3
science | Hukum Praktik Bedah Mayat Copyright andieni [email protected] http://andieni.student.umm.ac.id/2010/07/13/hukum-praktik-bedah-mayat/ Hukum Praktik Bedah Mayat Tanya : Ustadz, apa hukumnya kadafer (mayat manusia) yang digunakan mahasiswa kedokteran sebagai bahan praktikum, seperti pembedahan? (Bambang, bumi Allah) Jawab : Otopsi (bedah mayat) adalah pemeriksaan mayat dengan pembedahan. Ada tiga macam otopsi; (1) otopsi anatomis, yaitu otopsi yang dilakukan mahasiswa kedokteran untuk mempelajari ilmu anatomi. (2) otopsi klinis, yaitu otopsi untuk mengetahui berbagai hal yang terkait dengan penyakit (misal jenis penyakit) sebelum mayat meninggal. (3) otopsi forensik, yaitu otopsi yang dilakukan oleh penegak hukum terhadap korban pembunuhan atau kematian yang mencurigakan, untuk mengetahui sebab kematian, menentukan identitasnya, dan sebagainya. Para ulama kontemporer berbeda pendapat mengenai hukum otopsi di atas dalam dua pendapat. Pertama, membolehkan ketiga otopsi itu, dengan alasan dapat mewujudkan kemaslahatan di bidang keamanan, keadilan, dan kesehatan. Ini pendapat Hasanain Makhluf, Said Ramadhan Al-Buthi, dan beberapa lembaga fatwa seperti Majma’ Fiqih Islami OKI, Hai`ah Kibar Ulama (Saudi), dan Fatwa Lajnah Da`imah (Saudi). (As-Sa’idani, Al-Ifadah Al-Syar’iyah fi Ba’dh Al-Masa`il Al-Thibiyah, h. 172; As-Salus, Mausu`ah Al-Qadhaya Al-Fiqhiyah Al-Mu’ashirah, h. 587; Al-Syinqithi, Ahkam page 1 / 3

Science-Hukum Praktik Bedah Mayat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Science-Hukum Praktik Bedah Mayat

science | Hukum Praktik Bedah MayatCopyright andieni [email protected]://andieni.student.umm.ac.id/2010/07/13/hukum-praktik-bedah-mayat/

Hukum Praktik Bedah Mayat

Tanya :

Ustadz, apa hukumnya kadafer (mayat manusia) yang digunakan mahasiswakedokteran sebagai bahan praktikum, seperti pembedahan? (Bambang, bumi Allah)

Jawab :

Otopsi (bedah mayat) adalah pemeriksaan mayat dengan pembedahan. Ada tigamacam otopsi; (1) otopsi anatomis, yaitu otopsi yang dilakukan mahasiswakedokteran untuk mempelajari ilmu anatomi. (2) otopsi klinis, yaitu otopsi untukmengetahui berbagai hal yang terkait dengan penyakit (misal jenis penyakit)sebelum mayat meninggal. (3) otopsi forensik, yaitu otopsi yang dilakukan olehpenegak hukum terhadap korban pembunuhan atau kematian yang mencurigakan,untuk mengetahui sebab kematian, menentukan identitasnya, dan sebagainya.

Para ulama kontemporer berbeda pendapat mengenai hukum otopsi di atas dalamdua pendapat.

Pertama, membolehkan ketiga otopsi itu, dengan alasan dapat mewujudkankemaslahatan di bidang keamanan, keadilan, dan kesehatan. Ini pendapat HasanainMakhluf, Said Ramadhan Al-Buthi, dan beberapa lembaga fatwa seperti Majma’Fiqih Islami OKI, Hai`ah Kibar Ulama (Saudi), dan Fatwa Lajnah Da`imah (Saudi).(As-Sa’idani, Al-Ifadah Al-Syar’iyah fi Ba’dh Al-Masa`il Al-Thibiyah, h. 172; As-Salus,Mausu`ah Al-Qadhaya Al-Fiqhiyah Al-Mu’ashirah, h. 587; Al-Syinqithi, Ahkam

page 1 / 3

Page 2: Science-Hukum Praktik Bedah Mayat

science | Hukum Praktik Bedah MayatCopyright andieni [email protected]://andieni.student.umm.ac.id/2010/07/13/hukum-praktik-bedah-mayat/

Al-Jirahah Al-Thibiyah, h. 170; Al-Hazmi, Taqrib Fiqh Al-Thabib, h. 90).

Kedua, mengharamkan ketiga otopsi itu, dengan alasan otopsi melanggarkehormatan mayat, yang telah dilarang berdasarkan sabda NabiSAW,”Memecahkan tulang mayat sama dengan memecahkan tulangnya saat diahidup.” (kasru ‘azhmi al-mayyit ka-kasrihi hayyan). (HR Abu Dawud, sahih).

Ini pendapat Taqiyuddin An-Nabhani, Bukhait Al-Muthi’i, dan Hasan As-Saqaf.(Al-Syinqithi, Ahkam Al-Jirahah Al-Thibiyah, h. 170; Nasyrah Soal Jawab, 2/6/1970).

Menurut kami, pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah pendapat kedua, yangmengharamkan ketiga jenis otopsi, termasuk otopsi dalam rangka praktikummahasiswa kedokteran, karena : (1) pendapat yang membolehkan berdalilkemaslahatan (Mashalih Mursalah), padahal Mashalah Mursalah bukan dalil syar’iyang kuat. Menurut Imam An-Nabhani, Mashalih Mursalah tidak layak menjadi dalilsyar’i. (An-Nabhani, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, 3/444). (2) terdapat hadis-hadissahih yang melarang melanggar kehormatan mayat, seperti mencincang,menyayat, atau memecahkan tulangnya sebagaimana di atas.

Namun, keharaman otopsi ini hanya untuk mayat muslim. Sedang jika mayatnyanon muslim, hukumnya boleh. (Al-Syinqithi, Ahkam Al-Jirahah Al-Thibiyah, h. 179;Nashiruddin Al-Albani, Ahkam Al-Jana`iz, h. 299). Sebab di samping hadis denganlafal mutlaq (tak disebut sifatnya, yaitu semua mayat), ternyata ada hadis sahihdengan lafal muqayyad (disebut sifatnya, yaitu mayat mu`min/muslim), yaknisabda Nabi SAW, “Memecahkan tulang mu`min yang sudah mati, sama denganmemecahkannya saat dia hidup.” (kasru ‘azhmi al-mu`min maytan mitslu kasrihihayyan.) (HR Ahmad, no 23172 & no 25073; Malik, Al-Muwathha`, 2/227;Ad-Daruquthni, 8/208; Ibn Hajar, Fathul Bari, 14/297; at-Thahawi, Musykil Al-Atsar,3/281; Al-Albani, Shahih wa Dhaif Al-Jami’ Ash-Shaghir, 9/353). Kaidah ushuliyahmenyebutkan, “Lafal mutlak tetap dalam kemutlakannya hingga datang lafal yangmuqayyad.” (Al-muthlaqu yabqa ‘ala ithlaaqihi maa lam yarid dalil at-taqyid).

page 2 / 3

Page 3: Science-Hukum Praktik Bedah Mayat

science | Hukum Praktik Bedah MayatCopyright andieni [email protected]://andieni.student.umm.ac.id/2010/07/13/hukum-praktik-bedah-mayat/

Kesimpulannya, otopsi hukumnya haram jika mayatnya muslim. Sedang jikamayatnya non muslim, hukumnya boleh. Wallahu a’lam [www.konsultasi-islam.com]

page 3 / 3