21
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan tentang “Syndrom Guillane Baree” ini. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai tugas untuk melengkapi materi persentasi dalam mata kuliah Sistem Neurobehaviour I tahun akademik 2011/2012 di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari pihak-pihak luar, sehingga makalh ini terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang sempurna, begitupula dengan makalah ini. Saran dan kritik sangatlah penulis harapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya. Penulis harapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan memiliki nilai ilmu pengetahuan. Pontianak, Mei 2012 Penulis 1

SGB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asdd

Citation preview

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan tentang Syndrom Guillane Baree ini. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai tugas untuk melengkapi materi persentasi dalam mata kuliah Sistem Neurobehaviour I tahun akademik 2011/2012 di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan dari pihak-pihak luar, sehingga makalh ini terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang sempurna, begitupula dengan makalah ini. Saran dan kritik sangatlah penulis harapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya. Penulis harapkan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan memiliki nilai ilmu pengetahuan.

Pontianak, Mei 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR1DAFTAR ISI2BAB I3PENDAHULUAN3Latar Belakang Masalah3Rumusan Masalah3Tujuan3BAB II4PEMBAHASAN4A.Definisi4B.Etiologi4C.Patofisiologi5D.Manifestasi Klinis5E.Pemeriksaan Penunjang6F.Pemeriksaan dan Diagnostik7G.Asuhan Keperawatan8BAB III15PENUTUP15Kesimpulan15DAFTAR PUSTAKA16

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahGuillain Bare Syndrom ( SGB/GBS) Adalah syndrom klinis yang ditunjukkan oleh awutan akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial. Proses penyakit mencakup demielinasi dan degenasi selaput myelin dari saratf perifer dan kranial. Etiologinya tidak diketahui, tetapi respon alergi atau respon auto imun sangat mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa syindrom tersebut menpunyai asal virus, tetapi tidak ada virus yang dapat diisolasi sampai sejauh ini. Guillain Bare tyerjadi dengan frekwensi yang sama pada kedua jenis kelamin dan pada semua ras. Puncak yang agak tinggi terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin bisa berkembang pada setiap golongan usia. Sekitar setengah dari korban mempunyai penyalit febris ringan 2 sampai 3 minggu sebelum awitan, infeksi febris biasanya berasal dari pernapasan atau gastrointestinal. B. Rumusan Masalah1. Apa definisi dari SGB itu sendiri?2. Bagaimana etiologinya?3. Bagaimana patofisiologinya?4. Bagaimana manifestasi klinisnya?5. Bagaimana pemeriksaan penunjangnya?6. Bagaimana pengkajian dan diagnostic.7. Bagaimana asuhan keperawatannya?C. Tujuan1. Agar pembaca mendapatkan pengetahuan baru dari makalah ini2. Mengenal lebih jauh tentang Syndrom Guillain Bare

BAB IIPEMBAHASANA. DefinisiSindroma Guillain Barre adalah penyakit yang menyerang radiks saraf yang bersifat akut dan yang menyebabkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari tungkai bagian bawah dan meluas keatas sampai tubuh dan otot-otot wajah. Penyakit ini dapat mengancam jiwa yaitu berupa kelemahan yang dimulai dari anggota gerak distal yang dengan cepat dapat merambat ke proximal.Nama lain dari sindroma Guillaain Barre adalah Poli radikulo neuropati inflamasi akut atau PIA. Insiden tahunan di Amerika Serikat adalah 1 sampai 2 per 100.000. Penyakit ini tidak dipengaruhi terhadap musim dan tidak endemik dapat menyerang semua golongan umur terutama pada usia 50-70 tahun, presentasi jumlah antara pria dan wanita sama. Penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan demielinisasi pada akar saraf tepi. Sampai saat ini penyebab pasti penyakit ini masih dalam perdebatan.B. EtiologiEtiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain: Infeksi Vaksinasi Pembedahan Penyakit sistematik: Keganasan systemic lupus erythematosus tiroiditis penyakit Addison Kehamilan atau dalam masa nifasPada umumnya penyakit ini sering didahului penyakit infeksi traktus respiratorius atas seperti influenza, atau dapat juga didahului oleh infeksi bakteri, vaksinasi, tindakan bedah dan lain-lain. Dengan melihat keadaan klinis yang mendahuluinya, banyak teori dicoba untuk dikaitkan dengan penyakit ini : Infeksi50% penderita mengalami infeksi dalam waktu 2 minggu sebelum gejala, umumnya infeksi virus terutama influenza. Tindakan Bedah5-10% kasus terjadi setelah tindakan bedah. Penyakit KeganasanBeberapa kasus penyakit ini dikaitkan dengan penyakit Hodgkins dan limfoma. Vaksinasi3% penderita dengan sindroma ini 8 minggu sebelumnya mengalami vaksinasi yang dilaporkan sebagian besar vaksinasi influenza.C. PatofisiologiPada GBS, Selaput myelin yang mengelilingi akson hilang. Selaput myelin cukup rentan terhadap cidera karena banyak agen dan kondisi, termasuk trauma fisik, hipoksemia, toksik kimia, insufisiensi vascular, dan reaksi imunologi. Demielinasi adalah respon umum dari jaringan saraf terhadap banyak kondisi yang merudikan ini. Akson bermielin mengkonduksi impuls saraf lebih cepat di banding akson tak bermielin. Sepanjang perjalanan serabut bermielin terganggu dalam selaput ( Nodus Ranvier ) tempat kontak langsung antara membran sel akson dengan cairan eksraseluler.Membran sangat permiabel pada nodus tersebut, sehingga konduksi menjadi baik. Gerakan-gerakan masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat hanya pada nodus ranvier ( Gbr. 31-9) sehingga impuls saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari satu nodus ke nodus lain (konduksi saltatori) dengan cukup kuat. Kehilangan selaput mielin pada GBS membuat konduksi saltatori tidak mungkin terjadi, dan trasnmisi impuls saraf dibatalkan. Patofisiologis pada gangguan ini multipel dan bervariasi meliputi imflamasi, demielinasi dari saraf perifer, kehilangan badan granular, dan degenarasi membaran basalis sel Swhann, mengakibatkan paralisis flaksid simetrik asenden dan kehilangan funsi saraf kranial. ( Murray,1993).D. Manifestasi KlinisTerjadinya kelemahan yang bersifat progresif yang menyangkut lebih dari satu anggota gerak. Kelemahan dapat hanya berupa parese ringan pada kedua lengan dengan atau tanpa ataksia ringan sampai lumpuh total pada keempat otot ekstremitas, otot tubuh, otot bulbar, otot wajah dan biasanya mata tidak terkena. Adanya arefleksia bagian distal dan hiporefleksia proksimal cukup untuk mendiagnosa dengan disertai ciri-ciri lain. Ciri-ciri klinis lain dapat berupa :Gejala kelumpuhan otot yang luas secara cepat tapi berhenti dalam 4 minggu, kira-kira 50% mencapai 2 minggu, 80 % sesudah 3 minggu, dan 90% sesudah 4 minggu. Simetris, walaupun jarang akan tetapi bila sisi satu terkena maka sisi yang lain ikut terkena. Syaraf otak yang ikut terkena adalah saraf otak VII sekitar 50% dan sering bilateral. Saraf lain yang ikut terkena terutama mengenai lidah (proses menelan), otot ekstra okuler sekitar 5 %. Progresifitas penyakit biasanya terhenti dalam 2-4 minggu dari sejak kelumpuhan. Gangguan saraf otonom seperti takikardi, aritmia, hipotensi postural serta gangguan vasomotor bila ada akan memperkuat diagnosis.Sindrom ini dikenal juga dengan paralysis ascendens oleh karena kelumpuhan yang menjalar dari bagian tubuh bawah ke bagian tubuh atas. Perluasan dan kelemahan otot-otot batang tubuh yang meluas ke daerah thorak akan mengganggu pernapasan, oleh karena itu perlu dikontrol pernapasan penderita. Perkiraan kasar dapat dengan menyuruh penderita menarik napas panjang atau sedalam-dalamnya dan kemudian dihitung. Sebagian orang dapat mencapai hitungan 35 atau 40 dalam satu kali bernapas. Jika diduga terjadi adanya paralysis landry yaitu kelumpuhan naik sampai ke N. Phrenicus dan N.Vagus yang menyebabakan gangguan gerak pernapasan pada diafragma dan costae sehingga tidak terjadi pernapasan thorakal atau abdominal yang dapat menimbulkan gagal napas, keadaan ini harus diatasi segera dengan trakeostomi. Jika menganai saraf cranial selain gejala diatas dapat juga terjadi gejala kesemutan atau baal, pada anggota tubuh distal.E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Cairan SerebrospinaAdanya albumino- Cytologic Dissosiation yaitu penigkatan kadar protein pada cairan serebrospinal yang sangat tinggi lebih kurang diatas 300 mg/ul pada hari kesepuluh sampai hari keduapuluh tanpa disertai pleositosis, akan tetapi terdapat 9% kelainan ini tidak disertai kenaikan kadar protein. Peningkatan protein ini diduga akibat dari reaksi inflamasi yang luas. Hal diatas tidak sesuai dengan jumlah sel yang dalam LCS tidak mengalami perubahan.2. Pemeriksaan elektroneuromiografiMenunjukkan adanya dimielinisasi pada hampir semua penderita Sindrom Guillain Barre.3. LCS 4. Disosiasi sitoalbumin Pada faseakut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa peningkatan dari sel < 10 limposit/mm3 5. Hitung jenis pada panelmetabolik tidak begitu bernilai6. Peningkatan titer dari agent seperti CMV, EBV, membantu menegakkan etiologi. Antibodi glicolipid 7. Antibodi GMIF. Pemeriksaan dan Diagnostik1. Anamnesaadanya faktor pencetus perjalanan penyakitnya (nyeri radikuler kemudian diikuti kelumpuhan progresif, > 1 tungkai, simetris, menjalar ke lengan (asenderen)2. Pemeriksaan Neurologiskelumpuhan tipe flacid terutama otot proksimal simetris gejala motorik lebih nyata daripada sensorik3. Pada Lumbal PungsiDidapatkan kenaikan protein tanpa diikuti kenaikan sel (dissosiasi sitoalbumin) pada minggu II4. Pemeriksaan EMNG (Elekto Myo Neuro Grafi)penurunan kecepatan hantar saraf /lambatnya laju konduksi saraf 5. Darah LengkapTerlihat adanya leukositosis pada fase awal. 6. Foto ronsen Dapat memperlihatkan berkembangnya tanda-tanda dari gangguan pernapasan , seperti atelektasis, pneumonia.7. Pemeriksaan fungsi paruDapat menunjukkan adanya penurunan kapasitas vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi 8. Diagnosa Banding Polineuropathy karena defisiensi Myasthenia Gravis Hipokalemi Komplikasi Gagal pernapasan Penyimpangan Kardiovaskuler Komplikasi Plasmafaresis9. Penatalaksanaan MedisTujuan utama dalam merawat pasien dengn GBS adalah untuk memberikan pemeliharaan fungsi system tubuh, dengan cepat mengatasi krisis-krisis yang mengancam jiwa, mencegah infeksi dan komplikasi imobilitas, dan memberikan dukungan psikologis untuk pasien dan keluarga. Dukungan Pernapasan Jika vaskulatur pernapasan terkena, maka mngkin di butuhkan ventilasi mekanik. Mungkin Perlu dilakukan trakeostomi jika pasien tidak dapat di sapih dari ventilator dalam beberapa minngu. Gagal pernapasan harus di antisipasi sampai kemajuan gangguan merata, karena tidak jelas sejauh apa paralisis akan terjadi. Dukungan KardiovaskulerJika sistem saraf otonom yang terkena, maka akan terjadi perubahan drastis dalam tekanan darah ( hipotensi dan hipertensi ) serta frekwensi jantung akan terjadi dan pasien harus dipantau dengan ketat. Identifikasi adanya disritmia dan diobati dengan cepat. Gangguan saraf otonom dapat dipicu oleh valsava manuver, batuk, sucsioning, dan perubahan posisi, sehingga aktivitas-aktivitas ini harus dilakukan secara hati-hati PlasmafaresisUntuk menyingkirkan antibidi yang membahayakan dari plasma. Plasma pasien dipisahkan secara selektif dari darah lengkap, dan bhan-bahan abnormal dibersihkan atau plasma digantikan dengan yang normal atau dengan pengantri koloidal. IVIg Intra Venous Immunoglobulin dosis tinggi (0,4 mg/kg BB / hari selama 5-7 hari.G. Asuhan Keperawatan1. Pengkajian Aktivitas / istirahat Gejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara simetris yang biasanya dimulai dari ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya berkembang dengan cepat kearah atas.Hilangnya kontrol motorik halus tangan.Tanda : Klemahan otot, paralisis flaksid ( simetris) Cara berjalan tidak mantap SirkulasiTanda : Perubhan tekanan drah ( hipertensi/hipotensi ) Disritmia, takikardia/bradikardia, Wajah kemerahan, diaforesis. Integritas / egoGejala : Perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang dihadapi. Tampak takut dan binggung Eliminasi Gejala : Adanya perubahan pola eliminasiTanda : Kelemahan otot-otot abomen. Hilangnya sensasi anal ( anus ) atau berkemih dan refleks sfingter. Makanan dan cairanGejala : Kesulitan dalam mengunyah dan menelanTanda : Gangguan pada refleks menelan Neurosensori Gejala : Kebas kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari kaki dan selanjutnya terus naik . Perubahan rasa terhadap posisi tubuh, vibrasi, sensasi nyeri, sensasi suhu. Perubahan ketajaman penglihatan anda : Hilangnya/ menurunnya refleks tenon dalam. Hilangnya tonus otot, adanya masalah keseimbangan. Adanya kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi ptosis kelopak mata- ( keterlibatan saraf kranial). Kehilangan kemampuan untuk berbicara\ Nyeri / kenyamananGejala : Nyeri tekan pada otot; seperti terbakar , sakit, nyeri ( terutama pada bahu, pelvis, pinggang , punggung dan bokong ) Hipersensitif terhadap sentuhan. Pernapasan Gejala : Kesulitan dalam bernapas, napas pendek.Tanda : Pernapasan perut, mengunakan otot bantu napas, apnea penurunan/ hilangnya bunyi napas. Menurunnya kapasitas vital paru. Pucat/sianosis. Gangguan refleks menelan/batuk. KeamananGejala : Infeksi virus nonspesifik ( seperti; infeksi saluran pernapasan atas ) kira-kira 2 minggu sebelum munculnya tanda seangan. Adanya riwayat terkena herper zoster, sitomegalovirus.Tanda : Suhu tubuh berfluktuasi ( sangat tergantung pada suhu lingkungan ). Penurunan kekuatan/tonus otot, paralisis atau parastesia. Interaksi SosialTanda : Kehilangan kemampuan untuk berbicara/berkomunikasi. Prioritas KeperawatanMepertahankan/menyokong fungsi pernapasan.Meminimalkan/mencegah komplikasi.Memberikan dukungan emosional terhadap pasien dan orang terdekat/keluarganya.Mengendalikan/menghilangkan nyeri.Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.2. Diagnosa Keperawatana. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis otot, tirah baring, atau nyeri.b. Resiko terhadap inefektif pola pernapasan; yang berhubungan dengan kelelahan/peralisis otot skeletal dan diafragma.c. Resiko tinggi perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Disfungsi saraf autonomik, Hipovolemia., Berhentinya aliran darah ( Trombosis .d. Perubahan Persepsi Sensori berhubungan dengan perubahan status organ indra, Ketidak mampuan berkomunikasi, bicara atau berespon. e. Resiko terhadap konstipasi yang berhubungan dengan perubahan diit, tirah baring, imobilitas.f. Ganguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler ( parastesia, disestisia ).g. Resiko tinggi retensi urine berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.h. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, menurunnya refleks batuk, menelan dan fungsi GI.i. Resiko terhadap katakutan dan ansietas; yang berhubungan dengan penyakit kritis, paralisis, ketidakmampuan untuk berkomunikasi dan ketidak pastian masa depan.3. Intervensi a. Diagnosa 1Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis otot, tirah baring, atau nyeri. Tujuan / Kriteria Hasil :Pasien dapat terbebas dari komplikasi imobilitas yang dapat di cegah mis; ( kontraktur, kerusakan kulit, atelektasis, dropfoot, TVD. Intervensi:1. Pertahankan ROM sendi.2. Baringkan dengan posisi yang baik di tempat tidur.3. Dapatkan konsultasi rehabilitas, terapi fisik dan okupasi.4. Ubah posisi sedikitnya setiap 2 jam.5. Pertimbangkan pengunaan tempat tidur kinetik. 6. Hindari melatih otot-otot paasien selama terjadi nyeri, karena mungkin dapat menigkatkan demielinasi.7. Berikan analgesia sebelum sesi terapi atau sesuai advis dokter.8. Mulai ajarkan pada keluarga latihan untuk ROM.

b. Diagnosa 2Resiko terhadap inefektif pola pernapasan; yang berhubungan dengan kelelahan/peralisis otot skeletal dan diafragma. Tujuan / Kriteria Hasil : Pertukaran gas yang adekuat akan di pertahankan. Intervensi1. Auskultasi bunya napas dengan teratur.2. Pantau saturasi oksigen dengan oksimetri.3. Laporkan keluhan subyektif dari kelemahan otot atau kesulitan bernapas.4. Tetaplah bersama pasien yang mengeluh sesak.5. sukstion sesuai kebutuhan untuk menjaga patensi jalan napas.6. Baringkan pasien untuk memudahkan pertukaran gas.7. Cata parimeter pernapasan ( frekwensi, volume, upaya bernapas )8. Catat AGD dan perhatikan kecenderungan.9. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang intubasi dan ventilator jika hal tersebut akan diperlukan.10. Pasang alarm ventilator.

c. Diagnosa 3Resiko tinggi perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Disfungsi saraf autonomik, Hipovolemia., Berhentinya aliran darah ( Trombosis ). Tujuan / Kriteria Hasil :Mempertahankan perfusi dengan tanda vital stabil, disritmia jantung terkontrol/takada. Intervensi: 1. Ukur tekanan darah, catat adanya fluktuasi. Observasi adanya hipotensi postural, Berikan latihan ketika sedang melakukan perubahan posisi pasien.2. Pantau frekwensi jantung dan iramanya. Dokumentasikan adanya disritmia.3. Pantau suhu tubuh berikan lingkungan suhu yang nyaman.4. Catat masukan dan haluaran.5. Tinggikan kaki sedikit dari tempat tidur.6. kolaborasi pemberian cairan IV dengan hati-hati sesuai indikasi. 7. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti JDL Hb/Ht, elektrolit serum.8. Pakailah stiking antiemboli atau pemijat kontinue; lepaskan sesuai jadwal dengan interval tertentu.

d. Diagnosa 4Perubahan Persepsi Sensori berhubungan dengan perubahan status organ indra, Ketidak mampuan berkomunikasi, bicara atau berespon. Tujuan / Kriteria Hasil :Mengungkapkan kesadaran tentang defisit sensoriMempertahankan mental/orientasi umum.Mengidentifilkasi intervensi untuk meminimalkan kerusakan komplikasi sensori.

Intervensi: 1. Pantau status neurologis secara periodik 2. Berikan alternatif cara untuk berkomunikasi jika pasien tidak dapat berbicara.3. Berikan lingkungan yang aman ( penghalang tempat tidur, proteksi terhadap trauma termal )4. Berikan kesempatan untuk istirahat pada daerah yang tidak mengalami gangguan, dan berikan aktivitas lain sesuai dengan kemampuan.5. Berikan stimulasi sensori yang sesua, meliputi suara misik yang lembut; televisi ( berita/pertujukkan ) bercakap-cakap santai.6. Sarankan orang terdekat untuk berbicara dan memberikan sentuhan pada pasien untuk memlihara keterikatan.

e. Diagnosa 5Resiko terhadap konstipasi yang berhubungan dengan perubahan diit, tirah baring, imobilitas. Tujuan / Kriteria Hasil :Rutinitas BAB pasien dipertahankan sama seperti sebelum dirawat, dan konstipasi tidak terjadi Intervensi: 1. Pastikan hidrasi adekuat; catat masukan dan haluaran.2. Berikan pelunak feses atau suppositoria sesuai indikasi.3. Waktu melakukan gragam usus untuk menghasilkan penggunaan refleks gastrokolik setelah makanan.4. Baringkan pasien dalam posisi tegak untuk melakukan eliminasi.

f. Diagnosa 6Ganguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler ( parastesia, disestesia ) . Tujuan / Kriteria Hasil :Melaporkan nyeri berkurang /terkontrolMengungkapkan metode untuk meredakan nyeri.Mendemostrasikan pengguanaan ketrampilan relaksasi sesuai indikasi untuk situasi individu. Intervensi1. Ukur derajat nyeri/ rasa tidak nyaman dengan mengunakan skala nyeri 0-102. Observasi tanda-tanda nonverbal dari nyeri mis ( wajah tampak menahan sakit, menarik diri/menangis3. Anjurkan kilen untuk mengungkapkan perasaan mengenai nyeri yang dirasakan.4. Berikan kompres hangat atau dingin, mandi dengan air hangat, berikan masase atau sentuhn sesuai toleransi pasien.Lakukan perubahan posisi secara teratur, berikan sokongan dengan bantal, busa atau selimut.5. Berikan latihan rentang gerak pasif6. Instruksikan/anjurkan untuk mengunakan teknik relaksasi, imajinasi terbimbing.7. kolaborasi obat analgesik sesuai kebutuhan.

g. Diagnosa 7Resiko tinggi retensi urine berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler. Tujuan / Kriteria Hasil :Mendemontrasikan pengosongan kendung kemih adekuat/tepat waktu tanpa retensi atau infeksi urinarius. Intervensi: 1. Catat frekuensi dan jumlah berkemih.2. Lakukan palpasi abdomen ( di atas supra pubik ) untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.3. Anjurkan pasien intuk minum paling tidak 2000ml/dalam batas toleransi jantung.4. Lakukan menuver Crede.5. Kolaborasi kateterisasi pada residu urine sesuai kebutuhan.6. Pasang/pertahankan kateter indweling sesuai kebutuhan.

h. Diagnosa 8Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, menurunnya refleks batuk, menelan dan fungsi GI. Tujuan / Kriteria Hasil :Mendemontrasikan berat badan stabil, normalisasi nilai-nilai laboratorium, dan tak ada tanda malnutrisi. Intervensi: 1. Kaji kemmpuan untuk mengunyah, menlan, batuk, pada keadaan teratur.2. Auskultasi bising usus evaluasi adanya distensi abdoman.3. Catat masukan kalori setiap hari.4. Berikan makan setengah padat/cair usahakan yang disukai pasien.5. Anjurkan untuk makan sendiri jika memungkinkan, dan berikan bantuan bila pasien membutuhkan.6. Anjurkan orang terdekat untuk ikut berpartisipasi 7. Timbang berat badan setiap hari.8. Kolaborasi pemberian diet TKTP9. Pasang/pertahankan selan NGT berikan makanan enteral/parenteral.

i. Diagnosa 9Resiko terhadap ketakutan dan ansietas; yang berhubungan dengan penyakit kritis, paralisis, ketidakmampuan untuk berkomunikasi dan ketidak pastian masa depan.Tujuan / Kriteria Hasil :Pasien dan keluarga akan mengungkapkan pengetahuan yang sesuai dengan keadaannya.Menerima dan mendiskusikan rasa takut.Mendemostrasikan rentang perasaan yang tepat dan berkurangnya rasa takut.Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi. Intervensi: 1. Biarkan pasien untuk mengungkapkan perasaan dan ketakutannya.2. Dorong pasien untuk mengajukan pertanyaan dan bersiaplah untuk memberikan penjelasan.3. Buat jadwal sehinnga pasien mengetahui perawat akan memeriksanya secara teratur sesuai kebutuhan.

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanGuillain Bare Syndrom ( SGB/GBS) Adalah syndrom klinis yang ditunjukkan oleh awutan akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial. Proses penyakit mencakup demielinasi dan degenasi selaput myelin dari saratf perifer dan kranial. Etiologinya tidak diketahui, tetapi respon alergi atau respon auto imun sangat mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa syindrom tersebut menpunyai asal virus, tetapi tidak ada virus yang dapat diisolasi sampai sejauh ini. Guillain Bare terjadi dengan frekwensi yang sama pada kedua jenis kelamin dan pada semua ras. Puncak yang agak tinggi terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin bisa berkembang pada setiap golongan usia. Sekitar setengah dari korban mempunyai penyalit febris ringan 2 sampai 3 minggu sebelum awitan, infeksi febris biasanya berasal dari pernapasan atau gastrointestinal. Sindrom ini menyerang semua kelompok umur , ras, dan kedua jenis kelamin; telah terjadi pada semua negara; dan dianggap sindrom-bukan musiman. Statistik menujukkan bahwa 5% pasien akan meninggal karena komplikasi pernapasan-kardiovaskuler., 20% akan menderita parastesia distal takdapat pulih ( anastesia tangan dan kaki ) dan 75% akan membaik tanpa defisit residual.

DAFTAR PUSTAKA

http://dc245.4shared.com/doc/RX512e_g/preview.htmlhttp://ifan050285.wordpress.com/2010/02/12/sindroma-guillain-barre/http://staff.undip.ac.id/fk/maria_belladonna_r/files/2010/07/sindroma-guillain-barre.pdfhttp://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf

15