33
PRESENTASI KASUS REAKSI KUSTA Diajukan kepada : dr. Ismiralda Oke, Sp. KK. Disusun oleh : Rizki Zakiah G1A212016 SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SODIRMAN

Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kulit

Citation preview

Page 1: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

PRESENTASI KASUS

REAKSI KUSTA

Diajukan kepada :

dr. Ismiralda Oke, Sp. KK.

Disusun oleh :

Rizki Zakiah G1A212016

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SODIRMAN

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2013

Page 2: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

REAKSI KUSTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Margono Soekarjo

Purwokerto

Telah disetujui dan dipersentasikan

Pada tanggal Oktober 2013

Disusun oleh :

Rizki Zakiah G1A212016

Purwokerto, Oktober 2013

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Ismiralda Oke, Sp. KK.

2

Page 3: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan penulisan presentasi kasus yang berjudul " Reaksi

Kusta" tepat pada waktunya. Penulisan presentasi kasus merupakan salah satu

syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Pada

kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Ismiralda Oke, Sp. KK. selaku pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan masukan dalam penyusunan presentasi kasus.

1. Rekan-rekan FK Unsoed dan semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan presentasi kasus.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih

terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun

sangat diharapkan.

Purwokerto, Oktober 2013

Penyusun

Rizki Zakiah

3

Page 4: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

I. PENDAHULUAN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 38 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Raga Tunjung

Agama : Islam

No. CM : 29-41-21

II. ANAMNESIS

Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 23 September 2013.

I. Keluhan Utama : jari-jari pada kedua tangan bengkak

II. Keluhan Tambahan : kedua tangan dan kaki terasa pegal, nyeri

dan sering kesemutan, kedua telinga terdapat benjolan.

II. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien adalah seorang perempuan berusia 38 tahun datang ke

Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto dengan keluhan jari-jari pada kedua tangan bengkak sejak 2

hari yang lalu. Keluhan dirasakan 2 tahun yang lalu diawali dengan adanya

bercak kemerahan kecil di daerah lengan kanan bawah, namun semakin

lama semakin membesar dan meluas, dan menyebar ke lengan atas, jari

tangan, wajah, kaki. Saat itu pasien tidak mengeluh gatal atau nyeri pada

bercak tersebut, namun pasien merasakan tebal pada bercak tersebut. Saat

ini bercak tersebut hanya terdapat di lengan tangan kanan, menjadi

semakin membesar seperti menebal. Namun jari-jari pada kedua tangan

membengkak dan terasa tebal. Jika terbentur rasanya pegal, dan kedua

tangan dan kakinya terasa sering kesemutan, dan kadang terasa nyeri.

Selain itu, pasien merasakan telinganya kadang-kadang sakit, sempat

4

Page 5: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

terdapat benjolan besar, namun sekarang benjolan tersebut mengecil.

Semakin lama keadaan ini menganggu aktivitasnya sehingga pasien

dirujuk ke RSMS. Keluhanya dirasakan sepanjang hari apabila tidak

minum obat dari dokter puskesmas.

II. Riwayat Penyakit Dahulu :

a. Riwayat keluhan yang sama disangkal

b. Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkal

c. Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkal

d. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal

II. Riwayat Penyakit Keluarga :

a. Riwayat keluhan yang sama disangkal

b. Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkal

c. Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkal

d. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal

II. Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku sudah diberi obat dari puskesmas di daerah tempat

kerja namun tidak membaik dan bercak merah tetap meluas. Pasien hanya

meminum obat yang diberikan oleh dokter umum dan tidak membeli

sendiri di warung.

II. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama

suami dan dua orang anaknya. Pasien sekarang sudah tidak bekerja karena

kondisinya. Rumahnya sudah tembok dengan lingkungan pedesaan yang

di depan dan belakangnya terdapat rumah warga yg cukup padat. Pasien

mengaku tetangga sekitarnya tidak mempunyai keluhan yang sama.

Pengobatan pasien ditanggung JAMKESMAS.

III. STATUS GENERALIS

Keadaaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan gizi : Baik

Vital Sign : Tekanan darah : 110/80 mmHg

5

Page 6: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

Nadi : 76 x/menit

Pernafasan : 16 x/menit

Suhu : 36,3o C

Kepala : Normochepal, rambut hitam, distribusi merata

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga : Daun telinga terdapat benjolan, warha hitam.

sekret (-)

Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)

Tenggorokan : T1 - T1 tenang , tidak hiperemis

Thorax : Simetris, retraksi (-)

Jantung : BJ I - II reguler , murmur (-) , Gallop (-)

Paru : SN vesikuler , ronki (-/-) , wheezing (-)

Abdomen : Supel,datar,BU (+) normal

Kelenjar Getah Bening: tidak teraba pembesaran.

Ekstremitas : Akral hangat, edema ( ) terdapat makula

eritematosa regio antebtachii dextra.

IV. STATUS DERMATOLOGIKUS

I. Lokasi : Regio auricularis dextra et sinistra

Effloresensi : Terdapat bekas nodul dengan tepi hiperpigmentasi

yang membentuk ulkus yang mulai sembuh.

6

Page 7: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

I. Lokasi :Ekstremitas superior

Effloresensi : Terdapat plakat eritematosa di regio antebrachii

dextra. Terdapat plakat dan makula hiperpigmentasi, erosi dan krusta

pada regio digiti manus dextra et sinistra.

7

Page 8: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

I. Lokasi : Ekstrimitas Inferior

Effloresensi : Terdapat plakat hiperpigmentasi, erosi pada regio

cruris dextra et sinistra

8

Page 9: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

V. RESUME

I. Pasien adalah seorang perempuan berusia 38 tahun datang ke

Poliklinik dengan keluhan jari-jari pada kedua tangan bengkak sejak 2

hari yang lalu. Keluhan dirasakan 2 tahun yang lalu diawali dengan

adanya bercak kemerahan kecil di daerah lengan kanan bawah, namun

semakin lama semakin membesar dan meluas, dan menyebar ke

lengan atas, jari tangan, wajah, kaki. Saat itu pasien tidak mengeluh

gatal atau nyeri pada bercak tersebut, namun pasien merasakan tebal

pada bercak tersebut. Saat ini bercak tersebut hanya terdapat di lengan

tangan kanan, menjadi semakin membesar seperti menebal. Namun

jari-jari pada kedua tangan membengkak dan terasa tebal. Jika

terbentur rasanya pegal, dan kedua tangan dan kakinya terasa sering

kesemutan dan kadang terasanya nyeri. Selain itu, pasien merasakan

telinganya kadang-kadang sakit, sempat terdapat benjolan besar,

namun sekarang benjolan tersebut mengecil.

I. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, ginjal,

maupun alergi disangkal.

I. Status generalis dalam batas normal.

I. Status dermatologis :

Regio auricularis dextra et sinistra : Terdapat bekas nodul dengan tepi

hiperpigmentasi yang membentuk ulkus yang mulai sembuh.

Ektrimitas Superior : Terdapat plakat eritematosa di regio antebrachii

dextra. Terdapat plakat dan makula hiperpigmentasi, erosi dan

krusta pada regio digiti manus dextra et sinistra.

Ekstrimitas Inferior : Terdapat plakat hiperpigmentasi, erosi pada

regio cruris dextra et sinistra

VI. DIAGNOSA KERJA

Reaksi Kusta (Eritema Nodusum Leprosum)

VII. DIAGNOSIS BANDING

Lupus Eritema Sistemik

9

Page 10: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

Erupsi obat

PEMERIKSAAN ANJURAN

I. Tes Bakterioskopik : pewarnaan BTA

I. Tes gunawan

I. Pemeriksaan histopatologi

I. Tes lepromin

PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa

Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.

Mencegah iritasi pada daerah yang hipestesi.

Menjaga kebersihan kulit

Menjaga imunitas tubuh

Menjelaskan pencegahan penularan penyakit

Menjelaskan tentang pengobatan

Menjelaskan komplikasi pengobatan dan penyakit.

Medikamentosa

I. Multi Drug Therapy (MDT)

Hari pertama

Clofazimine 300 mg

Dapsone 100 mg

Rifampisin 600 mg/bulan

Hari 2-28

Clofazimine 50 mg

Dapsone 100 mg

Analgetik : asam mefenamat 500 mg tablet 3x1 sehari

Pelindung lambung : ranitidin 150 mg tablet 2x1 sehari

Anti radang : methil prednisolon 4 mg tablet

Vitamin : Sohobion tablet 1x1 sehari

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad kosmeticum : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

10

Page 11: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

11

Page 12: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

II. TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Istilah kusta berasal dari bahasa India, yakni kustha berarti kumpulan

gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen,

sesuaidengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer

Hansen padatahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen

(Djuanda, 2007).

Eritema nodusum leprosum adalah merupakan reaksi kusta type 2 yang

merupakan episode akut dari penyakit kusta dengan gejala konstitusi,aktivasi

dan atau timbul efloresensi baru dikulit yang bermanifestasi berupa nodus

eritem dengan rasa nyeri, di wajah, badan, lengan dan tungkai (Djuanda,

2005).

Epidemiologi

Kusta merupakan penyakit dinegara berkembang dan menyebar

diseluruh dunia, kecuali antartika. Dilaporkan jumlah ENL di di dunia pada

tahun 2008 ada 200.000 kasus,dan selama tahun 2007 itu 250.000 kasus.

Daerah endemiknya tinggi terdapat beberapa negara diantaranya brazil, india,

mozambi dan nepal l (Michele, 2011).

Pada perjalanannya kusta itu menjadi 2 tipe reaksi yaitu, rekasi tipe 1

(reaksi reversal) dan reaksi tipe 2 (eritema nodosum leprosum). Kasus ENL

(eritema nodusum leprosum) terjadi pada kasus kusta lepromatosa sebanyak

50% dan 25% pada boderline lepromatosa. Prevalensi ENL muncul pada

tahun pertama pengobatan MDT sebesar 50% dan terjadi paling banyak pada

jenis kelamin laki-laki (Michele, 2011).

Etiologi dan Patogenesis

ENL sampai saat ini belum diketahui penyababnya, penderita baik

sudah berobat atau belum berobat. Faktor pencetus ENL yaitu infeksi virus,

stress, infeksi tuberkulosis, vaksinasi dan kehamilan (Siregar,2004) .

Mekanisme imunopatogenesis ENL masih kurang jelas. ENL diduga

merupakan manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi yang ada

pada pembuluh darah. Karena suatu rangsangan, baik yang non spesifik

12

Page 13: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

seperti infeksi virus, stress, kehamilan atau rangsangan yang lebih spesifik

misalnya superinfeksi dengan penyakit tuberkulosis, terjadi infiltrasi sel T

helper (Th2). Sel Th2 ini menghasilkan berbagai sitokin, antara lain

interleukin 4 (IL 4) yang menginduksi sel B menjadi sel plasma untuk

kemudian memproduksi antibodi. Terbentuklah ikatan antigen M. Leprae

dengan antibody tersebut di jaringan, disusul dengan aktivasi komplemen.

Hal ini terlihat dengan penurunan C3 darah (Prabu,2009).

Secara imunopatologis, ENL termasuk responimun humoral, berupa

fenomena kompleks imun akibat reaksi antara antigen M. leprae, antibodi

(IgM, IgG) dan komplemen menghasilkan reaksi kompleks imun. Tampaknya

reaksi ini analog dengan reaksi fenomena unik, tidak dapat disamakan begitu

saja dengan penyakit lain. Dengan terbentuknya kompleks imun ini, maka

ENL termasuk di dalam golongan penyakit kompleks imun, oleh karena salah

satu protein M. lepraebersifat antigenik, maka antibodi dapat terbentuk.

Ternyata kadar imunoglobulin penderita kusta lepromatosa lebih tinggi dari

tipe tuberkuloid. Hal ini terjadi oleh karena pada tipe lepromatosa jumlah

basil jauh lebih banyak daripada tipe tuberkuloid. ENL lebih banyak terjadi

pada pengobatan tahun kedua (Sengupta,2000).

Pada pengobatan, banyak basil kusta yang mati dan hancur, berarti banyak

pula antigen yang dilepaskan dan bereaksi dengan antibodi membentuk suatu

kompleks imun yang terus beredar dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat

diendapkan dalam berbagai organ yang kemudian mengaktifkan sistem

komplemen (Mehta,2006).

Pada kulit akan muncul nodus eritema, dan nyeri dengan tempat predileksi

di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat menimbulkan gejala

seperti iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, artritis, orkitis,dan nefritis

yang akut dengan adanya proteinuria. ENL dapat disertai dengan gejala

konstitusi dari ringan sampai berat yang dapat diterangkan secara imunologis

pula (Djuanda,2005).

Gejala Klinis

13

Page 14: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

Penyakit kusta disebut juga dengan the greatest immitator karena

memberikan gejala yang hamper mirip dengan penyakit lainnya. Diagnosis

penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (cardinal sign), yaitu:

Bercak kulit yang mati rasa

Pemeriksaan harus di seluruh tubuh untuk menemukan ditempat tubuh

yang lain, maka akan didapatkan bercak eritematosa atau eritematus

mendatar (makula) atau meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat

total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.

Penebalan saraf tepi

Dapat disertai rasa nyeri dan dapa tjuga disertai dengan atau tanpa

gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu: Gangguan fungsi sensoris

seperti hipostesi atau anestes dan gangguan fungsi motoris seperti paresis

atau paralisis, serta gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema,

pertumbuhan rambut yang terganggu.

Ditemukan kuman tahan asam

Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus

ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan,

maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu

diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat

ditegakkan atau disingkirkan (Djuanda, 2007; Zulkifli, 2003).

Manifestasi ENL berupa nodul kemerahan, nyeri dan dapat berkembang

dalam beberapa jam atau beberapa hari. Kadang-kadang lesi membaik dan

membentuk plak. Ukuran lesi bervariasi tetapi biasanya kecil dan jika

multipel distribusi lesi cenderung bilateral dan simetris. Lesi ENL kadang-

kadang lebih mudah dipalpasi, lesi berbentuk kubah dengan batas yang jelas,

lunak pada perabaan, mengkilat terletak superficial dan dapat meluas ke

dermis yang lebih dalam atau sampai lemak subkutan. Lesi ENL terasa panas

dan pada penekanan terlihat pucat. Lokalisasi lesi seringkali pada sepanjang

permukaan ekstensor lengan dan tungkai, punggung, wajah tetapi dapat

terjadi dimana saja (Phandi,2005).

Beberapa penderita dapat mengalami perluasan lesi dan rekurensi yang

terus menerus nampak selama beberapa bulan sampai beberapa tahun. ENL

14

Page 15: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

dinyatakan berat bila disertai demam tinggi, kelemahan umum, lesi kulit

menjadi pustul dan atau ulserasi, nyeri saraf, nyeri periosteal, miositis,

kehilangan fungsi saraf atau terdapat tanda-tanda iridosiklitis, orkitis,

pembengkakan sendi atau albuminuria yang menetap (Cauhan,2006).

Kerusakan pada saraf biasanya perlahan namun progresif. Hipostesi atau

anastesi biasanya terjadi pada lengan, kaki, dan telapak tangan. Kelemahan

biasanya terjadi pada bagian distal dimulai dengan otot-otot intrinsik tangan

dan kaki. Gejala konstitusional yang ditimbulkan oleh ENL berupa demam,

menggigil, mual, nyeri sendi, saraf dan otot. Nodus mudah pecah dan apabila

pecah dapat menimbulkan ulkus (Cauhan,2006).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan protein dan sel darah merah dalam urine dapat

menunjukkan glomerulonefritis akut. Pada pemeriksaan dengan

menggunakan mikroskop elektron dapat terlihat kompleks imun pada

glomeruli ginjal selama reaksi tipe 2. Juga dengan pemeriksaan mikroskop

fluoresensi didapatkan kompleks imun pada lesi ENL (Djuanda,2005).

Pemeriksaan Bakterioskopis

Pemeriksaaan bakterioskopik sediaan dari kerokan jaringan kulit

atau usapan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan BTA

ZIEHL NEELSON. Pertam harus ditentukan lesi dikulit yang diharapkan

paling padat oleh basil setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tepat

yang diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin

sebaiknya minimal 4 - 6 tempat yaitu kedua cuping telinga bagian bawah

dan 2-4 lesi lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan

paling infiltratif. Pemilihan cuping telinga tanpa mengiraukan ada atau

tidaknya lesi di tempat tersebut oleh karena pengalaman, pada cuping

telinga didapati banyak M.leprae.

Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada

sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 0

sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan

pandang (LP).

0 : BTA (-)

15

Page 16: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

+1 : 1-10 BTA/100LP

+2 : 1-10 BTA/10LP

+3 : 1-10 BTA/1LP

+4 : 11-100 BTA/1LP

+5 : 101-1000 BTA/1LP

+6 : >1000 BTA/1LP(Djuanda, 2007; Zulkifli, 2003).

Pemeriksaan Histopatologis

Pemeriksaan histopatologi, gambaran histopatologi tipe

tuberkoloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak

ada basil atau hanya sedikit dan nonsolid. Tipe lepromatosa terdpat kelim

sunyi subepidermal(subepidermal clear zone ) yaitu suatu daerah langsung di

bawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Bisa dijumpai sel

virchow dengan banyak basil. Pada tipe borderline terdapat campuran

unsur-unsur tersebut. Sel virchow adalah histiosit yang dijadikan M.leprae

sebagai tempat berkembangbiak dan sebagai alat pengangkut

penyebarluasan (Djuanda, 2007; Zulkifli, 2003).

Pada pemeriksaan histologi didapatkan lesi ENL mengandung

sejumlah besar polimorf dan kebanyakan berbentuk fragmen dan granuler.

ENL dapat menunjukkan gambaran vaskulitis pada pemeriksaan

hematologi khusus, didapatkan leukosit PMN, trombositosis, peninggian

LED, anemia normositik normokrom, serta peninggian kadar

gammaglobulin (IgG,IgM) (Job,1994).

Pemeriksaan Serologis

Kegagalan pembiakan dan isolasi kuman mengakibatkan diagnosis

serologis merupakan alternatif yang paling diharapkan. Pemeriksaan

serologik, didasarkan terbentuk antibody pada tubuh seseorang yang

terinfeksi oleh M.leprae. Pemeriksaan serologi adalah MLPA

(Mycobacterium Leprae Particle Aglutination), uji ELISA dan ML

dipstick (Djuanda, 2007; Zulkifli, 2003).

Pemeriksaan Lepromin

Tes lepromin adalah tes nonspesifik untuk klasifikasi dan

prognosis lepra tapi tidak untuk diagnosis. Tes ini berguna untuk

menunjukkan system imun penderita terhadap M. leprae. 0,1 ml lepromin

16

Page 17: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

dipersiapkan dari ekstrak basil organisme, disuntikkan intradermal.

Kemudian dibaca setelah 48 jam/ 2 hari ( reaksi Fernandez) atau 3 -4

minggu ( reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi

dan eritema yang menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M.

Leprae yaitu respon imun tipe lambat ini seperti mantoux test ( PPD) pada

tuberkolosis. Reaksi Mitsuda bernilai :

0 = Papul berdiameter 3 mm atau kurang

+ 1= Papul berdiameter 4 - 6 mm

+ 2 = Papul berdiameter 7 - 10 mm

+ 3= Papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi

Diagnosis Banding

Perbedaan Lupus eritema

sistemik

Erupsi obat ENL

Penyebab Autoimun Obat M. leprae

Predisposisi Sinar matahari,

obat-obatan

antibiotik

Hipersensitif

terhadap antibiotik

Higieni yang

baruk dan

sosial ekonomi

rendah

Predileksi Kedua pipi,

batang hidung,

dada, lengan,

pangkal jari-jari

tangan, telapak

tangan dan

punggung

tangan, mukosa

mulut, faring,

vagina.

Seluruh tubuh

simetris

Lengan,

tungkai, dan

dinding perut.

Efloresensi - Eritema pada Makulo -papular Eritema , nodus

17

Page 18: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

kedua pipi dan (morbiliformis)

batang hidung,

memberikan

gambaran

"butterfly

appereance"

urtikaria,

vesikobulosa dan

purpura (polimorf)

atau berupa eritema

multiforme.

berbentuk

kubah

diatasnya diisi

nanah, dan jika

pecah

nodusnya jadi

ulkus yang

dangkal,

Manifestasi

klinis yang

sering terjadi

Nyeri sendi,

gejala konstitusi:

mudah capek

sering demam

dan BB turun

Keluhan utama

biasanya gatal dan

suhu badan tinggi.

Demam,

menggigil,

menggigil

nyeri sendi,

sakit pada saraf

dan otot.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan reaksi berbeda tergantung manifestasi dan berat

ringannya reaksi. Penatalaksanaan ENL berbeda antara yang baru dengan

yang lama.Pasien ENL yang baru penatalaksanaanya dapat hanya dengan

istirahat kemudian memberikan obat penghilang nyeri seperti analgesik atau

NSAID, untuk meredakan rasa sakit dan peradangan. Akan tetapi kita melihat

juga faktor pemicu yang mungkin seperti infeksi. Sedangkan pasien ENL

yang lama harus di atur secara ketat. Penatalaksanaan ENL masih menjadi

perdebatan di antara para praktisi kesehatan. Terlepas dari berbagai macam

obat yang digunakan dalam ENL seperti Thalidomide dan kortikosteroid yang

masih merupakan terapi utama pada pengobatan ENL Faktor pencetus harus

disingkirkan dan pengobatan anti kusta harus diberikan terus menerus dengan

dosis penuh. Obat-obat yang biasa digunakan adalah (Djuanda,2005) :

Thalidomide

18

Page 19: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

Merupakan drug of choice ENL berat dan dapat digunakan pada ENL

yang kronik atau berulang pada pria dan wanita yang sudah menopause,

juga untuk penderita yang resisten terhadap klofazamin. Efek anti

inflamasi obat ini digunakan untuk neuritis dan iritis serta dapata

membantu penghentian pemakaian kortikosteroid. Dosis awal diberikan 4

x 100 mg sehari, kemudian diturunkan secara bertahap 100 mg setiap

minggu. Pemberiannya harus dengan pengawasan yang ketat karena efek

teratogenik dan neurotoksik, dan member rasa mengantuk. Pada penderita

berat di Malaysia Soebono M melaporkan talidomid menunjukkan

perbaikan pada 90% penderita dan menurunkan penggunaan steroid

sebesar 60% (Narasima,2004).

Klofazimin

Diberikan pada penderita dimana penggunann kortikosteroid tidak

dapat dihentikan, penderita ENL yang persisten dan pada penderita yang

tidak dapat diberikan thalidomide. Dosis pengobatan 100-300 mg sehari

selama ENL, kemudian diturunkan secara bertahap. Klofazimin tidak

hanya digunakan untuk reaksi kusta tapi juga merupakan pengibatan

spesifik untuk penyakit kusta itu sendiri. Efek samping obat ini berupa

gangguan pencernaan, pigmentasi kulit dan iktiosis (Narasima,2004).

Kortikosteroid

Kortikosteroid diberikan pada ENL kasus sedang sampai kasus parah,

karena memberikan kontrol yang paling cepat dari lesi. Digunakan pada

ENL berat dengan orkitis, iridosiklitis dengan glukoma atau neuritis yang

disertai dengan hilangnya fungsi saraf. Dosis prednison yang dibutuhkan

80-100 mg/hari dan diturunkan dosis secara bertahap. Efek samping obat

ini adalah hematemesis, ulkus peptikum, edema karena retensi

natrium,hipertensi, diabetes, osteoporosis spinal dan purpura

(Narasima,2004).

Disamping itu obat ini juga dapat dipakai pada penderita kusta yang

disertai dengan neuritis, iridosiklik, epididimoorkitis dan reaksi reversal

yang berat. Bila terdapat neuritis dapat dilakukan injeksi intra atau

19

Page 20: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

perineural dengan anestesi local seperti lidokain yang dicampur dengan

kortikosteroid long acting (Narasima,2004).

Dosis prednisone diberikan 30-40 mg/hari, kemudian diturunkan bila

efek anti reaksi dari klofazimin mulai bekerja ( 4-6 minggu ).Dosis

klofamizin diberikan diberikan 300 mg/hari, ( dalam tiga kali pemberian )

dengan dosis pemeliharaan 100 mg/hari (Narasima,2004).

Menurut Pearson, dosis preparat prednisolon untuk reaksi tipe 2

intermitten adalah 20-30 mg/hari selama satu minggu, dan di tapper off

menjadi 15-5 mg/hari pada minggu ke 2-3. Pada reaksi kontinu

pengobatan prednisolon diberikan selama 2-3 bulan. Pemberian bersama

klofazamin dapat menolong penderita dari ketergantunganterhadap

kortikosteriod (Narasima,2004).

Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan reaksi kusta adalah

cacat. Infeksi pada saraf perifer adalah bagian penting dari penyakit kusta,

tetapi kerusakan permanen saraf bukan merupakan suatu hal yang tidak dapat

dihindari yang diakibatkan oleh infeksi tersebut. Menangani dengan cepat dan

tepat pada saat reaksi kusta dapat mencegah kerusakan saraf-saraf secara

permanen (Ishii, 2003)

Prognosis

Eritema Nodosum Leprosum ringan dapat menghilang segera tetapi

ENL berat dapat menetap selama bertahun-tahun (Siregar,2004)

20

Page 21: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

BAB III

PEMBAHASAN

Penegakan Diagnosis

RPS :

Pasien mengeluhkan jari-jari pada kedua tangan bengkak sejak 2 hari

yang lalu

2 tahun yang lalu terdapat bercak merah mulanya kecil dan semakin

melebar dan terasa tebal

Bercak awalnya timbul di lengan tangan kanan, meluas dan menyebar ke

lengan atas, jari tangan, wajah, kaki yang terasa menganggu.

Terdapat benjolan di telinga yang mulai mengecil, awal timbul benjolan

didahului dengan panas dan sakit.

RPD

Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan serupa

RPK

keluhan serupa di keluarga,di lingkungan sekitar dan tempat kerja

disangkal

Status Dermatologis

Regio auricularis dextra et sinistra : Terdapat bekas nodul dengan tepi

hiperpigmentasi yang membentuk ulkus yang mulai sembuh.

Ektrimitas Superior : Terdapat plakat eritematosa di regio antebrachii

dextra. Terdapat plakat dan makula hiperpigmentasi, erosi dan krusta

pada regio digiti manus dextra et sinistra.

Ekstrimitas Inferior : Terdapat plakat hiperpigmentasi, erosi pada regio

cruris dextra et sinistra

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut, diagnosis ENL

dapat ditegakkan dan diagnosis banding erupsi obat dan lupus eritema

sistemik dapat disingkirkan. ENL dapat dibedakan dengan erupsi obat dari

peyebabnya dan efloresensinya dari ENL nodus berbentuk kubah berisi nanah

atasnya yang awal keluarnya diawali panas dan nyeri terlebih dahulu dan

21

Page 22: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

pada lesi hilang sensasi (anestesi). Erupsi obat memiliki makula eritem yang

multiformis, tidak bernodul, biasa terdapat urtikari, pupura. Pada gejala klinis

disertai panas selama eflorosensi itu muncul dan disertai gatal. Hal tersebut

dapat dibuktikan engan pemeriksaan fisik berupa palpasi pada lesi pada ENL

akan teraba massa padat berbenjol, sedangkan pada erupsi obat tidak.

Kemudian pada pemeriksaan sensasi nyeri dengan jarum, raba dengan kapas,

panas dingin dengan menggunkan tabung reaksi ENL kehilangan semua

sensasinya(anestesi) sedangakan pada erupsi obat masih bisa merasakan.

Perbedaan dengan lupus eritematosus sistemik diperoleh gambaran eritema

pada pipi dan hidung sehingga nampak gambaran butterfly appreance kalau

pada ENL malah bentuk mukanya cenderung tidak berekpresi karena saraf-

saraf terutama facialis atau trigeminusnya kena dan bisa juga terdapat

gambran nodul dengan dasar eritema diatasnya berisi nanah.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dibagi menjadi nonfarmakologi dan farmakologi.

Non Farmakologi

Edukasi tentang ENL, perjalanannya dan pengobatannya.

Anjuran untuk tidak meludah sembarangan dan memperbaiki

higienitasnya.

Pemantauan efek samping pengobatan.

Farmakologi

Prinsip penatalaksanaan ENL adalah istirahat, imobilisasi,

pemberian anti reaksi pada reaksi yang berat, antianlgetik,antipiretik

dengan tidak ada perubahan dosis pada MDT kemudian menghilangkan

faktor pencetus. Obat yang paling sering digunakan pada reaksi ENL

adalah prednison 40-60 mg/hari dapat mengontrol reaksi dan diturunkan

secara bertahap.

Prognosis

Eritema Nodosum Leprosum ringan dapat menghilang segera tetapi ENL berat

dapat menetap selama bertahun-tahun

22

Page 23: Rizki Zakiah G1A212016 Reaksi Kusta

DAFTAR PUSTAKA

Chauhan S, Crus DS. 2006. Type II lepra reaction. Deramatol Online J. vol 12. p 18

Djuanda A, Hamzah M. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta : FKUI;119-22

Djuanda, Adhi, 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. h. 73-88.

Job CK.1994. Phatology of leprosy. In hasting RC. leprosy. 2 ed. edinburgh churchill-livingstone. p 193-224

Mehta V, Balachandra C. 2006. Erythema nodusum leprosum. dermatol Online J. Vol.12. p 29

Michele L, Alexander wong. 2011. Severe Refractory Erythema Nodusum Leprosum Succesfully Treated with the Tumor Necrosis Factor Inhibitor Etanercept. Vol.52.Oxford Journal.p 133-135

Narasima RP.2004. recent advance in the control program and therapy of leprosy. indian J dermatol Venerol Leprol. vol 70. p 269-276

Pandhi D, Mehta s. 2005. Erythema nodusum lepsorum necroticans in a child an unususal manifestasion. Int J lepr. Vol.73. p 122-125

Prabu S, Shenoi DS, et al. 2009. Erythema nodusum leprosum as the presenting feature in multibacillary leprosy. Dermatol online. Vol 5.p 15

Sengupta U.2000. Immunopathology of leprosy current. Ind J Lepr. Vol.72. p 381-387

Siregar, R.S. 2004. Penyakit Kulit karena Parasit dan Insecta. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC

Zulkifli. 2003. Penyakit Kusta dan Masalah yang ditimbulkannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan dalam http://library.usu.ac.id/ diunduh tanggal 31 Juli 2013

23