16
2.3 Konsep Relaksasi Otot Progresif 2.3.1 Pengertian Relaksasi Otot Progresif Menurut Ignativiticious (1995) relaksasi progressif adalah metode yang terdiri dan peregangan dan relaksasi sekelompok otot dan memokuskan pada perasaan rileks. Hal ini dapat mengurangi ketegangan dan kejemuan otot yang biasanya menyertai nyeri. Menurut ahli fisiologis dan psikologis Edmun Jacobson yang menjadi pelopor relaksasi progressif, Relaksasi progressif adalah cara yang efektif untuk relaksasi dan mengurangi kecemasan. Jacobson percaya, jika kita bisa belajar mengistirahatkan otot-otot kita melalui suatu cara yang tepat, maka hal ini akan diikuti relaksasi mental atau pikiran. Teknik yang digunakan Jacobson terdiri dari peregangan dan pengenduran berbagai kelompok otot di seluruh tubuh dalam sekuen yang teratur. Jacobson terus menyempurnakan dan mengembangkan teknik relaksasi progressif ini, dan berbagai kalangan telah menggunakan untuk mengatasi barbagai keluhan yang berhubungan dengan stress seperti kecemasan, tukak lambung, hipertensi, dan insomnia. Latihan relaksasi progressif yang dilaksanakan 20-30 menit, satu kali sehari secara teratur selama satu minggu cukup efektif dalam menurunkan insomnia. (Jacobson,1974 dalam Davis, 1995). Menurut Edmun Jacobson dalam bukunya yang berjudul “Progresive Relaxation” pada tahun 1929 menjelaskan bahwa teknik relaksasi progressif ini dirancang untuk menghilangkan ketegangan otot dengan cara mengerutkan berbagai kelompok otot ditubuh dan melepaskan tegangan

RELAKSASI OTOT PROGRESIF

  • Upload
    lean-ws

  • View
    1.546

  • Download
    8

Embed Size (px)

Citation preview

2.3 Konsep Relaksasi Otot Progresif

2.3.1 Pengertian Relaksasi Otot Progresif

Menurut Ignativiticious (1995) relaksasi progressif adalah metode yang terdiri dan

peregangan dan relaksasi sekelompok otot dan memokuskan pada perasaan rileks. Hal ini

dapat mengurangi ketegangan dan kejemuan otot yang biasanya menyertai nyeri. Menurut ahli

fisiologis dan psikologis Edmun Jacobson yang menjadi pelopor relaksasi progressif, Relaksasi

progressif adalah cara yang efektif untuk relaksasi dan mengurangi kecemasan. Jacobson

percaya, jika kita bisa belajar mengistirahatkan otot-otot kita melalui suatu cara yang tepat,

maka hal ini akan diikuti relaksasi mental atau pikiran. Teknik yang digunakan Jacobson terdiri

dari peregangan dan pengenduran berbagai kelompok otot di seluruh tubuh dalam sekuen yang

teratur. Jacobson terus menyempurnakan dan mengembangkan teknik relaksasi progressif ini,

dan berbagai kalangan telah menggunakan untuk mengatasi barbagai keluhan yang

berhubungan dengan stress seperti kecemasan, tukak lambung, hipertensi, dan insomnia.

Latihan relaksasi progressif yang dilaksanakan 20-30 menit, satu kali sehari secara teratur

selama satu minggu cukup efektif dalam menurunkan insomnia. (Jacobson,1974 dalam Davis,

1995).

Menurut Edmun Jacobson dalam bukunya yang berjudul “Progresive Relaxation” pada

tahun 1929 menjelaskan bahwa teknik relaksasi progressif ini dirancang untuk menghilangkan

ketegangan otot dengan cara mengerutkan berbagai kelompok otot ditubuh dan melepaskan

tegangan secara perlahan-lahan (Neville, 1995). Teknik ini didasarkan pada keyakinan bahwa

tubuh berespon pada ansietas yang merangsang, pikiran dan kejadian dengan pengalaman

subjektif terhadap stress/ansietas (Davis, 1995). Ketidaksadaran terhadap adanya ketegangan

di otot dapat menurun keletihan otot, peredaran darah yang buruk, kejang, dan kekakuan serta

akan memperparah problem nyeri (Neville, 1995). Relaksasi otot yang dalam menurunkan

ketegangan fisiologis dan berlawanan dengan ansietas sehingga akan menurunkan denyut

nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan. Respon relaksasi mempunyai efek

penyembuhan yang memberi kesempatan untuk beristirahat dan stress lingkungan eksternal

dan stress internal dan pikiran. Hal ini menghindari penggunaan semua tenaga vital saat

bereaksi terhadap stressor, respon relaksasi, mengembalikan proses fisik, mental dan emosi

(Davis, 1995).

Relaksasi otot progresif merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatis yang

menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatis dan

menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis. Masing-masing saraf

parasimpatis dan simpatis saling berpengaruh maka dengan bertambahnya salah satu aktivitas

sistem yang satu akan menghambat atau menekan fungsi yang lain (Utami, 1993).

2.3.2 Indikasi Relaksasi Otot Progressif

1. Nyeri

2. Kecemasasan

3. Depresi

4. Insomnia, dll

2.3.3 Tujuan Relaksasi Otot Progressif

Relaksasi otot progresif bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan dengan

cara melemaskan otot-otot badan. Dalam latihan relaksasi otot progresif lansia diminta untuk

menegangkan otot dengan ketegangan tertentu dan kemudian mengendorkannya. Sebelum

dikendorkan, sirasaka terlebih dahulu ketegangan tersebut sehingga individu dapat

membedakan antara otot yang tegang dengan yang lemas. Pada saat lansia berada pada

keadaan rileks maka saraf otonom akan bekerja dan tdiur yang berkualitas akan diapatkan

(Utami, 2007).

2.3.4 Macam Relaksasi Otot Progresif

Ada 3 macam relaksasi otot progresif yaitu tension relaksasi, letting go dan differential

relaksasi.

1. Relaxation via Tension-Relaxation

Individu diminta untuk menegangkan dan melemaskan masing-masing otot, kemudian

diminta untuk merasakan dan menikmati perbedaan antara ketika otot tegang dan ketika

otot lemas. Disini individu diberitahu bahwa pada fase menegangkan akan membantu dia

lebih menyadari sensari yang berhubungan dengan kecemasan, dan sensasi tersbut

bertindak sebagai isyarat atau tanda untuk melemaskan ketegangan. Individu dilatih untuk

melemaskan otot-otot yang tegang dengan cepat, seolah-olah mengeluarkan ketegangan

dari badan, sehingga individu akan merasa rileks. Otot yang dilatih adalah otot lengan,

tangan, biceps, bahu, leher, wajah, perut, dan kaki (Goldfried dan Davison, 1976).

2. Relaxation via letting go

Metode ini untuk meperdalam relaksasi. Setelah individu berlatih relaksasi pada semua

kelompok otot tubuhnya. Pada fase ini individu dilatih untuk lebih menyadaridan merasakan

relaksasi. Individu dilatih untuk lebih menyadari letegangan dan berusaha mengurangi

ataupun menghilangkan ketegangan tersebut. Dengan demikian individu itu akan lebih

peka terhadap ketegangan dan akan lebih ahli untuk mengurangi ketegangan.

Instruksi relaxation via letting go adalag melemaskan otot-otot yang terletak pada

bagian-bagian tertentu misal:

a. Bagian tangan seperti jari, pergelangan tangan, lengan

b. Otot wajah seperti pada bagian mata dan rahang

c. Bagian perut

d. Bagian kaki.

Dalam fase itu dilakukan selama 3 detik pada masing-masing bagian. Setelah semua

selesai pasien disuruh untuk memikirkan pada diri sendiri dengan kata-kata yang kalem

setiap anda bernafas. Hal ini akan membantu anda dalam menghubungkan kata kalem

tersebut dengan ketenangan yang anda rasakan saat ini dalam pikiran anda.

3. Differential Relaxation

Relaksasi diferensial merupakan salah satu penerapan ketrampilan relaksasi progresif.

Pada waktu individu melakukan sesuatu, bermacam-macam kelompok otot menjadi tegang.

Otot-otot yang diperlukan untuk melakukan aktivitas akan mengalami ketegangan berlebihan

selama aktivitas itu berlangsung. Latihan relaksasi diferensial dapat dilakukan dengan cara

menginduksi individu untuk relaksasi yang dalam, pada otot-otot yang tidak baik diperlukan

untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Kemudian mengurangi ketegangan yang berlebihan

pada otot-otot yang diperlukan dalam melakukan aktivitas itu sehingga didapat ketegangan

yang wajar pada otot-otot yang digunakan untuk beraktivitas.

Di dalam latihan relaksasi differensial yang penting bagi individu adalah tidak hanya

menyadari kelompok otot yang diperlukan untuk melakukan aktivitas tertentu, tetapi juga

mengidentifikasi dan lebih menyadari otot0otot yang tidak perlu untuk melakukan aktivitas

tersebut. Latihan akan dimulai ketika subjek sudah mencapai keadaan rileks. Latihan yang

secara teratur akan mengurangi ketegangan secara umum. Hal ini akan menyebabkan

individu tersebut nyaman ketika melakukan aktivitas sehari-hari dengan demikian relaksasi ini

dapat dilakukan tanpa individu itu berbaring.

2.3.5 Manfaat Relaksasi Otot Progresif pada Lansia

1. Menciptakan ketentraman batin

2. Mengurangi rasa cemas, khawatir, dan gelisah

3. Menjadikan tekanan dan ketegangan jiwa lebih rileks

4. Menjadikan detak jantung lebih rendah

5. Mengurangi tekanan darah tinggi

6. Menciptakan ketahanan yang lebih besar terhadap penyakit

7. Membuat tidur lebih lelap dan kesehatan mental menjadi lebih baik

8. Menjadikan daya ingat lebih baik dan meningkatkan daya berpikir logis

9. Meningkatkan kreativitas dan keyakinan

10. Meningkatkan daya kemauan dan intuisi

11. Meningkatkan kemampuan berhubungan dengan orang lain (Handoyo, 2006).

Sedangkan menurut (Dewi, 1998) manfaat relaksasi otot progresif bagi lansia, antara lain:

1. Membuat individu lebih mampu menghindari reaksi berlebihan akibat stres psikologi.

2. Menurunkan tekanan darak sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi.

3. Mengurangi tingkat kecemasan.

4. Mengurangi perilaku yang sering terjadi selama periode stres psikologinya, misalnya

naiknya jumlah rokok yang dihisap, konsumsi slkohol, pemakaian onat-obatan, dan makan

yang berlebihan.

5. Meningkatkan hubungan sosial dan ketegangan.

6. Meningkatkan hubungan interpersonal.

2.3.6 Hal-Hal yang Harus diperhatikan Dalam Melakukan Relaksasi Otot Progressif

Dalam melaksanakan teknik relaksasi progresif juga harus memperhatikan empat

komponen utama, yaitu lingkungan yang tenang (menghindarkan sebanyak mungkin kebisingan

dan gangguan-gangguan), posisi yang nyaman (duduk tanpa ketegangan otot), sikap yang

dapat diubah (mengosongkan semua pikiran dari alam sadar), keadaan mental (fisiologis)

sehingga akan kooperatif saat pelaksanaan (Taylor, 1997).

2.3.7 Petunjuk Relaksasi Otot Progressif

Relaksasi progressif memberikan cara mengidentifikasi otot dan kumpulan otot tertentu

serta membedakan antara perasaan tegang dan relaksasi dalam. Empat kelompok otot yang

utama yang meliputi: pertama, tangan, lengan bawah, dan otot biseps, kedua, kepala, muka,

tenggorokan dan bahu, termasuk pemusatan perhatian pada dahi, pipi, hidung, mata, rahang,

bibir, lidah dan leher. Sedapat mungkin perhatian dicurahkan pada kepala, karena dari

pandangan emosional, otot yang paling penting dalam tubuh berada di sekitar area ini, ketiga,

dada, lambung, dan panggung bagian bawah, keempat, paha, pantat, betis dan kaki.

Menurut Davis (1995) relaksasi bertahap dapat dipraktekkan dengan berbaring atau

duduk di kursi dengan kepala ditopang. Tiap otot atau kelompok otot diteganggang selama lima

sampai tujuh detik dan direksasikan dua belas sampai lima belas detik. Prosedur ini diulang

paling tidak satu kali. Jika area ini tetap tegang, dapat dipraktekkan lagi sampai lima kali.

Petunjuk relaksasi progressif di bagi dalam dua bagian. Bagian pertama, relaksasi pada otot

tubuh yang paling sering tegang. Bagian kedua, menegangkan dan merileksasikan beberpa

otot secara simultan sehingga relaksasi otot dapat dicapai dalam waktu sangat singkat.

2.3.8 Cara Melakukan Relaksasi Otot Progressif

Menurut Alim (2010) cara melakukan relaksasi progresif sebagai berikut;

1. Menjelaskan tujuan latihan pada klien

2. Menciptakan ruangan yang nyaman

3. Memposisikan klien untuk duduk atau berbaring dengan nyaman

1. Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara

menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Klien diminta membuat kepalan

semakin kuat, sambil merasakan sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat kepalan

dilepaskan, klien dipandu untuk merasakan rileks selama 12 detik. Gerakan pada tangan kiri ini

dilakukan dua kali sehingga klien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan

keadaan rileks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.

2. Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan ini

dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan sehingga

otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke

langit-langit.

3. Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot biseps. Otot biseps adalah otot besar yang

terdapat di bagian atau pangkal lengan. Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua

tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga

otot-otot biseps akan menjadi tegang.

4. Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk mengendurkan

bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya

seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan ini

adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas, dan leher.

5. Gerakan kelima sampai kedelapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk

melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mata, rahang,

dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara mengerutkan dahi dan alis sampai

otot-ototnya terasa dan kulitnya keriput.

6. Gerakan keenam ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup

keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang

mengendalikan gerakan mata.

7. Gerakan ketujuh ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-otot

rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan menggigit gigi-gigi sehingga

ketegangan di sekitar otot-otot rahang.

8. Gerakan kedelapan ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir

dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.

9. Gerakan kesembilan dan kesepuluh ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian

depan dan belakang. Gerakan ini diawali dengan otot leher bagian belakang baru kemudian

otot leher bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala sehingga dapat beristirahat,

kemudian diminta untuk menekankan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas.

10. Gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan, ini dilakukan dengan

cara membawa kepala ke muka, kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke

dadanya. Sehingga dapat meraskan ketegangan di daerah leher bagian muka.

11. Gerakan kesebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat

dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung

dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian

rileks. Pada saat tubuh rileks, letakkan kembali ke kursi sambil membiarkan otot-otot menjadi

lemas.

12. Gerakan keduabelas dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Pada gerakan ini, klien

diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara sebanyak-

banyaknya. Posisi ini ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian

dada kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat bernafas normal

dengan lega. Sebagaimana dengan gerakan yang lain, gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga

dapat dirasakan perbedaan antara kondisi tegang dan rileks.

13. Gerakan ketigabelas bertujuan untuk melatih otot perut. Gerkan ini dilakukan dengan cara

menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang dan

keras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulangi kembali seperti gerakan awal

untuk perut ini.

14. Gerakan keempatbelas dan kelimabelas adalah gerakan untuk otot-otot kaki. Gerakan ini

dilakukan secara berurutan. Gerakan keempatbelas bertujuan untuk melatih otot-otot paha,

dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang.

15. Gerakan kelimabelas ditujukan untuk melatih otot-otot betis dengan mengunci lutut,

sehingga ketegangan pindah ke otot-otot betis. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu

dipelas. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, D. 2003. Siklus Kehidupan dan Perkembangan Individu. Falkultas Kedokteran

Universitas Katolik Atmajaya: Jakarta

Alimul, A. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba Medika : Jakarta

Amir, Nurmiati. 2007. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia. Diagnosis dan Penatalaksanaan

http://lib.atmajaya.ac.id/defult.aspx?tabID=61&id=107144&src=a .

diakses tanggal 5 Nopember 2011

Anonymous. 2009. 2025, Pertumbuhan Jumlah Lansia Indonesia Terbesar dii Dunia.

http;//www.analisadaily.com/image/stories/2009/januarii diakses tanggal 7 Nopember

2011

Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta : Jakarta

Benson, H.M.D. 2002. Dasar – dasar Respon Relaksasi: Bagaimana menggabungkan respon

relaksasi dengan keyakinan pribadi anda. Bandung. Mizan

Bourne, R. S. Sleep Distruction in Critically Patient – Pharmacological Consideration.

Anaesthesia Journal. 2004,59(4) : 374 – 384

Brunner & Suddarth. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Vol. 1. Jakarta : EGC

Campbell, SS and Murphy, PJ. 1998. Relesionship Between Sleep and Body Temperature In

Middle Age and Older Subject. Dalam Carol. 2000. Lippincot. Philadelphia

Carol, AM. 2003. Nursing Care of Older Adult : Theory and Practice. Third Edition. Lippincot.

Philadelphia

Davis, Martha. 2005. Relaxation Therapy. Availebel Online at http://www.mayday.coh.org.

Diakses tanggal 2 Nopember 2011

Davis, M, Eshelman, E. R. dan Matthew Mckay. 2005. Panduan Relaksasi dan Reduksi Strees

Edisi III. Alih Bahasa : Budi Ana Keliat dan Achir Yani. Jakarta : EGC

Dempsey, Ann. 2007. Riset Keperawatan Buku Ajar dan Latihan edisi 4. Jakarta : EGC

Diahwati, Hess, Touty, Jeff. 2005. Gerontology and Healthy Aging second edition. Mosby, Inc.

St Louise, Missouri

Handoyo. 2006. Manfaat Relaksasi Otot Progresif. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahyudi. 2003. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC

Nugroho, W. 2000. Perawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta : EGC

Nurmiati. 2007. Keperawatan Gerontik Edisi 1. Jakarta : EGC

Nursalam, Pariani. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta :

Infomedika

Priharjo, R. 2002. Pemenuhan aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta : EGC

Rafknowledge. 2004. Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya, PT. Elex Media Komputindo,

Jakarta

Riyanto, A. 2009. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta

Stanley, Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta, EGC

Stoppler, M. 2006. Progresif Muscle Relaxasationfor Stres and Insomnia,

http://wwwmedicinet.com/script/main/art.aspartic,lekey, diakses tanggal 5 Nopember

2011

Sari, N.K. 2008. Masalah Kesehatan Pada Usia Lanjut. http://forumbebas.com/thread-

29202.html diakses tanggal 2 Nopember 2011

Diahwati, Dewi. 2001. Serba-serbi Manfaat dan Gangguan Tidur, Pionir Jaya, Jakarta

Ebersole, Hess, Touty, Jeff. 2005. Grontology and Healhty Aging. Second Edition. Mosby, Inc.

St Louise, Missouri

Evy, 2008. Waspadai Depresi pada Lansia, http://www.kompas.com/aboutus.php. diakses 5

Nopember 2011

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta, EGC

Handoyo. 2006. Manfaat Relaksasi Otot progresif. Jakarta, EGC

Lumbantobing. 2004. Gangguan Tidur. FKUI. Jakarta

Selamiharja, N. 2005. Insomnia dan Rahasia Tidur Nyaman,

http://www.guidetoppsychology.com/pmr.htm, diakses tanggal 2 Nopember 2011

Sugiyono. 2007. Statistik Nonparametris untuk Penelitian. Bandung, CV Alfabeta

Utami, M.S. 2000. Teknik Relaksasi. Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta

Utami, M. S. 2003. Prosedur Relaksasi. Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta

Wikipedia Foundation. 2006. Sleep. http://en.wikipedia.org/wiki/sleep, diakses tanggal 3

Nopember 2011