36
Referat Retensi Urine Disusun Oleh : Ira Camelia Fitri 07120143 Preseptor : Dr. H. Rivai Ismail, SpB Dr. Wirsma Arif Harahap, SpB(K)Onk 1

Refrat Retensi Urine

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Refrat Retensi Urine

Referat

Retensi Urine

Disusun Oleh :

Ira Camelia Fitri

07120143

Preseptor :

Dr. H. Rivai Ismail, SpB

Dr. Wirsma Arif Harahap, SpB(K)Onk

BAGIAN ILMU BEDAH

UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2012

1

Page 2: Refrat Retensi Urine

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas karunia-

Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul Retensi

urine. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan

kesehatan, pendidikan, dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh

berbagai pihak yang berkepentingan.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima

kasih kepada Dr. H. Rivai Ismail, SpB dan Dr. Wirsma Arif Harahap, SpB(K)Onk

selaku preseptor yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan referat ini

serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini tentunya

masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat

diharapkan demi proses perbaikan referat ini kedepannya.

Padang, Juni 2012

Penulis

2

Page 3: Refrat Retensi Urine

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Traktus urinarius bagian bawah memiliki dua fungsi utama, yaitu: sebagai

tempat untuk menampung produksi urine dan sebagai fungsi ekskresi. Fungsi

kandung kencing normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistim

saraf otonomi dan somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi

destrusor dan sfingter meluas dari lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral,

sehingga penyebab neurogenik dari gangguan kandung kencing dapat diakibatkan

oleh lesi pada berbagai derajat.

Retensi Urin merupakan suatu keadaan darurat urologi yang paling sering

ditemukan dan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Retensi Urin adalah

ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang terkumpul di dalam

buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui.

Salah satu penyebab retensi urine adalah BPH. Benign Prostat Hyperplasia

merupakan penyakit yang sering diderita pada pria. Di klinik 50 % dijumpai

penderita BPH berusia 60-69 tahun, yang menimbulkan gejala-gejala bladder

outlet obstruction. Pada wanita Salah satu komplikasi umum yang terjadi setelah

proses persalinan, baik persalinan pervaginam atau sectio caesarea adalah retensi

urin postpartum. Pada tahun 1998, dr. Kartono dkk dari FKUI-RSCM Jakarta

melansir data bahwa terdapat 17,1% kejadian retensi urin pada ibu melahirkan

yang telah dipasang kateter selama enam jam dan 7,1% untuk yang dipasang

selama 24 jam pasca operasi sectio caesarea. Yip SK (Hongkong, 1997)

melaporkan terdapat angka 14,6% untuk kasus retensi urin postpartum

pervaginam.

3

Page 4: Refrat Retensi Urine

1.2 TUJUAN

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memahami lebih dalam tentang

Retensi urine dan sebagai calon dokter harus bisa memahami cara yang baik

dalam penatalaksanaan retensi urine.

4

Page 5: Refrat Retensi Urine

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Retensi Urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin

yang terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli

terlampaui.1

2.2. Anatomi Saluran Kemih

Alat-alat kemih terdiri dari : ginjal, pelvis renalis (pielum), ureter, buli-

buli (vesika urinaria), dan uretra. Dinding alat-alat saluran kemih mempunyai

lapisan otot yang mampu menghasilkan gerakan peristaltik.

Ginjal• Letak rongga peritoneal

• Pool atas ginjal kiri pertengahan V. thorakal 12, pool -inferior V. lumbal

ke-3. kanan setengah vertebrae lebih rendah

• Bentuk seperti kacang terdapat hilus renalis pada bagian medial , ukuran

bervariasi, berat 115-170 g

Dibungkus oleh kapsula fibrosa – di sblh luarnya terdapat lemak perirenal

bersama dengan kelenjar adrenal dibungkus oleh fascia Gerota – di sebelah

luarnya terdapat jaringan lemak pararenal.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

• Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari

korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus

kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

• Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus

rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

• Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal

• Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah

korteks

5

Page 7: Refrat Retensi Urine

• Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut

saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

• Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus

pengumpul dan calix minor.

• Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

• Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

• Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan

antara calix major dan ureter.

Pielum (Pelvis Renalis) mengumpulkan air seni yang datang dari apeks

papilla. Mengecil menjadi ureter yang dilalui air seni dalam porsi-porsi

kecil sampai ke dalam kandung kemih. Kapasitas rata-rata 3-8 ml. Air seni

mula-mula terkumpul di kaliks, saat sfingter kaliks berkontraksi.

Kemudian, otot-otot dinding kaliks, sfingter forniks, berkontraksi dan pada

waktu yang bersamaan sfingter kaliks berelaksasi. Lalu air seni terdorong

ke dalam pelvis renalis. Air seni dibuang dengan cepat oleh penutupan

bergantian dari sfingter pelvis dan kaliks.

Ureter

Berbentuk seperti pipa yang sedikit memipih, berdiameter 4-7 mm. Panjang

bervariasi + 30 cm pada laki-laki dan + 1 cm lebih pendek dari wanita. Kedua

ureter menembus dinding kandung kemih pada fundusnya, terpisah dalam jarak

antara 4-5 cm, miring dari arah lateral, dari belakang atas ke medial depan bawah.

Ureter berjalan sepanjang 2 cm di dalam kandung kemih dan berakhir pada

suatu celah sempit (ostium ureter).

7

Page 8: Refrat Retensi Urine

Gambar 2: Kandung Kemih

Vesica Urinaria (Buli-buli)

Pada dasar buli-buli, kedua muara ureter dan meatus uretra internum

membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Buli-buli berfungsi

menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam

mekanisme berkemih. Kapasitas maksimal (volume) untuk orang dewasa + 350-

450 ml;

kapasitas buli-buli pada anak menurut Koff :

Kapasitas buli-buli = [ Umur (tahun) + 2] x 30 ml

Bila buli-buli terisi penuh, verteks dan dinding atas terangkat dan

membentuk suatu bantal yang lonjong dan pipih, yang dapat meluas sampai tepi

atas simfisis pubis. Selama kontraksi otot kandung kemih, ketika dikosongkan

selama berkemih, bentuknya menjadi bulat.

8

Page 9: Refrat Retensi Urine

Uretra Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli

melalui proses miksi. Secara anatomis, uretra dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

uretra posterior dan uretra anterior. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra

interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra

eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan uretra posterior.

Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh saraf simpatik

sehingga saat buli-buli penuh, sfingter terbuka. Sfingter ani eksterna terdiri atas

otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai

keinginan seseorang; pada saat kencing, sfingter ini terbuka dan tetap menutup

pada saat menahan kencing.

Panjang uretra wanita + 3-5 cm dengan diameter 8 mm, berada di bawah

simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. + 1/3 medial uretra

terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter

uretra eksterna dan tonus otot Levator ani berfungsi mempertahankan agar urin

tetap berada di dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi bila

tekanan intra vesika melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot detrusor,

dan relaksasi sfingter uretra eksterna.

Panjang uretra pria dewasa + 23-25 cm. Uretra posterior pria terdiri atas

uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat,

dan uretra pars membranasea. Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus

oleh korpus spongiosum penis; uretra anterior terdiri atas : (1) pars bulbosa, (2)

pars pendularis, (3) fossa navikularis, dan (4) meatus uretra eksterna.

2.3 Fisiologi

1. Pengisian urine

Pada pengisian kandung kencing, distensi yang timbul ditandai dengan

adanya aktivitas sensor regang pada dinding kandung kencing. Pada kandung

kencing normal, tekanan intravesikal tidak meningkat selama pengisian sebab

terdapat inhibisi dari aktivitas detrusor dan active compliance dari kandung

kencing.

9

Page 11: Refrat Retensi Urine

Inhibisi dari aktivitas motorik detrusor memerlukan jaras yang utuh antara pusat

miksi pons dengan medula spinalis bagian sakral. Mekanisme active compliance

kandung kencing kurang diketahui namun proses ini juga memerlukan inervasi

yang utuh mengingat mekanisme ini hilang pada kerusakan radiks s2-S4. Selain

akomodasi kandung kencing, kontinens selama pengisian memerlukan fasilitasi

aktifitas otot lurik dari sfingter uretra, sehingga tekanan uretra lebih tinggi

dibandingkan tekanan intravesikal dan urine tidak mengalir keluar

2. Pengaliran urine

Pada orang dewasa yang normal, rangsangan untuk miksi timbul dari

distensi kandung kencing yang sinyalnya diperoleh dari aferen yang bersifat

sensitif terhadap regangan. Mekanisme normal dari miksi volunter tidak diketahui

dengan jelas tetapi diperoleh dari relaksasi oto lurik dari sfingter uretra dan lantai

pelvis yang diikuti dengan kontraksi kandung kencing. Inhibisi tonus simpatis

pada leher kandung kencing juga ditemukan sehingga tekanan intravesikal

diatas/melebihi tekanan intra uretral dan urine akan keluar. Pengosongan kandung

kemih yang lengkap tergantung adri refleks yang menghambat aktifitas sfingter

dan mempertahankan kontraksi detrusor selama miksi.

2.4. Etiologi

Penyebab retensi urin :

1. Kelemahan otot detrusor :

- Kelainan medulla spinalis.

- Kelainan saraf perifer.

2. Hambatan / obstruksi uretra :

- Batu uretra.

- Klep uretra.

- Striktura uretra.

- Stenosis meatus uretra.

- Tumor uretra.

- Fimosis.

- Parafimosis.

11

Page 12: Refrat Retensi Urine

- Gumpalan darah.

- Hiperplasia prostat.

- Karsinoma prostat.

- Sklerosis leher buli-buli.

3. Inkoordinasi antara Detrusor-Uretra :

Cedera kauda ekuina.

Menurut lokasi, penyebab retensi urin :

a. Supravesikal :

Kerusakan terjadi pada pusat miksi di Medula Spinalis setinggi Th12-L1;

kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis, baik sebagian atau seluruhnya.

b. Vesikal :

Berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien

DM atau penyakit neurologis.

c. Infravesikal (distal kandung kemih) :

Berupa pembesaran prostat (kanker, prostatitis), tumor pada leher vesika,

fimosis, stenosis meatus uretra, tumor penis, striktur uretra, trauma uretra, batu

uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder neck sclerosis).

Pada retensi urin kronik, disebabkan oleh : obstruksi uretra yang semakin

hebat, sehingga akhirnya kandung kemih mengalami dilatasi. Pada keadaan ini,

urin keluar terus menerus karena kapasitas kandung kemih terlampaui.

Penderita tidak mampu berkemih lagi, tetapi urin keluar terus tanpa kendali.

2.5. Klasifikasi

Retensi urin dapat terjadi secara akut, yaitu : penderita secara tiba-tiba

tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit yang hebat di daerah

suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan, seringkali urin

belum menetes atau sedikit-sedikit; dapat pula terjadi secara kronis, yaitu

penderita secara perlahan-lahan dan dalam waktu yang lama tidak dapat miksi,

merasakan nyeri di daerah suprapubik hanya sedikit / tidak ada sama sekali

walaupun buli-buli penuh.

12

Page 13: Refrat Retensi Urine

Retensi urin dapat terjadi sebagian, yaitu penderita masih bisa

mengeluarkan urin, tetapi terdapat sisa kencing yang cukup banyak di kandung

kemih ; pada retensi urin total, penderita sama sekali tidak dapat mengeluarkan

urin.

2.6. Patofisiologi

Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian

dan penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling

berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih

dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom

dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap

kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi

saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis

dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan

otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra. Pengeluaran urine secara

normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi

saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang

mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik.

Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung

ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls

saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral

spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran

parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor. Hambatan

aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada otot uretra

trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk

merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya

urine dengan resistensi saluran yang minimal. Retensi postpartum paling sering

terjadi. Setelah terjadi kelahiran pervaginam spontan, disfungsi kandung kemih

terjadi 9-14 % pasien; setelah kelahiran menggunakan forcep, angka ini

meningkat menjadi 38 %. Retensi ini biasanya terjadi akibat dari dissinergis

antara otot detrusor-sphincter dengan relaksasi uretra yang tidak sempurna yang

kemudian menyebabkan nyeri dan edema. Sebaliknya pasien yang tidak dapat

13

Page 14: Refrat Retensi Urine

mengosongkan kandung kemihnya setelah sectio cesaria biasanya akibat dari tidak

berkontraksi dan kurang aktifnya otot detrusor

2.7. Diagnosis

Gambaran Klinis

- Rasa tidak nyaman hingga rasa nyeri yang hebat pada perut bagian

bawah hingga daerah genital.

- Tumor pada perut bagian bawah.

- Tidak dapat kencing.

- Kadang-kadang urin keluar sedikit-sedikit, sering, tanpa disadari, tanpa

bisa ditahan (inkontinensi paradoksa).

Pada retensi urin akut, penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah

suprapubik, dan bila penderita tidak terlalu gemuk, akan terlihat / teraba benjolan

di daerah suprapubik.

Pada retensi urin totalis, penderita sama sekali tidak bisa miksi, gelisah,

mengedan bila ingin miksi, dan terjadi inkontinensia paradoksal.

Pada anamnesa, pasien akan mengeluh sulit buang air kecil. Pada inspeksi,

palpasi dan perkusi, akan didapatkan buli-buli yang mengembang. Pada perkusi

akan terdengar pekak, yang menentukan adanya buli-buli yang penuh pada

penderita yang gemuk.

Pada pemeriksaan bimanual : 1 tangan di atas suprapubik dan jari telunjuk

tangan lainnya melakukan colok dubur.

14

Page 15: Refrat Retensi Urine

Gambar 5 : Pemeriksaan Rectal Toucher (Basuki B. Purnomo, Dasar-dasar Urologi, edisi kedua, halaman 20)

2.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Foto polos abdomen menunjukkan bayangan buli-buli penuh,

mungkin terlihat bayangan batu opak pada uretra atau pada buli-buli.

b. Uretrografi akan tampak adanya striktur uretra.

c. Pemeriksaan darah rutin : Hb, leukosit, LED, Trombosit.

d. Pemeriksaan Faal Ginjal : kreatinin, ureum, klirens kreatinin.

e. Pemeriksaan urinalisa : warna, berat jenis, pH.

2.9 Komplikasi

- Buli-buli akan mengembang melebihi kapasitas maksimal sehingga tekanan

didalam lumennya dan tegangan dari dindingnya akan meningkat.

- Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut, tekanan yang meningkat didalam

lumen akan menghambat aliran urin dari ginjal dan ureter sehingga terjadi

hidroureter dan hidronefrosis dan lambat laun terjadi gagal ginjal.

- Bila tekanan didalam buli-buli meningkat dan melebihi besarnya hambatan

di daerah uretra, urin akan memancar berulang-ulang (dalam jumlah sedikit)

tanpa bisa ditahan oleh penderita, sementara itu buli-buli tetap penuh dengan

urin. Keadaan ini disebut : inkontinensi paradoksa atau "overflow

incontinence"

15

Page 16: Refrat Retensi Urine

- Tegangan dari dinding buli-buli terns meningkat sampai tercapai batas

toleransi dan setelah batas ini dilewati, otot buli-buli akan mengalami dilatasi

sehingga kapasitas buli-buli melebihi kapasitas maksimumnya, dengan akibat

kekuatan kontraksi otot buli-buli akan menyusut.

- Retensi urin merupakan predileksi untuk terjadinya infeksi saluran kemih

(ISK) dan bila ini terjadi, dapat menimbulkan keadaan gawat yang serius

seperti pielonefritis, urosepsis, khususnya pada penderita usia lanjut.

Urin yang tertahan lama di dalam buli-buli, secepatnya harus dikeluarkan, karena

jika dibiarkan, akan menimbulkan masalah, seperti : mudah terjadi infeksi saluran

kemih, kontraksi otot buli-buli menjadi lemah, timbul hidroureter dan

hidronefrosis yang selanjutnya akan dapat menimbulkan gagal ginjal.

Akibat retensi urin kronis dapat terjadi : trabekulasi (serat-serat otot

detrusor menebal), sacculae (tekanan intravesika meningkat, selaput lendir

diantara otot-otot membesar), divertikel, infeksi, fistula, pembentukan batu,

overflow incontinence.

16

Page 17: Refrat Retensi Urine

BAB III

PENANGANAN RETENSI URIN

Urin dapat dikeluarkan dengan cara Kateterisasi atau Sistostomi.

Penanganan pada retensi urin akut berupa : kateterisasi – bila gagal – dilakukan

Sistostomi.

3.1. Kateterisasi

Kateterisasi Uretra adalah memasukkan kateter ke dalam buli-buli melalui

uretra.

Tujuan Kateterisasi

Tindakan ini dimaksudkan untuk tujuan diagnosis maupun untuk tujuan

terapi.

Tindakan diagnosis antara lain adalah :

1. Kateterisasi pada wanita dewasa untuk memperoleh contoh urin guna

pemeriksaan kultur urin.

2. Mengukur residu (sisa) urin yang dikerjakan sesaat setelah pasien selesai

miksi.

3. Memasukkan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi, antara lain :

Sistografi atau pemeriksaan adanya refluks vesiko-ureter melalui pemeriksaan

voiding cysto-urethrography (VCUG).

4. Pemeriksaan urodinamik untuk menentukan tekanan intra vesika.

5. Untuk menilai produksi urin pada saat dan setelah operasi besar.

Indikasi kateterisasi :

1. Mengeluarkan urin dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesikal, baik

yang disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun oleh benda asing (bekuan

darah) yang menyumbat uretra.

2. Mengeluarkan urin pada disfungsi buli-buli.

3. Diversi urin setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu pada

operasi prostatektomi, vesikolitektomi.

17

Page 18: Refrat Retensi Urine

4. Sebagai splint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi uretra.

5. Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau antiseptik

untuk buli-buli.

Kontraindikasi kateterisasi :

Ruptur uretra, ruptur buli-buli, bekuan darah pada buli-buli.

Macam-macam Kateter

Kateter dibedakan menurut ukuran, bentuk, bahan, sifat, pemakaian,

sistem retaining (pengunci), dan jumlah percabangan. Ukuran Kateter Ukuran

kateter dinyatakan dalam skala Cheriere’s (French). Ukuran ini merupakan ukuran

diameter luar kateter.

1 Cheriere (Ch) atau 1 French (Fr) = 0,33 milimeter atau

1 milimeter = 3 Fr

Jadi, kateter yang berukuran 18 Fr artinya diameter luar kateter itu adalah 6 mm.

Kateter yang mempunyai ukuran yang sama belum tentu mempunyai diameter

lumen yang sama karena adanya perbedaan bahan dan jumlah lumen pada kateter

itu.

Bahan kateter dapat berasal dari logam (stainless), karet (lateks), lateks

dengan lapisan silikon (siliconized) dan silikon.

Bentuk Kateter

Straight catheter merupakan kateter yang terbuat dari karet (lateks),

bentuknya lurus dan tanpa ada percabangan. Contoh kateter jenis ini adalah

kateter Robinson dan kateter Nelaton.

Gambar 6 : Macam-macam Kateter (Basuki B. Purnomo, Dasar-dasar Urologi, edisi kedua, halaman 230)

18

Page 19: Refrat Retensi Urine

Coude catheter yaitu kateter dengan ujung lengkung dan ramping. Kateter

ini dipakai jika usaha kateterisasi dengan memakai kateter berujung lurus

mengalami hambatan yaitu pada saat kateter masuk ke uretra pars bulbosa yang

berbentuk huruf “S”, adanya hiperplasia prostat yang sangat besar, atau hambatan

akibat sklerosis leher buli-buli. Contoh jenis kateter ini adalah kateter Tiemann.

Tindakan Kateterisasi

Pada wanita

Pemasangan kateter pada wanita jarang menjumpai kesulitan karena uretra

wanita lebih pendek. Kesulitan yang sering dijumpai adalah pada saat mencari

muara uretra karena terdapat stenosis muara uretra atau tertutupnya muara uretra

oleh tumor uretra / tumor vaginalis / serviks. Untuk itu mungkin perlu dilakukan

dilatasi dengan busi a boule terlebih dahulu.

Pada pria

Teknik kateterisasi pada pria adalah sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan desinfeksi pada penis dan daerah sekitarnya, daerah genitalia

dipersempit dengan kain steril.

2. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin / jelly dimasukkan ke dalam orifisium

uretra eksterna.

3. Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah daerah sfingter

uretra eksterna akan terasa tahanan; pasien diperintahkan untuk mengambil

nafas dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih relaks. Kateter terus

didorong hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urin dari

lubang kateter.

4. Kateter terus didorong masuk ke buli-buli hingga percabangan kateter

menyentuh meatus uretra eksterna.

5. Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril.

6. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa penampung

(urinbag).

7. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal.

19

Page 20: Refrat Retensi Urine

3.2 Kateterisasi Suprapubik

Kateterisasi Suprapubik adalah memasukkan kateter dengan membuat lubang

pada buli-buli melalui insisi suprapubik dengan tujuan mengeluarkan urin.

Kateterisasi suprapubik ini biasanya dikerjakan pada :

1. Kegagalan pada saat melakukan kateterisasi uretra.

2. Ada kontraindikasi untuk melakukan tindakan transuretra, misalkan pada

ruptur uretra atau dugaan adanya ruptur uretra.

3. Untuk mengukur tekanan intravesikal pada studi sistotonometri.

4. Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat TUR

Prostat.

Pemasangan kateter sistostomi dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka

atau dengan perkutan (trokar) sistostomi.

3.2 Sistostomi TrokarKontraindikasi Sistostomi Trokar : tumor buli-buli, hematuria yang belum

jelas penyebabnya, riwayat pernah menjalani operasi daerah abdomen / pelvis,

buli-buli yang ukurannya kecil (contracted bladder), atau pasien yang

mempergunakan alat prostesis pada abdomen sebelah bawah.

Tindakan ini dikerjakan dengan anestesi lokal dan mempergunakan alat

trokar.

Gambar 7 :

Macam- macam

Trokar (Basuki B. Purnomo, Dasar-

dasar Urologi, edisi kedua, halaman

239)

Alat-alat dan bahan yang digunakan :

20

Page 21: Refrat Retensi Urine

1. Kain kasa steril.

2. Alat dan obat untuk desinfeksi (yodium povidon).

3. Kain steril untuk mempersempit lapangan operasi.

4. Semprit beserta jarum suntik untuk pembiusan lokal dan jarum yang telah diisi

dengan aquadest steril untuk fiksasi balon kateter.

5. Obat anestesi lokal.

6. Alat pembedahan minor, antara lain : pisau, jarum jahit kulit, benang sutra

(zeyde).

7. Alat trokar dari Campbel atau trokar konvensional.

8. Kateter Foley (ukuran tergantung alat trokar yang digunakan). Jika

mempergunakan alat trokar konvensional, harus disediakan kateter Naso-

gastrik(NG tube) no. 12.

9. Kantong penampung urine (urinebag).

Langkah-langkah Sistostomi Trokar :

1. Desinfeksi lapangan operasi.

2. Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril.

3. Injeksi (infiltrasi) anestesi lokal dengan Lidokain 2% mulai dari kulit,

subkutis hingga ke fasia.

4. Insisi kulit suprapubik di garis tengah pada tempat yang paling cembung + 1

cm, kemudian diperdalam sampai ke fasia.

5. Dilakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit 10 cc untuk

memastikan tempat kedudukan buli-buli.

6. Alat trokar ditusukkan melalui luka operasi hingga terasa hilangnya tahanan

dari fasia dan otot-otot detrusor.

7. Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-buli akan

keluar urine memancar melalui sheath trokar.

8. Selanjutnya bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator (penusuk) dan

sheath dikeluarkan melalui buli-buli sedangkan bagian slot kateter setengah

lingkaran tetap ditinggalkan.

9. Kateter Foley dimasukkan melalui penuntun slot kateter setengah lingkaran,

kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest 10 cc. Setelah

balon dipastikan berada di buli-buli, slot kateter setengah lingkaran

21

Page 22: Refrat Retensi Urine

dikeluarkan dari buli-buli dan kateter dihubungkan dengan kantong

penampung urin (urinbag).

10. Kateter difiksasikan pada kulit dengan benang sutra dan luka operasi ditutup

dengan kain kasa steril.

Gambar 8

Menusukkan alat trokar ke dalam buli-buli

(Basuki B. Purnomo, Dasar-dasar Urologi, edisi kedua, halaman 241)

Setelah yakin trokar masuk ke buli-buli, obturator dilepas dan hanya slot kateter

setengah lingkaran ditinggalkan

Jika tidak tersedia alat trokar dari Campbell, dapat pula digunakan alat

trokar konvensional, hanya saja pada langkah ke-8, karena alat ini tidak

dilengkapi dengan slot kateter setengah lingkaran maka kateter yang digunakan

adalah NG tube nomer 12 F. Kateter ini setelah dimasukkan ke dalam buli-buli

pangkalnya harus dipotong untuk mengeluarkan alat trokar dari buli-buli.

Penyulit

Beberapa penyulit yang mungkin terjadi pada saat tindakan maupun setelah

pemasangan kateter sistotomi adalah :

1. Bila tusukan terlalu mengarah ke kaudal dapat mencederai prostat.

2. Mencederai rongga / organ peritoneum.

3. Menimbulkan perdarahan.

4. Pemakaian kateter yang terlalu lama dan perawatan yang kurang baik akan

menimbulkan infeksi, ekskrutasi kateter, timbul batu saluran kemih, degenerasi

maligna mukosa buli-buli, dan terjadi refluks vesiko-ureter.

22

Page 23: Refrat Retensi Urine

Sistostomi TerbukaSistostomi terbuka dikerjakan bila terdapat kontraindikasi pada tindakan

sistostomi trokar atau bila tidak tersedia alat trokar. Dianjurkan untuk melakukan

sistostomi terbuka jika terdapat jaringan sikatriks / bekas operasi di daerah

suprasimfisis, sehabis mengalami trauma di daerah panggul yang mencederai

uretra atau buli-buli, dan adanya bekuan darah pada buli-buli yang tidak mungkin

dilakukan tindakan per uretram. Tindakan ini sebaiknya dikerjakan dengan

memakai anestesi umum.

Tindakan

1. Desinfeksi seluruh lapangan operasi.

2. Mempersempit daerah operasi dengan kain steril.

3. Injeksi anestesi lokal, jika tidak mempergunakan anestesi umum.

4. Insisi vertikal pada garis tengah + 3-5 cm diantara pertengahan simfisis dan

umbilicus.

5. Insisi diperdalam sampai lemak subkutan hingga terlihat linea alba yang

merupakan pertemuan fasia yang membungkus muskulus rektus kiri dan

kanan. Muskulus rektus kiri dan kanan dipisahkan sehingga terlihat jaringan

lemak, buli-buli dan peritoneum. Buli-buli dapat dikenali karena warnanya

putih dan banyak terdapat pembuluh darah.

6. Jaringan lemak dan peritoneum disisihkan ke kranial untuk memudahkan

memegang buli-buli.

7. Dilakukan fiksasi pada buli-buli dengan benang pada 2 tempat.

8. Dilakukan pungsi percobaan pada buli-buli diantara 2 tempat yang telah

difiksasi.

9. Dilakukan pungsi dan sekaligus insisi dinding buli-buli dengan pisau tajam

hingga keluar urin, yang kemudian (jika perlu) diperlebar dengan klem. Urin

yang keluar dihisap dengan mesin penghisap.

10. Eksplorasi dinding buli-buli untuk melihat adanya : tumor, batu, adanya

perdarahan, muara ureter atau penyempitan leher buli-buli.

11. Pasang kateter Foley ukuran 20F-24F pada lokasi yang berbeda dengan luka

operasi.

12. Buli-buli dijahit 2 lapis yaitu muskularis-mukosa dan sero-muskularis.

23

Page 24: Refrat Retensi Urine

13. Ditinggalkan drain redon kemudian luka operasi dijahit lapis demi lapis.

Balon kateter dikembangkan dengan aquadest 10 cc dan difiksasikan ke kulit

dengan benang sutra.

3.3. Prognosis

Prognosis pada penderita dengan retensi urin akut akan bonam jika retensi

urin ditangani secara cepat.

BAB IV

PENUTUP

24

Page 25: Refrat Retensi Urine

Retensi Urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin

yang terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli

terlampaui.

Menurut lokasi, penyebab retensi urin :

a.Supravesikal :

Kerusakan terjadi pada pusat miksi di Medula Spinalis setinggi

Th12-L1.

b. Vesikal :

Berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada

pasien DM atau penyakit neurologis.

c. Infravesikal (distal kandung kemih)

Penanganan retensio urin dengan mengevakuasi urin dari kandung kemih.

Urin dapat dikeluarkan dengan cara Kateterisasi atau Sistostomi. Penanganan

pada retensi urin akut berupa : kateterisasi – bila gagal – dilakukan Sistostomi.

Daftar Pustaka

25

Page 26: Refrat Retensi Urine

Purnomo B.B . ‘Dasar-dasar Urologi’. SMF Bedah Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya. CV.Infomedika : Jakarta. 2003. p227-233.

Ellis H. Clinical Anatomy applied anatomy for students and junior doctors.

Blackwell Publishing: Massachussets. 2006. P105-113

Ganong WF, Fungsi Ginjal dan Miksi. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC.

Jakarta, 2000

Aziz O, Paraskeva P, Purkayastha S. Urinary retention In: Pocket Clinician

Hospital Surgery. Cambridge University Press : NewYork. 2009, p283-5

Retensi Urin Permasalahan dan Penatalaksanaan Widjoseno Gardjito Lab/UPF Ilmu Bedah FK Unair/RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Japardi I, Manifestasi Neurologis Gangguan Miksi.. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah. Universitas Sumatera Utara. 2000

Evaluasi Biakan Urin Pada Penderita BPH Setelah Pemasangan Kateter Menetap Pertama Kali dan Berulang.Bagian Bedah. Universitas Sumatera Utara

26