36
TUGAS MAKALAH “SEJARAH PENULISAN AL-QUR’AN DAN HADIST ATAU SUNNAH” DISUSUN OLEH : R BUANA PUTRA NIM. 1509113206 Fakultas Hukum

Sejarah Pembukuan Al Qur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ok

Citation preview

Page 1: Sejarah Pembukuan Al Qur

TUGAS MAKALAH “SEJARAH PENULISAN AL-QUR’AN DAN

HADIST ATAU SUNNAH”

DISUSUN OLEH :

R BUANA PUTRANIM. 1509113206

Fakultas HukumUniversitas Riau

Pekanbaru2015

Page 2: Sejarah Pembukuan Al Qur

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh dan salam sejahtera untuk

kita semua, semoga apa yang kita lakukan pada kesempatan kali ini bernilai ibadah

disisi Allah swt. Salawat dan salam kita kirimkan atas junjungan Nabi Muhammad

saw yang telah membawa perubahan dari dunia kegelapan menjadi dunia yang

terang bercahaya.

Makalah dengan judul “Sejarah Penulisan Al-Quran Hadis Atau Sunah”

yang ada dihadapan peserta seminar ini disusun berdasarkan petunjuk dalam

mata Kuliah dengan mengkaji berbagai jenis literatur yang terkait dengan

pengkajian Islam, termasuk kajian khusus mengenai Ulumul Qur’an. Makalah ini

mengurai sejarah pengumpulan hingga pembukuan Al-Qur’an Hadis atau Sunah

menjadi sebuah mushaf resmi yang berlaku universal.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua, terutama kepada

pemakalah. Namun pemakalah menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan, olehnya itu, jika terdapat hal-hal yang dianggap kurang atau keliru

dalam hal penulisan ataupun penyampaian lisan, maka penyusun makalah tidak

menutup diri untuk menerima saran ataupun kritik yang sifatnya membangun

untuk perbaikan tugas-tugas selanjutnya.

Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pekanbaru, Oktober 2015

Penulis

i

Page 3: Sejarah Pembukuan Al Qur

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................................................ ii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................1

C. Tujuan......................................................................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pembukuan Al-Quran...........................................................................................2

B. Nama Nama Lain AlQuran...................................................................................3

C. Struktur dan Pembagian Al Quran....................................................................3

D. Sejarah Al Quran Hingga Berbentuk Mushaf..................................................4

E. Pembukuan Hadi....................................................................................................9

F. Transformasi Hadis Dari rasulullah Kepada Sahabat...............................10

G. Hadis Pada Masa Rasulullah SAW..................................................................12

H. Hadis pada masa Khutafaur Rasyidin............................................................13

I. Masa pembukuan hadis pada masa Umar bin Abdul Aziz.......................13

J. Sejarah Penulisan Hadits..................................................................................14

K. Masa penggalian hadis.......................................................................................15

L. Masa penghimpunan al hadis..........................................................................15

M. Masa pendiwanan dan penyusunan al hadis...............................................16

N. Kritik Tentang sejarah Pembukuan Hadit....................................................17

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................................19

B. Saran......................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

ii

Page 4: Sejarah Pembukuan Al Qur

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar belakang                 Pada permulaan islam, kebanyakan orang bangsa islam adalah bangsa

yang buta huruf,sangat sedikit di antara mereka yang tau menulis dan membaca.mereka belum mengenal kertas seperti kertas yang ada sekarang. Perkataan “al warak”yang di gunakan dalam mengatakan kertas pada masa itu hanyalah pada daun kayu saja.kata “Alqirthas”di gunakan oleh mereka hanya berunjuk kepada benda-benda(bahan-bahan)yang mereka pergunakan untuk di tulis seperti kulit binatang, batu yang tipis dan licin, pelepa tamar/kurma, tulang binatang, dan sebaganya. Setelah mereka menaklukan negri persia,yaitu sesudah wafatnya Nabi muhammad SAW barulah mereka mengenal kertas. Rang persia menamakan kertas itu sebagai “kaqhid”.maka digunakan kata itu kertas oleh bangsa arab islam semenjak itu.

Sebelum nabi muhammad atau sesama zaman nabi muhammad kata “kaqhid”itu tidak ada digunakan didalam bahasa arab, ataupun dalam hadis-hadis nabi. Kitab atau buku tentang apapun juga belum ada pada mereka. Kata-kata  “kitab” di masa ini hanya bermaksud dalam bentuk seperti sepotong kulit, batu atau tulang.

Walaupun kebanyakan bangsa arab  islam pada masa itu masih buta huruf, namun mereka mempunyai ingatan yang sangat kuat. Pegangan mereka dalam memelihara  dan meriwayatkan syair-ayair dari pujangga-pujangga dan penyair-penyair mereka,ansab mereka, peperangan-peperangan yang terjadi di antara mereka, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan kehidupan mereka tiap hari dan sebagainya adalah kepada hafalan semata-mata. Maka Nabi Muhammad menjalankan suatu cara yang amali(raktis) yang selaras dengan keadaan itu dalam menyiarkan Al Qur’an dan memeliharanya.

B. Rumusan Masalah1. Mengapa Hadis-Hadis yang di berikan nabi tidak bisa ditulis?2. Masa pengumpulan al-quran terbagi atas dua periode,sebutkan?3. penulisan al-quran dalam satu mushaf terbagi atas tiga fase yaitu?4. mengapa al-quran diturunkan secara berangsur-angsur?

C. TujuanAgar mahasiswa mengetahui bagaimana orang-orang pada masa duli

begitu menghargai dan memelihara al-qur’an,sehing kita juga bisa meneladani sifat-sifat manyarakat sebelumnya yang begitu menjujung tinggi al-qur’an dan berpedoman terhadapnya.

1

Page 5: Sejarah Pembukuan Al Qur

                                 BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembukuan Al-QuranAl-Qur’ān (Arab: ( القرآن adalah kitab suci agama Islam.

Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril.

Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.

Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang".Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca.

Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"

Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS.Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.

2

Page 6: Sejarah Pembukuan Al Qur

Kemurnian Kitab Al-Quran ini dijamin langsung oleh Allah, yaitu Dzat yang menciptakan dan menurunkan Al-Quran itu sendiri.Dan pada kenyataannya kita bisa melihat, satu-satu kitab yang mudah dipelajari bahkan sampai dihafal oleh beribu-ribu umat Islam.

B. Nama Nama Lain AlQuran :Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan

nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri.Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57)Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)Al-Bayan (penerang): QS(3:138)Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)An-Nur (cahaya): QS(4:174)Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)

C. Struktur dan Pembagian Al Quran 1. Surat, ayat dan ruku'

Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘A r.șSurat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.

2. Makkiyah dan MadaniyahSedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi

atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah).

3

Page 7: Sejarah Pembukuan Al Qur

Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.

Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia.

Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari'ah).Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.

3. Juz dan manzilDalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30

bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz.Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan).

Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu).Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.

4. Menurut ukuran suratKemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada

didalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang).Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan YunusAl Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainyaAl Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainyaAl Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya

D. Sejarah Al Quran Hingga Berbentuk MushafAl-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari

sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak. Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis. Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode,

4

Page 8: Sejarah Pembukuan Al Qur

yaitu periode Mekkah dan periode Madinah, Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah.

Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah. Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.1. Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW

Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab.Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan.

Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.

2. Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin Pada masa pemerintahan Abu Bakar

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat.

Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.

3. Pada masa pemerintahan Utsman bin AffanPada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan,

terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda.

5

Page 9: Sejarah Pembukuan Al Qur

Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku.Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini.

Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an. Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman.

Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.'Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."

Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam.

Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).

Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab.

6

Page 10: Sejarah Pembukuan Al Qur

Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.

4. TerjemahanTerjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara

literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi;kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.

5. Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik

Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS

6. Terjemahan dalam bahasa InggrisThe Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah

Yusuf Ali The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall7. Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan

oleh:Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam JogyakartaQur'an Suadawiah (bahasa Sunda)Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. QomaruddienAl-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa RembangAl-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad AdnanAl-Amin (bahasa Sunda)

8. TafsirUpaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa

hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu.Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut.Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar ayat.Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah.

9. Adab Terhadap Al QuranAda dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur'an terhadap

seseorang yang sedang junub, perempuan haid dan nifas. Pendapat pertama mengatakan bahwa jika seseorang sedang mengalami kondisi tersebut tidak boleh menyentuh Al-Qur'an sebelum bersuci.

7

Page 11: Sejarah Pembukuan Al Qur

Sedangkan pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Qur'an, karena tidak ada dalil yang menguatkannya.

10. Pendapat pertamaSebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim

dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu.Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.

Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78.pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79.tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)

Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka mempercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci.Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.

11. Pendapat keduaPendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surat Al

Waaqi'ah di atas ialah: "Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur’an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan oleh Allah."

Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana telah diterangkan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al-Qur’an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan hadats kecil.Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi:Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang suci/bersih, yakni dengan bentuk faa’il (subyek/pelaku) bukan maf’ul (obyek).Kenyataannya Allah berfirman : Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali mereka yang telah disucikan, yakni dengan bentuk maf’ul (obyek) bukan sebagai faa’il (subyek).

“Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci” Yang dimaksud oleh hadits di atas ialah : Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang mu’min, karena orang mu’min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. “Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis”.

8

Page 12: Sejarah Pembukuan Al Qur

12. Hubungan Dengan Kitab Kitab LainBerkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan

kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)

Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48) Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64) Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah.

Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.

E. Pembukuan HadisHampir semua orang Islam sepakat akan pentingnya peranan hadis

dalam berbagai disiplin keilmuan Islam seperti tafsir, fiqh, teologi,  akhlaq dan lain sebagainya. Sebab secara struktural hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an, dan secara fungsional hadis dapat berfungsi sebagai penjelas (baya>n) terhadap ayat-ayat yang mujmal atau global.   Hal itu dikuatkan dengan berbagai pernyataan yang gamblang dalam al-Qur’an itu sendiri yang menunjukkan pentingnya merujuk kepada hadis Nabi, misalnya Q.S> al-Ahzab  [33]: 21,  36, al-Hasyr [59]:  7.

Akan tetapi ternyata secara historis,  perjalanan hadis tidak sama dengan perjalanan al-Qur’an. Jika al-Qur’an sejak awalnya sudah diadakan pencatatan secara resmi oleh para pencatat wahyu atas petunjuk dari Nabi, dan tidak ada tenggang waktu antara turunnya wahyu dengan penulisannya, maka tidak demikian halnya dengan hadis Nabi. Jika, al-Qur’an secara normatif telah ada garansi dari Allah, dan tidak ada keraguan akan otentisitasnya, maka  tidak demikian halnya dengan Hadis Nabi, yang mendapatkan perlakuan berbeda dari al-Qur’an. Bahkan dalam kitab kitab hadis, terdapat adanya pelarangan penulisan hadis. Hal itu tentunya mempunyai impliksi-implikasi tersendiri bagi transformasi hadis, terutam pada zaman Nabi.

9

Page 13: Sejarah Pembukuan Al Qur

Berita tentang prilaku Nabi Muhammad (sabda, perbuatan, sikap ) didapat dari seorang sahabat atau lebih yang kebetulan hadir atau menyaksikan saat itu, berita itu kemudian disampaikan kepada sahabat yang lain yang kebetulan sedang tidak hadir atau tidak menyaksikan. Kemudian berita itu disampaikan kepada murid-muridnya yang disebut tabi’in (satu generasi dibawah sahabat) . Berita itu kemudian disampaikan lagi ke murid-murid dari generasi selanjutnya lagi yaitu para tabi’ut tabi’in dan seterusnya hingga sampai kepada pembuku hadist (mudawwin).Pada masa Sang Nabi masih hidup, Hadits belum ditulis dan berada dalam benak atau hapalan para sahabat. Para sahabat belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan mengingat Nabi masih mudah dihubungi untuk dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.

Diantara sahabat tidak semua bergaulnya dengan Nabi. Ada yang sering menyertai, ada yang beberapa kali saja bertemu Nabi. Oleh sebab itu Al Hadits yang dimiliki sahabat itu tidak selalu sama banyaknya ataupun macamnya. Demikian pula ketelitiannya. Namun demikian diantara para sahabat itu sering bertukar berita (Hadist) sehingga prilaku Nabi Muhammad banyak yang diteladani, ditaati dan diamalkan sahabat bahkan umat Islam pada umumnya pada waktu Nabi Muhammad masih hidup.Dengan demikian pelaksanaan Al Hadist dikalangan umat Islam saat itu selalu berada dalam kendali dan pengawasan Nabi Muhammad baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya para sahabat tidak mudah berbuat kesalahan yang berlarut-larut. Al Hadist yang telah diamalkan/ditaati oleh umat Islam dimasa Nabi Muhammad hidup ini oleh ahli Hadist disebut sebagai Sunnah Muttaba’ah Ma’rufah. Itulah setinggi-tinggi kekuatan kebenaran Al Hadist.

F. Transformasi Hadis Dari rasulullah Kepada SahabatSejarah hadsis memulai periodisasi sejarah perkembangan hadis pada

saat awal kenabian itu juga,  walaupun informasi yang dimuat adalah informasi-informasi sebelumnya. Sehingga yang dimaksud dengan masa Nabi adalah masa diturunkannya al-Qur’an dari Allah SWT dan masa disampaikannya hadis oleh Nabi SAW.

Bagaimana suasana keilmuan di awal Islam, mungkin inilah pijakan pertama yang harus dilihat untuk mengetahui perjalanan hadis pada masa Nabi. Sejarah menginformasikan bahwa pada awal Islam tersebut sudah ada kebiasaan tulis menulis. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penulisan wahyu dan berbagai bentuk tulis menulis untuk keperluan administrasi negara. Setelah hijrah serta kondisi negara sudah stabil terbukalah orientasi umat Islam untuk mempelajari al-Qur’an dan ilmu pengetahuan lainnya, melalui tradisi membaca dan menulis. Bahkan perang Badar mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kemampuan baca tulis saat itu, karena

10

Page 14: Sejarah Pembukuan Al Qur

para tawanan perang akan mendapatkan kebebasan dari Nabi, bila mau mengajar sepuluh anak Madinah untuk membaca dan menulis.

Kemudian berkembanglah kajian-kajian ilmu dan menyebar ke seluruh penjuru dunia Islam. Ini dibuktikan dengan ditemukannya berbagai tempat-tempat pertemuan dan tempat kajian yang muncul di akhir abad pertama, yang menunjukkan akan adanya kebangkitan ilmiah.  Perkembangan ilmiah tersebut bersamaan dengan usaha-usaha Nabi SAW dalam menyebarkan sunnah, diantaranya dengan cara:1. Mendirikan sekolah di Madinah segera setelah kedatangannya di sana

dan setelah itu mengirimkan guru dan khatib ke berbagai wilayah luar Madinah.

2. Memberikan perintah misalnya, “Sampaikanlah pengetahuan dariku walaupun hanya satu ayat”. Tekanan yang sama dapat dilihat dalam pidatonya dalam haji Wada’, “Yang hadir di sini hendaklah menyampaikan amanat ini kepada yang tidak hadir”.Di samping itu, Rasulullah  juga menyuruh kepada delegasi yang datang

ke Madinah untuk mengajari kaumnya setelah kembali ke daerahnya. Selain itu, beliau juga memberikan rangsangan kepada pengajar dan penuntut ilmu misalnya: ganjaran untuk penuntut ilmu dan pengajar serta ancaman pada orang yang menolak terlibat dalam proses pendidikan.

Dari data historis ini dapat dilihat bahwa pada awal Islam memang kemampuan baca tulis umat Islam masih rendah. Oleh karenanya hal ini juga menjadi fokus perjuangan Nabi SAW  untuk mencerdaskan kehidupan umatnya. Dan berkat upaya-upaya yang dirintis oleh beliau, pada periode-periode berikutnya umat Islam memperoleh kemajuan yang cukup signifikan. Hal ini tentu saja sedikit banyak juga mempunyai implikasi terhadap perjalanan transformasi hadis pada masa itu, yaitu bagaimana mereka melestarikan ajaran-ajaran Nabi SAW yang notabenya merupakan tafsir  praktis terhadap al-Qur’an, melalui seluruh aspek kehidupannya.

Di samping itu,  Rasul Ja’fariyan dalam penelitiannya menemukan bahwa tradisi penulisan hadis di kalangan Syi’ah mendahului fatwa tentang penulisan hadis yang diberikan oleh para Imam belakangan kepada para sahabat mereka. Penulisan hadis merupakan tradisi yang telah dimulai pada masa Nabi dan dikokohkan oleh Ali.   Misalnya, Muhammad Ibn Muslim, seorang sahabat Imam al-Baqir, berkata: “Abu Ja’far membacakan kepada saya “Kitab al-Fara’id} yang didektekan oleh Nabi,  dan ditulis oleh Ali ra.

Namun demikian, hal ini  tidak berarti hadis Nabi  telah terhimpun secara keseluruhan dalam catatan para sahabat tersebut. Karena hadis tidak dilakukan pencatatan (secara resmi) sebagaimana al-Qur’an, sehingga sahabat sebagai individu tidak mungkin mampu menjadi wakil dalam merekam seluruh aspek kehidupan Nabi SAW. Dengan kata lain, oleh karena

11

Page 15: Sejarah Pembukuan Al Qur

hadis itu meliputi segala ucapan, tindakan, pembiaran (taqrir), keadaan, kebiasaan dan hal ihwal Nabi Muhammad.  maka yang demikian ini tidak selalu terjadi di hadapan orang banyak.

Dari keterangan di atas tampak bahwa tradisi penulisan hadis sebenarnya sudah ada sejak masa Nabi saw. Namun ada kemungkinan bahwa sebagian hadis yang belum tercatat saat itu,  dan baru dicatat masa sesudahnya lewat hafalan-hafalan penghafal hadis. Bahkan ada kemungkinan juga ada aspek-aspek kehidupan Nabi yang tidak bisa direkam sampai saat ini. Dengan demikian fase ini merupakan fase dimana penulisan hadis belum menjadi praktek yang merata.

Hadis pada masa Nabi memang belum diupayakan penghimpunannya dan tidak ditulis secara resmi sebagaimana al-Qur’an pada masa Nabi SAW. Hal ini tentu ada sebab-sebab yang melatarbelakannginya. Paling tidak ada beberapa faktor mengapa hadis Nabi waktu itu tidak secara resmi ditulis, Pertama,  masa itu tradisi keilmuan (baca tulis) belum menjadi praktek yang merata dan masih dalam tahap diupayakan perkembangannya.

Lalu bagaimana bentuk transformasi hadis pada zaman Nabi ?  Syuhudi Ismail dalam bukunya Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, menyimpulkan bahwa bentuk transformasi hadis antara lain melalui :1. lisan di muka orang banyak yang terdiri dari kaum laki-laki2. pengajian  rutin di kalangan laki-laki3. pengajian khusus yang diadakan di kalangan kaum perempuan, setelah

mereka memintanya dan lain sebagainya .

G. Hadis Pada Masa Rasulullah SAWHadis atau sunah adalah sumber hukum Islam yang kedua yang

merupakan landasan dan pedoman dalam kehidupan umat Islam setelah Al Qur’an, Karena itu perhatian kepada hadis yang diterima dari Muhammad SAW dilakukan dengan cara memahami dan menyampaikannya kepada orang yang belum mengetahuinya. Perhatian semacam ini sudah ada sejak Nabi Muhammad SAW masih hidup. Namun pada saat itu para perawi hadis sangat berhati-hati dalam menerima maupun meriwayatkan hadis dan menjaga kemurniannya. Pada zaman Rasulullah para sahabatlah yang meriwayatkan hadis yang pertama. Para sahabat adalah penerima hadis langsung dari Muhammad SAW baik yang sifatnya pelajaran maupun jawaban atas masalah yang dihadapi. Pada masa ini para sahabat umumnya tidak melakukan penulisan terhadap hadis yang diterima. Kalaupun ada, jumlahnya sangat tidak berarti. Hal ini di sebabkan antara lain :

12

Page 16: Sejarah Pembukuan Al Qur

1. Khawatir tulisan hadis itu bercampur dengan tulisan .Al-Qur’un.2. Menghindarkan umat menyandarkan ajaran Islam kepada hadis saja.3. Khawatir dalam meriwayatkan hadis salah, dan tidak sesuai dengan

yang disampaikanNabi Muhammad SAW.

Meskipun demikian, hadits Nabi saw tetap dihafal dan diriwayatkan oleh para Shahabat ra , karena Nabi saw bersabda : َّض�ر�� �ُه� َن � الَّل ًأ ِم�َع� اْم�ر� �ا َس� ْم�َّن

�ا �ًث #َغ�ُه� َح�َّت�ى َف�َح�ِف�َظ�ُه� َح�ِد�ْي �َّل �َب َّب� ْي �ل�ى َف�ق�ُه' َح�اْم�ِل� َف�ر� َف�ق�ُه� ُه�َو� ْم�ْن� ِإ� �ُه�     ًأ َّب� َو� ْم�َّن َف�ق�ُه' َح�اْم�ِل� ُر�

�َس� �ْي �ِف�ق�ْيُه' ل ِب “Semoga Allah menjadikan putih cemerlang seseorang yang mendengar

sebuah hadits dari kami, kemudian menghafalkan dan menyampaikannya karena mungkin saja terjadi orang membawa ilmu kepada orang yang lebih faham darinya, dan mungkin terjadi orang yang membawa ilmu tidak faham tentang ilmunya itu.( HSR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, danAl-Hakim ).

H. Hadis pada masa Khutafaur RasyidinSetelah Rasulullah SAW wafat para sahabat mulai menebarkan hadis

kepada kaum muslimin melalui tabligh.Nabi Muhammad SAW bersadba; yang Artinya; Sampaikanlah dari padaku, walaupun hanya satu ayat.’

Di samping itu Rasulullah berpesan kepada para sahabat agar berhati-hati dan memeriksa suatu kebenaran hadis yang hendak disampaikan kepada kaum muslimin. Ketika itu para sahabat tidak lagi berdiam hanya di Madinah. Tetapi meyebar ke kota-kota lain. Pada masa Abu Bakar dan Umar, hadis belum meluas kepada masyarakat. Karena para sahabat lebih mengutamakan mengembangkan A1 Qur’an.Ada dua cara meriwayatkan hadis pada masa sahabat:1. Dengan lafal aslinya, sesuai dengan yang dilafalkan oleh Nabi

Muhammad SAW.2. Dengan maknanya, bukan lafalnya karena mereka tidak hafal lafalnya.

Cara yang kedua ini rnenimbulkan bermacam-macam lafal (matan), tetapi maksud dan isinya tetap sama. Hal ini mmbuka kesempatan kepada sahabat-sahabat yang dekat dengan Rasulullah SAW untuk mengembangkan hadis, walaupun mereka tersebar ke kota-kota lain.

I. Masa pembukuan hadis pada masa Umar bin Abdul AzizIde pembukuan hadis pertama-tama dicetuskan oleh khalifah Umar bin

Abdul Aziz pada awal abad ke 2 hijriyah. Sebagai Khalifah pada masa itu beliau memandang perlu untuk membukukan hadis. Karena ia meyadari bahwa para perawi hadis makin lama semakin banyak yang meninggal. Apabil hadis-hadis tersebut tidak dibukukan maka di khawatirkan akan

13

Page 17: Sejarah Pembukuan Al Qur

lenyap dari permukaan bumi. Di samping itu, timbulnya berbagai golongan yang bertikai daIam persoalan kekhalifahan menyebabkan adanya kelompok yang membuat hadis palsu untuk memperkuat pendapatnya. Sebagai penulis hadis yang pertama dan terkenal pada saat itu ialah Abu Bakar Muhammad ibnu MusIimin Ibnu Syihab Az Zuhry.

Pentingnya pembukuan hadis tersebut mengundang para ulama untuk ikut serta berperan dalam meneliti dan menyeleksi dengan cermatl kebenaran hadis-hadis. Dan penulisan hadis pada abad II H ini belum ada pemisahan antara hadis Nabi dengan ucapan sahabat maupun fatwa ulama. Kitab yang terkenal pada masa itu ialalah Al Muwatta karya imam Malik.

Pada abad III H, penulisan dilakukan dengan mulai memisahkan antara hadis, ucapan rnaupun fatwa bahkan ada pula yang memisahkan antara hadis shahih dan bukan shahih. Pada abad IV H, yang merupakan akhir penulisan hadis, kebanyakan bukti hadis itu hanya merupakan penjelasan ringkas dan pengelompokan hadis-hadis sebelumnya.

J. Sejarah Penulisan HaditsHadits Nabi saw memang belum ditulis secara umum pada zaman Nabi

saw masih hidup, karena ketika itu Al-Qur’an masih dalam proses diturunkan dan diurutkan. Bahkan Nabi saw melarang masyarakat umum dari menulis hadits, sebagaimana sabdanya : َو�ا ال� �َب �َّت �ْك #ْي� َت �َب� ْم�ْن� َو� َع�َّن �َّت #ْي� َك �ر� َع�َّن آن� َغ�ْي �ق�ر� ُه� ال �ِم�َح� �ْي َف�َّل

�َو�ا َو� #ْي� َح�ِد#ُث َج� ال َو� َع�َّن �َذ�َّب� ْم�ْن� َو� َح�ر� �ْي� َك �َع�ِم#ِد�ا َع�َّل � ْم�َّت �َو�ًأ �َب �َّت �ْي �اُر� ْم�ْن� ْم�ق�َع�ِد�ُه� َف�َّل الَّن“Janganlah kalian menulis sesuatu pun dariku, barangsiapa yang telah

menulis dariku selain Al-Qur’an hendaklah dia menghapusnya, dan beritakanlah hadits dariku, yang demikian tidak berdosa, namun barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah dia mengambil tempat duduknya dari api neraka.” ( HR. Muslim )

Walaupun demikian, Nabi saw memberikan izin kepada orang-orang tertentu untuk menulis hadits yang diyakini tidak akan terjadi tercampurnya tulisan Al-Qur’an dengan tulisan hadits pada mereka. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat :

�َو َف�ق�اَم� �ِب اُه' ًأ ُج�ِل@ َش� ُه�ِل� ْم�ْن� ُر�� �ِم�ْن� ًأ �ْي �َو�ا : َف�ق�اَل� ال �َب �َّت �ا ل�ْي اَك َس�َوَل� ْي �ُه� ُر� َس�َوَل� َف�ق�اَل� الَّل ُر�

�ُه� �ُه� َص�َّل�ى الَّل �ُه� الَّل �ْي �َم� َو� َع�َّل َّل �َو�ا : َس� �َب �َّت �ْي� اَك ِب� اُه' َأل َش�

“Berdirilah Abu Syah, yakni seorang laki-laki dari penduduk Yaman, dia berkata : “Tuliskan untukku, wahai Rosullulloh !” Maka Rosululloh saw bersabda : “Tuliskan untuk Abu Syah !” ( HR. Al-Bukhori dan Abu Dawud )

Demikianlah usaha penulisan hadis pada masa khaIifah Umar bin Abdui Aziz yang selanjutnya disempurnakan oleh utama dari masa dan ke masa dan mencapai puncaknya pada akhir abad IV H.

14

Page 18: Sejarah Pembukuan Al Qur

K. Masa penggalian hadisSetelah Nabi Muhammad wafat (tahun 11 H / 632 M) pada awalnya

tidak menimbulkan masalah mengenai Al Hadits karena sahabat besar masih cukup jumlahnya dan seakan-akan menggantikan peran Nabi sebagai tempat bertanya saat timbul masalah yang memerlukan pemecahan, baik mengenai Al Hadist ataupun Al Quran. Dan diantara mereka masih sering bertemu untuk berbagai keperluan.

Sejak Kekhalifahan Umar bin Khaththab (tahun 13 – 23 H atau 634 – 644 M) wilayah dakwah Islamiyah dan daulah Islamiyah mulai meluas hingga ke Jazirah Arab, maka mulailah timbul masalah-masalah baru khususnya pada daerah-daerah baru sehingga makin banyak jumlah dan macam masalah yang memerlukan pemecahannya. Meski para sahabat tempat tinggalnya mulai tersebar dan jumlahnya mulai berkurang, namun kebutuhan untuk memecahkan berbagai masalah baru tersebut terus mendorong para sahabat makin saling bertemu bertukar Al Hadist.

Kemudian para sahabat kecil mulai mengambil alih tugas penggalian Al Hadits dari sumbernya ialah para sahabat besar. Kehadiran seorang sahabat besar selalu menjadi pusat perhatian para sahabat kecil terutama para tabi’in. Meski memerlukan perjalanan jauh tidak segan-segan para tabi’in ini berusaha menemui seorang sahabat yang memiliki Al Hadist yang sangat diperlukannya. Maka para tabi’in mulai banyak memiliki Al Hadist yang diterima atau digalinya dari sumbernya yaitu para sahabat. Meski begitu, sekaligus sebagai catatan pada masa itu adalah Al Hadist belum ditulis apalagi dibukukan.

L. Masa penghimpunan al hadisMusibah besar menimpa umat Islam pada masa awal Kekhalifahan Ali

bin Abi Thalib. Musibah itu berupa permusuhan diantara sebagian umat Islam yang meminta korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Pihak-pihak yang bermusuhan itu semula hanya memperebutkan kedudukan kekhalifahan kemudian bergeser kepada bidang Syari’at dan Aqidah dengan membuat Al Hadist Maudlu’ (palsu) yang jumlah dan macamnya tidak tanggung-tanggung guna mengesahkan atau membenarkan dan menguatkan keinginan / perjuangan mereka yang saling bermusuhan itu. Untungnya mereka tidak mungkin memalsukan Al Quran, karena selain sudah didiwankan (dibukukan) tidak sedikit yang telah hafal. Hanya saja mereka yang bermusuhan itu memberikan tafsir-tafsir Al Quran belaka untuk memenuhi keinginan atau pahamnya.

Keadaan menjadi semakin memprihatinkan dengan terbunuhnya Khalifah Husain bin Ali bin Abi Thalib di Karbala (tahun 61 H / 681 M). Para

15

Page 19: Sejarah Pembukuan Al Qur

sahabat kecil yang masih hidup dan terutama para tabi’in mengingat kondisi demikian itu lantas mengambil sikap tidak mau lagi menerima Al Hadist baru, yaitu yang sebelumnya tidak mereka miliki. Kalaupun menerima, para shabat kecil dan tabi’in ini sangat berhat-hati sekali. Diteliti dengan secermat-cermatnya mengenai siapa yang menjadi sumber dan siapa yang membawakannya. Sebab mereka ini tahu benar siapa-siapa yang melibatkan diri atau terlibat dalam persengketaan dan permusuhan masa itu. Mereka tahu benar keadaan pribadi-pribadi sumber / pemberita Al Hadist. Misal apakah seorang yang pelupa atau tidak, masih kanak-kanak atau telah udzur, benar atau tidaknya sumber dan pemberitaan suatu Al Hadist dan sebagainya. Pengetahuan yang demikian itu diwariskan kepada murid-muridnya ialah para tabi’ut tabi’in.

Umar bin Abdul Aziz seorang khalifah dari Bani Umayah (tahun 99 – 101 H / 717 – 720 M) termasuk angkatan tabi’in yang memiliki jasa yang besar dalam penghimpunan Al Hadist. Para kepala daerah diperintahkannya untuk menghimpun Al Hadist dari para tabi’in yang terkenal memiliki banyak Al Hadist. Seorang tabi’in yang terkemuka saat itu yakni Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin ‘Abdullah bin Syihab Az Zuhri (tahun 51 – 124 H / 671 – 742 M) diperintahkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Untuk itu beliau Az Zuhri menggunakan semboyannya yang terkenal yaitu al isnaadu minad diin, lau lal isnadu la qaala man syaa-a maa syaa-a (artinya : Sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja).

M. Masa pendiwanan dan penyusunan al hadisUsaha pendiwanan (yaitu pembukuan, pelakunya ialah pembuku Al

Hadits disebut pendiwan) dan penyusunan Al Hadits dilaksanakan pada masa abad ke 3 H. Langkah utama dalam masa ini diawali dengan pengelompokan Al Hadits. Pengelompokan dilakukan dengan memisahkan mana Al Hadits yang marfu’, mauquf dan maqtu’. Al Hadits marfu’ ialah Al Hadits yang berisi perilaku Nabi Muhammad, Al Hadits mauquf ialah Al Hadits yang berisi perilaku sahabat dan Al Hadits maqthu’ ialah Al Hadits yang berisi perilaku tabi’in. Pengelompokan tersebut diantaranya dilakukan oleh :1. Ahmad bin Hambal2. ‘Abdullan bin Musa Al ‘Abasi Al Kufi3. Musaddad Al Bashri4. Nu’am bin Hammad Al Khuza’i5. ‘Utsman bin Abi Syu’bah

Yang paling mendapat perhatian paling besar dari ulama-ulama sesudahnya adalah Musnadul Kabir karya Ahmad bin Hambal (164-241

16

Page 20: Sejarah Pembukuan Al Qur

H / 780–855 M) yang berisi 40.000 Al Hadits, 10.000 diantaranya berulang-ulang. Menurut ahlinya sekiranya Musnadul Kabir ini tetap sebanyak yang disusun Ahmad sendiri maka tidak ada hadist yang mardud (tertolak). Mengingat musnad ini selanjutnya ditambah-tambah oleh anak Ahmad sendiri yang bernama ‘Abdullah dan Abu Bakr Qathi’i sehingga tidak sedikit termuat dengan yang dla’if dan 4 hadist maudlu’.

Adapun pendiwanan Al Hadits dilaksanakan dengan penelitian sanad dan rawi-rawinya. Ulama terkenal yang mempelopori usaha ini adalah :Ishaq bin Rahawaih bin Mukhlad Al Handhali At Tamimi Al Marwazi (161-238 H / 780–855 M).

Ia adalah salah satu guru Ahmad bin Hambal, Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasai.Usaha Ishaq ini selain dilanjutkan juga ditingkatkan oleh Bukhari, kemudian diteruskan oleh muridnya yaitu Muslim. Akhirnya ulama-ulama sesudahnya meneruskan usaha tersebut sehingga pendiwanan kitab Al Hadits terwujud dalam kitab Al Jami’ush Shahih Bukhari, Al Jamush Shahih Muslim As Sunan Ibnu Majah dan seterusnya sebagaimana terdapat dalamdaftar kitab masa abad 3 hijriyah.

Yang perlu menjadi catatan pada masa ini (abad 3 H) ialah telah diusahakannya untuk memisahkan Al Hadits yang shahih dari Al Hadits yang tidak shahih sehingga tersusun 3 macam Al Hadits, yaitu :1. Kitab Shahih – (Shahih Bukhari, Shahih Muslim) – berisi Al Hadits yang

shahih saja2. Kitab Sunan – (Ibnu Majah, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ad

Damiri) – menurut sebagian ulama selain Sunan Ibnu Majah berisi Al Hadit shahih dan Al Hadits dla’if yang tidak munkar.

3. Kitab Musnad – (Abu Ya’la, Al Hmaidi, Ali Madaini, Al Bazar, Baqi bin Mukhlad, Ibnu Rahawaih) – berisi berbagai macam Al Hadits tanpa penelitian dan penyaringan. Oleh seab itu hanya berguna bagi para ahli Al Hadits untuk bahan perbandingan.Apa yang telah dilakukan oleh para ahli Al Hadits abad 3 Hijriyah tidak

banyak yang mengeluarkan atau menggali Al Hadits dari sumbernya seperti halnya ahli Al Hadits pada adab 2 Hijriyah. Ahli Al Hadits abad 3 umumnya melakukan tashhih (koreksi atau verifikasi) saja atas Al Hadits yang telah ada disamping juga menghafalkannya. Sedangkan pada masa abad 4 hijriyah dapat dikatakan masa penyelesaian pembinaan Al Hadist. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Al Hadits,menghimpun yang terserakan dan memudahkan mempelajarinya.

N. Kritik Tentang sejarah Pembukuan HaditsDemikian salah satu hadis yang menyatakan pelarangan penulisan

hadis. Apabila ditinjau dari hadis ini, maka dapat diprediksikan bagaimana

17

Page 21: Sejarah Pembukuan Al Qur

implikasinya terhadap penulisan dan pembukuan hadis. Ulama kontemporer seperti Muhammad Syharur, misalnya memaknai larangan hadis tersebut sebagai suatu isyarat bahwa   hadis itu sebenarnya hanyalah merupakan ijtihad Nabi yang syarat dengan situasi sosio-kultural dimana Nabi hidup. Hadis Nabi lebih  merupakan marhalah ta>ri>khiyah, dimana Nabi sangat dipengaruhi oleh situasi sosio-budaya Arab waktu itu, sehingga tidak terlalu penting untuk dibukukan.

Namun demikian, disamping ada hadis yang melarang menulisan hadis sebagaimana dikutip di atas, dalam bagian yang lain ada juga hadis-hadis yang menunjukkan kebolehan menulis hadis. Diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu> Hurairah yang artinya sebagai berikut:

Terhadap dua riwayat yang tampak saling bertentangan tersebut, para ulama berbeda pendapat dalam memahaminya. Sebagian menganggap bahwa larangan itu mutlak, tetapi  sebagian ulama yang lain berusaha mengkompromikannya dengan mengembalikan persoalan tersebut kepada empat pendapat:1. Sebagian ulama menganggap bahwa hadis Abi Said Al-Hudri tersebut

Mauquf, maka tidak patut untuk dijadikan alasan, untuk melarang penulisan hadis

2. Larangan penulisan hadis berlaku hanya pada masa awal-awal  Islam, karena dikhawatirkan bercampur dengan al-Qur’an.

3. Dengan adanya larangan penulisan hadis tersebut pada hakekatnya Nabi mempercayai kemampuan para sahabat untuk menghafalkannya, dan Nabi khawatir seseorang akan bergantung pada tulisan, sedang pemberian izin Nabi untuk menulis hadisnya,   pada hakekatnya merupakan isyarat bahwa Nabi tidak percaya kepada orang seperti Abi Syah,  dapat menghafalkannya dengan baik.

4. Larangan  itu bersifat umum, tetapi secara khusus diizinkan kepada orang-orang yang bisa baca tulis dengan baik, tidak salah dalam tulisannya, seperti pada Abdullah bin Umar.Meskipun para ulama mempunyai perbedaan pendapat tentang boleh

tidaknya penulisan hadis ini, namun nyatanya para sahabat tetap memelihara dan melestarikan hadis Nabi. Hal ini dibuktikan dengan adanya hadis Nabi yang mengatakan: “Riwayatkanlah dari saya. Barang siapa sengaja berbohong atas nama saya maka tempatnya di neraka”.

18

Page 22: Sejarah Pembukuan Al Qur

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanWalaupun diakui hafalan merupakan salah satu tradisi yang dijunjung

tinggi dalam pemeliharaan dan pengembangan pengetahuan, dan konon orang-orang Arab terkenal mempunyai kekuatan hafalan yang tinggi,  bahkan para penghafal masih banyak yang beranggapan bahwa penulisan hadis tidak diperkenankan, namun ternyata tradisi penulisan hadis sudah dilakukan sejak zaman Nabi.

Tradisi tulis hadis memang sudah ada sejak masa Nabi, tapi bukan berarti semua hadis Nabi sudah dibukukan sejak zaman Nabi tersebut. Hal ini bisa kita lihat dari tidak dibukukannya hadis secara resmi saat itu, sedang sahabat yang menulis hadis itu lebih didorong oleh keinginan dirinya sendiri.

Nabi SAW hidup di tengah-tengah masyarakat dan sahabatnya. Mereka selalu bertemu dan berinteraksi dengan beliau secara bebas. Menurut T.M.Hasbi Ash Shiddieqy, bahwa tidak ada ketentuan protokol yang menghalangi mereka bergaul dengan beliau. Yang tidak dibenarkan, hanyalah mereka langsung masuk ke rumah Nabi, di kala beliau tak ada di rumah, dan berbicara dengan para istri Nabi, tanpa hijab. Nabi bergaul dengan mereka di rumah, di mesjid, di pasar, di jalan, di dalam safar dan di dalam hadlar.

Seluruh perbuatan Nabi, demikian juga ucapan dan tutur kata Nabi menjadi tumpuan perhatian para sahabat. Segala gerak-gerik Nabi menjadi contoh dan pedoman hidup mereka.

B. SaranTentunya penulis dalam hal ini menyarankan kepada pembanya agar

supaya mempelajari dan menelaah makalah ini Sebagai referensi dalam belajar .Sebagai penulis makalah ini tentunya dalam penulisan masih banyak kesalahan dalam penulisan dan lain sebagaai penulis saya menyarankan kepada para pembaca agar memberikan kritik dan dan saran untuk terbentuknya makalah yang lebih baik .

19

Page 23: Sejarah Pembukuan Al Qur

DAFTAR PUSTAKA

Adnan Amal, Taufik, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an, Cet. I; Penerbit Forum Kajian Budaya dan Agama, Yogyakarta. Tahun 2001

Al-Qathnhan, Syaikh Manna’. Pengantar Studi Ilu Al-Qur’an, Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, Pebruari 2012.

Atang, Abdul Hakim, Methodologi Study Islam, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, PT. Karya Toha Putra; Semarang. 2002.

Ensiklopedia Untuk Anak-anak Muslim, GrasindoHttp://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Allah, Wikipedia – Ensiklopedia Bebas (Kitab

Allah), 19 Mei 2012.Http://Ealah.Blogspot.Com/2008/04/Upaya-Sahabat-Dalam-Pengumpulan-

Mushaf.Html Upaya Sahabat Dalam Pengumpulan Mushaf Pribadi Pra-Utsmani, oleh Nashif Ubadah; 19 Mei 2012.

Khalid, H.M. Rusdi, Mengkaji Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Cet I; Alauddin Universiti Press, Makassar 2011

Majid, Nurcholish, Islam Agama Peradaban (Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah), Cet. II; Paramadina, Jakarta. 2000.

Manna’ al-Qaththan Mabahits Fiy ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Mansyurat al-‘Asr al-Hadits, t.th.).

Umar, H. Nasaruddin .Ulumul Qur’an (mengungkap makna-makna tersembunyi Al-Qur’an),Jakarta, Al-Gazali Centre, Juli 2008.

20