Upload
fatha-rani-sepa
View
499
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kespro
Citation preview
SATUAN ACARA PENYULUHAN SADARI
SATUAN ACARA PENYULUHAN
SADARI
I. IDENTIFIKASI MASALAH
Sadari adalah upaya yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kanker dalam
payudara yang dilakukan di depan cermin.
II. PENGANTAR
Bidang studi : Critical Thinking
Topic : Maternitas
Sub topic : Sadari
Sasaran : Mahasiswa
Hari / tanggal : Jumat, 11 Nov 2011
Jam : 16.00 WIB
Waktu : 30 menit
Tempat :
III. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan ini diharapkan mahasiswa mendapatkan
informasi dan pengetahuan tentang amputasi dan penyebab serta jenis-jenis amputasi.
IV. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)
Setelah mengikuti penyuluhan mahasiswa diharapkan dapat :
a. Mengetahui tentang masalah amputasi
b. Mengetahui penyebab, jenis, metode, dan tingkatan amputasi
V. MATERI
Terlampir
VI. METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
VII. MEDIA
1. Powerpoint
2. Video
VIII. KEGIATAN PEMBELAJARAN
NO WAKTU KEGIATAN PENYULUHAN KEGIATAN PESERTA
1 2 Menit Pembukaan :
Memberi salam
Menjelaskan kegiatan pembelajaran
Menyebutkan materi atau pokok bahasan yang
akan disampaikan
menjawab salam
Mendengarkan dan
memperhatikan
2. 20 Menit Pelaksanan :
Menjelaskan materi:
a. sadari
b. tujuan sadari
c. kanker
mendengarkan
Memperhatikan dan
menanyakan apabila ada
pertanyaan.
3. 6 Menit Evaluasi :
Memberikan pertanyaan dan menyuruh mengulang
tentang materi sadari
Mengulang apa yang
telah dijelaskan dan
menjawab pertanyaan.
4. 2 Menit Penutup :
Mengucapkan terima kasih dan kontrak waktu lagi
untuk melakukan implementasi dan evaluasi
Mengucapkan salam
Menyepakati kontrak
waktu
Menjawab salam
IX. EVALUASI
Pertanyaan:
1. Apakah sadari itu ?
2. Bahaya apa bila tidak dilakukan sadari sejak dini ?
3. Bagaimana cara melakukan sadari ?
X. LAMPIRAN MATERI
A. Pengertian
Sadari adalah pemeriksaan payudara sendiri yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
kanker dalam payudara wanita. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meggunakan cermin dan
dilakukan oleh wanita yang berumur 20 tahun ke atas
B. Etiologi
Indikasi utama sadari adalah karena :
Untuk mendeteksi terjadinya Cancer Payudara dengan mengamati payudara dari depan, sisi kiri
dan sisi kanan, apakah ada benjolan, perubahan warna kuli, putting bersisik dan pengeluaran
cairan atau nanah dan darah.
Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan jumlah kasus terbanyak di dunia, sekaligus
penyebab kematian terbesar. Sebagian besar penderita baru terdeteksi di stadium lanjut karena
kanker tidak bergejala.
Semakin bertambahnya usia, makin besar pula risiko seorang perempuan terkena kanker. Hal ini
tentu membuat kita khawatir. Meski begitu, kita bisa mengubah ketakutan menjadi sebuah
tindakan nyata untuk mencegah penyakit yang jadi momok kaum wanita ini.
1. Aktif bergerak
Tidak ada kata tua untuk mulai berolahraga. Penelitian menyebutkan, olahraga akan menurunkan
kadar hormon estrogen, yang berkaitan dengan kanker. Lakukan olahraga minimal 30 menit
sehari.
2. Kurangi berat badan
Setelah menopause, perempuan yang obesitas punya risiko lebih besar terkena kanker payudara
dibanding rekannya yang punya berat badan normal. Meski begitu, kenaikan bobot tubuh pada
wanita yang tadinya beratnya ideal juga mendatangkan risiko yang sama.
3. Cukupi kebutuhan vitamin D
Studi yang menegaskan manfaat vitamin D sebagai anti-kanker terus bermunculan. Yang terakhir
menyebutkan, 94 persen pasien kanker payudara yang kekurangan vitamin D, kankernya lebih
cepat menyebar dibanding mereka yang cukup vitamin D.
4. Batasi alkohol
Data terbaru dari National Cancer Institute menunjukkan perempuan yang minum satu atau dua
gelas alkohol setiap hari memiliki risiko terkena kanker payudara 32 persen lebih besar. Para ahli
menyarankan untuk membatasi alkohol tidak lebih dari satu gelas per hari.
5. Perhatikan gejalanya
Gejala awal kanker payudara dapat berupa benjolan yang biasanya dirasakan berbeda dari
jaringan payudara di sekitarnya, tidak menimbulkan nyeri, dan biasanya memiliki pinggiran
tidak teratur. Tanda lain yang mungkin timbul adalah benjolandi ketiak, perubahan ukuran atau
bentuk payudara, keluar cairan yang abnormal dari puting susu, dan perubahan warna atau
tekstur kulit payudara.
6. Lakukan deteksi dini
Skrining dan deteksi dini sebetulnya dapat secara signifikan menurunkan stadium pada temuan
kasus kanker payudara. Selain mamografi, pemeriksaan payudara sendiri (Sadari) yang dapat
diajarkan, kemudian dipraktikkan sendiri oleh perempuan, jika dilakukan secara teratur bisa
mendeteksi tumor 1,2 sentimeter
C. Waktu pelaksanaan
Pemeriksaan payudara dilakukan setelah menstruasi, pada waktu payudara tidak keras atau
bengkak.
D. Prosedur pelaksanaan
SADARI bulanan dengan pemeriksaan klinis payudara tahunan (Clinical Breast Examination /Â
CBE) oleh seorang ahli dan mamografi, sangat bermanfaat untuk mendeteksi kanker payudara
sejak dini.Ada tiga langkah penting untuk melakukan SADARI, yaitu:
1. Pemeriksaan raba pada posisi berdiri.
Untuk melakukan pemeriksaan pada payudara sebelah kanan, angkat lengan kanan anda ke
belakang kepala, lalu gunakan jari-jari tangan kiri untuk melakukan pemeriksaan. Lakukan
langkah-langkah sebaliknya untuk memeriksa payudara sebelah kiri.Â
2. Pemeriksaan raba pada saat berbaring.
Berbaringlah di atas permukaan yang keras. Saat melakukan pemeriksaan pada payudara kanan,
letakkan bantal di bawah pundak kanan. Kemudian letakkan lengan kanan di belakang kepala.
Ratakan jari-jari tangan kiri pada payudara kanan, dan tekan secara lembut dengan gerakan
memutar searah jarum jam. Mulailah pada bagian paling puncak dari payudara kanan (posisi jam
12), kemudian bergerak ke arah jam 10 dan seterusnya, sampai kembali ke posisi jam 12. Setelah
itu, pindahkan jari-jari Anda kira-kira 2 cm mendekati puting. Teruskan gerakan memutar seperti
sebelumnya hingga seluruh bagian payudara, termasuk puting selesai diperiksa. Lakukan hal
yang sama pada payudara sebelah kiri.
Teknik SADARI yang benar harus menggunakan buku jari dari ketiga jari tengah Anda, bukan
ujung jari. Anda sangat dianjurkan untuk mengulang-ulang gerakan melingkar dengan buku jari
yang disertai dengan sedikit penekanan. Namun penekanan yang berlebihan dapat menyebabkan
tekanan pada tulang rusuk dan akan terasa seperti benjolan
3. Tempo permeriksaan
Pemeriksaan payudara sendiri sebaiknya dilakukan sebulan sekali. Para wanita yang sedang haid
sebaiknya melakukan pemeriksaan pada hari ke-5 sampai ke-7 setelah masa haid bermula, ketika
payudara mereka sedang mengendur dan terasa lebih lunak.
Jika menemukan adanya benjolan atau perubahan pada payudara yang membuat diri Anda resah,
segera konsultasikan ke dokter. Jika dokter menginformasikan bahwa hasil pemeriksaannya
menunjukkan tidak adanya kelainan tapi Anda masih tetap resah, Anda bisa meminta kunjungan
lanjutan. Anda juga bisa meminta pendapat kedua dari seorang dokter spesialis.
Para wanita yang telah berusia 20 dianjurkan untuk mulai melakukan SADARI bulanan dan CBE
tahunan, dan harus melakukan pemeriksaan mamografi setahun sekali bila mereka telah
memasuki usia 40.
Jangan biarkan kanker payudara merusak hidup anda! kanker payudara bukan kanker ganas
kalau anda menyadarinya sebelum terlambat!
XI. DAFTAR PUSTAKA
http://doktersehat.com/2007/01/02/sadari-pemeriksaan-payudara-sendiri/#ixzz1AFh5cPkb
http://doktersehat.com/2010/03/23/cegah-kanker-payudara/#ixzz1AFgqvhst
buku panduan praktikum keperawatan maternitas
Diposkan 8th December 2011 oleh Bidan Pendidik D4 Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta Label: Ayu Amalia Putri 0
Nama: Eti Sulastri
NIM: 201110104251
Kelas F
MDGs
A. Tinjauan teori MDGS
1.Pengertian Millenium Development Goals
Adalah sebuah inisiatif pembangunan yang dibentuk pada tahun 2000, oleh perwakilan
dari 189 negara dengan menandatangi deklarasi yang disebut adalah sebuah inisiatif
pembangunan yang dibentuk pada tahun 2000, oleh perwakilan-perwakilan dari 189 negara
dengan menandantangani deklarasi yang disebut sebagai Millennium Declaration. upaya untuk
memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara
anggota PBB untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan.
Merupakan target kuantitatif dan terjadual dalam upaya penanggulangan kemiskinan
global serta dimensi kemiskinan lainnya seperti; kelaparan, penyakit, penyediaan infrastruktur
dasar (perumahan dan permukiman) serta mempromosikan persamaan gender, pendidikan, dan
lingkungan berkelanjutan. Merupakan upaya pemenuhan hak asasi manusia seperti yang
tercantum dalam Deklarasi Millenium PBB.
a. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi
Ruang lingkup Kesehatan Reproduksi secara luas meliputi:
1. Kesehatan Ibu dan Anak
2. Keluarga Berencana
3. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), termasuk IMS-HIV/AIDS
4. Pencegahan dan Penanggulangan Komplikasi Aborsi
5. Kesehatan Reproduksi Remaja
6. Pencegahan dan Penanganan Infertilitas
7. Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis
1.Tujuan Millenium Development Goals
Millenium Development Goals mempunyai delapan tujuan pembangunan yaitu :
1) Penghapusan kemiskinan;
Target 1 : Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah $1 perhari menjadi
setengahnya antara tahun 1990-2015
Target 2 : Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun
1990–2015
2) Pencapaian pendidikan dasar untuk semua;
Target 3 : Memastikan pada tahun 2015 semua anak dimanapun, laki-laki maupun perempuan, dapat
menyelesaikan pendidikan dasar
3) Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;
Target 4 : Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005
dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015
4) Penurunan angka kematian anak:
Target 5 : Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya antara th 1990–2015
5) Meningkatkan kesehatan ibu;
Target 6 : Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara tahun 1990–2015
6) Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya;
Target 7 : Mengendalikan penyebaran HIV/AIDs dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada tahun
2015
Target 8 : Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah malaria dan penyakit lainnya
7) Menjamin kelestarian lingkungan berkelanjutan;
Target 9 : Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional
Target 10: Penurunan sebesar separuh, proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang
aman dan berkelanjutan serta fasilitas dasar pada 2015
Target 11: Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada
tahun 2020
8) Membangun kemitraan global untuk pembangunan
2.Implementasi Millenium Development Goals
1) Memberantas kemiskinan dan kelaparan (eradicate extreme poverty and hunger)
a) menurunkan separuh jumlah penduduk yang berpendapatan kurang dari US$ 1.00 per hari
hingga tahun 2015
b) Menurunkan separuh jumlah penduduk yang menderita kelaparan ekstrim hingga tahun 2015.
Kedua sasaran diatas dirasakan penting menjadi prioritas penyelesaian mengingat kedua sasaran
tersebut merupakan titik awal terjadinya permasalahan-permasalahan turunan kemiskinan. Jika
akses untuk kedua kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akses-akses kebutuhan lain pun juga
tidak dapat dicukupi. Bila kelompok masyarakat tidak mampu memenuhi pendapatan sebesar
US$ 1 per hari atau setara dengan Rp. 9.000 per hari dapat dipastikan tidak dapat terpenuhinya
kebutuhan pendidikan, kesehatan, keahlian dan keterampilan untuk pasar kerja serta sanitasi
kesehatan rumah dan lingkungan.
c)Pengentasan kemiskinan dan Program Keluarga Harapan (PKH)
2) Mencapai pendidikan dasar yang universal (achieve universal primary education) Akses
pendidikan dasar (wajar 9 tahun)
3) Mempromosikan persamaan jender dan pemberdayaan perempuan (promote gender equality and
empower women)
Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals), yang disebut sebagai
Deklarasi Milenium (Millenium Declaration). Deklarasi tersebut juga menyebutkan tentang
pemberdayaan pe-rempuan serta persamaan jender. Berkaitan juga dengan penerapan hak-hak
dan kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki, yang juga mengacu pada CEDAW:
“to combat all forms of violence against women and to implement the Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women. Oleh Indonesia, CEDAW telah
diratifikasi sejak 1984. Selain itu MDGs juga mengacu pada kepedulian terhadap 12 wilayah
kritis (critical areas), yang disepakati pada Kongres Pe-rempuan IV di Beijing tahun 1995, yang
telah dituangkan dalam Beijing Platform for Action.
4) Mengurangi jumlah kematian anak (reduce child mortality)
a) Akes pelayanan bidang kesehatan
5) Meningkatkan kesehatan ibu (improve maternal health)
a) Akes pelayanan bidang kesehatan
b) Program Keluarga Berencana (KB)
6) Meme-rangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain (combat HIV/AIDS, ma-laria and other
diseases)
7) Menjamin kelestarian lingkungan (ensure environmental sustainability)
a) Rehabilitasi hutan dan perlindungan konservasi sumber daya alam
b) Perbaikan infrastruktur, irigasi dan sanitasi.
8) Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (develop a global partnership for
development).
Dalam sepuluh tahun terakhir Indonesia mengalami sebuah paradigma baru dalam sistem
kepemerintahan dan kewenangan. Jika sebelumnya semua perencanan dan pembangunan diatur
secara terpusat, kemudian perencanaan dan pembangunan tersebut ditetapkan secara otonom
menurut lingkup daerah provinsi, kabupaten/kota. Paradigma pembangunan inilah yang kita
kenal dengan otonomi daerah. Bagi daerah yang memiliki posisi strategis kaya akan sumber daya
alam dan manusia, era otonomi daerah merupakan peluang berharga bagi pelaksanaan
pembangunan guna terwujudnya kemakmuran dan kesejahtaraan masyarkat. Akan tetapi bagi
daerah yang minus, otonomi daerah akan menjadi sumber masalah bagi kelancaran pelaksanaan
pembangunan. Untuk mengatisipasi permasalahan ini pemerintah pusat telah mengambil
kebijakan dengan memberikan proporsi anggaran melalui dana perimbangan sehingga semua
daerah memiliki kesempatan yang sama dalam melaksanakan pembangunan. Adapun dana
perimbangan tersebut adalah Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hail Bukan pajak, Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
3.Hasil Millenium Development Goals
MDG 1: MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN
Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan, sebagaimana diukur oleh
indikator USD 1,00 per kapita per hari, menjadi setengahnya. Kemajuan juga telah dicapai dalam
upaya untuk lebih menurunkan lagi tingkat kemiskinan, sebagaimana diukur oleh garis
kemiskinan nasional dari tingkat saat ini sebesar 13,33 persen (2010) menuju targetnya sebesar 8
– 10 persen pada tahun 2014. Prevalensi kekurangan gizi pada balita telah menurun dari 31
persen pada tahun 1989 menjadi 18,4 persen pada tahun 2007, sehingga Indonesia diperkirakan
dapat mencapai target MDG sebesar 15,5 persen pada tahun 2015. Prioritas ke depan untuk
menurunkan kemiskinan dan kelaparan adalah dengan memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan infrastruktur pendukung, dan memperkuat sektor pertanian. Perhatian khusus
perlu diberikan pada:
1. Perluasan fasilitas kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)
2. Pemberdayaan masyarakat miskin dengan meningkatkan akses dan penggunaan sumber
daya untuk meningkatkan kesejahteraannya
3. Peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan social
4. Perbaikan penyediaan proteksi sosial bagi kelompok termiskin di antara yang miskin.
MDG 2: MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA
Upaya Indonesia untuk mencapai target MDG tentang pendidikan dasar dan melek huruf
sudah menuju pada pencapaian target 2015 (on-track). Bahkan Indonesia menetapkan pendidikan
dasar melebihi target MDGs dengan menambahkan sekolah menengah pertama sebagai sasaran
pendidikan dasar universal. Pada tahun 2008/09 angka partisipasi kasar (APK) SD/MI termasuk
Paket A telah mencapai 116,77 persen dan angka partisipasi murni (APM) sekitar 95,23 persen.
Pada tingkat sekolah dasar (SD/MI) secara umum disparitas partisipasi pendidikan antarprovinsi
semakin menyempit dengan APM di hampir semua provinsi telah mencapai lebih dari 90,0
persen. Tantangan utama dalam percepatan pencapaian sasaran MDG pendidikan adalah
meningkatkan pemerataan akses secara adil bagi semua anak, baik laki-laki maupun perempuan,
untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas di semua daerah. Berbagai kebijakan dan
program pemerintah untuk menjawab tantangan tersebut adalah:
1. Perluasan akses yang merata pada pendidikan dasar khususnya bagi masyarakat miskin
2. Peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan
3. Penguatan tata kelola dan akuntabilitas pelayanan pendidikan.
Kebijakan alokasi dana pemerintah bagi sektor pendidikan minimal sebesar 20 persen
dari jumlah anggaran nasional akan diteruskan untuk mengakselerasi pencapaian pendidikan
dasar universal pada tahun 2015.
MDG 3: MENDORONG KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Berbagai kemajuan telah dicapai dalam upaya meningkatkan kesetaraan gender di semua
jenjang dan jenis pendidikan. Rasio angka partisipasi murni (APM) perempuan terhadap laki-laki
di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama berturut-turut sebesar 99,73 dan 101,99 pada
tahun 2009, dan rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada kelompok usia 15 sampai
24 tahun telah mencapai 99,85. Oleh sebab itu, Indonesia sudah secara efektif menuju (on-track)
pencapaian kesetaraan gender yang terkait dengan pendidikan pada tahun 2015. Di bidang
ketenagakerjaan, terlihat adanya peningkatan kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di
sektor nonpertanian. Di samping itu, proporsi kursi yang diduduki oleh perempuan di DPR pada
pemilu terakhir juga mengalami peningkatan, menjadi 17,9 persen. Prioritas ke depan dalam
mewujudkan kesetaraan gender meliputi:
(1) Peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan;
(2) Perlindungan perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan;
(3) Peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan.
MDG 4: MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK
Angka kematian bayi di Indonesia menunjukkan penurunan yang cukup signifi kan dari
68 pada tahun 1991 menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, sehingga target
sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 diperkirakan dapat tercapai. Demikian
pula dengan target kematian anak diperkirakan akan dapat tercapai. Namun demikian, masih
terjadi disparitas regional pencapaian target, yang mencerminkan adanya perbedaan akses atas
pelayanan kesehatan, terutama di daerah-daerah miskin dan terpencil. Prioritas kedepan adalah
memperkuat system kesehatan dan meningkatkan akses pada pelayanan kesehatan terutama bagi
masyarakat miskin dan daerah terpencil.
MDG 5: MENINGKATKAN KESEHATAN IBU
Dari semua target MDGs, kinerja penurunan angka kematian ibu secara global masih
rendah. Di Indonesia, angka kematian ibu melahirkan (MMR/Maternal Mortality Rate) menurun
dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Target
pencapaian MDG pada tahun 2015 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga
diperlukan kerja keras untuk mencapai target tersebut. Walaupun pelayanan antenatal dan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih cukup tinggi, beberapa faktor seperti risiko
tinggi pada saat kehamilan dan aborsi perlu mendapat perhatian. Upaya menurunkan angka
kematian ibu didukung pula dengan meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi dan
menurunkan unmet need yang dilakukan melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB
dan kesehatan reproduksi. Ke depan, upaya peningkatan kesehatan ibu diprioritaskan pada
perluasan pelayanan kesehatan berkualitas, pelayanan obstetrik yang komprehensif, peningkatan
pelayanan keluarga berencana dan penyebarluasan komunikasi, informasi dan edukasi kepada
masyarakat.
MDG 8: MEMBANGUN KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNAN
Indonesia merupakan partisipan aktif dalam berbagai forum internasional dan
mempunyai komitmen untuk terus mengembangkan kemitraan yang bermanfaat dengan berbagai
organisasi multilateral, mitra bilateral dan sektor swasta untuk mencapai pola pertumbuhan
ekonomi yang berdampak pada penurunan tingkat kemiskinan (pro-poor). Indonesia telah
mendapat manfaat dari mitra pembangunan internasional. Untuk meningkatkan efektifi tas
kerjasama dan pengelolaan bantuan pembangunan di Indonesia, Jakarta Commitment telah
ditandatangani bersama 26 mitra pembangunan pada tahun 2009. Bersamaan dengan ini,
Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB.
Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya rasio pinjaman luar negeri pemerintah terhadap PDB
dari 24,6 persen pada tahun 1996 menjadi 10,9 persen pada tahun 2009. Sementara itu, Debt
Service Ratio Indonesia juga telah menurun dari 51 persen pada tahun 1996 menjadi 22 persen
pada tahun 2009. Untuk meningkatkan akses komunikasi dan informasi, sektor swasta telah
membuat investasi besar ke dalam teknologi informasi dan komunikasi, dan akses pada telepon
genggam, jaringan PSTN, dan komunikasi internet telah meningkat sangat pesat selama lima
tahun terakhir. Pada tahun 2009, sekitar 82,41 persen dari penduduk Indonesia mempunyai akses
pada telepon seluler.
Tinjauan Status Pencapaian MDG di Indonesia
Status: ● Sudah tercapai ►Akan tercapai ▼Perlu perhatian khusus
IndikatorAcuan Dasar
Saat IniTarget MDGs 2015
Status
Sumber
TUJUAN 1. MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARANTarget 1A: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari USD 1 (PPP) per hari dalam kurun waktu 1990-2015
1.1Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari USD 1,00 (PPP) per kapita per hari
20,60% (1990)
5,90% (2008)
10,30% ●Bank Dunia dan BPS
1.2 Indeks Kedalaman Kemiskinan2,70% (1990)
2,21% (2010)
Berkurang ► BPS, Susenas
Target 1B: Mewujudkan kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda
1.4Laju pertumbuhan PDB per tenaga kerja
3,52% (1990)
2,24% (2009)
-PDB Nasional dan BPS, Sakernas
1.5Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas
65% (1990)
62% (2009) -
BPS, Sakernas
1.7
Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas keluarga terhadap total kesempatan kerja
71% (1990)
64% (2009) Menurun ►
Target 1C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita kelaparan dalam kurun waktu 1990-2015
1.8Prevalensi balita dengan berat badan rendah / kekurangan gizi
31,0% (1989)*
18,4%(2007)**17,9%(2010)**
15,5% ►
*BPS, Susenas **Kemkes,Riskesdas 2007;2010(data sementara)
1.8a Prevalensi balita gizi buruk7,2% (1989)*
5,4% (2007)**4,9% (2010)**
3,6% ►
1.8b Prevalensi balita gizi kurang23,8% (1989)*
13,0%(2007)**13,0%(2010)**
11,9% ►
1.9Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum:
▼
BPS, Susenas- 1400 Kkal/kapita/hari
17,00% (1990)
14,47% (2009)
8,50%
- 2000 Kkal/kapita/hari64,21% (1990)
61,86% (2009)
35,32%
TUJUAN 2: MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUATarget 2A: Menjamin pada 2015 semua anak-anak, laki-laki maupun perempuan di manapun dapat menyelesaikan pendidikan dasar
2.1Angka Partisipasi Murni (APM) sekolah dasar
88,70%(1992) **
95,23% (2009)*
100,00% ►*Kemdiknas**BPS, Susenas
2.2Proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah dasar
62,00%(1990)*
93,50%(2008)**
100,00% ►*Kemdiknas**BPS, Susenas
2.3Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun, perempuan dan laki-laki
96,60% (1990)
99,47% (2009) Female:99,40%Male: 99,55%
100,00% ► BPS, Susenas
TUJUAN 3: MENDORONG KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUANTarget 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015
3.1Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi
- Rasio APM perempuan/laki-laki di SD
100,27 (1993)
99,73(2009)
100,00 ●
BPS, Susenas
- Rasio APM perempuan/laki-laki di SMP
99,86(1993)
101,99 (2009)
100,00 ●
- Rasio APM perempuan/laki-laki di SMA
93,67(1993)
96,16(2009)
100,00 ►
- Rasio APM perempuan/laki-laki di Perguruan Tinggi
74,06(1993)
102,95 (2009)
100,00 ►
3.1aRasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada kelompok usia 15-24 tahun
98,44 (1993)
99,85 (2009) 100,00 ●
3.2Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor nonpertanian
29,24% (1990)
33,45% (2009)
Meningkat ►BPS, Sakernas
3.3Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR
12,50% (1990)
17,90% (2009)
Meningkat ► KPU
TUJUAN 4: MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAKTarget 4A: Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015
4.1Angka KemaTIan Balita per 1000 kelahiran hidup
97 (1991) 44 (2007) 32 ►
BPS, SDKI 1991, 2007;*Kemkes, Riskesdas 2010 (data sementara)
4.2Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup
68 (1991) 34 (2007) 23 ►
4.2aAngka Kematian Neonatal per 1000 kelahiran hidup
32 (1991) 19 (2007) Menurun ►
4.3Persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak
44,5% (1991)
67,0% (2007) 74,5% (2010)*
Meningkat ►
TUJUAN 5: MENINGKATKAN KESEHATAN IBUTarget 5A: Menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015
5.1Angka Kematian Ibu per 100,000 kelahiran hidup
390 (1991)
228 (2007) 102 ▼BPS, SDKI 1993, 2007
5.2Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih
40,70% (1992)
77,34% (2009)
Meningkat ►BPS, Susenas1992-2009
Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015
5.3
Angka pemakaian kontrasepsi /CPR bagi perempuan menikah usia 15-49, semua cara
49,7% (1991)
61,4% (2007)
Meningkat ►
BPS, SDKI 1991, 2007
5.3a Angka pemakaian kontrasepsi (CPR) pada perempuan menikah usia 15-49 tahun saat ini, cara modern
47,1% (1991)
57,4% (2007)
Meningkat ▼
5.4
Angka kelahiran remaja (perempuan usia 15-19 tahun) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun
67 (1991) 35 (2007) Menurun ►
5.5Cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan)- 1 kunjungan: 75,0% 93,3%
Meningkat►
- 4 kunjungan:56,0% (1991)
81,5% (2007)
►
5.6Unmet Need (kebutuhan keluarga berencana / KB yang tidak terpenuhi)
12,70% (1991)
9,10% (2007)
Menurun ▼
TUJUAN 6: MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYATarget 6A: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015
6.1Prevalensi HIV/AIDS (persen) dari total populasi
- 0,2% (2009) Menurun ▼Estimasi Kemkes 2006
6.2Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi terakhir
12,8% (2002/ 03)
Perempuan:10,3%
Meningkat
▼BPS, SKRRI2002/2003 &2007
Laki-laki: 18,4% (2007)
▼
6.3
Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memilikipengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS
- Menikah -
Perempuan:9,5%Laki-laki:14,7% (2007)Perempuan:11,9%Laki-laki:15,4% (2010)*
Meningkat ▼
BPS, SDKI 2007;*Kemkes,Riskesdas 2010(data sementara)
- Belum Menikah - Perempuan:2,6%Laki-laki: 1,4%(2007)Perempuan:19,8%Laki-laki:
Meningkat ▼ BPS, SKRRI2007;*Kemkes,Riskesdas 2010(data sementara)
20,3% (2010)*
Target 6B: Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010
6.5Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan anti retroviral
-38,4% (2009)
Meningkat ▼
Kemkes, 2010,per 30 November2009
Target 6C: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015
6.6Angka kejadian dan tingkat kematian akibat Malaria
6.6aAngka kejadian Malaria (per 1,000 penduduk):
4,68 (1990)
1,85 (2009) 2,4% (2010)*
Menurun ►
Kemkes 2009;Kemkes,Riskesdas 2010(data sementara)
Angka kejadian Malaria di Jawa & Bali (API)
0,17 (1990)
0,16 (2008) Menurun ►API, Kemkes2008
Angka kejadian Malaria di luar Jawa & Bali (AMI)
24,10 (1990)
17,77 (2008) Menurun ►AMI, Kemkes2008
6.7Proporsi anak balita yang tidur dengan kelambu berinsektisida
-
3,3% Desa: 4,5%Kota: 1,6%(2007)7,7% (2007)*16,0%(2010) **
Meningkat ▼
BPS, SDKI 2007;* Kemkes,RIskesdas 2007;** Kemkes,Riskesdas 2010(data sementara)
6.8Proporsi anak balita dengan demam yang diobati dengan obat anti malaria yang tepat
-21,9% (2010)
Riskesdas 2010(data sementara)
6.9Angka kejadian, prevalensi dan tingkat kematian akibat Tuberkulosis
6.9aAngka kejadian Tuberkulosis (semua kasus/ 10.000 penduduk/tahun)
343 (1990)
228 (2009)Dihentikan,mulaiberkurang
●Laporan TBGlobal WHO,2009
6.9b Tingkat prevalensi Tuberkulosis (per 100.000 penduduk)
443 (1990)
244 (2009) ●
6.9cTingkat kematian karena Tuberkulosis (per 100.000 penduduk)
92 (1990) 39 (2009) ●
6.10
Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang terdeteksi dan diobati dalam program DOTS
6.10aProporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang terdeteksi dalam program DOTS
20,0% (2000)*
73,1%(2009) **
70,0% ●*Laporan TB Global WHO,2009
6.10bProporsi kasus Tuberkulosis yang diobati dan sembuh dalam program DOTS
87,0% (2000)*
91,0%(2009) **
85,0% ●** LaporanKemkes 2009
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUPTarget 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkesinambungan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumberdaya lingkungan yang hilang
7.1
Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara terhadap luas daratan
59,97% (1990)
52,43% (2008)
Meningkat ▼Kemenhut
7.2Jumlah emisi karbon dioksida (CO2)
1.416.074 Gg CO2e (2000)
1.711.626 GgCO2e (2008)
Berkurang26% pada2020
▼KementerianLingkunganHidup
7.2aJumlah konsumsi energi primer (per kapita)
2,64 BOE(1991)
4,3 BOE (2008)
Menurun
KementerianEnergi danSumber DayaMineral
7.2b Intensitas Energi
5,28 SBM/USD 1,000(1990)
2,1 SBM/USD 1,000(2008)
Menurun
7.2c Elastisitas Energi0,98 (1991)
1,6 (2008) Menurun
7.2dBauran energi untuk energi terbarukan
3,5% (2000)
3,45% (2008)
-
7.3Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) dalam metrik ton
8.332,7 metric tons (1992)
0 CFCs (2009)
0 CFCsdenganmengurangiHCFCs
►KementerianLingkunganHidup
7.4Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan biologis yang aman
66,08% (1998)
91,83% (2008)
tidakmelebihibatas
►KementerianKelautan &Perikanan
7.5 Rasio luas kawasan lindung untuk menjaga kelestarian
26,40% (1990)
26,40% (2008)
Meningkat ► KementerianKehutanan
keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan
7.6Rasio kawasan lindung perairan terhadap total luas perairan teritorial
0,14% (1990)*
4,35%(2009) **
Meningkat ►
* KementerianKahutanan** KementerianKelautan &Perikanan
Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi layak hingga tahun 2015
7.8
Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak, perkotaan dan perdesaan
37,73% (1993)
47,71% (2009)
68,87% ▼
BPS, Susenas
7.8a Perkotaan50,58% (1993)
49,82% (2009)
75,29% ▼
7.8b Perdesaan31,61% (1993)
45,72% (2009)
65,81% ▼
7.9
Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak, perkotaan dan perdesaan
24,81% (1993)
51, 19% (2009)
62,41% ▼
7.9a Perkotaan53,64% (1993)
69,51% (2009)
76,82% ▼
7.9b Perdesaan11,10% (1993)
33,96% (2009)
55,55% ▼
Target 7D:Mencapai peningkatan yang signifi kan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020
7.10Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan
20,75% (1993)
12,12% (2009)
6% (2020) ▼ BPS, Susenas
TUJUAN 8: MENGEMBANGKAN KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNANTarget 8A: Mengembangan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi dan tidak diskriminatif
8.6aRasio Ekspor + Impor terhadap PDB (indikator keterbukaan ekonomi)
41,60% (1990)
39,50% (2009)
Meningkat ►BPS & BankDunia
8.6bRasio pinjaman terhadap simpanan di bank umum
45,80% (2000)
72,80% (2009)
Meningkat ►LaporanPerekonomian BI8.6c
Rasio pinjaman terhadap simpanan di BPR
101,30% 2008, 2009(2003)
109,00%(2009)
Meningkat ►
Target 8D: Menangani utang negara berkembang melalui upaya nasional maupun internasional untuk dapat mengelola utang dalam jangka panjang
8.12Rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB
24,59% (1996)
10,89% (2009)
Berkurang ►KementerianKeuangan
8.12a
Rasio pembayaran pokok utang dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor (DSR)
51,00% (1996)
22,00% (2009)
Berkurang ►Laporan TahunanBI 2009
Target 8F: Bekerja sama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi
8.14
Proporsi penduduk yang memiliki jaringan PSTN (kepadatan fasilitas telepon per jumlah penduduk)
4,02% (2004)
3,65% (2009)
Meningkat► Kemkominfo
2010
8.15Proporsi penduduk yang memiliki telepon seluler
14,79% (2004)
82,41% (2009)
100,00% ►
8.16Proporsi rumah tangga dengan akses internet
-11,51% (2009)
50,00% ▼BPS, Susenas2009
8.16aProporsi rumah tangga yang memiliki komputer pribadi
-8,32% (2009)
Meningkat ▼BPS, Susenas2009
b. Teori ICPD (International On Poplation And Development)
Pada tahun 1994 diseleggarakan Konferensi International Kependudukan dan
pembangunan (International On Poplation And Development) ICPD, disponsori oleh PBB di
Kairo-Mesir pada tahun 1994, dihadiri oleh11.000 perwakilan lebih dari 180 negara. Konferensi
tersebut melahirkan kebijakan baru tentang pembangunan dan kependudukan, yang ditujukan
untuk menstabilkan pertumbuhan penduduk yang berorientasikan pada kepentingan pembanguan
manusia, tercantum dalam program aksi 20 tahun. Program aksi 20 tahun, bagi tiap Negara
yaitu :
1.Meningkatkan status kesehatan, pendidikan dan hak-hak individu khususnya bagi perempuan
dan anak-anak.
2.Mengintegrasikan program keluarga berencana kedalam agenda kesehatan perempuan yang lebih
luas. Bagian terpenting dalam program tersebuta adalah penyediaan pelayanan kesehatan
reproduksi menyeluruh, yang memadukan KB, pelayanan kehamilan dan persalinan yang aman,
pencegahan dan pengobatan IMS termasuk HIV, informasi dan konseling seksualitas,
penghapusan bentuk-bentuk kekerasan pada perempuan.
Telaah 5 tahunan ICPD yaitu target baru untuk tahun 2015 adalah :
1) Akses terhadap pendidikan dasar, meningkatnya keikutsertaan anak laki-laki dan perempuan di
SD hingga sekurang-kurangnya 90% sebelum 2010, serta menurunkan angka buta huruf pada
perempuan dan anak perempuan pada tahun 1990 hingga setengahnya pada tahun 2005
2) Semua fasilitas kesehatan menyediakan metode-metode KB yang aman dan efektif, pelayanan
kebidanan, pencegahan ISR/IMS, serta metode pelindung untuk mencegah infeksi, baik secara
lansung maupun rujukan.
3) Mengurangi kesenjangan antara pemakian kontrasepsi dengan proporsi individu yang ingin
membatasi jumlah anak untuk menjarangkan kehamilan, tanpa menggunakan target atau kuota.
4) Memastikan bahwasekurang-kurangnya 60% persalinan ditolong oleh tenaga terlatih, terutama
dinegara-negara yang angka kematian ibu yang tinggi
5) Pelayanan pencegahan HIV untuk laki-laki dan perempuan muda usia 15-24 tahun. Termasuk
pelayan kondom laki-laki dan perempuan pemeriksaan sukarela, konseling dan tindak lanjut.
5. Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia
Dalam rangka mencapai tujuan kesehatan reproduksi perlu disusun kebijakan dan strategi
umum yang dapat memayungi pelaksanaan upaya seluruh komponen kesehatan reproduksi di
Indonesia. Upaya penanganan kesehatan reproduksi harus dilaksanakan dengan memperhatikan
nilai-nilai agama dan budaya/norma kemasyarakatan dan kegiatannya diarahkan untuk
peningkatan kualitas hidup manusia.
A. Kebijakan Umum
1. Menempatkan upaya kesehatan reproduksi menjadi salah satu prioritas Pembangunan Nasional.
2. Melaksanakan percepatan upaya kesehatan reproduksi dan pemenuhan hak reproduksi ke seluruh
Indonesia.
3. Melaksanakan upaya kesehatan reproduksi secara holistik dan terpadu melalui pendekatan siklus
hidup.
4. Menggunakan pendekatan keadilan dan kesetaraan gender di semua upaya kesehatan reproduksi.
5. Menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi berkualitas bagi keluarga miskin.
B. Strategi Umum
1. Menempatkan dan memfungsikan Komisi Kesehatan Reproduksi (KKR) pada tingkat Menteri
Koordinator serta membentuk KKR di provinsi dan kabupaten/kota
2. Mengupayakan terbitnya peraturan perundangan di bidang kesehatan reproduksi.
3. Meningkatkan advokasi, sosialisasi dan komitmen politis di semua tingkat.
4. Mengupayakan kecukupan anggaran/dana pelaksanaan kesehatan reproduksi.
5. Masing-masing penanggungjawab komponen mengembangkan
6. upaya kesehatan reproduksi sesuai ruang lingkupnya dengan
7. menjalin kemitraan dengan sektor terkait, organisasi profesi dan LSM
8. Masing-masing komponen membuat rencana aksi mengacu pada kebijakan yang telah
ditetapkan.
9. Mengembangkan upaya kesehatan reproduksi yang sesuai dengan masalah spesifik daerah dan
kebutuhan setempat, dengan memanfaatkan proses desentralisasi.
10. Memobilisasi sumber daya nasional dan internasional baik pemerintah dan non pemerintah.
11. Menyediakan pembiayaan pelayanan KR melalui skema Jaminan Sosial Nasional.
12. Melakukan penelitian untuk pengembangan upaya KR.
13. Menerapkan Pengarus-utamaan Gender dalam bidang KR.
14. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi untuk kemajuan upaya KR.
C. Kebijakan dan Strategi Komponen
1.a. Kebijakan Kesehatan Ibu dan Anak
(1) Setiap ibu menjalani kehamilan dan persalinan dengan sehat dan selamat serta bayi lahir sehat.
(2) Setiap anak hidup sehat, tumbuh dan berkembang secara optimal.
1.b. Strategi Kesehatan Ibu dan Anak
(1) Pemberdayaan perempuan, suami dan keluarga.
(a) Peningkatan pengetahuan tentang tanda bahaya kehamilan, persalinan, nifas, bayi dan balita
(health seeking care).
(b) Penggunaan buku KIA
(c) Konsep SIAGA (Siap, Antar, Jaga)
(d) Penyediaan dana, transportasi, donor darah untuk keadaan darurat
(e) Peningkatan penggunaan ASI eksklusif
(2) Pemberdayaan Masyarakat
a)Pemantapan GSI
b) Penyelenggaraan Polindes, Posyandu, Tempat Penitipan Anak (TPA)
(3) Kerjasama lintas sektor, mitra lain termasuk pemerintah daerah dan lembaga legislatif.
(a) Advokasi dan sosialisasi ke semua stakeholders.
(b) Mendorong adanya komitmen, dukungan, peraturan, dan kontribusi pembiayaan dari berbagai
pihak terkait.
(c) Peningkatan keterlibatan LSM, organisasi profesi, swasta dan sebagainya
(4) Peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak secara terpadu dengan
komponen KR lain.
(a) Pelayanan antenatal.
(b) Pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan neonatal esensial.
(c) Penanganan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal
(d) Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi pascakeguguran.
(e) Manajemen Terpadu Bayi Muda dan Balita Sakit.
(f) Pembinaan tumbuh kembang anak.
(g) Peningkatan keterampilan tenaga kesehatan dan pemenuhan kelengkapan sarananya.
(h) Mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas pelayanan.
2.a. Kebijakan Keluarga Berencana.
(1) Memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB.
(2) Mengintegrasikan pelayanan Keluarga Berencana dengan pelayanan lain dalam komponen
kesehatan reproduksi
(3) Jaminan pelayanan KB bagi orang miskin.
(4) Terlaksananya mekanisme operasional pelayanan.
(5) Meningkatnya peran serta LSOM, swasta dan organisasi profesi.
(6) Tersedianya informasi tentang program KB bagi remaja.
(7) Terjadinya pemanfaatan data untuk pelayanan.
2.b. Strategi Keluarga Berencana
(1) Prinsip integrasi artinya dalam pelaksanaannya tidak hanya bernuansa demografis tapi juga
mengarah pada upaya meningkatkan kesehatan reproduksi yang dalam pelaksanannya harus
memperhatikan hak-hak reproduksi serta kesetaraan dan keadilan gender.
(2) Prinsip Desentralisasi, kebijakan pelayanan program keluarga berencana perlu menyesuaikan
dengan perubahan lingkungan institusi daerah sesuai dengan UU No. 22 tahun 1999 dan PP No.
25 tahun 2000.
(3) Prinsip pemberdayaan, dengan ditingkatkannya kualitas kepemimpinan dan kapasitas pengelola
dan pelaksana program nasional KB dengan memberdayakan institusi masyarakat, keluarga dan
individu dalam rangka meningkatkan kemandirian.
(4) Prinsip kemitraan, meliputi koordinasi dalam rangka kemitraan yang tulus dan setara serta
meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dan kerjasama internasional.
(5) Prinsip segmentasi sasaran, meliputi keberpihakan pada keluarga rentan, perhatian khusus pada
segmen tertentu berdasarkan ciri-ciri demografis, sosial, budaya dan ekonomi dan keseimbangan
dalam memfokuskan partisipasi dan pelayanan menurut gender.
3.a. Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan IMS termasuk HIV/AIDS
(1) Penanggulangan dilaksanakan dengan memutuskan mata rantai penularan yang terjadi melalui
hubungan seks yang tidak terlindungi, penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna
Napza suntik, penularan dari ibu yang hamil dengan HIV (+) ke anak/ bayi.
(2) Kerjasama lintas sektoral dengan melibatkan organisasi profesi, masyarakat bisnis, LSM,
organisasi berbasis masyarakat, pemuka agama, keluarga dan para Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA).
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk untuk memperoleh informasi yang benar tentang HIV/AIDS.
(4) Setiap ODHA dilindungi kerahasiaannya.
(5) Kesetaraan gender dalam pelaksanaan penanggulangan HIV/AIDS.
(6) Adanya hak memperoleh pelayanan pengobatan perawatan dan dukungan tanpa diskriminasi bagi
ODHA.
(7) Pemerintah berkewajiban memberi kemudahan untuk pelayanan pengobatan, perawatan dan
dukungan terhadap ODHA dan mengintegrasikan ke dalam sistem kesehatan yang telah tersedia.
(8) Prosedur untuk diagnosis HIV harus dilakukan dengan sukarela dan didahului dengan
memberikan informasi yang benar, pre dan post test konseling.
(9) Setiap darah yang ditransfusikan, serta produk darah dan jaringan transplan harus bebas dari
HIV.
3.b. Strategi Pencegahan dan Penanggulangan IMS termasuk HIV/AIDS
(1) Pelaksanaan mengikuti azas-azas desentralisasi sedangkan pemerintah pusat hanya menetapkan
kebijakan nasional.
(2) Koordinasi dan penggerakan di bentuk KPA di pusat dan di daerah/ kabupaten/ kota,
pelaksanaan Program melalui jejaring (networking) yang sudah dibentuk di masing-masing
sector terkait.
(3) Suveilans dilakukan melalui laporan kasus AIDS, surveilans sentinel HIV, SSP dan surveilans
IMS
(4) Setiap prosedur kedokteran tetap memperhatikan universalprecaution atau kewaspadaan
universal.
(5) Melengkapi PP - UU menjamin perlindungan ODHA.
(6) Pembiayaan pencegahan dan penanggulangan IMS termasuk HIV/AIDS terutama akan
menggunakan sumber-sumber dalam negeri. Pemerintah mengupayakan Bantuan Luar Negeri.
(7) Melakukan monitoring dan evaluasi program dilakukan berkala, terintegrasi dengan
menggunakan indikator-indikator pencapaian dalam periode tahunan maupun lima tahunan.
4.a. Kebijakan Kesehatan Reproduksi Remaja
(1) Pemerintah, masyarakat termasuk remaja wajib menciptakan lingkungan yang kondusif agar
remaja dapat berperilaku hidup sehat untuk menjamin kesehatan reproduksinya.
(2) Setiap remaja mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi
remaja yang berkualitas termasuk pelayanan informasi dengan memperhatikan keadilan dan
kesetaraan gender.
(3) Upaya kesehatan reproduksi remaja harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk
mendukung peningkatan derajat kesehatan remaja dengan disertai upaya pendidikan kesehatan
reproduksi yang seimbang.
(4) Upaya pendidikan kesehatan reproduksi remaja dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal
maupun nonformal, dengan memberdayakan para tenaga pendidik dan pengelola pendidikan
pada sistem pendidikan yang ada.
(5) Upaya kesehatan remaja harus dilaksanakan secara terkoordinasi dan berkesinambungan melalui
prinsip kemitraan dengan pihak-pihak terkait serta harus mampu membangkitkan dan mendorong
keterlibatan dan kemandirian remaja.
4.b. Strategi Kesehatan Reproduksi Remaja
(1) Pembinaan kesehatan reproduksi remaja disesuaikan dengan kebutuhan proses tumbuh kembang
remaja dengan menekankan pada upaya promotif dan preventif yaitu penundaan usia perkawinan
muda dan pencegahan seks pranikah.
(2) Pelaksanaan pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan terpadu lintas program dan lintas
sektor dengan melibatkan sektor swasta serta LSM, yang disesuaikan dengan peran dan
kompetensi masing-masing sektor sebagaimana yang telah dirumuskan di dalam Pokja Nasional
Komisi Kesehatan Reproduksi.
(3) Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan melalui pola intervensi di sekolah mencakup
sekolah formal dan non formal dan di luar sekolah dengan memakai pendekatan “pendidik
sebaya” atau peer conselor.
(4) Pemberian pelayanan kesehatan reproduksi remaja melalui penerapan Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR) atau pendekatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Integratif di tingkat
pelayanan dasar yang bercirikan”peduli remaja” dengan melibatkan remaja dalam kegiatan
secara penuh.
(5) Pelaksanaan pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui integrasi materi KRR ke dalam
mata pelajaran yang relevan dan mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler seperti: bimbingan
dan konseling, Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) dan Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS).
(6) Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi remaja bagi remaja di luar sekolah dapat diterapkan
melalui berbagai kelompok remaja yang ada di masyarakat seperti karang taruna, Saka Bhakti
Husada (SBH), kelompok anak jalanan di rumah singgah, kelompok remaja mesjid/gereja,
kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR).
5.a. Kebijakan Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut
(1) Meningkatkan dan memperkuat peran keluarga dan masyarakat dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan reproduksi usia lanjut dan menjalin kemitraan dengan LSM, dunia usaha secara
berkesinambungan.
(2) Meningkatkan koordinasi dan integrasi dengan LP/LS di pusat maupun daerah yang mendukung
upaya kesehatan reproduksi usia lanjut.
(3) Membangun serta mengembangkan sistem jaminan dan bantuan social agar usia lanjut dapat
mengakses pelayanan kesehatan reproduksi.
(4) Meningkatkan dan memantapkan peran kelembagaan dalam kesehatan reproduksi yang
mendukung peningkatan kualitas hidup usia lanjut.
5.b. Strategi Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut
(1) Melakukan advokasi, sosialisasi untuk membangun kemitraan dalam upaya kesehatan reproduksi
usia lanjut baik di pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Memantapkan kemitraan dan jejaring kerja dengan LP/LS, LSM dan dunia usaha untuk dapat
meningkatkan upaya kesehatan reproduksi usia lanjut yang optimal.
(3) Mendorong dan menumbuhkembangkan partisipasi dan peran serta keluarga dan masyarakat
dalam pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut dalam bentuk pendataan, mobilisasi sasaran
dan pemanfaatan pelayanan.
(4) Peningkatan profesionalisme dan kinerja tenaga serta penerapan kendali mutu pelayanan melalui
pendidikan/pelatihan, pengembangan standar pelayanan dll.
(5) Membangun sistem pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut melalui pelayanan kesehatan
dasar dan rujukannya serta melakukan pelayanan pro aktif dengan mendekatkan pelayanan
kepada sasaran.
(6) Melakukan survei/penelitian untuk mengetahui permasalahan kesehatan reproduksi usia lanjut
dan tindak lanjutnya untuk pemantapan pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut.
6.a. Kebijakan Pemberdayaan Perempuan.
(1) Peningkatan kualitas hidup perempuan.
(2) Pengarusutamaan Gender.
(3) Penguatan pranata dan kelembagaan pemberdayaan perempuan.
6.b. Strategi Pemberdayaan Perempuan
(1) Peningkatan pendidikan perempuan dan penghapusan buta huruf perempuan.
(2) Peningkatan peran serta suami dan masyarakat dalam kesehatan reproduksi.
(3) Peningkatan akses perempuan terhadap perekonomian dan peringanan beban ekonomi keluarga.
(4) Perlindungan Perempuan dan peningkatan hak azasi perempuan.
(5) Peningkatan penanganan masalah sosial dan lingkungan perempuan.
(6) Penyadaran gender dalam masyarakat.
(7) Pengembangan sistem informasi gender.
(8) Penyebarluasan Pengarusutamaan gender di semua tingkat pemerintahan.
(9) Pembaharuan dan pengembangan hukum dan peraturan perundang undangan yang sensitif
gender dan memberikan perlindungan terhadap perempuan.
(10) Penghapusan kekerasan terhadap perempuan dengan Zero Tolerance Policy.
(11) Advokasi, sosialisasi, fasilitasi dan mediasi PUG dan KHP
(12) Pengembangan sistem penghargaan.
D. Target yang akan dicapai
Target yang akan dicapai oleh masing-masing komponen dalam Kesehatan Reproduksi adalah
sebagai berikut :
1. Kesehatan Ibu dan Anak.
Pada tahun 2015 diharapkan komponen Kesehatan Ibu dan anak akan mencapai target :
a. Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) sebanyak tiga perempat dari kondisi tahun 1990.
b. Menurunkan Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka
Kematian Bawah lima tahun (AKBalita) sebanyak dua pertiga dari kondisi tahun 1990.
c. Cakupan pelayanan antenatal menjadi 95%.
d. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 90%.
e. Penanganan kasus komplikasi obstetri dan neonatal 80%.
f. Cakupan pelayanan neonatal 90 %.
g. Cakupan program kesehatan bagi balita dan anak prasekolah 80%.
2. Keluarga Berencana.
a. Penurunan Unmet Need KB sebesar 6%.
b. Cakupan pelayanan KB pada PUS 70%.
c. Penurunan prevalensi kehamilan “4 terlalu” menjadi 50 % dari angka pada tahun 1997.
d. Penurunan kejadian komplikasi KB.
e. Penurunan angka drop out.
3. Penanggulangan IMS, HIV/AIDS.
a. % Puskesmas melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan IMS dengan pendekatan
sindrom.
b. % Puskesmas yang menjalankan pencegahan umum terhadap infeksi.
4. Kesehatan Reproduksi Remaja.
a).Penurunan prevalensi anemia pada remaja menjadi kurang dari 20%.
b).Cakupan pelayanan kesehatan remaja melalui jalur sekolah 85%, dan melalui jalur luar sekolah
20%.
c).Prevalensi permasalahan remaja secara umum menurun.
5. Kesehatan Reproduksi Usia lanjut.
a. Cakupan pelayanan kepada usia lanjut minimal 50%.
b. % Puskesmas yang menjalankan pembinaan kesehatan reproduksi kepada usia lanjut 60 %.
6. Pemberdayaan Perempuan
a. Meningkatnya kualitas hidup perempuan
b. Terlaksananya PUG di seluruh tingkat dan sektor pemerintahan
c. Meningkatnya pemahaman para pengambil keputusan dan masyarakat tentang kesetaraan dan
keadilan gender
d. Terlaksananya penghapusan segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan
E. Penjabaran Strategi
Kegiatan yang perlu dilakukan sebagai penjabaran strategi di atas dapat
dikategorikan dalam tiga kelompok sebagai berikut :
1. Manajemen Program
Setiap komponen Program Kesehatan Reproduksi perlu:
a. Menyusun:
(1) Kebijakan dan strategi yang mengakomodasikan keterpaduan dengan komponen kesehatan
reproduksi lainnya.
(2) Standar pelayanan masing-masing komponen sesuai dengan kebijakan dan strategi program.
(3) Instrumen untuk memantau (indikator) kemajuan program.
b. Mengupayakan penerapan program secara luas dan merata.
c. Memantau dan mengevaluasi kemajuan program.
2. Pelayanan
Setiap komponen Program Kesehatan Reproduksi dilaksanakan mengikuti standar pelayanan
yang menampung aspek kesehatan reproduksi lainnya yang relevan.
a. Kesehatan Ibu dan Anak
(1) Pelayanan antenatal, persalinan dan nifas memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan
penanggulangan IMS serta melakukan motivasi klien untuk pelayanan KB dan memberikan
pelayanan KB postpartum. Dalam pertolongan persalinan dan penanganan bayi baru lahir perlu
diperhatikan pencegahan umum terhadap infeksi.
(2) Pelayanan pasca abortus memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS
serta konseling/pelayanan KB pasca-abortus.
(3) Penggunaan Buku KIA sejak ibu hamil sampai anak umur 5 tahun.
(4) Pelaksanaan kunjungan neonatal.
(5) Pelayanan kesehatan neonatal esensial yang meliputi perawatan neonatal dasar dan tata-laksana
neonatal sakit.
(6) Pendekatan MTBS bagi balita sakit.
(7) Pemantauan dan stimulasi tumbuh kembang anak.
b. Keluarga Berencana
(1) Pelayanan KB memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan penanggulangan IMS, termasuk
HIV/AIDS.
(2) Pelayanan KB difokuskan selain kepada sasaran mudausia paritas rendah (mupar) yang lebih
mengarah kepada kepentingan pengendalian populasi, juga diarahkan untuk sasaran dengan
penggarapan “4 terlalu” (terlalu muda, terlalu banyak, terlalu sering dan terlalu tua untuk hamil).
c. Pencegahan dan Penanggulangan IMS, termasuk HIV/AIDS. Pelayanan pencegahan dan
penanggulangan IMS, termasuk HIV/AIDS dimasukkan ke dalam setiap komponen pelayanan
kesehatan reproduksi.
d. Kesehatan Reproduksi Remaja.
(1) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja terfokus pada pelayanan KIE/konseling dengan
memasukan materi-materi family life education (yang meliputi 3 komponen di atas).
(2) Pelayanan kesehatan reproduksi remaja memperhatikan aspek fisik agar remaja, khususnya
remaja putri, untuk menjadi calon ibu yang sehat.
(3) Pelayanan KRR secara khusus bagi kasus remaja bermasalah dengan memberikan pelayanan
sesuai dengan kebutuhan dan masalahnya.
e. Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut. Pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut lebih ditekankan
untuk meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut. Dalam kesehatan reproduksi usia lanjut,
fokus diberikan kepada pelayanan dalam mengatasi masalah masa menopause/ andropause,
antara lain pencegahan osteoporosis dan penyakit degeneratif lainnya.
3. Kegiatan Pendukung
Kegiatan pendukung meliputi berbagai kegiatan untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi.
a. Masalah sosial yang berkaitan erat dengan kesehatan reproduksi adalah Pemberdayaan
Perempuan dimana didalamnya tercakup:
(1) Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan
(2) Terlaksananya pengarusutamaan gender (PUG) diseluruh tingkat dan sektor pemerintahan
(3) Perwujudan kesetaraan dan keadilan gender.
(4) Penghapusan kekerasan terhadap perempuan Untuk mengatasi masalah ini perlu pelaksanaan
secara lintas program dan lintas sektor dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan sebagai
penanggung jawab.
b. Advokasi, sosialisasi dan mobilisasi sosial.
Kegiatan advokasi, sosialisasi dan mobilisasi sosial diperlukan untuk pemantapan dan perluasan
komitmen serta dukungan politis dalam upaya mengatasi masalah kesehatan reproduksi.
Kegiatan ini merupakan salah satu tugas Komisi Kesehatan Reproduksi. Contoh kegiatan
advokasi dan mobilisasi social antara lain adalah Gerakan Sayang Ibu (GSI), Kelangsungan
Hidup Perkembangan dan Perlindungan Ibu dan Anak (KHPPIA) dan Gerakan Pita Putih.
c. Koordinasi lintas sektor.
Dalam penanganan masalah kesehatan reproduksi diperlukan koordinasi lintas sektor dan lintas
program. Untuk itu digunakan forum Komisi Kesehatan Reproduksi seperti yang diuraikan di
atas.
d. Pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi sesuai dengan peran masingmasing, misalnya
pengorganisasian transportasi untuk rujukan ibu hamil/bersalin, arisan peserta KB, tabulin, dsb.
e. Logistik.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi diperlukan dukungan sarana dan prasarana
yang memadai.
f. Peningkatan keterampilan petugas.
Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi antara lain diperlukan
kegiatan untuk meningkatkan keterampilam. Kegiatan ini diupayakan agar terlaksana secara
terpadu, efektif dan efisien.
g. Penelitian dan Pengembangan
Penelitian dan pengembangan program dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan
reproduksi perlu dilakukan agar pelaksanaan program kesehatan reproduksi yang komprehensif
dan integratif di berbagai tingkat pelayanan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
B. Landasan Hukum dan Peraturan yang mendukung
1. Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
2. Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Ratifikasi CEDAW)
3. Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera
4. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
5. Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
6. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah
7. Undang-undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
8. Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
9. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
10. Undang-undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT)
11. Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2000 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang.
12. Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarus-Utamaan Gender
13. Kepmenkes Nomor 433/Menkes/SK/V/1998 tentang Pembentukan Komisi Kesehatan
Reproduksi
14. Kepmenkes No. 131/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional
C. Keterkaitan ICPD dan MDGS
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penanggulangan kemiskinan, penduduk
berkualitas, kesehatan, kesetaraan gender, keluarga berkualitas dan perbaikan sumber daya alam
untuk pelestarian hidup.
D. PERAN DAN FUNGSI BIDAN
Peran Bidan Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana,
pengelola, pendidik, dan peneliti.
a. Peran Sebagai Pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi,
dan tugas ketergantungan.
1. Tugas mandiri Tugas-tugas mandiri bidan, yaitu:
1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien.
b. Menentukan diagnosis.
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/tindakan.
2) Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan dengan melibatkan mereka sebagai
klien, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa pranikah.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar.
c. Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas mendasar bersama klien.
d. Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.
3) Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.
b. Menentukan diagnosis kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan yang telah diberikan bersama klien.
g. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien,
h. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan yang telah diberikan.
4) Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinar dengan melibatkan
klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengar prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindakan pada ibu selama masa persalinan sesuai dengan prioriras.
g. Membuat asuhan kebidanan.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, mencakup:
a. Mengkaji status keselhatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut.
g. Membuat rencana pencatatan dan pelaporan asuhan yang telah diberikan.
6) Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien/keluarga,
mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.
7) Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan keluarga
berencana, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus (pasangan usia subur)
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan.
c. Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan laporan.
8) Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan wanita dalam
masa klimakterium serta menopause, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, prioritas, dan kebutuhan asuhan.
c. Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama klien.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.
9) Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang bayi/balita.
b. Menentukan diagnosis dan prioritas masalah.
c. Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah.
e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan.
2. Tugas Kolaborasi
Tugas-tugas kolaborasi (kerja sama) bidan, yaitu:
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga. mencakup:
a. Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan kondisi kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan prioriras kegawatdaruratan dan hasil kolaborasi serta
berkerjasama dengan klien.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan melibatkan klien.
e. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.
f. Menyusum rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
2) Memberi asu6an kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama pada
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukam diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan
kegawatdaruratan pada kasus risiko tinggi.
c. Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai dengn prioritas
d. Melaksanalkan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil dengan risiko tinggi dan member
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
3) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi serta keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko dan keadaan
kegawatdaruratan
c. Menyusun rrencana asuhan kebidanan pada i6tl dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
memberi pertolongan pertama sesuai dengan priositas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama pada ibu hamil dengan risiko
tinggi.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
4) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi serta pertolongan
pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien
dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan
kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan
pertolongan pertarna sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai
dengan rencana.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bay, baru lahir dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama
dalam keadaan kegawatdaruraran yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan
keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir de ngan risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan Faktor risiko serta keadaan
kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan memerlukan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan pertolongan
pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
6) Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan risiko cinggi serta pertolongan pertama dalam
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi betsamut klien dan keluarga,
mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang
nemerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioricas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan
kegawatdaruratan.
c. Menyvsun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan memerlukan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai
dengan prioritas
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidaman dan pertolongan pertama
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporaan.
3. Tugas ketergantungan
Tugas-tugas ketergantungan (merujuk) bidan, yaitu:
1) Menerapkan manajamen kebidanan ,pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi
keterlibatan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebndanan yang memerlukan tindakan di luar lingkup kewenangan
bidan dan memerlukan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas serta sumbersumber dan fasilitas untuk
kebmuuhan intervensi lebih lanjut bersama klien/keluarga.
c. Merujuk klien uncuk keperluan iintervensi lebih lanjuc kepada petugas/inscitusi pelayanan
kesehaatan yang berwenang dengan dokumentasi yang lengkap.
d. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan incervensi.
2) Membeci asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada kasus kehamilan dengan risiko
tinggi serta kegawatdaruratan, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.
e. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan
kesehatan yang berwenang.
f. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
3) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan pada masa persalinan dengan
penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam persalinan yang
memerlukan konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan
yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikae seluruh kejadian dan intervensi.
4) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas yang
disertai penyulit tertentu dan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan keluarga,
mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam masa nifas yang
memerlukan konsultasi serta rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan
kesehatan yang berwenang
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan
yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada bayi baru lahir yang memerlukan
konsulrasi serta rujukan.
b. Menentatkan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan
yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.
6) Memberi asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan
yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kegawatdaruratan pada balita yang memerlukan konsultasi serta
rujukan.
b. Menenrukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan
yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.
b. Peran Sebagai Pengelola
Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar
kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.
1. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan Bidan bertugas; mengembangkan pelayanan dasar
kesehatan, terutama pelayanan kebnjanan untuk individu, keluarga kelompok khusus, dan
masyarakat di wilayah kerja dengan melibatl;can masyarakat/klien, mencakup:
1) Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk
meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya bersama
tim kesehatan dan pemuka masyarakat.
2) Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama masyarakat.
3) Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan
anak serta keluarga berencana (KB) sesuai dengan rencana.
4) Mengoordinir, mengawasi, dan membimbing kader, dukun, atau petugas kesehatan lain dalam
melaksanakan program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak-serta KB.
5) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keseharan masyarakat khususnya kesehatan ibu
dan anak serta KB, termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada pada program dan sektor
terkait.
6) Menggerakkan dan mengembanglran kemampuan masyarakat serta memelihara kesehatannya
dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
7) Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik profesional melalui pendidikan,
pelatihan, magang sena kegiatankegiatan dalam kelompok profesi.
8) Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan.
2. Berpartisipasi dalam tim
Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di
wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, serta tenaga
kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya, mencakup:
1) Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi asuhan
kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut.
2) Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader kesehatan atau petugas lapangan keluarga
berencaca (PLKB) dan masyarakat.
3) Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan lain.
4) Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.
5) Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat, yang berkaitan dengan kesehatan.
c. Peran Sebagai Pendidik
Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan bagi
klien serta pelatih dan pembimbing kader.
1. Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien
Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga,
kelompok, serta maryarakat) tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang
berhubungarn dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana, mencakup:
1) Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan, khususnya dalam bidang kesehatan
ibu, anak, dan keluarga berencana bersama klien.
2) Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk
jangka pendek maupun jangka panjang bersama klien.
3) Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
4) Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan sesuai dengan rencana
jangka pendek serta jangka panjang dengan melibatkan unsur-unsur terkait, termasuk klien.
5) Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan bersama klien dan menggunakannya untuk
memperbaiki serta meninglcatkan program dl masa yang akan datang.
6) Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/ penyuluhan kesehatan secara lengkap
serta sistematis
2. Melatih dan membimbing kader
Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan keperawatan, serta
membina dukun dl wilayah atau tempat kerjanya, mencakup:
1) Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbingan bagi kader, dukun bayi, serta peserta didik
2) Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian.
3) Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual aids, AVA) dan bahan untuk keperluan pelatihan
dan bimbingan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
4) Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai dengan rencana yang telah disusun
dengan melibatkan unsur-unsur terkait.
5) Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan dalam lingkup kerjanya.
6) Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan.
7) Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan
.8) Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan serta bimbingan secara
sistematis dan lengkap.
d. Peran Sebagai Peneliti/Investigator
Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara
mandiri maupun berkelompok, mencakup:
1. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
2. Menyusun rencana kerja pelatihan.
3. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
4. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
5. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.
6. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program kerja atau
pelayanan kesehatan.
FUNGSI BIDAN
Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan adalah
sebagai berikut.
a. Fungsi Pelaksana
Fungsi bidan sebagai pelaksana mencakup:
1. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga, serta masyarakat (khususnya
kaum remaja) pada masa praperkawinan.
2. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal, kehamilan dengan kasus patologis
tertentu, dan kehamilan dengan risiko tinggi.
3. Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis tertentu.
4. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan risiko tinggi.
5. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas.
6. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.
7. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan pcasekolah
8. Memberi pelayanan keluarga berencanasesuai dengan wewenangnya.
9. Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus gangguan sistem reproduksi, termasuk
wanita pada masa klimakterium internal dan menopause sesuai dengan wewenangnya.
b. Fungsi Pengelola
Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup:
1. Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi individu, keluarga, kelompok
masyarakat, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat yang didukung oleh
partisipasi masyarakat.
2. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di lingkungan unit kerjanya.
3. Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.
4. Melakukan kerja sama serta komunikasi inter dan antarsektor yang terkait dengan pelayanan
kebidanan
5. Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan kebidanan.
c. Fungsi Pendidik
Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup:
1. Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan kelompok masyarakat terkait dengan
pelayanan kebidanan dalam lingkup kesehatan serta keluarga berencana.
2. Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesetan sesuai dengan bidang tanggung jawab
bidan.
3. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan praktik di klinik dan di
masyarakat.
4. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan bidang keahliannya.
d. Fungsi Peneliti
Fungsi bidan sebagai peneliti mencakup:
1. Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang dilakukan sendiri atau berkelompok
dalam lingkup pelayanan kebidanan.
2. Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga berencana.
Diposkan 9th February 2012 oleh Bidan Pendidik D4 Stikes 'Aisyiyah Yogyakarta 0
Add a comment
Memuat Kirim masukan