16
_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous 31 III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK A. Kerangka Fenolik Senyawa fenolik, seperti telah dijelaskan pada Bab I, memiliki sekurangkurangnya satu gugus fenol. Gugus fenol tersusun atas cincin benzena yang tersubtitusi hidroksil (OH). Benzena merupakan cincin yang dibentuk oleh enam buah atom karbon yang terikat secara semi rangkap (terkonjugasi). Gambar 3.1. Ikatan kovalen atom karbon (Vermerris dan Nicholson 2006). Interaksi antar sesama atom C dapat berupa ikatan kovalen tunggal, rangkap, atau konjugasi. Satu atom karbon dapat membentuk empat ikatan kovalen. Gambar 3.1 memperlihatkan bagaimana ikatan kovalen antar atom C terbentuk. Ikatan kovalen tunggal terbentuk akibat interaksi elektron dari orbital sp 2 atau disebut ikatan σ. Pada ikatan kovalen rangkap dua, selain ikatan σ, terdapat juga ikatan π. Ikatan π terbentuk dari interaksi elektron pada orbital 2p. Perbedaan antara ikatan rangkap dua pada alkena (RC=CR) dengan ikatan yang terkonjugasi pada benzena adalah elektron ©SEAFAST Center 2012

Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

  • Upload
    dokhanh

  • View
    234

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous 

 31 

III. SIFAT KIMIA SENYAWA FENOLIK  

A. Kerangka Fenolik  Senyawa  fenolik,  seperti  telah  dijelaskan  pada  Bab  I, 

memiliki  sekurang‐kurangnya  satu  gugus  fenol.  Gugus  fenol tersusun  atas  cincin  benzena  yang  tersubtitusi  hidroksil  (OH). Benzena merupakan  cincin  yang  dibentuk  oleh  enam  buah  atom karbon yang terikat secara semi rangkap (terkonjugasi).  

 

 Gambar 3.1.   Ikatan  kovalen  atom  karbon  (Vermerris  dan 

Nicholson 2006).   Interaksi  antar  sesama  atom  C  dapat  berupa  ikatan 

kovalen  tunggal,  rangkap,  atau  konjugasi.  Satu  atom  karbon dapat  membentuk  empat  ikatan  kovalen.  Gambar  3.1 memperlihatkan  bagaimana  ikatan  kovalen  antar  atom  C terbentuk.  Ikatan  kovalen  tunggal  terbentuk  akibat  interaksi elektron  dari  orbital  sp2  atau  disebut  ikatan  σ.  Pada  ikatan kovalen  rangkap  dua,  selain  ikatan  σ,  terdapat  juga  ikatan  π. Ikatan  π  terbentuk  dari  interaksi  elektron  pada  orbital  2p. Perbedaan  antara  ikatan  rangkap  dua  pada  alkena  (R‐C=C‐R) dengan ikatan yang terkonjugasi pada benzena adalah elektron 

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 2: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________  

 32 

π  pada  benzena  dipakai  bersama  oleh  setiap  atom  C.  Oleh karena  elektron  tersebut  digunakan  bersama,  penggambaran benzena menjadi seperti pada Gambar 3.2. Ikatan rangkap pada benzena  tidak  selalu berada pada  tempat yang  sama  sehingga digunakan  tanda  ↔  pada  Gambar  3.2.a  untuk  menyatakan pergerakan  elektron.  Secara  sederhana,  konjugasi  elektron tersebut dapat diekspresikan dengan sebuah lingkaran di dalam cincin seperti pada Gambar 3.2.b.  

 

 Gambar 3.2. Rumus struktur benzena (Vermerris dan Nicholson 

2006).   Delokalisasi  elektron  π  secara  energi  lebih  disukai 

sehingga  terdapat  kecendrungan  pada  benzena  untuk mempertahankan kearomatisasinya. Hal  ini membuat senyawa aromatik  seperti  benzena  sangat  sulit mengalami  reaksi  adisi (penggantian  ikatan  rangkap  menjadi  dua  ikatan  tunggal). Sebaliknya,  benzena  menyukai  reaksi  subtitusi  (penggantian atom).  Fenol  merupakan  salah  satu  contoh  hasil  subtitusi benzena  dengan  gugus  hidroksil  (Gambar  1.1).  Fenol  sendiri juga dapat disubtitusi lagi dengan berbagai macam gugus kimia. Beragamnya  gugus  yang  dapat  tersubtitusi  di  gugus  fenol membuat  senyawa  fenolik  memiliki  banyak  anggota  seperti yang telah diuraikan pada Bab I.     

B. Keasaman Senyawa Fenolik  

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 3: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous 

 33 

Suatu  senyawa  dikatan  asam  jika  senyawa  tersebut  dapat melepaskan proton  (H+)  di dalam  larutan. Asam  kuat merupakan senyawa  yang  terdisosiasi  (terpisah  dengan  protonnya)  secara sempurna.  Sebaliknya,  asam  lemah  (HA)  tidak  terdisosiasi sempurna  atau  berada  dalam  kesetimbangan  dengan  bentuk disosiasinya  (Gambar  3.3). Konstanta  keasaman  (Ka) menyatakan tingkat  pelepasan  proton  tersebut.  Semakin  tinggi  nilai  Ka  suatu senyawa, semakin asam senyawa itu. Nilai Ka didefinisikan sebagai 

.  Biasanya  nilai  Ka  disederhanakan  dengan 

mengonversi  Ka  menjadi  pKa  (   ).  Tingkat keasaman  yang  dinyatakan  dengan  pKa  berkebalikan  dengan  Ka, yaitu semakin asam suatu senyawa, semakin rendah nilai pKa.  

 

 Gambar 3.3.  Reaksi  kesetimbangan  asam  lemah  (Vermerris  dan 

Nicholson 2006).  

Secara  umum,  senyawa  fenolik  merupakan  asam  lemah. Tingkat  keasaman  fenol  (pKa  =  10)  berada  di  antara  asam karboksilat (pKa = 4‐5) dan alkohol alifatis (rantai lurus) (pKa = 16‐19). Meskipun fenol dan alkohol alifatis sama‐sama hanya memiliki satu gugus hidroksil, namun fenol lebih asam dibandingkan alkohol alifatis. Hal  ini  karena  anion  yang  terbentuk  setelah melepaskan proton  pada  fenol  lebih  stabil  jika  dibandingkan  alkohol  alifatis. Kestabilan tersebut disebabkan oleh terjadinya resonansi sehingga muatan  negatif  dapat  disebar  (delokalisasi)  seperti  yang digambarkan pada Gambar 3.4. 

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 4: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________  

 34 

 Gambar 3.4.  Delokalisasi elektron fenol (Vermerris dan Nicholson 

2006).  

Subtitusi  yang  terjadi  pada  fenol  dapat  mempengaruhi tingkat  keasaman  senyawa  fenolik.  Beberapa  subtituen  (gugus yang  disubtitusi)  dapat  meningkatkan  tingkat  keasaman  dan beberapa  lagi  memberikan  pengaruh  sebaliknya.  Gambar  3.5 memperlihatkan  beberapa  contoh  pengaruh  subtituen  terhadap tingkat keasaman  fenol. Subtituen penarik elektron  (‐Cl,  ‐CH=O,  ‐NO2)  cendrung menarik elektron  yang  terdapat di  fenol  sehingga proton  (H+)  terikat  lebih  lemah  dan  mudah  untuk  dilepaskan. Sebaliknya,  subtituen  penyumbang  elektron  (‐OCH3,  ‐CH3) cendrung memberikan elektronnya kepada  fenol  sehingga proton sulit terlepas.    

 

 Gambar 3.5.  Pengaruh  subtituen  terhadap  tingkat  keasaman 

(Bruice 2003).  

Kemampuan  subtituen  mendelokalisasikan  elektron  pada anion  yang  terbentuk  setelah  proton  dilepaskan,  juga 

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 5: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous 

 35 

mempengaruhi  tingkat  keasaman  senyawa  fenolik.  Semakin panjang jalur delokalisasi, semakin stabil anion yang terbentuk dan semakin  asam  senyawa  tersebut.  Subtituen  nitro  (‐NO2)  sebagai contoh,  merupakan  subtituen  yang  keberadaannya  tidak  hanya sebagai  penarik  elektron  tapi  juga menambah  jalur  delokalisasi. Gambar 3.6 menunjukkan perjalanan elektron yang terdelokalisasi lebih  panjang  akibat  keberadaan  subtituen  nitro  (bandingkan dengan elektron yang hanya dapat terdelokalisasi sepanjang cincin benzen  pada  Gambar  3.4).  Kemampuan  mendelokalisasikan elektron  inilah  yang  menyebabkan  senyawa  pada  Gambar  3.5.f memiliki  pKa  paling  rendah  dibandingkan  senyawa  lainnya (Gambar 3.5.a‐e).   

 

 Gambar 3.6. Delokalisasi elektron akibat subtituen nitro (Hornback 

2006).  

Ketika senyawa  fenolik mengandung banyak subtituen yang mampu  mendelokalisasikan  elektron,  senyawa  tersebut  dapat menjadi  asam  kuat  dengan  pKa  yang  sangat  rendah.  Contoh senyawa  fenolik  yang  merupakan  asam  kuat  adalah  2,4,6‐trinitrofenol  (pKa 0,71). Senyawa  ini memiliki  tiga  subtituen nitro yang membuat jalur delokalisasi menjadi semakin panjang.  

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 6: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________  

 36 

Pengetahuan  tentang nilai pKa senyawa  fenolik bermanfaat ketika akan mengekstrak atau memisahkan senyawa  ini. Ketika di dalam  suatu  bahan  pangan  terdapat  sejumlah  senyawa  fenolik dengan  tingkat  keasaman  berbeda  (dari  lemah  hingga  ke  kuat), senyawa‐senyawa  tersebut  dapat  dipisahkan  dengan menambahkan  basa  lemah  seperti  Na2CO3  atau  NaHCO3.  Basa lemah ini akan mengikat proton (H+) yang dilepaskan oleh senyawa fenolik  yang  lebih  asam  atau  asam  kuat.  Hal  ini mengakibatkan terbentuknya  garam  fenolat  yang  larut air.  Senyawa  fenolik  yang kurang  asam  tidak  ternetralkan  oleh  basa  lemah  atau  tidak melepaskan H+ sehingga masih berada dalam bentuk fenolik bebas yang  tidak  larut  air.  Perbedaan  kelarutan  tersebut  dapat dimanfaatkan  untuk  memisahkan  kedua  jenis  senyawa  fenolik (asam kuat dan asam lemah) tersebut.  

  

C. Ikatan Hidrogen pada Senyawa Fenolik  Ikatan hidrogen merupakan interaksi dipol‐dipol yang secara 

khusus  terjadi antara hidrogen  (H) yang  terikat pada oksigen  (O), nitrogen  (N),  atau  fluorida  (F)  dengan  elektron  dari O, N,  atau  F pada molekul  lain  (Gambar  3.7).  Panjang  ikatan  kovalen  antara atom O dan H adalah 0,96 Å, sedangkan panjang  ikatan hidrogen dari atom H satu molekul ke atom O di molekul lainnya hampir dua kali  lipat  ikatan  kovalen  (1,69‐1,79). Hal  ini menunjukkan  bahwa ikatan  hidrogen  lebih  lemah  jika  dibandingkan  ikatan  kovalen. Namun  demikian,  ikatan  hidrogen  lebih  kuat  jika  dibandingkan interaksi dipol‐dipol lainnya. Ikatan hidrogen terkuat adalah ikatan hidrogen  yang  terjadi  secara  linier  (atom H dengan atom  lainnya berada dalam satu garis lurus).  

 

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 7: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous 

 37 

 

Gambar 3.7. Ikatan hidrogen (Bruice 2003)  

Atom hidrogen  yang  terdapat di  gugus  hidroksil  (OH) pada fenol  merupakan  kandidat  yang  ideal  untuk  terjadinya  ikatan hidrogen. Gambar 3.8 memperlihatkan tiga molekul senyawa fenol yang  berinteraksi  melalui  ikatan  hidrogen.  Keberadaan  ikatan hidrogen  tersebut meningkatkan  titik  didih  dan  titik  lebur  fenol karena  dibutuhkan  tambahan  energi  untuk  memecah  ikatan intermolekular tersebut. Selain itu, ikatan hidrogen pada fenol juga dapat mengubah spektrum UV dan IR senyawa tersebut.  

 

 Gambar 3.8.  Ikatan hidrogen pada fenol (Vermerris dan Nicholson 

2006).   Ikatan  hidrogen  di  senyawa  fenolik  dapat  terjadi  baik  di 

dalam  satu molekul  itu  sendiri  (intramolekular) maupun  dengan molekul  lain  (intermolekular).  Ikatan hidrogen yang  terjadi secara intramolekular biasanya terjadi pada dua gugus hidroksil (OH) yang 

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 8: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________  

 38 

berdekatan  (subtitusi  orto)  atau  gugus  hidroksil  dengan  karbonil (C=O)  yang  berdekatan.  Gambar  3.9  memperlihatkan  ikatan hidrogen intramolekul yang terjadi di quersetin.    

 

 Gambar 3.9.  Ikatan  hidrogen  intramolekular  (Vermerris  dan 

Nicholson 2006).  

Adanya  ikatan  hidrogen  yang  terbentuk  di  intramolekular meningkatkan  stabilitas  senyawa  tersebut. Perhatikan bahwa dua ikatan  hidrogen  pada Gambar  3.9 membentuk  dua  cincin,  cincin heksagonal  (OH‐‐O)  dan  cincin  pentagonal  (OH‐‐OH).  Jenis  cincin yang  terbentuk  memberikan  tingkat  kestabilan  tertentu.  Cincin heksagonal  lebih  stabil  dibandingkan  dengan  cincin  pentagonal. Kestabilan yang meningkat akibat keberadaan  ikatan hidrogen  ini membuat  senyawa  fenolik  menjadi  lebih  lembam  atau  kurang reaktif.  Ikatan hidrogen  tersebut menurunkan solubilitas senyawa fenolik  di  alkohol  dan  mengurangi  kemampuannya  membentuk ester dan eter.   

Ikatan  hidrogen  yang  terjadi  secara  intermolekular memberikan  pengaruh  terhadap  kelarutan,  titik  leleh,  dan kemudahan  pemisahan.  Kelarutan  senyawa  fenolik  meningkat 

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 9: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous 

 39 

dengan  adanya  interaksi  hidrogen  intermolekular.  Ikatan  ini  juga meningkatkan  titik  leleh  senyawa  fenolik.  Hal  ini  membuat senyawa  fenolik  yang mengalami  ikatan  hidrogen  intermolekular biasanya  berbentuk  padat  pada  suhu  ruang.  Pemisahan  atau pemurnian  senyawa  fenolik  di  suatu  campuran  akan  lebih  sulit akibat  adanya  ikatan hidrogen  intermolekular  karena  dibutuhkan energi  yang  lebih  untuk  memutuskan  interaksi  antara  senyawa fenolik dengan molekul lainnya, termasuk pelarut.  

 

D. Esterifikasi  Ester  (RCOOR)  merupakan  senyawa  yang  terbentuk  dari 

reaksi  asam  karboksilat  (RCOOH)  dengan  gugus  hidroksil  dari alkohol  (ROH).  Gugus  hidroksil  (OH)  dan  karboksil  (COOH)  yang terdapat  di  senyawa  fenolik  dapat  berpartisipasi  dalam pembentukan ester. Ester yang terbentuk dari dua senyawa fenolik jarang ditemukan di alam. Salah  satu contoh adalah asam ellagat yang terbentuk dari dua asam galat (Gambar 3.10).   

 

 Gambar 3.10. Esterifikasi dari dua senyawa fenolik  (Vermerris dan 

Nicholson 2006).   

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 10: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________  

 40 

Ester  dari  senyawa  fenolik  umumnya  ditemukan  di  alam sebagai senyawa yang dibentuk oleh reaksi antara gugus karboksil senyawa  fenolik  dengan  gugus  hidroksil  alkohol  lainnya  (bukan fenol). Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara  ini adalah asam  klorogenat  (Gambar  3.11).  Asam  klorogenat  dibentuk  dari reaksi  gugus  karboksil  asam  kafeat  dengan  gugus  hidroksil  asam kuinat.   

 

 Gambar 3.11. Asam klorogenat (Vermerris dan Nicholson 2006).  

Senyawa ester dapat  juga  terbentuk  secara  intramolekular. Contoh  esterifikasi  intramolekular  ini  adalah  pembentukan koumarin  dari  asam  koumarat  yang  memiliki  gugus  hidroksil  di posisi  orto.  Gambar  3.12  memperlihatkan  proses  esterifikasi intramolekular.  

   

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 11: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous 

 41 

Gambar 3.12.  Esterifikasi  interamolekular  (Vermerris  dan Nicholson 2006).  

 

E. Pembentukan Eter  Eter  (ROR) dapat terbentuk dari reaksi gugus hidroksil pada 

senyawa  fenolik  dengan  gugus  hidroksil  alkohol  lainnya. Pembentukan eter yang paling sering terjadi adalah eter dari reaksi metanol dengan senyawa  fenolik. Gambar 3.13 menujukkan salah satu  contoh  pembentukan  eter  dari  metanol  dan  fenol  yang menghasilkan  metoksibenzen. Metil  eter  yang  terbentuk  sangat stabil sehingga produk metoksibenzen menjadi tidaj reaktif.  

  

 

 Gambar 3.13. Reaksi  pembentukan  eter  dari  fenol  dan  metanol 

(Vermerris dan Nicholson 2006).  

F. Oksidasi Senyawa Fenolik  Oksidasi  yang  terjadi  terhadap  senyawa  fenolik  dapat 

mengakibatkan  timbulnya  warna  kecoklatan  pada  jaringan tanaman  seperti  munculnya  warna  coklat  segera  setelah  buah dipotong atau dikupas. Oksidasi pada  senyawa  fenolik  juga dapat menyebabkan  terbentuknya  berbagai  metabolit  yang  beracun terhadap  binatang  dan  tanaman  sehingga  dianggap  sebagai kerusakan  pada  pangan.  Namun  demikian,  terdapat  juga  racun yang  terbentuk  akibat  oksidasi  yang  dapat  menghambat 

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 12: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________  

 42 

pertumbuhan  mikroorganisme  patogen.  Kemudahan  senyawa fenolik  teroksidasi  menjadikan  beberapa  dari  senyawa  ini digunakan  sebagai  antioksidan  pada  minyak  untuk  mencegah terjadinya oksidasi asam lemak.   

Oksidasi  yang  terjadi  pada  senyawa  fenolik  dapat  melalui reaksi  autooksidasi  atau  oksidasi  enzimatik.  Autooksidasi merupakan  reaksi  oksidasi  yang  disebabkan  oleh  keberadaan cahaya dan oksigen. Dalam kondisi terpapar cahaya, oksigen akan lebih  mudah  menyerang  suatu  senyawa  sehingga  senyawa tersebut  melepaskan  protonnya.  Pelepasan  proton  ini  semakin mudah  terjadi  pada  proton  yang  berdekatan  dengan  ikatan rangkap  karena  radikal  elektron  dapat  terdelokalisasi.  Gugus aromatik  pada  fenol  yang  dapat  memberikan  efek  delokalisasi lebih  tinggi  dibandingkan  ikatan  rangkap  alifatik  ,  menjadikan senyawa fenolik lebih mudah mengalami autooksidasi.   

Fenol  radikal  dapat  bereaksi  dengan  radikal  lainnya membentuk  dimer.  Oleh  karena  elektron  radikal  di  fenol terdelokalisasi, maka  dimer  yang  terbentuk  beragam  tergantung lokasi  elektron  radikal  tersebut  pada  saat  terjadi  reaksi. Gambar 3.14  memperlihatkan  bagaimana  radikal  katekol  dapat  bereaksi membentuk campuran tetrahidroksi‐bifenil dan kuinin.   

 

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 13: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous 

 43 

 Gambar 3.14.  Reaksi  radikal  katekol  (Vermerris  dan  Nicholson 

2006).  

Mekanisme  oksidasi  senyawa  fenolik  kedua  yaitu  melalui oksidasi  berkataliskan  enzim.  Terdapat  tiga  kelas  enzim  utama yang  mengkatilisi  reaksi  oksidasi  senyawa  fenolik,  antara  lain oksidoreduktase  (E.C. 1.10.3) yang menggunakan oksigen sebagai penerima  elektron,  peroksidase  (E.C.  1.11.1),  dan  monofenol monooksida (E.C. 1.14.18.1).  

Enzim‐enzim  yang  tergolong  dari  kelas  E.C.  1.10.3  yaitu katekol  oksidase  (E.C.  1.10.3.1),  lakkase  (E.C.  1.10.3.2),  dan  o‐aminofenol oksidase  (E.C. 1.10.3.4). Lakkase dikenal  juga  sebagai p‐difenoloksidase dan katekol oksidase dikenal  juga dengan nama difenoloksidase,  fenoloksidase,  polifenoloksidase,  o‐difenolase, fenolase, dan tirosinase. Enzim‐enzim tersebut mengatalisis difenol atau  senyawa  terkait  lainnya  sebagai donor elektron dan oksigen sebagai akseptor sehingga terbentuk fenol teroksidasi dan air.     

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 14: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________  

 44 

Enzim tirosinase memiliki dua tipe aktivitas, yaitu 1) aktivitas fenol o‐hidroksilase, pada tahap  ini monofenol dikonversi menjadi o‐difenol melalui  inkorporasi oksigen, dan 2) aktivitas katekolase, yaitu difenol yang terbentuk pada tahap pertama dioksidasi. Kedua tahap reaksi  ini diilustrasikan pada Gambar 3.15 Pada tahap awal, oksigen  menempel  di  posisi  orto  senyawa  tirosin  sehingga terbentuk difenol.  Selanjutnya difenol  yang  terbentuk  teroksidasi hingga terbentuk indol‐5,6‐kuinon karboksilat. Oksidasi lebih lanjut terhadap  indol‐5,6‐kuinon  karboksilat  akan menghasilkan pigmen melanin  yang  menyebabkan  timbulnya  warna  coklat  pada  apel ketika terekspos udara.  

 

 Gambar 3.15 (Vermerris dan Nicholson 2006). 

 Enzim  lakkase  mengatalisi  reaksi  oksidasi  p‐difenol 

sehingga  terbentuk  p‐kuinon.  Contoh  reaksi  berkataliskan lakkase adalah oksidasi yang terjadi pada 1,4‐dihidroksibenzen. Ketika  1,4‐dihidroksibenzen  dioksidasi,  terbentuk  radikal difenol.  Elektron  radikal  yang  terdapat  di  difenol  kemudian didelokalisasi  sehingga  terbentuk  konfigurasi  yang  stabil,  yaitu p‐kuinon (Gambar 3.16).  

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 15: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

_____________________________________Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous 

 45 

 

  

Gambar 3.16 (Vermerris dan Nicholson 2006).  

Enzim  yang  tergolong  dalam  kelas  monooksigenase  (E.C. 1.14),  bekerja  dalam  reaksi  oksidasi  dengan  donor  berpasangan. Salah  satu  anggota  kelompok  enzim  ini  adalah  monofenol monooksigenase.  Jika  hanya  terdapat  1,2‐benzenediol  sebagai substrat,  reaksi  oksidasi  yang  dikatalisi  oleh  monofenol monooksigenase  sama dengan  reaksi  yang  dikatalisi  oleh  katekol oksidase.  Pada  kasus  reaksi  dengan  enzim  monofenol monooksigenase  ini,  salah  satu  monofenol  bertindak  sebagai donor  untuk  oksidasi monofenol  lainnya  dan  satu  atom  oksigen terinkorporasikan. Nama umum untuk monofenol monooksigenase pun memiliki  kesamaan  dengan  katekol  oksidase.  Tirosinase  dan fenolase dapat digunakan untuk kedua jenis enzim tersebut.  

Peroksidase  (E.C.  1.11.1)  merupakan  kelompok  enzim pengkatalisis  reaksi  oksidasi  yang  menggunakan  hidrogen peroksida  (H2O2)  sebagai  akseptor  pengoksidasi  donor. Hasil  dari reaksi oksidasi  ini adalah donor yang  teroksidasi dan air. Anggota dari kelompok enzim  ini antara  lain horseradish peroksidase  (E.C. 1.11.1.7), mangan  peroksidase  (E.C.  1.11.1.13),  dan  diarilpropan peroksidase  (E.C.  1.11.1.14).  E.C.  1.11.1.7  selain  dikenal  sebagai 

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2

Page 16: Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous - seafast.ipb.ac.idseafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2012/03/3-sifat... · Sebagai contoh pembentukan ester dengan cara ini

Senyawa Fenolik pada Sayuran Indigenous ____________________________________  

 46 

horseradish peroksidase,  juga memiliki nama umum, yitu guaiakol peroksidase dan skopoletin peroksidase.   

©S

EA

FAS

T C

ente

r 201

2