86
RKPD Provinsi Papua Barat 2016 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan dokumen perencanaan daerah untuk periode satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan tahunan daerah. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap daerah diwajibkan untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk periode 20 tahunan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk periode 5 tahunan, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk periode 1 tahunan. RKPD merupakan pemaparan ulang program pembangunan daerah pada tahun berjalan yang ada dalam RPJMD yang menekankan pada penentuan program dan kegiatan prioritas. Didalamnya juga memuat rancangan ekonomi dan keuangan daerah, serta arah kebijakan pembangunan daerah untuk satu tahun yang diharapkan dapat menjadi koridor penyelenggaraan pembangunan daerah. Wujud nyata dokumen RKPD juga sebagai awal perwujudan komitmen pemerintah daerah akan janji penyelenggaraan pembangunan yang harus dilaksanakan secara konsisten. Dokumen RKPD juga merupakan acuan bagi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dalam menyempurnakan Rencana Kerja (Renja) serta menjadi dasar penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Proses penyusunan RKPD terdiri dari gabungan proses perencanaan teknokratis, partisipatif dan politis. Proses perencanaan teknokratis mengacu pada proses evaluasi kinerja pembangunan dan program serta kegiatan pada tahun sebelumnya.Proses partisipatif dengan mendengarkan aspirasi pemangku kepentingan pembangunan di Provinsi Papua Barat melalui musrenbang. Proses politis dengan memperhatikan aspirasi dari wakil rakyat sehingga RKPD menjadi dokumen rencana yang efektif dan responsif terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Secara garis besar, RKPD disusun dengan tahapan yang terdiri dari persiapan penyusunan RKPD, penyusunan rancangan awal RKPD, penyusunan rancangan RKPD, pelaksanaan musrenbang RKPD, perumusan rancangan akhir RKPD, dan penetapan RKPD. RKPD Provinsi Papua Barat Tahun 2016 merupakan dokumen rencana kerja pembangunan daerah periode ketiga dari lima tahun periode pembangunan jangka menengah Provinsi Papua Barat yang dimulai pada Tahun 2012 dan akan berakhir pada Tahun 2016. Oleh karena itu, penentuan dan pencapaian program prioritas pembangunan daerah tahun 2016 menjadi sangat krusial untuk memenuhi target dan capaian pembangunan Tahun 2012-2016. Penentuan program prioritas pembangunan daerah harus ditekankan pada bidang urusan yang capaian kinerjanya masih rendah dan belum sesuai dengan target pembangunan jangka menengah daerah. 1.2 Dasar Hukum Penyusunan Peraturan perundangan yang menjadi dasar hokum penyusunan RKPD Provinsi Papua Barat Tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lernbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nornor 4151); sebagaimaria telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pernerintah Pengganti Undang-Undang Namor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua meniadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nornor 112, Tarnbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016

RKPD Provinsi Papua Barat

  • Upload
    lykiet

  • View
    263

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan dokumen perencanaan daerah untuk periode satu) tahun atau disebut dengan rencana pembangunan tahunan daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap daerah diwajibkan untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk periode 20 tahunan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk periode 5 tahunan, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk periode 1 tahunan.

RKPD merupakan pemaparan ulang program pembangunan daerah pada tahun berjalan yang ada dalam RPJMD yang menekankan pada penentuan program dan kegiatan prioritas. Didalamnya juga memuat rancangan ekonomi dan keuangan daerah, serta arah kebijakan pembangunan daerah untuk satu tahun yang diharapkan dapat menjadi koridor penyelenggaraan pembangunan daerah. Wujud nyata dokumen RKPD juga sebagai awal perwujudan komitmen pemerintah daerah akan janji penyelenggaraan pembangunan yang harus dilaksanakan secara konsisten. Dokumen RKPD juga merupakan acuan bagi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dalam menyempurnakan Rencana Kerja (Renja) serta menjadi dasar penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).

Proses penyusunan RKPD terdiri dari gabungan proses perencanaan teknokratis, partisipatif dan politis. Proses perencanaan teknokratis mengacu pada proses evaluasi kinerja pembangunan dan program serta kegiatan pada tahun sebelumnya.Proses partisipatif dengan mendengarkan aspirasi pemangku kepentingan pembangunan di Provinsi Papua Barat melalui musrenbang. Proses politis dengan memperhatikan aspirasi dari wakil rakyat sehingga RKPD menjadi dokumen rencana yang efektif dan responsif terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Secara garis besar, RKPD disusun dengan tahapan yang terdiri dari persiapan penyusunan RKPD, penyusunan rancangan awal RKPD, penyusunan rancangan RKPD, pelaksanaan musrenbang RKPD, perumusan rancangan akhir RKPD, dan penetapan RKPD.

RKPD Provinsi Papua Barat Tahun 2016 merupakan dokumen rencana kerja pembangunan daerah periode ketiga dari lima tahun periode pembangunan jangka menengah Provinsi Papua Barat yang dimulai pada Tahun 2012 dan akan berakhir pada Tahun 2016. Oleh karena itu, penentuan dan pencapaian program prioritas pembangunan daerah tahun 2016 menjadi sangat krusial untuk memenuhi target dan capaian pembangunan Tahun 2012-2016. Penentuan program prioritas pembangunan daerah harus ditekankan pada bidang urusan yang capaian kinerjanya masih rendah dan belum sesuai dengan target pembangunan jangka menengah daerah.

1.2 Dasar Hukum Penyusunan

Peraturan perundangan yang menjadi dasar hokum penyusunan RKPD Provinsi Papua Barat Tahun 2016 adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas

dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lernbaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nornor 4151); sebagaimaria telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pernerintah Pengganti Undang-Undang Namor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua meniadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nornor 112, Tarnbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA

PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2016

Page 2: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

2

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara; 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah; 9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

2005-2025; 10. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah kepada Negara; 14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, antara

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; 16. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah; 17. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah; 18. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; 19. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan

Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; 20. Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional tahun 2010-2014; 21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah; 22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

25. Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 18 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2025;

26. Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 4 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Papua Barat.

27. Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2016;

1.3 Hubungan Antar Dokumen

RKPD tahun 2016 yang merupakan awal dari penjabaran RPJMD 2012-2016 adalah dokumen perencanaan pembangunan tahunan yang disusun mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016. Hal ini dimaksudkan untuk menyelaraskan program dan kegiatan pembangunan daerah provinsi dengan program pembangunan provinsi yang berbatasan dan prioritas pembangunan nasional.

RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan serta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam tahapan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang juga terdiri dari Kebijakan Umum APBD (KUA), Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

1.4 Sistematika Penyajian

Sistematika dokumen RKPD tahun 2016 adalah sebagai berikut: BAB 1 : PENDAHULUAN, menjelaskan (1) Latar Belakang yang menguraikan mengenai pengertian

serta proses penyusunan, (2) Landasan Hukum, (3) Hubungan Antar Dokumen, yang menjelaskan kedudukan dan keterkaitan antara dokumen RKPD dengan dokumen

Page 3: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

3

perencanaan lainnya, (4) Sistematika Dokumen RKPD, serta (5) Maksud dan Tujuan penyusunan RKPD.

BAB 2 : EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN, memuat (1) Visi dan Misi RPJMD, (2) Gambaran Umum Kondisi Daerah (3) Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD Sampai Tahun Berjalan dan Realisasi RPJMD, dan (4) Permasalahan Pembangunan Daerah dan Isu Strategis Tahun 2016.

BAB 3 : RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH, memuat (1) Arah Kebijakan Ekonomi Daerah, (2) Arah Kebijakan Keuangan Daerah.

BAB 4 : TEMA, PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH, memuat (1) Tema Pembangunan Daerah, (2) Prioritas Pembangunan Daerah, (3) Prioritas Pembangunan kewilayahan, dan (4) Sasaran Pembangunan.

BAB 5 : RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH, memuat rincian program dan kegiatan pokok RKPD pada tahun rencana, instansi pelaksana/SKPD, indicator capaian masing-masing program dan kegiatan.

BAB 6 : PENUTUP, memuat kaidah pelaksanaan RKPD 2016.

1.5 Maksud dan Tujuan

RKPD tahun 2016 dimaksudkan untuk menjadi pedoman dalam penyusunan Rancangan KUA dan PPA Sementara yang akan disampaikan kepada Panitia Anggaran DPRD untuk dibahas, disepakati dan dituangkan dalam Nota Kesepakatan KUA dan PPA antara Gubernur dan Pimpinan DPRD. Selanjutnya akan dijabarkan dalam RKA SKPD sebagai lampiran Raperda APBD untuk dibahas dan memperoleh persetujuan DPRD.

Adapun tujuannya adalah untuk mewujudkan program pembangunan Provinsi Papua Barat yang terintegrasi dan berkelanjutan sesuai dengan visi, misi dan amanat RPJMD yang dilaksanakan dengan:

1. Menciptakan kepastian kebijakan sebagai komitmen Pemerintah dalam penyelenggaran urusan Pemerintahan melalui penjabaran rencana strategis ke dalam rencana operasional dan memelihara konsistensi antara capaian tujuan perencanaan strategis jangka menengah dengan tujuan perencanaan dan penganggaran tahunan pembangunan daerah;

2. Memberikan gambaran mengenai proyeksi Rencana Kerangka Ekonomi Daerah tahun 2015 sebagai patokan dalam penyusunan rencana pendapatan yang akan digunakan untuk membiayai belanja dan pembiayaan pembangunan daerah;

3. Memberikan arah bagi seluruh stakeholder pembangunan daerah dalam merumuskan dan menyusun perencanaan serta partisipasi dalam pembangunan daerah tahun 2016;

4. Menyatukan tujuan kegiatan semua SKPD melalui penetapan target Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam rangka pencapaian visi dan misi Pemerintah Provinsi Papua Barat sehingga menjadi instrumen bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ), Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) dan Laporan Kinerja Pemerintah Daerah (LKPD);

5. Menetapkan program prioritas untuk masing-masing urusan pemerintahan dalam rangka pencapaian target Indikator Kinerja Utama (IKU) yang ditetapkan.

Page 4: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

4

BAB 2 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD

TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA

PENYELENGGARAAN

PEMERINTAH

2.1 Kondisi Umum Daerah

2.1.1 Aspek Geografis dan Demografi

2.1.1.1 Luas dan Batas Wilayah Administrasi

Luas wilayah Provinsi Papua Barat mencapai 97.024,27 Km² (berdasarkan Papua Barat Dalam Angka Tahun 2014) habis dibagi menjadi 12 kabupaten dan 1 kota, yang terdiri atas 175 Distrik dan 1.927 Kampung. Saat ini terdapat penambahan. Sementara rencana pembentukan Kota Manokwari masih dalam tahapan legislasi antara masyarakat, pemerintah Kabupaten Manokwari dan DPRD Kabupaten Manokwari.

Tabel 2.1. Daerah Administratif Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Kabupaten/Kota Ibukota Jumlah Distrik

Jumlah Kampung

Jumlah Kelurahan

Fakfak Fakfak 9 118 5

Kaimana Kaimana 7 84 2

Teluk Wondama Raisei 13 75 1

Teluk Bintuni Bintuni 24 115 2

Manokwari Manokwari 9 151 9

Sorong Selatan Teminabuan 13 119 2

Sorong Aimas 18 122 18

Raja Ampat Waisai 24 117 4

Tambrauw Sausapor 12 84 0

Maybrat Kumurkek 24 158 1

Manokwari Selatan -

6 57 0

Pegunungan Arfak -

10

179

0 Kota Sorong Sorong 6 0 31

Total 175 1.297 70 Sumber: BPS, Papua Barat Dalam Angka 2014.

Sedangkan untuk batas wilayah secara administratif adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Samudera Pasifik

Sebelah Selatan : Laut Banda dan Provinsi Maluku

Sebelah Barat : Laut Seram dan Provinsi Maluku

Sebelah Timur : Provinsi Papua

Page 5: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

5

1. Letak dan Kondisi Geografis

a. Provinsi Papua Barat secara astronomis terletak pada 24°-132° Bujur Timur dan 0°-4° Lintang Selatan, tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut.

b. Wilayah Provinsi Papua Barat terdiri dari 7,95% merupakan puncak gunung, 18,73% berada di lembah. Wilayah lain lebih dari separuhnya berada di daerah hamparan. Seluruh wilayah kabupaten/kota di Papua Barat berbatasan dengan laut, namun hanya 37,04% desa yang berada di daerah pesisir. Wilayah desa lainnya tidak berbatasan dengan laut (bukan pesisir), yaitu sebesar 62,96%.

Gambar 2.1 Persentase Kampung/Kelurahan Berdasarkan Karakteristik Wilayah

Sumber: Sensus Potensi Desa (Podes), 2011 (angka sementara)

2. Topografi a. Kondisi topografi Provinsi Papua Barat sangat bervariasi membentang mulai

dari dataran rendah, rawa sampai dataran tinggi, dengan tipe tutupan lahan berupa hutan hujan tropis, padang rumput dan padang alang-alang. Ketinggian wilayah di Provinsi Papua Barat bervariasi dari 0 s.d > 1000 m. Kondisi topografi antar wilayah di Provinsi Papua Barat cukup bervariasi. Kondisi ini merupakan salah satu elemen yang menjadi barrier transportasi antar wilayah, terutama transportasi darat, serta dasar bagi kebijakan pemanfaatan lahan.

b. Sebagian besar wilayah Provinsi Papua Barat memiliki kelas lereng > 40% dengan bentuk wilayah berupa perbukitan. Kondisi tersebut menjadi kendala utama bagi pemanfaatan lahan baik untuk pengembangan sarana dan prasarana fisik, sistem transportasi darat maupun bagi pengembangan budidaya pertanian terutama untuk tanaman pangan. Sehingga, dominasi pemanfaatan lahan diarahkan pada hutan konservasi disamping untuk mencegah terjadinya bahaya erosi dan longsor.

3. Geologi

a. Secara geofisik, evolusi tektonik Wilayah Papua Barat (bersama Papua) merupakan produk dari pertumbukan benua yang dihasilkan dari tubrukan lempeng Samudera Pasifik dan Lempeng Australia. Kondisi inilah yang menyebabkan wilayah ini rentan terhadap gempa bumi, karena berada dalam lintasan sesar besar. Informasi yang dipetakan oleh Badan Meteorogi

Page 6: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

6

dan Geofisika menunjukkan bahwa Papua Barat merupakan kawasan yang aktif mengalami gempa bumi yang potensial menimbulkan tsunami.

b. Karakteristik bencana yang ada di Provinsi Papua Barat yaitu Gempa dan Tsunami. Kawasan rawan bencana alam ini meliputi kawasan rawan gempa dan tsunami yang terletak di daerah pesisir maupun daratan di Provinsi Papua. Umumnya daerah patahan aktif Sesar Sorong merupakan zona yang sangat rawan gempa bumi. Wilayah Manokwari merupakan daerah yang paling rawan gempa. Akan tetapi, secara umum wilayah Papua Barat rawan terhadap gempa bumi.

4. Hidrologi

a. Di Provinsi Papua Barat terdapat beberapa sungai yang membentuk beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebagian besar Daerah Aliran Sungai yang terbentuk adalah pada kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Sungai-sungai yang termasuk dalam kategori terpanjang adalah Sungai Kamundan (425 km), Sungai Beraur (360 km), dan Sungai Warsamsan (320 km), sedangkan sungai-sungai yang termasuk kategori terlebar adalah Sungai Kaibus (80-2700 m), Sungai Minika (40-2200 m), Sungai Karabra (40-1300 m), Sungai Seramuk (45-1250 m), dan Sungai Kamundan (140-1200 m). Sungai-sungai ini sebagian besar terletak di kabupaten-kabupaten di Wilayah Pengembangan Sorong. Berdasarkan data-data pada tabel di atas, beberapa sungai yang memiliki kecepatan arus paling deras antara lain adalah Sungai Seramuk (3,06 km/jam), Sungai Kaibus (3,06 km/jam), Sungai Beraur (2,95 km/jam), Sungai Aifat (2,88 km/jam), dan Sungai Karabra (2,88 km/jam). Sungai-sungai tersebut terletak pada Wilayah Pengembangan Sorong.

Tabel 2.2 Pembagian Satuan Wilayah Sungai di Provinsi Papua Barat

Kabupaten Wilayah Sungai Nama Das Luas (km2)

T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wasian 4.851,000

T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Sebyar 12.981,400

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Kasi 693,200

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Mangopi 1.917,200

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Prafi 1.169,300

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Maruni 193,320

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Masawui 111,110

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Ransiki 584,300

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Windesi 23,560

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Wasimi 617,400

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Wondiwoi 172,820

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Woworama 279,700

Kaimana, Nabire A2-27 Omba Omba 8.610,200

Kaimana A2-27 Omba Laenatum 379,500

Kaimana A2-27 Omba Lengguru 1.870,000

Kaimana A2-27 Omba Berari 1.029,900

Kaimana, Fak Fak A2-27 Omba Madefa 4.605,570

Fak Fak, Fak Fak A2-27 Omba Karufa 477,400

Fak Fak A2-27 Omba Bedidi 1.355,600

Fak Fak A2-27 Omba Fak Fak 88,760

Fak Fak, T. Bintuni A2-27 Omba Bomberai 2.033,300

Sorong Selatan, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wariagar 6.720,000

Manokwari, Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Kamundan 9.732,250

Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Kais 4.232,740

Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Sekak 830,700

Sorong Selatan B-50 Kamundan-Sebyar Waromga 810,430

Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Seremuk 884,600

Page 7: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

7

Kabupaten Wilayah Sungai Nama Das Luas (km2)

Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Karabra 5.989,230

Sorong Selatan, Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Kladuk 3.131,150

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Klasegun 848,510

Raja Ampat B-50 Kamundan-Sebyar Misol 848,160

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Salawati 368,910

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Samate 82,000

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Batanta 69,490

Raja Ampat B-50 Kamundan-Sebyar Waigeo 598,160

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Remu 46,440

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Warsamson 2.437,131

Sorong B-50 Kamundan-Sebyar Mega 1.048,340

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Maon 682,300

Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Wesauni 626,933

T. Bintuni B-50 Kamundan-Sebyar Kasuari 1.971,850

T. Bintuni B-50 Kamundan-Sebyar Wagura 1.799,100

T. Wondama B-50 Kamundan-Sebyar Arumasa 2.497,000

T. Bintuni, Manokwari B-50 Kamundan-Sebyar Muturi 5.381,300

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Jayapura 2005

b. Wilayah Provinsi Papua Barat dilewati beberapa sungai yang tersebar di beberapa wilayah kabupaten/kota. Dari sungai besar di Papua Barat sebagian besar mengalir di wilayah pengembangan Sorong. Sungai-sungai tersebut menjadi sebuah sistem daerah aliran sungai yang mengalir

Tabel 2.3 Debit Sungai Dirinci Menurut DPS di Provinsi Papua Barat

No. No. DPS

Nama DPS

SWS Catchment Area (Km2)

Qn (m3/s) Kabupaten

1 17 Omba B - 49 8,610.200 316.919 Kaimana, Nabire

2 18 Laenatum B - 49 379.500 29.086 Kaimana

3 19 Lengguru B - 49 1,870.000 141.454 Kaimana

4 20 Berari B - 49 1,029.900 96.869 Kaimana

5 21 Madefa B - 50 4,605.570 374.730 Kaimana, Fak Fak

6 22 Karufa B - 49 477.400 38.903 Kaimana, Fak Fak

7 23 Bedidi B - 49 1,355.600 107.968 Fak Fak

8 24 Fak Fak B - 49 88.760 11.747 Fak Fak

9 25 Bomberai B - 49 2,033.300 146.870 Fak Fak, T. Bintuni

10 26 Kasuari B - 50 1,971.850 142.232 T. Bintuni

11 27 Wagura B - 50 1,799.100 165.546 T. Bintuni

12 28 Arumasa B - 50 2,497.000 127.979 T,Wondama

13 29 Muturi B - 50 5,381.300 476.337 T. Bintuni, Manokwari

14 30 Wasian B - 50 4,851.000 364.562 T. Bintuni, Manokwari

15 31 Sebyar B - 50 12,981.400 825.032 T. Bintuni, Manokwari

16 32 Wariagar B - 50 6,720.000 432.319 Sorong Selatan, Manokwari

17 33 Kamundan

B - 50 9,732.250 796.177 Manokwari, Sorong Selatan

18 34 Kais B - 50 4,232.740 221.554 Sorong Selatan

19 35 Sekak B - 50 830.700 46.634 Sorong Selatan

20 36 Waromga B - 50 810.430 50.282 Sorong Selatan

21 37 Seremuk B - 50 884.600 58.182 Sorong Selatan, Sorong

22 38 Karabra B - 50 5,989.230 302.739 Sorong Selatan, Sorong

23 38 Kladuk B - 50 3,131.150 195.716 Sorong

24 39 Klasegun B - 50 848.510 58.497 Sorong

25 40 Misol B - 50 848.160 53.437 Raja Ampat

26 41 Salawati B - 50 368.910 27.064 Sorong

27 42 Samate B - 50 82.000 6.183 Sorong

28 43 Batanta B - 50 69.490 5.338 Sorong

29 44 Waigeo B - 50 216.500 13.309 Raja Ampat

Page 8: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

8

No. No. DPS

Nama DPS

SWS Catchment Area (Km2)

Qn (m3/s) Kabupaten

30 45 Remu B - 50 46.440 4.721 Sorong

31 46 Warsamson

B - 50 2,437.131 147.467 Sorong

32 47 Mega B - 50 1,048.340 120.947 Sorong

33 48 Koor B - 50 1,202.800 140.594 Sorong

34 49 Maon B - 50 682.300 104.163 Manokwari

35 50 Wesauni B - 50 626.933 108.648 Manokwari

36 51 Kasi B - 50 0.000 128.883 Manokwari

37 52 Mangopi B - 50 1,917.200 222.960 Manokwari

38 53 Prafi B - 50 1,169.300 161.814 Manokwari

39 54 Maruni B - 50 193.320 25.129 Manokwari

40 55 Masawui B - 50 111.110 18.958 Manokwari

41 56 Ransiki B - 50 584.300 76.153 Manokwari

42 57 Windesi B - 50 23.560 3.574 T,Wondama

43 58 Wasimi B - 50 617.400 45.854 T,Wondama

44 59 Wondiwoi B - 50 172.820 18.816 T,Wondama

45 60 Woworama

B - 50 279.700 30.974 T,Wondama

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumberdaya Air, Jayapura 2005.

Tabel 2.4 Luas dan Penyebaran Danau di Provinsi Papua Barat

No. Nama Danau Luas (Ha) Kabupaten

01 Aiwasa 10,240 Kaimana

02 Laamora 16,740 Kaimana

03 Urema 12,600 Kaimana

04 Mbula 6,024 Kaimana

05 Kamakawalor 23,340 Kaimana

06 Berari 6,916 Kaimana

07 Makiri 7,527 Tel. Bintuni

08 Tanemot 17,640 Tel. Bintuni

09 Anggi Gigi 21,370 Manokwari

10 Anggi Gita 22,830 Manokwari

11 Ayamaru 10,850 Sorong Sel.

12 Hain 4,596 Sorong Sel.

Sumber: Dinas PU (2003). Studi Aplikasi SWS di Tanah Papua

5. Klimatologi a. Provinsi Papua Barat memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim

penghujan. Pada Bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada Bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik sehingga terjadi musim penghujan.

b. Berdasarkan jumlah curah hujannya wilayah Papua Barat memiliki tiga kelas curah hujan, yaitu kelas I dengan curah hujan antara 0 s.d. 1000 mm/tahun; kelas II dengan curah hujan antara 1000 s.d. 2000 mm/tahun; kelas III dengan curah hujan antara 2000 s.d. 3000 mm/tahun; kelas IV dengan curah hujan antara 3000 s.d. 4000 mm/tahun; dan kelas V dengan curah hujan antara 4000 s.d. 5000 mm/tahun. Hampir seluruh wilayah Papua Barat memiliki kelas curah hujan tipe III pola C, dengan curah hujan sekitar 2000 s.d. 3000 mm/tahun.

Page 9: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

9

Tabel 2.5 Keadaan Iklim menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Uraian Minimum Maksimum

Suhu Udara Rata-rata 22,40 (Fakfak)

32,60 (Kota Sorong)

Rata-rata Kelembaban Udara 83,25 (Manokwari,Bintuni)

91,10 (Fakfak)

Tekanan Udara Rata-rata 993,45 (Fakfak)

1.010,20 (Maybrat)

Curah Hujan 2779,3 (Kaimana)

4.072,7 (Fakfak)

Hari Hujan 237 (Kaiamna)

274 (Maybrat, Raja Ampat)

Rata-rata Penyinaran Matahari 45,78 (Sorong Selatan, Sorong,

Tambrauw)

91,32 (Fakfak)

Sumber: Papua Barat Dalam Angka Tahun 2014

6. Penggunaan Lahan

Pencatatan data mengenai penggunaan lahan di Papua Barat masih sangat terbatas. Data mengenai lahan antara satu dan yang lainnya kerap menunjukkan perbedaan. Faktor kondisi fisik Provinsi Papua Barat yang berbukit dengan banyak pulau menyebabkan pencatatan penggunaan lahan relatif lebih sulit dilakukan. Berikut ini adalah data penggunaan lahan di Provinsi Papua Barat yang dibedakan ke dalam beberapa kategori penggunaan lahan secara umum.vu

Tabel 2.6 Penggunaan Lahan di Provinsi Papua Barat Berdasarkan Kabupaten/Kota dan Jenis

Penggunaan Tahun 2010 (Ha)

Kab./Kota Kampung/ Perumahan

Sawah Tegalan Kebun Kebun

Campur Hutan Semak

Tanah Rusak

Lain- lain

Fak-Fak - - - - - - - - -

Kaimana 1.754,73 - 424,27 4.426,73 5.395,91 173.280,12 37.489,11 84.731,3

Teluk Wondama - - - - - - - - -

Teluk Bintuni 19.636,95 - 169,64 9.642,64 4.303,06 1.844.082,43 23.600,67 - 115.430,82

Manokwari 11.466,2 3.974,47 5.905,59 12.838,57 15.999,48 1.292.134,84 141.863,38 - 47.794,83

Sorong Selatan 3.907,35 - 90,52 - 29.372,48 1.015.973,59 55.831,44 - 82.428,59

Sorong - - - - - - - - -

Raja Ampat 29.533,54 - 132,48 - 994,87 699.981,84 26.343,14 - 29.602,61

Kota Sorong - - - - - - - - -

Tambrauw - - - - - - - - -

Maybrat - - - - - - - - -

Papua Barat 66.289,77 3.974,47 6.712,50 26.889,76 55.955,79 6.590.452,82 285.127,74 - 359

Sumber: Papua Barat Dalam Angka 2012, BPS.

2.1.1.2 Potensi Pengembangan Wilayah

Sektor unggulan yang ada di Papua Barat adalah pertanian subsektor perikanan dan kehutanan, pertambangan migas, dan bangunan. Untuk sektor pertanian dapat dikembangkan pada daerah datar dengan kondisi keairan yang baik pada daerah tengah kepala burung. Untuk lebih detail mengenai potensi pengembangan wilayah Papua Barat adalah sebagai berikut :

1. Pertanian a. Sektor pertanian sampai dengan Tahun 2008 selalu memberikan kontribusi

utama dalam perekonomian Papua Barat Persentase penduduk yang bekerja sebagai petani pun sampai saat ini selalu memiliki persentase tertinggi. Sejak

Page 10: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

10

Tahun 2009, sektor pertanian menjadi kontributor terbesar kedua dalam PDRB Papua Barat. Di Tahun 2013 kontribusinya sebesar 11,65% dan persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 48,71%. Persentase yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 2,21% dibandingkan dengan data tahun 2012 (Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2014)

b. Produksi dan luas panen tanaman jagung Tahun 2013 mengalami sedikit kenaikan. Luas panen meningkat dari 1.199 Ha di Tahun 2012 menjadi 1.278 Ha di Tahun 2013 . Sedangkan produksinya juga meningkat dari 2.049 Ton di Tahun 2012 menjadi 2.138 Ton di Tahun 2013. Peningkatan luas panen dan produksi jagung sedikit mendongkrak produktivitas jagung. Di Tahun 2013 produktivitasnya meningkat menjadi 17,10 Kw/Ha dibandingkan dengan Tahun 2012 sebesar 17,09 Kw/Ha.

c. Komoditas unggulan di subsektor perkebunan diantaranya adalah Pala, Kelapa Sawit, dan Kakao. Perkebunan kelapa sawit berada di Kabupaten Manokwari, sedangkan perkebunan pala terutama di Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Kaimana.

i. Produksi kelapa sawit tahun 2013 mencapai 22.581 ton dengan luas areal perkebunan aktif adalah perkebunan rakyat seluas 15.423 Ha.

ii. Produksi pala mencapai 1.916 ton dengan luas areal perkebunan seluas 13.405 Ha. Luas lahan me ingkat, namun produksinya tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini disebabkan pembukaan areal kebun baru yang belum menghasilkan produksi.

iii. Produksi kakao mencapai 9. 729 ton dengan areal seluas 6.756 Ha.

d. Dari sisi peternakan, peningkatan yang paling signifikan adalah pada peternakan babi. Ternak babi meningkat dari 76.420 ekor di Tahun 2011 menjadi 80.666 ekor di Tahun 2012. Jumlah tersebut kembali meningkat di Tahun 2013 menjadi 97.583 ekor. Tingginya peningkatan jumlah ternak babi diduga terjadi karena tingginya permintaan konsumsi daging babi. Sedangkan pada ternak sapi dan kambing, peningkatannya tidak setinggi pada ternak babi.

e. Jumlah produksi perikanan Tahun 2013 mencapai 121.773,5 ton. Tiga kabupaten/kota dengan produksi tertinggi adalah Kota Sorong, Kabupaten Manokwari, dan Fakfak, dengan nilai produksi berturut-turut adalah 38.143,6 ton; 23.217,0 ton; dan 14.253,4 ton. Beberapa komoditi ekonomis penting perikanan yang merupakan sumberdaya perikanan dari perairan 4 (empat) wilayah pengembangan seperti (kakap, kerapu dan napoleon) memiliki peluang ekspor yang besar dengan permintaan yang tinggi di pasaran luar negeri.

f. Sumber daya kehutanan masih sangat potensial untuk lebih mengembangkan nilai tambah dari produksi hasil hutan, tanpa harus mengabaikan kelestarian lingkungan hidup.

2. Pertambangan dan Energi a. Papua Barat adalah salah satu provinsi yang kaya akan Sumber Daya Alam

(SDA). Banyak potensi SDA berupa bahan tambang di Papua Barat yang masih belum tereksplorasi maupun yang telah dieksploitasi untuk dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Dua tambang besar yang dimiliki

Page 11: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

11

Papua Barat adalah tambang minyak di Kabupaten Sorong dan tambang Liquid Natural Gas (LNG) di Kabupaten Teluk Bintuni. Bahkan tambang LNG ini diperkirakan memiliki kandungan gas alam cair yang besar dan termasuk tiga produsen LNG terbesar di Indonesia.

b. Besarnya PDRB atas dasar harga berlaku sektor pertambangan dan penggalian Papua Barat Tahun 2013 mencapai 2.895,69 miliar Rupiah. Nilai tersebut setara dengan 5,69 % dari total PDRB Papua Barat yang mencapai 50.908,7 miliar Rupiah. Kontribusi sektor ini adalah yang terbesar keenam di Papua Barat setelah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (6,90%) dan sektor Jasa-jasa (6,72%).

c. Cadangan bahan tambang baik mineral non logam maupun non logam masih tinggi. Potensi pertambangan yang dieksplorasi dan dieksploitasi di Papua Barat adalah pertambangan nikel di pulau-pulau sekitar Kepala Burung seperti Waigeo. Potensi batu gamping dapat dijumpai di sekitar Pegunungan Kemum.

d. Khusus untuk potensi minyak dan gas di daerah Papua Barat ada pada Cekungan Bintuni, Cekungan Salawati, dan Cekungan Waiponga.

3. Industri Pengolahan a. Kontribusi sektor industri pengolahan dalam perekonomian Papua Barat

memiliki prospek yang sangat baik. Sektor ini terus mengalami peningkatan share terhadap total PDRB. Di tahun 2013 kontribusinya meningkat sangat signifikan menjadi 54,28%. Kontribusi sektor industri pengolahan menempati posisi pertama dalam PDRB Papua Barat sejak Tahun 2009.

b. Pada Tahun 2010 sektor ini tumbuh mencapai 120,02% dibandingkan Tahun 2009 dipicu oleh mulai beroperasinya industri LNG di Kabupaten Teluk Bintuni.

c. Di tahun 2012 ada 28 perusahaan industri besar sedang. Industri tersebut hanya terbagi menjadi enam kategori lapangan usaha menurut KBLI dua digit (lihat box). Jenis industri terbanyak yaitu industri makanan sebesar 50,00 persen, industri terbanyak kedua adalah industri kayu (selain mebeller) yaitu sebesar 21,43 persen, dan terbanyak ketiga adalah industri minuman (10,71%). Industri lainnya adalah industri barangbarang dari batubara, pengilangan minyak bumi, dan pengolahan minyak bumi; jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan; serta industry pencetakan dan reproduksi media rekaman dengan persentase kurang dari 10 persen.

d. Menurut sebarannya, industri besar-sedang hanya terdapat di empat

kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Teluk Bintuni (5,92%), Manokwari (19,05%), Sorong (14,29%), dan Kota Sorong (57,14%).

e. Menurut kepemilikannya, sebesar 9,52% adalah milik pemerintah pusat; 4,76% milik pemerintah daerah; 61,90% milik swasta nasional dan asing; serta 4,76% adalah milik pemerintah pusat dan asing.

4. Konstruksi PDRB sektor konstruksi Papua Barat Tahun 2013 mencapai 2.483,29 miliar Rupiah. Share sektor ini terus mengalami peningkatan beberapa tahun ini. Kontribusinya sebesar 7,73% di Tahun 2013. Walaupun bukan sebagai

Page 12: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

12

kontributor utama dalam PDRB Papua Barat namun pertumbuhannya berada pada peringkat keempat setelah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (peringkat ketiga). Sektor bangunan/konstruksi mampu menyerap banyak tenaga kerja (memiliki nilai pengganda tinggi).

5. Hotel dan Pariwisata a. Subsektor hotel dan pariwisata cukup menjanjikan meskipun kontribusinya

hanya sekitar 6,55% dari total PDRB Papua Barat. Pertumbuhan subsektor ini cukup pesat. Pada Tahun 2013 jumlah hotel menjadi 100 unit, yang terdiri dari 11 hotel bintang dan 89 hotel melati. Hotel berbintang hanya tersebar di Kabupaten Fakfak, Manokwari, dan Kota Sorong.

b. Jumlah objek wisata di Papua Barat Tahun 2013 sebanyak 152 objek. Objek wisata tersebut terdiri dari 82 objek wisata alam, 10 objek wisata tirta/bahari, 45 objek wisata budaya, dan 15 objek wisata agro. Objek wisata yang telah mendunia saat ini adalah objek wisata bawah laut di Kepulauan Raja Ampat

c. Papua Barat terkenal dengan panorama keindahan alam yang eksotis. Sebagian besar panorama alam tersebut bahkan masih sangat alami dan belum terjamah komersialisasi pariwisata. Sebagian besar objek wisata belum terekspos sehingga belum banyak dikenal khalayak umum. Salah satu objek wisata yang mulai popular adalah wisata bawah laut Kepulauan Raja Ampat. Kurang lebih ada 610 pulau. Hanya sekitar 35 pulau yang berpenghuni. Perairan Raja Ampat merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan diperkirakan menjadi nomor satu untuk kelengkapan dan keanekaragaman hayati flora dan fauna bawah laut saat ini.

d. Wisata alam lain yang menjadi andalan Papua Barat adalah Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) yang terletak di Kabupaten Teluk Wondama. Panjang garis pantainya 500 Km dengan luas daratan mencapai 68.200 ha, luas laut 1.385.300 Ha dengan rincian 80.000 Ha kawasan terumbu karang dan 12.400 Ha lautan.

e. Ekowisata di kepala burung Pulau Papua terdapat Cagar Alam Pegunungan Arfak di Kabupaten Manokwari, dengan luas mencapai 68.325 Ha dengan ketinggian mencapai 2.940 mdpl. Terkenal dengan wisata habitat burung pintar di daerah Mokwam dan hasil pertanian hortikultura beruba sayur-mayur. Terdapat juga Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gita yang berada pada ketinggian 2000 mdpl.

f. Baru-baru ini di Kabupaten Manokwari ditemukan sebuah gua yang diklaim sebagai gua terdalam di Dunia oleh tim ekspedisi speleologi (ahli gua) Perancis di Kawasan Pegunungan Lina di Iranmeda, Distrik Didohu dengan kedalaman gua mencapai 2000 meter.

g. Di Kabupaten Kaimana terdapat wisata pantai dan laut Teluk Triton disamping keindahan panorama Senja di Kaimana yang melegenda.

6. Transportasi dan Komunikasi

a. Dalam perekonomian Provinsi Papua Barat Tahun 2014, sektor pengangkutan (transportasi) dan komunikasi memang tidak memberikan

Page 13: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

13

kontribusi hanya 4,75% dengan nilai agregat PDRB sebesar 2.416,98 miliar Rupiah (ADHB) atau 838,22 miliar Rupiah (ADHK).

b. Pada Tahun 2014, sektor transportasi dan komunikasi memiliki angka pertumbuhan tertinggi kedua terhadap Tahun 2013 dibandingkan dengan sektor tersier lainnya.

c. Salah satu program pendukung percepatan pembangunan Papua Barat yang diamanahkan dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat adalah Program Pengembangan Infrastruktur Dasar. Program tersebut rencananya akan membangun dan meningkatkan jalan Trans Papua dan Trans Papua Barat.

d. Sebagian besar orang memanfaatkan fasilitas perhubungan laut dan udara. Namun tren pengguna fasilitas perhubungan laut cenderung menurun, sebaliknya jumlah pengguna fasilitas perhubungan udara meningkat signifikan antara tahun 2011-2013. Namun, kondisi ini berubah pada tahun 2013. Jumlah pengguna fasilitas laut agak berkurang, sementara jumlah pengguna fasilitas udara cenderung meningkat terutama untuk jumlah penumpang yang melakukan embarkasi.

7. Perbankan dan Investasi a. Dalam tiga tahun, fasilitas kredit perbankan yang disalurkan ke masyarakat

baik rupiah maupun valuta asing lebih banyak digunakan untuk investasi. Penggunaan kredit untuk keperluan modal kerja/usaha justru lebih kecil digunakan dari penggunaan kredit untuk keperluan konsumsi.

b. Penggunaan kredit perbankan untuk modal kerja/usaha meningkat dari 42,46% di Tahun 2009 menjadi 48,79% di Tahun 2012. Hal tersebut menyiratkan bahwa kesadaran masyarakat untuk berwirausaha semakin membaik. Sedangkan lebih tingginya penggunaan kredit untuk konsumsi daripada untuk investasi menunjukkan perilaku konsumtif masyarakat dan meskipun ada penurunan yang signifikan ditahun 2013, persentasenya cenderung stabil.

2.1.1.3 Wilayah Rawan Bencana

Secara geologi, Provinsi Papua Barat memiliki struktur yang cukup kompleks dengan kelurusan umum berarah barat-timur (diapit dua lempeng tektonik, Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik) yang berpengaruh terhadap kerawanan terhadap gempa tektonik berpotensi diikuti oleh tsunami. Seluruh wilayah kepala burung rawan gempa bumi. Dari data, daerah Tsunami di wilayah ini, tingginya mencapai 15 m, meliputi daerah Oransbari, Yapen, dan Nabire. Sebagai gambaran, zona rawan gempa bumi berdasarkan tingkat kerawanannya dapat dilihat pada Gambar 2-2. Untuk tingkat kerawanan bencana lainnya seperti banjir dan longsor di wilayah Papua Barat, kondisi lingkungan yang rata-rata memiliki tekstur pergunungan yang terjal dan dataran rendah di bagian tengah yang mengalir sungai-sungai secara intensif berpotensi tinggi memberikan kontribusi bencana yang fluktuatif. Sebagai gambaran, zona rawan longsor berdasarkan tingkat kerawanannya dapat dilihat pada Gambar 2-3. Belum ada jalur resmi evakuasi bencana yang direncanakan, baik dalam skala regional maupun lokal. Bencana alam besar yang terjadi pada Oktober 2010 di Kabupaten Teluk

Page 14: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

14

Wondama seharusnya menjadi pemantik bagi pemerintah untuk segera membuat rencana jalur evakuasi bencana. Alat pemadam kebakaran dinamis berupa mobil pemadam kebakaran dengan jumlah yang sangat terbatas telah ada di setiap ibukota kabupaten kecuali di Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Maybrat. Untuk alat pemadam kebakaran statis berupa hidran umum belum banyak terdapat di area publik atau pusat permukiman penduduk, hanya terdapat di gedung-gedung tertentu saja misalnya gedung kantor pemerintahan. Perangkat posko bencana baru terdapat dengan jumalah yang terbatas di Kabupaten Manokwari, selebihnya masih mengandalkan bantuan dari lembaga-lembaga pemerhati kebencanaan dan sifatnya insidental. Perangkat peringatan dini belum dimiliki oleh wilayah-wilayah potensi bencana tsunami dan gempa bumi. Perangkat evakuasi belum dimiliki selain mengandalkan kendaraan milik pemerintah, polisi, dan tentara.

Page 15: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

15

Gambar 2.2 Zona Rawan Gempa Bumi Berdasarkan Tingkat Kerawanan

(Zona 1 paling rawan gempa, sedangkan Zona 6 paling aman dari gempa) Sumber: RTRW Provinsi Papua Barat 2008-2028

Gambar 2.3 Zona Rawan Longsor Papua Barat Berdasarkan Tingkat Kerawanan

Sumber: RTRW Provinsi Papua Barat 2008-2028

2.1.1.4 Aspek Demografi

1. Sejak pertama kali dilaksanakan sensus penduduk pada Tahun 1971, Papua Barat mengalami pertumbuhan penduduk dengan oika kurva mirip distribusi logistik.

2. Data paling mutakhir jumlah penduduk Papua Barat tahun 2013 adalah sebesar 828.293 jiwa, yang terdiri dari 436.903jiwa penduduk laki-laki (52,75 persen) dan 391.390 jiwa penduduk perempuan (47,25 persen), Jumlah tersebut menjadikannya sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terkecil di Indonesia, kontribusinya hanya sekitar 3,31% terhadap total penduduk nasional.

3. Rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 3,41 %. Laju pertumbuhan penduduk Papua Barat adalah yang terbesar ke-empat di Indonesia setelah Provinsi Papua (5,39%), Provinsi Kepulauan Riau (4,95%), dan Provinsi Kalimantan Timur (3,81%). Pertumbuhan penduduk yang relative tinggi ini juga dipengaruhi tingkat migrasi masuk karena memiliki faktor penarik migran akibat SDA dan prospek ekonominya. Laju pertumbuhan penduduk paling tinggi di

Page 16: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

16

Kabupaten Sorong Selatan (5,41% per tahun) dan terendah adalah Kabupaten Tambrauw (0,38% per tahun)

4. Struktur penduduk Papua Barat dapat diketahui dari komposisi penduduk menurut kelompok umur. Dalam Gambar 2-4, piramida penduduk menggambarkan struktur penduduk yang dibagi ke dalam kelompok umur. Dari komposisi sebaran penduduk menurut kelompok umur tersebut piramida Papua Barat termasuk dalam piramida ekspansive atau muda. Hal ini tampak dari bentuk piramida penduduk dimana penduduk lebih terdistribusi ke dalam kelompok umur usia muda (kelahiran tinggi) atau piramida mempunyai alas yang lebar. Selain itu dilihat dari besarnya median umur, Provinsi Papua Barat pada tahun 2013 tergolong pada penduduk usia intermediate atau menengah karena memiliki median umur 24,42 tahun. Sesuai dengan kriteria penduduk usia menengah adalah bila median umur di suatu daerah berada pada rentang 20-30 tahun.

Gambar 2.4 Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat

Sumber: Papua Barat Dalam Angka BPS 2013

5. Sebaran penduduk Provinsi Papua Barat menurut kabupaten/kota masih dominan di dua daerah yaitu di Kota Sorong (25,58%) dan Kabupaten Manokwari (18,13%). Hampir setengah dari total penduduk Papua Barat tinggal di kedua daerah tersebut. Kota Sorong menjadi pintu gerbangnya Papua Barat dari ‘dunia luar’ karena terdapat Bandar Udara dan pelabuhan kapal besar sebagai pintu masuk penumpang dan barang dari dan ke Papua Barat maupun kabupaten lainnya di Papua Barat.

6. Kabupaten Manokwari semakin padat ketika Papua Barat dimekarkan dari Provinsi Papua dan Kabupaten Manokwari ditetapkan sebagai ibukota dan pusat pemerintahan Provinsi Papua Barat. Sebagai pusat pemerintahan, Kabupaten Manokwari aktif membangun, mulai dari fasilitas pemerintahan, akses transportasi, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur lainnya.

7. Jika dilihat dari kepadatan penduduknya, Papua Barat adalah provinsi dengan kepadatan terendah di Indonesia. Kepadatan penduduknya hanya 8,54 jiwa/Km2. Kepadatan penduduk tertinggi di Papua Barat berada di Kota Sorong sebesar

Page 17: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

17

38,79 jiwa/Km2 sementara kepadatan penduduk terendah adalah Kabupaten Tambrauw yaitu 2,58 jiwa/Km2.

8. Berdasarkan rasio jenis kelamin (sex ratio), jumlah penduduk laki-laki di Papua Barat lebih banyak dari pada penduduk perempuan. Sex ratio Papua Barat adalah sebesar 111,63 persen, artinya diantara 100 orang penduduk perempuan terdapat sekitar 111—112 orang penduduk laki-laki. Sex ratio tertinggi berada di Kabupaten Teluk Bintuni (123,89%) dan terendah di Kabupaten Pegunungan Arfak (98,80%).

9. Dependency ratio atau rasio ketergantungan Papua Barat mencapai 55,90 persen, artinya dari 100 orang yang masih produktif (15-64 tahun) harus menanggung beban hidup sekitar 55-56 orang yang belum produktif (0-14 tahun) dan tidak produktif (65 tahun keatas). Beban tanggungan perempuan lebih besar daripada laki-laki, terlihat dari rasionya yaitu 65,33% untuk laki-laki dan 66,92% untuk perempuan.

Tabel 2.7 Indikator Kependudukan Provinsi Papua Barat Tahun 2010-2013 Uraian 2010 2011 2012 2013

Jumlah Penduduk (jiwa) 760.422 789.013 816.280 828.293

Pertumbuhan Penduduk (%) 2,23 3,76 3,46 1,47

Sex Ratio (%) 111,98 111,86 111,74 111,63

Jumlah Rumah Tangga (ruta) 168.080 185.156 189.649 182,950

Rata-rata ART (jiwa/ruta) 4,52 4,26 4,30 4,53

Penduduk menurut kelompok umur (%)

0-14 34,13 34,15 31,90

15-64 64,22 64,20 66,17

65+ 1,65 1,65 1,94 Sumber: Papua Barat Dalam Angka, 2014.

Penduduk Asli Papua di Papua Barat

1. Jumlah penduduk asli Papua adalah 405.074 jiwa, terdiri dari 208.658 laki-laki dan 196.416 perempuan. Dengan demikian, jumlah penduduk non asli Papua sudah hampir berimbang dengan penduduk asli Papua dengan perbandingan 46,73% dan 53,27%.

2. Dari 405.074 jiwa penduduk asli Papua yang tinggal dalam 84.747 rumah tangga tersebut, 91,76% benar-benar penduduk asli Papua karena memiliki ayah dan ibu Papua. Sementara itu, yang memiliki ayah Papua atau ibu Papua saja sebesar 2,28% dan 2,12%.

3. Sex ratio Penduduk asli Papua 106,23%.

4. Penduduk asli Papua tersebar di seluruh kabupaten/kota di Papua Barat. Persentase penduduk asli Papua terbesar berada di Kabupaten Maybrat (96,04%) dan Kabupaten Tambrauw (95,67%). Sementara penduduk asli papua terkecil berada di Kabupaten Sorong (37,38%) dan Kota Sorong (32,56%).

5. Berdasarkan distribusinya, lebih dari seperempat penduduk asli Papua tinggal di Kabupaten Manokwari. Jumlahnya mencapai 107.857 jiwa (26,63%). Sedangkan Kota Sorong memberikan kontribusi terbesar kedua, yaitu 62.070 jiwa (15,32%). Kontributor terkecil penduduk asli papua adalah Kabupaten Tambrauw, yaitu 1,45%.

6. Struktur penduduk penduduk asli papua sangat berbeda dengan penduduk non asli papua. Pada piramida penduduk asli papua, penduduk usia muda sangat dominan karena dipengaruhi oleh tingkat fertilitas yang tinggi. Sedangkan struktur penduduk non asli papua didominasi oleh penduduk usia produktif, terutama 25-29 tahun.

7. Dependency ratio pada penduduk non asli papua hanya sebesat 47,27% sedangkan pada penduduk asli papua sebesar 64,07. Rendahnya dependency ratio pada penduduk non asli papua tidak lepas dari tingginya persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang mencapai 67,90, terutama disumbang oleh penduduk laki-laki.

Page 18: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

18

Tabel 2.8 Indikator Kependudukan Asli Papua dan Non Asli Papua di Provinsi Papua Barat

Uraian Penduduk Asli Papua Penduduk Non Asli Papua

Jumlah Penduduk (jiwa) 405.074 355.348 Laki-laki 208.658 193.740

Perempuan 196.416 161.608

Persentase Penduduk (%) 53,27 46,73

Sex Ratio (%) 106,23 119,88

Median Umur (th) 16,39 20,19

Dependency Ratio (%) 64,07 47,27

Penduduk menurut kelompok umur (%)

0-14 37,30 30,57

15-64 60,95 67,90

65+ 1,75 1,53

Jumlah Rumah Tangga 84.747 83.333 Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2011

2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat Aspek kesejahteraan masyarakat terdiri dari kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, serta seni budaya dan olahraga, dipaparkan sebagai berikut.

2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

1. Pertumbuhan PDRB

Dalam perkembangan PDRB Papua Barat, baik dari segi nilai tambah bruto maupun kontribusi sektoral memiliki kontribusi terhadap PDB Nasional sekitar 0,64% di Tahun 2012, yang berarti kapasitas perekonomian wilayah ini masih sebatas pada level lokal saja. Nilai absolut PDRB Papua Barat (harga konstan Tahun 2000) pada Tahun 2012 sebesar Rp. 13.780,12 miliar, naik menjadi Rp. 15.061,52 miliar pada Tahun 2013. Kenaikan ini sangat positif dan menunjukan perubahan yang signifikan terhadap pembangunan Provinsi Papua Barat.

Gambar 2.5 Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2000 Dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2009-2013

Keterangan: * = angka sementara **= angka sangat sementara Sumber: Papua Barat Dalam Angka 2012

Terkait dengan tingkat kesejahteraan, meskipun PDRB Provinsi Papua Barat memiliki laju pertumbuhan yang cukup baik namun prosentase tingkat kemiskinan Provinsi Papua Barat berada di posisi kedua nasional. Berbagai faktor berpengaruh atas kenaikan garis kemiskinan seperti kebijakan energi, kebijakan harga, kelancaran arus distribusi barang, kondisi alam dan lain-lain. Papua Barat tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh dari luar disamping dari internal wilayah ini sendiri. Garis kemiskinan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan karena perbedaan harga

Page 19: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

19

barang dan jasa antara Kota dan Desa dimana harga di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan.

PDRB Dengan Migas

a. Dalam kurun waktu tahun 2009-2013 kondisi perekonomian Papua Barat secara umum dapat dikatakan stabil memperlihatkan pertumbuhan yang tinggi dan menunjukkan percepatan setiap tahunnya. Namun pada tahun 2012 dan tahun 2013 laju pertumbuhan ekonomi Papua Barat mengalami perlambatan dibandingkan dua tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi mencapai 9,30 persen pada tahun 2013.

b. Pada tahun 2013, pertumbuhan tertinggi sebesar 12,66 persen dicapai oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan subsektor bank dengan pertumbuhan mencapai 18,77 persen dibandingkan tahun 2012 (10,66 persen). Selanjutnya diikuti sektor industri pengolahan yang mencapai pertumbuhan sebesar 12,19 persen dengan sumbangan pertumbuhan terbesar sekitar 5,60 persen terhadap kinerja pertumbuhan total Provinsi Papua Barat.

c. Secara umum, laju pertumbuhan ekonomi sektor pada tahun 2013 mengalami perlambatan pada lima sektor yaitu sektor pertambangan dan penggalian (0,19 persen), sektor industri pengolahan (12,19 persen), sektor bangunan (11,37 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi (10,22 persen) serta sektor jasa-jasa (8,69 persen) dibandingkan tahun 2012.

d. Sementara empat sektor lainnya mengalami pecepatan pertumbuhan (kinerja pertumbuhan yang lebih baik), yaitu sektor pertanian (3,52 persen), sektor listrik dan air bersih (9,02 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran (11,76 persen) serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (12,66 persen). Sektor industri pengolahan mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang tergolong sangat tinggi mulai tahun 2009 saat industri pengolahan gas alam cair (LNG) di Kabupaten Teluk Bintuni beroperasi, namun pertumbuhannya mengalami perlambatan dari tahun ke tahun hingga mencapai pertumbuhan ekonomi pada tahun 2012 sebesar 12,19 persen.

Tabel 2.9 Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha (Persen), Tahun 2009-2013

Keterangan : *Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014

Page 20: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

20

Tabel 2.10 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Menurut Penggunaan (Persen), Tahun 2008–2013

No Sektor 2008 2009 2010 2011 2012* 2013**

1 Konsumsi Rumah Tangga a. Makanan b. Bukan Makanan

10,57 10,96 9,73

6,18 6,85 4,74

6,43 6,17 7,00

9,78 9,42

10,54

8,45 6,50

12,61

8,12 6,43

11,54

2 Lembaga Swasta Nirlaba 5,30 19,91 5,57 7,40 3,97 17,33

3 Konsumsi Pemerintah 12,38 7,42 15,08 2,35 5,60 12,15

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto

3,04 4,90 7,73 10,86 14,86 17,81

5 Perubahan Stok -0,38 -10,58 -276,99 154,37 -197,28 -218,88

6 Ekspor a. Luar Negeri b. Antar Propinsi

-6,98 -8,98 -2,35

-12,34 -19,28 -23,63

70,03 111,17

3,79

54,49 62,15 11,48

21,66 25,09 -6,32

29,99 31,91 9,09

7 Dikurangi Impor -4,03 -23,74 3,80 8,91 71,62 11,90

a. Luar Negeri b. Antar Propinsi

-90,72 -2,35

-84,98 -23,63

29,59 3,79

2.352.72 7,85

186,84 70,43

-4,85 12,19

Keterangan : * angka sementara ** angka sangat sementara, Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014

Struktur Ekonomi a. Sektor-sektor utama perekonomian Papua Barat pada periode 2009- 2011

adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor pertambangan dan penggalian. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi lebih dari 60 persen PDRB Papua Barat. Namun pada tahun 2012-2013, ketiga sektor utama perekonomian Papua Barat adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor bangunan. Ketiganya memberikan kontribusi lebih dari 70 persen terhadap PDRB Papua Barat.

b. Kontribusi sektor pertanian mencapai 23,15 persen pada tahun 2009 dan pada tahun 2013 hanya memberikan kontribusi 11,65 persen. Sementara sektor industri pengolahan pada tahun 2009 memberikan kontribusi sebesar 28,06 persen. Pada tahun 2010 sektor industri pengolahan menjadi sektor utama bahkan kontribusinya mencapai lebih dari 50 persen mulai tahun 2011. Bahkan tahun 2013, kontribusi sektor ini mencapai 54,28 persen.

c. Selama kurun tahun 2009-2013, kontribusi sektor industri pengolahan memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tergolong kurang baik karena meski sektor industri pengolahan dominan dalam menggerakkan perekonomian Papua Barat, namun justru penggeraknya berasal dari industri pengolahan migas yang nilai tambahnya hanya dinikmati oleh penduduk di luar wilayah Papua Barat. Umumnya sektor pertanian yang lebih menyerap jumlah tenaga kerja dibandingkan sektorsektor lainnya. Namun demikian, kontribusi pertumbuhan sektor ini hanya sekitar 20-10 persen saja menopang perekonomian Papua Barat.

d. Sektor pertanian merupakan sektor yang banyak diusahakan oleh penduduk di Papua Barat sebagai sumber penghidupan. Demikian juga dengan kontribusi sektor pertambangan dan penggalian yang menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2009 sebesar 12,50 persen menjadi sebesar 5,69 persen pada tahun 2013.

Page 21: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

21

Gambar 2.6 Peranan Sektor Dominan Terhadap Penciptaan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

(persen), Tahun 2009-2013

Keterangan : * angka sementara ** angka sangat sementara Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014, BPS

Hal yang patut dicermati adalah sektor pertambangan dan penggalian tidak lagi termasuk tiga sektor utama penyumbang perekonomian Papua Barat pada tahun 2012 karena kontribusinya digeser oleh sektor bangunan serta perdagangan, hotel dan restoran. Sektor pertambangan dan penggalian bahkan turun peringkat secara signifikan menjadi urutan keenam setelah sektor jasa-jasa. Penurunan ini mungkin disebabkan kinerja pertambangan dan penggalian yang lebih rendah dibandingkan kedua sektor tersebut. Sementara sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa mencatat peningkatan kinerja pertumbuhan ekonomi selama tahun 2012- 2013.

PDRB Tanpa Migas

Pertumbuhan ekonomi tanpa migas yang tercipta pada tahun 2013 sebesar 7,83 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang tumbuh 12,66 persen. Kemudian diikuti oleh pertumbuhan di sektor perdagangan, hotel dan restoran 11,76 persen; sektor bangunan 11,37 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi 10,22 persen; sektor pertambangan dan penggalian 10,19 persen; sektor listrik dan air bersih 9,02 persen; sektor jasa-jasa 8,69 persen; sektor industri pengolahan 4,58 persen. Sementara sektor pertanian hanya tumbuh sebesar 3,52 persen. Kinerja pertumbuhan ekonomi tanpa migas Papua Barat selama tahun 2009-2013 dapat dilihat pada tabel 2-8.

Tabel 2.11 Laju Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas Menurut Lapangan Usaha (persen) Tahun 2009-2013 Keterangan : * angka sementara

Page 22: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

22

** angka sangat sementara Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014, BPS

a. Dalam rentang waktu empat tahun terakhir, tiga sektor utama yang mendominasi penciptaan PDRB tanpa migas di Papua Barat adalah sektor pertanian, sektor bangunan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi lebih dari 60% terhadap PDRB tanpa migas Papua Barat.

Tabel 2.12 Peranan Sektor Dominan terhadap Penciptaan PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku (persen) Tahun 2009-2013

Keterangan : * angka sementara ** angka sangat sementara Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2014

b. Besarnya sumbangan dari sektor pertanian pada tahun 2013 mencapai 26,31

persen. Sedangkan pada tahun 2009 sektor pertanian menyumbang 34,64 persen. Sementara terdapat enam sektor yang mengalami peningkatan kontribusi pada tahun 2013 dibandingkan keadaan tahun 2012, yaitu sektor pertambangan dan penggalian (1,76 persen), listrik dan air bersih (0,67 persen), bangunan (17,47 persen), perdagangan, hotel dan restoran (15,59 persen), pengangkutan dan komunikasi (10,72 persen), serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (4,47 persen).

2. Laju Inflasi Provinsi a. Indeks Harga Konsumen (IHK) Papua Barat tahun 2013 sebesar 163,94%

artinya terjadi kenaikan harga secara umum sebesar 63,94% dibandingkan dengan harga tahun dasar 2007, atau dengan kata lain, harga secara umum saat ini hampir satu setengah kali lebih mahal daripada Tahun 2007. Selama Tahun 2011-2013, inflasi lebih banyak terjadi daripada deflasi. Bila mencermati fluktuasi yang ada, tampaknya perkembangan harga belum terkontrol dengan baik. Sepanjang 36 bulan tersebut, hanya 16 kali terjadi penurunan IHK (deflasi), 20 bulan lainnnya terjadi kenaikan IHK (inflasi).

b. Selama Januari 2011 – Juni 2013 inflasi gabungan tertinggi sebesar 3,86% yang terjadi di Agustus 2013. Sedangkan deflasi terendah terjadi di Maret 2011 sebesar -0,70%.

c. Inflasi Tahun 2012 tercatat 4,99%. Penyumbang inflasi terbesar dari kelompok pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 6,98%. Inflasi

Page 23: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

23

kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar memiliki tingkat inflasi terendah, yaitu 2,09. Sampai bulan Juli pada Tahun 2013 inflasi terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran.

d. Laju inflasi perdesaan Tahun kalender Tahun 2012 sebesar 27,51%, lebih tinggi dari Tahun 2011 sebesar 5,55%. Berarti tingkat kenaikan harga di Tahun 2012 lebih tinggi dibandingkan Tahun 2011.

e. Selama Januari 2011 - September 2013 Laju inflasi Tahun Kalender gabungan tertinggi sebesar 10,97% yang terjadi di Agustus 2013. Sedangkan deflasi terendah terjadi di April 2011 sebesar -1,59%.

f. Inflasi Tahun 2012 tercatat 4,99%. Penyumbang inflasi terbesar dari kelompok pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 6,98%. Inflasi kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar memiliki tingkat inflasi terendah, yaitu hanya 2,09%. Pada Tahun 2012 inflasi terjadi pada seluruh kelompok pengeluaran.

g. Inflasi Tahun 2013 turun menjadi 0,91%. Penyumbang inflasi terbesar dari kelompok pengeluaran bahan makanan, yaitu sebesar 1,68%. Inflasi kelompok pengeluaran sandang memiliki tingkat deflasi, yaitu sebesar -0,14%.

h. Laju inflasi perdesaan Tahun kalender Tahun 2013 sebesar 50,59%, lebih tinggi dari Tahun 2012 sebesar 27,51%. Berarti tingkat kenaikan harga di Tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan Tahun 2012.

3. Indeks Gini Bila diperbandingkan, diperoleh fakta bahwa gini ratio tahun 2010-2013

di Provinsi Papua Barat ketimpangan distribusi pendapatan umumnya semakin meningkat. Hal ini dijelaskan oleh nilai koefisien gini ratio yang cenderung mengalami peningkatan dari 0,37 di tahun 2010 menjadi 0,39 di tahun 2011. Pada tahun 2012 koefisien gini ratio kembali meningkat menjadi 0,42 sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan sehingga menjadi 0,41.

4. Tingkat Pemerataan Pendapatan Menurut Bank Dunia

Tingkat kemerataan pendapatan menurut Bank Dunia dengan mengelompokkan menjadi 40 persen penduduk berpendapatan rendah, 40 persen penduduk berpendapatan menengah dan 20 persen penduduk berpendapatan teratas juga menggambarkan kondisi yang serupa. Ketidakmerataan pendapatan terutama terjadi pada kelompok 40 persen penduduk berpendapatan rendah dan 20 persen berpendapatan teratas. Pada tahun 2013 pada kelompok berpendapatan rendah, distribusi pendapatan yang semestinya diterima 40 persen penduduk ternyata hanya 16,03 persen. Sementara pada kelompok penduduk dengan pendapatan teratas yang semestinya menerima distribusi pendapatan sebesar 20 persen ternyata pada kelompok ini menikmati 48,38 persen dari total pendapatan.

2.1.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial

1. Pendidikan

Angka melek huruf (AMH) Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Provinsi Papua Barat tahun 2013 mencapai 94,14 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi tahun 2013 dan 2012 masing-masing sebesar 93,74 persen dan

Page 24: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

24

93,39 persen. Selama tahun 2010-2013 angka melek huruf Papua Barat mengalami peningkatan 0,40 persen, sedangkan selama periode 2011- 2013 meningkat sebesar 0,75 persen. Berdasarkan Tabel 4.2, diperoleh informasi bahwa selama kurun waktu tiga tahun Kota Sorong memiliki angka melek huruf tertinggi diantara kabupaten lainnya, yaitu sebesar 99,14 persen; 99,69 persen; dan 99,71 persen. Angka melek huruf Kota Sorong mengalami stagnasi karena AMH Kota Sorong sudah tergolong dalam AMH tinggi sehingga sangat sulit untuk mengalami peningkatan. Hal ini seringkali disebabkan angka buta huruf terjadi pada penduduk usia lanjut yang sudah enggan untuk belajar membaca dan menulis huruf latin maupun huruf lainnya.

Tabel 2.13 Perkembangan Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2011- 2013

Sumber: Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014 Sementara angka melek huruf terendah selama kurun waktu dua tahun berada di Kabupaten Tambrauw, yakni masing-masing sebesar 77,33 persen (2011) dan 77,38 persen (2012), sedangkan angka melek huruf terendah di tahun 2013 ada pada Kabupaten Pegunungan Arfak (74,89). Selain rendah, angka melek huruf Kabupaten Pegunungan Arfak juga tertinggal jauh dengan kabupaten/kota lainnya. Jarak terdekat AMH adalah dengan Kabupaten Manokwari Selatan, itupun dengan selisih 2,56 persen. Diperlukan usaha keras untuk mengejar ketertinggalan ini, karena dengan gap 2,56 persen mungkin butuh waktu beberapa tahun untuk mencapainya. Rendahnya angka melek huruf di kabupaten ini diduga oleh minimnya fasilitas pendidikan dan tenaga pendidikan, serta sulitnya akses transportasi ke pemukiman penduduk yang sebagian besar masih tinggal di daerah terpencil.

a. AMH Menurut Jenis Kelamin Angka melek huruf penduduk laki-laki tahun 2012 sebesar 98,30 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi tahun 2011 yaitu sebesar 95,82 persen. Angka melek huruf penduduk laki-laki kembali mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 98,32 persen terhadap tahun 2012, atau mengalami peningkatan sebesar 0,02 persen. Angka melek huruf menurut jenis kelamin dapat dilihat pada gambar 2.7.

Page 25: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

25

Gambar 2.7 Perkembangan Angka Melek Huruf Menurut Jenis Kelami Provinsi Papua Barat Tahun 2011 - 2013

Sumber: Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Angka melek huruf perempuan selalu lebih rendah dari angka melek huruf penduduk laki-laki namun menunjukkan tren yang sama dengan penduduk laki-laki. Angka melek huruf perempuan tahun 2013 meningkat sebesar 1,16 persen menjadi 93,95 persen dibandingkan tahun 2012.

b. Angka Buta Huruf Sebaran kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya menurut kabupaten/kota dan angka buta huruf dapat dilihat pada Tabel 2.11 Secara agregat, kemampuan membaca huruf latin, huruf arab dan huruf lainnya berturut-turut adalah 95,92 persen; 19,08 persen; dan 1,29 persen. Kemampuan penduduk membaca huruf latin tertinggi berada di Kota Sorong yakni sebesar 99,39 persen dan yang terendah berada di Kabupaten Tambrauw sebesar 74,58 persen.

Tabel 2.14 Persentase Kemampuan Penduduk Usia 10 Tahun Keatas membaca Huruf Latin, Huruf Arab, Huruf Linnya dan Angka Buta Huruf Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Page 26: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

26

Angka buta huruf diperoleh dari banyaknya penduduk berusia 10 tahun keatas yang tidak mampu membaca huruf latin dan atau huruf lainnya dibagi dengan jumlah penduduk usia 10 tahun keatas atau seratus persen jumlah penduduk dikurangi dengan persentase angka melek huruf maka diperoleh angka buta huruf. Pada angka buta huruf batasan umur yang digunakan juga penduduk yang berumur 10 tahun keatas. Namun angka buta huruf juga dapat dihitung untuk penduduk diatas 15 tahun atau sesuai dengan kebutuhan analisis. Angka buta huruf penduduk usia 10 tahun keatas tertinggi terjadi di Kabupaten Tambrauw yaitu sebesar 25,42 persen. Sementara angka buta huruf terendah berada di Kota Sorong yaitu sebesar 0,61 persen. Sementara angka buta huruf penduduk usia 10 tahun keatas secara umum di Papua Barat adalah 4,00 persen.

c. Rata-rata lama sekolah Rata-rata lama sekolah menunjukkan jenjang pendidikan yang telah dicapai oleh penduduk umur 15 tahun keatas.

Gambar 2.8 Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Papua Barat Tahun 2008 - 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Berdasarkan Gambar 2.8, rata-rata lama sekolah Provinsi Papua Barat terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun keatas sebesar 8,53 tahun atau mengalami peningkatan dari tahun 2012 dan 2011 yakni sebesar 8,45 tahun dan 8,26 tahun. Rata-rata lama sekolah Provinsi Papua Barat tahun 2013 sebesar 8,53 artinya rata-rata penduduk Provinsi Papua Barat baru mampu menempuh pendidikan sampai kelas 2 SLTP atau putus sekolah di kelas 3 SLTP.

d. Angka Partisipasi Sekolah (APS) APS penduduk usia 7-12 tahun mengalami peningkatan dari 94,38 persen di tahun 2011 menjadi 95,56 persen di tahun 2012. APS pada usia ini kembali meningkat menjadi 95,58 persen di tahun 2013. Kondisi yang sama terjadi

Page 27: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

27

pada penduduk usia 13-15 tahun. Pada kondisi ini APS mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2012 yaitu dari 88,59 persen menjadi 91,65 persen. Di tahun 2013 APS di usia ini kembali mengalami peningkatan menjadi 92,81 persen. Tren yang selaras terjadi pada APS penduduk usia 16-18 tahun dan 19-24 tahun dengan APS usia 7-12 tahun, kedua kelompok umur ini juga terus mengalami peningkatan angka APS dan mempunyai kesamaan pola pergerakan. APS Penduduk usia 16-18 mengalami peningkatan dari 65,40 persen di tahun 2011 menjadi 67,18 persen di tahun 2012. Kemudian kembali mengalami peningkatan di tahun 2013 menjadi 72,04 persen. APS penduduk usia 19-24 tahun mengalami peningkatan dari 18,31 persen di tahun 2011 menjadi 19,90 persen di tahun 2012, di tahun 2013 APS usia 19-24 mengalami peningkatan cukup signifikan menjadi 24,00 persen.

Gambar 2.9 Angka Partisipasi Sekolah (APS) meurut Kelompok Umur di Provinsi Papua Barat Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Pada tahun 2013, APS penduduk usia 7-12 tahun mencapai 95,58 persen berarti masih ada sekitar 4,42 persen penduduk usia 7-12 tahun yang tidak dapat mengenyam pendidikan atau telah putus sekolah. Demikian pula pada penduduk usia 13-15 dan 16-18 persen, terdapat 7,19 persen dan 27,96 persen pada kelompok umur tersebut yang tidak melanjutkan sekolahnya. Sementara pada penduduk usia 19-24 hanya 24,00 persen saja yang melanjutkan sekolah. Peningkatan APS penduduk usia 7-12, 13-15, 16-18, dan 19-24 mengindikasikan bahwa partisipasi penduduk untuk bersekolah SD/MI/sederajat, SLTA/MA/sederajat, dan perguruan tinggi mengalami peningkatan. Tren peningkatan ini memberikan optimisme bahwa angka APS untuk semua jenjang kelompok umur akan terus mengalami peningkatan di masa mendatang.

Page 28: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

28

e. Angka Partisipasi Kasar (APK) Secara agregat, di tahun 2013 terjadi peningkatan APK di jenjang pendidikan SD/MI, SLTA/MA, dan perguruan tinggi dibandingkan dengan tahun 2012, sedangkan pada jenjang pendidikan SLTP/MTs mengalami penurunan APK. Khusus untuk jenjang pendidikan SD/MI memang terjadi kenaikan APK, tetapi hal ini justru merupakan sesuatu hal yang kurang baik karena nilai APK pada jenjang pendidikan SD/MI berada semakin jauh diatas angka 100 persen. Jadi APK SD/MI turun semakin mendekati angka 100 persen, artinya bahwa penduduk yang bersekolah SD/MI semakin mendekati usia sekolah yang tepat pada jenjang pendidikan tersebut (7-12 tahun). Semakin jauh diatas 100 persen maka semakin besar penduduk yang bersekolah pada jenjang pendidikan tersebut berada diluar range usia pada jenjang pendidikan yang sedang dijalani.

Tabel 2.15 Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut Kabupaten/Kota dan Jenjang Pendidikan Tahun 2011-2013 Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

APK SD tahun 2013 sebesar 105,27 persen artinya masih terdapat penduduk diluar usia sekolah SD/MI (7-12 tahun) yang sedang bersekolah SD/MI karena APK berada diatas 100 persen. Dengan kata lain, jika semua penduduk diusia 7-12 tahun bersekolah maka akan ada sekitar 5 persen siswa yang sedang bersekolah SD/MI berada diluar usia sekolah SD/MI (7-12 tahun) Menurut data Susenas 2013, APK SD/MI seluruh kabupaten/kota di Papua Barat berada diatas 100 persen. Kabupaten Fak-Fak adalah APK SLTP/MTs Papua Barat tahun 2012 sebesar 90,95 persen mengalami penurunan menjadi 87,71 persen pada tahun 2013, setelah sebelumnya mengalami peningkatan dari 87,73 persen di tahun 2011. APK SLTP/MTs sebesar 87,71 persen mengandung arti banyaknya penduduk yang sedang bersekolah di SLTP/MTs hanya sebesar 87,71 persen diantara penduduk berumur 13-15 tahun, selebihnya tidak sedang menempuh pendidikan, oleh

Page 29: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

29

karena putus sekolah, masuk kedalam usia sekolah lainnya, atau alasan lainnya untuk tidak melanjutkan sekolah. Distribusi APK SLTP/MTs menurut kabupaten/kota menunjukkan bahwa Kabupaten Maybrat memiliki APK yang tertinggi dibandingkan dengan kabupaten lainnya yakni sebesar 108,95 persen. Kabupaten Teluk Wondama memiliki APK SLTP/MTs terendah yaitu sebesar 65,13, artinya lebih dari sepertiga diantara penduduk usia 13-15 tahun sedang tidak bersekolah di SLTP/MTs karena putus sekolah atau sebab lainnya.

f. Angka Partisipasi Murni (APM) Angka partisipasi murni Provinsi Papua Barat tahun 2013 mengalami peningkatan di semua level pendidikan dibandingkan tahun 2012. APM SD/MI meningkat menjadi 89,94 persen pada tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 88,97 persen. APM SD/MI sebesar 89,94 persen mempunyai makna sekitar 89-90 orang diantara 100 penduduk usia 7-12 tahun sedang bersekolah SD/MI dan tepat berumur 7-12 tahun. APM SLTP/MTs meningkat menjadi 60,99 persen di tahun 2013 setelah pada tahun sebelumnya sebesar 59,76 persen. APM SLTP/MTs jauh lebih kecil dibandingkan dengan APM SD/MI hal ini memberikan gambaran bahwa jumlah penduduk usia 13-15 tahun yang ikut berpartisipasi sekolah SLTP/MTs dibandingkan dengan penduduk yang berpartisipasi sekolah SD/MI pada usia 7-12 tahun menurun tajam atau dengan kata lain banyak penduduk yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP/MTs pada penduduk berusia 13-15 tahun maupun putus sekolah disaat SLTP/MTs.

Tabel 2.16 Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Kabupaten/Kota dan Jenjang Pendidikan Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Page 30: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

30

APM SLTA//MA tahun 2013 hanya mencapai 54,20 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi tahun 2012 yang semula sebesar 46,46 persen. Pada jenjang pendidikan ini, APM-nya juga lebih rendah dari APM SLTP/MTs. Artinya tingkat partisipasi penduduk usia 16-18 tahun yang bersekolah SLTA/MA tepat pada umur 16-18 tahun lebih rendah dibandingkan partisipasi penduduk usia 13-15 tahun yang bersekolah SLTP/MTs tepat pada usia 13-15 tahun. Dapat diartikan pula proporsi penduduk yang berusia 16-18 tahun untuk melanjutkan sekolah di SLTA/MA lebih kecil dibandingkan dengan proporsi penduduk usia 13-15 tahun untuk melanjutkan pendidikan SLTP/MTs. Kecenderungan yang terlihat dari APM untuk jenjang pendidikan SD sampai dengan perguruan tinggi adalah bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh seseorang maka tingkat partisipasinya semakin rendah. Dengan demikian dapat diartikan pula semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh maka angka putus sekolahnya semakin besar. Berdasarkan sebarannya menurut kabupaten/kota, APM tertinggi untuk jenjang pendidikan SD/MI berada di Kabupaten Sorong yaitu sebesar 94,12 persen; APM SLTP/MTs berada di Kabupaten Maybrat sebesar 74,98 persen; APM SLTA/MA di Kabupaten Fak-Fak sebesar 75,61 persen; dan APM Perguruan Tinggi berada di Kabupaten Manokwari sebesar 34,73 persen. Tren perkembangan APM untuk semua jenjang pendidikan memang mengalami peningkatan, namun angka APM untuk jenjang pendidikan SLTP/MTs keatas masih relatif rendah. Apalagi gap antara APM SD/MI dengan SLTP/MTs dan APM SLTA/MA dengan APM perguruan tinggi terlalu jauh. Hal ini menginformasikan bahwa siswa putus sekolah terbesar terjadi ketika siswa menyelesaikan pendidikan SD/MI dan SLTA/MA ke jenjang pendidikan selanjutnya.

g. Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Secara umum di Papua Barat masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah dapat dilihat pada Tabel 2.14

Tabel 2.17 Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Provinsi Papua Barat Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Page 31: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

31

Hal ini tampak pada besarnya persentase penduduk yang berpendidikan SD kebawah. Pada tahun 2013 persentase penduduk yang berpendidikan SD kebawah hampir dari separuh penduduk berusia 10 tahun di Papua Barat atau sebesar 48,16 persen. Persentase penduduk yang berpendidikan dibawah SD mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu menjadi 23,46 persen. Sementara penduduk yang berpendidikan SLTA keatas pada tahun 2013 adalah sebesar 33,51 persen dengan rincian 24,26 persen berpendidikan SLTA/sederajat dan 9,25 persen berpendidikan perguruan tinggi. Kondisi penduduk yang berpendidikan SLTA keatas pada tahun 2013 menurun dibandingkan dengan tahun 2012. Pada tahun 2012 penduduk yang berpendidikan SLTA keatas 37,25 persen (27,03 persen berpendidikan SLTA dan 10,22 persen berpendidikan perguruan tinggi) atau mengalami penurunan sebesar 3,74 persen. Kondisi ini menandakan terdapat penurunan kualitas pendidikan dengan meningkatnya persentase pendidikan rendah dan menurunnya persentase pendidikan tinggi. Kualitas pendidikan dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan menurut sebaran kabupaten/kota menunjukkan bahwa Kota Sorong memiliki kualitas sumber daya manusia dengan tingkat pendidikan tertinggi yang paling baik. Kota Sorong mempunyai persentase penduduk dengan pendidikan SLTA keatas terbesar diantara kabupaten lainnya, yaitu sebesar 49,08 persen. Disamping itu, Kota Sorong juga memiliki persentase penduduk yang berpendidikan SD kebawah yang paling kecil yaitu hanya 29,69 persen. Disisi lain, Kabupaten Tambrauw menjadi kabupaten dengan kualitas pendidikan sumber daya manusia paling rendah diantara kabupaten/kota lainnya. Persentase penduduk yang berpendidikan rendah di Kabupaten Tambrauw mencapai 79,95 persen dengan rincian 59,68 persen tidak punya ijazah (tidak pernah sekolah/tidak tamat SD) dan 20,26 persen hanya tamatan SD. Sedangkan persentase penduduk yang berpendidikan tinggi (SLTA keatas) terendah juga terdapat di Kabupaten Kabupaten Tambrauw yaitu hanya 10,23 persen.

2. Kesehatan a. Secara umum angka harapan hidup di masing-masing daerah selalu

mengalami kemajuan. Dapat dilihat pada Tabel 2.15, di tahun 2013 angka harapan hidup Provinsi Papua Barat mencapai 69,14 tahun artinya rata-rata penduduk Provinsi Papua Barat dapat menjalani hidup selama 69 tahun. Angka harapan hidup tertinggi berada di Kota Sorong sebesar 72,80 tahun dan angka harapan hidup terendah di Kabupaten Tambrauw sebesar 66,48 tahun. Kemajuan angka harapan hidup dapat digambarkan dengan membandingkannya antar tahun. Perkembangan angka harapan hidup tahun 2021-2013 Papua Barat tercatat tidak mengalami peningkatan maupun penurunan selama satu tahun. Peningkatan angka harapan hidup tertinggi terjadi di Kota Sorong sebesar 0,28 tahun dalam waktu satu tahun. Kabupaten Tambrauw tidak mengalami perubahan dalam waktu satu tahun. Perkembangan angka harapan hidup di Papua Barat di tahun 2011-2013 mengalami peningkatan sebesar 0,33 tahun selama dua tahun. Peningkatan tertinggi AHH untuk dua tahun terakhir terjadi di Kabupaten Raja Ampat sebesar 0,57 tahun, sedangkan Kabupaten Tambrauw memiliki kemajuan peningkatan AHH terkecil yaitu sebesar 0,17 tahun.

Page 32: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

32

Tabel 2.18 Angka Harapan Hidup Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2011-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Perkembangan angka harapan hidup per tahun di Papua Barat tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam satu periode jangka waktu satu tahun. Hal ini berarti bahwa kondisi angka kematian bayi (infant mortality rate) di Papua Barat termasuk dalam kategori Hardrock, artinya dalam waktu satu tahun penurunan angka kematian bayi yang tajam sulit terjadi. Sehingga implikasinya adalah angka harapan hidup yang dihitung berdasarkan harapan hidup waktu lahir menjadi lambat untuk mengalami kemajuan. Hal ini terlihat dari perkembangan angka harapan hidup yang tidak melebihi satu digit dalam kurun waktu satu tahun. Kondisi tersebut juga terjadi untuk kondisi nasional, penurunan angka kematian bayi terjadi secara gradual bahkan mengarah melambat.

b. Ditahun 2013, selisih tertinggi dari rata-rata anak lahir hidup dengan rata-rata anak masih hidup berada pada kelompok usia wanita antara umur 45-49 tahun yaitu sebesar 0,47 poin, dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Rata-rata Anak Lahir Hidup dan Masih Hidup Menurut Kelompok Wanita Usia Subur di Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Page 33: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

33

Jadi resiko kematian terbesar berada kelompok wanita yang berada pada usia 45-49 tahun. Sedangkan selisih dari rata-rata anak lahir hidup dan masih hidup secara keseluruhan hanya 0,24 poin.

c. Status gizi buruk pada balita di Papua Barat tahun 2013 tercatat mencapai 11,9 persen, sedangkan gizi kurang mencapai 19,0 persen. Angka ini masih diatas angka nasional yang hanya mencapai 5,7 persen dan 13,9 persen. Sementara status gizi normal dan lebih sebesar 69,1 persen atau masih berada dibawah angka nasional yang mencapai 80,4 persen

3. Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin Provinsi Papua Barat (September) tahun 2013 mengalami peningkatan dibandingkan dengan (Maret) tahun 2013 yaitu menjadi sebesar 234,23 ribu jiwa (27,14 persen) dari 224,27 ribu jiwa (26,67 persen). Meskipun persentase penduduk miskin tidak mengalami peningkatan yang signifikan, namun persentase penduduk miskin Papua Barat masih berada pada peringkat kedua kemiskinan di Indonesia. Tingginya jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat ini terutama terkonsentrasi di daerah perdesaan mencapai 221,38 ribu jiwa (94,51 persen) dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan hanya sebesar 12,85 ribu jiwa (5,49 persen) dari total penduduk miskin. Garis kemiskinan, jumlah dan persentase penduduk miskin dapat dilihat pada Tabel 2.16

Tabel 2.19 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Buku Papua Barat Dalam Angka 2014

Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 0,65% di Tahun 2012 (September) menjadi 0,62% di Tahun 2013 (September) dan Indeks Keparahan Kemiskinan juga mengalami penurunan dari 0,15% di Tahun 2012 (September) menjadi 0,12% di Tahun 2013 (September). Penurunan kedua indeks kemiskinan

Page 34: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

34

mengandung makna bahwa kondisi kemiskinan di Papua Barat semakin membaik. Artinya rata-rata pendapatan penduduk miskin dengan garis kemiskinan semakin dekat dan ketimpangan pendapatan antar penduduk miskin semakin rendah. Dapat dilihat pada Tabel 2.17.

Tabel 2.20 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Papua Tahun 2012-2013

Sumber : Buku Papua Barat Dalam Angka 2014

4. Kesempatan Kerja a. Dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 2007- 2013 mencapai 16,79

persen dan laju pertumbuhan kesempatan kerja sebesar 0,87 persen, elastisitas kesempatan kerja Papua Barat hanya mencapai 0,05 persen. Artinya bahwa setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi satu persen hanya akan menciptakan kesempatan kerja sebesar 0,05 persen.

b. Angkatan kerja Tahun 2013 meningkat menjadi 370.750 orang dari 361.597 orang di Tahun 2012 dan 369.619 orang di Tahun 2011. Pada periode 2011-2013, peningkatan angkatan kerja diikuti oleh peningkatan penduduk yang bekerja namun jumlah penduduk yang menganggur justru juga mengalami peningkatan. Jumlah penduduk bekerja meningkat dari 341.741 orang di Tahun 2012 menjadi 353.619 orang di Tahun 2013. Sementara jumlah penganggur menurun dari 19.858 orang di Tahun 2012 menjadi 17.131 orang di Tahun 2013.

2.1.3 Aspek Pelayanan Umum

Pelayanan umum merupakan segala bentuk jasa pelayanan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Page 35: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

35

Secara umum penjelasan mengenai pelayanan umum terbagi kedalam dua urusan pokok yang terkait dengan layanan urusan wajib dan layanan urusan pilihan.

2.1.3.1 Fokus Layanan Urusan Wajib

1. Pendidikan a. Pada tahun 2013, APS usia 7-12 tahun mencapai 95,58 persen, berarti masih

ada 4,42 persen penduduk usia 7-12 tahun yang tidak mengenyam pendidikan atau telah putus sekolah. Dekimikan penduduk usia 13-15 dan 16-18 persen, terdapat 7,19 persen dan 27,96 persen pada kelompok umur tersebut yang tidak melanjutkan sekolahnya. Sementra pada penduduk usia 19-24 tahun hanya 24,00 persen saja yang melanjutkan sekolah.

b. Rasio Siswa/Guru: Untuk jenjang pendidikan SD, rasio siswa/guru pada tahun 2011 mencapai 22 siswa, pada tahun 2012 mencapai 20 siswa dan pada tahun 2013 mencapai 22 siswa.

c. Untuk jenjang pendidikan SLTP, rasio siswa/guru pada tahun 2011 mencapai 15 siswa, pada tahun 2012 mencapai 14 siswa dan pada tahun 2013 mencapai 16 siswa

d. Untuk jenjang pendidikan SLTA, rasio siswa/guru tetap pada tahun 2011 mencapai 13 siswa, pada tahun 2012 mencapai 12 siswa dan pada tahun 2013 terjadi penurunan menjadi 11 siswa.

e. Untuk jenjang pendidikan SD, rasio siswa/sekolah pada tahun 2011 mencapai 141 siswa per sekolah, tahun 2012 134 siswa per sekolah dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan mencapai 145 siswa per sekolah.

f. Untuk jenjang pendidikan SLTA, rasio siswa/sekolah pada tahun 2011 mencapai 209 siswa per sekolah, pada tahun 2012 terjadi penurunan menjadi 195 siswa per sekolah dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan mencapai 197 siswa per sekolah.

g. Untuk jenjang pendidikan SLTP, rasio siswa/sekolah pada tahun 2011 mencapai 168 siswa per sekolah, pada tahun 2012 terjadi penurunan menjadi 160 siswa per sekolah dan pada tahun 2013 terjadi peningkatan mencapai 163 siswa per sekolah.

2. Kesehatan a. Rumah Sakit,

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang menyediakan berbagai pelayanan kesehatan. Distribusi penyebaran rumah sakit diharapkan mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan Gambar 2.11, ditunjukkan bahwa dari 13 kabupaten/kota di Papua Barat pada tahun 2013, belum semua kabupaten memiliki fasilitas rumah sakit, seperti di Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Maybrat.

Page 36: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

36

Gambar 2.11 Jumlah Rumah Sakit yang Telah Beroperasi dan Rasio Penduduk Rumah Sakit Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat tahun 2013, ketersediaan rumah sakit milik pemerintah mengalami peningkatan jumlah dari 4 unit rumah sakit di tahun 2007 menjadi 9 unit rumah sakit, sedangkan rumah sakit TNI mengalami penambahan dari 2 unit pada tahun 2007 menjadi 4 unit rumah sakit di tahun 2011. Rumah sakit swasta dari tahun 2007 hingga 2012 tidak mengalami perubahan dalam segi kuantitas. Sedangakan pada tahun 2013, rumah sakit swasta menurun menjadi 3 unit. Jika dibandingkan jumlah penduduk, maka pada tahun 2013 dapat dikatakan bahwa 16 rumah sakit di Papua Barat harus melayani 828.293 penduduk. Hal ini juga berarti bahwa satu rumah sakit melayani sebanyak 51.768 penduduk. (Lihat Gambar 2.12.).

Gambar 2.12 Jumlah Rumah Sakit Menurut Jenisnya di Provinsi Papua Barat Tahun 2008-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Page 37: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

37

b. Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes dan Posyandu

Puskesmas di Papua Barat terdistribusi paling banyak di Kabupaten Manokwari, yaitu 24 puskesmas, sedangkan yang paling sedikit adalah Kabupaten Tambrauw, yaitu lima buah puskesmas. Ketersediaan fasilitas kesehatan yang paling banyak ada di Kabupaten Manokwari dibandingkan dengan daerah lain, yaitu terdapat 24 puskesmas, 53 Puskesmas Pembantu, 43 polindes, dan 250 posyandu. Mengingat Kabupaten Manokwari dan kabupaten lainnya di Papua Barat memiliki kondisi geografis yang relatif sulit dengan infrastruktur angkutan darat yang belum seluruhnya terhubung dengan baik, serta biaya transportasi yang mahal, maka salah satu pilihan yang tepat adalah dengan mobile clinic seperti yang diagendakan dalam rencana aksi percepatan pembangunan Papua Barat.

Tabel 2.21 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes dan Posyandu di Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Lain halnya dengan Kabupaten Manokwari, Kota Sorong, sebagai kota besar di Papua Barat hanya memiliki 6 Puskesmas, 31 Puskesmas Pembantu, 5 polindes dan 89 posyandu. Dilihat dari jumlah penduduk, Kota Sorong memiliki penduduk sebanyak 211.840 penduduk di tahun 2013 yang tidak jauh beda dengan Kabupaten Manokwari yang berjumlah 150.179 jiwa. Sedikitnya fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, Pustu, dan Posyandu tidak terlalu bermasalah, hal ini dikarenakan Kota Sorong memiliki rumah sakit dalam jumlah yang memadai sebagai sarana kesehatan yang dipilih oleh masyarakat untuk berobat. Disamping itu kondisi wilayah yang terkonsentrasi membuat penduduk akan dengan mudah menemukan tempat-tempat pelayanan kesehatan baik berupa rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu maupun polindes.

c. Tenaga Kesehatan

Jumlah dokter dalam suatu wilayah tertentu menentukan tingkat pelayanan kesehatan. Rasio antara jumlah dokter yang tersedia dengan jumlah penduduk yang membutuhkan layanan kesehatan idealnya proporsional. Semakin besar rasio penduduk terhadap dokter maka semakin banyak penduduk yang harus dilayani. Implikasinya adalah semakin besar jumlah

Page 38: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

38

penduduk yang akan tidak terlayani atau semakin sulit masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari dokter. Jika diperhatikan dari jumlah penduduk Papua Barat tahun 2013 dan jumlah dokter yang tersedia, maka rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter di Papua Barat adalah sebesar 7.599, atau mengandung makna bahwa satu dokter rata-rata melayani sekitar 7.599 orang. (dapat dilihat pada tabel 2.19)

Tabel 2.22 Jumlah Dokter Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Tahun 2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Jumlah dokter di Papua Barat mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, distribusinya pun belum tersebar dengan alokasi yang baik. Data sementara menunjukkan rasio penduduk terhadap jumlah dokter tahun 2013 meningkat menjadi 7.599 dibandingkan dengan 3.459 ditahun 2012, jika dilihat periode beberapa tahun sebelumnya menunjukkan peningkatan rasio. Artinya terjadi coverage yang lebih buruk dalam hal akan tertanganinya penduduk dengan peningkatan jumlah dokter dimana jumlah penduduk juga mengalami peningkatan. Rasio penduduk terhadap dokter tertinggi berada di Kabupaten Teluk Bintuni, dimana seorang dokter harus melayani sekitar 14.149 penduduk. Besarnya rasio tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten Fakfak yang memiliki rasio terkecil yaitu sebesar 4.431 penduduk per seorang dokter. Kabupaten Raja Ampat juga memiliki rasio penduduk terhadap dokter tertinggi kedua. Coverage tanggungan seorang dokter di Kabupaten Raja Ampat memang besar, ditambah dengan kondisi geografisnya yang merupakan wilayah kepulauan akan semakin menyulitkan masyarakat untuk menjangkau pelayanan kesehatan. Sedangkan hanya Kabupaten Tambrauw dan Maybrat yang tidak memiliki dokter dan memiliki karakter wilayah terpencil dengan akses transportasi yang sulit pula sehingga tidak seluruh wilayah tersebut dapat terjangkau pelayanan kesehatan. Dampaknya adalah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan oleh dokter harus menuju kabupaten terdekat yang memiliki dokter yaitu Kabupaten Sorong. Terpenuhinya kebutuhan penduduk akan dokter dan tenaga kesehatan lainnya tidak hanya masalah jumlah, namun juga

Page 39: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

39

distribusinya merata disetiap kabupaten sampai ke wilayah terpencil sekalipun.

3. Lingkungan Hidup

Hasil Susenas 2013 menunjukkan bahwa sebesar 43,74 persen rumah tangga di Papua Barat memiliki fasilitas air minum sendiri; 27,65 persen milik bersama; 25,38 persen fasilitas umum; dan 3,23 persen tidak ada fasilitas air minum. Perkembangan kondisi penggunaan air bersih mengalami perbaikan kualitas, hal ini terlihat dari persentase penggunaan fasilitas air sendiri yang masih jauh lebih tinggi dibandingkan persentase penggunaan fasilitas air minum milik umum dan tidak memiliki fasilitas, meskipun fasilitas air minum milik sendiri sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya (lihat Gambar 2.13). Kabupaten Sorong menduduki posisi tertinggi jika dibandingkan dengan kabupaten/kota di Papua Barat sebagai kabupaten yang rumah tangganya memiliki fasilitas air minum sendiri (81,38%). Sedangkan Kabupaten Maybrat adalah yang terendah diantara kabupaten/kota lainnya yang rumah tangganya memiliki fasilitas air minum sendiri yaitu sebesar 15,79 persen.

Gambar 2.13 Persentase Penggunaan Fasilitas Air Bersih Provinsi Papua Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

Rumah tangga di Kabupaten Teluk Wondama terbanyak memiliki fasilitas air minum bersama (46,57%), sedangkan untuk kab/kota yang rumah tangganya memiliki fasilitas air minum umum terbesar yaitu Kabupaten Maybrat (77,11%). Kondisi penggunaan fasilitas air minum memiliki karakteristik yang berbeda pada beberapa kabupaten/kota. Sebagian besar diantaranya telah memiliki kondisi yang lebih baik dengan menggunakan fasilitas air minum milik sendiri maupun yang digunakan secara bersama. Namun di beberapa kabupaten seperti Maybrat, Raja Ampat, Tambrauw dan Sorong Selatan persentase penggunaan fasilitas air minum milik umum dan bahkan tidak memiliki fasilitas umum masih relatif tinggi. Kondisi ini tentunya mempengaruhi kualitas kebersihan dan kesehatan lingkungan dari masyarakat (lihat Tabel 2.23).

Page 40: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

40

Tabel 2.23 Persentase Penggunaan Fasilitas Air Minum Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Buku IPM Provinsi Papua Barat 2014

4. Sarana dan Prasarana Umum a. Jaringan Jalan

Infrastruktur utama yang berperan penting dalam aspek daya saing daerah merupakan sarana dan prasarana yang terkait dengan sistem transportasi. Wilayah Papua Barat secara regional sangat bergantung kepada moda transportasi udara yang menjangkau hampir seluruh wilayah kabupaten/kota. Selain keberadaan transportasi udara, moda transportasi laut dan darat ikut berperan dalam pengembangan wilayah Papua Barat. Untuk wilayah laut, keberadaan pelabuhan sebagai simpul pengangkut orang maupun barang tersebar menjadi tiga pelabuhan utama. Untuk Pelabuhan internasional wilayah Papua Barat terdapat di Kota Sorong, sedangkan dua pelabuhan utama lainnya merupakan pelabuhan nasonal di wilayah Manokwari dan Kaimana. Berbeda dengan kedua jenis transportasi sebelumnya, salah satu kunci pencapaian transportasi darat terlihat dari perkembangan rasio panjang jalan per jumlah kendaraan yang menunjukan angka perbandingan 1:0.077 pada tahun 2006. Angka ini berarti setiap satu kendaraan dilayani oleh jalan dengan panjang 0,077 km. Peningkatan pada sektor ini terjadi hingga menunjukan angka perbandingan 1:0,101 pada tahun 2009.

Page 41: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

41

Gambar 2.14 Sistem Transportasi Provinsi Papua Barat

Sumber: RTRW Provinsi Papua Barat

Gambar 2.15 Kondisi Jalan Strategis di Provinsi Papua Barat

Sumber: Laporan Indikasi Program Pengembangan Infrastruktur Provinsi Papua Barat, 2012

b. Jaringan Irigasi

i. Banyaknya sungai besar yang mengalir di seluruh wilayah Provinsi Papua Barat dan beberapa danau cukup menguntungkan dalam upaya penyediaan air bersih. Persentase sumber air bersih berasal dari sungai mencapai 34,3%, mata air 15,7 % dan sumber lainnya 50 % Namun tetap saja hal tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan air bersih penduduk sampai ke rumah tangga di daerah-daerah terpencil karena keterbatasan kapabilitas untuk menjangkau dari sumber air. Adanya keterbatasan ini

Page 42: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

42

menuntut perlu dicari alternatif lokasi lain yang dapat dijadikan sebagai catchment area/waduk guna dapat menampung air sungai.

ii. Sebagian besar wilayah memakai sistem pompa dan sistem gravitasi. Sistem pompa dilakukan pada sumber pengambilan air (water intake) ke rumah pompa (water treatment plant). Sedangkan dengan sistem gravitasi, air cukup dialirkan dari sumber atau unit produksi ke unit/blok distribusi reservoir. Untuk mengetahui rencana dan realisasi saluran irigasi Prrovinsi Papua Barat pada Tahun 2009, dapat dilihat pada Tabel 2-3 berikut,

iii. Pengadaan saluran irigasi yang dapat meningkatkan kapasitas produksi pertanian terus diupayakan pemenuhannya mencapai target yang telah ditetapkan. Hingga saat ini baru dilakukan proses pembangunan saluran irigasi seluas 9.929 Ha, jauh dibawah target realisasi seluas 28.651 Ha

Tabel 2.24 Rencana dan Realisasi Saluran Irigasi Provinsi Papua Barat Tahun 2009

Lokasi Rencana

(Ha) Realisasi

(Ha) Hambatan

Produksi (ton/Ha)

Kab. Manokwari 12,666 5,100 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 20.80

Kab. Teluk Bintuni 2,500 450 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 6.00

Kab. Sorong 9,104 2,413 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 44.85

Kab. Raja Ampat 250 155 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 8.60

Kab. Fakfak 1,431 1,431 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 6.25

Kab. Sorong Selatan 1,500 300 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 2.65

Kab. Teluk Wondama 1,200 80 Pembebasan lahan/keterbatasan dana 6.00

Total 28,651 9,929 95.15

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua Barat, 2009

c. Pada tahun 2012 di Provinsi Papua Barat terdapat 705 masjid, 2.307 gereja protestan, 199 gereja katholik, 50 pura dan 14 vihara. Secara total terdapat 3.274 tempat peribadatan di Provinsi Papua Barat

5. Rumah Tinggal Bersanitasi a. Persentase rumah tangga yang memiliki jamban sendiri, pembuangan akhir

tinja, dan jenis kloset angsa selama tahun 2010-2012 mengalami peningkatan. Rumah tangga yang memiiki jamban leher angsa mengalami peningkatan dari 66,35 % pada tahun 2010 menjadi 75,56 % pada tahun 2012. Rumah tangga yang memiliki jamban sendiri mengalami penurunan dari 18,72% pada tahun 2010 menjadi 11,16% pada tahun 2012. Rumah tangga yang memiliki pembuangan akhir tinja mengalami penurunan dari 12,44 % pada tahun 2010 menjadi 10,62 % pada tahun 2012.

b. Rumah tangga yang memiliki kloset leher angsa mengalami peningkatan yaitu sebesar 66,35% pada tahun 2010 menjadi 75,56% pada tahun 2012. Persentase rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas BAB pada periode 2010-2012 mengalami penurunan dari 2,49 menjadi 2,66.

6. Persampahan

Persampahan belum betul-betul dikelola secara terpadu di Provinsi Papua Barat. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hanya dimiliki oleh Kabupaten Sorong tepatnya di Distrik Makbon. Persampahan di Kota Sorong di Klasaman sudah tidak layak karena sangat dekat dengan pemukiman dan dikhawatirkan akan terjadi pencemaran air tanah di pemukiman masyarakat pada saat musim hujan (system

Page 43: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

43

open dumping). sedangkan di wilayah lainnya, pengelolaan sampah dilakukan secara individual oleh masing-masing rumah tangga atau instansi, biasanya dengan cara ditimbun, dibakar, atau bahkan dibuang ke sungai atau laut. Hingga saat ini memang dianggap belum menumbulkan masalah karena jumlahnya belum signifikan, namun bukan berarti tidak perlu diperbaiki dan dikelola secara terpadu.

7. Rumah Layak Huni

Rumah tangga di Papua Barat yang memiliki akses terhadap air minum layak sebesar 67,32 persen. Dimana, Kota Sorong memiliki akses paling tinggi, yaitu 88,43 persen. Sedangkan Kabupaten Teluk Wondama memiliki akses yang paling buruk, yaitu hanya 13,16 persen. Akses sanitasi layak secara umum di Papua barat hanya dapat dicapai oleh lebih dari setengah terhadap total rumah tangga (51,83 persen), sedangkan kecukupan luas lantai diatas 7,2 m2 /kapita hanya sekitar tiga per empat dari total rumah tangga (79,41%). Dari sisi daya tahan rumah hampir seluruh rumah di Papua Barat memiliki daya tahan yang baik (97,76%), karena sebagian besar telah menggunakan atap bukan ijuk/rumbia/lainnya (95,10%), jenis dinding bukan dari bambu/lainnya (96,91%), jenis lantai sebagian besar bukan dari tanah/lainnya (97,32%) dengan minimal dua kriteria terpenuhi.

Tabel 2.25 Persentase Rumah Tangga menurut Pengkategorian Rumah Kumuh menurut Kabupaten/Kota 2013 (%)

Kota Akses air

minum layak

Akses Sanitasi Layak

Sufficient Living Area (>7,2 m2/ org)

Durability of Housing

Fakfak 87,15 34,46 83,67 99,82

Kaimana 67,25 53,13 83,45 100,00

Teluk Wondama 13,16 73,21 71,65 94,84

Teluk Bintuni 75,47 62,69 85,51 99,24

Manokwari 67,33 58,90 80,45 97,32

Sorong Selatan 45,46 30,56 64,83 86,03

Sorong 81,41 44,47 82,76 99,23

Raja Ampat 36,48 27,81 76,34 96,54

Tambrauw 27,38 43,82 75,68 76,34

Maybrat 25,48 22,77 80,86 99,69

Kota Sorong 88,43 68,41 75,95 100,00

Papua Barat 67,32 51,83 79,41 97,76 Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2014

2.1.3.2 Fokus Layanan Urusan Pilihan

1. Penanaman Modal

a. Jumlah proyek dengan fasilitas PMDN di Provinsi Papua barat pada tahun 2013 sebanyak 37 proyek. Jumlah ini mengalami penurunan dari Tahun 2011 dengan jumlah proyek sebanyak 85 proyek dan tahun 2012 sebanyak 22 Proyek.

b. Jumlah proyek dengan fasilitas PMA di Provinsi Papua barat pada tahun 2013 sebanyak 119 proyek. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebanyak 61 proyek, 2011 sebanyak 40 proyek, tahun 2012 sebanyak 31 proyek.

Page 44: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

44

c. Realisasi nilai investasi dengan fasilitas PMDN di Provinsi Papua barat pada tahun 2013 sebesar 16.410.858 juta rupiah. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 2.599.5999 juta rupiah.

d. Realisasi nilai investasi dengan fasilitas PMA di Provinsi Papua barat pada tahun 2013 sebesar 407.922 ribu US $ . Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun 2012 yaitu sebesar 1.578.696 ribu US $.

2. Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Sejak Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2011, koperasi mengalami penurunan, Pada Tahun 2010 sejumlah 701 unit koperasi kemudian menurun menjadi 373 unit pada tahun 2012 dan kemudian bertumbuh menjadi 412 unit koperasi dan terus mengalami pertumbuhan sampai pada tahun 2013 dengan 626 unit koperasi aktif dan 811 koperasi tidak aktif yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.

3. Ketenagakerjaan a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menggambarkan persentase

penduduk usia 15 tahun keatas yang termasuk dalam angkatan kerja. TPAK Papua Barat mengalami penurunan dari tahun 2012. TPAK tahun 2013 sebesar 66,41 persen menurun dibandingkan tahun 2012 (67,12 persen).

b. TPAK tertinggi 2013 dicapai oleh Kabupaten Sorong Selatan yaitu sebesar 72,71 persen. Artinya adalah dari 100 orang penduduk usia kerja sekitar 72- 73 orang diantaranya tergolong sebagai angkatan kerja. Sementara TPAK terendah berada di Kabupaten Fakfak yaitu hanya mencapai 61,20 persen.

Gambar 2.16 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat 2013 (%)

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2014

c. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Papua Barat pada periode 2011— 2013 terus mengalami penurunan. TPT menurun tajam dari 8,94 persen di tahun 2011 menjadi 5,49 persen di tahun 2012, kemudian di tahun 2013 juga masih mengalami penurunan menjadi 4,62 persen. Pengangguran 4,62 persen berarti dalam setiap 100 orang angkatan kerja terdapat 4—5 orang berstatus sebagai pengangguran. TPT menurut gender di tahun 2013 tercatat TPT laki-laki lebih baik dari pada TPT perempuan. TPT laki-laki sebesar 4,37 persen, sedangkan TPT perempuan jauh lebih tinggi mencapai 5,08 persen. Lebih rendahnya TPT laki-laki salah satunya diduga karena penduduk laki-laki, terutama berstatus sebagai kepala rumah tangga, memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan anggota rumah tangganya. Selain itu, lebih

Page 45: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

45

banyak lapangan pekerjaan yang lebih sesuai diisi oleh pekerja laki-laki dan lebih fleksibel dengan masalah jam kerja.

Gambar 2.17 Tingkat Pengangguran Tebuka (TPT) menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat 2013 (%)

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2014

2.1.4 Aspek Daya Saing Daerah

1. Kemampuan Ekonomi Daerah

a. Berdasarkan PDRB Provinsi Papua Barat penggunaan tercatat pengeluaran rumah tangga tahun 2013 mencapai 17.996,15 miliar rupiah. Kondisi ini tumbuh dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 8,12 persen dengan nilai agregat pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 15.208,56 miliar rupiah. Pertumbuhan di tahun 2012-2013 lebih rendah dibandingkan dengan periode 2011-2012 yang tumbuh 8,45 persen dengan nilai tambah PDRB tahun 2011 untuk pengeluaran rumah tangga sebesar 13.142,73 miliar rupiah. Kontribusi konsumsi rumah tangga pada perekonomian dalam PDRB dari sisi penggunaan relatif tinggi, kontribusinya mencapai 35,35 persen di tahun 2012. Sebelum tahun 2009, share pengeluaran konsumsi rumah tangga berkisar antara 50-65 persen. Sejak mulai berproduksinya LNG Tangguh pada akhir tahun 2009 dan kemudian mulai diekspor, LNG yang memiliki nilai tambah besar tersebut berdampak terhadap semakin menurunnya kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap PDRB. Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan Papua Barat terus mengalami peningkatan. Di tahun 2011 rata-rata pengeluaran hanya Rp 596.743/kapita/bulan, kemudian di tahun 2012 nilainya mengalami peningkatan menjadi Rp 816.137/kapita/bulan. Di tahun 2013, rata-rata pengeluaran kembali meningkat cukup signifikan, yaitu menjadi Rp 876.253/kapita/ bulan.

b. Pola pengeluaran makanan di Papua Barat cenderung tinggi beberapa tahun sebelum 2012, namun setelah itu persentasenya berangsur menurun. Di tahun 2011 persentase pengeluaran makanan mencapai 53,84 persen menurun

Page 46: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

46

menjadi 48,68 persen (2012) dan sedikit meningkat menjadi 49,18 persen (2013).

c. Kondisi perumahan tahun 2013 di Papua Barat secara umum sedikit demi sedikit terus mengalami perbaikan kualitas dibandingkan tahun 2012. Pada tahun 2013, lebih dari dua per tiga rumah tangga telah memiliki rumah dengan status milik sendiri yaitu sebesar 72,46 persen. Sedangkan untuk status sewa 10,2 persen, kontrak 2,15 persen, dan lainnya (dinas, bebas sewa, milik family, lainnya) sebesar 15,19 persen.

d. NTP Papua Barat tahun 2013 sebesar 99,64 persen lebih lebih rendah dibandingkan dengan NTP tahun 2012 sebesar 101,62 persen. Dengan demikian, nilai NTP terlihat cenderung mengalami penurunan dalam empat tahun terakhir. Nilai NTP 99,64 persen mengandung makna petani mengalami kerugian usaha sebesar 0,36 persen terhadap tahun dasar 2007.

2. Fasilitas Wilayah / Infrastruktur

a. Aksesibilitas

i. Salah satu program pendukung percepatan pembangunan Papua Barat yang diamanahkan dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat adalah Program Pengembangan Infrastruktur Dasar. Selama ini belum seluruhnya kabupaten/kota belum terhubung dengan jalan darat. Sebagian pembangunan jalan sedang dilakukan, meskipun sebagian kabupaten telah terhubung namun belum dibuka untuk umum. Dengan masih terbatasnya akses perhubungan lewat darat, sebagian besar orang memanfaatkan fasilitas perhubungan via laut dan udara.

ii. Panjang jalan di Papua Barat tahun 2012 hanya 7.351,71 Km, kondisi ini mengalami perbaikan dibandingkan pada tahun 2011 yaitu sepanjang 6.403,25 Km. Kondisi panjang jalan tersebut terbagi menjadi 997,55 Km (13,57%) jalan negara; 749,66 Km (10,20%) jalan provinsi; dan 5.604,50 Km (76,23%) adalah jalan kabupaten. Sedangkan menurut jenis permukaanya terbagi menjadi 1990,50 Km (27,07%) jalan aspal; 2.299,95 Km (31,28%) jalan dengan permukaan kerikil; 2.388,96 Km (32,50%) jalan dengan permukaan tanah; dan 672,31 Km (9,15%) adalah jalan dengan permukaan lainnya.

iii. Peningkatan pada jumlah armada selama 2012-2013 tidak terjadi pada jumlah penumpang kapal datang (debarkasi) dan berangkat (embarkasi). Pada tahun 2012 jumlah penumpang datang 313,0 ribu orang (debarkasi) dan 326,9 ribu orang (embarkasi) dengan armadanya 681 unit. Di tahun 2013 jumlahnya menurun menjadi 294,8 ribu orang (debarkasi) dan 276,4 ribu orang (embarkasi) dengan armada sejumlah 767 unit.

iv. Jumlah penumpang pesawat udara cenderung meningkat selama 2012-2013. Jumlah penumpang datang mencapai 569,77 ribu orang dengan jumlah penerbangan 14.289 dan berangkat 612,4 ribu orang dengan jumlah penerbangan 14.289 kali di tahun 2012. Rata-rata penumpang pesawat untuk debarkasi sebesar 40 orang dan 43 penumpang untuk embarkasi.*)

Page 47: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

47

3. Penataan Ruang

Sampai dengan Tahun 2013, belum ada RTRW baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota (yang sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang) yang sudah dijadikan Peraturan Daerah (Perda). Sehingga upaya pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian penataan ruang pun belum optimal. Belum dapat diketahui berapa persen ketaatan wilayah terhadap RTRWnya.

4. Fasilitas Keuangan dan Perbankan

Di tahun 2012 jumlah kantor bank hanya 116 unit yang terdiri dari 23 unit bank swasta nasional, 92 unit bank persero dan pemerintah daerah serta 1 unit perkreditan rakyat. Di tahun 2013 jumlahnya meningkat menjadi 129 unit kantor bank, yang terbagi menjadi 24 unit bank swasta nasional, 102 unit bank persero dan pemerintah daerah serta 3 perkreditan rakyat.

5. Fasilitas Air Bersih Persentase terbesar rumah tangga pengguna air bersih memiliki sendiri fasilitasnya, sebesar 49,02%. Meningkat dari kondisi Tahun 2009 yaitu sebesar 46,65% dari total rumah. Sementara 25,33% menggunakan air bersih secara bersama dan 16,73% masih menggunakan fasilitas umum. 8,92% tidak memiliki akses terhadap air bersih.

6. Fasilitas Energi Listrik Rumah tangga di Papua Barat 82,24% yang menggunakan listrik PLN. Belum seluruh desa di Papua Barat teraliri listrik dan belum seluruh kabupaten mendapatkan pasokan listrik 24 jam dalam sehari. Masyarakat yang tidak teraliri listrik 24 jam biasanya menggunakan genset. Untuk desa-desa yang tidak teraliri listrik, terutama di daerah yang jauh dari ibukota kabupaten umumnya menggunakan pelita/senter/obor/lainnya.

Kondisi penggunaan energi listrik terutama yang memanfaatkan listrik negara (PLN) masih belum maksimal. Belum seluruh kabupaten mendapatkan pasokan listrik 24 jam, seperti contohnya di Kabupaten Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Tambrauw, dan Maybrat. Hanya 32,37% desa saja yang telah terjangkau layanan PLN. Sulitnya kondisi geografis dan terbatasnya ketersediaan energy listrik menjadi penyebab belum meratanya pasokan listrik. Dari total 189.649 rumah tangga di Papua Barat, hanya 107.002 rumah tangga yang terdaftar sebagai pelanggan PLN.

Gambar 2.18 Cakupan Pelayanan Listrik dan Air Bersih Pada Perkampungan

Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua Barat, 2009

Page 48: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

48

7. Fasilitas Telekomunikasi a. Untuk jaringan telekomunikasi di Provinsi Papua Barat berkembang pesat

melalui pelayanan provider telepon selular yang mulai mengembangkan jaringan paling tidak di kawasan perkotaan ataupun ibukota setiap distrik di masing-masing kabupaten/kota. Untuk di kawasan perkampungan, penggunaan telepon satelit masih diandalkan.

b. Telekomunikasi menggunakan jaringan internet juga berkembang cukup pesat meskipun hanya di kawasan perkotaan dengan layanan gabungan dari provider telepon seluler maupun dari PT.Telkom sebagai perusahaan negara yang menangani masalah penyediaan layanan komunikasi. Untuk sistem jaringan nirkabel untuk internet, belum dikembangkan secara umum dan gratis dari pemerintah. Namun di banyak tempat umum, sudah mulai disediakan dengan jenis dan ketentuan layanan yang berbeda-beda dan sebagian besar bersifat komersil.

c. Kantor pos juga masih diandalkan oleh masyarakat baik untuk pengiriman surat/dokumen dan barang. Kantor pos besar hanya terdapat di dua wilayah yaitu Kota Sorong dan Manokwari sementara kantor pos pembantu terdapat di semua wilayah kecuali Kabupaten Raja Ampat. Kebutuhan pos di Raja Ampat dipenuhi oleh rumah pos dan kantor pos desa.

8. Iklim Investasi a. Kondisi investasi di Papua Barat menunjukan kecenderungan yang terus

membaik. Peningkatan jumlah proyek yang dijalankan memberikan gambaran meningkatnya kepercayaan publik dalam menanamkan modal yang dimilikinya. Penanaman modal yang berasal dari dalam negeri maupun asing atau luar negeri secara jumlah memang mengalami peningkatan, namun secara nilai tidak terlalu meningkat.

b. Penggunaan kredit perbankan untuk keperluan investasi meningkat dari 11,87 persen di tahun 2012 menjadi 18,89 persen di tahun 2013, sedangkan penggunaan untuk keperluan konsumsi sedikit menurun dari 39,33 persen menjadi 39,21 persen. Hal ini tersirat bahwa kesadaran masyarakat untuk berinvestasi dalam perbankan menunjukkan kondisi semakin membaik. Penurunan pada penggunaan kredit untuk konsumsi yang jauh lebih kecil dibandingkan penurunan kredit untuk keperluan modal kerja menunjukkan masih adanya kecenderungan perilaku konsumtif masyarakat di Papua Barat.

Gambar 2.19 Posisi Kredit Perbankan Rupiah dan Valas menurut Jenis Penggunaan 2009-2013 (%)

Page 49: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

49

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat, 2014

b. Di Provinsi Papua Barat Pada Tahun 2010 telah terjadi 89 kasus kriminal. 74 kasus atau sekitar 83,1% diantaranya telah ditangani oleh pihak yang berwenang. Kasus yang paling banyak terjadi adalah kasus pencurian kendaraan bermotor yaitu sebanyak 15 kasus (16,85%). Kasus yang paling sedikit terjadi adalah kasus pemerkosaan yaitu sebanyak 1 kali (1,12%). Tidak ada kasus kejahatan terhadap kepala negara.

9. Sumber Daya Manusia

a. Berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir, ternyata persentase penduduk yang bekerja sebagian besar berpendidikan rendah. Sebesar 39,81 persen penduduk yang bekerja berlatar belakang pendidikan rendah (20,48 persen belum bersekolah/tidak tamat SD dan 19,33 persen tamat SD). Diantara penduduk yang bekerja tersebut hanya 13,23 persen yang berijazah diploma dan sarjana.

b. Secara nasional peringkat IPM Papua Barat berada pada ranking 31 dari 34 provinsi. Posisi peringkat tersebut mengalami penurunan dibandingakan dengan kondisi tahun sebelumnya. Peringkat tersebut masih berada di atas Provinsi NTT (32), NTB (33), dan Papua (34). IPM tertinggi di Papua Barat selama tiga tahun terakhir selalu berada di Kota Sorong. Capaiannya di tahun 2013 sebesar 78,92 persen. Sementara IPM terendah berada di Kabupaten Tambrauw dengan capaian hanya sebesar 51,54 persen.

c. Capaian IPM wilayah Maluku dan Papua tahun 2012 termasuk kategori menengah, namun secara peringkat keempat provinsi ini masih tergolong papan bawah di tingkat nasional. Peringkat terbaiknya diraih oleh Provinsi Maluku dengan capaian IPM sebesar 72,70 persen dan hanya berada pada urutan ke-22. Sedangkan Provinsi Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua hanya berada diurutan 30, 31, dan 34

Gambar 2.20 IPM menurut Kabupaten/Kota dan Provinsi Papua Barat Tahun 2013 (%)

Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat, 2014

.

Page 50: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

50

2.2 Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD dan Realisasi RPJMD

Kondisi ideal bagi pelaksanaan pembangunan di Indonesia adalah dilaksanakan secara sinergis baik antara tingkatan maupun antar tahapan. Pertahapan pembangunan di tingkat daerah (provinsi dan kabupaten) direncanakan dalam RPJMD untuk jangka waktu 20 tahun, RPJMD untuk periode lima tahunan dan RKPD untuk jangka waktu satu tahun. Perencanaan tersebut kemudian dilaksanakan dalam periode tahunan melalui program/kegiatan pembangunan.

Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan RKPD merupakan suatu proses untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Melalui evaluasi kinerja pelaksanaan pembangunan akan dihasilkan informasi kinerja yang dapat menjadi masukan bagi proses perencanaan dan penganggaran yang didukung oleh ketersediaan informasi dan data yang lebih akurat. Dengan demikian, program pembangunan menjadi lebih efisien, efektif, disertai dengan akuntabilitas pelaksanaannya yang jelas. Keberhasilan pencapaian sasaran pada semua tingkat pelaksana pembangunan akan dapat diukur dengan menggunakan indikator kinerja yang telah didefinisikan secara tepat sebelumnya. Evaluasi terhadap status dan kedudukan pencapaian kinerja pembangunan daerah dilakukan dengan menggunakan Indikator Kinerja Utama yang mencerminkan keberhasilan penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.

Namun demikian dalam pelaksanaannya, program pembangunan mempunyai potensiuntuk tidak memberikan hasil sesuai dengan target yang telah direncanakan dan ditargetkan.Untuk itu, diperlukan evaluasi program pembangunan untuk melihat bagaimana pencapaian tujuan sebuah program/kegiatan dikaitkan dengan proses/tahapan perencanaan sebelumnya.

Secara umum faktor penyebab kurangnya capaian target di beberapa kegiatan

adalah kegiatan yang bersumber pada dana othonomi khusus (otsus) memiliki keterbatasan waktu dalam pelaksanaan, sehingga tidak semua keluaran dapat terpenuhi. Selain itu ada beberapa kegiatan fisik yang tidak selesai di akhir tahun serta adanya beberapa kegiatan yang waktu pelaksanaannya tergantung dari pemerintah pusat.

Setiap program pembangunan dengan berbagai kegiatan di dalamnya pada dasarnya merupakan unsur yang dibutuhkan untuk mewujudkan prioritas-prioritas yang telah ditetapkan dalam RPJMD. Sehingga keberadaan kegiatan yang capaian fisiknya kurang dari 100% akan berdampak tidak optimalnya capaian prioritas yang terkait dalam RPJMD.

Kebijakan atau tindakan perencanaan dan penganggaran yang perlu diambil untuk mengatasi faktor-faktor penyebab tersebut. Untuk mengatasi Permasalahan-permasalahan yang menyebabkan capaian kegiatan di bawah 100% dapat disimpulkan sebagai berikut : a) Kegiatan yang bersumber dari dana otsus, dimana kegiatan tersebut harus

melakukan lelang sehingga proses lelang tidak dapat dilakukan karena waktu yang terbatas. Waktu perencanaan program/kegiatan dengan dana otsus harus disesuaikan,

b) Kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan karena bersifat antisipatif harus tetap dianggarkan karena harus dilaksanakan bilamana dibutuhkan,

Page 51: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

51

c) Rencana Operasional Pelaksanaan Kegiatan (ROPK) penting untuk mejadi acuan didalam pelaksanaan program/kegiatan,

d) Indikator keluaran yang berupa jumlah orang/volume harus didukung dengan data yang akurat dan didukung dengan analisis tren.

Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan proses pengadaan barang/jasa dilakukan melalui pengawalan pelaksanaan supaya tidak melampaui tahapan waktu kritis pengumuman lelang dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya gagal lelang.

Page 52: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

52

Tabel …Evaluasi Hasil Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2014

Page 53: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

64

2.3 Permasalahan Pembangunan Provinsi Papua Barat

Pembangunan daerah yang telah dilaksanakan diberbagai sektor selama ini telah memberikan hasil dan manfaat bagi kehidupan masyarakat secara keseluruhan di Papua Barat. Namun demikian, permasalahan yang timbul dalam proses pembangunan menyebabkan tingkat kesejahteraan hidup mayarakat yang memadai belum terealisasi sesuai dengan harapan. Pembangunan yang dilaksanakan belum sepenuhnya diikuti oleh penguatan kelembagaan publik, termasuk alokasi sumberdaya yang efisien. Manfaat pembangunan yang diharapkan belum merata dan kerawanan sosial masih sering terjadi, sehingga kehidupan masyarakat belum sepenuhnya membaik. Keadaan ini timbul sebagai akibat dari berbagai permasalahan yang terjadi baik masa lalu maupun sekarang yang belum teratasi secara maisu strasimal.

1. Secara geologi, tingkat kemampuan tanah sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi,semakin banyak faktor penghambat yang dijumpai di suatu wilayah seperti lereng terjal, ketersediaan air kurang dan mudah terjadi erosi maka dapat dikatakan kemampuan pada wilayah tersebut rendah.

2. Bila ditinjau dari latar belakang geomorfologi dan geologinya, tanah di Provinsi Papua Barat sangat rawan erosi, rawan longsor, sementara tebing cenderung rawan gugur.

3. Dilihat dari sumberdaya alam darat Provinsi Papua Barat memiliki kekayaan alam yang besar berupa hamparan hutan tropika humid yang sangat luas yang didalamnya terdapat kawasan lindung. Di kawasan lindung ini pula terkandung sumberdaya andalan Provinsi Papua Barat berupa batu bara dan mineral galian. Kombinasi keruangan yang paling rawan ialah batubara dan hutan. Sejarah Papua Barat telah mencatat bahwa eksploitasi hutan di formasi yang mengandung batubara telah menghasilkan bencana banjir.

4. Karena sifat fisik ruang habitatnya sumberdaya alam perairan laut cenderung tidak sepenuhnya dapat dikuasai/dimanfaatkan oleh penduduk. Ada peluang infiltrasi pemanfaatan oleh kekuatan ekonomi dari luar daerah, yang dari segi teknologi maupun organisasi produksi cenderung lebih unggul. Meskipun demikian paling tidak ada dua zona di mana penduduk daerah mempunyai keunggulan akses, baik dari segi fisik maupun segi hukum, yakni wilayah perairan zona I (<6mil) dan perairan interface (payau). Sumber kerawanan utama di kawasan ini adalah apabila terjadi eksploitasi yang berlebihan dan pencemaran air karena penambangan emas, batubara dan minyak bumi.

5. Secara kultural penduduk asli Papua Barat masih terpisah oleh sekat-sekat nilai adat yang dalam beberapa hal sangat eksklusif. Dari segi pendidikan, pendatang cenderung memiliki pendidikan lebih tinggi. Orientasi adat asli dalam memanfaatkan sumber alam pada umumnya mengandung kebijakan ekologi yang tinggi. Sementara itu sebagian besar pendatang berorientasi komersial. Ada semangat datang, lihat, ambil dan hengkang (pergi). Papua Barat bagi mereka bukan habitat, tetapi tidak lebih dari kesempatan investasi dan ekstrasi.

6. Jaringan jalan merupakan salah satu unsur utama yang diperlukan dalam proses pemaduan potensi-potensi wilayah ke dalam satu sistem interaksi yang produktif. Melalui jaringan yang terangkai secara sistemik sinergi keruangan yang produktif antara sumberdaya, baik yang ada di dalam wilayah maupun yang ada di luar wilayah dapat dikembangkan di Provinsi Papua Barat. Dari segi fisik pembangunan jalan berhadapan dengan medan pegunungan yang dari segi geomorfologi sangat rawan. Ini berarti beban biaya konstruksi dan beban biaya perawatan yang mahal. Pengembangan jaringan menerobos pegunungan yang sebagian berfungsi sebagai kawasan lindung dan kawasan hutan produksi akan merangsang eksploitasi hutan dan tambang yang secara ekologis sulit dikendalikan keamanannya.

7. Minimnya infrastruktur disuatu wilayah seperti kondisi jalan, alat transportasi, penerangan dan air bersih seringkali menjadi penyebab kemiskinan suatu wilayah. Meskipun di wilayah tersebut dihasilkan produk-produk pertanian atau lainnya, namun karena minimnya infrastruktur maka produk tersebut tidak dapat dipasarkan dengan baik.

Page 54: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

65

8. Di bidang Perlindungan dan pengamanan masyarakat, permasalahan yang dihadapiadalah kurangnya sumberdaya manusia yang menangani perlindungan dan pengamanan serta minimnya prasarana dan sarana yang mendukung bidang tersebut, sementara di Provinsi Papua Barat merupakan wilayah yang rawan bencana alam terutama Gempa Bumi dan Banjir.

9. Permasalahan yang dihadapi di bidang kependudukan dan sumberdaya manusia Provinsi Papua Barat adalah kualitas dan kuantitas SDM yang masih rendah, SDM belum mampu bersaing dalam dunia global yang semakin menuntut kompetensi tinggi, jumlah penduduk yang tidak merata dan tersebar dalam kelompok-kelompok kecil di daerah pedalaman dan pulau-pulau terpencil, serta cenderung terpusat di daerah perkotaan.

10. Permasalahan di bidang pendidikan yang terjadi di Provinsi Papua Barat antara lain perlunya peningkatan pengetahuan masyarakat, pemerataan pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan di semua jenjang pendidikan, peningkatan pelayanan serta sarana dan prasarana pendidikan.

11. Sementara di bidang kebudayaan, sebagaimana diketahui bahwa Provinsi Papua Barat memiliki masyarakat yang heterogen dan multi etnis. Besarnya jumlah migran yang masuk ke wilayah Provinsi Papua Barat telah menimbulkan berbagai persoalan budaya dalam interaksi antar etnik pendatang dengan penduduk setempat. Salah satu persoalan yang menonjol yang dialami oleh Suku Asli Papua Barat adalah peliknya masalah hak ulayat.

12. Provinsi Papua Barat mempunyai luas wilayah 140.375,62 Km2, sebagian besar berupa daerah Hutan.Dengan luas hutan yang sedemikian besar maka produksi hasil hutan merupakan andalan untuk memperoleh pendapatan bagi Provinsi Papua Barat. Masalah yang dihadapi dalam pengembangan sub sektor kehutanan antara lain adanya penurunan produktivitas hasil hutan alam akibat konversi lahan dari lahan hutan sekunder ke areal HTI, perkebunan, transmigrasi, pertambangan dan lain-lain. Pelanggaran lalu lintas hasil hutan, tebang liar serta perambahan hutan cenderung meningkat sementara jumlah personil pengamanan perlindungan hutan (Jagawana) terbatas dan belum didukung oleh sarana operasional yang memadai. Permasalahan lainnya adalah belum adanya data yang akurat tentang luas dan letak lahan kritis sehingga kurang membantu dalam penyusunan program. Pelaksanaan proyek reboisasi dan penghijauan di hutan lindung sering terhambat dengan masalah okupasi lahan/perambahan hutan oleh masyarakat yang status kepemilikannya belum jelas.

13. Dalam setiap kegiatan pengembangan wilayah, salah satu bidang yang sangat penting untuk diperhatikan adalah bidang infrastruktur. Bila dilihat dari wilayah Provinsi Papua Barat yang sangat luas dengan jarak antar Kota/ Kabupaten yang relatif jauh menjadikan permasalahan infrastruktur terutama jalan menjadi hal yang sangat mendesak.

14. Di bidang agroindustri, kendala yang dihadapi adalah pelaksanaan kegiatan yang belum terkoordinasi dengan baik dan kesulitan mengubah pola pikir petani terhadap pembaharuan dan penerimaan inovasi bidang agribisnis dan agorindustri.

15. Di bidang sosial, penduduk Provinsi Papua Barat dengan latar belakang budaya dan etnis yang beragam sangat rentan terhadap terjadinya konflik horisontal, terutama disebabkan adanya kesenjangan sosial.

16. Di bidang pariwisata, realitas pembangunan kepariwisataan baik wisata alam maupun wisata buatan di Provinsi Papua Barat dianggap masih sebatas skenario/wacana, sehingga belum dikembangkan dan dikelola secara profesional.

2.4 Isu Strategis Pembangunan Provinsi Papua Barat Tahun 2016

Dari permasalahan pembangunan yang harus dihadapi Provinsi Papua Barat, ada beberapa hal yang sifatnya strategis yang perlu diangkat sebagai isu utama pembangunan Tahun 2016 untuk kemudian diformulasikan dalam program dan kegiatan yang efektif untuk mengatasi isu tersebut. Isu-isu strategis pembangunan Provinsi Papua Barat Tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Page 55: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

66

1. Terbatasnya infrastruktur dasar wilayah, terutama infrastruktur transportasi sebagai akses ke

kawasan terisolir Belum rampungnya pembangunan Jalan Raya Trans Papua Barat menimbulkan persoalan

dalam pembangunan Provinsi Papua Barat secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan jalan merupakan infrastruktur utama dalam menggerakkan pertumbuhan perkenomian karena menyangkut perpindahan barang terutama komoditas bernilai ekonomis tinggi dan penumpang. Dengan adanya jaringan jalan juga dapat mendorong percepatan pembangunan karena mempermudah akses antar wilayah yang terdapat di Provinsi Papua Barat. Kendala Utama dalam pembangunan infrastruktur jalan di Provinsi Papua adalah bentuk morfologi yang didominasi oleh pegunungan sehingga membutuhkan biaya konstruksi dan biaya perawatan yang tinggi.

Perlu adanya peningkatan Infrastruktur perhubungan laut mengingat wilayah Papua Barat yang dibatasi oleh Laut untuk mencapai wilayah Provinsi lain, selain itu juga Transportasi Laut dapat digunakan sebagai alternatif penghubung antar wilayah Kabupaten/ Kota di Provinsi Papua Barat. Kemudian selain infrastruktur perhubungan; prasarana dasar menyangkut ketersediaan energi, kemudahan sarana telekomunikasi, ketersediaan pasokan air bersih yang memadai, irigasi yang memadai, lingkungan permukiman penduduk yang sehat juga menjadi isu strategis pembangunan provinsi Papua Barat. 2. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia lokal

Kualitas penduduk asli Papua Barat yang relatif lebih rendah jika dilihat dari tingkat pendidikannya, sehingga belum mampu bersaing dengan penduduk pendatang dari luar wilayah Provinsi yang sengaja mencari peluang di Provinsi Papua Barat. Di satu sisi para pendatang tersebut mampu membawa pengaruh positif terhadap perkembangan wilayah dengan turut serta dalam kegiatan pembangunan, namun di sisi lain akan mempersempit peluang bagi penduduk asli dalam memperebutkan kesempatan kerja.

Indeks Pembangunan Manusia merupakan indikator yang paling sederhana dengan komponen yang empiris sebagai indikator tingkat kualitas masyarakat.Ukuran-ukuran didalamnyalah yang sejatinya digunakan sebagai acuan dalam memilih alternatif kebijakan, program, maupun kegiatan yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas masyarakat di Provinsi Papua Barat.Permasalahan kualitas sumber daya manusia di Provinsi Papua Barat memang sudah sedemikian kompleks. Karenanya perlu menjadi prioritas objek sekaligus subjek dalam penyelenggaraan pembangunan.

3. Belum optimalnya upaya pengurangan kemiskinan di kawasan terisolir

Upaya pengurangan kemiskinan di kawasan terisolir yang belum optimal disebabkan oleh terbatasnya infrastruktur dasar wilayah, terutama infrastruktur transportasi sebagai akses ke kawasan terisolir. Selain itu juga disebabkan masih rendahnya pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat dengan perkembangan yang stagnan pula. Karenanya pembukaan akses ke kawasan terisolir perlu menjadi prioritas pembangunan demi mengurangi kemiskinan.

Ketimpangan antarwilayah dan antarkelompok bukan hanya berujung pada kemelaratan, tetapi juga dapat menimbulkan perpecahan dan konflik. Karenanya salah satu visi pembangunan di masa depan haruslah menuju kepada pemerataan pembangunan di semua wilayah dan semua lapisan masyarakat, terutama kaitannya dengan aspek ekonomi serta sarana dan prasarana.

4. Belum optimalnya tata kelola pemerintahan yang baik dalam koridor Otonomi Khusus

Provinsi Provinsi Papua Barat membutuhkan pengelola pembangunan berupa sumber daya aparatur yang berkualitas. Bidang ini menghadapi permasalahan berupa keterbatasan baik dalam bentuk jumlah maupun kompetensi sehingga mempersulit terlaksananya pelayanan kepada masyarakat.

Page 56: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

67

Disamping itu, kemampuan untuk mengelola pembangunan yang terbatas menyebabkan juga mutu dan intensitas pelayanan kepada masyarakat ikut terkendala.

Pembenahan tata kerja atau sistem dan prosedur penyelenggaraan pemerintahan Provinsi Papua Barat menjadi pusat perhatian dalam peningkatan kemampuan untuk melaksanakan pelayanan kepada masyarakat di Provinsi Papua Barat. Tentunya pemerintahan diselenggarakan dalam koridor Otonomi Khusus, dimana pemerintah Provinsi Papua Barat harus mampu menentukan sendiri arah pembangunan sesuai dengan visi pembangunan yang diusung, dengan menggunakan skema-skema dan pola-pola pembangunan yang spesial dan efektif serta tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya di Indonesia.

5. Belum meratanya akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau, dan berkesimbungan

Minimnya sarana dan prasarana sosial ekonomi termasuk didalamnya layanan kesehatan juga menjadi penyebab kemiskinan.Untuk Provinsi Papua Barat yang pola sebaran penduduknya tidak memusat, pelayanan kesehatan perlu diselenggarakan secara efektif di dekat kantung-kantung permukiman penduduk. Tidak lagi dapat menggunakan standar-standar yang biasa digunakan di daerah lain di Indonesia.

6. Belum Optimalnya Pemihakan bagi Orang Asli Papua (Affirmative Action)

Pemberian kuota bagi putra-putri Asli Papua untuk dapat menempuh pendidikan menengah dan tinggi terbaik di luar Papua; Memberikan kuota pendidikan kedinasan sebagai Penerbang, TNI, POLRI, STAN; Pemberian kuota bagi putra-putri Asli Papua untuk dapat untuk dapat kesempatan bekerja pada perusahaan nasional/swasta terbaik; Pemberian kesempatan bagi pengusaha lokal/asli papua untuk memperoleh proyek pemerintah/swata.

Page 57: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

68

BAB 3 RANCANGAN KERANGKA EKONOMI

DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

Perkembangan ekonomi makro Papua Barat masih lebih banyak didorong oleh peningkatan konsumsi, terutama konsumsi pemerintah (realisasi belanja APBD) dan rumah tangga Kinerja sektor utama masih didominasi oleh sector industry pengolahan yang berasal dari produksi LNG Tangguh sebesar 54,26 persen Sektor dominan lainnya antara lain sector pertanian sektor konstruksi sektor Perdagangan hotel dan restoran serta sektor jasa.

Sumbangan Papua Barat terhadap PDB Nasional masih sangat rendah, kurang dari 1 persen. Namun demikian Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) daerah Papua Barat selalu lebih tinggi dari laju pertumbuhan nasional bahkan pada tahun 2010 tercatat sebagai laju pertumbuhan tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 27,47 persen karena adanya produksi LNG Tangguh. Selanjutnya terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah dipengaruhi oleh stabilnya produksi LNG Tangguh yang masih dominan . Selain itu tingkat investasi yang masuk masih terbatas yang disebabkan antara lain masih terbatasnya infrastruktur, pelayanan investasidan ketersediaan SDM.

Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusifdan berkualitas, kebijakan perekonomian Papua Barat kedepan antara lain diarahkan pada peningkatan perekonomian daerah berbasis potensi unggulan daerah,pembangunan infrastruktur dan pengembangan teknologi, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia.

3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah

a. Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Provinsi Papua Barat selama empat tahun terakhir (2010-2014) rata-rata tumbuh sebesar 20,2 persen Pertumbuhan ini jauh di atas tingkat pertumbuhan nasional yang rata-rata hanya sekitar 6,2 persen. Namun demikian, patut kita cermati bersama bahwa pertumbuhan ekonomi Papua Barat cenderung mengalami penurunan bahkan sampai dengan triwulan III-2014 pertumbuhan ekonomi Papua Barat hanya sebesar 4,48%.. Hal ini disebabkan masih tingginya ketergantungan perekonomian Papua Barat pada sumber daya alam khususnya pada industry pengolahan minyak dan Gas Bumi Oleh karena itu, pengaruh eksternal seperti fluktuasi harga internasional maupun permintaan global mempunyai peran yang sangat besar dalam dinamika perekonomian di Papua Barat. Berdasarkan catatan Bank Indonesia perwakilan Papua Barat, Laju pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2015 sebesar 5,38 persen (yoy) dan Triwulan I 2015 sebesar 5,50 persen (yoy).Perkembangan pertumbuhan ekonomi Papua Barat selama tahun 2010 –2014 dapat dilihat pada gambar 3.1.

Page 58: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

69

Gambar. 3.1 Laju Pertumbuhan Ekoomi Papua Barat Tahun 2010 - 2014

Sumber : BPSProvinsiPapua Barat,2011-2015

b. Produk DomestikRegional Bruto (PDRB)

Selama kurun waktu 2013– 2014nilai PDRB Papua Barat mengalami peningkatan yang cukup signifikan.Nilai PDRB pada Tahun 2013 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar Rp. 50.957,46 Trilyun naik pada Tahun 2014 menjadi Rp.57.990,06 Trilyun. Sedangkan Nilai PDRB Atas Harga Dasar Konstan (ADHK) naik dari Rp.15.084,92 Trilyun pada tahun 2013 menjadi Rp.15.760,01 Trilyun pada tahun 2014

Sektor PDRB yang memberikan kontribusi dominan terhadap PDRB Papua Barat tahun 2014 yaitu sektor industri pengolahan (52,55%) sektor pertanian (11,56 %), sektor Konstruksi (9,04 %) serta sektor perdagangan, hotel dan restoran ( 7,25 %).Jika dibandingkan dengan tahun 2013, maka ketiga sektor tersebut masih menjadi sektor dominan dalam PDRB Papua Barat. Apabila dilihat dari laju pertumbuhan PDRB pada tiap sektor tahun 2014, maka diketahui bahwa meskipun nilai laju pertumbuhan tiap sektor lebih kecil dibandingkan tahun2013, tetapi semuasektor mengalami pertumbuhan positif, walaupun terjadi kecenderungan penurunan dibandingkan dengan tahun 2013.Nilai PDRB dan laju pertumbuhan, serta kontribusi sektor pada PDRB Papua Barat Tahun 2013–2014 secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.1 danTabel 3.2.

Page 59: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

70

Tabel. 3.1 Nilai dan Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013-2014

No

Lapanga

n Usaha

ADHB

(TrilyunRupiah)

ADHK

(TrilyunRupiah)

Laju Pertumbuhan(%)

2013 2014*) 2013 2014*) 2013 2014*)

1 Pertanian 5.932,56 6.706,10 2.149,04 2.167,97 3,52 0,88

2 Pertambangan &Penggalian

2.895,69

3.232,31

1.222,08

1.216,02

0,19

-0,50

3 Industri

Pengolahan

27.681,88

30.475,29

7.129,28

7.373,46

12,56

3,43

4 Listrik,Gas&Air Bersih

150,65

176,17

44,01

47,87

9,02

8,76

5 Konstruksi 3.937,44 5.244,67 1.008,56 1.150,04 11,37 14,03

6

Perdagangan, Hotel dan Restauran

3.514,45

4.205,34

1.024,46

1.117,13

11,76

9,05

7 Perangkutan

dan Komunikasi

2.416,98

2.907,55

838,22

917,76

10,22

9,49

8 Keu,

Persewaan &JasaPerh.

1.008,67

1.136,54

261,86

250,67

12,66

-4,27

9 Jasa-jasa 3.419,14 3.906,09 1.407,40 1.519,09 8,69 7,49 PDR

B 50.957,46 57.990,06 15.084,9

2 15.760,01 9,47 4,48

Sumber : Berita Resmi Statistik (BRS) ,2015 Keterangan:*)Angka Sementara

Tabel. 3.2 Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013-2014 (%)

No LapanganUsaha 2013 2014*)

1 Pertanian 11,64 11,56

2 Pertambangan & Penggalian 5,68 5,57

3 Industri Pengolahan 54,32 52,55

4 Listrik,Gas & Air Bersih 0,30 0,30

5 Konstruksi 7,73 9,04

6 Perdagangan, Hotel dan Restauran 6,90 7,25

7 Perang kutan dan Komunikasi 4,74 5,01

8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perh. 1,98 1,96

9 Jasa-jasa 6,71 6,74 PDRB 100,00 100,00

Sumber:Berita Resmi Statistik (BRS), 2015

Keterangan:*)Angka Sementara

Apabila dilihat dari sisi pengeluaran/penggunaan PDRB Papua Barat tahun 2014, diketahui bahwa komponen penggunaan ekspor masih menjadi penyumbang tertinggi

Page 60: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

71

yaitusebesar 50,08 %, diikuti dengan impor sebesar 37,67 % dan konsumsi rumah tangga seberar 36 %. Namun jika dibandingkan dengan tahun 2013, diketahui bahwa distribusi PDRB tahun 2014 pada komponen pengeluaran ekspor cenderung mengalami peningkatan. Distribusi PDRB secara lengkap menurut penggunaan dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel. 3.3 Distribusi PDRB Papua Barat

Menurut Jenis Penggunaan Tahun 2013 – 2014 (%)

No

Komponen Penggunaan

2013

2014*)

1 Konsumsi RumahTangga 35,36 36,00

2 Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0,37 0,41

3 Konsumsi Pemerintah 13,46 14,04

4 PMTB 24,61 26,45

5 Perubahan Stok 9,85 10,68

6 Ekspor 51,72 50,08

7 Dikurangi Impor 35,32 37,67 PDRB 100,00 100,00

Sumber:BeritaResmiStatistik(BRS),2015

Keterangan:*)AngkaSementara

PDRB perkapita merupakan PDRB yang dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.Pada Tahun2013, PDRB per kapita Papua Barat ADHB mencapai Rp.64 juta, meningkat dibandingkan dengan tahun 2012. Sedangkan PDRB per kapita Papua Barat ADHK tahun 2013 sebesar Rp.18,18juta,juga meningkat disbandingkan tahun 2012 PDRB perkapita Papua Barat tergolong tinggi, namun demikian hal ini tidak memberikan gambaran yang kesejahteraan masyarakat yang sebernarnya. PDRB Per kapita Papua Barat secara lengkap dapat dilihat pada Tabel. 3.4.

Tabel. 3.4 PDRB per Kapita Papua Barat Tahun 2012 -2013

No Uraian 2012 2013

1 PDRB per Kapita ADHB (juta rupiah) 58,76 64,00

2 PDRB per Kapita ADHK (juta rupiah) 16,88 18,18

Sumber : Berita Resmi Statistik (BRS) ,2015(diolah) c. Inflasi

Tingkat inflasi Papua Barat relatif terjaga, dalam 5 tahun terakhir dengan rata-rata inflasi tahunan Papua Barat mencapai 5,49%, atau lebih rendah dari rata-rata inflasi nasional yang mencapai 6,36%. Namun pada triwulan II-2012 hingga triwulan III-2013, tingkat inflasi di Papua Barat sempat berada di diatas inflasi nasional. Perkembangan terakhir menunjukkan terdapat tekanan inflasi yang meningkat pada Desember 2014, yaitu sebesar 8,22 % (yoy), dibandingkan dengan inflasi Tahun 2013 (7,99 %, yoy). Kondisi tersebut terutama disebabkan karena dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi, disertai kenaikan tarif transportasi udara dan harga aneka cabai yang membumbung tinggi menjelang hari-hari besar keagamaan. Berdasarkan catatan Bank Indonesia perwakilan Papua Barat, Laju Inflasi Papua barat pada Triwulan IV 2014 sebesar 6,55 persen dan Triwulan I 2015 sebesar 7 persen. Kondisi perkembangan inflasi Papua BaratTahun 2010– 2014 dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Page 61: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

72

Gambar. 3.2 Inflasi Papua Barat Tahun 2010-2014

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2010-2015

3.1.2 Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah

Kondisi Papua Barat Tahun 2016 masih terpengaruh oleh kondisi perekonomian dunia dan nasional,dengan tantangan terhadap perekonomian Papua Barat adalah

1. Implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang separuh penduduknya adalah

penduduk Indonesia, termasuk di dalamnya penduduk Papua Barat sebagai konsumen terbesar dan memberikan tantangan bagi persaingan tenaga kerja profesional;

2. Adanya kelemahan pada struktur produksi domestic, antara lain tingginya ketergantungan pada ekspor bahan baku yang berasal dari sumber daya alam bernilai tambah rendah akan membuat pertumbuhan ekonomi rentan terhadap fluktuasi harga.

3. Tingginya ketergantungan pemenuhan kebutuhan pokok yang harus didatangkan dari luar Papua Barat.

4. Belum berfungsinya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang menyebabkan investasi swasta masih terbatas. Fluktuasi harga BBM dunia mengakibatkan ketidakpastian ekonomi;

5. Masih rendahnya kualitas SDM mengakibatkan daya saing yang rendah;

6. Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam lokal.

Prospek atau Peluang perekonomian daerah yang dapat dimanfaatkan Papua Barat antara lain meliputi :

1. Potensi sumber daya alam yang melimpah dan belum dimanfaatkan sepenuhnya. 2. Semakin meningkatnya kondisi infrastruktur pendukung perekonomian Papua Barat; 3. Semakin terbukanya peluang pasar ekspor bagiproduk Papua Barat;

Page 62: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

73

4. Meningkatnya pelayanan dan kemudahan investasi;

5. Adanya komitmen dan dukungan kabupaten/kota pada pengembangan potensi regional;

6. terbukanya peluang pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Industri;

Berdasarkan kondisi perekonomian Papua Baratsaat ini, serta memperhatikan tantangandan peluang ke depan, makaperekonomian Papua Barat Tahun 2016 dapat diprediksikan sebagaimana tertuang dalamTabel 3.5.

Tabel 3.5 Perkembangan Ekonomi Papua Barat Tahun 2013 – 2014, Target Tahun 2015 dan Prediksi Tahun 2016

No Indikator 2013 2014 2015*) 2016**) 2017**) 1. PDRB:

Atasdasarhargaberlaku (Milyar Rp) 50.957,46 57.990,06 Atasdasarhargakonstan

(Milyar Rp)

15.084,92

15.760,01

2. LajuPertumbuhanEkonomi (%)

9,47

4,48

6 – 8

6 - 8

3. Inflasi(%) 7,38 6,55 7 – 7,5 6 - 7

4. PDRB/Kapitaatasdasar hargakonstan(JutaRp)

61,46

5. Kebutuhaninvestasi

(TrilyunRp.)

2.141

3.700

4.500

5.500

6. TingkatPengangguran Terbuka(TPT)(%)

4,62

4,75

4,02

7. Kemiskinan(%) 27,14 25,12 23,57

8. NTP 99,64 Sumber: BRSPapua Barat,2015;RPJMDProv.Papua Barat Tahun 2012-2016

Target pembangunan Papua Barat diTahun 2016sebagaimana tertuang dalam RPJMD Tahun 2012-2016 maka kebijakan perekonomian daerah Tahun 2016 diarahkan pada peningkatan perekonomian daerah berbasis potensi unggulan daerah sehingga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkualitas dapat dicapai. Upaya yang dilakukan antara lain melalui :

1. Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Arar dan Pembangunan Kawasan Industri Teluk Bintuni.

2. Pengembangan sarana prasarana perekonomian daerah;

3. Konektivitas antara pusat pertumbuhan ekonomi tinggi dengan rendah dengan meningkatkan kualitas dan ketersediaan infrastuktur yang semakin baik;

4. Peningkatan kapasitas pengusaha Orang Asli Papua 5. Meningkatkan daya saing produk UMKM/IKM berbahan baku lokal; 6. Peningkatan akses pasar dan promosi bagi potensi unggulan di daerah; 7. Peningkatan iklim usaha kondusif terutama bagi investasi yang menyerap tenaga kerja

yang mendukung ekonomi kerakyatan; 6. Peningkatan kelancaran arus distribusi barang kelompok kebutuhan masyarakat dan barang strategis serta kelompok jasa.

Page 63: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

74

3.2 Arah Kebijakan Keuangan Daerah

3.2.1 Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

Kinerja keuangan daerah Provinsi Papua Barat tahun 2016 diperkirakan akan mengalami penurunan dari tahun 2015 sebesar Rp.6.350.541.343.385,80 menjadi Rp. 5.947.880.335.893,00 terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp. 298.434.000.000,00 dana perimbangan sebesar Rp. 2.623.043.644.893,00 dan lain-lain pendatan yang sah sebesar Rp. 3.026.402.691.000,00. Perkiraan Pendapatan daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2015 sebesar Rp.6.350.541.343.385,80 bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp.289.969.200.000,- Dana Perimbangan sebesar Rp.3.034.151.452.385,80,- danLain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp.3.026.420.691.000,- dari data sumber pendapatan yang merupakan sumber pendanaan pembangunan Provinsi Papua Barat menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap sumber pendanaan pemerintah pusat masih sangat tinggi, yaiu sebesar 95,43 persen, sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih sangat rendah yaitu ebesar 4,57 persen Secara rinci perkembangan realisasi pendapatan daerah Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Page 64: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

75

Tabel 3.6. Realisasi dan Proyeksi Pendapatan Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2013 – 2016

No

Uraian

Jumlah(Rp.000,-)

R.2013 R.2014*) 2015**) 2016***)

1. Pendapatan Asli Daerah 236.282.889.480 306.674.697.583 289.969.200.000 298.434.000.000,00

1.1. Pendapatan Pajak Daerah 184.122.826.272 225.255.790.647 231.288.200.000 226.984.000.000,00

1.2. Hasil Retribusi Daerah 1.944.899.940 1.206.600.394 1.545.000.000 1.545.000.000

1.3. Hasil Pengelolaan

Kekayaan daerah yang dipisahkan

13.020.673.723

14.364.749.646

20.000.000.000

20.000.000.000,00

1.4. Lain-lain Penda patan Asli Daerah 37.194.489.545 65.847.556.896 37.136.000.000 49.905.000.000,00

2. Dana Perimbangan 2.992.755.350.294

2.783.645.234.923 3.034.151.452.385,80 2.623.043.644.893,00

2.1. Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 1.862.951.513.294

1.600.164.845.923 1.674.193.727.385,80 1.246.588.069.893,00

2.2. Dana Alokasi Umum 1.064.872.637.000

1.122.264.659.000

1.284.079.945.000 1.284.079.495.000,00

2.3. Dana Alokasi Khusus 64.931.200.000 61.215.730.000

75.877.780.000 92.376.080.000

3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 2.613.280.717.000 2.672.023.269.000 3.026.420.691.000 3.026.402.691.000

3.1 DanaPenyesuaian dan Otonomi Khusus 541.822.659.000 624.712.315.000 159.093.600.000 3.026.402.691.000

3.2 Dana Insentif Daerah - - - -

3.3 Pendapatan Hibah dari Badan/Lembaga - - - -

3.4 Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah

428.571.429.000

- 750.000.000.000

-

3.5 Pendapatan lainnya/Dana Otonomi Khusus 1.642.886.629.000 2.047.315.954.000 2.117.327.091.000 -

Jumlah Pendapatan Daerah (1+2+3) 5.842.318.956.774 5.762.343.201.506 6.350.541.343.385,80 5.947.880.335.893,00 Sumber : BPKADProv.Papua Barat Tahun 2015 Keterangan:*)RealisasisebelumUnAudit **) APBD Murni Tahun 2015 ***) Target Tahun 2016 menggunakan target sementara Tahun 2015

Page 65: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

76

Berdasarkan perkiraan pendapatan tahun 2015, Kontribusi masing-masing pendapatan dapat dilihat dari proporsinya terhadap total pendapatan daerah. Proporsi PAD Papua Barat terhadap total pendapatan daerah pada tahun 2015 sebesar 4,57 persen, terjadi penurunan bila dibandingkan realiasi tahun 2014 sebesar 5,32 persen. Hal ini diakibatkan adanya penurunan pada lain-lain pendapatan asli daerah. Pada Tahun 2016 diproyeksikan PAD akan mengalami penurunan, Sedangkan Dana Perimbangan dari pemerintah pusat memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah sekitar 47,78 persen, bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 0 , 5 3 persen Kontribusi terbesar berasal dari dana bagi hasil (DBH) sebesar 26,36 persen dan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 20,22 persen.Sumber lainnya adalah lain-lain pendapatan daerah yang sah 47,66 persen ditahun 2015, dengan kontribusi terbesar berasal dari dana Otonomi Khusus sebesar 33,34 persen.. Kontribusi masing-masing sumber pendapatan daerah Provinsi

Papua Barat tahun2012 – 2016 dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel. 3.7 Persentase Sumber-Sumber Pendapatan Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2013-2016

No. Uraian 2013 2014*) 2015**) 2016***)

1 Pendapatan Asli Daerah 4,04 5,32 4,57

1.1 Pajak daerah 3,15 3,91 3,64

1.2 Retribusi daerah 0,03 0,02 0,02

1.3 Hasil pengel.Kekasda yg dipisahkan 0,22 0,25 0,31

1.4 Lain-lainPADyangsah 0,64 1,14 0,58

2. Dana Perimbangan 51,23 48,31 47,78

2.1 Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak 31,89 27,77 26,36

2.2 DAU 18,23 19,48 20,22

2.3 DAK 1,11 1,06 1,19

3. Lain-lain Pendapatan yang Sah 44,73 46,37 47,66

3.1 Dana penyesuaian 9,27 10,84 2,51

3.2 Dana nsentif daerah - - -

3.3 PendapatanHibahdari Badan/Lembaga - - -

3.4 DanaPercepatan Pemb. Infrastruktur Daerah

7,34

-

11,81

3.5 Pendapatan lainnya/Dana Otsus 28,12 35,53 33,34 Jumlah Pendapatan Daerah(1+2+3) 100,00 100 100 100

Sumber: BPKADProvinsiPapua Barat,2015 Ket:*)RealisasisebelumUnAudit

**)APBDMurniTahun2015 ***)Proyeksitahun2016adalahAngkaSementara

Page 66: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

77

3.2.2 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah

Kebijakan keuangan daerah secara garis besar akan tercermin pada kebijakan pendapatan belanja serta pembiayaan yang harus dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab serta taat pada peraturan perundang-undangan. Dalam rangka meningkatkan kinerja pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah, maka kebijakan yang diambil adalah sebagai berikut.

Dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah, maka ditetapkan kebijakan umum dalam pengelolaan pendapatan daerah tahun 2016 meliputi : a. Optimalisasi penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah; b. Optimalisasi pemanfaatan/pemberdayaan aset daerah; c. Peningkatan dana perimbangan dari Dana Alokasi Umum dan bagi hasil pajak, bukan pajak dan

pembaharuan data; d. Mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia yang ada

guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah; e. Peningkatan kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka optimalisasi penerimaan DBH

Pajak/Bukan Pajak; f. Meningkatkan kerjasama Pemerintah dan Swasta. Kebijakan tersebut ditempuh melalui penajaman potensi riil sumber-sumber pendapatan dan peningkatan kualitas pelayanan publik secara akuntabel; menginventarisir dan mengoptimalkan pendayagunaan aset-aset daerah agar dapat memberi kontribusi pada PAD; peningkatan pelayanan perpajakan, retribusi daerah, dan pendapatan lain-lain.

3.2.3 Arah Kebijakan Belanja Daerah

Dalam rangka mewujudkan sinergitas rencana program dan kegiatan prioritas pembangunan daerah tahun 2016 serta berkontribusi terhadap capaian RPJMN tahun 2016, maka kebijakan Belanja Daerah yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung yang diarahkan untuk : a. Pemenuhan pembiayaan belanja yang diarahkan,belanja wajib dan mengikat untuk

menjamin pelayanan dasar masyarakat, belanja yang ditentukan proesentasenya sesuai amanat perundang-undangan, belanja pemenuhan urusan sesuai SPM dan belanja lain-lain.

b. Membiayai program dan kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan Papua Barat Tahun 2016, meliputi: sektor pendidikan, sektor kesehatan,, pemberdayaan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan affirmative action.

c . Pemenuhan Dana Bagi Hasil kepada Kabupaten/Kota; d. Alokasi dana Otonomi Khusus bagi kabupaten/Kota dan prioritas program kegiatan

Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi Orang Asli Papua

e. Mengupayakan alokasi belanja pendidikan sebesar 20 persen, belanja kesehatan sebesar 10 persen dari total beanja, belanja untuk alokasi dana desa sebesar 10 persen dari dana perimbangan.

Kebijakan belanja daerah inidisusun berdasarkan prinsip-prinsip penganggaran dengan

pendekatan anggaran berbasis kinerja,dan memperhatikan prioritas pembangunan sesuai

Page 67: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

78

permasalahan serta perkiraan situasi dan kondisi pada tahun mendatang, dan dilakukan secara selektif, akuntabel, transparan, dan berkeadilan.

Belanja daerah Provinsi Papua Barat selama kurun waktu 3 (tiga) tahun (2013-2016),cenderung mengalami peningkatan baik Belanja Tidak Langsung maupun Belanja Langsung. Secara proporsi, BelanjaTidak Langsung lebih besar dibandingkan Belanja Langsung. Hal tersebut dikarenakan komponen Belanja Tidak Langsung tidak hanya untuk Belanja Pegawai, namun juga meliputi Belanja Hibah,Belanja Bantuan Sosial,Belanja Bagi Hasil kepada Kabupaten/Kota, Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa serta Belanja Tidak Teduga yang kesemuanya bukan merupakan belanja rutin,namun merupakan belanja modal atau pembangunan di Kabupaten/Kota serta bantuan langsung kepada masyarakat.

Idealnya persentase Belanja Langsung lebih besar dari pada Belanja Tidak Langsung,namun banyak program pembangunan khususnya pembangunan pertanian, pengembangan ekonomi lokal,penanganan infrastruktur, pengentasan kemiskinan dan pendidikan yang harus ditangani, merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga untuk percepatan pelaksanaan pembangunan dan mengurangi kesenjangan antar Kabupaten/Kota maka penyediaan anggaran tidak dapat dialokasikan pada Belanja Langsung,karena alokasi Belanja Langsung merupakan penyediaan anggaran untuk pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi.

Kebutuhan belanja langsung daerah tahun 2016 diproyeksikan meningkat dibandingkan tahun 2015, yang digunakan untuk mendorong percepatan pencapaian target pembangunan, terutama pada indikator yang belum tercapai sesuai hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan tahun 2014. , Secara rinci realisasi dan proyeksi belanja daerah Tahun 2013-2016 dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Page 68: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

79

Tabel. 3. 8 Realisasi dan Proyeksi Belanja Daerah Papua Barat Tahun 2013 – 2016 (Rp.000,-)

No.

Uraian

Realisasi 2015**)

2016***)

2013 2014*)

1. Belanja Tidak Langsung 2.405.369.894.763 2.876.703.562.137 3.816.278.611.892 3.724.324.355.634,60

1.1. Belanja Pegawai - 178.580.573.162 322.629.605.576 339.232.841.922,20

1.2. Belanja Bunga - - - 1.561.979.354,40

1.3. Belanja Hibah 467.016.555.000 463.623.362.500 461.650.600.000 543.472.001.400,00

1.4. Belanja Bantuan Sosial 38.319.892.838 35.295.750.000 42.419.000.000 47.256.000.000,00

1.5. Belanja Bagi Hasil 777.049.505.943 713.746.669.550 1.400.272.942.616 1.197.495.069.258,00

1.6. Belanja Bantuan Keuangan 1.120.101.440.982 1.485.457.206.925 1.574.306.463.700 1.580.306.463.700,00

1.7. Belanja Tidak Terduga 2.882.500.000 - 15.000.000.000 15.000.000.000,00

2. Belanja Langsung 833.669.082.067,10 2.552.145.928.894 2.950.450.680.422 3.764.843.989.722,40

2.1. Belanja Pegawai - 136.216.565.902 144.734.528.020 155.501.740.520,00

2.2. Belanja Barang Jasa - 1.224.141.281.150 1.295.240.416.597 1.799.649.815.590

2.3. Belanja Modal 833.669.082.067,10 1.191.788.081.842 1.510.475.735.805 1.809.692.433.612,00

Total Jumlah Belanja (1+2) 3.239.038.976.830,10 5.428.849.491.031 6.766.729.292.314 7.489.168.345.357,00

Sumber : BPKADProvinsiPapua Barat,2015

Page 69: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

80

3.2.4 Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah

Pembiayaan Daerah bertujuan untuk memperoleh gambaran dari pengaruh kebijakan pembiayaan daerah pada tahun-tahun anggaran sebelumnya terhadap surplus/deficit belanja daerah sebagai bahan untuk menentukan kebijakan pembiayaan dimasa yang akan dating dalam rangka penghitungan kapasitas pendanaan pembangunan daerah. Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembalidan/ atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun anggaran berikutnya, dan pada hakekatnya meliputi semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus. Penerimaan Pembiayaan Daerah Provinsi Papua Barat dari Tahun 2012-2014 sebagian besar bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya dengan jumlah SiLPA cenderung fluktuatif, dan selanjutnya diprediksikan akan semakin kecil. Sedangkan Pengeluaran Pembiayaan Daerah untuk pembentukan dana cadangan dan penyertaanmodal.

Kebijakan Pembiayaan Daerah terdiri dari Kebijakan Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah diarahkan untuk :

a. Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA)Tahun 2015 sebagai sumber penerimaan pada APBD Tahun Anggaran 2016, didasarkan pada perhitungan yang cermat dan rasional;

b. Penyertaan modal dalam rangka pemenuhan kewajiban dalam prinsip kehati-hatian (prudential);

c. SiLPA diupayakan menurun seiring dengan semakin efektifnya penggunaan anggaran;

d. Membentuk dana cadangan.

Selengkapnya realisasi dan proyeksi pembiayaan tahun 2013–2016 dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Page 70: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

81

Tabel 3.9.

Realisasi dan Proyeksi Pembiayaan Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2013 – 2016

No.

JenisPenerimaandan PengeluaraanPembiayaanDaerah

JUMLAH(Rp.000,-)

R.2013 R.2014*) 2015**) 2016**)

1. PenerimaanPembiayaan 398.118.931.990,04 282.829.738.319,73 746.207.070.942,20 746.207.070.942,20 1.1. SILPA 398.118.931.990,04 282.829.738.319,73 746.207.070.942,20

1.2. Penerimaan Pinjaman Pokok Dana Talangan

0

0

0

0

1.3. Penerimaan Pinjaman Pokok Dana Bergulir

0

0

0

0

1.4. Penerimaan Pinjaman Pokok Dana Bergulir UKM & IKM

0

0

0

0

1.5. Penerimaan Pinjaman Pokok Dana Bergulir Sapi Kereman

0

0

0

0

1.6. PenerimaanPinjamanPokokDana Bergulir Peralatan utk IKM

0

0

0

0

1.7. Penerimaan Piutang Daerah 0 0 0 0

1.8 Penerimaan Dana Bergulir Penempatan TKI ke LN

0

0

0

0

Page 71: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

82

No.

JenisPenerimaandan PengeluaraanPembiayaanDaerah

JUMLAH(Rp.000,-)

JUMLAH(Rp.000,-)

JUMLAH(Rp.000,-)

JUMLAH(Rp.000,-)

R.2013 R.2014*) 2015**) 2016**)

1.10 Penerimaan Pinjaman Pokok Dana Bergulir Kepada Kelompok Tani

0

0

0

0

1.11 Penerimaan Kembali Dana Bergulir Pembangunan Gedung BPR/BKK

0

0

0

0

1.12 Pencairan Dana Cadangan 0 0 0 0

2. Pengeluaran Pembiayaan 0 50.000.000.000 80.000.000.000 0

2.1. Pembentukan Dana Cadangan 0 0 0 0

2.2. Penyertaan Modal (investasi) 0 50.000.000.000 80.000.000.000 0

2.3. Pemberian DanaTalangan Pengadaan Pangan

0

0

0

0

2.4 Pembayaran Utang Daerah 0 0 0 0 Jumlah Pengeluaran Pembiayaan 0 0 0 0

Jumlah Pembiayaan Netto 398.118.931.990,04 232.829.738.319,73 666.206.070.942,20 Sumber:BPKAD Prov. Papua Barat , 2015 Keterangan: *)RealisasisebelumUnAudit

**)APBDMurniTA.2015 ***)Proyeksitahun2016

Page 72: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

83

Kebijakan keuangan daerah, baik arah kebijakan pendapatan, pembiayaan, maupun belanja yang didukung dengan kebijakan keuangan negara, yang tertuang dalam APBD Provinsi Papua Barat maupun APBN adalah untuk mendukung tercapainya target sasaran perencanaan pembangunan Provinsi Papua Barat.

Page 73: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

84

BAB 4 TEMA, PRIORITAS DAN

SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

4.1 Tema Pembangunan Daerah

Tema Pembangunan Provinsi Papua Barat Tahun 2016 ditentukan dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2012-2031 RPJPD

Provinsi Papua Barat memberikan arahan untuk periode lima tahun yang pertama ini pembangunan di Provinsi Papua Barat diprioritaskan untuk mewujudkan komponen visi pertama, yaitu Provinsi Papua Barat yang Mandiri. Seperti yang telah dituangkan pada Misi Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Papua Barat, mandiri diartikan sebgai kondisi dimana Provinsi Papua Barat telah menjadi wilayah dengan stabilitas politik, pertahanan, dan keamanan. Selain itu Papua Barat juga memiliki ketahanan pangan, prasarana dan sarana wilayah yang memadai, keuangan daerah dengan PAD sebagai komponen utama yang membiayai pembangunan, yang kesemuanya merupakan hasil dari tata kelola pemerintahan yang baik.

Pembangunan Daerah Tahun 2016 adalah bagian akhir dari tahapan Lima Tahun I (2012–2016) Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2012- 2016. Penekanan tahapan Lima Tahun I (2012–2016) adalah upaya mewujudkan ketahanan pangan, pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana wilayah, serta pembenahan tata kelola pemerintahan. Namun penekanan upaya-upaya tersebut bukan berarti mengabaikan arahan-arahan kebijakan lainnya. Berikut ini adalah paparan sasaran pokok dan arahan kebijakan untuk pembangunan jangka menengah pertama.

Gambar 4.1 Posisi Dokumen RKPD 2016 Terhadap RPJPD 2012-2031 dan

RPJMD 2012-2016

Page 74: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

85

2. Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi (RTRWP) Tahun 2013-2033 Pembangunan

Daerah Tahun 2016 adalah bagian dari periode pelaksanaan tahap I (2013-2017) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Provinsi Papua Barat Tahun 2013- 2033, dalam rangka mewujudkan Struktur Ruang Provinsi dan dan Pola Ruang Provinsiyang meliputi:

a. Perwujudan Sistem Perkotaan Provinsi b. Perwujudan Sistem Transportasi Provinsi Papua Barat c. Perwujudan Sistem Prasarana lainnya d. Perwujudan Kawasan Lindung Nasional dan Provinsi e. Perwujudan Kawasan Budidaya f. Perwujudan Pengembangan Kawasan Strategis Nasional dan Provinsi.

3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2012- 2016.

Pembangunan Daerah Tahun 2016 adalah bagian dari RPJMD Tahun 2012- 2016 untuk mewujudkan visi Provinsi Papua Barat Yang Maju, Mandiri, Bermartabat, dan Lestari. Tahapan Tahun 2016 sebagaimana dalam tahapan indikasi tema tahunan RPJMD 2012-2016 adalah mendayagunakan dan menguatkan SDM unggul, kemiskinan dan pengangguran menurun, ekonomi tumbuh, pemerataan perekonomian serta infrastruktur mantap. Skenario tahapan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2012-2016 tidak terlepas dari tahapan lima tahunan Rencana Jangka Panjang Daerah. Memperhatikan penggalan tahapan lima tahunan RPJPD 2013-2031 dan RPJMD 2012-2016, maka tahapan dan strategi Tahun 2012-2016 tidak terlepas dari tahapan RPJPD Lima Tahun I dan tahapan RPJPD Lima Tahun II.

Tabel 4.1 Tahapan Utama RPJPD 2012-2031

RPJMD Lima Tahun I (2012-2016)

RPJMD Lima Tahun II (2017-2021)

RPJMD Lima Tahun III (2021-2026)

RPJMD Lima Tahun IV (2027-2031)

perwujudan Provinsi Papua Barat yang Mandiri

perwujudan Provinsi Papua Barat yang Mandiri dan berdaya saing

Mewujudkan Provinsi Papua Barat yang berdaya saing

Mewujudkan Provinsi Papua Barat yang sejahtera

4. Tema Rencana Kerja Pembangunan Tahun 2016 adalah "Melanjutkan Reformasi bagi

Percepatan Pembangunan Ekonomi yang Berkeadilan". Reformasi yang telah berjalan selama ini akan tetap dilanjutkan dan diperkuat untuk menciptakan struktur ekonomi yang kokoh melalui percepatan industri berbasis sumber daya alam, mengurangi ketergantungan impor barang modal dan bahan baku, meningkatkan kepastian dan penegakan hukum serta melanjutkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan. Percepatan pembangunan ekonomi secara menyeluruh diberbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan SDA dan SDM berkualitas, serta kemampuan Iptek yang

Page 75: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

86

terus meningkat. Berkeadilan pembangunan yang inklusif dan peningkatan rasa keadilan.

5. Pokok-pokok pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Barat yang tertuang dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, point-point arahan DPRD adalah sebagai berikut: a. Berkenaan dengan pembangunan ekonomi, diharapkan untuk mencari terobosan-

terobosan dalam rangka peningkatan invenstasi dan mengoptimalkan potensi daerah.

b. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia yang dimiliki Provinsi Papua Barat tentunya perlu diperbaiki bahkan terus ditingkatkan terutama terkait RKPD Tahun 2016 dengan angka melek huruf karena sebagai daerah pendidikan maka sudah sewajarnya jika Provinsi Papua Barat dapat membuat semua penduduk Provinsi Papua Barat melek huruf. Selain itu tingginya angka harapan hidup yang berkorelasi dengan indikator kesehatan juga harus terus dijaga dan ditingkatkan diantaranya dengan memperbaiki fasilitas-fasilitas kesehatan yang dimiliki serta mempermudah akses terhadap pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Provinsi Papua Barat.

c. Upaya penurunan kemiskinan sudah sangat diperlukan terobosan terobosan baru, mengingat sudah beberapa tahun angka kemiskinan di Provinsi Papua Barat termasuk yang tertinggi di Indonesia dan berada di atas angka kemiskinan nasional. Diperlukan adanya kebijakan dan program yang langsung ditujukan dalam rangka perbaikan kondisi ekonomi rumah tangga miskin.

d. Melihat strategisnya sektor pariwisata bagi Provinsi Papua Barat maka diperlukan kebijakan dan program untuk menjaga dan meningkatkan daya tarik sektor pariwisata Provinsi Papua Barat agar dapat sebagai destinasi wisata utama di Indonesia. Meningkatkan kenyamanan wisatawan yang datang ke Provinsi Papua Barat dengan memberikan fasilitas-fasilitas akses dan mudah dijangkau.

e. Sektor Infrastruktur Dasar perlu keseriusan dalam penanganan dikarenakan masik banyak wilayah-wilayah yang masih terisolir, belum mendapatkan pelayanan dasar akibat belum memadainya infrastruktur sebagai penggerak perekonomian masyarakat di papua Barat lebih khususnya Orang Asli Papua

6. Dinamika dan realita kondisi umum daerah, yang didalamnya mencakup Isu Strategis dan masalah mendesak yang harus segera ditangani antara lain :

1) Sinergi Penanggulangan Kemiskinan, Angka kemiskinan masih diatas rata-rata nasional dimana Provinsi Papua Barat (27,14 %) dan nasional sebesar (11,47 %) pada tahun 2013.

2) Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat, Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat (7,83 %) masih diatas nasional (5,78 %) per tahun 2013.

3) Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan pelayanan publik: a. Cakupan Kunjungan penduduk miskin pada fasilitas kesehatan masih

sangat rendah (0,39%). b. Pemenuhan pelayanan dibidang kesehatan dan pendidikan

4) Pengelolaan resiko Bencana, a. Peningkatan terhadap adaptasi dan mitigasi bencana bagi masyarakat.

Page 76: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

87

b. Kawasan rawan bencana alam di Provinsi Papua Barat perdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Papua Barat No. 4 Tahun 2013 tentang RTRW Provinsi Papua Barat seluas 215.974 Ha atau 2.19% dari luas total Provinsi Papua Baratmeliputi rawan gempa, gerakan tanah dan longsor, rawan banjir, rawan gelombang pasang dan tsunami.

5) Peningkatan keekonomian keanekaragaman Hayati dan Kualitas Lingkungan hidup. a. Status mutu kualitas lingkungan yang semakin mengancam kelestarian

dan kesinambungan pemanfaatan alam. Kualitas nilai baku 2 sungai di Provinsi Papua Barat yang dalam kondisi tercemar pada tahun 2013 dengan metode storet (merupakan salah satu metode untuk mengetahui status mutu air dengan membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air menggunakan sistem nilai dari US-EPA). Kualitas air tanah yang juga mengalami degrasi terutama dikarenakan adanya bakteri coliform dan bakteri coli tinja.

b. Luas laju Hutan yang terkonversi setiap tahunnya mengalami peningkatan terutama di Kaewasan Hutan Lindung.

Mendasarkan sebagaimana point-point diatas adapun tema RKPD Provinsi Papua Barat Tahun 2016 adalah Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusi dan Mendayagunakan Potensi Ekonomi untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan. Menguatkan SDM, baik kuantitas dan kualitas SDM, baik itu masyarakat, swasta, perguruan tinggi dan aparatur pemerintahan dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan Provinsi Papua Baratyang semakin kompleks. Mendayagunakan Potensi Ekonomi, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang optimal terutama pada sektor-sektor yang mempunyai keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan kualitas lingkungan. Kesejahteraan Rakyat yang berkeadilan, yang terukur dari sisi pengurangan kesenjangan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat dan pengurangan kesenjangan antar regional kewilayahan.

4.2 Prioritas Pembangunan Daerah

Untuk mendukung pelaksanaan tema pembangunan tersebut di atas, ditetapkan prioritas pembangunan Provinsi Papua Barat Tahun 2016 adalah: 1. Sosial Budaya

Prioritas ini ditetapkan dalam rangka mewujudkan: a. Peningkatan Pelayanan Pendidikan b. Peningkatan Pelayanan Kesehatan c. Peningkatan Kompetensi SDM, Khususnya Orang Asli Papua d. Penurunan Angka Kemiskinan dan Pengangguran e. Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

2. Ekonomi Prioritas ini ditetapkan dalam rangka mewujudkan : a. Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan b. Peningkatan Kemampuan daya beli masyarakat c. Peningkatan Pemberdayaan Ekonomi Orang Asli Papua d. Pengembangan UMKM

Page 77: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

88

e. Peningkatan iklim investasi 3. Infrastruktur

Prioritas ini ditetapkan dalam rangka mewujudkan : a. Penyelesaian RTR Kawasan Provinsi Strategis Papua Barat b. Penyediaan Perumahan rakyat yang memadai c. Pembangunan dan Peningkatan Infrastruktur Dasar d. Peningkatan Pelestarian lingkungan Hidup

4. Pemerintahan a. Penyelesain Tapal Batas Wilayah b. Penguatan Kelembagaan dan Regulasi c. Reformasi Birokrasi

5. Otonomi Khusus

a. Penyusunan Perdasi dan Perdasus b. Perlindungan, pemberdayaan dan keberpihakan OAP c. Peningkatan Affirmative action

Gambar 4.2 Penyelarasan Prioritas Pembangunan Daerah 2016 dengan RPJMD Provinsi Papua Barat 2012-2016

Prioritas pembangunan nasional yang akan mendukung pelaksanaan RKPD Tahun 2016 bertumpu pada 9 Prioritas Nasional yaitu: (1). Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama; (2). Ekonomi; (3).Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; (4). Politik; (5).Ketahanan dan Kemanan; (6) Hukum dan Aparatur; (7). Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang; (8). Penyediaan Sarana dan Prasarana dan (9) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Sebagai kelanjutan upaya mensinergikan dokumen perencanaan pembangunan RKP dan RKPD, maka perlu dilakukan penyelarasan antara prioritas daerah dengan nasional. Penyelarasan prioritas daerah dan nasional dapat lihat dalam bagan berikut ini :

Page 78: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

89

Gambar 4.3 Penyelarasan Prioritas Pembangunan Daerah dengan Nasional

4.3 Prioritas Pembangunan Kewilayahaan

Prioritas pembangunan kewilayahan dititik beratkan pada peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat melalui pengurangan angka kemiskinan dan pengurangan kesenjangan antar wilayah. Berikut merupakan gambaran kondisi per-wilayah Kabupaten-Kota di Provinsi Papua Barat beserta potensi pengembangannya.

Gambar 4.4 Arah Pembangunan Kewilayahan Provinsi Papua Barat

Page 79: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

90

Berdasarkan data dan penentuan target sasaran rumah tangga miskin dari Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat yang dilaksanakan pada tahun 2014 diperoleh target sasaran rumah tangga miskin sebesar 2.200 Rumah Tangga Sasaran (RTS). Sasaran RTS tersebut terbagi dalam proporsi kabupaten-kota sebagai berikut:

Gambar 4.5 Persentase Proporsi RTM Berdasarkan Kabupaten-Kota, Tahun 2015 Pendetailan atas rumah tangga sasaran berdasarkan Jenis pekerjaan dilakukan untuk lebih meningkatkan efektivitas program pengurangan kemiskinan. Titik lokasi sasaran kemiskinan pada tahun 2016 merupakan kelanjutan dan pengembangan dari titik sasaran yang telah ditentukan pada tahun 2014 dan 2015. Penentuan lokasi kecamatan didasarkan atas Data PPLS TNP2K yang mendata 40 % penduduk berpendapatan terendah. Berdasarkan data tersebut kemudian diambil kebijakan penurunan kemiskinan sebesar 2 %, dengan sasaran RTS yang posisinya diambang garis kemiskinan BPS. Kebijakan rencana pembangunan untuk penurunan kemiskinan tidak hanya melalui program-program regular namun juga melalui akselerasi terhadap rumah tangga sasaran berdasarkan garis kemiskinan. Wujud nyata dari kegiatan akselerasi penurunan kemiskinan di Provinsi Papua Barat adalah dengan pemberian bantuan keuangan kepada kabupaten-kota yang bersifat khusus atau melalui Dana Otonomi Khusus (OTSUS). Arah kebijakan pembangunan kewilayahan di tingkat kabupaten/kota antara lain sebagai berikut : Tabel 4.2 Sasaran Kewilayahan Tahun 2016

NO KABUPATEN/KOTA IPM (%)

KEMISKINAN (%)

TINGKAT PENGANGGURAN

(Jiwa)

1 Fakfak 73,33 29.84 1.753

2 Kaimana 71,87 18.60 1.002

3 Teluk Wondama 67,54 39.43 51

4 Teluk Bintuni 67,95 40.33 1.680

5 Manokwari 68,61 28.45 3.507

KOTA SORONG; 3; 14%

SORONG; 2; 9%

SORONG SELATAN; 1,4;

6%

RAJA AMPAT; 1,2; 6%

MAYBRAT; 1,4; 6% TAMBRAUW;

1,2; 6% TEL. BINTUNI; 2,2; 10%

FAKFAK; 1,3; 6%

KAIMANA; 1,5; 7%

TEL. WONDAMA; 1,4; 6%

MANOKWARI; 3; 14%

MANOKWARI SELATAN; 1,2;

5%

PEG. ARFAK; 1,2; 5%

Page 80: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

91

NO KABUPATEN/KOTA IPM (%)

KEMISKINAN (%)

TINGKAT PENGANGGURAN

(Jiwa)

6 Sorong Selatan 67,28 20.50 484

7 Sorong 69,74 35.48 1.030

8 Raja Ampat 66,08 21.16 636

9 Tambrauw 51,54 38.68 47

10 Maybrat 67,60 35.64 -

11 Manokwari Selatan 61,91* - -

12 Pegunungan Arfak 61,75* - -

13 Kota Sorong 78,92 19.27 -

4.4 Sasaran Pembangunan

Sasaran utama yang harus dicapai Provinsi Papua Barat pada tahun 2016 terkait dengan sasaran yang telah ditetapkan oleh nasional dan sasaran pembangunan daerah Provinsi Papua Barat. Sasaran pengembangan wilayah Maluku Papua sebagaimana dalam RKP 2016 dalam buku III khususnya untuk Provinsi Papua Barat terkait dengan Pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, angka kematian bayi, rata-rata lama sekolah dan angka harapan hidup.

Tabel 4.3 Sasaran pembangunan Nasional terhadap Provinsi Papua Barat Tahun 2016

Sasaran utama daerah yang harus dicapai Provinsi Papua Barat pada tahun 2016 adalah sebagai berikut:

Page 81: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

92

Tabel 4.4 Prioritas dan Sasaran Tahun 2016

NO PRIORITAS SASARAN

1 SOSIAL BUDAYA 1. Peningkatan Pelayanan Pendidikan 2. Peningkatan Pelayanan Kesehatan 3. Peningkatan Kompetensi SDM, khususnya OAP 4. Penurunan Angka kemiskinan dan pengangguran 5. Meningkatkan IPM

2 EKONOMI 1. Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan

2. Peningkatan Kemampuan daya beli masyarakat 3. Peningkatan Pemberdayaan Ekonomi Orang Asli Papua 4. Pengembangan UMKM 5. Peningkatan iklim investasi

3 INFRASTRUKTUR 1. Penyelesaian RTR Kawasan Strategis Provinsi Papua Barat

2. Penyediaan Perumahan rakyat y 3. ang memadai 4. Pembangunan dan Peningkatan Infrastruktur Dasar 5. Peningkatan Pelestarian lingkungan Hidup

4 PEMERINTAHAN 1. Penyelesain Tapal Batas Wilayah 2. Penguatan Kelembagaan dan Regulasi 3. Reformasi Birokrasi

5 OTONOMI KHUSUS 1. Penyusunan Perdasi dan Perdasus 2. Perlindungan, pemberdayaan dan keberpihakan OAP 3. Peningkatan Affirmative action

Tabel 4.5 Keselarasan Isu Strategis, Prioritas dan Sasaran Pembangunan

NO

ISU STRATEGIS PRIORITAS SASARAN

1 Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia dan Tingginya Persentase Penduduk Miskin dan Tingginya Prevalensi Kesakitan HIV/AIDS

SOSIAL BUDAYA Peningkatan Pelayanan Pendidikan

Peningkatan Pelayanan Kesehatan

Peningkatan Kompetensi SDM, khususnya OAP

Penurunan Angka kemiskinan dan pengangguran

Meningkatkan IPM

2 Optimalisasi Pengembangan Sektor dan Komoditas Unggulan Meningkatnya Kebutuhan Ketahanan Pangan

EKONOMI Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan

Peningkatan Kemampuan daya beli masyarakat

Peningkatan Pemberdayaan Ekonomi Orang Asli Papua

Pengembangan UMKM

Peningkatan iklim investasi

Page 82: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

93

NO

ISU STRATEGIS PRIORITAS SASARAN

3 Pengamanan dan Peningkatan Kesejahteraan di Wilayah Perbatasan, Wilayah Tertinggal, dan Wilayah Bencana dan Keragaman Hayati dan Mitigasi Bencana

INFRASTRUKTUR Penyelesaian RTR Kawasan Strategis Provinsi Papua Barat

Penyediaan Perumahan rakyat yang memadai

Pembangunan dan Peningkatan Infrastruktur Dasar

Peningkatan Pelestarian lingkungan Hidup

4 Mendukung proses percepatan kegiatan pembangunan Provinsi Papua Barat Memberikan pelayanan publik yang prima bagi masyarakat

PEMERINTAHAN Penyelesain Tapal Batas Wilayah

Penguatan Kelembagaan dan Regulasi

Reformasi Birokrasi

5 Tingginya Potensi Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berbasis Ikatan Adat dan Komunal

OTONOMI KHUSUS

Penyusunan Perdasi dan Perdasus

Perlindungan, pemberdayaan dan keberpihakan OAP

Peningkatan Affirmative action

Target Provinsi Papua Barat tersebut ditunjukan dalam tabel indikator sasaran sebagai berikut: Tabel 4.6 Target Pencapaian Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah

INDIKATOR TAHUN 2015 TAHUN 2016 KET

Kemiskinan 25,12% 23,57%

Pengangguran 4,75% 4,02%

Pertumbuhan Ekonomi 6-8 %* 6-8 %* *Target Nasional

Pendapatan Perkapita Rp. 800.780 Rp. 1,000,000,-

Indeks Pembangunan Manusia 71,58 72,92

Angka Melek Huruf 96,47 99,2

Harapan Hidup 70,32 tahun 71,50 tahun

Good Governance WDP WTP

Infrastruktur Meningkat Meningkat

Angka lama Sekolah 9,15 tahun 9,85 Tahun

Page 83: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

94

BAB 5 RENCANA PROGRAM DAN

KEGIATAN PRIORITAS

DAERAH

Penyusunan program dan kegiatan prioritas daerah Provinsi Papua Barat tahun 2016 memperhatikan beberapa hal pokok sebagai dasar penyusunan adalah sebagai berikut:

1. Diingatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dalam pasal 150 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) huruf d dinyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu satu tahun oleh Pemerintah provinsi, Kabupaten-Kota sesuai kewenangannya dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

2. Diharapkan untuk memperhatikan dan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: a. Memperhatikan dan Mempertimbangkan pencapaian tujuan serta sasaran

pembangunan millennium (Millennium Development Goals/MDG’s). b. Menghadapi tantangan persaingan untuk meraih peluang memasuki bentuk integrasi

ekonomi asean yang dikenal dengan Asean Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai pada tahun 2015.

3. Antisipasi prabencana, penanggulangan bencana dan pascabencana. Mendukung optimalisasi penerapan kurikulum baru tahun 2013 sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah, pembangunan, operasional pemeliharaan, rehabilitasi/renovasi sarana dan prasarana pendidikan, pengadaan alat peraga, peningkatan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan.

4. Pemenuhan saranadan prasarana serta peningkatan mutu fasilitas yankes, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, pencegahan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, penanggulangan masalah gizi masyarakat, penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) serta mendorong Jamkesta.

5. Penyediaan dan peningkatan kualitas infrastruktur, jaringan irigasi, waduk dan situ, pengendalian banjir, pembangunan dan penataan pasar tradisional. Pengembangan usaha ekonomi masyarakat berupa kemudahan akses permodalan, pembinaan manajemen usaha serta pemasaran, pemberdayaan koperasi, pemberdayaan UKM dala menumbuhkan iklim usaha bagi usaha kecil, fasilitasi akses penjaminan dalam penyediaan pembiyaan UKM.

6. Dukungan operasional jaminan dan pelayanan keluarga berencana, penyediaan sarana, alat, obat dan cara penggunaan kontrasepsi, penyuluhan keluarga sejahtera, pencegahan HIV/AIDS, infeksi menular seksual (IMS) dan bahaya narkotika, alcohol, psikotropika dan zat aditiktif (NAPZA).

Page 84: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

95

7. Peningkatan pemberdayaan masyarakat desa, peningkatan teknologi tepat guna (TTG) dalam bidang pertanian dalam arti luas.

8. Perlindungan terhadap cagar budaya, perawatan dan pengamanan asset/benda kesenian, perlindungan, pemeliharaan dan pengamanan benda cagar budaya, pengembangan pemanfaatan kesenian tradisional, penyelenggaraan dan pengelolaan museum daerah, peningkatan kemitraan dengan berbagai pihak terkait lembaga adat, seni dan budaya daerah.

9. Mengintegrasikan pencapaian target kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang mencakup pelayanan dasar bidang urusan perumahan rakyat, perhubungan, lingkungan hidup, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, sosial, ketenagakerjaan, penanaman modal, dan ketahanan pangan.

Berdasarkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan arah kebijakan yang telah ditetapkan dalam RPJMD, maka upaya pencapaiannya kemudian dijabarkan secara lebih sistematis melalui perumusan program prioritas daerah. Adapun program prioritas berdasarkan masing-masing urusan adalah sebagai berikut (lampiran)

Page 85: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

96

BAB 6 PENUTUP

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Papua Barat Tahun 2016 adalah pedoman bagi Pemerintah Provinsi Papua Barat dan masyarakat di dalam penyelenggaraan pembangunan daerah. RKPD Provinsi Papua Barat Tahun 2016 yang merupakan penjabaran dari misi sesuai RPJPD Provinsi Papua Barat 2012-2025 ini diharapkan mampu merealisasikan target sasaran prioritas pembangunan yang lebih efektif, efisien dan tepat sasaran.

Selanjutnya bahwa program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan pada tahun 2016 nanti, merupakan Komitmen Pemerintah untuk meningkatkan kinerja secara profesional, efektif, efisien, akuntabel, dan transparan. Oleh karena itu, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Papua Barat Tahun 2016 ini, berfungsi antara lain sebagai berikut:

1. Merupakan arah dan pedoman yang harus dilaksanakan secara efektif, efisien serta perlu disosialisasikan kepada semua stakeholder yang terkait demi keberhasilan pelaksanaannya.

2. Merupakan pedoman dan acuan yang secara konsisten diimplementasikan dalam penyusunan APBD Provinsi Papua Barat Tahun 2016, baik dalam lingkup program maupun kegiatan.

3. Merupakan pengikat sinergi dalam pelaksanaan pembangunan Provinsi Papua Barat untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan bersama.

4. Merupakan landasan bagi perencanaan pembangunan tahap selanjutnya.

Keberhasilan pencapaian pembangunan dapat dicapai apabila didukung dengan (a) Komitmen kepemimpinan daerah;

(b) Konsistensi;

(c) Kerja keras dan kesungguhan segenap aparat pemerintah;

(d) Pelaksanaan good governance;

(e) Keberpihakan kepada rakyat;

(f) Partisipasi masyarakat dan dunia usaha; dan,

(g) Kedisiplinan, ketertiban masyarakat dan kehidupan bermasyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka perlu ditetapkan kaidah-kaidah pelaksanaan sebagai berikut:

1. Unsur pemerintah, masyarakat serta dunia usaha berkewajiban melaksanakan atau mendukung program-program dalam RKPD Provinsi Papua Barat Tahun 2016 dengan sebaik-baiknya.

Page 86: RKPD Provinsi Papua Barat

RKPD Provinsi Papua Barat 2016

97

2. Pemerintah Provinsi Papua Barat berkewajiban menjamin konsistensi antar dokumen perencanaan dan penganggaran.

3. Pemerintah Provinsi Papua Barat berkewajiban memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rencana tersebut.

Mengingat pentingnya peran dan keberadaan RKPD ini maka peran serta seluruh potensi stakeholder Provinsi Papua Barat mutlak diperlukan, sehingga diharapkan dapat lebih mendorong upaya peningkatan pemerataan kesejahteraan warga Provinsi Papua Barat.

Manokwari, 01 Oktober 2015

GUBERNUR PAPUA BARAT,

ABRAHAM O. ATURURI