22
RUANG LINGKUP PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Disusun sebagai tugas Mata Kuliah Governance dan Pengelolaan Keuangan Negara Program Pasca Sarjana Magister Akuntansi Beasiswa STAR BPKP Batch II O l e h : Anggakara Pradian M. P. NIM. 12030113042192 JURUSAN MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Ruang Lingkup PKD

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengelolaan Keuangan Daerah

Citation preview

RUANG LINGKUP PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Disusun sebagai tugas Mata Kuliah

Governance dan Pengelolaan Keuangan Negara

Program Pasca Sarjana Magister Akuntansi

Beasiswa STAR BPKP Batch IIO l e h :

Anggakara Pradian M. P. NIM. 12030113042192JURUSAN MAGISTER AKUNTANSIUNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2014

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSejak masa reformasi masalah keuangan daerah merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam konteks sektor publik. Halim (2001:19) mengartikan keuangan daerah sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baikberupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang itu belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuaiketentuan/peraturan undang-undang yang berlaku.

B. Rumusan Masalah1. Bagaimana Ruang Lingkup Keuangan daerah?

2. Siapa Yang mengatur Keuangan Daerah?

3. Apa Tujuan Pengelola Keuangan Daerah?

C. Tujuan PenulisanTujuan penyusunan makalah ini agar pembaca mengetahui :

1. Dapat Mengetahui Keuangan Daerah.

2. Seperti Apa Ruang Lingkup Keuangan Daerah.

3. Bagaimana Tujuan Pengelola Keuangan Daerah.

BAB IIPEMBAHASANA. Keuangan Daerah 1. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah

Sejak masa reformasi masalah keuangan daerah merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam konteks sektorpublik. Halim (2001:19) mengartikan keuangan daerah sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baikberupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang itu belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuaiketentuan/peraturan undang-undang yang berlaku.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut. Kebijakan keuangan daerah senantiasa diarahkan pada tercapainya sasaran pembangunan, terciptanya perekonomian daerah yang mandiri sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan berdasarkan demokrasi ekonomi yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan peningkatan kemakmuran rakyat yang merata. Menurut Mamesah (Halim, 2002:19) menyatakan bahwa Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Menurut Undang-Undang Nomor 17Tahun 2003, pada rancangan undang-undang atau Peraturan Daerah tentang Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai kinerja instansi pemarintah, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh penggunaan Anggaran sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan pengungkapan informasi tentang kinerja ini adalahrelevan dengan perubahan paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan secara jelas keluaran (outputs) dan setiap kegiatan dari hasil (outcome)dari setiap program untuk keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang terintegrasi dengan sistim perencanaan strategis, sistim penganggaran dan sistim akuntansi pemerintah tersebut sekaligus dimaksudkan untuk menggantikan ketentuan yang termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, sehingga dihasilkan suatu laporan keuangan dan kinerja yang terpadu. Sedangkan pengertian keuangan daerah menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang sekarang berubah menjadi Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah semua hak dan kewjiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termaksud didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah, dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja daerah. Adapun ruang lingkup dari keuangan daerah menurut Halim (2001:20) ada dua yaitu :

a. Keuangan daerah yang dikelolah langsung, meliputi

1). Angaran Pendapatan Belanja Daerah (ABPD)

2). Barang-barang inventaris milik daerah

b. Kekayaan daerah yang dipisahkan, meliputi1). Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Keuangan daerah dikelolah melalui manajemen keuangan daerah. Adapun arti dari keuangan daerah itu sendiri yaitu pengorganisasian dan pengelolahan sumber-sumber kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut, Halim(2001:20). Sedangkan alat untuk melaksanakan manajemen keuangan daerah yaitu tata usaha daerah yang terdiri dari tata usaha umum dan tata usaha keuangan yang sekarang lebih dikenal dengan akuntansi keuangan daerah. Telah dijelaskan diatas bahwa keuangan daerah adalah penggorganisasian kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang di inginkan daerah tersebut, sedangkan akuntansi keuangan daerah sering diartikan sebagai tata buku atau rangkaian kegiatan yang dilakuakan secara sistimatis dibidang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta prosedur-prosedur tertentu untuk menghasilkan informasi aktual di bidang keuangan. B. Tujuan Pengelolahan Keuangan DaerahPengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah menurut (Devas,dkk, 1987:279-280) adalah sebagai berikut : a. Tanggung jawab (accountability)

Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah. Lembaga atau orang itu termaksud pemerintah pusat, DPRD, kepala daerah dan masyarakat umum. Adapun unsur-unsur penting dalam tanggung jawab mencakup keabsahan yaitu tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan keuangan dan barang serta mencegah terjadinya penghamburan dan penyelewengan dan memastikan semua pendapatannya yang sah dan benar-benar terpungut jelas sumbernya dan tepat penggunaanya. b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan

Keuangan daerah harus ditata dan dikelolah sedemikianrupa sehingga mampu melunasi semu kewajiban atauikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangkapanjang yang telah ditentukan. c. Kejujuran

Hal-hal yang menyangkut pengelolaankeuangan dearah pada prinsipnya harus diserakan kepada pegawai yang betul-betul jujur dan dapat dipercaya. d. Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency)

Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya. e. Pengendalian

Para aparat pengelolah keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai. C. Undang-Undang Pelaksanaan Keuangan Daerah Menurut Mahmudi dalam Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik (2006:23) menyatakan bahwa perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah, dilihat dari aspek historis, dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu Era sebelum otonomi daerah, Era transisi otonomi, era pascatransisi. Era pra-otonomi daerah merupakan pelaksanaan otonomi ala Orde Baru mulai tahun 1975 sampai 1999. Era transisi ekonomi adalah masa antara tahun 1999 hingga 2004, dan era pascatransisi adalah masa setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004, Undang-undang Nomor 15 tahun 2004, Undang-undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004. Pada era reformasi, dalam manajemen keuangan daerah terdapat reformasi pelaksanaan seiring dengan adanyaotonomi daerah. Adapun peraturan pelaksanaannya menurut Halim (2001:3) telah dikeluarkan oleh pemerintah yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang sekarang sekarang berubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 yang sekarang berubah menjadi Undang-Undang Nomor 33 tahun2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut :

a. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan

b. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengolahan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah c. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah

d. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah

e. Surat Mentri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 17 November 2000 Nomor 903/235/SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001

Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, karakteristik manajemen keuangan daerah pada era reformasi antara lain :

a. Pengertian daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten

b. Pengertian pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat lainya. Pemerintah daerah ini adalah badan eksekutif, sedangkan badan legislatif didaerah adalah DPRD.

c. Perhitungan APBD menjadi satu dengan pertanggungjawaban kepala daerah (Pasal 5 PP Nomor 108 tahun 2000)

d. Bentuk laporan pertanggungjawabanakhir tahun anggaran terdiri atas :

1). Laporan perhitungan APBD

2). Nota perhitungan APBD

3). Laporan aliran kas D. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Dalam organisasi sektor publik, setelah adanya oprasional anggaran, langkah selanjutnya adalah pengukuran kinerja untuk menilai prestasi dan akuntabilitas organisasi dan manajemen dalam menghasilan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas yang merupakan salah satu ciri dari terapan good governancebukan hanya sekedar kemampuan menujukan bagaimana menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efektif, dan efisien (Mardiasmo 2002:121). Ekonomis terkait dengan sejauh manaorganisasi sektor publik dapat meminimalisir input resourcesyang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi merupakan perbandingan ouput/ input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. Sedangkan efektif merupakan tingkat standar kinerja atau program dengan target yang telah ditetapkan yang merupakan perbandingan-perbandingan outcome dengan output (Mardiasmo, 2002: 4).

Analisis rasio keuangan pada APBD keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecendrungan yang terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki suatu pemerintah daerah tertentu dengan daerah lain yang terdekat maupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya. Menurut Munir, dkk (2004:101) beberapa rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBDE. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnyapendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekternal. Semangkin tinggirasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekternal (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semangkin rendah, dan demikian juga sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tinggkat partisipasi masayarakat dalam pembayar pajak dan restribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semangkin tinggi masyarakat membayar pajak dan restribusi daerah akan menggambarkan tinggkat kesejateraan masyarakat yang semangkian tinggi. F. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Ukuran ini menunjukkan kewenangandan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola pendapatan. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh daerah terhadap total penerimaan daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang berasal dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan milik daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Total Pendapatan Daerah (TPD) merupakan jumlah dariseluruh penerimaan dari seluruh penerimaan dalam satu tahun anggaran. Bagi Hasil Pajak Bukan Pajak (BHPBP) merupakan pajak yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk kemudian didistribusikan antara pusat dan daerah otonomi. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat keadilan pembagian sumber daya daerah dalam bentuk bagi hasil pendapatan sesuai potensi daerah terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi hasilnya maka suatu daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Derajat desentralisasi fiskal, khususnya komponen PAD dibandingkan dengan TPD, menurut hasil penemuan Tim Fisipol UGM dalam Munir (2004:106) G. Tingkat Kemandirian Pembiayaan Ukuran ini menguji tingkat kekuatan kemandirian pemerintah kabupaten dalam membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setiap periode anggaran. Belanja Rutin Non Belanja Pegawai (BRNP) merupakan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pokok pelayanan masyarakat yang terdiri dari belanja barang, pemeliharaan, perjalanan dinas, pengeluaran tidak termasuk bagian lain dan tidak tersangka serta belanja lain-lain. Rasio dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan PAD dalam membiayai balanja daerah diluar belanja pegawai. Dalam ketentuan yang digariskan bahwa belanja rutin daerahdibiayai dari kemampuan PAD setiap Pemda dan karenanya tolok ukur ini sesuai pengukuran dimaksud. Pajak Daerah (TPjD) merupakan iuran wajib yang dilakukan orang pribadi, atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan digunakan pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan pemerintah. Rasio dimaksudkan untuk mengukurtingkat kontribusi pajak daerah sebagai sumber pendapatan yang dikelola sendiri oleh daerah terhadap total PAD. Semakin besar rasio akan menunjukkan peran pajak sebagai sumber pendapatan daerah akan semakin baik. a) Rasio Efisiensi dan Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Ukuran ini menunjukkan tingkat efisiensi dari setiap penggunaan uang daerah. Sisa Anggaran (TSA) merupakan selisih lebih antara penerimaan daerah atas belanja yang dikeluarkan dalam satutahun anggaran ditambah selisih lebih transaksi pembiayaan penerimaan dan pengeluaran. Rasio pertama dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan perencanaan sesuai prinsip-prinsip disiplin anggaran sehingga memungkinkan setiap pengeluaran belanja menghasilkan sisa anggaran. Semakin kecil rasio akan menunjukkan peran perencanaan dan pelaksanaan anggaran semakin baik. Pengeluaran lainnya (TPL) merupakan pengeluaran yang berasal dari pengeluaran tidak termasuk bagian lain ditambah dengan pengeluaran tidak tersangka yang direalisasikan dalam satu tahun anggaran. Total Belanja Daerah (TBD) merupakan jumlah keseluruhan pengeluaran daerah dalam satu tahun anggaran yang membebani anggaran daerah. Rasio kedua mengukur pengendalian dan perencanaan anggaran belanja. Semakin kecil rasio akan menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah berupaya untuk mengurangi biaya lain-lain atau biaya taktis yang tidak jelas tujuan pemanfaatannya. Rasio efektifitas manggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerahyang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi rill daerah. Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila yang dicapai mencapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Namun demikian semangkin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semangkin baik. Guna memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektifitas tersebut perlu dipersandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah daerah. b) Rasio Keserasian

Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memperioritaskan alokasi dananya padabelanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Belum ada patokan yang pasti yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena itu sangat dipengarui oleh dinamisasi kegiatanpembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapaipertumbuhan yang ditargetkan. Namun demikian, sebagai daerah di negara berkembang peran pemerintah daerah untuk memacu pelaksanaa pembangunan masi relatif besar. Oleh karena itu, rasio belanja pembangunan yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerah. c) Rasio Pertumbuhan Rasio pertumbuhan (Growth Ratio)mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensi- potensi mana yang diperlu mendapatkan perhatian. H. Anggaran Berbasis Kinerja 1. Pengertian Anggaran

Proses penyusunan anggaran sering kali menjadi isu penting yang menjadi sorotan masyarakat. Pidato Presiden setiap bulan Agustus tentang Nota Keuangan dan Ancangan APBD, misanya, selalu menjadi indikator perekonomian Negara untuk selama setahun berikutnya. Bahkan, tidak jarang APBD tersebut menjadi alat politik yang digunakan oleh pemerintah sendiri maupun oleh pihak oposisi. Jika demikian, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan anggaran? Bagaimana seluk-beluknya? Menurut Mardiasmo (2002), Anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas (the process of allocating resources tounlimited demends ). Pengertian tersebut mengungkapkan peran strategis anggaran dalam pengelolaan kekayaan sebuah organisasi sektor publik tentunya berkeinginan memberikan pelanyanan maksimal kepada masyarakat, tetapi sering kali keinginan tersebutterhambat oleh terbatasnya sumber daya yang dimiliki. Disinilah dituntut peran penting anggaran. Anggaran dapat juga dikatakan sebagai pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran finansial. Pembuatan anggaran dalam organisasi sektor publik, terutama pemerintah, merupakan sebuah proses yang cukup rumit dan mengandung muatan politis yang cukup segnifikan. Berbeda dengan penyusunan anggaran diperusahaan swasta yang muatan politisnya relatif lebih kecil. Mardismo (2002:61) menyatakan bahwa Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mepersiapkan suatu anggaran. Sedangkan menurut Bastian (2006:164) mengutip dari National Committeen on Govermental Acconting(NCGA), yaitu rencana operasi keuangan yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayai dalam periode waktu tertentu. Anggaran merupakan dokumen yang berisi angka-angka yang diprediksikan akan diperoleh dan akandigunakan untuk satu jangka waktu tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anggaran adalah suatu instrumen yang menggambarkan kebijakan manajemen yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang dibuat secara sistematis dan terencana dengan mengintregrasikan dan mengalokasikan seluruh sumber daya (resources) ke dalam berbagai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai kinerja yang diharapkan pada suatu masa tertentu.. Mardiasmo (2002:63) mengungkapkan ada beberapa fungsi utama dari adanya anggaran sektor publik yaitu:

a. Anggaran sebagai alat perencanaan (Planning Tool)

b. Anggaran sebagai alat pengendalian (Control Tool) c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (Fiscal Tool)

d. Anggaran sebagai alat politik (Political Tool)

e. Anggaran sebagai alat kordinasi dan komunikasi (Coordination & Communication)

f. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja (Performeance Measurement Tool)

g. Anggaran sebagai alat motivasi (Motivation Tool)

h. Anggaran sebagai alat menciptakan ruang public (Publik Sphere) Adapun tipe dari anggaran menurut Bastian (2006:166) adalah sebagai berikut :

1. Line Item Budgeting Line item Budgeting adalah penyusunan anggaran yang didasarkan pada dan dari mana dana berasal (pos-pos penerimaan) dan untuk apa dana tersebut digunakan (pos-pos pengeluaran). Jenis anggaran ini relative dianggap paling tua dan banyak mengandung kelemahan atau sering disebu tradisional.

2. Planning Programming Budgeting System(PPBS) Planning Programming Budgeting System adalah suatu proses perencanaan, pembuatan, program, dan penganggaran, serta didalamnya terkandung indetifikasi tujuan organisasiatas permasalahan yang mungkin timbul.

3. Zero Based Budgeting (ZBB) Zero Based budgeting adalah sistemanggaran yang didasarkan pada perkirakan kegiatan, bukan pada yang telah dilakukan dimasa lalu, dan setiap kegiatan dievaluasi secara terpisah.

4. Performance Budgeting Performance Budgeting adalah sistempenganggaran yang berorentasi pada outputorganisasi dan berkaitan erat dengan Visi, Misi, dan Rencana Strategi Organisasi.

5. Medium Term Budgeting Framework (MTBF) Medium Term Budgeting Framework adalah suatu kerangka strategi kebijakan pemerintah tentang anggaranbelanja untuk departemen dan lembaga pemerintah non departemen, dan kerangkatersebut memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada departemen untuk penetapan alokasi dan penggunaan sumber dana pembangunan.

2. Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja

Menurut keputusan Menteri dalam negeri nomor 29 tahun 2002 yang sekarang berubah menjadi Permendagi Nomor 13 Tahun 2006 anggaran pendapatan belanja daerah (ABPD) dalam era otonomi daerah disusun dengan pendekatan kinerja, artinya sistim anggaran yang mengutamakan pencapaian hasil kinerja atau keluaran (output) dari perencanaan alokasi biaya yang telah ditetapkan. Dengan demikian diharapkan penyusunan dan pengalokasian anggaran dapat lebih disesuaikan dengan skala prioritas dan preferensi daerah yang bersangkutan (Mariana 2005) Anggaran berbasis kinerja dikenal dalam pengelolaan keuangan daerah sejak diterbitkanya PP Nomor 105 tahun 2000 yang dalam pasal 8 dinyatakan bahwa APBD disusun dengan pendekatan kinerja. Penerapan anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah di Indonesia dicanangkan melalui pemberlakuan UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan nagara dan diterapkan secara bertahap mulai tahun anggaran 2005. Menurut Mardiasmo (2002;105) Performance budget pada dasarnya adalah sistim penyusunan dan pengolahan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil kerja atau kinerja. Kinerja tersebut mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, yang berarti berorientasi pada kepentingan publik. Selanjutnya Mardiasmo (2002:132) menyatakan Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan Sumber Daya dan Dana yang serendah-rendahnya (spending well). Pengertian evektifitas padadasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). I. Prinsip-Prinsip Anggaran Berbasis Kinerja Indikator dari prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja adalah :

a. Transparansi

Transparansi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanan anggaran daerah. Transparansi memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kenutuhan masyarakat.

b. Akuntabilitas

Akuntabilitas sebagai kewajiban seseorang atauunit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanan kebijkan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara periodik.

c. Value for money

Value for money adalah pengharapan terhadap uang. Value for money terdiri:

1) Ekonomi

Besarnya realisasi anggaran yang digunakan pemerintah daerah.

2) Efesiensi

Pencapaian output yang maksimumdengan input tertentu atau pengguna input yang terendah untuk mencapai output tertentu.

3) Efektivitas

Pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.

BAB III PENUTUPA. KesimpulanRuang lingkup dari keuangan daerah menurut Halim (2001:20) ada dua yaitu :

a. Keuangan daerah yang dikelolah langsung, meliputi

1). Angaran Pendapatan Belanja Daerah (ABPD)

2). Barang-barang inventaris milik daerahb. Kekayaan daerah yang dipisahkan, meliputi1). Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Dalam organisasi sektor publik, setelah adanya oprasional anggaran, langkah selanjutnya adalah pengukuran kinerja untuk menilai prestasi dan akuntabilitas organisasi dan manajemen dalam mencapai tujuannya menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas yang merupakan salah satu ciri dari terapan good governance bukan hanya sekedar kemampuan menujukan bagaimana menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efektif, dan efisien (Mardiasmo 2002:121). Ekonomis terkait dengan sejauh manaorganisasi sektor publik dapat meminimalisir input resourcesyang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi merupakan perbandingan ouput/ input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. Sedangkan efektif merupakan tingkat standar kinerja atau program dengan target yang telah ditetapkan yang merupakan perbandingan-perbandingan outcome dengan output (Mardiasmo, 2002: 4). Dalam mengukur kualitas pengelolaan keuangan daerah yang diwujudkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, dapat digunakan alat ukur sebagai berikut;1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

2. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal3. Tingkat Kemandirian Pembiayaan, yang dapat dijabarkan lagi, menjadi;a) Rasio Efisiensi dan Efektivitas Pendapatan Asli Daerahb) Rasio Keserasian

c) Rasio Pertumbuhan

DAFTAR PUSTAKA Ahmad Yani. 2004.Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Deddy SupriadyBratakusumah& Dadang Solihin. 2004. Otonomi Penyelenggaran Pemerintahan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.