Upload
mohammad-choirul-shodikin
View
599
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
KEPERAWATAN KELUARGA I
SIKLUS KEHIDUPAN KELUARGA
MOHAMMAD CHOIRUL SHODIKIN
P27820110086
III NON REGULER
PROGRAM STUDI D.III KEPERAWATAN SOETOMO SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SURABAYA
2013
SIKLUS KEHIDUPAN KELUARGA
Dalam siklus kehidupan keluarga terdapat tahap-tahap yang dapat diprediksi. seperti
individu-individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan yang berturut-turut,
keluarga sebagai sebuah unit juga mengalami tahap-tahap perkembangan yang berturut-turut.
Tabel : Delapan Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Tahap I :Keluarga Pemula (juga menuju pasangan menikah atau tahap pernikahan)
Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua adalah bayi sampai umur 30 bulan)
Tahap III : Keluarga dengan anak usia prasekolah (anak tertua berumur 2 hingga 6 tahun)
Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua berumur 6 hingga 13 tahun).
Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua berumur 13 hingga 25 tahun).
Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak pertama sampai
anak terakhir) yang meninggalkan rumah.
Tahap VII : Orangtua usia pertengahan (tanpa jabatan, pensiunan).
Tahap VIII : Keluarga dalam masa pensiun dan lansia (juga menunjuk kepada anggota keluarga
yang berusia lanjut atau pensiun) hingga pasangan yang sudah mengenalinya.
Diadaptasi dari Duvall, 1977 dan Miller, 1985
Formulasi tahap-tahap perkembangan keluarga yang paling banyak digunakan untuk
keluarga inti dengan dua orang tua adalah 8 tahap siklus kehidupan keluarga dari Duval, 1977
Selain itu Charter dan McGoldrick, 1988 belakangan membuat model enam tahap yang sama
bagi para ahli terapi keluarga. Membandingkan tahap-tahap perkembangan siklus kehidupan
keluarga dari Duvall dan Charter dan Goldrick.
Dalam paradigma dari Dupall, ia menggunakan tingkat umur dan tingkat sekolah dari
anak yang paling tua sebagai tonggak untuk interval siklus kehidupan, dengan pengecualian
untuk dua tahap terakhir kehidupan keluarga ketika anak-anak sudah tidak ada lgi di rumah.
Apalagi terdapat beberapa anak dalam keluarga, terjadi beberapa tumpang tindih tahap-tahap
yang berbeda. Sebaliknya Charter dan McGoldrick, 1988 merumuskan tahap siklus kehidupan
keluarga yang berfokus pada hal-hal penting dimana anggota keluarga masuk dan keluar dari
keluarga, jadi mengganggu keseimbangan keluarga. Penekanan disini diletakkan pada hubungan-
hubungan yang berubah, yang menjadi syarat sehingga keluarga bisa bergerak dari satu tahap
siklus kehidupan ke tahap berikutnya.
Tabel . Perbandingan Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga menurut Duvall, Miller,
Charter dan McGoldrick
Charter dan McGoldrick
(Perspektif Terapi Keluarga)
Duvall dan Miller
(Perspektif Sosiologis)
1. Keluarga antara : dewasa muda
yang belum kawin
2. Penyatuan keluarga melalui
1. Tidak ada yang diidentifikasi di sini, meskipun
Duvall menganggap dewasa muda sedang proses
“dilepas”. Karena terdapat waktu yang cukup
perkawinan : pasangan yang
baru menikah
3. Keluarga dengan anak kecil
(masa bayi hingga usia
sekolah)
4. Keluarga dengan anak remaja
5. Keluarga melepaskan anak dan
pindah
6. Keluarga dalam kehidupan
terakhir
antara masa remaja dan pernikahan.
2. Keluarga pemula atau tahap pernikahan.
3. Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua
adalah bayi sampai umur 30 bulan)
4. Keluarga dengan anak usia prasekolah (anak tertua
berumur 2 ½ hingga 5 tahun).
5. Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua
umur 6 hingga 12 tahun)
6. Keluarga dengan akan remaja (anak tertua berumur
13 hingga 20)
7. Keluarga melepaskan anak dewasa muda (semua
anak meninggalkan rumah)
8. Orangtua usia pertengahan (tidak ada jabatan lagi
hingga pensiun)
9. Keluarga dalam masa pensiun dan lansia (mulai
dari pensiun hingga pasangan yang meninggal.
Adapted from Carter dan McGoldrick, (1988), Duvall and Miller, (1985)
1. Variasi Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga-keluarga selalu bervariasi, karena menjalani tahap-tahap siklus kehidupan
keluarga. Tahap-tahap siklus kehidupan keluarga mengikuti suatu pola yang tidak kaku (Duvall,
1977). Sudah barang tentu bahwa banyak keluarga saat ini tidak cocok dengan tahap-tahap siklus
kehidupan keluarga inti dengan orang tua dari Duvall atau dari Charter dan McGoldrick. Variasi-
variasi dalam siklus kehidupan keluarga tradisional dapat dilihat pada keluarga-keluarga dimana
pasangan suami istri tidak menikah, dan terdapat perkawinan sesama homoseksual, orangtua
tunggal dan keluarga dengan orangtua tiri. Makin banyak orang memilih berbagai bentuk
keluarga dan karenanya konsep asal tentang siklus kehidupan keluarga, mencakup keluarga inti
dengan dua orangtua, secara menyolok terbatas dalam aplikabilitasnya. Untuk keluarga-keluarga
nontradisional atau keluarga-keluarga miskin atau minoritas, terdapat variasi-variasi pada
penentuan tempo dan pengurutan kejadian keluarga (Teachman et al, 1987). Karena pada saat ini
keluarga dengan orangtua tunggal dan orangtua tiri berjumlah cukup besar .
Bahkan dalam keluarga inti tradisional dengan dua orangtua terdapat perubahan dalam
penentuan tempo dari tahap-tahap siklus kehidupan keluarga. Jumlah dewasa muda yang tinggal
dengan tua, sendirian, atau dengan dewasa muda lainnya semakin bertambah (“diantara tahap-
tahap siklus kehidupan keluarga” dari Charter dan McGoldrick). Banyak pasangan menunda
menikah dan memperpendek masa pengasuhan anak (hasil dari KB dan kerja), dan mempunyai
lebih sedikit anak. Dengan perubahan-perubahan ini dan umur harapan hidup yang lebih lama,
terdapat tahun-tahun yang cocok dalam dua tahap terakhir siklus kehidupan keluarga – tahap usia
pertengahan dan tahap pensiunan dan lansia.
A. Tahap I : Keluarga Pemula
Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga baru – keluarga yang
menikah atau prokreasi dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan baru
yang intim. Tahap perkawinan atau pasangan menikah saat ini berlangsung lebih lmbat.
Misalnya, menurut data sensus Amerika Serikat tahun 1985, 75 persen pria dan 57 persen wanita
Amerika Serikat masih belum menikah pada usia 21 tahun, ini merupakan suatu pergeseran yang
berarti dari 55 persen dan 36 persen masing-masing dalam tahun 1970.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Menciptakan sebuah perkawinan yang saling memuaskan, menghubungkan jaringan
persaudaraan secara harmonis, dan keluarga berencana merupakan tiga tugas perkembangan
yang penting dalam masa ini.
1). Membangun Perkawinan yang Saling Memuaskan
Ketika dua orang diikat dalam ikatan perkawinan, perhatian awal mereka adalah
menyiapkan suatu kehidupan bersama yang baru. Sumber-sumber dari dua orang digabungkan,
peran-peran mereka berubah, dan fungsi-fungsi barupun diterima. Belajar hidup bersama sambil
memenuhi kebutuhan kepribadian yang mendasar merupakan sebuah tugas perkembangan yang
penting. Pasangan harus saling menyesuaikan diri terhadap banyak hal kecil yang bersifat
rutinitas. Misalnya mereka harus mengembangkan rutinitas untuk makan, tidur, bangun pagi,
membersihkan rumah, menggunakan kamar mandi bergantian, mencari rekreasi dan pergi ke
tempat-tempat yang menyenangkan bagi mereka berdua. Dalam proses saling menyesuaikan diri
ini, terbentuk satu kumpulan transaksi berpola dan lalu dipelihara oleh pasangan tersebut, dengan
setiap pasangan memicu dan memantau tingkah laku pasangannya.
Tabel. Tahap Pertama Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan Dua Orang Tua, dan
Tugas-Tugas Perkembangan yang bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga Pemula 1. Membangun perkawinan yang saling
memuaskan.
2. Menghubungkan jaringan persaudaraan secara
harmonis.
3. Keluarga berencana (keputusan tentang
kedudukan sebagai orangtua)
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Keberhasilan dalam mengembangkan hubungan tergantung pada saling menyesuaikan
diri yang baru saja dibicarakan, dan tergantung kepada komplementaritas atau kecocokkan
bersama dari kebutuhan dan minat pasangan. Sama pentingnya bahwa perbedaan-perbedaan
individu perlu diketahui. Dalam hubungan yang sehat, perbedaan-perbedaan dipandang untuk
memperkaya hubungan perkawinan. Pencapaian hubungan perkawinan yang memuaskan
tergantung pada pengembangan cara-cara yang memuaskan untuk menangani “perbedaan-
perbedaan tersebut” (Satir, 1983) dan konflik-konflik. Cara yang sehat untuk memecahkan
masalah adalah berhubungan dengan kemampuan pasangan untuk bersikap empati ; saling
mendukung, dan mampu berkomunikasi secara terbuka dan sopan (Raush et al, 1969) dan
melakukan pendekatan terhadap konflik atas rasa saling hormat menghormati (Jackson dan
Lederer, 1969).
Malahan, sejauhmana kesuksesan mengembangkan hubungan perkawinan tergantung
pada bagaimana masing-masing pasangan dibedakan atau dipisahkan dari keluarga asal masing-
masing (tugas perkembangan sebelumnya). Orang dewasa harus pisah dengan orangtuanya
dalam upaya untuk membentuk identitas dirinya sendiri dan hubungan intim yang sehat.
McGoldrick (1988) memberikan sebuah deskripsi yang amat bagus tentang proses ini dan
masalah-masalah psikososial selama masa ini.
Banyak pasangan mengalami masalah-masalah penyesuaian seksual, serikali disebabkan
oleh ketidaktahuan dan informasi yang salah yang mengakibatkan kekecewaan dan harapan-
harapan yang tidak realistis. Malahan, banyak pasangan yang membawa kebutuhan-kebutuhan
dan keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi kedalam hubungan mereka, dan hal-hal ini dapat
mempengaruhi hubungan seksual secara merugikan. (Goldenberg dan Goldenberg, 1985).
2). Menghubungkan Jaringan Persaudaraan secara Harmonis.
Perubahan peran dasar terjadi dalam perkawinan pertama dari sebuah pasangan, karena
mereka pindah dari rumah orangtua mereka ke rumah mereka yang baru. Bersamaan dengan itu,
mereka menjadi anggota dari tiga keluarga, yaitu : menjadi anggota keluarga dari keluarga
mereka sendiri yang baru saja terbentuk. Pasangan tersebut menghadapi tugas-tugas memisahkan
diri dari keluarga asal mereka dan mengupayakan berbagai hubungan dengan orangtua mereka,
sanak saudara dan dengan ipar-ipar mereka, karena loyalitas utama mereka harus diubah untuk
kepentingan hubungan perkawinan mereka. Bagi pasangat tersebut, hal ini menuntut
pembentukan hubungan baru dengan setiap orangtua masing-masing, yaitu hubungan yang tidak
hanya memungkinkan dukungan dan kenikmatan satu sama lain, tapi juga otonomi yang
melindungi pasangan baru tersebut dari campur tangan pihak luar yang mungkin dapat merusak
bahtera perkawinan yang bahagia.
3). Keluarga Berencana.
Apakah ini memiliki anak atau tidak dan penentuan waktu untuk hamil merupakan suatu
keputusan keluarga yang sangat penting. Littlefield (1977) menekankan pentingnya
pertimbangan semua rencana kehamilan keluarga ketika seseorang bekerja di bidang perawatan
maternitas. Tipe perawatan kesehatan yang didapat keluarga sebagai sebuah unit selama masa
prenatal sangat mempengaruhi kemampuan keluarga mengatasi perubahan-perubahan yang luar
biasa dengan efektif setelah kehamilan bayi.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah-masalah utama adalah penyesuaian seksual dan peran perkawinan, penyuluhan dan
konseling keluarga berencana, penyuluhan dan konseling pranatal, dan komunikasi. Konseling
semakin perlu diberikan sebelum perkawinan. Kurangnya informasi sering mengakibatkan
masalah-masalah seksual dan emosional, ketakutan, rasa bersalah, kehamilan yang tidak
direncanakan, dan penyakit-penyakit kelamin baik sebelum maupun sesudah perkawinan.
Kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan ini menghambat pasangan tersebut merencanakan
kehidupan mereka dan memulai hubungan dengan dasar yang mantap.
Konsep-konsep perkawinan tradisional sedang ditantang oleh hubungan cinta,
perkawinan berdasarkan hukum adat, dan perkawinan homoseks. Orang yang memasuki
perkawinan tanpa pernikahan memerlukan banyak konseling dari tugas perawatan kesehatan
untuk mendapatkan bantuan. Dalam hal ini, perawat keluarga terperangkap diantara dua
“keluarga”, keluarga orientasi dan keluarga perkawinan. Dalam situasi semacam itu, para
profesional kesehatan keluarga tidak perlu membuat penilaian-penilaian yang bermanfaat tetapi
mencoba membantu setiap kelompok dari kedua kelompok tersebut agar mereka dapat
memahami diri mereka sendiri dan saling memahami satu sama lain (Williams dan Leaman,
1973).
Keluarga Berencana.
Karena Keluarga Berencana merupakan tanggungjawab utama dari perawat yang bekerja
dengan keluarga, maka bidang ini perlu dibahas lebih mendalam. Keluarga berencana yang
kurang diinformasikan dan kurang efektif mempengaruhi kesehatan keluarga dalam banyak
cara : mobiditas dan moralitas ibu-anak ; menelatarkan anak ; sehat sakit orangtua ; masalah-
masalah perkembangan anak, termasuk inteligensia kemampuan belajar dan perselisihan dalam
perkawinan. Pembentukan keluarga dengan sengaja dan terinformasi meliputi membuat
keputusan sendiri tentang kapan dan/atau apakah ingin mempunyai anak, terlepas dari
pertimbangan kesehatan keluarga.
Kesehatan fisik ibu dan anak merupakan masalah utama yang didokumentasikan dalam
penelitian kebidanan dan perinatal. Jarak kelahiran antara 2 dan 4 tahun dan usia ibu 20 tahunan
merupakan faktor-faktor yang menguntungkan dalam mengurangi mortalitas dan mobiditas ibu
dan bayi. Jumlah keluarga yang optimal, jarak dan waktu kelahiran mengurangi mortalitas bayi
(Cohn dan Lieberman, 1974).
Angka kehamilan berencana semakin meningkat, karena banyak wanita dan pasangan
menggunakan alat kontrasepsi. Empat puluh lima negara bagian, dan juga Distrik Columbia telah
membuat undang-undang yang membolehkan gadis-gadis remaja berusia di bawah 18 tahun
mendapatkan kontrasepsi tanpa ijin dari orangtua. Namun sebagian besar remaja dan wanita
dewasa muda yang aktif secara seksual tidak mendapat pelayanan keluarga berencana (Chilman,
1988).
Perbedaan antara kelompok miskin dan kaya dalam menggunakan alat kontrasepsi yang
efektif berhubungan dengan aksesibilitas pelayanan (Manisoff, 1977) dan ketidaktahuan tentang
kehamilan dan kontrasepsi dikalangan remaja (Weatherley dan Cartoof, 1988). Faktor-faktor
agama dan sosiopolitik menjadi pengengah untuk mengurangi hak-hak reproduktif wanita dan
pasangannya. Seperti diawal tahun 1990-an, karena menentang hak untuk melakukan aborsi
secara legal maka perjuangan mempertahankan pelayanan saat ini agar tetap tersedia merupakan
masalah yang sedang berkembang. Pendanaan masyarakat dari pemerintah untuk keluarga
berencana, khususnya untuk aborsi telah dipotong, dan pelayanan terbatas pada kaum miskin dan
orang muda.
Selain kebutuhan untuk klinik medis yang banyak dan undang-undang yang
membolehkan remaja menerima perawatan, program pendidikan kesehatan keluarga berencana
dan seks yang efektif perlu direncanakan dilakukan di sekolah-sekolah, gereja dan lembaga-
lembaga kesehatan. Pelayanan-pelayanan seperti itu harus difokuskan tidak hanya pada premis-
premis umum bahwa keluarga berencana merupakan satu tujuan dalam keluarga itu sendiri, tapi
pada keuntungan-keuntungan kesehatan dari keluarga berencana bagi individu dan bagi
pertumbuhan dan perkembangan keluarga.
Akan tetapi, memaksakan keluarga berencana pada keluarga bukanlah sesuatu yang etis,
karena hal tersebut menghancurkan inisiatif, integritas, dan kompetensi. Gadis-gadis remaja yang
menginginkan bayi perlu mengkonsultasikan kesiapan fisik dan emosi untuk menjadi orang tua
dan perlindungan yang realistis terhadap kehamilan bersama-sama dengan supervisi kesehatan
yang baik. Tapi hanya sedikit saja dilakukan untuk mengimbangi tekanan-tekanan masyarakat
terhadap seks dan perkawinan dengan pendidikan kontrasepsi yang realistis.
Diagnosa yang mungkin pada keluarga pemula:
1. Gangguan komunikasi verbal
2. Perubahan proses keluarga
3. Perubahan penampilan peran
4. Gangguan interaksi sosial
5. Disfungsi seksual
Diagnosa yang mungkin pada ibu hamil:
Trimester I
Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
ketidaknyamanan
resiko kekurangan volume cairan
resiko cidera terhadap janin
resiko keletihan
resiko konstipasi
resiko infeksi : ISK
resiko gangguan citra tubuh
resiko perubhan penampilan peran
perubahan pola seksualitas
Trimester II
Ketidaknyamanan
Resiko cidera terhadap janin dan ibu
Perubahan pola seksualitas
Perubahan pola nafas
Resiko kelebihan vol cairan
Resiko koping individu tidak efektif
Trimester III
Gangguan pola tidur
Resiko cidera terhadap janin dan ibu
Resiko harga diri rendah situasional
Perubahan eliminasi
Peran perawat
Konselon pada penyesuaian seksual & peran marital
Gusru konselon dalam perencanaan keluarga
Koordinator untuk konseling menjadi orang tua
Fasilitator dalam hubungan kekerabatan interpersonal
B. Tahap II : Keluarga yang Sedang Mengasuh Anak
Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama sehingga bayi berusia 30 bulan. Biasanya
orangtua tergetar hatinya dengan kelahiran pertama anak mereka, tapi agak takut juga.
Kekuatiran terhadap bayi biasanya berkurang setelah beberapa hari, karena ibu dan bayi tersebut
mulai saling mengenal. Akan tetapi kegembiraan yang tidak dibuat-buat ini berakhir ketika
seorang ibu baru tiba di rumah dengan bayinya setelah tinggai di rumah sakit untuk beberapa
waktu. Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih dengan semua peran-peran mengasyikkan yang telah
dipercayakan kepada mereka. Peran tersebut pada mulanya sulit karena perasaan
ketidakadekuatan menjadi orangtua baru ; kurangnya bantuan dari keluarga dan teman-teman,
dan para profesional perawatan kesehatan yang bersifat membantu dan sering terbangun tengah
malam oleh bayi yang berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu juga letih secara psikologis dan
fisiologis. Ia sering merasakan beban tugas sebagai ibu rumah tangga dan barangkali juga
bekerja, selain merawat bayi. Khususnya terasa sulit jika ibu menderita sakit atau mengalami
persalinan dan pelahiran yang lama dan sulit atau seksio besar.
Kedatangan bayi dalam rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi setiap
anggota keluarga dan setiap kumpulan hubungan. Orang asing telah masuk ke dalam kelompok
ikatan keluarga yang erat, dan tiba-tiba keseimbangan keluarga berubah setiap anggota keluarga
memangku peran yang baru dan memulai hubungan yang baru. Selain seorang bayi yang baru
saja dilahirkan, seorang ibu, seorang ayah, kakek nenekpun lahir. Istri sekarang harus
berhubungan dengan suami sebagai pasangan hidup dan juga sebagai ayah dan sebaliknya. Dan
dalam keluarga yang memiliki anak sebelumnya, pengaruh kehadiran seorang bayi sangat berarti
bagi saudaranya sama seperti pada pasangan yang menikah. Mengatakan pada seorang anak
untuk menyesuaikan diri dengan seorang adik laki-laki atau perempuan yang baru mungkin sama
dengan suami mengatakan pada istrinya bahwa ia membawa ke rumah seorang nyonya yang ia
cintai dan ia terima sama derajatnya (William dan Leanman, 1973). Ini merupakan suatu
perkembangan kritis bagi semua yang terlibat.
Oleh sebab itu, meskipun kedudukan sebagai orangtua menggambarkan tujuan yang
teramat penting bagi semua pasangan, kebanyakan pasangan menemukannya sebagai perubahan
hidup yang sangat sulit. Penyesuaian diri terhadap perkawinan biasanya tidak sesulit penyesuaian
terhadap menjadi orangtua. Meskipun bagi kebanyakan orang tua merupakan pengalaman penuh
arti dan menyenangkan, kedatangan bayi membutuhkan perubahan peran yang mendadak. Dua
faktor penting yang menambah kesukaran dalam menerima peran orangtua adalah bahwa
kebanyakan orang sekarang tidak disiapkan untuk menjadi orang tua dan banyak sekali mitos
berbahaya yang tidak realistis meromantiskan pengasuhan anak didalam masyarakat kami
(Fulcomer, 1977). Menjadi orangtua merupakan satu-satunya peran utama yang sedikit
dipersiapkan dan kesulitan dalam transisi peran mempengaruhi hubungan perkawinan dan
hubungan orangtua dan bayi secara merugikan.
Perubahan-perubahan sosial yang dramatis dalam masyarakat Amerika juga memiliki
pengaruh yang kuat pada orangtua baru. Banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah dan
memiliki karier, naiknya angka perceraian dan masalah perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi
dan aborsi yang sudah lazim, dan semakin meningkatnya biaya perawatan dan memiliki anak
merupakan faktor-faktor yang menyulitkan tahap siklus awal kehidupan pengasuh anak (Bradt,
1988 ; Miller dan Myers-Walls, 1983).
Masa Transisi menjadi Orangtua.
Kelahiran anak pertama merupakan pengalaman keluarga yang sangat penting dan sering
merupakan krisis keluarga, sebagaimana yang digambarkan secara konsisten pada penelitian
keluarga selama tahap siklus kehidupan keluarga ini (Clark, 1966 ; Hobbs dan Cole, 1976 ;
LeMaster, 1957).
Untuk mengetahui bagaimana anak yang baru lahir mempengaruhi keluarga, LeMaster,
1957, dalam studi klasik tentang penyesuaian keluarga terhadap kelahiran anak pertama,
mewawancarai 46 orang tua dari kalangan kelas menengah di Kota (berusia 25 – 25 tahun) dan
memperkirakan sejauhmana mereka dalam keadaan krisis. Ia menemukan bahwa 17 persen
pasangan tidak mengalami masalah atau hanya masalah-masalah sedang, tapi sisanya mengalami
masalah berat atau luar biasa. Masalah-masalah yang paling lazim dilaporkan adalah :
1. Suami merasa diabaikan (ini paling sering disebutkan oleh suami)
2. Terhadap peningkatan perselisihan dan argumen antara suami dan istri.
3. Interupsi dalam jadwal yang kontinu “begitu lelah sepanjang waktu”, merupakan sebuah
kometar khas).
4. Kehidupan seksual dan sosial terganggu dan menurun.
Akan tetapi, studi-studi belakangan ini, Hobbs dan Cole (1976), tidak menemukan
pasangan yang melaporkan krisis ekstensif sebanyak yang dilaporkan oleh LeMaster. Studi-studi
tentang “keluarga dalam krisis” menyatakan bahwa keluarga-keluarga mempunyai pemikiran
yang salah dan idealis tentang menjadi orang tua sebelum kelahiran anak pertama dan kekuatan
perkawinan menurun secara tajam dengan lahirnya anak pertama (Miller dan Solye, 1980)
Clark, (1966) melakukan sebuah studi tentang keluarga secara kelahiran seorang bayi
baru menyatakan kesulitan dalam penyesuaian diri menyangkut orangtua dan kebutuhan yang
penting setelah kelahiran terhadap kesinambungan pelayanan keperawatan di rumah dan di
klinik.
Sebuah studi penting yang lain menyangkut transisi pasangan menjadi langka dilakukan
oleh La Rossa, (1981). Para peneliti ini mengkonseptualisasikan proses transisi seperti yang
dijelaskan dengan baik oleh model konflik, dimana terdapatnya waktu luang, konflik
kepentingan diantara orangtua, legitimasi terhadap penentuan masalah-masalah perkawinan
menyebabkan konflik antara kedua orangtua.
Miller dan Myers – Walls (1983), berdasarkan atas tinjauan studi mereka terhadap
orangtua, meringksa stressor mengasuh anak yang spesifik yang diidentifikasi dalam penelitian.
Stressor yang paling sering disebutkan adalah sedikitnya kebebasan pribadi karena
tanggungjawab menyangkut anak, selain itu diidentifikasi juga kurangnya waktu dan
persahabatan dalam perkawinan. Bahkan lebih banyak tekanan perkawinan dilaporkan pada
pasangan yang sulit memiliki anak atau pasangan memiliki anak dengan masalah kesehatan yang
serius atau cacat.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Setelah lahir anak pertama, keluarga mempunyai beberapa tugas yang penting (tabel 5). Suami,
istri, dan bayi semuanya belajar peran-peran yang baru sementara keluarga inti memperluas
fungsi dan tanggungjawab. Ini meliputi penggabungan tugas perkembangan yang terus menerus
dari setiap anggota kelurga dan keluarga secara keseluruhan (Duvall, 1977).
Tabel. Tahap Kedua Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang sedang mengasuh anak dan
Tugas-Tugas Perkembangan yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga sedang mengasuh anak 1. Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit
yang mantap (mengintegrasikan bayi baru ke
dalam keluarga).
2. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang
bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga.
3. Mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan.
4. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar
dengan menambahkan peran-peran orangtua dan
kakek dan nenek.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller (1985)
Kelahiran seorang anak membuat perubahan-perubahan yang logika dalam organisasi
keluarga. Fungsi-fungsi pasangan suami istri harus dibedakan untuk memenuhi tuntutan-tututan
baru perawatan dan penyembuhan. Sementara pemenuhan tanggungjawab ini bervariasi menurut
posisi sosial budaya suami istri, sebuah pola yang umum adalah untuk orang tua agar menerima
peran-peran tradisonal atau pembagian tanggungjawab (La Rossa dan La Rossa, 1981).
Hubungan dengan keluarga besar paternal dan maternal perlu disusun kembali dalam
tahap ini. Peran-peran baru perlu dibuat kembali berkenaan menjadi kakek nenek dan hubungan
antara orangtua dan kakek-nenek (Bradt, 1988).
Peran yang paling penting bagi perawat keluarga bila bekerja dengan keluarga yang
mengasuh anak adalah mengkaji peran sebagai orangtua bagaimana kedua orangtua berinteraksi
dengan bayi baru dan merawatnya, dan bagaimana respons bayi tersebut. Klaus dan Kendall
(1976), Kendall (1974), Rubbin (1967), dan yang lainnya menguji dampak penting dari sentuhan
dan kehangatan awal setelah melahirkan ; hubungan positif antara orangtua anak pada hubungan
orangtua dan anak di masa datang. Sikap orangtua tentang mereka sendiri sebagai orangtua,
sikap mereka terhadap bayi mereka, karakteristik komunikasi orangtua dan stimulasi bayi
(Davis, 1978) adalah bidang-bidang terkait yang perlu dikaji.
Perubahan-perubahan peran dan adaptasi terhadap tanggungjawab orangtua yang baru
biasanya lebih cepat dipelajari oleh ibu daripada ayah. Anak merupakan realita pada calon ibu
dari pada ayah, yang biasanya mulai merasa seperti ayah pada saat kelahiran, tapi kadang-kadang
jauh lebih lambat dari itu (Minuchin, 1974). Ayah seringkali tetap netral pada awalnya sementara
wanita secara cepat menyesuaikan diri dengan struktur keluarga yang baru.
Kebiasaan dimana kebanyakan ayah secara tradisional tidak diikutsertakan dalam proses
perinatal secara pasti memperlambat pria melakukan perubahan peran yang penting ini dan oleh
karena itu menghalangi keterlibatan emosional mereka. Sayangnya, kesadaran yang meningkat
tentang peran penting yang dipangku ayah dalam perawatan anak dan perkembangan anak telah
menimbulkan keterlibatan ayah yang lebih besar dalam perawatan bayi dikalangan kelas
menengah (Hanson dan Bozett, 1985).
Ibu dan ayah menumbuhkan dan mengembangkan peran orangtua mereka dalam
berespons terhadap tuntutan-tuntutan yang berubah terus menerus dan tugas-tugas perkembangan
dari orang muda yang sedang tumbuh, keluarga secara keseluruhan, dan mereka sendiri. Menurut
Friedman (1957), orangtua melewati 5 tahap perkembangan secara berturut-turut. Dua tahap
pertama meliputi fase kehidupan keluarga ini. Pertama, selama bayi, orangtua mempelajari arti
dari isyarat-isyarat yang dikekspresikan oleh bayi untuk mengutarakan kebutuhan-kebutuhannya.
Dengan setiap anak lahir berturut-turut, orangtua akan mengalami tahap yang sama ini sehingga
mereka menyesuaikan setiap isyarat-isyarat unik bayi.
Tahap kedua ini perkembangan orangtua adalah belajar untuk menerima pertumbuhan
dan perkembangan anak yang terjadi dalam masa usia bermain – khususnya orangtua yang baru
memiliki anak pertama – membutuhkan bimbingan dan dukungan. Orangtua perlu memahami
tugas-tugas yang harus dikuasai oleh anak dan kebutuhan anak akan keselamatan, keterbatasan
dan latihan buang air (toilet training). Mereka perlu memahami konsep kesiapan perkembangan,
konsep tentang “saat yang tepat untuk mengajar mereka”. Pada saat yang sama pula orangtua
perlu bimbingan dalam memahami tugas-tugas yang harus mereka kuasai selama tahap ini.
Pola-pola komunikasi perkawinan yang baru berkembang dengan lahirnya anak, dimana
pasangan berhubungan satu sama lain baik sebagai suami istri maupun sebagai orangtua. Pola
transaksi suami istri terbukti telah berubah secara drastis. Feldman (1961) mengamati bahwa
orang tua bayi berbicara dan berkelakar lebih sedikit, pembicaraan yang merangsang lebih
sedikit dan kualitas interaksi perkawinan yang menurun. Beberapa orangtua merasa kewalahan
dengan bertambahnya tanggungjawab, khususnya mereka yang suami maupun istri sama-sama
bekerja secara penuh.
Pembentukan kembali pola-pola komunikasi yang memuaskan termasuk masalah dan
perasaan pribadi, perkawinan dan orangtua adalah sangat penting. Pasangan harus terus
memenuhi setiap kebutuhan-kebutuhan psikologis dan seksual dan juga berbagi dan berinteraksi
satu sama lain dalam hal tanggungjawab sebagai orangtua.
Hubungan seksual suami istri umumnya menurun selama kehamilan dan selama 6
minggu masa postpartum. Kesulitan-kesulitan seksual selama masa berikutnya umum terjadi,
yang timbul dari faktor-faktor seperti ibu tenggalam dalam peran barunya, keletihan dan
perasaan menurunnya daya tarik seksual dan juga perasaan suami bahwa ia “tersingkir” oleh
bayinya.
Sekarang komunikasi keluarga termasuk anggota ketiga, membentuk tiga serangkai.
Orangtua harus belajar untuk merasakan dan melihat tangisan komunikasi dari bayinya.
Misalnya, tangisan bayi perlu dibedakan kedalam ekspresi ketidaknyamanan, rasa lapar,
rangsangan yang berlebihan, sakit, atau letih. Dan bayi mulai memberikan respon terhadap
rangkulan, timangan dan berbicara yang kemudian diterima dan dikuatkan oleh orangtua.
Konseling keluarga berencana biasanya berlangsung saat pemeriksaan setelah postpartum
6 minggu. Orangtua kemudian harus didorong secara terbuka untuk mendiskusikan jarak
kelahiran dan perencanaan. Melihat meningkatkan tuntutan-tuntutan keluarga dan pribadi yang
dibawakan oleh bayi, orangtua perlu menyadari bahwa kehamilan dengan jarak rapat dan sering
dapat berbahaya bagi ibu, dan juga ayah, saudara bayi, dan unit keluarga.
Tahap siklus kehidupan ini memerlukan penyesuaian hubungan dalam keluarga besar dan
dengan teman-teman. Ketika anggota keluarga lain mencoba mendukung dan membantu
orangtua baru ini, ketegangan bisa muncul. Misalnya, meskipun kakek nenek dapat menjadi
sumber pertolongan yang besar bagi orangtua baru, namun kemungkinan konflik tetap ada
karena perbedaan nilai-nilai dan harapan-harapan yang ada antar generasi tersebut.
Meskipun pentingnya memiliki jaringan sosial atau sistem pendukung sosial untuk
mencapai kepuasan dan perasaan positif tentang kehidupan keluarga, keluarga muda perlu
mengetahui kapan mereka butuh bantuan dan dari siapa mereka harus menerima bantuan tersebut
dan juga kapan mereka harus menggantungkan diri pada sumber-sumber dan kekuatan merek
sendiri (Duvall, 1977).
Hubungan perkawinan yang kokoh dan bergairah sangat penting bagi stabilitas dan moral
keluarga. Hubungan suami istri yang memuaskan akan memberikan pasangan dengan kekuatan
dan tenaga “bagi” bayi dan satu sama lain. Tuntutan-tuntutan dan tekanan-tekanan yang
bertentangan, seperti antara loyalitas ibu terhadap bayi dan terhadap suami, merupakan
persoalan dan dapat menyiksa. Tipe konflik semacam ini dapat menjadi sumber sentral
ketidakbahagiaan selama tahap siklus kehidupan ini.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah-masalah utama keluarga dalam tahap ini adalah pendidikan maternitas yang terpusat
pada keluarga, perawatan bayi yang baik, pengenalan dan penanganan masalah-masalah
kesehatan fisik secara dini, imunisasi, konseling perkembangan anak, keluarga berencana,
interaksi keluarga dan bidang-bidang peningkatan kesehatan umum (gaya hidup).
Masalah-masalah kesehatan lain selama periode dari kehidupan keluarga ini adalah
inaksesibilitas dan ketidakadekuatan fasilitas-fasilitas perawatan anak untuk ibu yang bekerja,
hubungan akan-orangtua, masalah-masalah mengasuh anak termasuk penyalahgunaan dan
kelalaian terhadap anak dan masalah-masalah transisi peran orang tua.
Kemungkinan diagnosa
Gangguan Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Disfungsi seksual
Gangguan tumbuh kembang
Menyusui tidak efektif
Resiko cidera
Perubahan penampilan peran
Gangguan komunikasi verbal
Peran perawat
Monitor perawatanprenatal dan perujukan untuk masalah-masalah kehamilan
Konselor pada nutrisi prenatal
Konselor pada kebiasaan maternal prenatal
Pendukung amnionsintesis
Konselor pada menyusui
Koordinator dengan layanan pediatrik
Penyelia imunisasi
Perujukan ke layanan-layanan tenaga sosial
C. Tahap III : Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2 ½ tahun
dan berakhir ketika anak berusia 5 tahun. Sekarang, keluarga mungkin terdiri dari tiga hingga
lima orang, dengan posisi suami-ayah, istri-ibu, anak laki-laki-saudara, anak perempuan-saudari.
Keluarga lebih menjadi majemuk dan berbeda (Duvall dan Miller, 1985).
Kehidupan keluarga selama tahap ini penting dan menuntut bagi orangtua. Kedua
orangtua banyak menggunakan waktu mereka, karena kemungkinan besar ibu bekerja, baik
bekerja paruh waktu atau bekerja penuh. Namun, menyadari bahwa orangtua adalah “arsitek
keluarga”, merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga (Satir, 1983), adalah penting
bagi mereka untuk memperkokoh kemitraan mereka secara singkat, agar perkawinan mereka
tetap hidup dan lestari.
Anak-anak usia prasekolah harus banyak belajar pada tahap ini, khususnya dalam hal
kemadirian. Mereka harus mencapai otonomi yang cukup dan mampu memenuhi kebutuhan
sendiri agar dapat menangani diri mereka sendiri tanpa campur tangan orangtua mereka dimana
saja. Pengalaman di kelompok bermain, taman kanak-kanak, Project Head Start, pusat
perawatan sehari, atau program-program sama lainnya merupakan cara yang baik untuk
membantu perkembangan semacam ini. Program-program prasekolah yang terstruktur sangat
bermanfaat dalam membantu orangtua dengan anak usia prasekolah yang berasal dari dalam kota
dan berpendapatan rendah. Peningkatan yang tajam dalam IQ dan keterampilan sosial telah
dilaporkan terjadi setelah anak menyelesaikan sekolah taman kanak-kanak selama 2 tahun.
Banyak sekali keluarga dengan orangtua tunggal berada dalam tahap siklus kehidupan
ini. Dalam tahun 1984, 50 persen keluarga kulit hitam dan 15 persen keluarga kulit putih di
Amerika Serikat dipimpin oleh satu orangtua, dan 88 persen dari keluarga ini dikepalai oleh ibu
(Nortan and Glick, 1986). Di kalangan keluarga dengan orangtua tunggal, ketegangan yang
timbul dari peran mengasuh anak untuk anak usia prasekolah, ditambah lagi dengan peran-peran
lain adalah besar. Pusat-pusat perawatan sehari bagi bayi dan anak usia prasekolah dengan
kualitas yang layak dan baik sulit ditemukan jika ditempatkan dikebanyakan kominitas. Ibu-ibu
yang bekerja dan ibu-ibu yang masih remaja secara khusus memerlukan fasilitas-fasilitas dan
program-program perawatan anak yang lebih baik (Adams dan Adams, 1990).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Kini, keluarga tumbuh baik dalam jumlah maupun kompleksitas. Perlunya anak-anak usia
prasekolah dan anak kecil lainnya untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya, dan kebutuhan
orangtua untuk memiliki privasi mereka sendiri menjadikan perumahan dan ruang yang adekuat
sebagai masalah utama. Peralatan dan fasilitas-fasilitas juga perlu bersifat melindungi anak-anak,
karena pada tahap ini kecelakaan menjadi penyebab utama kematian dan cacat. Mengkaji
keamanan rumah merupakan hal yang penting bagi perawat kesehatan komunitas dan
penyuluhan kesehatan perlu dimasukkan sehingga orangtua dapat mengetahui resiko yang ada
dan cara-cara menegah kecelakaan.
Tabel. Tahap III Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia pra sekolah dan
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus
Kehidupan Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga dengan
anak usia
Prasekolah.
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang
bermain, privasi, keamanan.
2. Mensosialisasikan anak.
3. Mengintegrasi anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan
anak-anak yang lain.
4. Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga (hubungan
perkawinan dan hubungan orangtua dan anak) dan di luar keluarga
(keluarga besar dan komunitas).
Diadaptasi dari Carter dam McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller (1985)
Karena daya tahan spesifik terhadap banyak bakteri dan penyakit virus dan paparan yang
meningkat, anak-anak usia prasekolah sering menderita sakit dengan satu penyakit infeksi minor
secara bergantian. Penyakit infeksi sering terjadi bolak-balik dalam keluarga. Sering ke dokter,
merawat anak-anak yang sakit, kembali ke rumah untuk menjemput anak sakit dari taman kanak-
kanak merupakan krisis mingguan. Jadi kontak anak dengan penyakit infeksi dan menular dan
kerentanan umum mereka terhadap penyakit merupakan masalah-masalah kesehatan utama.
Kecelakaan, jatuh, luka bakar dan laserasi juga cukup sering terjadi. Kejadian-kejadian
ini lebih sering ditemukan dalam keluarga besar, keluarga di mana pengasuh dewasa tidak ada
(orangtua sering tidak di rumah), dan keluarga dengan pendapatan rendah. Keamanan
lingkungan dan pengawasan anak yang adekuat merupakan kunci untuk mengurangi kecelakaan.
Suami-ayah menerima lebih banyak keterlibatan dalam tanggungjawab rumah tangga
selama tahap perkembangan keluarga ini daripada tahap lain, persentase terbesar dalam tahap ini
digunakan untuk aktifitas perawatan anak. Keterlibatan ayah dalam perawatan anak saat ini
benar-benar penting, karena hubungan ini dengan anak usia prasekolah dapat membantu anak
mengindentifikasi jenis kelaminnya. Khusus bagi anak laki-laki dalam usia 5 tahun, penting
sekali bagi mereka untuk bergaul secara rapat dengan lingkungan terbatas yang kuat, ayah yang
hanya atau pengganti ayah sehingga identitas peran laki-laki dapat terbentuk (Walters, 1976).
Peran yang lebih matang juga diterima oleh anak-anak usia prasekolah, yang secara
perlahan-lahan menerima lebih banyak tanggungjawab perawatan dirinya sendiri, plus membantu
ibu atau ayah dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Di sini bukan produktifitas anak yang
penting, melainkan proses belajar yang berlangsung.
Berlawanan dengan harapan, penelitian membuktikan bahwa kelahiran anak kedua dalam
keluarga memiliki efek yang bahkan lebih merusak hubungan perkawinan dari pada kelahiran
anak pertama. Feldman (1961) melaporkan bahwa peran orangtua membuat peran-peran
perkawinan lebih sulit, seperti terungkap dalam observasi berikut ini : pasangan suami istri
masing-masing merasakan perubahan kepribadian yang negatif ; mereka kurang puas dengan
keadaan di rumah, terdapat banyak interaksi yang berorientasi pada tugas, pembicaraan pribadi
lebih sedikit dan pembicaraan yang berpusat pada anak lebih banyak, kehangatan yang diberikan
kepada anak lebih banyak dari pada yang diberikan satu sama lain, dan tingkat kepuasan
hubungan seksual lebih rendah (Feldman, 1969).
Penelitian yang cukup terkenal ini paralel dengan laporan dan observasi para konselor
keluarga bahwa hubungan perkawinan sering mengalami keguncangan dalam tahap siklus ini.
Sebenarnya, banyak sekali perceraian yang terjadi dalam tahun-tahun seperti ini karena ikatan
perkawinan yang lemah atau tidak memuaskan. Privasi dan waktu bersama merupakan
kebutuhan yang utama. Konseling perkawinan dan kelompok-kelompok pertemuan perkawinan
merupakan sumber-sumber yang penting dikalangan kelas menengah. Akan tetapi keluarga tanpa
sumber-sumber ekonomi, hanya memiliki bantuan yang terbatas untuk memperkokoh upaya
penyelamatan perkawinan. Terdapat trend bagi para pastur dan pendeta untuk menjadi terlatih
sebagai konselor perkawinan dan konselor keluarga yang tidak bisa mengupayakan terapi
pribadi.
Tugas utama dari keluarga adalah mensosialisasikan anak. Anak-anak usia prasekolah
mengembangkan sikap diri sendiri (konsep diri) dan dapat secara cepat belajar mengekspresikan
diri mereka, seperti tampak dalam kemampuan menangkap bahasa dengan cepat.
Tugas lain selama masa ini menyangkut bagaimana mengintegrasikan anggota keluarga
yang baru (anak kedua dan ketiga) semasa masih memenuhi kebutuhan anak yang lebih tua.
Penggeseran seorang anak oleh bayi baru lahir secara psikologis merupakan suatu kejadian
traumatik. Persiapan anak-anak menjelang kelahiran seorang bayi membantu memperbaiki
situasi, khususnya jika orangtua sensitif terhadap perasaan dan tingkah laku anak yang lebih tua.
Persaingan dikalangan kakak beradik (sibling rivalry) biasanya diungkapkan dengan memukul
atau berhubungan secara negatif dengan bayi, tingkah laku regresif, melakukan kegiatan-
kegiatan yang menarik perhatian. Cara terbaik menangani persaingan dikalangan kakak adik
adalah dengan meluangkan waktu setiap hari untuk berhubungan lebih erat dengan anak yang
lebih tua untuk meyakinkannya bahwa ia masih dicintai dan dikehendaki.
Kira-kira saat anak mencapai usia prasekolah, orangtua memasuki tahap pengasuhan
anak yang ketiga, salah satunya belajar berpisah dari anak-anak ketika mereka mulai masuk ke
kelompok bermain, tempat penitipan anak, atau taman kanak-kanak. Tahap ini berlangsung terus
selama usia prasekolah hingga memasuki awal usia sekolah. Pisah seringkali terasa sulit bagi
orangtua dan mereka perlu mendapat dukungan dan penjelasan tentang bagaimana penguasaan
tugas-tugas perkembangan anak usia prasekolah memberikan kontribusi untuk semakin
meningkatnya otonomi mereka.
Pisah dari orangtua juga sulit bagi anak-anak usia prasekolah. Pisah dapat terjadi karena
orangtua pergi bekerja, ke rumah sakit, melakukan perjalanan atau berlibur. Persiapan keluarga
untuk pisah dengan anak sangat penting dalam membantu anak menyesuaikan diri terhadap
perubahan.
Membantu keluarga untuk mendapatkan pelayanan keluarga berencana setelah kelahiran
seorang bayi, atau melanjutkan kontrasepsi jika tidak terdapat kehamilan, juga diindikasikan.
Misalnya, adalah tidak biasa bagi seorang wanita untuk berhenti menggunakan alt kontrasepsi
karena terlambat haid dengan keyakinan bahwa ia hamil, hanya untuk mencari tahu apakah
kehamilannya terjadi karena hubungan seks tanpa perlindungan kontrasepsi.
Kedua orangtua perlu memiliki kesenangan dan kontak di luar rumah untuk
mengawetmudakan mereka sehingga mereka dapat melaksanakan berbagai tugas-tugas dan
tanggungjawab di rumah. Orangtua dari golongan kelas rendah dan orang tunggal sering tidak
punya kesempatan untuk melakukan hal ini, dan keluarga-keluarga ini mendapat kepuasan paling
sedikit terhadap pergaulan mereka dan komunitas yang lebih luas karena posisi mereka yang
terasing dan kekurangan sumber-sumber yang tersedia bagi mereka.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Banyak sekali masalah kesehatan yang telah diidentifikasi sepanjang pembahasan kita tentang
keluarga dengan anak usia prasekolah. Seperti telah dinyatakan sebelumnya, masalah kesehatan
fisik yang utama adalah penyakit-penyakit menular yang lazim pada anak dan jatuh, luka bakar,
keracunan dan kecelakaan-kecelakaan yang lain yang terjadi selama usia prasekolah.
Masalah-masalah kesehatan psikososial keluarga yang utama adalah hubungan
perkawinan. Beberapa studi mencoba meneliti menurunnya kepuasan yang dialami oleh banyak
pasanga selama tahun-tahun ini dan perlunya penanganan terhadap masalah ini untuk
memperkokoh dan memberikan semangat pada unit lain yang vital ini. Masalah-masalah
kesehatan lain yang penting adalah persaingan diantara kakak-adik, keluarga berencana,
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan, masalah-masalah pengasuhan anak seperti
membatasi lingkungan (disiplin), penganiayaan dan menelantarkan anak, keamanan di rumah
dan masalah-masalah komunikasi keluarga.
Strategi-strategi promosi kesehatan umum berhubungan erat selama tahap ini, karena
tingkah laku gaya hidup yang dipelajari selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan
konsekuensi-konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang. Pendidikan kesehatan keluarga
diarahkan pada pencegahan masalah-masalah kesehatan utama seperti merokok, penyahagunaan
obat-obatan dan alkohol, seksualitas manusia, keselamatan, diet dan nutrisi, olahraga dan
penanganan stress/dukungan sosial. “Tujuan utama bagi para perawat yang bekerja dengan
keluarga dan anak usia prasekolah adalah membantu mereka membentuk gaya hidup yang sehat
dan memfasilitasi pertumbuhan fisik, intelektual, emosional dan sosial secara optimal.
Kemungkinan diagnosa
Resiko cidera
Resiko trauma
Resiko keracunan
Resiko infeksi
Gangguan penanganan pemeliharaan rumah
Perubahan menjadi orang tua
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan komunikasi verbal
Peran perawat
Monitor perkembangan awal masa kanak-kanak, perujukan bila ada indikasi
Pendidik dalam tindakan pertolongan pertama dan kedaruratan
Koordinator dg layanan pediatri
Penyelia imunisasi
Konselor pada nutrisi dan latihan
Pendidik dlm isu pemecahan masalah mengenai kebiasaan kesehatan
Pendidik tentang higiene perawatan gigi
Konselor pada keamanan lingkungan di rumah
Fasilitator dalam hubungan interpersonal
D. Tahap IV : Keluarga dengan Anak Usia Sekolah
Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai masuk sekolah
dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja. Keluarga biasanya mencapai
jumlah anggota maksimum, dan hubungan keluarga di akhir tahap ini (Duvall, 1977). Lagi-lagi
tahun-tahun pada masa ini merupakan tahun-tahun yang sibuk. Kini, anak-anak mempunyai
keinginan dan kegiatan-kegiatan masing-masing, disamping kegiatan-kegiatan wajib dari sekolah
dan dalam hidup, serta kegiatan-kegiatan orangtua sendiri. Setiap orang menjalani tugas-tugas
perkembangannya sendiri-sendiri, sama seperti keluarga berupaya memenuhi tugas-tugas
perkembangannya sendiri. Menurut Erikson (1950), orangtua berjuang dengan tuntutan ganda
yaitu berupaya mencari kepuasan dalam mengasuh generasi berikutnya (tugas perkembangan
generasivitas) dan memperhatikan perkembangan mereka sendiri ; sementara anak-anak usia
sekolah bekerja untuk mengembangkan sense of industry – kapasitas untuk menikmati pekerjaan
dan mencoba mengurangi atau menangkis perasaan rendah diri.
Tabel. Tahap IV Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia sekolah, dan Tugas-
Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus
Kehidupan Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga dengan anak
usia sekolah
1. Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi
sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang
sehat.
2. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
3. Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Tugas orangtua pada tahap ini adalah untuk belajar menghadapi pisah dengan atau lebih
sederhana, membiarkan anak pergi. Lama kelamaan hubungan dengan teman sebaya dan
kegiatan-kegiatan diluar rumah akan memainkan peranan yang lebih besar dalam kehidupan
anak usia sekolah tersebut. Tahun-tahun ini dipenuhi oleh kegiatan-kegiatan keluarga, tapi ada
juga kekuatan-kekuatan yang secara perlahan-lahan mendorong anak tersebut pisah dari keluarga
sebagai persiapan menuju masa remaja. Orangtua yang mempunyai perhatian diluar anak mereka
akan merasa lebih mudah membuat perpisahan yang perlahan-lahan. Akan tetapi, dalam contoh-
contoh dimana peran ibu merupakan sentral dan satu-satunya peran yang signifikan dalam
kehidupan wanita, maka proses pisah ini merupakan sesuatu yang menyakitkan dan
dipertahankan mati-matian.
Selama tahap ini orangtua merasakan tekanan yang luar biasa dari komunitas di luar
rumah melalui sistem sekolah dan berbagai asosiasi di luar keluarga yang mengharuskan anak-
anak mereka menyesuaikan diri dengan standa-standar komunitas bagi anak. Hal ini cenderung
mempengaruhi keluarga-keluarga kelas menengah untuk lebih menekankan nlai-nilai tradisional
pencapaian dan produktifitas, dan menyebabkan sejumlah keluarga dari kelas pekerja dan banyak
keluarga miskin merasa tersingkir dari dan konflik dengan sekolah dan / atau nilai-nilai
komunitas.
Kecacatan pada anak-anak akan ketahuan selama periode kehidupan anak ini. Para
perawat sekolah dan guru akan mendeteksi banyak defek penglihatan, pendengaran, wicara,
selain kesulitan belajar, gangguan tingkah laku, dan perawatan gigi yang tidak adekuat,
penganiayaan anak, penyalahgunaan zat dan penyakit-penyakit menular (Edelman dan Mandle,
1986). Bekerja dengan keluarga dengan peran sebagai konselor dan pendidik dalam bidang
kesehatan, selain untuk memulai rujukan yang layak untuk skrining lanjutan, membutuhkan
energi yang sangat banyak dari seorang perawat sekolah. Ia juga bertindak sebagai narasumber
bagi guru sekolah, memungkinkan guru mampu menangani kebutuhan-kebutuhan kesehatan
individu atau yang telah lazim dari siswa-siswa secara lebih efektif.
Ada banyak keadaan cacat yang terdeteksi selama tahun-tahun sekolah, termasuk epilepsi
serebral palsi, retardasi mental, kanker, kondisi ortopedik. Fungsi pertama perawat kesehatan
disini disamping fungsi rujukan, mengajar dan memberikan konseling kepada orangtua mengenai
kondisi tersebut akan membantu keluarga melakukan koping sehingga pengaruh yang merugikan
dari cacat tersebut pada keluarga dapat diminimalkan.
Bagi anak-anak dengan masalah tingkah laku, perawat keluarga di sekolah, klinik, kantor,
dokter dan lembaga-lembaga komunitas harus mengupayakan keterlibatan orangtua secara aktif.
Memulai rujukan untuk konseling/terapi keluarga sering amat bermanfaat dalam membantu
keluarga agar sadar akan masalah-masalah keluarga yang mungkin akan mempengaruhi anak
usia sekolah secara merugikan. Jika orangtua dapat menata kembali masalah tingkah laku anak
sebagai sebuah masalah keluarga yang berupaya mencari resolusi dengan fokus yang baru
tersebut, akan tercapai lebih banyak fungsi-fungsi keluarga dan tingkah laku anak yang sehat.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Salah satu tugas orangtua yang sangat penting dalam mensosialisasikan anak pada saat ini
meliputi meningkatkan prestasi anak pada saat ini meliputi meningkatkan prestasi anak di
sekolah. Tugas keluarga yang signifikan lainnya adalah mempertahankan hubungan perkawinan
yang bahagia. Sekali lagi dilaporkan bahwa kebahagiaan perkawinan selama tahap ini menurun.
Dua buah penelitian yang besar menguatkan observasi ini (Burr, 1970 ; Rollins dan Feldman,
1970). Meningkatkan komunikasi yang terbuka dan mendukung hubungan suami istri merupakan
hal yang vital dalam bekerja dengan keluarga dan anak usia sekolah.
E. Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja
Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap kelima dari siklus kehidupan
keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6 hingga 7 tahun, meskipun tahap ini dapat lebih
singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih tinggal di
rumah hingga 19 atau 20 tahun. Anak-anak lain dalam rumah biasanya masih dalam usia
sekolah. Tujuan keluarga yang terlalu enteng pada tahap ini yang melonggarkan ikatan keluarga
memungkinkan tanggungjawab dan kebebasan yang lebih besar bagi remaja dalam persiapan
menjadi dewasa muda (Duvall, 1977).
Preto (1988) dalam membahas tentang transformasi sistem keluarga dalam masa remaja,
menguraikan metamorfosis keluarga yang terjadi. Metamorfosis ini meliputi “pergeseran yang
luar biasa pada pola-pola hubungan antar generasi, dan sementara pergeseran ini pada awalnya
ditandai dengan kematangan fisik remaja, pergeseran ini seringkali sejalan dan bertepatan
dengan perubahan pada orangtua karena mereka memasuki pertengahan hidup dan dengan
transformasi utama yang dihadapi oleh kakek nenek dalam usian tua”
Tahap kehidupan keluarga ini mungkin yang paling sulit, atau sudah tentu yang paling
banyak diperbincangkan dan ditulis (Kidwell et al, 1983). Keluarga Amerika dipengaruhi oleh
tugas-tugas perkembangan remaja dan orangtua dan menciptakan konflik dan kekacauan yang
luar biasa yang tidak bisa dihindarkan. Tugas perkembangan remaja menghendaki pergerakan
dari ketergantungan dan kendali orangtua dan orang dewasa lainnya, melalui periode aktifitas
dan pengaruh kelompok teman sebaya yang kokoh hingga saat menerima peran-peran orang
dewasa (Adams, 1971).
Tantangan utama dalam bekerja dengan keluarga dengan anak remaja bergerak sekitar
perubahan perkembangan yang dialami oleh remaja dalam batasan perubahan kognitif,
pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis (Kidwell et al, 1983), serta konflik-konflik dan
krisis yang berdasarkan perkembangan. Adams (1971) menguraikan tiga aspek proses
perkembangan remaja yang menyita banyak perhatian, yakni emansipasi (otonomi yang
meningkat), budaya orang muda (perkembangan hubungan teman sebaya), kesenjangan antar
generasi (perbedaan nilai-nilai dan norma-norma antara orangtua dan remaja).
Peran, Tanggungjawab dan Masalah Orangtua.
Tidak perlu dikatana bahwa orangtua mengasuh remaja merupakan tugas paling sulit saat
ini. Namun demikian, orangtua perlu tetap tegar menghadapi ujian batas-batas yang tidak masuk
akan tersebut, yang telah terbentuk dalam keluarga ketika keluarga mengalami proses
“melepaskan.” Duvall (1977) juga mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan yang penting
pada masa ini yang menyelaraskan kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja menjadi
matang dan mengatur diri mereka sendiri. Friedman (1957) juga mendefinisikan serupa bahwa
tugas orangtua selama tahap ini adalah belajar menerima penolakan tanpa meninggalkan anak.
Ketika orangtua menerima remaja apa adanya, dengan segala kelemahan dan kelebihan
mereka, dan ketika mereka menerima sejumlah peran mereka pada tahap perkembangan ini tanpa
konflik atau sensitivitas yang tidak pantas, mereka membentu pola untuk semacam penerimaan
diri yang sama. Hubungan antara orangtua dan remaja seharusnya lebih mulus bila orangtua
merasa produktif, puas dan dapat mengendalikan kehidupan mereka sendiri (Kidwell et al, 1983)
dan orangtua/keluarga berfungsi secara fleksibel (Preto, 1988).
Schultz (1972) dan lain-lain telah mengungkapkan pandangan mereka bahwa
kompleksitas kehidupan Amerika yang telah meningkat telah membuat peran orangtua tidak
jelas. Orangtua merasa berkompetisi dengan berbagai kegiatan sosial dan institusi – mulai dari
otoritas sekolah dan konselor hingga keluarga berencana dan seks pranikah dan pilihan kumpul
kebo. Faktor-faktor lain menambah pengaruh mereka yang semakin berkurang tersebut. Karena
adanya spesialisasi jabatan dan profesi, orangtua tidak lagi bisa membantu anak-anak mereka
dengan rencana-rencana untuk bekerja. Mobilitas penduduk dan kurangnya hubungan orang
dewasa yang kontinu bagi remaja dan orangtua, selain ketidakmampuan banyak orangtua untuk
mendiskusikan masalah-masalah pribadi, seks, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan
obat-obatan secara terbuka dan tidak menghakimi bersama anak-naka mereka juga memberikan
kontribusi pada masalah-masalah orangtua-remaja.
Tabel. Tahap Siklus V Kehidupan Keluarga Inti dengan anak remaja danTugas-Tugas
Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga dengan anak
remaja
1. Menyeimbangkan kebebasan dan tanggungjawab ketika remaja
menjadi dewasa dan semakin mandiri.
2. Memfokuskan kembali hubungan perkawinan.
3. Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Tugas perkembangan yang utama dan pertama adalah menyeimbangkan kebebasan
dengan tanggungjawab ketika remaja matur dan semakin mandiri. Orangtua harus mengubah
hubungan mereka dengan remaja putri atau putranya secara progresif dari hubungan dependen
yang dibentuk sebelumnya ke arah suatu hubungan yang semakin mandiri. Pergeseran yang
terjadi pada hubungan anak-orangtua ini salah satu hubungan khas yang penuh dengan konflik-
konflik sepanjang jalan.
Agar keluarga dapat beradaptasi dengan sukses selama tahap ini, semua anggota
keluarga, khususnya orangtua, harus membuat “perubahan sistem” utama yaitu, membentuk
peran-peran dan norma-norma baru dan “membiarkan” remaja. Kidwell dan kawan-kawan
(1983) meringkas perubahan yang diperlukan ini. “Secara paradoks, sistem (keluarga) yang
dapat membiarkan anggotanya adalah sistem yang akan bertahan dan menghasilkan sistem itu
sendiri secara efektif pada generasi-generasi berikutnya”.
Orangtua yang dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri, tidak
membiarkan anak-anaknya, seringkali menemukan “revolusi” oleh remaja bila perpisahan
berlangsung kemudian. Orangtua dapat juga mempercayai anak agar mandiri secara prematur,
dengan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan ketergantungannya. Dalam hal ini remaja dapat gagal
mencapai kemandirian (Wright dan Leahey, 1984).
Menyangkut tiga tahap terakhir, hubungan perkawinan juga merupakan pusat perhatian.
Tugas perkembangan keluarga yang kedua bagi pasangan suami istri adalah memfokuskan
kembali hubungan perkawinan (Wilson, 1988). Banyak sekali pasangan suami istri yang telah
begitu terikat dengan tanggungjawab sebagai orangtua sehingga perkawinan tidak lagi
memainkan suatu peran utama dalam kehidupan mereka. Suami biasanya menghabiskan banyak
waktu diluar rumah karena bekerja dan melanjutkan kariernya, sementara itu, istrinya juga
bekerja sementara itu, istrinya juga bekerja sementara mencoba meneruskan pekerjaan-pekerjaan
rumah tangga dan tanggungjawab sebagai orangtua. Dalam situasi seperti ini, hanya tersisa
sedikit waktu dan energi untuk hubungan perkawinan. Akan tetapi disisi lain, karena anak-anak
lebih bertanggungjawab terhadap diri mereka sendiri, pasangan suami-istri meninggalkan rumah
untuk meniti karier mereka atau dapat menciptakan kesenangan-kesenangan perkawinan setelah
anak-anaknya telah meninggalkan rumah (postparental). Mereka dapat mulai membangun
fondasi untuk tahap siklus kehidupan keluarga berikutnya.
Tugas perkembangan keluarga yang ketiga yang mendesak adalah untuk para anggota
keluarga, khususnya orangtua dan remaja, untuk berkomunikasi secara terbuka. Karena adanya
kesenjangan antar generasi, komunikasi terbuka seringkali hanya merupakan suatu cita-cita,
bukan suatu realita. Seringkali terdapat saling tolak menolak antara orang tua dengan remaja
menyangkut nilai dan gaya hidup. Orangtua yang berasal dari keluarga dengan berbagai macam
masalah terbukti seringkali menolak dan memisahkan diri dari anak mereka yang tertua,
sehingga mengurangi sauran-saluran komunikasi terbuka yang mungkin telah ada sebelumnya.
Mempertahankan etika dan standar moral keluarga merupakan tugas perkembangan
keluarga lainnya (Duvall dan Miller, 1985). Meskipun aturan-aturan dalam keluarga perlu
diubah, etika dan standar moral keluarga perlu tetap dipertahankan oleh orangtua. Sementara
remaja mencari nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri, adalah sangat penting bagi
orangtua untuk mempertahankan dan mengetatkan prinsip-prinsip dan standar-standar mereka.
Remaja sangat sensitif dengan ketidakcocokkan antara apa dikatakan dengan apa yang
dipraktikkan. Namun demikian, orangtua dan anak-anak dapat belajar dari satu dan sama lain
dalam masyarakat yang majemuk dan berubah dengan cepat ini saat ini. Transformasi nilai dari
kaum muda juga mentransformasikan keluarga. Adopsi gaya hidup yang lebih bebas dan
sederhana mengembangkan transformasi nilai yang mempengaruhi setiap saat kehidupan
keluarga (Yankelowich, 1975).
Masalah-Masalah Kesehatan.
Pada tahap ini kesehatan fisik anggota keluarga biasanya baik, tapi promosi kesehatan tetap
menjadi hal yang penting. Faktor-faktor resiko harus diidentifikasikan dan dibicarakan dengan
keluarga, seperti pentingnya gaya hidup keluarga yang sehat. Mulai dari usia 35 tahun, resiko
penyakit jantung koroner meningkat dikalangan pria dan pada usia ini anggota keluarga yang
dewasa merasa lebih rentan terhadap penyakit sebagai bagian dari perubahan-perubahan
perkembangan dan biasanya mereka ini menerima strategi-strategi promosi kesehatan.
Sedangkan pada remaja, kecelakaan-terutama kecelakaan mobil-merupakan bahaya yang amat
besar, dan patah tulang dan cidera karena atletik juga umum terjadi.
Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, keluarga berencana, kehamilan yang tidak
dikehendaki, dan pendidikan dan konseling seks merupakan bidang-bidang perhatian yang
relevan. Dalam mendiskusikan topik ini dengan keluarga, perawat dapat terjebak dalam
perselisihan atau masalah antara orangtua dan kaum muda. Remaja biasanya mencari pelayanan
kesehatan menyangkut uji kehamilan, penggunaan obat-obatan, uji AIDS, keluarga berencana
dan aborsi, diagnosis dan perawatan penyakit kelamin. Agaknya telah menjadi trend yang sah
bagi remaja untuk menerima perawatan kesehatan tanpa izin orangtua. Bila orangtua
diikutsertakan maka dilakukan wawancara terpisah sebelum mereka dikumpulkan.
Kebutuhan kesehatan yang lain adalah dalam bidang dukungan dan bantuan untuk
memperkokoh hubungan perkawinan dan hubungan remaja dengan orangtua. Konseling
langsung yang bersifat menunjang dan memulai rujukan ke sumber-sumber dalam komunitas
untuk konseling, dan juga pendidikan yang bersifat rekreasional, dan pelayanan lainnya mungkin
diperlukan. Pendidikan promosi kesehatan umum juga diindikasikan.
Kemungkinan diagnosa
Resiko trauma
Gangguan komunikasi verbal
Koping individu tidak efektif
Perubahan menjadi orang tua
Perubahan proteksi
Perubahan proses keluarga : Alkoholisme
Peran perawat
Pendidik tentang faktor-faktor resiko terhadap kesehatan
Pendidik dalam issu pemecahan masalah mengenai alkohol, merokok, diit dan latihan
Fasilitator tentang keterampilan-keterampilan interpersonal dengan remaja dan orang tua
Pendukung, konselor, perujukan langsung pada sumber-sumber kesehatan mental
Konselor pada keluarga berencana
Perujukan untuk penyakit hubungan seksual
Peserta dalam organisasi komunitas pada pengendalian penyakit
F. Tahap VI : Keluarga yang Melepaskan Anak Usia Dewasa Muda
Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak pertama meninggalkan
rumah orangtua dengan “rumah kosong”, ketika anak-anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap
ini dapat singkat atau agak panjang, tergantung pada berapa banyak anak yang ada dalam rumah
atau berapa banyak anak yang melum menikah yang masih tinggal di rumah setelah tamat dari
SMA dan perguruan tinggi. Meskipun tahap ini biasanya 6 atau 7 tahun, dalam tahun-tahun
belakangan ini, tahap ini berlangsung lebih lama dalam keluarga dengan dua orangtua,
mengingat anak-anak yang lebih tua baru meninggalkan orangtua setelah selesai sekolah dan
mulai bekerja. Motifnya adalah seringkali ekonomi-tingginya biaya hidup bila hidup sendiri.
Akan tetapi, trend yang meluas dikalangan dewasa muda, yang umumnya menunda perkawinan,
hidup terpisah dan mandiri dalam tatanan hidup mereka sendiri. Dari sebuah survey besar yang
dilakukan terhadap orang Kanada ditemukan bahwa anak-anak yang berkembangan dalam
keluarga dengan orangtua tiri dan keluarga dengan orangtua tunggal meninggalkan rumah lebih
dini dari pada mereka yang dibesarkan dalam keluarga dengan dua orangtua. Perbedaan ini tidak
dipandang karena dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, melainkan karena perbedaan orangtua
dan lingkungan keluarga (Mitchel et al, 1989).
Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan dari dan oleh anak-anak untuk
kehidupan dewasa yang mandiri. Orangtua, karena mereka membiarkan anak mereka pergi,
melepaskan 20 tahun peran sebagai orangtua dan kembali pada pasangan perkawinan mereka
yang asli. Tugas-tugas perkembangan menjadi penting karena keluarga tersebut berubah dari
sebuah rumah tangga dengan anak-anak ke sebuah rumah tangga yang hanya terdiri dari
sepasang suami dan isteri. Tujuan utama keluarga adalah reorganisasi keluarga menjadi sebuah
unit yang tetap berjalan sementara melepaskan anak-anak yang dewasa kedalam kehidupan
mereka sendiri (Duvall, 1977). Selama tahap ini pasangan tersebut mengambil peran sebagai
kakek nenek-perubahan lainnya dalam peran maupun dalam citra diri mereka.
Usia pertengahan awal, yang merupakan usia rata-rata di mana para orangtua melepaskan
anak mereka yang tertua ditandai sebagai masa kehidupan yang “terperangkap” ; terperangkap
antara tuntutan-tuntutan kaum muda dan harapan-harapan dari mereka yang lebih tua dan
terperangkap antara dunia kerja dan tuntutan yang bersaing dan keterlibatan keluarga, dimana
seringkali tampaknya tidak mungkin memenuhi tuntutan-tuntutan dari kedua bidang tersebut.
Akan tetapi studi-studi membuktikan bahwa mereka yang berusia pertengahan mungkin merasa
tertekan atau terjepit diantara kutub orangtua dan muda, paling tidak bagi individu-individu
golongan kelas menengah dan kelas atas, mereka senantiasa dapat mengapresiasikan bagaimana
mereka dan prestasi mereka : “Mereka senantiasa mengetahui bahwa mereka adalah para
pembuatan keputusan negara ; mereka yang menggambarkan kualitas umum kehidupan dalam
masyarakat ini. Masyarakat tergantung kepada kepemimpinan dan produktifitas dari orang yang
berasal dari golongan usia pertengahan (Kerchoff, 1976).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Sebagaimana keluarga membantu anak tertua dalam melepaskan diri, orangtua juga membantu
anak mereka yang lebih kecil agar mandiri. Dan ketiga anak laki-laki atau perempuan yang
“dilepas” menikah, tugas keluarga adalah memperluas siklus keluarga dengan memasukkan
anggota keluarga yang baru lewat perkawinan dan menerima nilai-nilai dan gaya hidup dari
pasangan itu sendiri.
Tabel. Tahap VI Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang melepaskan anak usia dewasa
muda dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus
Kehidupan Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga melepas
anak dewasa muda
1. Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga
baru yang didapatkan melalui perkawinan anak-anak.
2. Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali
hubungan perkawinan.
3. Membantu orangtua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami
maupun istri.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Dengan rumah yang telah kosong, orangtua memiliki waktu lebih banyak untuk
mencurahkan perhatian pada kegiatan-kegiatan dan hubungan-hubungan lain. Mereka tidak
tumbuh saling berjauhan dari satu sama lain dimana mereka tidak dapat melembagakan atau
membentuk kembali peran suami dan isteri yang pernah mereka lakukan. LeShan (1973)
memandang tahap ini sebagai tantangan bagi hubungan perkawinan. Ketika anak-anak
meninggalkan rumah, perkawinan menghadapi momen kebenaran ; apakah ada cukup kekuatan
untuk mempertahankannya tanpa alasan kedudukan sebagai orangtua?.
Masa ini biasanya jauh lebih sulit bagi wanita daripada pria. Pada kebanyakan keluarga,
peran sentral dan abadi – abadi dalam arti bahwa peran tersebut telah berlangsung selama 20
tahun-bagi wanita adalah peran sebagai seorang ibu. Meskipun saat ini kurang lazim karena
banyak wanita sekolah atau meniti karier, identitas dan perasaan kompetensi wanita didasarkan
pada menjadi sebagai seorang ibu yang baik. Meskipun tahun-tahun perpisahan dengan anak
yang berlangsung perlahan-lahan mendahului tahap ini, pelepasan anak secara psikologis
seringkali terjadi secara mendadak. Dengan perginya anak, ibu yang tidak lagi bekerja
menemukan dirinya sendiri dalam sebuah rumah yang bersih (tidak ada banyak pekerjaan lagi)
dan tidak lagi tempat yang dituju atau tujuan terhadap eksistensinya. Suami-suami dari golongan
menengah keatas pada puncak kariernya menghabiskan banyak waktu di luar rumah, masa-masa
untuk meraih sukses dalam jabatan, finansial, dan profesi dan mencoba memenuhi aspirasi
mereka sebelum terlambat. Banyak wanita yang begitu asyik dengan anak-anaknya sehingga
tidak mempersiapkan diri untuk tahap kehidupan mereka ini dan tidak mempunyai komitmen-
komitmen yang sama-sama akan dipenuhi yang mana dalam komitmen-komitmen tersebut dalam
rangka untuk menginvestasikan tenaga dan talenta mereka. Krisis pada usia pertengahan lebih
hebat bagi wanita bukan hanya karena anak-anak meninggalkan rumah dan ketidakhadiran suami
mereka, melainkan juga karena perasaan kehilangan feminitas pada awal manupouse (biasanya
antara 45 hingga 55 tahun) dan kehilangan kecantikan ketika tanda-tanda ketuaan mulai tampak.
Jika seorang wanita mempunyai komitmen di luar rumah (mis, bekerja dan kegemaran), biasanya
ia memiliki masalah yang jauh lebih sedikit daripada ia tetap berada di rumah menjalankan
fungsi peran tradisional sebagai ibu rumah tangga dan seorang ibu secara penuh.
Pria dalam masa usia pertengahan juga menghadapi krisis perkembangan. Salah satu
kemungkinan krisis tersebut adalah dorongan untuk maju dalam karier dan realisasi bahwa
mereka belum berhasil dan belum mencapai aspirasi mereka. Juga tanda-tanda menurunnya
maskulinitas, seperti tenaga menurun, potensi dan gairah seks berkurangnya, dan juga figur,
rambut, tanda-tanda kulit menua dan cemas dalam hal keuangan ; semuanya merupakan stressor
bagi pria dalam tahap siklus kehidupan keluarga ini, dan menekankan krisis perkembangan usia
pertengahan yang terjadi.
Friedman (1957) mengulangi pernyataan pentingnya hubungan perkawinan dengan
menggolongkan tahap perkembangan orangtua pada titik ini dalam siklus kehidupan keluarga
sebagai pembentuk suatu kehidupan baru bersama-sama. Tugas perkembangan penting lainnya
dari keluarga dengan usia pertengahan adalah membantu mertua dari suami dan istri yang lanjut
usia dan sakit-sakitan. Meskipun perawatan orangtua yang lanjut usia dan/atau tidak mandiri
bukanlah fungsi yang diharapkan dari keluarga Amerika dengan pengecualian pada beberapa
kelompok etnis, suami dan istri diharapkan dapat membantu dan menyokong anggota keluarga
yang lebih tua semaksimal mungkin. Aktifitas tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk –
mulai dari menelepon secara rutin hingga bantuan finansial, transportasi dan mengunjungi serta
merawat orangtua mereka di rumah. Di Amerika, keluarga hanya bertanggungjawab atas
generasi berikutnya, keturunan, dan hanya untuk satu generasi sebelumnya yaitu orangtua.
Keluarga dengan tiga generasi, meskipun bukan pada pola biasa, namun hal ini bukan
tidak lazim, khusus pada keluarga-keluarga etnis Asia, Spanyo-Portugis, Yunani, Italia, dan
Keluarga Yahudi. Paling sering di Amerika Serikat, keluarga dengan multi generasi tampaknya
akan berkembang terutama bil keluarga inti dipecah oleh kematian dan pereceraian, tapi
kelayakan keuangan atau kebutuhan perawatan anak juga mendorong tatanan kehidupan
semacam itu. Sebenarnya orangtua yang telah lanjut usia menghendaki hidup secara mandiri
sehingga tidak mempengaruhi kehidupan anak-anak mereka, yang lebih penting adalah untuk
mempertahankan perasaan kompoten, mandiri dan privasi (Bengston et al, 1987 ; Troll, 1971).
Orangtua juga harus menyingkirkan keputusan mereka untuk menempatkan orangtua mereka di
panti perawatan atau fasilitas pensiunan atau board-and-care selama tahun-tahun ini.
Secara singkat dapat dilihat bahwa anak-anak akan memisahkan diri, orangtua perlu
belajar lagi untuk mandiri. Dalam menyesuaikan diri kembali, perkawinan harus terus berjalan
jika kebutuhan-kebutuhan orangtua harus dipenuhi. Orangtua harus mengatur kembali hubungan
mereka untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan menikah dari pada hanya sebagai
orangtua. Agar tahap ini menjadi lengkap, anak-anak harus mandiri sementara tetap menjaga
ikatan dengan orangtua.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah utama kesehatan meliputi masalah komunikasi kaum dewasa muda dengan
orangtua mereka ; masalah-masalah transisi peran bagi suami istri, masalah orang yang
memberikan perawatan (bagi orangtua lanjut usia) dan munculnya kondisi kesehatan tingkat
kolesterol tinggi, obesitas dan tekanan darah tinggi. Keluarga berencana bagi remaja dan dewasa
muda tetap penting. Masalah-masalah manupouse dikalangan wanita umum terjadi. Efek-efek
yang dikaitkan dengan kebiasaan minum, merokok yang lama dan praktek diet semakin lebih
jelas. Terakhir, perlunya strategi promosi kesehatan dan “gaya hidup sehat” menjadi lebih
penting bagi anggota keluarga yang dewasa.
G. Tahap VII : Orangtua Usia Pertengahan
Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga, tahap usia pertengahan bagi orangtua,
dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau kematian
salah satu pasangan. Tahap ini biasanya dimulai ketika orangtua memasuki usia 45-55 tahun dan
berakhir pada saat seorang pasangan pensiun, biasanya 16-18 tahun kemudian. Biasanya
pasangan suami istri dalam usia pertengahannya merupakan sebuah keluarga inti meskipun
masih berinteraksi dengan orangtua mereka yang lanjut usia dan anggota keluarga lain dari
keluarga asal mereka dan juga anggota keluarga dari hasil perkawinan keturunannya. Pasangan
postparental (pasangan yang anak-anaknya telah meninggalkan rumah) biasanya tidak terisolasi
lagi saat ini ; semakin banyak pasangan usia pertengahan hidup hingga menghabiskan sebagian
masa hidupnya dalam fase postparental, dengan hubungan ikatan keluarga hingga empat
generasi, yang merupakan hal yang biasa (Troll, 1971).
Tahun pertengahan meliputi perubahan-perubahan pada penyesuaian perkawinan
(seringkali lebih baik), pada distribusi kekuasaan antara suami dan isteri (lebih merata), dan pada
peran (diferensiasi peran perkawinan meningkat) (Leslie dan Korman, 1989). Bagi banyak
keluarga yang kepuasan maupun status ekonominya meningkat (Rollins dan Feldman, 1970),
tahun-tahun ini dipandang sebagai usia kehidupan yang paling baik. Misalnya, Olson,
McCubbin, dkk (1983) dalam sebuah survey besar, bersifat nasional dan representatif terhadap
keluarga utuh kelas menengah yang didominasi oleh kulit putih ditemukan bahwa kepuasan
perkawinan dan keluarga, serta kualitas hidup bertambah dan memuncak selama fase
postparental. Keluarga-keluarga usia pertengahan umumnya secara ekonomi lebih baik daripada
tahap-tahap siklus kehidupan lain (McCollough dan Rutenbergm 1988). Partisipasi kekuatan
buruh yang meningkat oleh wanita dan berpendapatan yang lebih tinggi dari pada periode
sebelumnya oleh pria bertanggungjawab untuk keamanan ekonomi yang dialami oleh
kebanyakan keluarga usia pertengahan. Kegiatan-kegiatan waktu luang dan persahabatan yang
dinikmati satu sama lain disebut faktor utama yang menimbulkan kebahagiaan. Kepuasan
seksual juga memiliki korelasi yang positif dengan komunikasi yang lebih baik dan kepuasan
perkawinan (Levin dan Levin, 1975), meskipun para suami dengan usia pertengahan mungkin
mengalami penurunan kemampuan seksual. Komunikasi suami istri yang intim sangat penting
untuk mempertahankan pengertian dan keinginan satu sama lain dalam tahun-tahun ini.
Akan tetapi bagi sejumlah pasangan, tahun-tahun ini umumnya sulit dan berat, karena
masalah-masalah penuaan, hilangnya anak, dan adanya suatu perasaan dalam diri mereka bahwa
mereka gagal menjadi membesarkan anak dan usaha kerja. Selanjutnya, tidak jelas apa yang
terjadi dengan kepuasan perkawinan dan keluarga melewati siklus kehidupan berkeluarga.
Beberapa studi tentang kepuasan perkawinan memperlihatkan bahwa kepuasan perkawinan
menurun tajam setelah perkawinan berlangsung dan terus menurun hingga tahun pertengahan.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Pada saat anak bungsu meninggalkan rumah, banyak wanita yang menyalurkan kembali
tenaga dan hidup mereka dalam persiapan untuk mengisi rumah yang telah ditinggalkan anak-
anak. Bagi sejumlah wanita, krisis usia pertengahan (telah dibicarakan dalam tahap sebelumnya)
dialami selama masa awal siklus kehidupan ini. Wanita berupaya mendorong anak mereka yang
sedang sedang tumbuh agar mandiri dengan menegaskan kembali hubungan mereka dengan
anak-anak tersebut (tidak mengusik kehidupan pribadi dan kehidupan keluarga mereka). Dalam
upaya untuk mempertahankan perasaan yang sehat dan sejahtera, lebih banyak wanita memulai
gaya hidup yang lebih sehat yaitu pengontrolan peran badan, diet seimbang, program olahraga
yang teratur, dan istirahat yang cukup, dan juga memperoleh dan menikmati karier, pekerjaan,
kecakapan yang kreatif.
Dalam hal kerja, pria mungkin mengalami frustasi dan kekecewaan yang sama yang
terdapat dapat tahap sebelumnya. Di satu pihak, pria mungkin berada pada puncak kariernya dan
tidak perlu bekerja sekeras sebelumnya, atau dilain pihak mereka mungkin merasa pekerjaan
mereka bersifat monoton setelah 20 – 30 tahun menekuni pekerjaan yang sama. Banyak sekali
pekerja kelas menengah menderita karena “fenomena lateau” – dimana tidak ada lagi kenaikan
gaji dan promosi – menyebabkan mereka merasa bosan. Dalam kondisi ini, ketidakpuasan
terhadap karier catatan mencapai proporsi lampu kuning, membuat banyak orang pada kerja
pertengahan ini tidak kerja karena ketidakpuasan, bosan, dan stagnasi. Karena secara tradisional
bekerja merupakan peran sentral bagi pria dalam hidup, pengalaman ketidakpuasan terhadap
pekerjaan ini amat mempengaruhi tingkat stress dan status kesehatan umum.
Pengupayaan aktifitas dan hobbi di waktu luang sangat berarti selama berlangsungnya
tahap ini, karena lebih banyak waktu yang tersedia dan persiapan kecil harus berlangsung secara
lebih terencana.
Tugas perkembangan yang penting pada tahap ini adalah penentuan lingkungan yang
sehat. Dalam masa inilah upaya untuk melaksanakan gaya hidup sehat menjadi lebih menonjol
bagi pasangan, meskipun kenyataannya bahwa mungkin mereka telah melakukan kebiasaan-
kebiasaan yang sifatnya merusak diri selama 45 – 65 tahun. Meskipun dapat dianjurkan
sekarang, mereka “lebih baik sekarang dari pada tidak pernah” adalah selalu benar, agaknya
terlalu terlambat untuk mengembalikan perubahan-perubahan fisiologis yang telah terjadi serti
aertritis akibat in aktivitas, tekanan darah tinggi karena kurangnya olahraga, stress yang
berkepanjangan, menurunnya kapasitas vital akibat merokok.
Tabel. Tahap VII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan orang tua usia pertengahan dan
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Orangtua usia pertengahan 1. Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan.
2. Mempertahankan hubungan-hubungan yang memuaskan
dan penuh arti dengan para orangtua lansia dan anak-anak.
3. Memperkokoh hubungan perkawinan.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Motivasi utama orang usia pertengahan untuk memperbaiki gaya hidup mereka adalah
karena adanya perasaan rentan terhadap penyakit yang dibangkitkan bila seorang teman atau
anggota keluarga mengalami serangan jantung, stroke atau kanker. Selain takut, keyakinan
bahwa pemeriksaan yang teratur dan kebiasaan hidup yang sehat merupakan cara-cara yang
efektif untuk mengurangi ketentuan terhadap berbagai penyakit juga merupakan kekuatan
pendorong yang ampuh. Penyakit hati, kanker dan stroke merupakan 2/3 dari semua penyebab
kematian antara usia 46 – 64 tahun, dan berbagai kematian urutan keempat (Pusat Statistik
Kesehatan Nasional, 1989).
Tugas perkembangan yang kedua berkaitan dengan upaya melestarikan hubungan yang
penuh arti dan memuaskan antara orang tua yang lanjut usia dengan anak-anak. Dengan
menerima dan menyambut cucu mereka ke dalam keluarga dan meningkatkan hubungan antar
generasi, tugas perkembangan ini dapat mendatangkan penghargaa yang tinggi Duvall (1977).
Tugas perkembangan ini memungkinkan pasangan usia perpidahan terus merasa seperti sebuah
keluarga dan mendatangkan kebahagian yang berasal dari posisi sebagai kakek – nenek tanpa
tanggungjawab sebagai orangtua selama 24 jam. Karena umum harapan hidup meningkat,
menjadi seorang kakek nenek secara khusus terjadi pada tahap siklus kehidupan ini (Spray dan
Mattews, 1982). Kakek nenek memberikan dukungan besar kepada anak dan cucu mereka pada
saat-saat kritis dan membantu anak-anak mereka melalui pemberian dorongan dan dukungan
Bengstone dan Robertson, 1985)
Peran yang lebih problematik adalah yang berhubungan dengan dan membantu orang tua
lansia dan kadang-kadang anggota keluarga besar yang lebih yang tua. 86 persen pasangan usia
pertengahan minimal memiliki satu orangtua yang masih hidup (Ages stade, 1988). Jadi,
tanggungjawab memberikan perawatan bagi orangtua lansia yang lemah dan sakit-sakitan
merupakan pengalaman yang tidak asyik. Banyak wanita yang merasa berada dalam “himpitan
generasi” dalam upaya mereka mengimbangi kebutuhan-kebutuhan orangtua mereka yang
berusia lanjut, anak-anak, dan cucu-cucu mereka. Berbagai peran antar generasi kelihatannya
lebih bersifat ekslusif dikalangan minoritas seperti keluarga-keluarga Asia dan Amerika Latin.
Tugas perkembangan ketiga yang hendak dibahas disini adalah tugas perkembangan
untuk memperkokoh hubungan perkawinan. Sekarang pasangan tersebut benar-benar sendirian
setelah bertahun-tahun dikelilingi oleh anggota keluarga dan hubungan-hubungan. Meskipun
muncul sebagai sambutan kelegahan, bagi kebanyakan pasangan merupakan pengalaman yang
menyulitkan untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan menikah dari pada sebagai
orangtua. Wright dan Leahey, (1984) melukiskan tugas perkembangan ini sebagai “reinvestasi
identitas pasangan dengan perkembangan keinginan independen yang terjadi secara bersamaan”.
Keseimbangan tendensi-independency antara pasangan perlu di uji kembali, seperti keinginan
independent yang lebih besar dan juga perhatian satu sama lain yang penuh arti.
Bagi pasangan yang mengalami masalah, tekanan hidup yang menurun dalam tahun-
tahun Postparental tidak mendatangkan kebahagiaan perkawinan, melainkan menimbulkan
“kebohongan”. Menurut Kerrckhoff, (1976) para konseler perkawinan telah lama mengamati
bahwa ketika timbul perselisihan dalam perkawinan selama tahun-tahun pertengahan, serikali
berkaitan dengan jemunya ikatan, bukan karena kualitas traumatiknya. Karakteristik umum dari
masa ini, berkaitan dengan kepuasan diri sendiri dan berada dalam kebahagiaan yang
membosankan.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah kesehatan yang disebut dalam seluruh deskripsi tahap siklus kehidupan ini meliputi :
1. Kebutuhan promosi kesehatan, istirahat yang cukup, kegiatan waktu luang dan tidur,
nutrisi yang baik, program olahraga yang teratur, pengurangan berat badan hingga berat
badan yang optimum, berhenti merokok, berhenti atau mengurangi penggunaan alkohol,
pemeriksaan skrining kesehatan preventif.
2. Masalah-masalah hubungan perkawinan.
3. Komunikasi dan hubungan dengan anak-anak, ipar, dan cucu, dan orangtua yang berusia
lanjut.
4. Masalah yang berhubungan dengan perawatan ; membantu perawatan orangtua yang
berusia atau tidak mampu merawat diri.
H. Tahap VIII : Keluarga dalam Masa Pensiun dan Lansia
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan
memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal, dan berakhir
dengan pasangan lain meninggal (Duvall dan Miller, 1985). Jumlah lansia-berusia 65 tahun atau
lebih di negara kami meningkat dengan pesat dalam dua dekade terakhir ini, dua kali lipat dari
sisa populasi. Pada tahun 1970, terdapat 19,9 juta orang berusia 65 tahun, jumlah ini merupakan
9,8 persen dari seluruh populasi. Menjelang tahun 1990, menurut angka-angka sensus, populasi
lansia berkembangan hingga angka 31,7 juta (12,7 persen dari total populasi). Menjelang tahun
2020, 17,2 persen penduduk negara ini berusia 65 tahun atau lebih (gambar 1). Informasi tentang
usia populasi menyatakan “penduduk yang lebih tua” populasi 85 tahun ke atas secara khusus
tumbuh dengan cepat. Populasi berumur di atas 85 tahun tumbuh hingga 2,2 juta jiwa pada tahun
1980. Diproyeksikan pada tahun 2020 populasi ini akan berjumlah hingga 7,1 juta jiwa (2,7
persen dari seluruh populasi). Akibat dari semakin majunya pencegahan penyakit dan perawatan
kesehatan, lebih banyak orang yang diharapkan dapat bertahan hidup hingga 10 dekade. Karena
bertambahnya populasi lansia, maka semakin mungkin orang-orang yang lebih tua akan memiliki
minimal 1 orangtua yang masih hidup (Biro Sensus Amerika, 1984)
Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat berbeda dikalangan keluarga lanjut usia.
Beberapa orang merasa menyedihkan, sementara yang lain merasa hal ini merupakan tahun-
tahun terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari mereka tergantung pada sumber-sumber
finansial yang adekuat, kemampuan memelihara rumah yang memuaskan, dan status kesehatan
individu. Mereka yang tidak lagi mandiri karena sakit, umumnya memiliki moral yang rendah
dan keadaan fisik yang buruk sering merupakan anteseden penyakit mental dikalangan lansia
(Lowenthal, 1972). Sebaliknya lansia yang menjaga kesehatan mereka, tetap aktif dan memiliki
sumber-sumber ekonomi yang memadai menggambarkan proporsi orang-orang yang lebih tua
dan substansial dan senantiasa berpikir positif terhadap kehidupan ini.
Sikap Masyarakat terhadap Lansia.
Masyarakat kami menekankan prestasi-prestasi mereka di masa muda mereka, yaitu masa jaya
kaum muda. Oleh karena itu, kaum dewasa, dengan berdandan, berpakaian, dan bergaya,
mencoba mempertahankan penampilan muda mereka selama mungkin. Penuaan sering diartikan
sebagai hilangnya rambut, teman-teman, aspirasi dan kekuatan. Bagi komunitas dengan keluarga
individu dan keluarga besar, menangani lansia mempunyai konotasi negatif, seseorang dibebani
dengan perasaan yang menyusahkan dengan masalah-masalah yang menekan. Disamping itu,
masyarakat juga tidak membiarkan kebanyakan lansia tetap produktif. Oleh karena itu, penilaian
masyarakat yang negatif terhadap lansia mempengaruhi citra diri mereka.
Namun sekarang banyak asosiasi dan banyak literatur menyokong dan melukiskan
kekuatan, sumber-sumber dan aspek-aspek positif dari penuaan. Hal ini sering mengurangi
pemikiran negativisme dan stereotipe tentang lansia dan membantu kita mengenali asset lansia
dan keanekaragama gaya hidup yang menyolok dikalangan kelompok lansia ini.
Sikap kita terhadap penuaan dan lansia, meskipun masih negatif, tampaknya muluai
berubah. Studi-studi belakangan ini yang dilakukan untuk meneliti sikap masyarakat terhadap
lansia telah mengakui bahwa lansia dipandang secara positif (Austin, 1985 ; Schonfield, 1982).
McCubbin dan Dahl (1985) melaporkan bahwa “banyak pengamat percaya bahwa lansia telah
memperoleh kembali kehormatan di Amerika Serikat. Generasi baru lansia berpendidikan lebih
baik, lebih makmur, lebih sehat, dan lebih aktif daripada generasi lansia sebelumnya
mendefinisikan kembali pemikiran tentang “menjadi tua” . Perubahan dalam sikap ini sebaliknya
akan memperkokoh citra kaum lansia terhadap diri mereka sendiri.
Kehilangan-Kehilangan yang Lazim bagi Lansia dan Keluarga.
Karena proses menua berlangsung dan masa pensiun menjadi suatu kenyataan, maka ada
berbagai macam stressor atau kehilangan-kehilangan yang dialami oleh mayoritas lansia dan
pasangan-pasangan yang mengacaukan transisi peran mereka. Hal ini meliputi :
Ekonomi ; menyesuaikan terhadap pendapatan yang turun secara substansial,
mungkin kemudian menyesuaikan terhadap ketergantungan ekonomi (ketergantungan
pada keluarga atau subsidi pemerintah).
Perumahan ; sering pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil dan kemudian dipaksa
pindah ke tatanan institusi.
Sosial ; kehilangan (kematian) saudara, teman-teman dan pasangan.
Pekerjaan ; keharusan pensiun dan hilangnya peran dalam pekerjaan dan perasaan
produktifitas.
Kesehatan ; menurunnya fungsi fisik, mental dan kognitif ; memberikan perawatan
bagi pasangan yang kurang sehat.
Pensiun.
Dengan hilangnya peran sebagai orangtua dan kerja, maka perlu ada suatu reorientasi dikalangan
individu dan pasangan lansia. Pensiun membutuhkan resosialisasi terhadap peran-peran baru dan
gaya hidup baru. Akan tetapi, perubahan macam apa yang dikehendaki, benar-benar tidak jelas,
karena peran dan norma-norma bagi lansia adalah ambigu. Wanita yang benar-benar terpikat
dengan peran sebagai ibu dan suami dan atau istri yang terlibat penuh dalam pekerjaan mereka
diprediksi memiliki derajat kesulitan penyesuaian yang paling tinggi. Untuk mengisi pekerjaan
yang kosong, kini semakin banyak pria yang mengambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan
rumah tangga, menerima peran-peran yang lebih ekspresif, suatu perubahan yang menuntut
pertukaran peranan pada sisi wanita. Penyesuaian suami yang pensiun terhadap tugas-tugas ibu
rumah tangga yang dikerjakan sama-sama tergantung pada sistem nilai suami. Jika suami
memandang jenis pekerjaan tersebut sebagai “pekerjaan wanita” dan menganggap pekerjaan-
pekerjaan tersebut kurang memiliki arti baginya, maka ia merasa harkatnya turun dalam
pekerjaan semacam itu. Troll (1971) menemukan sikap ini benar-benar terjadi pada pria dari
golongan pekerja, yang lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari pada pria
dari golongan pekerja, yang lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari pada
pria kelas menengah. Pensiun bagi kaum wanita cenderung tidak terlalu sulit untuk beradaptasi
karena mereka masih punya peran-peran domestik. Selanjutnya, wanita kemungkinan besar
pensiun atas permintaan.
Dalam kasus apa saja, pensiun menuntut modifikasi peran dan merupakan saat terjadinya
penurunan harga diri, pendapatan, status dan kesehatan, paling tidak untuk sementara. Tapi
meskipun timbul tuntutan-tuntuta dan kehilangan-kehilangan yang baru ini, kebanyakan lansia
melaporkan sikap positif terhadap pensiun (Kell dan Patton, 1978).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Memelihara pengaturan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas paling penting dari
keluarga-keluarga lansia. Perumahan setelah pensiun seringkali menjadi masalah. Dalam tahun-
tahun segera setelah pensiun, pasangan tetap tinggal di rumah hingga pajak harta benda, kondisi
tetangga, ukuran dan kondisi rumah atau kesehatan memaksa mereka mencari akomodasi yang
lebih sederhana. Meskipun mayoritas lansia memiliki rumah sendiri, namun sebagian besar dari
rumah-rumah tersebut telah tua dan rusak dan banyak yang terletak di daerah-daerah tingkat
kejahatan yang tinggi dimana lansia kemungkinan besar menjadi korban kejahatan. Seringkali,
lansia tinggal di rumah ini karena tidak ada pilihan yang cocok (Kalish, 1975). Namun demikian,
lansia yang tinggal di rumah mereka sendiri, umumnya menyesuaikan diri lebih baik dari pada
yang tinggal di rumah anak-anak mereka. Orangtua biasanya pindah ke salah satu anak mereka
karena penurunan kesehatan dan status ekonomi, mereka tidak punya pilihan lain, dan ini
terbukti merupakan suatu pengaturan yang tidak memuaskan bagi lansia (Lopata, 1973).
Tabel. Tahap VIII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan keluarga dalam masa pensiun
dan lansia, dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus
Kehidupan Keluarga
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga Lansia 1. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
2. Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun.
3. Mempertahankan hubungan perkawinan.
4. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan.
5. Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi.
6. Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (penelaahan dan
integrasi hidup).
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Pengaturan hidup seseorang merupakan suatu prediktor kesejahteraan yang ampuh
dikalangan lansia (Berresi et al, 1984). Relokasi merupakan pengalaman traumatik bagi lansia,
apakah itu perpindahan sukarela atau tidak. Itu berarti meninggalkan pertalian tetangga dan
persahabatan yang telah memberikan lansia rasa aman dan stabilitas. Relokasi berarti berpisah
dari warisan seseorang dan isyarat yang mendukung kenangan lama (Lawton, 1980). Relokasi
tidak mempengaruhi semua lansia dengan cara yang sama. Dengan persiapan yang memadai dan
perencanaan perubahan yang hati-hati, lingkungan baru dapat berpengaruh positif terhadap
lansia. Namun demikian, sejumlah temuan menyatakan bahwa ketika orang-orang lansia pindah,
sering mengakibatkan kemerosotan kesehatan (Lawton, 1985).
Hanya sekitar 5 persen lansia yang tinggal dalam institusi. Kelemahan memaksa lansia
masuk panti perawatan dan rumah pensiun karena kurangnya bantuan di rumah. Penyediaan
bantuan secara penuh di rumah atau, yang lebih mungkin, pelayanan kesehatan paruh waktu dan
pelayanan rumah tangga lewat lembaga kesehatan rumah dan lembaga pelayanan rumah tangga,
dirasa lebih manusiawi dan bersifat protektif terhadap kebutuhan-kebutuhan lansia untuk tetap
berada di rumah sendiri dan tetap mempertahankan kemadiriannya selama mungkin, dan juga
jauh lebih murah dari pada dimasukkan ke dalam institusi. Meskipun sulit, seringkali salah satu
pasangan dan/atau anak-anak yang sudah dewasa dari pasangan tersebut (atau orangtua yang
masih hidup) harus memutuskan cara terbaik yang ditempuh – pelayanan kesehatan di rumah,
panti pensiunan, panti perawatan, atau tinggal dengan anak-anak yang telah dewasa.
Tugas perkembangan yang kedua bagi keluarga lansia adalah penyesuaian terhadap
pendapatan yang menurun. Ketika pensiun, terjadi penurunan pendapatan secara tajam dan
seiring dengan berlalunya tahun, pendapatanpun semakin menurun dan semakin tidak memadai
karena terus naiknya biaya hidup dan terkurasnya tabungan. Pada tahun 1989, seperlima dari
populasi Amerika Serikat tergolong miskin atau hampir miskin (AARP, 1990).
Secara substansial, lansia kurang memiliki pendapatan dalam bentuk uang kontan
dibandingkan dengan mereka yang berumur 65 tahun. Kaum lansia amat sangat tergantung pada
keuntungan dan asset pendapatan Jaminan Sosial (Social security). Lebih banyak lansia wanita
yang cenderung miskin ; hampir 71,8 persen dari seluruh populasi lansia adalah wanita. Kaum
lansia dari kalangan kulit hitam dan hispanik cenderung memiliki pendapatan dan pendapatan
rata-rata jauh lebih sedikit dari rekan mereka dari golongan kulit putih (U.S Senate Special
Committee on Aging, 1987-1988).
Karena sering munculnya masalah-masalah kesehatan jangka panjang, pengeluaran
kesehatan merupakan masalah finansial yang utama. Kaum lansia lebih banyak menghabiskan
uang untuk perawatan kesehatan – baik dalam nilai riil dollar maupun dalam bentuk persentase
total pengeluaran bila dibandingkan dengan yang bukan lansia. Medicare tentu saja mengurangi
sebagian dari masalah ini, tapi masih belum bisa diprediksi dan masih banyak pengeluaran
dengan uang sendiri yang harus dibayar. Misalnya bagian B dari Medicare meliputi hanya 80
persen dari biaya “yang layak” untuk pelayanan medis. Karena tipe dari sistem pembayaran
biaya atas pelayanan (fee for service), banyak dokter akan menyuruh pasiennya untuk kembali
beberapa kali dari pada yang dibutuhkan untuk memberikan perawatan medis yang efektif dan
aman. Medicaid juga disediakan untuk mereka yang tergolong fakir miskin dan memenuhi
kualifikasi Supplementary Security Income (SSI). Program asuransi kesehatan ini melengkapi
cakupan Medicare.
Karena umur harapan hidup meningkat, lebih banyak lagi lansia yang hidup bertahun-
tahun dengan masalah kesehatan. Meskipun wanita hidup lebih lama dari pada pria, dan
kesenjangan umur harapan hidup antara pria dan wanita meningkat, banyak pula pasangan
menikah yang dapat bertahan hidup lebih lama. Masalah-masalah perawatan bagi pasangan
lansia lebih sulit dari pada pensiunan janda. Sedikit pertimbangan diberikan bagi unit keluarga
dalam tahap siklus kehidupan ini, selama orang tersebut memiliki kemungkinan dalam
kemiskinan sebagai akibat dari biaya kesehatan yang meninggi dan masalah-masalah sosial.
Mempertahankan hubungan perkawinan yang merupakan tugas perkembangan yang
ketiga, menjadi penting dalam kebahagiaan keluarga. Perkawinan yang dirasakan memuaskan
dalam tahun-tahun berikutnya biasanya mempunyai sejarah positif yang panjang, dan sebaliknya.
Riset membuktikan bahwa perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan
aktifitas yang berlangsung dari kedua pasangan lansia (Lee, 1978).
Salah satu mitos tentang lansia adalah bahwa dorongan seks dan aktivitas seksual
mungkin tidak ada lagi (atau tidak boleh ada). Akan tetapi, sebuah riset memperlihatkan
kebalikannya. Studi-studi semacam ini menemukan bahwa meskipun terjadi penurunan kapasitas
seksual secara perlahan-lahan, namun keinginan dalam kegiatan seksual terus ada bahkan
meningkat (Lobsenz, 1975). Sehat sakit kadang-kadang menurunkan dorongan seksual, tapi
biasanya, menurunnya aktifitas seksual disebabkan oleh masalah-masalah sosio emosional.
Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan, yang merupakan tugas perkembangan
yang keempat, secara umum merupakan perkembangan yang paling traumatis. Sebagaimana
ditunjukkan pada data statistik di bawah ini, wanita lansia lebih menderita karena kematian
pasangannya dari pada pria. Menurut angka statistik tahun 1986, tiga perempat dari seluruh
lansia hidup bersama pasangan mereka, sementara hanya 38 persen wanita lansia yang hidup
dengan pasangan mereka, 51 persen adalah janda (U.S Senate Special Committee on Aging,
1987-1988).
Dibandingkan dengan kelompok muda, lansia menyadari kematian sebagai bagian dari
proses kehidupan yang normal. Sebuah studi menyatakan bahwa hanya 3 dari 80 persen lansia
yang merasa sulit untuk membicarakan kematian (Duval, 1977). Akan tetapi, kesadaran akan
kematian tersebut tidak berarti bahwa pasangan yang ditinggalkan akan menemukan penyesuaian
terhadap kematian dengan mudah. Kehilangan pasangan pasti membawa pengaruh, janda-janda
yang ditinggal mati suami lebih awal, dan yang masih hidup kemungkinan besar akan mengalami
masalah kesehatan yang serius (isolasi sosial, mau bunuh diri atau sakit jiwa). Selain itu,
hilangnya seorang pasangan menuntut reorganiasi fungsi keluarga secara total. Ini khususnya
sulit dicapai secara memuaskan, karena kehilangan mengurangi sumber-sumber emosional dan
ekonomi yang diperlukan untuk menghadapi perubahan tersebut. Bagi wanita, ini berarti
perubahan dari saing ketergantungan dan membagi kegiatan-kegiatan kehidupan bersama-sama
menjadi sendiri atau bergabung dengan kelompok wanita lansia yang tidak punya ikatan. Bagi
pria, kehilangan pasangan hidup berarti kehilangan teman-teman serta hubungan sanak famili,
keluarga, dan dunia sosial secara umum. Duda lansia tidak punya minat yang sama atau tidak
punya kemampuan melaksanakan peran-peran ibu rumah tangga, dan seringkali membutuhkan
bantuan dalam menyiapkan makanan, menjalankan tugas rumah tangga dan perawatan umum.
Besarnya penyesuaian diri yang sulit dapat dilihat dari meningkatnya kasus bunuh diri
dalam kelompok individu diatas 65 tahun. Meskipun terjadi peningkatan kasus bunuh diri
dikalangan wanita diatas 65 tahun, namun jumlah terbesar kasus bunuh diri ditemukan
dikalangan populasi pria lansia. Sebuah tinjauan beberapa studi kasus tentang bunuh diri
dikalangan kelompok ini menunjukkan bahwa usaha untuk bunuh diri dan bunuh diri yang telah
terjadi sering terjadi setelah kematian pasangan hidup (Rushing, 1968).
Studi-studi tentang janda secara konsisten mempelajari kondisi-kondisi hidup janda yang
sulit dan kehidupan janda. Janda memiliki moral yang lebih rendah dan memiliki peran-peran
sosial yang lebih sedikit dari pada wanita bersuami dalam kelompok umur yang sama. Para janda
memiliki uang sedikit untuk hidup mereka dan terbukti perawatan diri mereka sangat
memprihatinkan dalam kaitannya dengan diet, latihan, alkohol, konsumsi tembakau (Hutchison,
1975). Bild dan Havighurst (1976), dalam sebuah studi besar tentang lansia di Chicago Amerika
Serikat, melaporkan bahwa kematian pasangan melunturkan dukungan paling kuat dari lansia,
meskipun anak-anak (jika ada) mengisi kekosongan tersebut. Banyak dari mereka yang terisolasi
adalah “mereka yang tidak pernah menikah” dan janda tanpa anak.
Tugas perkembangan yang kelima menyangkut pemeliharaan ikatan keluarga
antargenerasi. Meskipun ada suatu kecenderungan bagi lansia untuk menjauhkan diri dari
hubungan sosial, keluarga tetap menjadi fokus interaksi-interaksi sosial lansia dan sumber utama
dukungan sosial. Karena lansia menarik diri dari aktifitas-aktifitas dunia sekitarnya, hubungan-
hubungan dengan pasangan, anak-anak dan cucu-cucu dan saudara-saudaranya menjadi lebih
penting. Mayoritas lansia di Amerika hidup dekat dengan anggota keluarga besar dan sering
melakukan kontak dengan mereka (Harris et al, 1975 ; Shanas, 1968, 1980). Oleh karena itu,
anggota keluarga merupakan sumber utama bantuan dan interaksi sosial. Keluarga lansia
biasanya saling memberikan bantuan satu sama lain sejauh mereka mampu.
Karena menjadi orangtua, mereka harus memahami keberadaan mereka. Berbicara
tentang kehidupan masa lalu seseorang yang disebut penelaahan hidup (life review) merupakan
aktifitas yang vital dan umum, karena aktifitas ini menggambarkan suatu penelaahan terhadap
arti sentral dari kehidupan. Aktivitas ini dipandang sebagai tugas perkembangan “tipe kognitif”
yang keenam. Hal penting dari aktifitas ini terletak pada fakta bahwa penelaahan kehidupan
memudahkan penyesuaian terhadap situasi-situasi yang sulit dan memberikan pandangan
terhadap kejadian-kejadian masa lalu. Lansia sangat peduli dengan kualitas hidup mereka dan
berharap agar dapat hidup terhormat dengan kemegahan dan penuh arti (Duvall, 1977).
Masalah-Masalah Kesehatan.
Berdasarkan laporan tahun 1987-1988 yang dikeluarkan oleh US. Senate Special
Committee on Aging, lansia merupakan pemakai pelayanan kesehatan paling menonjol. Lebih
dari 4 dari 5 lansia memiliki minimal satu kondisi kronis dan kondisi multipel yang lazim
diderita oleh lansia. Lansia merupakan 12 persen dari total populasi, tapi mereka menggunakan
33 persen dari pembelajaan perawatan kesehatan di Amerika Serikat.
Faktor-faktor seperti menurunnya fungsi dan kekuatan fisik, sumber-sumber finansial
yang tidak memadai, isolasi sosial, kesepian dan banyak kehilangan lainnya yang dialami oleh
lansia menunjukkan adanya kerentanan psikofisiologi dari lansia (Kelley et al, 1977). Oleh
karena itu, terdapat masalah-masalah kesehatan yang multipel. Pasangan atau individu lansia
dalam semua fase sakit kronis mulai dari fase akut hingga fase rehabilitasi sangat membutuhkan
bantuan. Baik fungsi-fungsi yang terkait secara medis (pengkajian fisik, reaksi-reaksi yang
buruk) dan fungsi-fungsi keperawatan (mengkaji respons klien terhadap sakit dan pengobatan
serta kemampuan koping) adalah relevan disini. Promosi kesehatan tetap menjadi hal yang
sangat penting, khususnya dalam bidang nutrisi, latihan, pecegahan cidera, penggunaan obat
yang aman, pemakaian pelayanan preventif dan berhenti merokok.
Isolasi sosial, depresi, gangguan kognitif (yang mungkin berkaitan dengan sejumlah
masalah termasuk penyakit (Alzheimer), dan masalah-masalah psikologis adalah masalah
kesehatan yang serius, khususnya bila bersama-sama dengan sakit fisik. Pengkajian dan
penggunaan sistem dukungan sosial keluarga atau individu harus menjadi bagian integral dari
perawatan kesehatan keluarga.
Proses menua dan menurunnya kesehatan menyebabkan betapa pentingnya pasangan
menikah saling menolong satu sama lain. Karena wanita hidup lebih lama dari pada pria, dan
biasanya mereka orang yang membantu suami yang sakit atau yang tidak berdaya. Dalam
kebanyakan kasus, penyakit bersifat kronis dan berkembang menjadi tak berdaya, sehingga perlu
waktu untuk menyesuaikan terhadap situasi terakhir. Suami menemukan tugas merawat istri
sebagai suatu tugas yang lebih sulit, karena peran merawat, memelihara dan menjadi ibu rumah
tangga semata-mata masih sebagai peran wanita.
Definisi nutrisi dikalangan lansia terjadi secara luas dan menimbulkan banyak masalah
yang berkaitan dengan penuaan (lemah, bingung, depresi, konstipasi, dan ada beberapa lagi).
Masalah yang berkaitan dengan perumahan, penghasilan yang cocok, rekreasi dan
fasilitas perawatan kesehatan yang adekuat secara merugikan mempengaruhi status kesehatan
lansia. Kejadian seperti jatuh dan kecelakaan lain di rumah sangat banyak, sehingga alat-alat
dalam lingkungan yang aman merupakan kebutuhan yang penting. Program-program pemerintah
tidak secara adekuat menyediakan pensiun yang aman, seperti terlihat pada masalah-masalah
yang menyangkut penggunaan panti perawatan, fasilitas-fasilitas board-on-care jangka panjang
dan rumah sakit jiwa laksana gudang di bawah tanah.