28
RUMAH ADAT BATAK KARO TUGAS BESAR MATA KULIAH SEJARAH ARSITEKTUR INDONESIA Dosen : Ir. Laksmi Utami, MS. Nama : Narizka Ayu Nasution NIM : 052.001300.052 Kelas : A JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

Sejarah Arsitektur - Batak Karo

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Besar Syarat UAS

Citation preview

Page 1: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

RUMAH ADAT BATAK KARO

TUGAS BESAR

MATA KULIAH SEJARAH ARSITEKTUR INDONESIA

Dosen : Ir. Laksmi Utami, MS.

Nama : Narizka Ayu Nasution

NIM : 052.001300.052

Kelas : A

JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2014

Page 2: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya lah penulis dapat

menyelesaikan tugas besar ini. Tugas besar mata kuliah Sejarah Arsitektur Indonesia ini

merupakan bentuk pendidikan yang dimaksudkan untuk peningkatan pengetahuan dan

wawasan penulis, dosen, dan pembaca akan “Sejarah Arsitektur Rumah Adat Batak Karo”.

Tugas besar ini dilaksanakan mengingat informasi tentang aneka ragam kebuadayaan

Indonesia yang sangat kurang. Dengan menampilkan informasi yang mudah dipahami,

diharapkan dapat ditingkatkan perhatian, minat dan apresiasi masyarakat terhadap obyek

yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata tersebut.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT karena rahmat-Nya tugas besar ini terselesaikan dengan lancar.

2. Ir. Laksmi Utami, MS. selaku dosen mata kuliah Sejarah Arsitektur Indonesia yang

telah membimbing untuk menyelesaian tugas besar ini.

3. Pihak perpustakaan yang telah menfasilitasi buku sebagai salah satu sumber tugas

besar ini.

Penulis mohon maaf seandainya masih ada kekurangan. Kritik dan saran dari

pembaca harap disampaikan dalam kesempurnaan tugas besar ini.

Jakarta, 16 Juni 2014

Penulis

ii

Page 3: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................1

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................1

1.4 Metode Penelitian ............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3

2.1 Sejarah Rumah Adat Batak Karo ....................................................3

2.2 Pola Perkampungan Rumah Adat Batak Karo ............................4

2.3 Fisiologi dan Kosmologi Rumah Adat Batak Karo ............................4

2.4 Bentuk Bangunan Rumah Adat Batak Karo ........................................5

2.5 Ornamen dan Ragam Hias Rumah Adat Batak Karo ..............13

BAB III PENUTUP ..................................................................................................14

3.1 Kesimpulan ......................................................................................14

3.2 Saran ..................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................iii

ii

Page 4: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebudayaan Batak Karo merupakan suatu hasil karya dari nenek moyang suku

Batak Karo pada zaman dulu yang telah membuktikan bahwa keterbatasan wawasan

pengetahuan tidak menghalangi mereka untuk berkarya dan menghasilkan sesuatu yang

berguna bagi anak cucu mereka sampai saat ini, dan juga oleh pemerintah daerah

Sumatera Utara telah dijadikan salah satu objek wisata di daerah Batak Karo – Sumatera

Utara.

Siwaluh Jabu, itulah nama dari rumah tradisional Batak Karo yang didiami oleh

delapan kepala keluarga. Siwaluh Jabu belum diketahui secara rinci oleh masyarakat

tentang asal-muasalnya ia dibangun, dengan apa dan bagaimana cara nenek moyang

mereka membuat karya arsitektur tradisional yang luar biasa unik ini.

Berdasarkan hal tersebut di atas, sebagai mahasiswa tentunya penulis ingin

mengangkat sejarah arsitektur rumah adat Batak Karo ini melalui tugas besar ini.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana sejarah rumah adat Batak Karo?

2) Seperti apa pola perkampungannya?

3) Apa filosofi dan kosmologi yang terkandung didalamnya?

4) Bagaimana bentuk denah, tampak dan potongan bangunan ini?

5) Apa saja material yang digunakan serta sistem struktur konstruksi yang seperti apa?

6) Adakah makna dari elemen serta ornamen pada bangunan ini?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan tugas besar ini adalah untuk mengkaji wawasan kita

tentang Rumah Adat Batak Karo. Sejarah, pola perkampungan hingga detail arsitektur

akan penulis angkat.

Manfaat dan hasil dari penulisan tugas besar ini diharapkan dapat memberikan

beberapa informasi yang bermanfaat bagi para pembaca tentang Sejarah Arsitektur

Rumah Adat Batak Karo.

1

Page 5: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

1.4 Metode Penelitian

Metode penelitiannya adalah dengan deskriptif analisis yaitu dengan mengembangkan

konsep dan menghimpun fakta. Teknik pengumpulan data :

a) Buku, pengutipan atau telaah pustaka.

b) Internet, pengutipan berbagai sumber.

2

Page 6: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Rumah Adat Batak Karo

Rumah Adat Si Waluh Jabu

paling mudah ditemui, karena

peninggalannya masih tersebar di

beberapa wilayah tanah adat Karo.

Salah satunya adalah Desa Lingga

yang merupakan wilayah bekas

Kerajaan Lingga Tanah Karo, berada

di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Meski hanya sebuah kampung kecil yang berada tak

jauh dari kaki Gunung Sinabung, salah satu puncak tertinggi di Sumatera Utara, ternyata

desa ini cukup terkenal dengan objek wisata sejarah yaitu rumah adat dan kesenian karo

lainnya..

Desa ini terkenal karena masih terdapat sejumlah bangunan tradisional adat Batak

Karo yang sudah berusia ratusan tahun. Bangunan utamanya adalah rumah adat Batak

Karo Siwaluh Jabu yang berusia sekitar 250 tahun. Selain itu, sejumlah bangunan

tradisional lainnya juga masih berdiri di sana. Seperti jambur, griten, lesung dan

lembung.

Konsep rumah adat Karo ini oleh para arsitek di masa awal pembangunan rumah

adat ini sangat lengkap, sampai memikirkan kekuatan bangunan, sehingga apabila terjadi

gempa rumah adat akan tetap berdiri kokoh.

Di masa lalu, dalam membangun rumah adat harus dilakukan dengan ritual panjang.

Di dalam rumah adat, terdapat banyak aturan dan pantangan adat yang harus dipatuhi

oleh setiap keluarga yang tinggal di dalam rumah adat. Bicara tidak boleh sembarangan,

tidak boleh duduk di tengah ruangan, tidak boleh duduk di tungku, karena tungku adalah

tempat untuk memasak dan lain-lain.

Ciri khas Siwaluh Jabu ada pada kedua ujung atapnya yang terbuat dari ijuk dan

terpasang tanduk atau kepala kerbau, di atas anyaman bambu berbentuk segitiga yang

disebut “ayo-ayo”. Kepala kerbau dengan posisi menunduk ke bawah itu dipercaya

penduduk sebagai penolak bala.

3

Page 7: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

2.2 Pola Perkampungan Rumah Adat Batak Karo

Pola perkampungan adat Batak Karo yang menyerupai benteng dengan dua gerbang

(bahal), mengikuti pola berbanjar dua, yaitu suatu tata ruang lingkungan dengan

komunitas yang utuh dan mantap. Sekeliling kampung dipagari batu setinggi 2 m, yang

disebut parik. Di setiap sudut dibuat menara untuk mengintai musuh. Menurut

sejarahnya, antar sesama suku Batak sering sekali berperang. Itu sebabnya bentuk

kampungnya menyerupai benteng.

2.3 Fisiologi dan Kosmologi Rumah Adat Batak Karo

Rumah adat Karo yang berada di daerah pegunungan dengan udara yang dingin,

dapur di tengah rumah memiliki fungsi dan makna tersendiri. Selain menerangi bagian

rumah, juga memberikan kehangatan bagi seluruh keluarga.

Palas (antara batu pondasi dan tiang kayu penyangga rumah), dilapisi batang ijuk,

yang berfungsi meredam getaran akibat gempa, rumah akan mengikuti arah getaran

gempa.

Mereka memilih kayu dari hutan, memotong-motong dan dibawa ke hadapan sang

dukun. Oleh sang dukun, kayu-kayu tersebut didoakan, dimimpikan, untuk kemudian

dipilih kayu mana yang boleh digunakan. Pemilihan kayu harus tepat, karena apabila

salah memilih kayu, maka diyakini akan membawa bencana. Jenis kayu yang boleh

dipakai untuk membangun, hanya boleh dari 3 jenis saja, yaitu:

1. Kayu Ndrasi, diyakini menjauhkan keluarga yang tinggal di rumah tersebut tidak

mendapat sakit.

2. Kayu Ambartuah, dipakai supaya mereka diberi tuah, ataupun kesejahteraan

hidup.

3. Kayu Sibernaik, dipakai untuk mendoakan kemudahan rezeki.

4

Page 8: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

2.4 Bentuk Bangunan Rumah Adat Batak Karo

Bangunan Rumah Adat Batak Karo ini berukuran 17×12 m2 yang merupakan rumah

panggung dengan ketinggian bangunan dari tanah mencapai 12 m. Maksudnya untuk

menghindari ancaman dari binatang buas juga dapat digunakan sebagai tempat ternak dan

tempat untuk menyimpan kayu bakar. Dinding miring yang menghadap ke bawah,

maksudnya bagian bawah dinding lebih sempit dari bagian atasnya.

Atap tinggi dan bersudut curam dengan proporsi bagian atap dapat mencapai hingga 7

kalidari bagian dinding. Atap ini berbentuk perisai yang di atasnya berubah menjadi

pelana.

Keterangan :

1. Jabu bena kayu (jabu raja) untuk merga taneh.

2. Jabu lepar bena kayu (jabu sungkun berita)

3. Jabu sidapurken bena kayu (jabu peninggel-ninggel)

4. Jabu sidapurken lepar bena kayu (jabu singkapur belo)

5

III

II

IIIIIII

Page 9: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

5. Jabu ujung kayu

6. Jabu lepar ujung kayu (jabu simangan-minem)

7. Jabu sidapurken ujung kayu (jabu arinteneng)

8. Jabu sidapurken lepar ujung kayu (jabu biacara guru)

I. Lebah = pintu III. Redan = tangga

II. Ture = terras IV. Dapur dan dalikan = tangku

Penjelasan masing-masing ruang adalah :

o Jabu bena kayu yaitu ruangan di depan sebelah kiri, didiami oleh pihak marga

tanah dan pendiri kampung. Ia merupakan pengulu atau pemimpin rumah

tersebut. Jabu sedapur bena kayu yaitu ruangan berikutnya yang satu dengan

jabu bena kayu, juga dinamai Sinenggel-ninggel. Rumah Adat Karo Sumatera

Utara, ruang ini didiami oleh pihak Senina yakni saudara-saudaranya yang

bertindak sebagai wakil pemimpin rumah tersebut. Sedapat artinya satu dapur,

karena setaip 2 ruangan maka di depannya terdapat dapur yang dipakai untuk 2

keluarga.

o Jabu ujung kayu, dinamai Jabu Sungkun Berita, didiami oleh anak Beru Toa,

yang bertugas memecahkan setiap masalah yang timbul.

o Jabu sedapur ujung kayu yaitu ruangan sedapur dengan jabu ujung kayu,

dinamai Jabu Silengguri. Jabu ini didiami oleh anak beru dari jabu Sungkun

Berita.

o Jabu lepan bena kayu, yakni ruangan yang terletak berseberangan dengan jabu

bena kayu, dinamai jabu simengaloken didiami oleh Biak Senina.

o Jabu sedapur lepan bena kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan

bena kayu, didiami oleh Senina Sepemeren atau Separiban.

o Jabu lepan ujung kayu, didiami oleh Kalimbuh yaitu pihak pemberi gadis,

ruangan ini disebut Jabu Silayari.

o Jabu sedapur lepan ujung kayu yaitu ruangan yang sedapur dengan jabu lepan

ujung kayu. Rumah Adat Karo Sumatera Utara, ruangan ini didiami oleh Jabu

Simalungun minum, didiami oleh Puang Kalimbuh yaitu Kalimbuh dari jabu

silayari. Kedudukan Kalimbuh ini cukup dihormati didalam adat.

6

Page 10: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

Setiap dua ruang dalam satu sekat terdapat satu buah perapian yang digunakan untuk

memasak sekaligus menghangatkan ruang. Perapian yang berfungsi sebagai dapur ini

terletak di lantai rumah panggung dengan cerukan berbentuk segiempat dalam level yang

lebih rendah. Beberapa buah batu diletakkan untuk menahan panas agar tidak

menyebabkan lantai rumah menjadi panas dan terbakar. Posisi batu diatur sedemikian

rupa dalam makna filosofis untuk keakraban keluarga.

Gambar disamping

adalah tata ruang dalam

bangunan, dan

merupakan perspektif

bagian-bagian dari

dalam bangunan. Tata

ruang yang berbentuk

linier seperti sebuah

garis lurus ini membuat

adanya flow berupa

lorong panjang

ditengah-tengah

bangunan.

Gambar disamping

adalah gambar blueprint

dari denah dan

potongan bangunan.

Serta denah konstruksi

atap bangunan Rumah

Adat Batak Karo.

7

Page 11: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

Rumah Adat Batak Karo ini memiliki 16 tiang. Delapan untuk menahan beban atap

dan delapan lagi menahan beban struktur lantai. Tiang tersebut terbuat dari kayu yang

sudah tua, yang disebut kayu “ndrasi”. Kayu ini berdiameter 40 cm dan kayu ini diambil

dari hutan setempat. Untuk menghubungkan tiang-tiang ini digunakan balok kayu yang

dipasang menembus tiang-tiang bangunan dengan posisi yang saling bersilangan.

Pondasi tradisional yang terbuat dari

batu kali yang besar, disebut sebagai batu

palas. Mempunyai bentukan yang bulat

panjang, berdiameter 60 cm dan panjang

80 cm. Pemasangan batu palas sebagai

batu pondasi ini mirip dengan pembuatan

pondasi umpak yang sering digunakan

pada rumah panggung.

Batu palas yang sering digunakan

biasanya ditanam setengah dari panjang

batu. Pada bagian atas batu palas yang

menyembul keluar biasanya di buat

lubang sesuai dengan ukuran dari ujung

tiang bangunan. Tiangnya diruncingkan

dengan membentuk segi delapan, agar

bisa menancap ke dalam batu dan tidak

mudah goyah.

Pada lubang pondasi kemudian

dimasukan :

1. “Belo cawir” Daun sirih

2. “Besi mersik” sejenis besi yang

keras rapuk

3. Ijuk yang dapat mengurangi

pergerakan kolom

4. Tiang bangunan yang berbentuk

bulat dengan diameter 4cm

ditancapkan kedalam lubang pondasi

8

Page 12: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

Gambar kanan atas merupakan gambar tangga dan gambar kiri atas merupakan

gambar teras pada bangunan rumah adat Batak Karo. Ada 2 tangga yang terdapat di pintu

masuk dan dibagian belakang yang terbuat dari bambu dan juga kayu yang bernama kayu

tempawa. Bambu dan kayu yang menjadi materialnya berdiameter 15cm. Anak

tangganya biasanya berjumlah ganjil yaitu 3.

Tangga ini langsung bersandar ke teras yang di sebut dengan ture yang terbuat dari

bambu juga dan berdiameter 15 cm. Tinggi dari ture dari permukaan tanah kira-kira 1,5

m. Ture ini berfungsi sebagai tempat jaga malam atau ronda, tempat mencuci, tempat

menyiapkan makanan, tempat bertenun dan tempat mengayam tikar atau pekerjaan

lainnya.

Dinding bangunan terbuat dari kayu “ndrasi”

berbentuk papan yang disambung dengan

memakai sambungan pendan di bantu dengan

ikatan ijuk. Ikatan tali ijuk tersebut membentuk

jajaran cicak dengan kepala dan ekor yang saling

berhadapan, hal ini berarti bahwa penghuni

rumah saling menghormati. Dinding dibuat

miring keluar supaya ruangan di dalamnya terasa

luas dan asap dari dapur bisa lebih mudah keluar.

Cuping pada dinding terbuat dari kayu tua berupa lembar papan yang berukuran 4 x

30 cm yang terletak pada sudut-sudut dinding. Cuping ini berfungsi untuk menahan dan

memikul dinding. Cara memasangnya dengan

menggunakan sambungan kayu “pen” yang

dibentuk dengan pola ukiran.

9

Page 13: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

Memiliki 2 pintu,di bagian

depan menghadap ke hulu sugai

(“julu”) di belakang menghadap ke

muara (“jahe”). Kedua pintu

terhubung langsung lurus

membelah rumah adat sebagai jalan

tengah. Sebelah kanan dihuni

empat keluarga dan sebelah kiri

dihuni pula oleh empat keluarga.

Pintu berukuran kecil, sehingga orang tidak dapat langsung masuk ke rumah tanpa haru

smenundukan kepalanya, makna yang dapat dipetik adalah bagi setiap orang yang masuk

rumah harus taat tunduk pada peraturan yang berlaku di dalam rumah tersebut.

Daun pintu ini terbuat dari kayu yang sudah tua berupa lembaran kayu yang tebal

dengan berukuran 5 x 40 cm dan papan ini ada dua lembar dan kalau disatukan

ukurannya menjadi 10 x 80 cm. Dibentuk dengan menggunakan engsel dengan teknik

sambungan engsel. Letak pintu ini langsung pada dinding yang biasanya dilengkapi

dengan pegangan tangan yang disebut “cikepen”. Setiap pintu mempunyai 2 daun pintu.

Labah atau jendela terbuat dari papan yang tebal berukuran 8x30 cm memanjang di

tengah-tengah. Jendela ini dibuat miring ke luar 40 cm agarruangan di dalamnya lebih

luas. Jumlah jendela ada 82 dibagian depan, 2 dibagian belakang, dan 4 di bagian kiri

dan kanan rumah.

Buah para tempat meletakkan kayu bakar, letaknya persis di atas dapur. Berfungsi

juga sebagai tempat hasil panen agar tidak cepat kering. Materialnya dari kayu ukuran 20

x 30 cm. Cara penyambungannya memakai teknik sambungan “pen”.

10

Page 14: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

Penutup atap terbuat dari ijuk hitam yang bersusun-susun hingga mencapai tebal 20

cm. Rangka terbuat dari bambu yang dibelah 1 x 3 cm dan diikat dengan rotan. Jarak

antar bambu 4 cm dengan bumbungan atap terbuat dari jerami yang tebalnya 15-20 cm.

Bagian terendah dari atap pertama di bagian pangkalnya ditanami tanaman menjalar pada

semua dinding dan berfungsi sebagai penahan hujan deras. Ujung dari atap yang

menonjol ditutup dengan tikar bambu yang indah. Fungsi utama dari ujung atap yang

menonjol ini adalah untuk memungkinkan asap keluar dari tungku dalam rumah.

Atap bertingkat dan berbentuk segitiga. Pembagian serba tiga ini melambangkan

adanya ikatan ”sangkap sitelu” yaitu ikatan tiga kelompok keluarga yang terdiri dari

Kalimbutu, Senina dan Sembunyak, sebagaimana pengertian “dalihan na tolu” (tungku

nan tiga) pada masyarakat Batak. Pinggiran atap rumah yang sama di semua sisi

bermakna bahwa keluarga yang mendiami memiliki tujuan yang sama.

Tajuk langit merupakan tiang pemikul bubungan atap yang terbuat dari kayu

berukuran 7 x 15 cm dan letaknya di paling atas atap dengan mengikatnya memakai tali

ijuk. Tanduk rumah merupakan pahatan berbentuk tanduk kerbau di ujung-ujung

bubungan rumah yang berfungsi sebagai ornamen rumah dan bermakna sebagai penjaga

penghuni rumah dari kekuatan roh jahat.

11

Page 15: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

Gambar diatas merupakan potongan lengkap dari pondasi hingga atap Rumah Adat

Batak Karo.Terlihat material dan konstruksinya secara detail dan lengkap.

Gambar diatas adalah gambaran konstruksi dan sistem struktur pada bangunan

Rumah Adat Batak Karo. Mulai dari pondasi, tiang, sambungan-sambungan, hingga

konstruksi atap.

12

Page 16: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

2.5 Ornamen dan Ragam Hias Rumah Adat Batak Karo

Dinding rumah terdapat ukiran 5 warna, dengan motif saling kait, yang masing-

masing warna pastilah memiliki makna sendiri, yang sayangnya tidak diketahui secara

pasti tentang makna tersebut. Menurut penuturan warga Karo, hanya tinggal para orang

tua lanjut usia saja yang paham mengenai makna 5 warna tersebut. Menurut seorang

warga Karo, bahwa 5 warna ukiran tersebut melambangkan keakraban dan kekerabatan

antara 5 marga besar dalam suku Batak Karo, yaitu:

1. warna Merah adalah simbol marga Ginting

2. warna Hitam, milik marga Sembiring

3. warna Putih, milik marga Siangin-Angin

4. warna Biru, milik marga Tarigan

5. warna Kuning Keemasan, milik marga Karo-Karo.

Ornamen-ornamen mengandung arti mistik, ini berkaitan

dengan kepercayaan pada masa itu. Secara umum menggambarkan jati diri, kebersatuan

keluarga dan permohonan keselamatan. Bahan pewarnanya dibuat dari alam (dah atah

taneh). Selalu menggambarkan cicak di dinding rumah mereka, baik nampak seperti

cicak sebenarnya ata upun bentuk yang menyerupainya artinya, orang Batak dapat

beradaptasi dengan lingkungannya seperti hidup cicak.

13

Page 17: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rumah Adat Batak Karo disebut Siwaluh Jabuh.

Dihuni oleh 8 keluarga atau kelipatannya.

Atap rumah adat batak karo ini bertingkat dengan patung kepala banteng diujungnya.

Ukuran rumah yang paling besar diantara rumah-rumah tradisional suku Batak lainnya.

Dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dengan cara dipantek dengan pasak atau diikat menyilang dengan tali.

Dinding dibuat miring ke arah luar agar terasa luas di dalam rumah.

Mampu bertahan hingga usia ratusan tahun.

3.2 Saran

Mengingat besarnya wilayah negara Indonesia dengan keanekaragaman budaya dan

rumah adatnya, masyarakat dapat mempelajari dan memahami teori serta praktik

pembangunan rumah adat mereka yang tentu akan berguna dikemudian hari bagi penulis

sebagai mahasiswa dan masyarakat lain yang bergerak dibidang arsitektur.

Disarankan agar Rumah Adat Batak Karo ini tetap dilestarikan karena bangunan ini

merupakan salah satu aset negara yang bisa diteruskan hingga anak cucu kita nanti.

14

Page 18: Sejarah Arsitektur - Batak Karo

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Pustaka

Sitanggang, Drs. Hilderia.1992.”Arsitektur Tradisional Batak Karo”.Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

B. Artikel Web

http://www.academia.edu/4884909/Rumah_Batak_Karo

http://planetbatak.blogspot.com/2013/09/rumah-adat-karo.html

http://ucujuhari.files.wordpress.com/2013/01/rumah-adat-batak.pdf

http://planetbatak.blogspot.com/2013/09/rumah-adat-karo.html

http://sejarahnasionaldandunia.blogspot.com/2013/11/penduduk-dan-pola-desa-suku-

batak.html

http://f-pelamonia.blogspot.com/2009/11/perkembangan-arsitektur-pada-rumah.html

http://bataketnic.blogspot.com/2013/05/rumah-adat-karo-sumatera-utara.html

http://archnewsnusantara.wordpress.com/2009/08/09/siwaluh-jabu-rumah-adat-batak-

karo/

15