1
HINGGA sekarang, walau sudah dikucuri dana APBN yang cukup besar, kesejahte- raan rakyat di Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, dan Papua Barat yang memiliki status otonomi khusus, tak kunjung membaik. Lalu ke mana la- rinya duit triliunan rupian per tahun itu? Dalam pandangan DPR, kini sudah saatnya UU otonomi khusus di tiga daerah itu dire- visi. “Dalam UU Otsus Papua, dicantumkan secara eksplisit bahwa setelah empat tahun pe- laksanaan, otsus harus diaudit. Tapi, itu tidak dicantumkan eksplisit di UU Otonomi Khu- sus Aceh. Kita punya tim pe- mantau otsus Papua dan Aceh untuk mengevaluasi realisasi pelaksanaan kewajiban peme- rintah pusat dan pemerintah daerah sebagai penggantinya,” kata Nasir Jamil, anggota Tim Pemantau Otonomi Khusus Papua dan Aceh DPR, di Ja- karta, akhir pekan lalu. Dijelaskannya, instrumen dana otonomi khusus menjadi hal utama dalam audit. DPR menilai, dana yang tersedia belum bisa mengangkat taraf hidup masyarakat setempat. Tingkat kemiskinan masih tinggi, begitu pula dengan ting- kat pengangguran. Bahkan, angka kesehatan Aceh berada di urutan no- mor empat terbawah. Kondisi Papua juga tak kalah mirisnya karena indeks pembangunan manusia malah menempati urutan terbawah dari seluruh provinsi di Indonesia. Pemerintah pusat dinilainya sebagai aktor utama peng- hambat pelaksanaan otonomi khusus. Hal itu diindikasikan melalui penerapan setengah hati aturan otonomi khusus. Kementerian-kementerian ter- kait, seperti Kementerian Kehu- tanan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian ESDM. Mereka lebih mengutama- kan penggunaan UU sektoral dibandingkan UU otonomi khusus yang memperlakukan ketiga daerah itu berbeda de- ngan daerah lain. Pemerintah pusat juga selalu berdalih tak ingin menimbul- kan kecemburuan bagi daerah lain ketika enggan menerapkan seluruh pasal yang terdapat di dalam UU otonomi khusus. “Belum ada instrumen yang mengatur strategi pemerintah pusat dalam mensinergikan UU otonomi khusus dengan UU sektoral. Akibatnya, dana se- lalu berlebih. Rata-rata menyi- sakan Rp3 triliun-Rp4 triliun per tahun. Uang ada, tapi tak bisa dipakai,” tukas Anggota DPR dari Fraksi PKS itu. Reydonnyzar Moenek, man- tan Direktur Administrasi Pen- dapatan dan Investasi Daerah Kemendagri yang kini men- jadi Kepala Pusat Penerangan Kemendagri mengakui, dana khusus bagi daerah yang me- nyandang status khusus itu masih minim pengawasan dari pemerintah pusat. Akibatnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selalu mene- mukan dugaan penyimpang- an dalam penggunaan dana otonomi khusus. Berdasarkan hasil auditnya, BPK menemu- kan ada penyimpangan hingga 16% dari dana otonomi khusus di Papua dalam kurun waktu 2002-2009. Donny menyebutkan, peme- rintah pusat telah melakukan berbagai upaya untuk meng- awasi penggunaan anggaran daerah. Namun kenyataannya, terkadang suntikan dana yang besar tak dibarengi dengan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) di daerah untuk menggunakan uang sebegitu banyak itu. “Kita tidak membantah kualitas dari SDM setempat belum sepenuhnya memadai. Padahal, regulasi soal angga- ran cukup kompleks dan bisa dibilang sangat rinci.” (Din/ MJ/P-2) gkapnya. Sementara Papua, juga telah melalui perjalanan sejarah yang cukup panjang hingga akhir- nya bergabung dengan negara kesatuan RI pada 1969. Peme- rintah memberikan kekhusu- san terhadap Papua untuk mengantisipasi gerak Amerika dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), yang dikhawatirkan akan melakukan intervensi di sana. Dengan latar belakang itulah, Magdalia menganggap pem- berian status daerah istimewa kedua daerah tersebut bukan karena ada pembagian hasil yang tidak merata antara pusat dan daerah. Namun, menurut Asvi, fak- tor lain yang bisa dijadikan pertimbangan pemerintah, adalah aspek geogras. Misal- nya dalam kasus Kepulauan Riau yang sangat dekat dengan Singapura dan Malaysia. Sejarawan dari Universitas Sanata Dharma Anton Har- yono mengutarakan, pem- berian status istimewa atau otonomi khusus juga menjadi salah satu cara pencapaian de- mokrasi. “Seperti di Aceh, rakyat mempunyai aspirasi yang men- gakomodasikan lebih baik nilai-nilai Islam yang diguna- kan di wilayahnya. Mereka tahu bagaimana mengatur le- bih leluasa daerahnya. Selama tidak menyalahi nilai-nilai dasar demokrasi pemberian status khusus merupakan hal yang wajar,” uranya. Suara yang sama diutarakan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Ganjar Pranowo. “Kekhususan memberikan hak kepada daerah untuk lepas dari penyeragaman konstruksi politik,” cetusnya. Kekhususan dan keistime- waan daerah telah menga- lami perjalanan panjang dan menjadi keniscayaan NKRI sehingga pemerintah harus menyampingkan penyeraga- man terhadap daerah otonomi khusus. Kekhasan justru menjadi lex specialis karena daerah itu da- pat mempertahankan sistem politik, hukum, atau budaya SENIN, 13 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA | 23 Politik & HAM H KEKHUSUSAN PROTES: Sejumlah mahasiswa Papua melakukan longmarch ke DPR sebagai aksi protes pengembalian otonomi khusus Papua, di Jakarta, beberapa waktu lalu. Triliunan Rupiah yang Selalu Mubazir MI/ROMMY PUJIANTO erapa waktu lalu. Penerapan syariat Islam merupakan salah satu kekhasan provinsi MI/M IRFAN daerah. Aceh, yang telah ber- ganti nama menjadi NAD, dapat mempertahankan sistem politiknya dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) dan pemberlakuan qanun Syariah (peraturan daerah). Papua mempertahankan peranan masyarakat lokal da- lam legislatif dan kepemimpi- nan kepala daerah, sedangkan DKI Jakarta melalui penun- jukan wali kota oleh guber- nur. “Kekhususan ini mem- pertahankan karakter daerah masing-masing,” pungkasnya. (Rin/Tup/*/AO/P-4) [email protected] KUS ASIONAL BESOK! ma: Assange up Peluit

SENIN, 13 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA H … filesan terhadap Papua untuk mengantisipasi gerak Amerika dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), yang dikhawatirkan akan melakukan intervensi

  • Upload
    habao

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SENIN, 13 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA H … filesan terhadap Papua untuk mengantisipasi gerak Amerika dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), yang dikhawatirkan akan melakukan intervensi

HINGGA sekarang, walau sudah dikucuri dana APBN yang cukup besar, kesejahte-raan rakyat di Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, dan Papua Barat yang memiliki status otonomi khusus, tak kunjung membaik. Lalu ke mana la-rinya duit triliunan rupian per tahun itu?

Dalam pandangan DPR, kini sudah saatnya UU otonomi khusus di tiga daerah itu dire-visi.

“Dalam UU Otsus Papua, dicantumkan secara eksplisit bahwa setelah empat tahun pe-laksanaan, otsus harus diaudit. Tapi, itu tidak dicantumkan eksplisit di UU Otonomi Khu-sus Aceh. Kita punya tim pe-mantau otsus Papua dan Aceh untuk mengevaluasi realisasi pelaksanaan kewajiban peme-rintah pusat dan pemerintah daerah sebagai penggantinya,” kata Nasir Jamil, anggota Tim Pemantau Otonomi Khusus Papua dan Aceh DPR, di Ja-karta, akhir pekan lalu.

Dijelaskannya, instrumen dana otonomi khusus menjadi hal utama dalam audit. DPR

menilai, dana yang tersedia belum bisa mengangkat taraf hidup masyarakat setempat. Tingkat kemiskinan masih tinggi, begitu pula dengan ting-kat pengangguran.

Bahkan, angka kesehatan Aceh berada di urutan no-mor empat terbawah. Kondisi Papua juga tak kalah mirisnya karena indeks pembangunan manusia malah menempati urutan terbawah dari seluruh provinsi di Indonesia.

Pemerintah pusat dinilainya sebagai aktor utama peng-hambat pelaksanaan otonomi khusus. Hal itu diindikasikan melalui penerapan setengah hati aturan otonomi khusus. Kementerian-kementerian ter-kait, seperti Kementerian Kehu-tanan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian ESDM.

Mereka lebih mengutama-kan penggunaan UU sektoral dibandingkan UU otonomi khusus yang memperlakukan ketiga daerah itu berbeda de-ngan daerah lain.

Pemerintah pusat juga selalu berdalih tak ingin menimbul-kan kecemburuan bagi daerah

lain ketika enggan menerapkan seluruh pasal yang terdapat di dalam UU otonomi khusus.

“Belum ada instrumen yang mengatur strategi pemerintah pusat dalam mensinergikan UU

otonomi khusus dengan UU sektoral. Akibatnya, dana se-lalu berlebih. Rata-rata menyi-sakan Rp3 triliun-Rp4 triliun per tahun. Uang ada, tapi tak bisa dipakai,” tukas Anggota

DPR dari Fraksi PKS itu.Reydonnyzar Moenek, man-

tan Direktur Administrasi Pen-dapatan dan Investasi Daerah Kemendagri yang kini men-jadi Kepala Pusat Penerangan

Kemendagri mengakui, dana khusus bagi daerah yang me-nyandang status khusus itu masih minim pengawasan dari pemerintah pusat.

Akibatnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selalu mene-mukan dugaan penyimpa ng-an dalam penggunaan dana otonomi khusus. Berdasarkan hasil auditnya, BPK menemu-kan ada penyimpangan hingga 16% dari dana otonomi khusus di Papua dalam kurun waktu 2002-2009.

Donny menyebutkan, peme-rintah pusat telah melakukan berbagai upaya untuk meng-awasi penggunaan anggaran daerah. Namun kenyataannya, terkadang suntikan dana yang besar tak dibarengi dengan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) di daerah untuk menggunakan uang sebegitu banyak itu.

“Kita tidak membantah kualitas dari SDM setempat belum sepenuhnya memadai. Padahal, regulasi soal angga-ran cukup kompleks dan bisa dibilang sangat rinci.” (Din/MJ/P-2)

gkapnya.Sementara Papua, juga telah

melalui perjalanan sejarah yang cukup panjang hingga akhir-nya bergabung dengan negara kesatuan RI pada 1969. Peme-rintah memberikan kekhusu-san terhadap Papua untuk mengantisipasi gerak Amerika dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), yang dikhawatirkan akan melakukan intervensi di sana.

Dengan latar belakang itulah, Magdalia menganggap pem-berian status daerah istimewa kedua daerah tersebut bukan karena ada pembagian hasil yang tidak merata antara pusat dan daerah.

Namun, menurut Asvi, fak-tor lain yang bisa dijadikan pertimbangan pemerintah, adalah aspek geografi s. Misal-nya dalam kasus Kepulauan Riau yang sangat dekat dengan Singapura dan Malaysia.

Sejarawan dari Universitas Sanata Dharma Anton Har-yono mengutarakan, pem-berian status istimewa atau otonomi khusus juga menjadi

salah satu cara pencapaian de-mokrasi.

“Seperti di Aceh, rakyat mempunyai aspirasi yang men-gakomodasikan lebih baik nilai-nilai Islam yang diguna-kan di wilayahnya. Mereka tahu bagaimana mengatur le-bih leluasa daerahnya. Selama tidak menyalahi nilai-nilai dasar demokrasi pemberian status khusus merupakan hal yang wajar,” uranya.

Suara yang sama diutarakan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Ganjar Pranowo. “Kekhususan memberikan hak kepada daerah untuk lepas dari penyeragaman konstruksi politik,” cetusnya.

Kekhususan dan keistime-waan daerah telah menga-lami perjalanan panjang dan menjadi keniscayaan NKRI sehingga pemerintah harus menyampingkan penyeraga-man terhadap daerah otonomi khusus.

Kekhasan justru menjadi lex specialis karena daerah itu da-pat mempertahankan sistem politik, hukum, atau budaya

SENIN, 13 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA | 23 Politik & HAM

H KEKHUSUSAN

PROTES: Sejumlah mahasiswa Papua melakukan longmarch ke DPR sebagai aksi protes pengembalian otonomi khusus Papua, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Triliunan Rupiah yang Selalu Mubazir

MI/ROMMY PUJIANTO

erapa waktu lalu. Penerapan syariat Islam merupakan salah satu kekhasan provinsi

MI/M IRFAN

daerah. Aceh, yang telah ber-ganti nama menjadi NAD, dapat mempertahankan sistem politiknya dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) dan pemberlakuan qanun Syariah (peraturan daerah).

Papua mempertahankan peranan masyarakat lokal da-lam legislatif dan kepemimpi-nan kepala daerah, sedangkan DKI Jakarta melalui penun-jukan wali kota oleh guber-nur. “Kekhususan ini mem-pertahankan karakter daerah masing-masing,” pungkasnya. (Rin/Tup/*/AO/P-4)

[email protected]

KUSASIONAL

BESOK!ma:

Assangeup Peluit