27
TINJAUAN PUSTAKA DEMAM TIFOID A. DEFINISI Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella enterik serotype typhi atau paratyphi. Selama terjadinya infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuclear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. Demam Tifoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis,Typhoid fever atau Enteric fever. 1,2 B. ETIOLOGI Salmonella merupakan genus dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella berbentuk batang, gram (-), anaerob fakultatif, tidak berkapsul dan hampir selalu motil dengan menggunakan flagela peritrikosa, yang menimbulkan dua atau lebih bentuk antigen H. S. typhi secara taksonomi dikenal sebagai Salmonella enterica, subspesies enterica. Selain antigen H, ada 2 polisakarida antigen permukaan yang membantu mengkarakteristikan S. enterica. Antigen yang pertama yaitu antigen O somatik dan antigen Vi (virulen) capsular yang berhubungan dengan resistensi terhadap lisis yang dimediasi oleh komplemen dan resistensi terhadap aktivasi komplemen oleh jalur yang lain. / melindungi O antigen terhadap fagositosis. Walaupun patogen kuat, kuman ini tidak bersifat piogenik, namun bersifat menekan pembentukan sel

Refreshing - Demam Tifoid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Demam tifoid

Citation preview

Page 1: Refreshing - Demam Tifoid

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM TIFOID

A. DEFINISI

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman gram negatif

Salmonella enterik serotype typhi atau paratyphi. Selama terjadinya infeksi, kuman

tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuclear dan secara berkelanjutan

dilepaskan ke aliran darah. Demam Tifoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus

Abdominalis,Typhoid fever atau Enteric fever.1,2

B. ETIOLOGI

Salmonella merupakan genus dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella

berbentuk batang, gram (-), anaerob fakultatif, tidak berkapsul dan hampir selalu motil

dengan menggunakan flagela peritrikosa, yang menimbulkan dua atau lebih bentuk

antigen H. S. typhi secara taksonomi dikenal sebagai Salmonella enterica, subspesies

enterica. Selain antigen H, ada 2 polisakarida antigen permukaan yang membantu

mengkarakteristikan S. enterica. Antigen yang pertama yaitu antigen O somatik dan

antigen Vi (virulen) capsular yang berhubungan dengan resistensi terhadap lisis yang

dimediasi oleh komplemen dan resistensi terhadap aktivasi komplemen oleh jalur yang

lain. / melindungi O antigen terhadap fagositosis. Walaupun patogen kuat, kuman ini

tidak bersifat piogenik, namun bersifat menekan pembentukan sel polimorfonuklear dan

eosinofil. Etiologi lainnya yaitu Salmonella paratyphi A, B, C. Jika penyebabnya adalah

S paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi.2

Sumber infeksi S. typhi umumnya manusia, baik orang sakit maupun orang sehat

yang dapat menjadi pembawa kuman. Ada dua sumber penularan S.typhii yaitu pasien

dengan demam tifoid dan yang lebih sering carrier. Di daerah endemik transmisi terjadi

melalui air yang tercemar. Makanan tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan

yang paling sering di daerah non endemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari

demam tifoid dan masih terus mengekskresi S.typhii dalam tinja dan air kemih selama

lebih dari satu tahun. Karier menahun umumnya berusia > 50 tahun, lebih sering pada

perempuan, dan sering menderita batu empedu. S. typhi sering berdiam di batu empedu,

bahkan di bagian dalam batu, dan secara intermiten mencapai lumen usus dan

Page 2: Refreshing - Demam Tifoid

diekskresikan ke feses, sehingga mengkontaminasi air atau makanan. Disfungsi kandung

empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman S.typhii berada

di dalam kandung empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung

jaringan ikat, akibat radang menahun.2

Infeksi umumnya disebarkan melalui jalur fekal-oral dan berhubungan dengan

higienis dan sanitasi yang buruk yaitu melalui makanan yang terkontaminasi kuman yang

berasal dari tinja, kemih atau pus yang positif. Kontaminasi pada susu sangat berbahaya

karena bakteri dapat berkembang biak dalam media ini. Penyebaran umumnya terjadi

melalui air atau kontak langsung. Oleh karena itu pencegahan harus diusahakan melalui

perbaikan sanitasi lingkungan, kebiasaan makanan, proyek MCK (Mandi, Cuci, Kakus),

dan pendidikan kesehatan di puskesmas dan posyandu.2

C. EPIDEMIOLOGI

Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Di Indonesia, demam

tifoid banyak dijumpai pada populasi usia 3-19 tahun. Demam tifoid menempati urutan

ketiga penyakit terbanyak pada pasien ranap di RS di Indonesia.2 Penyakit ini termasuk

penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang no.6 tahun 1962 tentang

wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah

menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.

Walaupun demam tifoid tercantum dalam Undang-Undang wabah dan wajib dilaporkan,

namun data yang lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologis belum diketahui

secara pasti.3,4

Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai dalam bentuk epidemik, tetapi lebih

sering bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih

dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularan biasanya tidak dapat

ditemukan. Ada dua sumber penularan S.typhii : pasien dengan demam tifoid dan yang

lebih sering carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109-1011 kuman per gram tinja.

Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan tercemar oleh

carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah non endemik. Carrier

adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S.typhii

dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu

merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman S.typhii berada di dalam

kandung empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat,

akibat radang menahun.2,3,4

Page 3: Refreshing - Demam Tifoid

Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun. Angka kejadian

demam tifoid meningkat pada musim kemarau panjang atau awal musim hujan. Hal ini

banyak dihubungkan dengan meningkatnya populasi lalat pada musim tersebut dan

penyediaan air bersih yang kurang memuaskan. Demam tifoid masih merupakan masalah

besar di Indonesia. Penyakit ini di Indonesia bersifat sporadik endemik dan timbul

sepanjang tahun. Kasus demam tifoid di Indonesia, masih cukup tinggi berkisar antara

354-810 / 100.000 penduduk pertahun. Kejadian demam tifoid di Indonesia juga

berkaitan dengan adanya anggota keluarga yang memiliki riwayat terkena demam tifoid,

tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan

dan tidak tersedianya tempat buang air besar di dalam rumah.3,4

Di daerah endemik tifoid, insidens tertinggi didapatkan pada anak-anak. Orang

dewasa sering mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan menjadi kebal.

Insidensi pada pasien yang berumur 12 tahun ke atas adalah, 70-80% pasien berumur

antara 12 dan 30 tahun, 10-20% antara umur 30 dan 40 tahun dan hanya 5-10% di atas 40

tahun.4

Epidemi adalah penyakit yang timbul sebagai kasus baru pada suatu populasi

tertentu manusia, dalam suatu periode waktu tertentu, dengan laju yang melampaui laju

“ekspektasi” ( dugaan ), yang didasarkan pada pengalamaan mutakhir. Dengan kata lain

epidemik adalah wabah yang terjadi secara cepat daripada yang diduga. Endemik adalah

penyakit yang umum yang terjadi pada laju yang konstan namun cukup tinggi pada suatu

populasi. Sporadik adalah wabah kecil yang meningkat dengan tetap sampai terjadi

wabah besar.4

D. PATOFISIOLOGI

Demam tifoid disebabkan oleh masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan

Salmonella paratyphi (S. paratyphi) kedalam tubuh manusia, melalui makanan dan

minuman yang terkontaminasi kuman tersebut. Sebagian kuman dimusnahkan dalam

lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Usus

yang terserang tifus umumnya ileum terminal / distal, tetapi terkadang bagian lain usus

halus dan kolon proksimal juga dapat terinfeksi (Minggu I).2

Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan

menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman

akan berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh sel makrofag.

Page 4: Refreshing - Demam Tifoid

Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke

plaque peyeri di ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui duktus toraksikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk

kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan

menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-

organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel

atau ruang sinosoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan

bakteremia kedua kalinya. Pada masa ini, terjadilah gejala-gejala infeksi sitemik.2

Didalam hati, kuman berkembang dan selanjutnya masuk kedalam empedu,

berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten kedalam

lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam

sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, dan berhubung

makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella

melepaskan endotoksin yang meningkatkan siklik adenosin monofosfat dan air kedalam

lumen intestinal Endotoksin Salmonella sangat berperan pada patogenesis demam tifoid,

karena menbantu terjadinya proses inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,

sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, ganguan mental dan gangguan koagulasi.2

Didalam plaque peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia

jaringan (S. Typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitifitas type lambat,

hyperplasia jaringan dan nekrosis organ) yang terjadi pada minggu pertama infeksi.

Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque peyeri

yang sedang mangalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel manonuclear

di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini akan berkembang hingga kelapisan

otot, serosa, dan akhirnya dapat mengakibatkan perforasi. Hati membesar karena

infiltrasi sel-sel limfosit dan sel mononuclear lainnya serta nekrosis fokal. Demikian juga

proses ini terjadi pada jaringan retikuloenditelial lain seperti limpa dan kelenjar

mesentrika. Kelainan – kelainan patologis yang sama juga dapat ditemukan pada organ

tubuh lain seperti tulang, usus, pau, ginjal, jantung, empedu mengalir ke dalam usus,

sehingga menjadi karier intestinal.2

Demikian juga ginjal dapat mengandung basil dalam waktu lama sehingga juga

menjadi karier (urinary carier). Adapun tempat-tempat yang menyimpan basil ini,

memungkinkan penderita mengalami kekambuhan (relaps).2

Page 5: Refreshing - Demam Tifoid

Patomekanisme munculnya gejala klinis pada demam tifoid2 :

1. Demam, disebabkan karena peningkatan set point pada pusat thermoregulator di

hipotalamus. Endotoksin dapat secara langsung mempengaruhi termoregulasi di

hipotalamus, dan juga dapat merangsang pelepasan pirogen endogen, yang pada

akhirnya juga mempengaruhi termoregulasi di hipotalamus.

2. Mialgia, sakit kepala dan nyeri abdominal. Merupakan respon dari termoregulator,

dimana terjadi pengaktifan saraf simpatis sehingga terjadi vasokonstriksi dan

pengalihan aliran darah dari tempat-tempat seperti otot lurik, saluran cerna, kulit dan

lainnya yang kurang begitu penting.

3. Hepatomegali dan splenomegali. Karena pada tempat ini terjadi proliferasi

salmonella, juga terjadi infiltrasi limfosit, sel plasma dan sel mononuklear.

4. Bradikardia relatif, terjadi karena pengaruh endotoksin terhadap kerja miokardium.

Faktor-faktor yang menentukan virulensi salmonella : antigen permukaan kapsuler Vi

yang menyebabkan C3 tidak dapat terikat pada permukaan bakteri sehingga fagositosis

terganggu. Endotoksin, suatu komponen lipopolisakarida dari dinding bakteri,

menyebabkan prolonged fever dan gejala-gejala toksik dari demam tifoid, walaupun ada

pendapat yang menyatakan bahwa gejala-gejal ini disebabkan oleh sitokin yang

dihasilkan leukosit terhadap rangsangan endotoksin.2

Page 6: Refreshing - Demam Tifoid

Kelainan patologik terutama terjadi di usus halus, terutama di ileum bagian distal.

Pada minggu pertama penyakit terjadi hiperplasia plaque peyeri, disusul minggu kedua

terjadi nekrosis, dan dalam minggu ketiga terjadi ulserasi plaque peyeri dan selanjutnya

dalam minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks.

Ulkus dapat menyebabkan perdarahan bahkan sampai perforasi usus.2

Hepar membesar dengan infiltrasi limfosit, sel plasma dan sel mononuklear, serta

nekrosis fokal. RES menunjukkan hiperplasia dan kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa

membesar.2

Jaringan retikuloendotelial lain juga mengalami perubahan. Kelenjar limfe

mesenterial penuh fagosit sehingga kelenjar membesar dan melunak. Limpa biasanya

juga membesar dan melunak. Hati menunjukkan proliferasi sel polimorfonuklear dan

mengalami nekrosis fokal. Jaringan sistem lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu

selalu terinfeksi dan bakteri hidup dalam empedu. Sesudah sembuh, empedu penderita

dapat tetap mengandung bakteri dan Penderita menjadi pembawa kuman.2

Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang mengandung koloni bakteri. Itu

sebabnya pada minggu pertama ditemukan kumannya dalam air kemih. Bila sembuh,

penderita menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya. Parotitis dan

orkitis kadang ditemukan, sedangkan bronkititis hampir selalu ada dan kadang terjadi

pneumonia. Selain disebabkan oleh basil tifus, pneumonia pada tifus abdominalis lebih

sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus.2

Page 7: Refreshing - Demam Tifoid

Otot jantung membengkak dan menjadi lunak serta memberikan gambaran

miokarditis. Biasanya tekanan darah turun dengan nadi lambat (bradikardia relatif) akibat

miokarditis tersebut. Vena sering mengalami trombosis terutama v. femoralis, v. safena

dan sinus di otak. Otot lurik dapat mengalami degenerasi Zenker berupa hilangnya striae

transversales disertai pembengkakan otot. Otot yang sering terserang adalah otot

diafragma, m.rektus abdomis dan otot paha. Hal ini yang mendasari kelemahan otot pada

penderita. Toksin di otot dapat juga menyebabkan ruptura spontan disertai perdarahan

lokal. Infeksi sekunder kemudian menyebabkan abses di otot bersangkutan.2

Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itu dapat

berlangsung sampai bertahun-tahun. Yang paling sering terkena adalah tibia, sternum,

iga dan ruas tulang belakang. Pada demam tifoid sering didapat gambaran piogenik

disertai adanya basil tifus yang dapat hidup di darah. Infeksi di sumsum tulang

ditunjukkan dengan gambaran leukopenia disertai hilangnya sel polimorfonuklear dan

eosinofil dan bertambahnya sel mononuklear.2

E. GAMBARAN KLINIS

Pada minggu pertama terdapat demam yang berangsur makin tinggi dan hampir

selalu disertai dengan nyeri kepala. Demam meningkat perlahan-lahan terutama saat sore

hingga malam hari, pusing, batuk , nyeri otot, anoreksia, mual, muntah. Biasanya

terdapat batuk kering dan tidak jarang ditemukan epistaksis. Hampir selalu ada rasa tidak

enak atau nyeri pada perut. Konstipasi sering ada, namun diare juga ditemukan.2

Pada minggu kedua, gejala-gejala menjadi lebih jelas, demam umumnya tetap

tinggi dan penderita tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan

pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan berat

ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain letargi, penderita mengalami

delirium bahkan sampai koma akibat endotoksemia. Gejala fisik lain berupa bradikardia

relatif dengan limpa membesar lunak dapat pula ditemukan. Perbaikan dapat mulai

terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu badan menurun dan keadaan umum

tampak membaik. Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah

demam hilang. Kekambuhan ini dapat ringan namun dapat juga berat, dan mungkin

terjadi sampai dua atau tiga kali.2

Page 8: Refreshing - Demam Tifoid

Demam pada tifoid khas karena gejala peningkatan suhu setiap hari seperti naik

tangga sampai dengan 40 atau 410C, yang dikaitkan dengan nyeri kepala, malaise dan

menggigil. Demam menetap yang persisten (4 sampai 8 minggu pada pasien yang tidak

diobati). Pada awal sakit, demamnya kebanyakan samar-samar saja, selanjutnya suhu

tubuh sering naik turun. Pagi rendah atau normal (demam intermitten), sore dan malam

lebih tinggi (demam remitten). Dari hari ke hari intensitas demam makin tinggi, kadang-

kadang terus-menerus (demam kontinyu). Bila pasien membaik maka pada minggu ke-3

suhu badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke-3.2

Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama, bibir

kering dan kadang-kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih.

Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor (coated tongue) yang pada penderita anak

jarang ditemukan. Pada umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut, terutama regio

epigastrik (nyeri ulu hati). Disertai nausea, mual dan muntah. Pada awal sakit sering

meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya kadang-kadang timbul diare.2

Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan

kesadaran ringan. Sering terdapat apatis dengan kesadaran seperti terkabut (tifoid). Bila

klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala

psychosis (Organic Brain Sindrome). Pada penderita dengan toksik gejala delirium lebih

menonjol.2

Brandikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin karena teknis pemeriksaan

yang sulit dilakukan. Brandikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak

diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap

peningkatan suhu 1oc tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit.

Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam tifoid seperti rose spot biasanya

ditemukan diregio abdomen atas, serta sudamina, atau gejala-gejala klinis yang dapat

berhubungan dengan komplikasi yang terjadi.2

Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikuloendotelial, misalnya

kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri perut. Kelompok gejala lainnya

disebabkan oleh komplikasi seperti ulserasi di usus dengan penyulitnya. Masa tunas

biasanya lima sampai empat belas hari, tetapi dapat dapat sampai lima minggu. Pada

kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung empat minggu. Timbulnya

Page 9: Refreshing - Demam Tifoid

berangsur, mulai dengan tanda malaise, anoreksia, nyeri kepala, nyeri seluruh badan,

letargi dan demam.2

F. LANGKAH DIAGNOSTIK

Anamnesis2

Demam meningkat perlahan-lahan terutama saat sore hingga malam hari, nyeri kepala,

pusing, batuk , nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak

enak di perut, epistaksis.

Pemeriksaan fisik2

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

Tampak toksik

Kelainan makulopapular berupa roseola (rose spot) berdiameter 2-5 mm terdapat

pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Rose spot tersebut agak

meninggi dan dapat menghilang jika ditekan. Kelainan yang berjumlah kurang

lebih 20 buah ini hanya tampak selama dua sampai empat hari pada minggu

pertama. Bintik merah muda juga dapat berubah menjadi perdarahan kecil yang

tidak mudah menghilang yang sulit dilihat pada pasien berkulit gelap (jarang

ditemukan pada orang Indonesia).

Perut distensi disertai dengan nyeri tekan perut.

Bradikardia relatif.

Hepato-splenomegali.

Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan tekanan sistolik yang menurun,

kesadaran menurun, suhu badan naik, nyeri perut dan defens muskuler akibat

rangsangan peritoneum.

Perdarahan usus sering muncul sebagai anemia. Pada perdarahan hebat mungkin

terjadi syok hipovolemik. Kadang ada pengeluaran melena atau darah segar.

Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi,

bising usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi timpani.

Selain itu, pada colok dubur terasa sfingter yang lemah dan ampulanya kosong.

Penderita biasanya mengeluh nyeri perut, muntah pemeriksaan radiologi

menunjukkan adanya udara bebas di bawah diafragma, sering disertai gambaran

ileus paralitik.

Pemeriksaan penunjang

Page 10: Refreshing - Demam Tifoid

Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan

leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis

dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat

ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan jitung jenis leukosit

dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. LED pada demam tifoid dapat

meningkat.2

Pemeriksaan apus darah tepi penderita memperlihatkan anemia normokromik,

leukopenia dengan hilangnya sel eosinofil dan penurunan jumlah sel

polimorfonuklear. Pada sebagian besar pasien, jumlah sel darah putih normal,

walaupun jumlah tersebut rendah jika dikaitkan dengan tingkat demam. Leukopenia

(<2000 sel per mikroliter) dapat terjadi tetapi jarang sekali. Pada kejadian perforasi

usus atau penyulit piogenik, leukositosis sekunder dapat terjadi. Albuminuria terjadi

pada fase demam. Uji benzidin pada tinja biasanya positif pada minggu ketiga dan

keempat. Kultur Salmonella typhi dari darah pada minggu pertama positif pada 90%

penderita, sedangkan pada akhir minggu ketiga positif pada 50% penderita.

Terkadang pembiakan tetap positif sehingga ia menjadi pembawa kuman. Pembawa

kuman lebih banyak pada orang dewasa daripada anak dan pria lebih banyak

daripada wanita.2

Pada akhir minggu kedua dan ketiga pembiakan darah menjadi positif untuk

basil usus. Ini menunjukkan adanya ulserasi di ileum. Jika terjadi perforasi yang

diikuti peritonitis terdapat toksemia basil aerob (E. coli) dan basil anaerob (B.

fragilis). Titer aglutinin O dan H (reaksi Widal) biasanya sejajar dengan grafik

demam dan memuncak pada minggu ketiga. Interpretasinya kadang sulit karena ada

imunitas silang dengan kuman salmonela lain atau karena titer yang tetap meninggi

setelah diimunisasi. Antibodi H dapat ditemukan bahkan pada titer yang lebih tinggi,

tetapi karena reaksi silangnya yang luas maka sulit untuk ditafsirkan. Peninggian

antibodi empat kali lipat pada sediaan berpasangan adalah kriteria yang baik tetapi

sedikit kegunaannya pada pasien yang sakit akut dan dapat menjadi tidak bermanfaat

akibat pengobatan antimikroba yang dini. Semakin dini sediaan awal diambil, maka

semakin mungkin ditemukan peningkatan yang nyata. Antibodi Vi secara khas

meningkat kemudian, setelah 3 sampai 4 minggu sakit, dan kurang berguna pada

diagnosis dini infeksi.2

Page 11: Refreshing - Demam Tifoid

1. Leukosit.

Pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk demam tifoid karena

kebanyakan pada demam tifoid ditemukan jumlah leukosit dalam batas-batas

normal. Pada demam tifoid tidak ditemukan adanya leukopenia, tetapi kadang-

kadang dapat ditemukan leukositosis.2

2. SGOT dan SGPT.

SGOT dan SGPT dapat meningkat, tetapi dapat kembali normal setelah demam

tifoid sembuh, sehingga tidak memerlukan pengobatan.2

3. Biakan darah.

Biakan darah (+) dapat memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah () tidak

menyingkirkan demam tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah

tergantung pada beberapa faktor2, yaitu :

a. Teknik pemeriksaan laboratorium.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.

c. Vaksinasi di masa lampau.

d. Pengobatan dengan obat antimikroba.

4. Uji Widal.

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antibodi (aglutinin) dan antigen

yang bertujuan untuk menentukan adanya antibodi, yaitu aglutinin dalam serum

pasien yang disangka menderita demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uji

Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di

laboratorium.2

Akibat infeksi oleh Salmonella typhi, maka di dalam tubuh pasien membuat

antibodi (aglutinin), yaitu :

a. Aglutinin O.

Aglutinin O adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen O

yang berasal dari tubuh kuman.2

b. Aglutinin H.

Aglutinin H adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen H

yang berasal dari flagela kuman.2

Page 12: Refreshing - Demam Tifoid

c. Aglutinin Vi.

Aglutinin Vi adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen Vi

yang berasal dari simpai kuman.2

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan

titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar kemungkinan pasien

menderita demam tifoid. Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan apabila ditemukan

titer antibodi O mencapai ≥ 1/200, titer antibodi H 1/640, atau terdapat kenaikan 4

kali pada titer sepasang. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian

diikuti dengan aglutinin H. Pada infeksi yang aktif, titer Uji Widal akan meningkat

pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari. Pembentukan

aglutinin terjadi pada akhir mingu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat

dan mencapai puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa

minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti oleh

agglutinin H, pada orang yang sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6

bulan , sedangkan agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu

uji widal bukan untuk menetukan kesembuhan penyakit.2

Interprestasi uji Widal, yaitu :

• Makin tinggi titernya, maka makin besar kemungkinan pasien menderita

demam tifoid.

• Tidak ada konsensus mengenai tingginya titer uji Widal yang mempunyai nilai

diagnostik pasti untuk demam tifoid.

• Uji Widal positif atau negatif dengan titer rendah tidak menyingkirkan

diagnosis demam tifoid.

• Uji Widal positif dapat disebabkan oleh septikemia karena Salmonella lain.

• Uji Widal bukan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kesembuhan

pasien, karena pada seseorang yang telah sembuh dari demam tifoid, aglutinin

akan tetap berada dalam darah untuk waktu yang lama.

• Uji Widal tidak dapat menentukan spesies Salmonella sebagai penyebab

demam tifoid, karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen

O dan H yang sama, sehingga dapat menimbulkan reaksi aglutinasi yang sama.

5. Tubex Tf

Page 13: Refreshing - Demam Tifoid

Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang

sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang

berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan

menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang ditemukan pada

Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat untuk diagnosis infeksi akut karena

hanya mendeteksi antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu

beberapa menit.

Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih baik daripada uji Widal.

Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan

spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan

spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan ideal, dapat

digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana,

terutama di negara berkembang.

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaannya yaitu :

1. Tirah baring

Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang

lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya

komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara

bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Bila klinis berat penderita harus

istirahat total. Bila terjadi penurunan kesadaran maka posisi tidur pasien harus diubah-

ubah pada waktu tertentu untuk mencegah komplikasi pneumonia hipostatik dan

dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang

terjadi obstipasi dan retensi air kemih. Hindari pemasangan kateter urine tetap, bila

tidak ada indikasi.2

2. Nutrisi

- Cairan

Penderita harus mendapatkan cairan yang cukup, baik secara oral maupun

parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada

komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Dosis airan parenteral

Page 14: Refreshing - Demam Tifoid

adalah sesuai dengan kebutuhan harian (tetesan rumatan). Bila ada komplikasi,

dosis cairan disesuaikan dengan kebutuhan. Cairan harus mengandung elektrolit

dan kalori yang optimal.2

- Diet

Pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya

nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut

dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus;

karena ada pendapat, bahwa usus perlu diistirahatkan. Banyak pasien tidak

menyukai bubur saring, karena tidak sesuai dengan selera mereka. Karena mereka

hanya makan sedikit, keadaan umum dan gizi pasien semakin mundur dan masa

penyembuhan menjadi lama. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian

makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk-pauk rendah selulosa (pantang sayuran

dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

Karena ada juga pasien demam tifoid yang takut makan nasi, maka selain

macam/bentuk makanan yang diinginkan, terserah pada pasien sendiri apakah mau

makan bubur saring, bubur kasar, atau nasi dengan lauk-pauk rendah selulosa.2

Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah

selulose (rendah serat) untuk mencegah komplikasi, perdarahan dan perforasi. Diet

cair, bubur lunak (tim) dan nasi biasa bila keadaan penderita baik. Tapi bila

penderita dengan klinis berat sebaiknya dimulai dengan bubur atau diet cair

selanjutnya dirubah secara bertahap sampai padat sesuai dengan tingkat

kesembuhan penderita.2

Penderita dengan kesadaran menurun diberi diet secara enteral melalui pipa

lambung. Diet parenteral di pertimbangkan bila ada tanda-tanda komplikasi

perdarahan dan atau perforasi.2

3 Pemberian obat animikroba2

KLORAMFENKOL Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg

per hari dapat diberikan secara per oral atau

intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari

bebas panas

Page 15: Refreshing - Demam Tifoid

Tiamfenikol Dosis 4 x 500 mg, demam rata-rata

menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

Kotrimoksazol Dosis dewasa 2 x 2 tablet (1 tablet

mengandung sulfametoksazol 400 mg dan

80 mg trimetoprim) diberikan selama 2

minggu.

Ampisilin dan amoksisilin Dosis 50-150 mg/kgBB dan digunakan

selama 2 minggu.

Sefalosporin generasi ke 3 • Ceftriaxone 3-4 gram dalam dextros

100 cc selama ½ jam per infus

sekali sehari selama 3-5 hari.

• Cefotaxime 2-3 x 1 gr

Golongan florokuinolon Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14

hari.

Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari

selama 6 hari.

Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7

hari.

Perfloksasin dosis 400 mg/hari selama 7

hari.

Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7

hari.

Kombinasi obat antimikroba Kombinasi 2 antibiotik atau telah

diindikasikan hanya pada keadaan tertentu

saja antara lain toksik tifoid, peritonitis

atau perforasi, serta syok septik, yang

pernah terbukti ditemukan 2 macam

organism dalam kultur darah selain kuman

Salmonella.

Kortikosteroid : penggunaannya hanya

diindikasikan pada toksik tifoid atau

demam tifoid yang mengalami syok septik.

Diberikan dexametason dosis 3 x 5 mg.

Page 16: Refreshing - Demam Tifoid

H. KOMPLIKASI2

Komplikasi intestinal • Perdarahan intestinal, perforasi usus,

peritonitis

Komplikasiekstra-intestinal • Kardiovaskular :

gagalsirkulasiperifer, miokarditis,

tromboflebitis.

• Darah : anemia hemolitik,

trombositopenia, KID, thrombosis.

• Neuropsikiatrik/tifoidtoksik.

• Pankreas : pankreatitis

I. PENCEGAHAN

Pencegahan infeksi Salmonella typhi juga dapat dilakukan dengan Perbaikan sanitasi

lingkungan, Peningkatan higiene makanan dan minuman, Peningkatan higiene

perorangan, Pencegahan dengan imunisasi.3

Indikasi vaksinasi2

• hendak mengunjungi daerah endemik, risiko terserang demam tifoid semakin tinggi

untuk daerah berkembang,

• orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid

• Petugas laboratorium.

Jenis Vaksin2

• Vaksin parenteral : -ViCPS (Typhim Vi/Pasteur Merieux), vaksin kapsul

polisakarida.

• Vaksin oral : Ty21a

Efek Samping Vaksinasi2

Page 17: Refreshing - Demam Tifoid

yaitu demam 6,7-24%, nyeri kepala 9-10% dan reaksi lokal nyeri, dan edema 3-35% bahkan

reaksi berat termasuk hipotensi , nyeri dada, dan syok

J. PROGNOSIS2

Gejala biasanya membaik dalam waktu 2 sampai 4 minggu pengobatan.

Hasilnya akan baik dengan pengobatan lebih awal, tetapi akan menjadi lebih buruk

apabila timbulnya komplikasi.

Gejala dapat kembali jika pengobatan ini tidak sepenuhnya sembuh dari infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guidelines for the Management of Typhoid Fever (WHO 2011)

2. Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam FKUI jilid III

3. Permenkes RI no 5 tahun 2014 tentang panduan praktik klinis bagi dokter difasilitas

kesehatan primer

Page 18: Refreshing - Demam Tifoid

4. Ditjen PP & PL. Depkes RI. 2008. Data Surveilans Epidemiologi Tahun 2007. Jakarta.