31
Retinopati Diabetikum Nama : Jordy NIM : 112014223 Pembimbing : dr. Indah Puspajaya Sp.M 1

Retinopati Diabetikum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kedokteran

Citation preview

Page 1: Retinopati Diabetikum

Retinopati Diabetikum

Nama : JordyNIM : 112014223

Pembimbing : dr. Indah Puspajaya Sp.M

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaKepaniteraan Ilmu Penyakit Mata

Rumah Sakit Imanuel Way Halim Bandar LampungPeriode 27 Juli – 29 Agustus 2015

1

Page 2: Retinopati Diabetikum

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik degeneratif tersering dengan angka

morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. World Health Organization (WHO)

melaporkan bahwa Indonesia berada di urutan keempat negara yang jumlah penyandang DM

terbanyak. Jumlah ini akan mencapai 21,3 juta pada tahun 2030.1

Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan

penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Risiko menderita retinopati DM meningkat

sebanding dengan semakin lamanya seseorang menyandang DM. Faktor risiko lain untuk

retinopati DM adalah ketergantungan insulin pada penyandang DM tipe II, nefropati, dan

hipertensi. Sementara itu, pubertas dan kehamilan dapat mempercepat progresivitas retinopati

DM. Kebutaan akibat retinopati DM menjadi masalah kesehatan yang diwaspadai di dunia

karena kebutaan akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderita yang akhirnya

menimbulkan beban sosial masyarakat. Masalah utama dalam penanganan retinopati DM

adalah keterlambatan diagnosis karena sebagian besar penderita pada tahap awal tidak

mengalami gangguan penglihatan. Dokter umum di pelayanan kesehatan primer memegang

peranan penting dalam deteksi dini retinopati DM, penatalaksanaan awal, menentukan kasus

rujukan ke dokter spesialis mata, dan menerimanya kembali. Apabila peranan tersebut

dilaksanakan dengan baik, maka risiko kebutaan akan menurun hingga lebih dari 90%.1

2

Page 3: Retinopati Diabetikum

TINJAUAN PUSTAKA

Retinopati merupakan kelainan pada retina yang tidak disebabkan radang.2 Retinopati

diabetikum adalah komplikasi DM yang disebabkan oleh perubahan pada pembuluh darah di

dalam mata atau merupakan penyakit jaringan vaskular retina akibat angiopati pada

pembuluh darah retina pada penderita DM. Pembuluh darah retina yang rusak dapat

menyebabkan kebocoran cairan atau darah, pertumbuhan pembuluh darah abnormal, dan

timbulnya jaringan ikat. Pada awalnya retinopati diabetikum hanya merupakan

mikroaneurisma dan perdarahan intraretina, selanjutnya bertambahnya permeabilitas

pembuluh darah retina akan mengakibatkan penebalan (edema) dari retina. Kelainan-kelainan

ini dapat menganggu kemammpuan retina menyampaikan bayangan ke otak.3

Gambar 1. Gambaran Bola Mata dengan Retinopati Diabetikum

Anatomi dan Fisiologi Retina

Retina merupakan 2/3 dinding bagian dalam bola mata, berupa membran tipis

transparan, berbentuk seperti jala, dan mempunyai metabolisme oksigen yang sangat tinggi.3

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima

rangsangan cahaya.2 Retina berbatasan dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan

terdiri atas lapisan:2,3

1. Lapis fotoreseptor: merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang

mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.

2.  Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

3

Page 4: Retinopati Diabetikum

3. Lapis nukleus luar: merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga

lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.

4. Lapis pleksiform luar: merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel

fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.

5. Lapis nukleus dalam: merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller.

Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

6. Lapis pleksiform dalam: merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinaps sel

bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.

7. Lapis sel ganglion: merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

8. Lapis serabut saraf: merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke saraf optik. Di

dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

9. Membran limitan interna: merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.

Gambar 2. Lapisan-lapisan Retina

Retina yang tidak mempunyai bagian anterior mengandung reseptor cahaya

(fotoreseptor) yang terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Reseptor cahaya melakukan sinaps

dengan saraf - saraf bipolar di retina dan kemudian dengan saraf-saraf ganglion diteruskan ke

serabut saraf optikus. Sel kerucut lebih sedikit dibanding sel batang. Sel kerucut dapat

ditemukan di dekat pusat retina dan diperkirakan menjadi reseptor terhadap cahaya terang

dan penglihatan warna. Sel-sel batang ditemukan banyak pada daerah perifer retina yang

merupakan reseptor terhadap gelap atau penglihatan malam.3 Di tempat aksis mata memotong

4

Page 5: Retinopati Diabetikum

retina, terdapat makula lutea. Di tengah-tengahnya terdapat lekukan dari fovea sentralis. Pada

funduskopi, tampak makula lutea lebih merah dari sekitarnya dan pada tempat fovea sentralis

seolah-olah ada cahaya, yang disebut refleks fovea. Refleks fovea terjadi karena adanya

lekukan pada fovea sentralis. Besar makula lutea 1-2 mm, dan di daerah ini daya

penglihatannya paling tajam, terutama di fovea sentralis. Struktur makula lutea; tidak ada

serat saraf; sel-sel ganglion sangat banyak di tepi-tepinya, tetapi tidak ada di makula; lebih

banyak sel kerucut daripada sel batang; di fove sentralis hanya terdapat sel kerucut.4

Nasal dari makula lutea, terdapat papila nervus optikus, yaitu tempat di mana N II

menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung sel batang dan

sel kerucut. Bentuk papil bulat, berbatas tegas, dan tepinya lebih tinggi dari retina sekitarnya.

Bagian tengahnya terdapat lekukan yang tampak lebih pucat, besarnya 1/3 diameter papil,

yang disebut ekskavasi fisiologis. Dari sini, keluar arteri dan vena sentral yang kemudian

bercabang-cabang ke temporal, nasal, atas, dan bawah. Pada pemeriksaan funduskopi,

dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Arteri diameternya lebih kecil, dengan

perbandingan A:V = 2:3. Arteri warnanya lebih merah, bentuknya lebih lurus, dan di

tengahnya terdapat refleks cahaya. Vena lebih besar, berwarna lebih tua, dan bentuknya lebih

berkelok-kelok. Arteri retina sentralis memberi nutri lapisan-lapisan retina sampai dengan

lapis membrana limitans eksterna. Di daerah makula lutea, yang terutama terdiri dari sel

batang dan sel kerucut tidak terdapat cabang dari arteri retina sentralis, sehingga mendapat

nutrisi dari kapiler koroid.4

Gambar 3. Funduskopi Retina Normal

Retina adalah lapisan yang transparan tersusun dari jaringan saraf yang terletak antara

lapisan epitel berpigmen di retina dan humor vitreus. Fungsi penglihatan normal tergantung

pada hubungan antara persarafan, glial, mikroglial, vaskular, dan epitel berpigmen dari retina.

Fungsi dasar retina adalah menangkap foton, mengubah energi fotokimia menjadi energi

5

Page 6: Retinopati Diabetikum

listrik, menggabungkan potensial aksi, dan mengirimnya ke lobus oksipital otak dimana

potensial aksi tersebut akan dibaca dan diterjemahkan menjadi gambar yang dimengerti.

Retina diperdarahi dari sistem sirkulasi oleh sistem perdarahan retina dan barier cairan retina,

serta mendapatkan nutrisi dari sirkulasi retina, koroid ,dan juga korpus silaris dengan cara

difusi melalui humor vitreus.4

Epidemiologi

Kelainan ini terjadi pada 40%-50% penderita DM setelah 5-15 tahun, dan 60% pada

penderita DM lebih dari 15 tahun. Retinopati diabetikum dapat muncul tanpa gejala hingga

akhirnya dapat menimbulkan gangguan penglihatan sampai kebutaan. Di Amerika Serikat,

setiap tahunnya terdapat lebih dari 8000 penderita DM menjadi buta karena retinopati

diabetikum.5 Lama perjalanan penyakit merupakan faktor berisiko bermakna terhadap

perkembangan retinopati. Dua puluh tahun setelah durasi DM, hampir semua pasien DM tipe

I dan lebih dari 60% pasien DM tipe II akan mengalami retinopati diabetikum, bahkan pada

saat DM tipe II terdeteksi, sekitar seperempat penderita telah mengalami retinopati

diabetikum.3 Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan

bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010

menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.

The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan

primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami

komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.1

Faktor Risiko

Faktor risiko retinopati diabetikum antara lain:6

1. Durasi diabetes merupakan hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa

dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetikum setelah 10 tahun

sekitar 50% dan setelah 30 tahun sebesar 90%.

2. Kontrol glukosa darah yang buruk berhubungan dengan perkembangan dan

perburukan dari retinopati diabetikum.

3. Kehamilan dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati diabetikum,

meliputi kontrol diabetes pra-kehamilan yang buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat

pada awal kehamilan, dan perkembangan dari preeklampsia, serta ketidakseimbangan

cairan.

6

Page 7: Retinopati Diabetikum

4. Hipertensi yang tidak terkontrol dihubungkan dengan bertambah beratnya retinopati

diabetikum dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I dan II

5. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetikum. Sebaliknya terapi

penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan

retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.

6. Faktor risiko yang lain adalah merokok, obesitas, anemia, dan hiperlipidemia.

Etiopatogenesis

Penyebab kelainan mikrovaskuler pada DM tidak diketahui secara pasti, tetapi

dipercaya bahwa hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan

perubahan biokimia dari fisiologi jaringan sehingga terjadi kerusakan endotel vaskuler.5

Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur

poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada

jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi

kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati

membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan

sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak

akibat proses osmotik.7

Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular

meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu

regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit,

permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara

relevan meningkatkan komplikasi diabetika dengan mengganggu permeabilitas dan aliran

darah vaskular retina.7

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.

Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini

saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular,

sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1, sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh

sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular

retina.7

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang

menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2–). Pembentukan ROS meningkat

melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di

jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.7

7

Page 8: Retinopati Diabetikum

Perubahan vaskular retina yang spesifik adalah hilangnya sel pericyte dan penebalan

membran basalis hingga lumen kapiler menyempit dan terjadi gangguan fungsi sawar

endotel. Kelainan yang ditemukan pada retinopati diabetikum bisa berubah:5

1. Kebocoran atau peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menimbulkan edema

retina.

2. Eksudat keras (berwarna kuning, timbulnya karena transudasi plasma yang

berlangsung lama).

3. Perdarahan retina akibat gangguan permeabilitas mikroaneurisma.

4. Plak-plak wol kapas (cotton wool patches) yang berwarna putih, tak berbatas tegas,

dan terkait dengan iskemia retina.

Selain itu, terjadi juga obstruksi kapiler yang menyebabkan berkurangnya aliran darah

dalam kapiler retina. Shunt arteri-vena bisa terbentuk sebagai akibat berkurangnya aliran

darah arteri karena obstruksi kapiler. Daerah iskemik pada retina akan memicu proses

pertumbuhan pembuluh darah baru yang bersifat rapuh (neovaskularisasi) pada retina.5

Patofisiologi

Telah diketahui terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya retinopati

diabetikum, antara lain adalah genetika, lingkungan, imunologi dan paparan hiperglikemi

dalam jangka lama, stres oksidatif, dan hipoksia retina. Tidak sampai tahun 1994 ditemukan

faktor pertumbuhan utama, VEGF yang pertama kali ditemukan meningkat pada pasien

dengan retinopati diabetikum proliferatif. Selanjutnya, ditemukan jalur reseptor signaling

VEGF dan reseptor-reseptornya seperti VEGFR 1 dan VEGFR 2.3

Patofisiologi retinopati diabetikum melibatkan 5 proses dasar yang terjadi di tingkat

kapiler, yaitu pembentukan mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas pembuluh darah,

penyumbatan pembuluh darah, neovaskularisasi, dan pembentukan jaringan fibrosa di vitreo-

retina. Pada DM terjadi persistensi kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan glukosa

yang berlebih dalam aldose reductase pathway terbentuk di jaringan, yang mengubah gula

menjadi alkohol. Perisit intramural pada kapiler retina terkena pengaruh dari peningkatan

kadar gula darah oleh karena kadar aldosteron reduktse yang tinggi memicu hilangnya fungsi

utama dari perisit. Hilangnya fungsi dari perisit menyebabkan kelemahan dinding kapiler

sehingga terbentuk kantung pada dinding kapiler yang dikenal sebagai mikroaneurisma.

Mikroaneurisma merupakan tanda paling awal untuk deteksi retionpati diabetikum.6,8

8

Page 9: Retinopati Diabetikum

Gambar 4. Mikroaneurisma: Tanda Awal Retinopati Diabetikum

Proses patofisiologis yang mendasari kelainan fundus pada retinopati diabetikum

adalah penyempitan pembuluh darah kapiler serta permeabilitas pembuluh darah retina yang

meningkat. Kelainan yang ditemukan bila terjadi kenaikkan permeabilitas pembuluh darah

adalah edema retina, eksudat keras (berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang

berlangsung lama), serta timbulnya perdarahan retina akibat gangguan permeabilitias

mikroaneurisma, cotton woll patches yang berwarna putih, berbatas tidak tegas, dan

berhubungan dengan iskemia retina.3

Gambar 5. Hard Exudate

Penyempitan pembuluh darah kapiler menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam

kapiler retina. Shunt arteri-vena bisa terbentuk sebagai akibat pengurangan aliran darah arteri

karena obstruksi darah kapiler.3 Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)

menandakan adanya proses pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh darah

sebelumnya melalui proliferasi endotel pada jaringan retina yang berperan sebagai pintas

(shunt) melalui daerah non-perfusi.6

Daerah iskemia retina yang terjadi dapat memacu timbulnya vascular endothelial

growth factor (VEGF) yang mengakibatkan terjadinya proliferasi endotel sehingga timbulnya

jaringan fibrovaskular. Pembuluh-pembuluh darah baru yang terbentuk tampak sebagai

pembuluh darah yang berkelok-kelok. Mula-mula terdapat pada retina, menjalar ke depan

retina, kemudian masuk ke dalam badan kaca. Bila pecah, dapat menimbulkan perdarahan

9

Page 10: Retinopati Diabetikum

vitreus, perdarahan retina, dan memicu timbulnya jaringan fibrous vitreoretina. Fibrosis ini

selanjutnya dapat menarik lepas retina dari tempat melekatnya yang disebut ablasio retina.

Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris, yang disebut rubeosis iridis. Ini dapat

menimbulkan glaukoma karena tertutupnya sudut bilik mata oleh neovaskularisasi dan juga

akibat perdarahan karena pecahnya rubeosis iridis.5,6

Gambar 6. Neovaskularisasi pada Retinopati Diabetikum

Klasifikasi Retinopati Diabetikum

Retinopati diabetikum dapat dibedakan menjadi:2,6,8,9

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif (NDPR) atau dikenal juga dengan Background

Diabetic retinopathy

NDPR merupakan mikroangiopati proresif yang ditandai dengan sumbatan

pembuluh-pembuluh darah kecil. Kelainan awal adalah penebalan dari membran basal

endotel kapiler dan berkurangnya jumlah perisit. Kelainan ini menyebabkan kapiler

membentuk kantong kecil yang disebut mikroaneurisma. Mikroaneurisma akan pecah,

membentuk perdarahan di dalam retina yang dibatasi oleh lapis membran limitans

interna. Karena bentuknya yang menyerupai titik, perdarahan ini disebut “dot-and-

blot”. Pembuluh darah yang bocor akan mengalirkan cairan ke dalam retina.

Penumpukan cairan di bawah macula, atau macular oedema, mengganggu fungsi

normal makula dan merupakan antara penyebab yang cukup sering dalam penurunan

visus. Cairan yang menumpuk itu akhirnya akan beresolusi kepada lipid, membentuk

hard exudate. Seiring waktu, pembuluh darah yang terobstruksi akan menyebabkan

infark lapisan serat saraf, membentuk cotton wool spots. Perdarahan akan berbentuk

seperti nyala api.

10

Page 11: Retinopati Diabetikum

Gambar 7. NDPR

2. Retinopati Diabetik Proliferatif (PDR)

PDR terjadi karena adanya iskemia retina sehingga memicu peningkatan kadar

VEGF yang mengakibatkan terjadinya proliferasi endotel dan timbulnya jaringan

fibrovaskular. Pembuluh-pembuluh darah baru tampak seperti pembuluh darah yang

berkelok-kelok (neovaskularisasi). Pada awalnya terdapat di depan retina, kemudian

menjalar ke depan, dan akhirnya memasuki vitreus. Bila neovaskular ini pecah, maka

akan menimbulkan perdarahan vitreus, perdarahan retina, dan memicu timbulnya

jaringan fibrous di vitreus dan retina. Fibrosis ini selanjutnya akan menarik retina

sehingga lepas dari tempat melekatnya (ablasi retina tarikan atau tractional retinal

ablasion). Neovaskularisasi merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah

pecah sehingga sewaktu-waktu dapat berdarah ke dalam badan kaca yang mengisi

rongga.

Gambar 8. PDR

11

Page 12: Retinopati Diabetikum

Klasifikasi retinopati DM Tanda pada pemeriksaan mataDerajat 1 Tidak terdapat retinopati DMDerajat 2 Hanya terdapat mikroneurismaDerajat 3 Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan –

sedang yang ditandai oleh mikroneurisma dan satu atau lebih tanda:

Venous loops Pendarahan Hard exudates Soft exudates Intraretinal microvascular abnormalities

(IRMA) Venous beading

Derajat 4 Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh:

Pendarahan derajat sedang-berat Mikroneurisma IRMA

Derajat 5 Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan pendarahan vitreous

Tabel 1. Klasifikasi Retinopati DM Menurut ETDRS

Manifestasi Klinis

Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama. Hanya pada

stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages vitreus maka pasien

akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik

proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif. Gejala Subjektif

yang dapat dirasakan:10

- Kesulitan membaca

- Penglihatan kabur disebabkan karena edema makula

- Penglihatan ganda

- Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata

- Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus

- Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip

Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala

penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat

ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina.

12

Page 13: Retinopati Diabetikum

Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan

serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi

tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates

pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM non-

proliferatif. Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan

ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat

terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina

traksional.1

Retinopati merupakan gejala DM utama pada mata, dimana ditemukan pada

retina:2,6,10

1. Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena

dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah

terutama polus posterior. Kadang-kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya

sehingga tidak terlihat, sedangkan dengan bantuan angiografi fluoresein lebih

muda dipertunjukkan adanya mikroaneurismata ini. Mikroaneurismata merupakan

kelainan DM dini pada mata.

2. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak

dekat mikroaneurismata di polus posterior. Bentuk perdarahan ini merupakan

prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang

lebih buruk dibanding kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas

pada mikroaneurismata, atau karena pecahnya kapiler.

3. Dilatasi pembuluh darah baik dengan lumennya iregular dan berkelok-kelok,

bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi hal ini tidaklah

demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan kadang-kadang disertai

kelainan endotel dan eksudasi plasma.

4. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus

yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar

dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.

Pada mulanya tampak gambaran angiografi fluoresein sebagai kebocoran

fluoresein di luar pembuluh darah. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan-bahan

lipid dan terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia.

5. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches meruakan iskemia retina.

Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak-bercak warna kuning bersifat

13

Page 14: Retinopati Diabetikum

difus dan berwarna putih. Biasanya terletak di bagian tepi daerah non-irigasi dan

dihubungkan dengan iskema retina.

6. Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan jaringan.

Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah. Tampak

sebagai pembuluh darah yang berkelok-kelok, dalam kelompok-kelompok, dan

bentuknya iregular. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati

DM. Mula-mula terletak di dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke

daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah

ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (pre-retinal),

maupun perdarahan badan kaca. Proliferasi preretinal dari suatu neovaskularisasi

biasanya diikuti proliferasi jaringan ganglia dan perdarahan.

7. Edema retina dengan tanda hilangnya gambran retina terutama daerah makula

sehingga sangat menganggu tajam penglihatan pasien.

8. Hiperlipidemia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera hilang bila

diberikan pengobatan.

Diagnosis

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui

pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan

dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American

Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan

tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih

sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Selanjutnya, retinopati DM

dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS).

Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan

penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM non-proliferatif

derajat berat, dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan

mata lengkap oleh dokter spesialis mata. Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis

mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop,

funduskopi, dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum

pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT)

dan ocular ultrasonography bila perlu. OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk

menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula

14

Page 15: Retinopati Diabetikum

serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina

bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.1

Gambar 9. OCT Normal (A) dan OCT dengan Edema makula (B)

Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula,

dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta

untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi

midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan

kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan

kontraindikasi pemberian midriatikum. Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan

yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta

untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian

mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien

diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan. Mula-

mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna

merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan

mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus

optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna

merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio 0,3. Pasien lalu diminta

melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat,

perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM. Terakhir, pasien

diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula.

Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.1

Tatalaksana

Pada tahap retinopati diabetikum awal, umumnya tidak ada gangguan pada

penglihatan kecuali sudah terjadi edema makula. Deteksi dini terjadinya retinopati sangat

penting untuk mencegah kebutaan. Untuk DM tipe I perlu dilakukan pemeriksaan retina

selama 5 tahun setelah awitan, sedangkan untuk DM tipe II perlu pemeriksaan retina setahun

15

Page 16: Retinopati Diabetikum

sekali, mulai sejak diagnosis DM ditegakkan sampai ditemukan retinopati diabetikum, dan

pemeriksaan selanjutnya berdasarkan derajat retinopati.3

Tabel 2. Jadwal Pemeriksaan Mata Penderita DM

Umur awitan

DM

Waktu pemeriksaan pertama Evaluasi rutin minimum

0-30 thn Dlm 5 thn setelah diagnosis Tiap tahun

>30 thn Saat diagnosis Tiap tahun

Hamil Sebelum konsepsi atau awal

trimester pertama

Tiap 3 bulan atau atas anjuran

oftalmologis

Sebagian besar kebutaan akibat retinopati DM dapat dicegah dengan fotokoagulasi

laser yang dilaksanakan tepat waktu dan memadai. Fotokoagulasi laser untuk retinopati

diabetikum ada dua jenis yaitu fokal dan panretinal. Terapi laser fokal terdiri dari laser fokal

direk dan laser grid atau kombinasi. Fotokoagulasi laser fokal direk ditujukan langsung pada

daerah mikroaneurisma atau kebocoran kapiler yang lokal dengan tujuan untuk mengurangi

atau menghilangkan edema makula, sehingga dapat mencegah penurunan visus lebih lanjut.

Fotokoagulasi grid merupakan tindakan laser berbentuk kisi mengelilingi daerah edema retina

akibat kebocoran kapiler yang difus. Fokal laser diperlukan untuk CSME terutama bila pusat

makula terancam atau terlibat walaupun visus masih normal.3

Fotokoagulasi panretinal dilakukan untuk mencegah terbentuknya dan menghilangkan

zat-zat vasoaktif terutama VEGF sehingga dapat mencegah timbulnya serta mengakibatkan

regresi pembuluh darah neovaskular. Neovaskularisasi ini yang menyebabkan komplikasi

yang paling ditakutkan karena dapat menyebabkan ablasio retina, glaukoma, dan perdarahan

vitreous. Apabila terjadi perdarahan vitreous yang masif atau ablasio retina tarikan, maka

perlu tindakan bedah berupa vitrektomi.3

Pertimbangan untuk melakukan fotokoagulasi laser adalah penderita dengan kontrol

diabetes yang tidak baik, NDPR pada mata yang satunya mengalami progresifitas, dan

adanya komplikasi diabetes lain termasuk penderita gagal ginjal. Komplikasi fotokoagulasi

laser adalah penurunan sensitivitas terhadap cahaya, penyempitan lapang pandang, adaptasi

gelap terganggu, skotoma parasentral dan sentral, neovaskularisasi koroid, fibrosis

submakula, pelebaran sikatriks jejas laser, dan perdarahan korioretina. Dengan mengetahui

sifat jaringan dan sifat fisika laser maka dapat dihindari komplikasi tersebut.3

16

Page 17: Retinopati Diabetikum

Injeksi intravitreal mempunyai keunggulan dibandingkan beberapa cara aplikasi obat

yang lain, di antaranya adalah kemampuan untuk mencapai efek terapeutik yang diinginkan.

Penggunaan kortikosteroid untuk edema makula diabetikum didasarkan pada observasi

bahwa peningkatan permeabilitas kapiler pada edema makula disebabkan karena rusaknya

sawar darah retina yang dapat disebabkan oleh VEGF. Kortikosteroid adalah suatu obat yang

berfungsi sebagai antiinflamasi dan dapat menghambat ekspresi VEGF. Untuk meningkatkan

konsentrasi kortikosteroid intravitreal pada pengobatan penyakit retina dilakukan injeksi

intravitreal acetonide (IVTA). Injeksi ini terbukti efektif untuk memicu resolusi edema

makula akibat uveitis, oklusi vena sentralis, retinopati proliferatif, dan neovaskularisasi

koroid dan iris akibat degenerasi makula terkait usia. Komplikasi penyuntikan ini adalah

glaukoma, katarak, perdarahan vitreus, ablasio retina, dan endoftalmitis. Obat-obatan anti

VEGF seperti ranibizumab, pegaptanib, dan bevacizumab diberikan intravitreal untuk

menangani neovaskularisasi baik pada koroid maupun retina, untuk kasus-kasus AMD,

retinopati diabetikum, serta edema makula karena kelainan vaskular retina. Bevacizumab

intravitreal dapat menyebabkan regresi neovaskularisasi dan resolusi perdarahan vitreus yang

cepat pada PDR dengan perdarahan vitreus, tetapi masuh diperlukan penelitian yang lebih

luas akan manfaat dan komplikasinya.3

Deteksi Dini

Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan beberapa

rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak

berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata

lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM ditegakkan.

Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis

mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II

harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi

pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan

hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima,

perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester

pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau

perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang

risiko tersebut.1

17

Page 18: Retinopati Diabetikum

Komplikasi8

1. Rubeosis Iridis Progresif

Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering. Neovaskularisasi

pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia

retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering

adalah retinopati diabetikum. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil

sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membran fibrovaskular pada

permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati korpus siliaris

mencapai jaring trabekula, pembuangan cairan akuos terganggu, dan sudut masih terbuka.

Suatu saat membran fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia

anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intraokuler

meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler.

2. Glaukoma Neovaskular

Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat

pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula

yang menimbulkan gangguan aliran akuous dan dapat meningkatkan tekanan intraokuler.

Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif,

glaukoma trombotik, dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan

neovaskular pada iris (rubeosis iridis).

3. Perdarahan Vitreus Rekuren

Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif. Perdarahan

vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus.

Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga

mudah mengakibatkan perdarahan. Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan pre-

retina (sub-hyaloid) atau intragel. Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior,

middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.

4. Ablasio Retina

Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensoris retina dari lapisan

pigmen epithelium. Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan

gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta

menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

18

Page 19: Retinopati Diabetikum

KESIMPULAN

Retinopati DM merupakan komplikasi mikrovaskular DM yang menjadi penyebab

utama kebutaan. Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan

bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010

menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.

Keterlambatan diagnosis DM dan tidak adanya gejala pada awal perjalanan penyakit

menyebabkan sebagian besar kasus retinopati DM tidak terdeteksi hingga terjadi kebutaan.

Deteksi dini, pengendalian faktor risiko, dan terapi yang memadai merupakan kunci utama

tata laksana retinopati DM.

19

Page 20: Retinopati Diabetikum

DAFTAR PUSTAKA

1. Ratna S. Retinopati Diabetik. Indonesia Med Association. Vol. 61, Nomor 8. Aug

2011.

2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: FK UI; 2011.h.221-5.

3. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FK Ukrida; 2011.h.61-6.

4. Anonymous. Vitreus and Retina. Available on: http://dro.hs.columbia.edu/fshem.htm.

2003. [cited on August 9, 2015].

5. Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: FK UGM;

2012.h.96-8.

6. Kanski JJ. Retinal vascular disease in clinical ophtalmology. 5th edition. London:

Elsevier; 2003.p.439-55.

7. Pandelaki K. Retinopati diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata

KM, Setiati S, ed. Retinopati diabetik. Dalam: Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jilid

III. Jakarta: FKUI; 2007.

8. Bhavsar AR., Drouilhet JH. Background Retinopathy Diabetic. Downloaded from:

www.e-medicine.com. 2009.

9. Vislisel J, Oetting T. Diabeteic Retinopathy: classifications. Diunduh dari

http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/tutorials/Diabetic-Retinopathy-Med-

Students/Classification.htm, 9 Agustus 2015.

10. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous angiogenic inhibitors in diabetic retinopathy.

In: Ocular angiogenesis disease. New Jersey: Humana Press; 2006.p.23-35.

20