29
BAB II. Tinjauan Pustaka Anatomi dan fisiologi mata Secara struktural anatomis, bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dalam rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar Gambar 1. 1 Gambar 1. Bagian-bagian struktur dari bola mata

Retinal Detachmet Tractional

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fwew

Citation preview

Page 1: Retinal Detachmet Tractional

BAB II. Tinjauan Pustaka

Anatomi dan fisiologi mata

Secara struktural anatomis, bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam

dalam rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar Gambar 1.1

Gambar 1. Bagian-bagian struktur dari bola mata

Bagian-bagian mata mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Fungsi-fungsi dari anatomi mata

adalah sebagai berikut:

• Sklera: Melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi tempat melekatnya bola

mata.

Page 2: Retinal Detachmet Tractional

• Otot-otot mata, adalah Otot-otot yang melekat pada mata, terdiri dari: muskulus rektus

superior (menggerakan mata ke atas) dan muskulus rektus inferior (mengerakan mata ke

bawah).

• Kornea: memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksikan cahaya.

• Badan Siliaris: Menyokong lensa dan mengandung otot yang memungkinkan lensa untuk

beroakomodasi, kemudian berfungsijuga untuk mengsekreskan aqueus humor.

• Iris: Mengendalikan cahaya yang masuk ke mata melalui pupil, mengandung pigmen.

• Lensa: Memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa.

• Bintik kuning (Fovea): Bagian retina yang mengandung sel kerucut.

• Bintik buta: Daerah syaraf optic meninggalkan bagian dalam bola mata

• Vitreous humor: Menyokong lensa dan menjaga bentuk bola mata

• Aquous humor: Menjaga bentuk kantong bola mata.1

Otot, Saraf dan Pembuluh darah

Pada Mata

Otot yang menggerakan bola mata

dengan fungsi ganda dan untuk

pergerakan mata

tergantung pada letak

dan sumbu penglihatan

sewaktu aksi otot. Otot

penggerak bola mata

terdiri enam otot, Gambar 2.2

Page 3: Retinal Detachmet Tractional

Gambar 2. Enam otot mata yang berfungsi sebagai mobilitas bola mata.

• Muskulus oblik inferior memiliki aksi primer eksotorsi dalam abduksi, dan memiliki aksi

sekunder elevasi dalam adduksi, abduksi dalam elevasi.

• Muskulus oblik superior memiliki aksi primer intorsi dalam aduksi, dan aksi sekunder berupa

depresi dalam aduksi, dan abduksi dalam depresi.

• Muskulus rektus inferior memiliki aksi primer berupa gerakan depresi pada abduksi, dan

memiliki aksi sekunder berupa gerakan ekstorsi pada abduksi, dan aduksi dalam depresi.

• Muskulus rektus lateral memiliki aksi gerakan abduksi.

• Muskulus rektus medius memiliki aksi gerakan aduksi

• Muskulus rektus superior memiliki aksi primer yaitu elevasi dalam abduksi dan aksi sekunder

berupa intorsi dalam aduksi serta aduksi dalam elevasi.2

Beberapa otot bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial

tertentu. Tulang orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya.

• Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak

Page 4: Retinal Detachmet Tractional

• Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata

• Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot pada

tulang orbita.1,2

Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan,

sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah ini

masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.2

Bola mata mempunyai 3 lapis dinding yang mengelilingi rongga bola mata. Ketiga lapis

dinding ini dari luar ke dalam adalah sebagai berikut, Gambar 3:

Gambar 3. Sclera, choroid, retina merupakan lapisan vital bola mata

Sklera

Sklera merupakan jaringan ikat

dengan serat yang kuat; berwarna putih

buram (tidak tembus cahaya), kecuali di

bagian depan bersifat transparan, disebut

kornea. Konjungtiva adalah lapisan

Page 5: Retinal Detachmet Tractional

transparan yang melapisi kornea dan kelopak mata. Lapisan ini berfungsi melindungi bola

mata dari gangguan.3

Koroid

Koroid berwarna coklat kehitaman sampai hitam merupakan lapisan yang berisi banyak

pembuluh darah yang memberi nutrisi dan oksigen terutama untuk retina. Warna gelap pada

koroid berfungsi untuk mencegah refleksi (pemantulan sinar). Di bagian depan, koroid

membentuk badan siliaris yang berlanjut ke depan membentuk iris yang berwarna. Di bagian

depan iris bercelah membentuk pupil (anak mata). Melalui pupil sinar masuk. Iris berfungsi

sebagai diafragma, yaitu pengontrol ukuran pupil untuk mengatur sinar yang masuk. Badan

siliaris membentuk ligamentum yang berfungsi mengikat lensa mata. Kontraksi dan relaksasi

dari otot badan siliaris akan mengatur cembung pipihnya lensa.3

Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multilapis yang melapisi

bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir

sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora

serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di

belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan

epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch, koroid dan

sklera. Disebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga

membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus

optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat sehingga

membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang

subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera yang meluas ke taji sklera.

Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars

plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris

merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina

menghadap ke vitreus. 3

Page 6: Retinal Detachmet Tractional

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut Gambar 4:

1. Epitelium pigmen retina

Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu lapisan

sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di basal. Daerah

basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel

pigmen retina, yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung

jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi

hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.2,3

2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.

Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya

menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks

penglihatan ocipital. Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut

meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer.

Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut mengandung tiga

pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut iodopsin yang kemungkinan

menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel

kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel kerucut responsif

terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau merah). Sel

batang berfungsi untuk penglihatan malam (skotopik). Dengan bentuk penglihatan

adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat

dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang.3

3. Membrana limitans externa

4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari

batang dan kerucut.

5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar dan

sel horizontal dengan fotoreseptor .

Page 7: Retinal Detachmet Tractional

6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal

7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel ganglion

dengan sel amakrin dan sel bipolar .

8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion (urutan kedua

neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.

9. Lapisan serat saraf, yang

mengandung akson –

akson sel ganglion yang berjalan

menuju ke nervus optikus.

10. Membrana limitans interna. Ini

adalah lapisan paling dalam

dan memisahkan retina dari

vitreous. Itu terbentuk oleh

persatuan ekspansi terminal dari

serat yang Muller, dan pada

dasarnya adalah

dasar membran.3

Page 8: Retinal Detachmet Tractional

Gambar 4. Lapisan retina

dari luar ke dalam

Retina mempunyai tebal

0,1 mm pada ora serrata dan 0,23

mm pada kutub posterior. Di

tengah – tengah retina posterior

terdapat makula. Secara klinis

makula dapat didefinisikan

sebagai daerah pigmentasi

kekuningan yang disebabkan oleh

pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara histologis makula merupakan bagian

retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah

bagian yang dibatasi oleh arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula

sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas – jelas

merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.3

Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara histologi,

fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan – lapisan parenkim

karena akson – akson sel fotorreceptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran secara

sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian

paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina yang paling

tipis Gambar 5. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual yang halus.

Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling besar di makula dan penyakit

yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal

sekali.3

Page 9: Retinal Detachmet Tractional

Gambar 5. Makula dengan fove yang paling tebal dengan gambaran gelap

Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat diluar

membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiformis luar

dan lapisan inti luar, fotorreceptor, dan lapisan epitel pigmen retina serta cabang – cabang

dari arteri sentralis retinae yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya

diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki

kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak

berlubang yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat

ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.2,3

Tractional retinal detachment (TRD)

Retinal Detachmen (RD) dapat terjadi apabila terdapat akumulasi carian subtretina

kapanpun antara space neurosensory retina dan Epithelium Pigment Retina (EPR). Retinal

Page 10: Retinal Detachmet Tractional

detachment (RD) diklasifikasikan menjadi rhegmatogenous, tractional dan exudative tergantung

dari mekanisme dari akumulasi cairan pada subretina.4

Etiologi

RD tractional merupakan type dari RD yang paling seing kedua setelah RD

rhegmatogenous. Ablasi retina jenis ini disebabkan oleh tarikan retina ke dalam badan kaca

(vitreous). Keadaan ini ditemukan pada retinopati diabetika proliferatif, vitreoretinopati proliferatif,

retinopati of prematurity (ROP). Penangan abalasi jenis ini adalah tindakan bedah vitrektomi dan

sclera buckle jika diperlukan.4,5

Pathophysiologi

Tractional Retinal Detachment (TRD) sekunder dari Proliferative vitreoretinopathy (PVR)

dan trauma penetrasi menimbulkan kontraksi, membran epiretina, intraretina sangat jarang dan

membrane subretinal memisahkan neurosensory retina dari EPR. Proliferative vitreoretinopathy

bisa terbentuk dari sel glial atau sel EPR. Namun sel EPR merupakan sel yang paling utama pada

membran ini.4

Sel- sel ini masuk ke cavitas vitreous pada saat retina robek atau rusak oleh beberapa

penyebab. Diantaranya bisa disebabkan oleh trauma penetrasi, proliferative diabetic retinopaty, atau

pada saat tindakan cryotherapy yang berlebihan. Ini menunjukkan bahwa jumlah dari sel EPR

berkorelasi dengan derajat kerusakan atau robekan retina. Semakin besar derajat robekan retina

semakin besar pula jumlah sel EPR di vitreous. Pada saat EPR masuk ke cavitas vitreous, sel-sel

EPR mengalami perubahan morphologic dimana sel-sel ini memiliki kemampuan fibroblastlike,

mensekresi growth factor yang menstimulasi produksi kolagen dan fibronectin.4

Cryotherapy selain merusak lapisan retina, tindakan ini juga menyebabkan kerusakan pada

blood-ocular barrier, mengakibatkan serum darah masuk ke intraocular. Komponen-kompone serum

seperti fibronectin dan platele-derived growth factor (PDGF) yang merupakan chemoattractant kuat

untuk sel-sel EPR lainnya, astrocyte dan fibrocyte. Oleh sebab itu, kita dapat mengerti bahwa resiko

perdarahan pada vitreous menunjukkan kesempatan terbentuknya membran periretina. Sekali

Page 11: Retinal Detachmet Tractional

terbentuknya lapisan kolagen, sel ini mengerut atau menarik sekitarnya dan hal ini menimbulkan

terjadinya Tractional Retinal Detachment (TRD). Transforming Growth factor beta (TGF-B) juga

merupakan chemmoatractan potent untuk monocytes dan fibroblasts. TGF B menstimulasi sintesis

fibronectin dan kontraksi collagen oleh sel-sel EPR. Fibronectin mungkin sebagai penyedia matrix

sementara atau perancah/rangka untuk sel-sel EPR pada membran PVR. PVR dapat menyebabkan

respon penyembuhan luka tidak baik. PVR merupakan proses perbaikan atau penyembuhan sama

seperti keloid, di awali dengan kerusakan retina baik full maupun partial akibat retinopexy atau tipe

lain yang menyebabkan kerusakan retina. Adanya kerusakan ini menimbulkan kehilangan hambatan

hubungan menyebabkan EPR

bermigrasi pada lapisan-lapisan retina.4

Awalnya terjadi penarikan retina

sensorik menjauhi lapisan epitel di

sepanjang daerah vascular yang kemudian

dapat menyebar ke bagian retina midperifer

dan makula. Pada ablasio tipe ini

permukaan retina akan lebih konkaf dan

sifatnya lebih terlokalisasi tidak

mencapai ke ora serata. 4

Selain itu TRD mungkin terjadi pada banyak kejadian kondisi patholigic ocular lainnya

seperti : Proliveratife Diabetic Retinopathy (PDR), sickling hemoglobinopaties, retinal venous dan

retinopathy of prematurity, dimana keadaan pathologic tersebut dikarakteristikan dengan ischemia

retinal progressive. Berikut contoh gambar dari berbagai pathologic Gambar 6,7,8.4

Page 12: Retinal Detachmet Tractional

Gambar 6. Pasien dengan occlusi vena

retina centralis menimbulkan komplikasi neovaskularisasi di dekat disc dengan diikuti kejadian

Tractional Retinal Detachment. Diambil dari Medscape android ; dalam pembahasan

Tractional Retinal Detachment pathophysiologi.

Gambar 7. Pasien ini pernah menjalani tindakan scleral buckle untuk Rhegmatogenous

Retinal Detachmentnya. Sekarang kondisi pasien menunjukkan Vitreoretinopathy

Page 13: Retinal Detachmet Tractional

proliferative dengan membran menancap retina. Diambil dari Medscape ; dalam

pembahasan Tractional Retinal Detachment - pathophysiologi.

Gambar 8. Pasien

dengan Proliferative Diabetic

Retinopathy menimbulkan

komplikasi Retinal Detachment pada

daerah superotemporal. Diambil

dari Medscap android ; pada

pembahasan Tractional Retinal

Detachment - pathophysiology.

Ischemia retinal progressive memicu sekresi dari grpwth factor, terutama vascular

endothelial growth factor (VEGF). Neovascularisasi terjadi kemudian, dan vitreous menyediakan

rangka atau penggantung dimana disana terjadi adhesi vitreoretinal sangat kuat. Dengan

berjalannya waktu, vitreous menarik, menimbukan pemisahan mechanik dari neurosensory retina

dari EPR.4

Dalam segi level molecular, VEGF merupakan pendorong utama terjadinya angiogenesis

dan menghasilak neovascularisasi. VEGF meregulasi profibrotic growth factor - connetive tissue

growth factor (CTGF) pada beberapa type sel pada awal pembentukan novascular membrane.

Page 14: Retinal Detachmet Tractional

Peningkatan level dari CTGF menginaktivasi VEGF, dan ketika keseimbangan terjadi antara dua

faktor ini pada beberapa ratio tertentu, membran neovascular menjadi lebih fibrotic dan kurang

perdarahan. Fibrosis terjadi akibat kelebihan CTGF menimbulkan scarring dan kebutaan.4

Pada beberapa tahun sebelumnya, intravitreal anti VEGF agent memberikan keuntungan

dalam pengobatan dari beberapa penyakit yang berada pada segment posterior mata seperti edema

macular dan noevaskularisasi intraocular seperti pada Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR) dan

Retinopathy of Prematurity (ROP). Ini digunakan sebenarnya sebagai adjuvat presurgical pada

diabetic vitrectomi dan ROP.4

Pada mata diabetes terjadi perlekatan yang kuat antara vitreus ke area proliferasi

fibrovaskular yang tidak sempurna. Selanjutnya terjadi kontraksi progresif dari membran

fibrovaskular di daerah perlekatan vitreoretina yang apabila menyebabkan traksi pembuluh darah

baru akan menimbulkan perdarahan vitreus.4,6

Traksi vitroretinal statis dibagi menjadi; (1) Traksi tangensial, disebabkan oleh kontraksi

membran fibrovaskular epiretina pada bagian retina dan distorsi pembuluh darah retina. (2) Traksi

anteroposterior, disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular yang memanjang dari retina

bagian posterior. (3) Traksi bridging disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular yang akan

melepaskan retina posterior dengan bagian lainnya atau arkade vaskular.6

PVR dapat menyebabkan respon penyembuhan luka tidak baik. PVR merupakan proses

perbaikan atau penyembuhan sama seperti keloid, di awali dengan kerusakan retina baik full

maupun partial akibat retinopexy atau tipe lain yang menyebabkan kerusakan retina. Adanya

kerusakan ini menimbulkan kehilangan hambatan hubungan menyebabkan EPR bermigrasi pada

lapisan-lapisan retina.4,6

Pada pemeriksaan microscopic pada membran ini menunjukkan komposisi celluernya

diantaranya terdapat : sel-sel EPR, sel-sel glial, fibrocyte, macrhopage, dan fibril collagen. EPR

dapat masuk ke cavitas vitreous pada saat kerusakan retina terjadi, dan ini membuktikan bahwa

jumlah dari sel-sel EPR pada cavitas vitreous berkolerasi dengan ukuran kerusakan retina. Semakin

besar kerusakan, semakin banyak jumlah sel-sel EPR intravitreal.4,6

Page 15: Retinal Detachmet Tractional

Diagnosis

Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita

adalah:

a. Floaters (terlihatnya benda melayang – laying) yang terjadi karena adanya

kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau

degenerasi vitreus itu sendiri, meskipun ini jarang atau tidak ditemukan pada

Tractional Retinal Detachment.

b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di

sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam

keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.

c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian

seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang

telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.

d. Lapang pandang menurun secara progressif, dan menetap perbulan atau

tahunan. Apabila traksi vitreoretinal dan mengenai makula, pasien akan

mengalami penglihatan seperti titik.6

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan oftalmoskop direk, detachment tampak seperti concave

configuration. Cairan subretina lebih dangkal dibandingkan dengan

Rhegmatogen Retinal Detachment dan tidak memanjang sampai mengenai

ora serrata. Elevasi paling tinggi pada retina terjadi pada traksi vitreoretinal.

Pergerakan retina berkurang, dan tidak tampak adanya pergerakan cairan.

Page 16: Retinal Detachmet Tractional

Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat

terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang

menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila

makula lutea ikut terangkat. 4,6

Diagnosis banding diantaranya Oclusi cabang vena retina, Retinal Detachment

Exudative, Retinal detachment rhegmatogenous, retinopathy of prematurity.4,6

Penatalaksanaan

Tergantung dari peyebab dasar dan luasnya TRD, intervensi surgical biasanya

tindakan untuk penatalaksanaan retinal detachment. Prinsip tindakan operasi pada retinal

detachment adalah :

1. Menemukan semua robekan

2. Menutup semua robekan

3. Membuat parut korioretina di sekeliling masing-masing robekan

Satu dari beberapa hal terpenting dari penatalaksanaan Retinal Detachment (RD)

adalah pemeriksaan sebelm dan pada saat operasi yang hati-hati dan seksama.5,6

Robekan retina dapat ditutup dengan beberapa cara. Beberapa robekan. terutama

yang kecil dan tidak terdapat traksi vitreus, dapat diberikan tamponade sementara. Prosedur

melekatkan kembali retina dapat menggunakan krioterapi, laser fotokoagulasi dan diatermi.5

Pada TRD sekunder terhadap PVR, tindakan yang biasa dilakukan adalah scleral

buckle seperti element melingkar 287 buckle ditempatkan. Kemudian diikuti dengan

tindakan vitrectomy.5

Prosedur penyabukan sclera (scleral buckling) dilakukan dengan menekan sclera

dengan suatu pita atau sabuk yang terbuat dari silikon sehingga retina yang lepas dapat

melekat kembali. Scleral buckle (SB) yang mendorong retina dibawah robekan retina akan

menunjang terjadinya perlekatan retina pada EPR dengan mengurangi traksi vitreus dan

menghentikan aliran cairan vitreus melalui robekan retina. Tingkat keberhasilan pada

penempelan kembali retina berkisar 83% - 95%. Pengeluaran cairan sub retina dapat

Page 17: Retinal Detachmet Tractional

dilakukan dengan membuat lubang pada sklera pada daerah ablasi. Penutupan robekan retina

dilakukan dengan melekatkan kembali retina sensoris pada epitel pigmen retina dengan

menimbulkan trauma termal baik panas maupun dingin dengan menggunakan kriopeksi,

diatermi atau fotokoagulasi. Indentasi sklera dapat dilakukan dengan pemasangan eksoplant,

implan atau pemasangan circumferential buckle yang terbuat dari silikon yang mengelilingi

bola mata. Pemasangan eksoplant memungkinkan terjadinya indentasi skleral tanpa harus

dilakukan diseksi sklera sehingga cara ini merupakan cara yang banyak dipakai. Eksoplant

dapat berupa busa silikon padat yang tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran. Eksoplant

dieratkan pada sklera dengan jahitan sklera. Teknik scleral buckling ini dapat dilakukan

tersendiri atau dengan keadaan yang kompleks dilakukan bersama dengan vitrektomi pars-

plana. SB paling efektif dilakukan pada kasus dengan media yang cukup jernih untuk

melihat retina perifer, pada RD primer, RD yang berulang dengan traksi perifer yang

ringan.4,5

Vitrektomi dapat dilakukan pada RD dengan media yang keruh yang menghalangi

retina. Vitrektomi juga dapat dilakukan pada mata dengan miopia berat dengan sklera yang

tipis atau stafiloma yang mana resiko terjadinya perforasi sklera pada saat penjahitan

menjadi tinggi, RD dengan robekan posterior, RD dengan vitreoretinopati proliferative yang

lanjut, RD yang berhubungan dengan trauma dengan benda asing intraokuler. Teknik ini

memberi perlekatan anatomi pada 90% kasus. Vitrektomi dilakukan dengan menggunakan

alat pemotong vitreous, lampu fibre optic dan cairan infus yang dimasukkan melalui

skleretomi. Penggunaan tamponade pasca operasi ( gas SF6, C3F8 dan minyak silikon),

penggunaan endolaser dan indirek laser, cairan perfluorocarbon dan alat untuk membantu

visualisasi lapangan operasi dapat membantu keberhasilan operasi ini.5

Pada TRD sekunder terhadap Proliferative Diaetic Retinopathy (PDR),beberapa

teknik operasi sudah dikembangkan. SB biasanya tidak digunakan kecuali terdapat bagian

anterior yang robek atau rusak. VItrectomy biasanya dilakukan pada kasus ini dengan

tindakan central vitrectomy. Teknik lainnya yaitu dengan menggunakan en bloc

dissection.Intra vitreal bevacizumab dilaporkan dapat menjadi terapi tambahan pada

Page 18: Retinal Detachmet Tractional

vitrectomy dalam kasus PDR. Bevacizumab dapat mengurangi perdarahan akibat pemisahan

atau segementasi dari membran fibrovaskular. Akan tetapi, pada mata dengan ischemia

berat, neovaskularisasi dapat surut secara cepat, tapi jaringan fibrous scar yang dihasilkan

mungkin memicu perkembangan kemajuan dari TRD. Oleh karena itu, injeksi bevacizumab

harus dilanjutkan dengan tindakan operasi.4,5

BAB III. Penutup

Kesimpulan

Traksional Retinal Detachment (TRD) dapat diakibatkan oleh beberapa sebab.

Diantaranya karena Proliveratif Vitreoretinopathy, Proliferative Diabetic Retinopathy,

Retinopathy of Prematurity. Pengenalan gejala secara dini diperlukan untuk mencegah

derajat keparahan penyakit. Gejala pada TRD dapat berupa penurunan lapang pandang

Page 19: Retinal Detachmet Tractional

progressive dan menetap. Apabila traksi mengenai makula, pasien akan mengeluhka

penglihatannya seperti titik. Penurunan ketajaman penglihatan juga dapat terjadi, floater

atau titik-titik hitam yang berterbangan juga dapat terjadi.

Penatalaksanaan terhadap TRD dapat berupa tindakan surgery. Penatalaksanaan

dengan medikamentosa tidak meningkatkan kesembuhan. Scleral Buckle dan vitrectomy

dapat dilakukan pada kasus TRD. Variasi TRD yang disebabkan oleh penyebab yang

berbeda, memiliki tindakan surgery yang berbeda pula. Injeksi bevacizumab pada TRD yang

disebabkan oleh PDR dapat mengurangi perdarahan pada saat pemisahan.

Daftar pustaka

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia: Jakarta,2010.

2. Lang GK, Amann J, Gareis O, Lang GE. Atlas of Ophtalmology. Lang, ophtalmology : Thieme

Stuttgart, 2000.

3. Vaughan, Asbury DG, Taylor. Oftalmologi umum (General ophthalmology). edisi 17. Jakarta :

EGC, 2007.

4. Wu L, Pakalnis VA, Roy H, Law SK. Tractional Retinal Detachment dalam Medscape. Ed.

2015.

5. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian ilmu kesehatan mata Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada, 2012.

6. Kwon OW, Roh MI, Song JH. Retinal detachment and proliferative vitreoretinopathy. Retin

Pharmacother [Internet]. 2010;147–51. Available from: http://scholar.google.com/scholar?

hl=en&btnG=Search&q=intitle:Retinal+detachment+and+proliferative+vitreoretinopathy#3