Upload
fbindonesia
View
51
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kulit
Citation preview
PRESENTASI KASUS
REAKSI KUSTA
Diajukan kepada :
dr. Ismiralda Oke, Sp. KK.
Disusun oleh :
Rizki Zakiah G1A212016
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SODIRMAN
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2013
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
REAKSI KUSTA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Margono Soekarjo
Purwokerto
Telah disetujui dan dipersentasikan
Pada tanggal Oktober 2013
Disusun oleh :
Rizki Zakiah G1A212016
Purwokerto, Oktober 2013
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Ismiralda Oke, Sp. KK.
2
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan presentasi kasus yang berjudul " Reaksi
Kusta" tepat pada waktunya. Penulisan presentasi kasus merupakan salah satu
syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Pada
kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Ismiralda Oke, Sp. KK. selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan masukan dalam penyusunan presentasi kasus.
1. Rekan-rekan FK Unsoed dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan presentasi kasus.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun
sangat diharapkan.
Purwokerto, Oktober 2013
Penyusun
Rizki Zakiah
3
I. PENDAHULUAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 38 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Raga Tunjung
Agama : Islam
No. CM : 29-41-21
II. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 23 September 2013.
I. Keluhan Utama : jari-jari pada kedua tangan bengkak
II. Keluhan Tambahan : kedua tangan dan kaki terasa pegal, nyeri
dan sering kesemutan, kedua telinga terdapat benjolan.
II. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien adalah seorang perempuan berusia 38 tahun datang ke
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto dengan keluhan jari-jari pada kedua tangan bengkak sejak 2
hari yang lalu. Keluhan dirasakan 2 tahun yang lalu diawali dengan adanya
bercak kemerahan kecil di daerah lengan kanan bawah, namun semakin
lama semakin membesar dan meluas, dan menyebar ke lengan atas, jari
tangan, wajah, kaki. Saat itu pasien tidak mengeluh gatal atau nyeri pada
bercak tersebut, namun pasien merasakan tebal pada bercak tersebut. Saat
ini bercak tersebut hanya terdapat di lengan tangan kanan, menjadi
semakin membesar seperti menebal. Namun jari-jari pada kedua tangan
membengkak dan terasa tebal. Jika terbentur rasanya pegal, dan kedua
tangan dan kakinya terasa sering kesemutan, dan kadang terasa nyeri.
Selain itu, pasien merasakan telinganya kadang-kadang sakit, sempat
4
terdapat benjolan besar, namun sekarang benjolan tersebut mengecil.
Semakin lama keadaan ini menganggu aktivitasnya sehingga pasien
dirujuk ke RSMS. Keluhanya dirasakan sepanjang hari apabila tidak
minum obat dari dokter puskesmas.
II. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkal
c. Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkal
d. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
II. Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat tekanan darah tinggi (hipertensi) disangkal
c. Riwayat kencing manis (diabetes mellitus) disangkal
d. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
II. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku sudah diberi obat dari puskesmas di daerah tempat
kerja namun tidak membaik dan bercak merah tetap meluas. Pasien hanya
meminum obat yang diberikan oleh dokter umum dan tidak membeli
sendiri di warung.
II. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama
suami dan dua orang anaknya. Pasien sekarang sudah tidak bekerja karena
kondisinya. Rumahnya sudah tembok dengan lingkungan pedesaan yang
di depan dan belakangnya terdapat rumah warga yg cukup padat. Pasien
mengaku tetangga sekitarnya tidak mempunyai keluhan yang sama.
Pengobatan pasien ditanggung JAMKESMAS.
III. STATUS GENERALIS
Keadaaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Baik
Vital Sign : Tekanan darah : 110/80 mmHg
5
Nadi : 76 x/menit
Pernafasan : 16 x/menit
Suhu : 36,3o C
Kepala : Normochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Daun telinga terdapat benjolan, warha hitam.
sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 - T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I - II reguler , murmur (-) , Gallop (-)
Paru : SN vesikuler , ronki (-/-) , wheezing (-)
Abdomen : Supel,datar,BU (+) normal
Kelenjar Getah Bening: tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema ( ) terdapat makula
eritematosa regio antebtachii dextra.
IV. STATUS DERMATOLOGIKUS
I. Lokasi : Regio auricularis dextra et sinistra
Effloresensi : Terdapat bekas nodul dengan tepi hiperpigmentasi
yang membentuk ulkus yang mulai sembuh.
6
I. Lokasi :Ekstremitas superior
Effloresensi : Terdapat plakat eritematosa di regio antebrachii
dextra. Terdapat plakat dan makula hiperpigmentasi, erosi dan krusta
pada regio digiti manus dextra et sinistra.
7
I. Lokasi : Ekstrimitas Inferior
Effloresensi : Terdapat plakat hiperpigmentasi, erosi pada regio
cruris dextra et sinistra
8
V. RESUME
I. Pasien adalah seorang perempuan berusia 38 tahun datang ke
Poliklinik dengan keluhan jari-jari pada kedua tangan bengkak sejak 2
hari yang lalu. Keluhan dirasakan 2 tahun yang lalu diawali dengan
adanya bercak kemerahan kecil di daerah lengan kanan bawah, namun
semakin lama semakin membesar dan meluas, dan menyebar ke
lengan atas, jari tangan, wajah, kaki. Saat itu pasien tidak mengeluh
gatal atau nyeri pada bercak tersebut, namun pasien merasakan tebal
pada bercak tersebut. Saat ini bercak tersebut hanya terdapat di lengan
tangan kanan, menjadi semakin membesar seperti menebal. Namun
jari-jari pada kedua tangan membengkak dan terasa tebal. Jika
terbentur rasanya pegal, dan kedua tangan dan kakinya terasa sering
kesemutan dan kadang terasanya nyeri. Selain itu, pasien merasakan
telinganya kadang-kadang sakit, sempat terdapat benjolan besar,
namun sekarang benjolan tersebut mengecil.
I. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, ginjal,
maupun alergi disangkal.
I. Status generalis dalam batas normal.
I. Status dermatologis :
Regio auricularis dextra et sinistra : Terdapat bekas nodul dengan tepi
hiperpigmentasi yang membentuk ulkus yang mulai sembuh.
Ektrimitas Superior : Terdapat plakat eritematosa di regio antebrachii
dextra. Terdapat plakat dan makula hiperpigmentasi, erosi dan
krusta pada regio digiti manus dextra et sinistra.
Ekstrimitas Inferior : Terdapat plakat hiperpigmentasi, erosi pada
regio cruris dextra et sinistra
VI. DIAGNOSA KERJA
Reaksi Kusta (Eritema Nodusum Leprosum)
VII. DIAGNOSIS BANDING
Lupus Eritema Sistemik
9
Erupsi obat
PEMERIKSAAN ANJURAN
I. Tes Bakterioskopik : pewarnaan BTA
I. Tes gunawan
I. Pemeriksaan histopatologi
I. Tes lepromin
PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
Mencegah iritasi pada daerah yang hipestesi.
Menjaga kebersihan kulit
Menjaga imunitas tubuh
Menjelaskan pencegahan penularan penyakit
Menjelaskan tentang pengobatan
Menjelaskan komplikasi pengobatan dan penyakit.
Medikamentosa
I. Multi Drug Therapy (MDT)
Hari pertama
Clofazimine 300 mg
Dapsone 100 mg
Rifampisin 600 mg/bulan
Hari 2-28
Clofazimine 50 mg
Dapsone 100 mg
Analgetik : asam mefenamat 500 mg tablet 3x1 sehari
Pelindung lambung : ranitidin 150 mg tablet 2x1 sehari
Anti radang : methil prednisolon 4 mg tablet
Vitamin : Sohobion tablet 1x1 sehari
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad kosmeticum : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
10
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa India, yakni kustha berarti kumpulan
gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen,
sesuaidengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer
Hansen padatahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen
(Djuanda, 2007).
Eritema nodusum leprosum adalah merupakan reaksi kusta type 2 yang
merupakan episode akut dari penyakit kusta dengan gejala konstitusi,aktivasi
dan atau timbul efloresensi baru dikulit yang bermanifestasi berupa nodus
eritem dengan rasa nyeri, di wajah, badan, lengan dan tungkai (Djuanda,
2005).
Epidemiologi
Kusta merupakan penyakit dinegara berkembang dan menyebar
diseluruh dunia, kecuali antartika. Dilaporkan jumlah ENL di di dunia pada
tahun 2008 ada 200.000 kasus,dan selama tahun 2007 itu 250.000 kasus.
Daerah endemiknya tinggi terdapat beberapa negara diantaranya brazil, india,
mozambi dan nepal l (Michele, 2011).
Pada perjalanannya kusta itu menjadi 2 tipe reaksi yaitu, rekasi tipe 1
(reaksi reversal) dan reaksi tipe 2 (eritema nodosum leprosum). Kasus ENL
(eritema nodusum leprosum) terjadi pada kasus kusta lepromatosa sebanyak
50% dan 25% pada boderline lepromatosa. Prevalensi ENL muncul pada
tahun pertama pengobatan MDT sebesar 50% dan terjadi paling banyak pada
jenis kelamin laki-laki (Michele, 2011).
Etiologi dan Patogenesis
ENL sampai saat ini belum diketahui penyababnya, penderita baik
sudah berobat atau belum berobat. Faktor pencetus ENL yaitu infeksi virus,
stress, infeksi tuberkulosis, vaksinasi dan kehamilan (Siregar,2004) .
Mekanisme imunopatogenesis ENL masih kurang jelas. ENL diduga
merupakan manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi yang ada
pada pembuluh darah. Karena suatu rangsangan, baik yang non spesifik
12
seperti infeksi virus, stress, kehamilan atau rangsangan yang lebih spesifik
misalnya superinfeksi dengan penyakit tuberkulosis, terjadi infiltrasi sel T
helper (Th2). Sel Th2 ini menghasilkan berbagai sitokin, antara lain
interleukin 4 (IL 4) yang menginduksi sel B menjadi sel plasma untuk
kemudian memproduksi antibodi. Terbentuklah ikatan antigen M. Leprae
dengan antibody tersebut di jaringan, disusul dengan aktivasi komplemen.
Hal ini terlihat dengan penurunan C3 darah (Prabu,2009).
Secara imunopatologis, ENL termasuk responimun humoral, berupa
fenomena kompleks imun akibat reaksi antara antigen M. leprae, antibodi
(IgM, IgG) dan komplemen menghasilkan reaksi kompleks imun. Tampaknya
reaksi ini analog dengan reaksi fenomena unik, tidak dapat disamakan begitu
saja dengan penyakit lain. Dengan terbentuknya kompleks imun ini, maka
ENL termasuk di dalam golongan penyakit kompleks imun, oleh karena salah
satu protein M. lepraebersifat antigenik, maka antibodi dapat terbentuk.
Ternyata kadar imunoglobulin penderita kusta lepromatosa lebih tinggi dari
tipe tuberkuloid. Hal ini terjadi oleh karena pada tipe lepromatosa jumlah
basil jauh lebih banyak daripada tipe tuberkuloid. ENL lebih banyak terjadi
pada pengobatan tahun kedua (Sengupta,2000).
Pada pengobatan, banyak basil kusta yang mati dan hancur, berarti banyak
pula antigen yang dilepaskan dan bereaksi dengan antibodi membentuk suatu
kompleks imun yang terus beredar dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat
diendapkan dalam berbagai organ yang kemudian mengaktifkan sistem
komplemen (Mehta,2006).
Pada kulit akan muncul nodus eritema, dan nyeri dengan tempat predileksi
di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat menimbulkan gejala
seperti iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, artritis, orkitis,dan nefritis
yang akut dengan adanya proteinuria. ENL dapat disertai dengan gejala
konstitusi dari ringan sampai berat yang dapat diterangkan secara imunologis
pula (Djuanda,2005).
Gejala Klinis
13
Penyakit kusta disebut juga dengan the greatest immitator karena
memberikan gejala yang hamper mirip dengan penyakit lainnya. Diagnosis
penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (cardinal sign), yaitu:
Bercak kulit yang mati rasa
Pemeriksaan harus di seluruh tubuh untuk menemukan ditempat tubuh
yang lain, maka akan didapatkan bercak eritematosa atau eritematus
mendatar (makula) atau meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat
total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, dan rasa nyeri.
Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan dapa tjuga disertai dengan atau tanpa
gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu: Gangguan fungsi sensoris
seperti hipostesi atau anestes dan gangguan fungsi motoris seperti paresis
atau paralisis, serta gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema,
pertumbuhan rambut yang terganggu.
Ditemukan kuman tahan asam
Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus
ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan,
maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu
diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat
ditegakkan atau disingkirkan (Djuanda, 2007; Zulkifli, 2003).
Manifestasi ENL berupa nodul kemerahan, nyeri dan dapat berkembang
dalam beberapa jam atau beberapa hari. Kadang-kadang lesi membaik dan
membentuk plak. Ukuran lesi bervariasi tetapi biasanya kecil dan jika
multipel distribusi lesi cenderung bilateral dan simetris. Lesi ENL kadang-
kadang lebih mudah dipalpasi, lesi berbentuk kubah dengan batas yang jelas,
lunak pada perabaan, mengkilat terletak superficial dan dapat meluas ke
dermis yang lebih dalam atau sampai lemak subkutan. Lesi ENL terasa panas
dan pada penekanan terlihat pucat. Lokalisasi lesi seringkali pada sepanjang
permukaan ekstensor lengan dan tungkai, punggung, wajah tetapi dapat
terjadi dimana saja (Phandi,2005).
Beberapa penderita dapat mengalami perluasan lesi dan rekurensi yang
terus menerus nampak selama beberapa bulan sampai beberapa tahun. ENL
14
dinyatakan berat bila disertai demam tinggi, kelemahan umum, lesi kulit
menjadi pustul dan atau ulserasi, nyeri saraf, nyeri periosteal, miositis,
kehilangan fungsi saraf atau terdapat tanda-tanda iridosiklitis, orkitis,
pembengkakan sendi atau albuminuria yang menetap (Cauhan,2006).
Kerusakan pada saraf biasanya perlahan namun progresif. Hipostesi atau
anastesi biasanya terjadi pada lengan, kaki, dan telapak tangan. Kelemahan
biasanya terjadi pada bagian distal dimulai dengan otot-otot intrinsik tangan
dan kaki. Gejala konstitusional yang ditimbulkan oleh ENL berupa demam,
menggigil, mual, nyeri sendi, saraf dan otot. Nodus mudah pecah dan apabila
pecah dapat menimbulkan ulkus (Cauhan,2006).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan protein dan sel darah merah dalam urine dapat
menunjukkan glomerulonefritis akut. Pada pemeriksaan dengan
menggunakan mikroskop elektron dapat terlihat kompleks imun pada
glomeruli ginjal selama reaksi tipe 2. Juga dengan pemeriksaan mikroskop
fluoresensi didapatkan kompleks imun pada lesi ENL (Djuanda,2005).
Pemeriksaan Bakterioskopis
Pemeriksaaan bakterioskopik sediaan dari kerokan jaringan kulit
atau usapan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan BTA
ZIEHL NEELSON. Pertam harus ditentukan lesi dikulit yang diharapkan
paling padat oleh basil setelah terlebih dahulu menentukan jumlah tepat
yang diambil. Untuk riset dapat diperiksa 10 tempat dan untuk rutin
sebaiknya minimal 4 - 6 tempat yaitu kedua cuping telinga bagian bawah
dan 2-4 lesi lain yang paling aktif berarti yang paling eritematosa dan
paling infiltratif. Pemilihan cuping telinga tanpa mengiraukan ada atau
tidaknya lesi di tempat tersebut oleh karena pengalaman, pada cuping
telinga didapati banyak M.leprae.
Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada
sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri ( I.B) dengan nilai 0
sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan
pandang (LP).
0 : BTA (-)
15
+1 : 1-10 BTA/100LP
+2 : 1-10 BTA/10LP
+3 : 1-10 BTA/1LP
+4 : 11-100 BTA/1LP
+5 : 101-1000 BTA/1LP
+6 : >1000 BTA/1LP(Djuanda, 2007; Zulkifli, 2003).
Pemeriksaan Histopatologis
Pemeriksaan histopatologi, gambaran histopatologi tipe
tuberkoloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak
ada basil atau hanya sedikit dan nonsolid. Tipe lepromatosa terdpat kelim
sunyi subepidermal(subepidermal clear zone ) yaitu suatu daerah langsung di
bawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Bisa dijumpai sel
virchow dengan banyak basil. Pada tipe borderline terdapat campuran
unsur-unsur tersebut. Sel virchow adalah histiosit yang dijadikan M.leprae
sebagai tempat berkembangbiak dan sebagai alat pengangkut
penyebarluasan (Djuanda, 2007; Zulkifli, 2003).
Pada pemeriksaan histologi didapatkan lesi ENL mengandung
sejumlah besar polimorf dan kebanyakan berbentuk fragmen dan granuler.
ENL dapat menunjukkan gambaran vaskulitis pada pemeriksaan
hematologi khusus, didapatkan leukosit PMN, trombositosis, peninggian
LED, anemia normositik normokrom, serta peninggian kadar
gammaglobulin (IgG,IgM) (Job,1994).
Pemeriksaan Serologis
Kegagalan pembiakan dan isolasi kuman mengakibatkan diagnosis
serologis merupakan alternatif yang paling diharapkan. Pemeriksaan
serologik, didasarkan terbentuk antibody pada tubuh seseorang yang
terinfeksi oleh M.leprae. Pemeriksaan serologi adalah MLPA
(Mycobacterium Leprae Particle Aglutination), uji ELISA dan ML
dipstick (Djuanda, 2007; Zulkifli, 2003).
Pemeriksaan Lepromin
Tes lepromin adalah tes nonspesifik untuk klasifikasi dan
prognosis lepra tapi tidak untuk diagnosis. Tes ini berguna untuk
menunjukkan system imun penderita terhadap M. leprae. 0,1 ml lepromin
16
dipersiapkan dari ekstrak basil organisme, disuntikkan intradermal.
Kemudian dibaca setelah 48 jam/ 2 hari ( reaksi Fernandez) atau 3 -4
minggu ( reaksi Mitsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi
dan eritema yang menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M.
Leprae yaitu respon imun tipe lambat ini seperti mantoux test ( PPD) pada
tuberkolosis. Reaksi Mitsuda bernilai :
0 = Papul berdiameter 3 mm atau kurang
+ 1= Papul berdiameter 4 - 6 mm
+ 2 = Papul berdiameter 7 - 10 mm
+ 3= Papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi
Diagnosis Banding
Perbedaan Lupus eritema
sistemik
Erupsi obat ENL
Penyebab Autoimun Obat M. leprae
Predisposisi Sinar matahari,
obat-obatan
antibiotik
Hipersensitif
terhadap antibiotik
Higieni yang
baruk dan
sosial ekonomi
rendah
Predileksi Kedua pipi,
batang hidung,
dada, lengan,
pangkal jari-jari
tangan, telapak
tangan dan
punggung
tangan, mukosa
mulut, faring,
vagina.
Seluruh tubuh
simetris
Lengan,
tungkai, dan
dinding perut.
Efloresensi - Eritema pada Makulo -papular Eritema , nodus
17
kedua pipi dan (morbiliformis)
batang hidung,
memberikan
gambaran
"butterfly
appereance"
urtikaria,
vesikobulosa dan
purpura (polimorf)
atau berupa eritema
multiforme.
berbentuk
kubah
diatasnya diisi
nanah, dan jika
pecah
nodusnya jadi
ulkus yang
dangkal,
Manifestasi
klinis yang
sering terjadi
Nyeri sendi,
gejala konstitusi:
mudah capek
sering demam
dan BB turun
Keluhan utama
biasanya gatal dan
suhu badan tinggi.
Demam,
menggigil,
menggigil
nyeri sendi,
sakit pada saraf
dan otot.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan reaksi berbeda tergantung manifestasi dan berat
ringannya reaksi. Penatalaksanaan ENL berbeda antara yang baru dengan
yang lama.Pasien ENL yang baru penatalaksanaanya dapat hanya dengan
istirahat kemudian memberikan obat penghilang nyeri seperti analgesik atau
NSAID, untuk meredakan rasa sakit dan peradangan. Akan tetapi kita melihat
juga faktor pemicu yang mungkin seperti infeksi. Sedangkan pasien ENL
yang lama harus di atur secara ketat. Penatalaksanaan ENL masih menjadi
perdebatan di antara para praktisi kesehatan. Terlepas dari berbagai macam
obat yang digunakan dalam ENL seperti Thalidomide dan kortikosteroid yang
masih merupakan terapi utama pada pengobatan ENL Faktor pencetus harus
disingkirkan dan pengobatan anti kusta harus diberikan terus menerus dengan
dosis penuh. Obat-obat yang biasa digunakan adalah (Djuanda,2005) :
Thalidomide
18
Merupakan drug of choice ENL berat dan dapat digunakan pada ENL
yang kronik atau berulang pada pria dan wanita yang sudah menopause,
juga untuk penderita yang resisten terhadap klofazamin. Efek anti
inflamasi obat ini digunakan untuk neuritis dan iritis serta dapata
membantu penghentian pemakaian kortikosteroid. Dosis awal diberikan 4
x 100 mg sehari, kemudian diturunkan secara bertahap 100 mg setiap
minggu. Pemberiannya harus dengan pengawasan yang ketat karena efek
teratogenik dan neurotoksik, dan member rasa mengantuk. Pada penderita
berat di Malaysia Soebono M melaporkan talidomid menunjukkan
perbaikan pada 90% penderita dan menurunkan penggunaan steroid
sebesar 60% (Narasima,2004).
Klofazimin
Diberikan pada penderita dimana penggunann kortikosteroid tidak
dapat dihentikan, penderita ENL yang persisten dan pada penderita yang
tidak dapat diberikan thalidomide. Dosis pengobatan 100-300 mg sehari
selama ENL, kemudian diturunkan secara bertahap. Klofazimin tidak
hanya digunakan untuk reaksi kusta tapi juga merupakan pengibatan
spesifik untuk penyakit kusta itu sendiri. Efek samping obat ini berupa
gangguan pencernaan, pigmentasi kulit dan iktiosis (Narasima,2004).
Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada ENL kasus sedang sampai kasus parah,
karena memberikan kontrol yang paling cepat dari lesi. Digunakan pada
ENL berat dengan orkitis, iridosiklitis dengan glukoma atau neuritis yang
disertai dengan hilangnya fungsi saraf. Dosis prednison yang dibutuhkan
80-100 mg/hari dan diturunkan dosis secara bertahap. Efek samping obat
ini adalah hematemesis, ulkus peptikum, edema karena retensi
natrium,hipertensi, diabetes, osteoporosis spinal dan purpura
(Narasima,2004).
Disamping itu obat ini juga dapat dipakai pada penderita kusta yang
disertai dengan neuritis, iridosiklik, epididimoorkitis dan reaksi reversal
yang berat. Bila terdapat neuritis dapat dilakukan injeksi intra atau
19
perineural dengan anestesi local seperti lidokain yang dicampur dengan
kortikosteroid long acting (Narasima,2004).
Dosis prednisone diberikan 30-40 mg/hari, kemudian diturunkan bila
efek anti reaksi dari klofazimin mulai bekerja ( 4-6 minggu ).Dosis
klofamizin diberikan diberikan 300 mg/hari, ( dalam tiga kali pemberian )
dengan dosis pemeliharaan 100 mg/hari (Narasima,2004).
Menurut Pearson, dosis preparat prednisolon untuk reaksi tipe 2
intermitten adalah 20-30 mg/hari selama satu minggu, dan di tapper off
menjadi 15-5 mg/hari pada minggu ke 2-3. Pada reaksi kontinu
pengobatan prednisolon diberikan selama 2-3 bulan. Pemberian bersama
klofazamin dapat menolong penderita dari ketergantunganterhadap
kortikosteriod (Narasima,2004).
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan reaksi kusta adalah
cacat. Infeksi pada saraf perifer adalah bagian penting dari penyakit kusta,
tetapi kerusakan permanen saraf bukan merupakan suatu hal yang tidak dapat
dihindari yang diakibatkan oleh infeksi tersebut. Menangani dengan cepat dan
tepat pada saat reaksi kusta dapat mencegah kerusakan saraf-saraf secara
permanen (Ishii, 2003)
Prognosis
Eritema Nodosum Leprosum ringan dapat menghilang segera tetapi
ENL berat dapat menetap selama bertahun-tahun (Siregar,2004)
20
BAB III
PEMBAHASAN
Penegakan Diagnosis
RPS :
Pasien mengeluhkan jari-jari pada kedua tangan bengkak sejak 2 hari
yang lalu
2 tahun yang lalu terdapat bercak merah mulanya kecil dan semakin
melebar dan terasa tebal
Bercak awalnya timbul di lengan tangan kanan, meluas dan menyebar ke
lengan atas, jari tangan, wajah, kaki yang terasa menganggu.
Terdapat benjolan di telinga yang mulai mengecil, awal timbul benjolan
didahului dengan panas dan sakit.
RPD
Pasien menyangkal pernah mengalami keluhan serupa
RPK
keluhan serupa di keluarga,di lingkungan sekitar dan tempat kerja
disangkal
Status Dermatologis
Regio auricularis dextra et sinistra : Terdapat bekas nodul dengan tepi
hiperpigmentasi yang membentuk ulkus yang mulai sembuh.
Ektrimitas Superior : Terdapat plakat eritematosa di regio antebrachii
dextra. Terdapat plakat dan makula hiperpigmentasi, erosi dan krusta
pada regio digiti manus dextra et sinistra.
Ekstrimitas Inferior : Terdapat plakat hiperpigmentasi, erosi pada regio
cruris dextra et sinistra
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut, diagnosis ENL
dapat ditegakkan dan diagnosis banding erupsi obat dan lupus eritema
sistemik dapat disingkirkan. ENL dapat dibedakan dengan erupsi obat dari
peyebabnya dan efloresensinya dari ENL nodus berbentuk kubah berisi nanah
atasnya yang awal keluarnya diawali panas dan nyeri terlebih dahulu dan
21
pada lesi hilang sensasi (anestesi). Erupsi obat memiliki makula eritem yang
multiformis, tidak bernodul, biasa terdapat urtikari, pupura. Pada gejala klinis
disertai panas selama eflorosensi itu muncul dan disertai gatal. Hal tersebut
dapat dibuktikan engan pemeriksaan fisik berupa palpasi pada lesi pada ENL
akan teraba massa padat berbenjol, sedangkan pada erupsi obat tidak.
Kemudian pada pemeriksaan sensasi nyeri dengan jarum, raba dengan kapas,
panas dingin dengan menggunkan tabung reaksi ENL kehilangan semua
sensasinya(anestesi) sedangakan pada erupsi obat masih bisa merasakan.
Perbedaan dengan lupus eritematosus sistemik diperoleh gambaran eritema
pada pipi dan hidung sehingga nampak gambaran butterfly appreance kalau
pada ENL malah bentuk mukanya cenderung tidak berekpresi karena saraf-
saraf terutama facialis atau trigeminusnya kena dan bisa juga terdapat
gambran nodul dengan dasar eritema diatasnya berisi nanah.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibagi menjadi nonfarmakologi dan farmakologi.
Non Farmakologi
Edukasi tentang ENL, perjalanannya dan pengobatannya.
Anjuran untuk tidak meludah sembarangan dan memperbaiki
higienitasnya.
Pemantauan efek samping pengobatan.
Farmakologi
Prinsip penatalaksanaan ENL adalah istirahat, imobilisasi,
pemberian anti reaksi pada reaksi yang berat, antianlgetik,antipiretik
dengan tidak ada perubahan dosis pada MDT kemudian menghilangkan
faktor pencetus. Obat yang paling sering digunakan pada reaksi ENL
adalah prednison 40-60 mg/hari dapat mengontrol reaksi dan diturunkan
secara bertahap.
Prognosis
Eritema Nodosum Leprosum ringan dapat menghilang segera tetapi ENL berat
dapat menetap selama bertahun-tahun
22
DAFTAR PUSTAKA
Chauhan S, Crus DS. 2006. Type II lepra reaction. Deramatol Online J. vol 12. p 18
Djuanda A, Hamzah M. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 4. Jakarta : FKUI;119-22
Djuanda, Adhi, 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. h. 73-88.
Job CK.1994. Phatology of leprosy. In hasting RC. leprosy. 2 ed. edinburgh churchill-livingstone. p 193-224
Mehta V, Balachandra C. 2006. Erythema nodusum leprosum. dermatol Online J. Vol.12. p 29
Michele L, Alexander wong. 2011. Severe Refractory Erythema Nodusum Leprosum Succesfully Treated with the Tumor Necrosis Factor Inhibitor Etanercept. Vol.52.Oxford Journal.p 133-135
Narasima RP.2004. recent advance in the control program and therapy of leprosy. indian J dermatol Venerol Leprol. vol 70. p 269-276
Pandhi D, Mehta s. 2005. Erythema nodusum lepsorum necroticans in a child an unususal manifestasion. Int J lepr. Vol.73. p 122-125
Prabu S, Shenoi DS, et al. 2009. Erythema nodusum leprosum as the presenting feature in multibacillary leprosy. Dermatol online. Vol 5.p 15
Sengupta U.2000. Immunopathology of leprosy current. Ind J Lepr. Vol.72. p 381-387
Siregar, R.S. 2004. Penyakit Kulit karena Parasit dan Insecta. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC
Zulkifli. 2003. Penyakit Kusta dan Masalah yang ditimbulkannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan dalam http://library.usu.ac.id/ diunduh tanggal 31 Juli 2013
23