus paranasal bisa menimbulkan nyeri, invasi dan nekrosis jaringan lokal, dan gambaran radiograpi khas. Infeksi bakteri mengakibatkan trombosis sinus kavernosus, umumnya penyebaran infeksi terbatas pada sinus paranasal. Bakteri yang umumnya terlibat meliputi Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, streptococci yang lain, basil Gram negatif, dan bakteri anaerob. Infeksi campuran antara S. aureus dan Pseudomonas aeruginosa juga harus dipantau pada OAS dengan trombosis sinus kavernosus.10

Neoplasma Kemungkinan neoplasma harus betul-betul dipertimbangkan sebagai diagnosis banding OAS, khususnya pasien dengan riwayat kanker. Ocular primer atau tumor orbital, sinus paranasal neoplasma, atau tumor sistem saraf pusat dapat menginvasi ke apeks orbita. Tumor yang umumnya menjadi penyebab CSS meliputi kanker nasofaringeal, limfoma, adenoma pituitari, meningioma, dan penyakit metastasis. Invasi lokal pada apeks orbita berasal dari tumor kepala dan leher yang berdekatan adalah lebih sering terjadi. Kanker kista adenoid, kanker mukoepidermoid, kanker sel skuamosa stadium awal juga dapat menimbulkan perkembangan primer ke apeks orbital. Iatrogenik/ traumatik Iatrogenic sebagai penyebab OAS dilaporkan ikutan dari prosedur operasi sinonasal dan periorbital. OAS dilaporkan setelah ligasi arteri etmoidalis untuk epistaksis kambuhan, ethmoidectomy intranasal untuk polip nasal, dan septorhinoplasti. Neuropati optik saat operasi sinus dapat terjadi kerusakan baik langsung maupun tidak lansung pada saraf optic atau suplai darah saraf optik.

Vaskular Vascular penyebab CSS meliputi aneurisma carotid kavernosus, fistul carotid kavernosus, dan thrombosis sinus kavernosus. Aneurisma carotid kavernosus bisa terjadi unilateral atau bilateral sindrom sinus kavernosus melalui kompresi dengan saraf cranial terdekat. Fistul carotid kavernosus terjadi pulsasi proptosis, injeksi konjungtiva hebat, dan glaukoma dari peningkatan tekanan vena episkleral. Riwayat trauma kepala sering menimbulkan fistul carotid kavernosus, fistul carotid kavernosus dapat terjadi spontan dan harus dipantau pada pasien dengan hipertensi yang lama atau kerusakan jaringan seperti sindrom Ehlers Danlos. 1.5 MANIFESTASI KLINIS3 Gejala awal terdapat OAS adalah hilangnya penglihatan dan oftalmoplegia. Nyeri pada daerah periorbita merupakan keterlibatan pada nervus kranial V111

oftalmikus cabang dari trigeminus. Nyeri periorbita juga dapet terjadi pada penyakit lain seperti Tolosa-Hunt syndrome suatu penyakit inflamasi apeks orbita. Sangat penting untuk memeriksa pasien yaitu kulit periorbita dan refleks kornea untuk mendeteksi sensasi yang asimteris. Pada kondisi inflamasi, infeksi dan neoplasma dapat dihubungkan dengan proptosis. Atrofi optis dapat terjadi sesudah beberapa minggu atau bulan. Diplopia yang khas yaitu esotropia akibat kelemahan nervus occulomotorius. Beberapa peneliti melaporkan bahwa ada hubungan antara sejumlah nervus kranial yang terlibat dan susunan saraf pusat yang terkena. Pada studi retrospektif dari 68 pasien yang memiliki neuropati kranial. Nervus oculomotorius dan abdusen yang paling sering terlibat diikuti nervus throklear.

1.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG3

Pemeriksaan Laboratorium Pasien dengan sindrom apeks orbita dalam pemeriksaan laboratorium disesuaikan bedasarkan etiologinya. Pemeriksaan darah sampai kultur dapat dilakukan. Bahkan bila perlu dilakukan biopsi.

Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah dengan CT scan dan MRI.

1.7

DIAGNOSIS3 sesuai dengan etiologinya.

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang Gejala awal yang terdapat pada OAS : o Hilangnya penglihatan o Oftalmoplegia Tanda- tanda yang sering muncul :. o Refleks pupil yang asimetris o Nyeri pada daerah periorbita o Diplopia12

o Esotropia o Proptosiso

Respon yang baik terhadap steroid topikal.

Dan karena sindrom apeks orbita terdapat beberapa etiologi penyebab maka pemeriksaan CT scan dan MRI diperlukan.

1.8 DIAGNOSIS BANDING 1. Sindrom fisura orbitalis superior Superior orbital fissure syndrome (SOFS) atau sindrom Rochon Duvigneud lesinya sering terletak antara anterior sampai apeks orbita, termasuk struktur di luar annulus Zinn dan lesi sering keluar dari annulus. Secara letak klinis, kelumpuhan multiple saraf kranial mungkin dapat terlihat tanpa patologi saraf optik. Sindrom fisura orbitalis merupakan sindrom dimana semua saraf perifer ekstraokular berjalan melalui fisura orbitalis superior terkena trauma atau tumor yang mencapai fisura ini. 3,4,9 Pada sindrom ini dapat merupakan suatu perluasan proses yang berasal sinus kavernosus, hal ini karena dinding sinus kavernosus melanjutkan diri ke lateral sebagai dura yang membungkus tulang yang membentuk fissura orbitalis superior.6,7

2. Sindrom sinus kavernosus Sinus kavernosus terdiri dari arteri karotis yang merupakan pleksus simpatikus, nervus cranial III, IV dan VI. Sebagai tambahan, cabang trigeminus; opthalmikus dan maxilaris melintasi sinus kavernosus. Sindrom sinus kavernosus adalah sekumpulan gejala yang ditandai dengan adanya oftalmoplegia, kemosis, proprosis, peningkatan tekanan okuli, dan hilangnya sensasi pada nervus trigeminus, yang terjadi umumnya unilateral dan dapat bilateral pada proses keganasan. Gejala yang timbul dapat perlahan dan progressif.5 keluhan pada pasien cenderung proptosis dan edema pada kelopak mata dan konjungtiva.6,7 Pada hakekatnya sindrom fissura orbitalis superior dan sindrom sinus kavernosus tidak dapat dibedakan. Kedua simdrom ini mencakup kelumpuhan13

nervus okulomotoris, trokhlearis, dan absducens disamping terlibatnya cabang kesatu dan kedua nervus trigeminus.6,7

1.9

EVALUASI DAN PENATALAKSANAAN Pemeriksaan radiologi diperlukan pada pasien dengan sindrom apeks orbita. MRI adalah modalitas terbaik dalam evaluasi pasien-pasien dengan sindrom apeks orbiota. Untuk mengevaluasi apeks orbita dan sinus cavernosus, kita lakukan MRI otak dan orbita dengan kontras. CT-scan juga berperan penting pada kasus trauma atau pasien yang kontraindikasi terhadap MRI. CT-scan lebih unggul dari MRI terutama pada gambaran anatomi tulang dan khususnya bila terjadi fraktur pada apeks. Bila terjadi kecurigaan pada lesi vaskular pada sinus kavernosus Magnetic resonance angiografi (MRA) atau CT-angiografi dapat membantu.3,10,11 Pemeriksaan laboratorium untuk inflamasi atau infeksi seperti laju endap darah, hitung darah lengkap, atau pemeriksaan antibodi spesifik juga perlu diperhatikan pada temuan klinis yang dicurigai.3 Ketika penyebab spesifik tidak dapat ditemukan, pilihan tatalaksana utama adalah observasi, pemberian kortikosteroid, dan bedah biopsi. Pengobatan steroid untuk traumatik optik neuropati dibagi dalam beberapa kategori, yaitu dosis sedang ( 60-100 mg prednison, dosis oral), dosis tinggi (1 gram IV metilprednisolon per hari) atau dosis mega (30 mg/kgBB loading dose IV metilprednisolon diikuti 5,4 mg/kgBB/jam untuk 24 jam). Dimana steroid ini berguna sebagai neuroprotektif pada sistem saraf pusat, juga sebagai antioksidan dan hambatan terbentuknya radikal bebas yang terinduksi oleh perioksida lipid. Tidak adanya kemungkinan tanda sistemik dari infeksi dan penyakit inflamasi, dapat diberikan kortikosteroid dan observasi ketat. Bila pandangan kabur atau oftalmoplegia memburuk, ulangi pemeriksaan radiologi. Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah dengan dekompresi saraf optik pada daerah luka.3,8,10,11 Tatalaksana sindrom apeks orbita berdasarkan pada penyebabnya.membedakan antara inflamasi, infeksi dan neoplasma selalu sulit, dan semuanya berespon baik pada pemberian kortikosteroid. tersembunyi khususnya pada infeksi jamur.3,10,11 Pemberian kortikosteroid yang hati-hati disarankan, mengingat dapat terjadi infeksi yang

14

Algoritma evaluasi dan penatalaksanaan pasien dengan sindrom apeks orbita3 NyeriKelumpuhan saraf cranial Defek aferen pupil

15

Kelumpuhan saraf kranial multiple (III, IV, V1,VI) +/-

Keterlibatan III,IV,V1,VI

keterlibatan pupil keterlibatan +/- keterlibatan V2

keterlibatan V2

keterlibatan Saraf optikus

Sindrom fisura orbitalis Perlu superior pemb erian kortik oster oid dan tinda kan pemb edah Pengobatan an berdasarkan penyakit dasar Radiologi ulang

Sindrom apeks orbita

Sindrom sinus kavernosus Perlu

MRI atau Ct scan otak

Ya

Angiogra fi

Ya

Pemeriks a

Riwayat Traum a

LED,

positif

Terapi gagal

Pemberian immuno modulat or atau radiasi

Terapi gagal

an darah, dar LP, ah Gejala Tidak Tidak kult len menin ur gka gitis CSS p, atau hti penya Riwayat un kit Riwayat risik g infeksi peny o jeni Ya Tidak akit ting s, autoi gi AN Negatif miun kank A, er RP kortikoster R, Tidak oid HIV LP dan Bone scan

Curiga ada kelain an vasku lar

KESIMPULANSindrom apeks orbita menggambarkan kelainan yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Penyakit sistemik seperti infeksi, neoplasma, autoimun merupakan predisposisi terjadinya sindrom apeks orbita. Riwayat sebelumnya16

dapat membantu dalam petunjuk diagnosis. Pemeriksaan radiologi yang dianjurkan adalah MRI, bisa menegaskan pada temuan klinis pada sindrom apeks orbita dan menentukan letak lesi bila diagnosa belum jelas. Pengobatan tergantung pada etiologi dan membutuhkan tindak pembedahan yang melibatkan banyak disiplin ilmu seperti bedah saraf, THT, saraf dan penyakit dalam. Kortikosteroid sangat membantu pada kasus inflamasi, namun penggunaannya harus bijaksana, khususnya pada kasus infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2009. h:1-12.

17

2. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata, Penerbit Airlangga, Surabaya, 1984.

h:1-8.3. Yeh Steven, Rod Foroozan. Orbital Apex Syndrome. Dikutip 2011 Desember

10 Available from: http://sepeap.org//10126.pdf4. Vaughan D, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. New York: McGraw-

Hill Companies; 2000.5. Jorge Kattah et all. Cavernous Sinus Syndrome. Di kutip 2011 Desember 12

http://emedicine.medscape.com/article/1161710-overview#a26. Mardjono, Mahar dan Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar, Balai

Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 2008. h: 147.7. Sidharta, Priguna. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Balai Penerbit

Dian Rakyat, Jakarta, 2005. h: 278.8. Meyers D Arlen et all.Traumatic Optic Neuropathy Treatment and

Management.

Di

kutip

2011

Desember

12

http://emedicine.medscape.com/article/15513-overview9. J. F. Hallpike. Superior Orbital Fissure Syndrome. Dikutip 2011 Desember 13

http://neurosurgery.dergisi.org/pdf.php3?id=46310. A. Ravikumar et all. Orbital Apex Syndrome In A Child. Dikutip 2011

Desember 11 http://springerlink.com/content/y19228018634178011. Vijay Ananth J et all. Orbital Apex Syndrome: A Case Series In A Tertiary

Care Center dikutip 2011 Desember 11 http://aios.org/proceed10/BoB10.pdf

18