30
SINDROMA CAUDA EQUINA Cauda equina merupakan kumpulan akar saraf intradural pada ujung medulla spinalis. Cauda merupakan bahasa latin dari ekor, dan equina adalah bahasa latin untuk kuda, sehingga berarti ekor kuda. Medula spinalis adalah kelanjutan medulla oblongata kearah bawah yang dimulai tepat dibawah foramen magnum dan berakhir pada diskus intervertebralis antara vertebrae lumbalis pertama dan kedua sebagai struktur yang mengecil yang disebut conus medullaris, terdiri dari segmen medulla spinalis sakralis. Ini memberi inervasi sensorik ke “saddle area”, inervasi motorik ke sfingter dan inervasi parasimpatis ke kandung kencing dan usus bagian bawah, yaitu dari flexura lienalis kiri ke rektum. Saraf pada region cauda equina meliputi lumbal bagian bawah dan semua akar saraf sakralis. Nervus splanchnic pelvicus membawa serat parasimpatis preganglionik dari S2-S4 untuk menginervasi musculus detrusor pada kandung kencing. Sebaliknya lower motor neuron somatic dari S2-S4 menginervasi otot volunter dari sfingter ani eksterna dan sfingter uretra ke rektum inferior, dan percabangan perineum dari nervus pudendus. Oleh karena itu akar saraf region cauda equina membawa sensasi dari ekstremitas bawah, somatom perineum, dan serta motorik yang keluar ke miotom ekstremitas bawah. Lanjutan dari conus yag tipis, seperti benang yaitu filum terminale merupakan elemen non neuron dalam region cauda equina yang meluas ke bawah menuju coccygeus.

Sindroma Cauda Equina

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sindroma Cauda Equina

Citation preview

Page 1: Sindroma Cauda Equina

SINDROMA CAUDA EQUINA

Cauda equina merupakan kumpulan akar saraf intradural pada ujung medulla spinalis.

Cauda merupakan bahasa latin dari ekor, dan equina adalah bahasa latin untuk kuda, sehingga

berarti ekor kuda. Medula spinalis adalah kelanjutan medulla oblongata kearah bawah yang

dimulai tepat dibawah foramen magnum dan berakhir pada diskus intervertebralis antara

vertebrae lumbalis pertama dan kedua sebagai struktur yang mengecil yang disebut conus

medullaris, terdiri dari segmen medulla spinalis sakralis. Ini memberi inervasi sensorik ke

“saddle area”, inervasi motorik ke sfingter dan inervasi parasimpatis ke kandung kencing dan

usus bagian bawah, yaitu dari flexura lienalis kiri ke rektum.

Saraf pada region cauda equina meliputi lumbal bagian bawah dan semua akar saraf

sakralis. Nervus splanchnic pelvicus membawa serat parasimpatis preganglionik dari S2-S4

untuk menginervasi musculus detrusor pada kandung kencing. Sebaliknya lower motor neuron

somatic dari S2-S4 menginervasi otot volunter dari sfingter ani eksterna dan sfingter uretra ke

rektum inferior, dan percabangan perineum dari nervus pudendus. Oleh karena itu akar saraf

region cauda equina membawa sensasi dari ekstremitas bawah, somatom perineum, dan serta

motorik yang keluar ke miotom ekstremitas bawah. Lanjutan dari conus yag tipis, seperti benang

yaitu filum terminale merupakan elemen non neuron dalam region cauda equina yang meluas ke

bawah menuju coccygeus.

Cauda Equina Syndrome (CES), suatu kelainan neurologis yang jarang ditemukan,

merupakan kombinasi gejala dan tanda akibat kompresi simultan akar saraf lumbosakral multiple

di bawah level conus medullaris. Manifestasi klinis neuromuskular dan urogenital bervariasi

dengan karakteristik gangguannya adalah nyeri punggung bawah, ischialgia bilateral atau

unilateral, kelemahan bilateral atau unilateral ekstremitas bawah, hipestesi atau anestesi perianal

atau tipe sadel, impotensi, bersamaan dengan disfungsi bowel dan bladder. CES merupakan

kasus yang jarang terjadi baik yang diakibatkan oleh trauma maupun nontrauma. Insidensi CES

bervariasi, tergantung pada etiologinya. Prevalensi di antara populasi umum diperkirakan antara

1:100.000 dan 1:33.000. Penyebab paling umum adalah herniasi diskus lumbalis. Dilaporkan

oleh lebih kurang 1% sampai 10% pasien herniasi diskus lumbal.

Page 2: Sindroma Cauda Equina

Sindroma cauda equina merupakan kondisi yang serius. Meskipun lesi secara teknik melibatkan

akar saraf dan menunjukkan kerusakan saraf “perifer”, akibat yang ditimbulkan dapat

irreversibel sehingga CES memerlukan tidakan bedah emergensi. Sindroma cauda equina

dianggap sebagai darurat bedah karena jika tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan

permanen kontrol usus dan kandung kemih dan kelumpuhan kaki.

ANATOMI

Tulang belakang terdiri dari 24 tulang yang dapat digerakkan, dinamakan vertebrae.

Terdapat 7 ruas vertebrae segmen cervival, 12 segmen thoracal, 5 segmen lumbal, 4 segmen

sacrum dan 4 segmen coccygeus yang bersatu. Segmen lumbal tulang belakang (terutama

vertebrae Lumbal 5) menyangga berat badan terbesar.

Foramen vertebra adalah cincin tipis tulang vertebra yang terdiri dari bagian corpus,

pediculus, dan lamina. Setiap segmen tulang belakang memiliki karakter yang berbeda. Foramen

vertebra dari kumpulan tiap level vertebra akan membentuk canalis vertebralis, ruang dimana

medulla spinalis berada.

Antara tulang vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis dan facet joint. Diskus

intervertebralis berupa jaringan ikat mirip gel yang mengikat satu tulang vertebra pada tulang

vertebra selanjutnya dan berfungsi sebagai bantalan atau peredam goncangan antar tulang

vertebra. Fungsi ini melindungi vertebra, otak dan struktur lainnya. Adanya diskus

intervertebralis juga memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi.6

Diantara corpus vertebra, terdapat sebuah massa fibrous yang berfungsi sebagai bantalan

absorber yang disebut diskus. Diskus ini tetap berada di tempatnya karena disokong oleh

ligamen-ligamen.

Diskus intervertebralis terdiri dari dua komponen yang berbeda: annulus fibrosus di

bagian luar dan nucleus pulposus, massa gelatin di bagian dalam. Mereka tertambat pada

vertebra di bagian atas dan bagian bawah oleh cartilage end plates. Pada diskus normal, air

merupakan komponen penting dari nucleus. Namun, seiring dengan bertambahnya usia,

kandungan air dalam diskus berkurang dan menyebabkan degenerasi diskus.8 Medula spinalis

Page 3: Sindroma Cauda Equina

pada orang dewasa berakhir pada level vertebra antara L1 dan L2 dengan sekumpulan berkas

akar saraf lumbal dan sacral dalam kanalis spinalis yang membentuk cauda equina di bawah

medulla spinalis. Akar-akar saraf itu kemudian terpisah dan keluar dari kanalis spinalis melalui

foramina intervertebrale yang sesuai. Cauda equina terlindung dalam ruang subarakhnoid hingga

setinggi vertebra sakralis II. Nyeri dan gejala lain dapat timbul bila diskus yang rusak menekan

ke dalam kanalis spinalis atau radiks saraf.

PATOFISIOLOGI

Sindrom cauda equina disebabkan oleh penyempitan apapun pada canalis spinalis yang

menekan akar saraf di bawah level medula spinalis. Lesi pada cauda equina bersifat LMN karena

radiks yang terkena merupakan bagian dari susunan saraf perifer.

Cauda Equina Syndrome (CES) merujuk pada kondisi dimana terjadi kompresi secara

bersamaan pada akar saraf lumbosakral dibawah level conus medularis, yang menyebabkan

gejala neuromuskuler dan urogenital. Patofisiologi mekanisme terjadinya CES belum

sepenuhnya dipahami. Akar saraf ini rentan terhadap cedera kompresi atau regangan karena

memiliki epineurinum yang tidak berkembang dengan baik. Jika epineurinum terbentuk

sempurna, seperti pada saraf-saraf perifer, akan dapat melindungi saraf dari tekanan atau

tarikan/regangan. Selain itu sistem mikrovaskuler pada akar saraf cauda equina memiliki area

yang relatif hipovaskuler yang terbentuk oleh kombinasi area anastomosis di sepertiga proksimal

akar saraf. Hal tersebut menimbulkan rasionalisasi anatomik terhadap terjadinya manifestasi

neuroiskemik bersamaan dengan perubahan degenerasi.

Beberapa penyebab sindrom cauda equina telah dilaporkan, meliputi cedera traumatik,

herniasi diskus, stenosis spinalis, neoplasma spinal, schwannoma, ependimoma, kondisi

peradangan, kondisi infeksi, dan penyebab iatrogenik.

Trauma

• Kejadian traumatik yang menyebabkan fraktur atau subluksasi dapat menyebabkan kompresi

cauda equina.

• Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi cauda equina.

Page 4: Sindroma Cauda Equina

• Manipulasi spinal yang menyebabkan subluksasi akan mengakibatkan munculnya sindrom

cauda equina.

• Kasus yang jarang berupa fraktur insufisiensi sacral telah dilaporkan menyebabkan sindrom

cauda equina.

Herniasi diskus

• Kejadian sindroma cauda equina yang disebabkan oleh herniasi diskus lumbalis dilaporkan

bervariasi dari 1-15%.

• Sembilan puluh persen herniasi diskus lumbalis terjadi baik pada L4-L5 atau L5-S1.

• Tujuh puluh persen kasus herniasi diskus yang menyebabkan sindrom cauda equina terjadi

pada pasien dengan riwayat low back pain kronis, dan 30% berkembang menjadi sindrom cauda

equina sebagai gejala pertama herniasi diskus lumbalis.

• Laki-laki usia dekade 4 dan 5 adalah yang paling rawan terhadap sindrom cauda equina akibat

herniasi diskus.

• Sebagian besar kasus sindrom cauda equina yang disebabkan herniasi diskus melibatkan

partikel besar dari materi diskus yang rusak, mengganggu setidaknya sepertiga diameter canalis

spinalis.

• Pasien dengan stenosis kongenital yang menderita herniasi diskus yang menetap lebih mungkin

untuk mengalami sindrom cauda equina yang disebabkan bahkan oleh herniasi diskus yang

ringan dapat secara drastis membatasi ruang yang tersedia untuk akar saraf.

• Patofisiologi Hernia Nukleus Pulposus

Banyak faktor meningkatkan resiko terjadinya hernia diskus:

(1) gaya hidup seperti merokok, kurang aktivitas, dan nutrisi yang tidak adekuat berkontribusi

terhadap kondisi diskus.

(2) seiring dengan bertambahnya usia, perubahan biokimia menyebabkan diskus secara perlahan-

lahan menjadi kering sehingga mempengaruhi kekuatan diskus.

Page 5: Sindroma Cauda Equina

(3) postur yang buruk dikombinasi dengan kebiasaan buruk yang mengakibatkan penekanan

mekanik pada tulang belakang mempengaruhi kemampuan tulang belakang untuk menyangga

berat badan.12

Kombinasi dari faktor-faktor ini, ditambah dengan trauma, robekan sehari-hari dari diskus, cara

mengangkat beban yang tidak benar mengakibatkan herniasi diskus. Herniasi dapat terjadi tiba-

tiba atau perlahan-lahan dalam hitungan minggu atau bulan. Berikut adalah 4 tahap herniasi

diskus:

1. Degenerasi diskus

Perubahan biokimiawi berkaitan dengan penuaan mengakibatkan diskus menjadi lemah, tetapi

tanpa herniasi.

2. Prolaps

Bentuk atau posisi diskus berubah dengan sedikit penonjolan ke canalis spinalis. Disebut juga

bulging atau protrusion.

3. Ekstrusi

Nucleus pulposus menembus annulus fibrosus namun tetap berada di dalam diskus

4. Sekuestrasi

Nucleus pulposus menembus annulus fibrosus, menembus keluar diskus sampai ke canalis

spinalis

Stenosis spinalis

• Penyempitan canalis spinalis dapat disebabkan oleh abnormalitas dalam proses perkembangan

atau degeneratif.

• Kasus spondilolistesis dan Paget’s diseaseyang berat dapat menyebabkan sindrom cauda

equina.

Page 6: Sindroma Cauda Equina

• Stenosis spinalis menyebabkan “neurogenic intermittent claudication” atau iskemia intermittent

cauda equine yang disebabkan oleh herniasi lumbal, hipertrofi tepi corpus ke dalam canalis

spinalis, spondilolistesis atau tumor extradural.

Neoplasma

• Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau metastasis,

biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).

• Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau metastasis,

biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).

• 60 % pasien dengan sindrom cauda equina yang disebabkan neoplasma spinal mengalami nyeri

berat yang dini.

• Temuan terbaru meliputi kelemahan ekstremitas bawah yang disebabkan oleh keterlibatan

ventral root.

• Pasien umumnya mengalami hipotoni dan hiporefleks.

• Hilangnya sensoris dan disfungsi sfingter juga umum ditemukan.

Schwannoma

• Schwannoma adalah neoplasma jinak dengan kapsul yang secara struktural identik dengan

sinsisium sel Schwann.

• Pertumbuhan ini dapat berasal dari saraf perifer atau simpatis.

• Schwannoma dapat dilihat menggunakan mielografi, tetapi MRI adalah kriteria standar.

Schwannoma bersifat isointense pada image T1, hyperintense pada image T2, dan enhanced

dengan kontras gadolinium.

Page 7: Sindroma Cauda Equina

Ependimoma

• Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim yang relatif undifferentiated.

• Mereka sering berasal dari canalis sentralis medula spinalis dan cenderung tersusun secara

radial di sekitar pembuluh darah.

• Ependimoma paling umum ditemukan pada pasien yang berusia sekitar 35 tahun.

• Mereka dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan peningkatan kadar protein

pada cairan serebrospinalis.

• Temuan pada MRI dapat digunakan untuk membantu dokter dalam mendiagnosis sindrom

cauda equina. Lesi tampak isointense pada T1-weighted image, hypointense pada T2-weighted

image, dan enhanced dengan kontras gadolinium.

Inflamasi

• Kondisi peradangan pada medula spinalis yang berlangsung lama, misalnya Paget’s disease dan

spondilitis ankilosa, dapat menyebabkan sindrom cauda equina karena stenosis ataupun fraktur

spinal.

Infeksi

• Kondisi infeksi, misalnya abses epidural, dapat menyebabkan deformitas akar saraf dan medula

spinalis.

• MRI dapat menampilkan penampakan abnormal akar saraf yang tertekan ke satu sisi sacus

duralis.

• Gejala secara umum meliputi nyeri punggung yang berat dan kelemahan motorik yang

berkembang sangat cepat.

Penyebab iatrogenik

• Komplikasi dari instrumentasi spinal telah dilaporkan menyebabkan kasus sindrom cauda

equina, misalnya pedicle screw dan laminar hook yang salah tempat.

Page 8: Sindroma Cauda Equina

• Anestesi spinal yang kontinyu juga telah dihubungkan sebagai penyebab sindrom cauda equina.

• Injeksi steroid epidural, injeksi lem fibrin, dan penempatan free fat graft merupakan penyebab

yang juga dilaporkan sebagai penyebab sindrom cauda equina meskipun jarang.

Terdapat tiga variasi CES yang sudah diketahui :

1. CES akut yang terjadi mendadak tanpa didahului problem punggung bawah sebelumnya

2. Defisit neurologis akut (disfungsi bladder) pada pasien yang memiliki riwayat nyeri punggung

dan ischialgia

3. progresi bertahap ke arah CES pada pasien yang yang menderita nyeri punggung kronik dan

ischialgia.

Pada lebih 85% kasus, gejala dan tanda klinis CES berkembang dalam waktu kurang dari 24 jam.

Glave dan Macfarlane membagi pasien CES dalan dua stadium dalam hubungannya dengan

fungsi urinari: stadium I, CES dengan retensi dan overflow incontinence; stadium II, CES

inkomplit, dengan ciri penurunan sensasi urinari, hilangnya keinginan untuk berkemih

(pengosongan), pancaran urin tidak baik, dan perlu mengejan agar bisa berkemih.15

Anamnesis

Pasien CES sering menunjukkan gejala-gejala yang tidak spesifk, dengan nyeri punggung yang

merupakan gejala yang paling menonjol. Bell et al menunjukkan bahwa didapatkan akurasi

diagnostik antara retensi urin, frekuensi urin, inkontinensia urin, penurunan sensasi berkemih dan

penurunan sensasi perineal dengan hasil MRI yang menunjukkan adanya prolaps diskus.

Anamnesis yang harus didapatkan dari pasien antara lain:

• Nyeri punggung bawah. Nyeri ini mungkin memiliki beberapa karakteristik yang mengesankan

adanya hal yang berbeda dari strain lumbal pada umumnya. Pasien mungkin melaporkan adanya

trigger yang memperparah, seperti menolehkan kepala.

• Nyeri tungkai atau nyeri menjalar ke kaki yang bersifat akut atau kronik

Page 9: Sindroma Cauda Equina

• Kelemahan motorik ekstremitas bawah unilateral atau bilateral dan/atau abnormalitas sensorik

• Disfungsi bowel dan bladder

o Gejala awal biasanya adalah retensi urin yang diikuti dengan munculnya overflow

incontinence, dan kemudian bisa juga diikuti dengan keluhan inkontinensia alvi

o Biasanya dihubungkan dengan anesthesia/hipestesia tipe sadel

• Gangguan ereksi dan ejakulasi

Pemeriksaan Fisik

Nyeri sering berlokasi di punggung bawah. Mungkin didapatkan nyeri tekan setempat atau nyeri

sewaktu diperkusi. Nyeri punggung bawah dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikular. Nyeri

lokal biasanya nyeri yang dalam akibat iritasi jaringan lunak dan korpus vertebra. Nyeri radikular

umumnya bersifat tajam, seperti tertusuk-tusuk akibat dari kompresi radiks saraf dorsal. Nyeri

radikular diproyeksikan dalam distribusi dermatomal.

Abnormalitas refleks mungkin ada, berupa berkurangnya atau hilangnya refleks fisiologis.

Refleks yang meningkat merupakan tanda adanya keterlibatan medula spinalis sehingga

diagnosis CES bisa disingkirkan. Nyeri menjalar ke kaki (ischialgia) unilateral atau bilateral

merupakan karakteristik CES, diperburuk dengan manuver valsava. Abnormalitas sensorik

mungkin muncul di area perineal atau ekstremitas bawah. Pemeriksaan raba ringan (light touch)

pada area perineal seharusnya dilakukan. Area yang mengalami anestesi mungkin menunjukkan

adanya kerusakan kulit.

Kelemahan otot mungkin timbul pada otot-otot yang mendapatkan inervasi dari radiks saraf yang

terkena. Atrofi otot dapat terjadi pada CES kronik. Tonus sphincter ani yang menurun atau

hilang merupakan karakteristik CES.

Adanya tanda babinski atau tanda-tanda upper motor neuron lainnya menunjukkan diagnosis

selain CES, kemungkinan merupakan kompresi medula spinalis. Penurunan fungsi bladder dapat

dinilai secara empiris dengan kateterisasi urin.

Page 10: Sindroma Cauda Equina

CES harus dipertimbangkan kemungkinannya pada semua pasien yang memiliki keluhan nyeri

punggung bawah dengan inkontinensia bowel atau bladder. Disfungsi bladder biasanya

merupakan akibat dari kelemahan otot detrussor dan areflexic bladder; disfungsi ini awalnya

menyebabkan retensi urin yang kemudian diikuti dengan overflow incontinence pada stadium

selanjutnya. Pasien yang menderita nyeri punggung dan inkontinensia urin tetapi hasil

pemeriksaan neurologisnya normal seharusnya diukur volume residual postvoid-nya. Volume

residual postvoid yang lebih besar dari 100 mL menunjukkan adanya overflow incontinence dan

memerlukan evaluasi lebih lanjut; sedangkan volume kurang dari 100 mL menyingkirkan

diagnosis CES. Refleks anal, yang ditimbulkan dengan mengusap kulit lateral anus, normalnya

menyebabkan kontraksi refleks sphincter ani eksterna. Pemeriksaan rektal seharusnya dilakukan

untuk menilai tonus sphincter ani dan sensibilitas jika ditemukan tanda atau gejala CES.

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis CES umumnya bisa didapatkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan radiologi dan laboratorium digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis dan untuk

menentukan lokasi patologik dan penyakit yang mendasari.

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan dalam penelusuran diagnosis CES adalah:

• X-foto polos. Tidak banyak membantu dalam diagnosis CES tapi mungkin dapat dilakukan

dalam kasus-kasus cedera akibat trauma atau penelusuran adanya perubahan destruktif pada

vertebra, penyempitan diskus intervertebralis atau adanya spondilosis, spondilolistesis

• CT dengan atau tanpa kontras. Myelogram lumbar diikuti dengan CT

• MRI. Berdasarkan kemampuannya untuk menggambarkan jaringan lunak, MRI umumnya

merupakan tes yang disukai dokter dalam mendiagnosis CES. MRI direkomendasikan untuk

seluruh pasien yang memiliki gejala urinari yang baru muncul yang berhubungan dengan nyeri

punggung bawah dan ischialgia.

• Ultrasonografi mungkin bisa digunakan untuk estimasi volume residual post-void

Page 11: Sindroma Cauda Equina

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, kimia darah,

gula darah puasa, sedimentation rate, dan sifilis dan lyme serology. Pemeriksaan cairan

serebrospinal juga dapat dilakukan jika didapatkan tanda meningitis.

PENATALAKSANAAN

Belum ada bukti yang menunjukkan terapi apa yang paling baik pada CES. Terapi umumnya

ditujukan pada penyebab yang mendasari terjadinya CES.

Pembedahan

Pada sebagian kasus, CES merupakan indikasi untuk dilakukan operasi dekompresi secepatnya;

laminektomi yang diikuti dengan retraksi cauda equina secara hati-hati (untuk menghindari

komplikasi meningkatnya gangguan neurologis) dan diskectomy pada penderita CES yang

disebabkan oleh herniasi diskus merupakan tindakan pilihan. Waktu yang tepat dilakukan

tindakan dekompresi belum sepenuhnya disepakati. Umumnya, pasien CES yang dilakukan

operasi dalam 24 jam sejak timbul gejala awal dipercaya akan mencapai perbaikan neurologis

yang lebih baik secara signifikan. Tetapi, beberapa penelitian menunjukkan tidak ditemukannya

perbaikan outcome secara signifikan pada pasien yang dioperasi dalam waktu 24 jam

dibandingkan dengan pasien-pasien yang dioperasi dalam waktu 24 sampai 48 jam. Penelitian

lain menunjukkan bahwa pembedahan yang dilakukan secara elektif dibandingkan pembedahan

emergensi tidak mengganggu perbaikan neurologis. Meskipun begitu, sebagian besar peneliti

merekomendasikan tindakan operasi dekompresi secepat mungkin setelah munculnya gejala

untuk meningkatkan kemungkinan memperoleh perbaikan neurologis komplit.

Medikamentosa

• Agen vasodilator

Page 12: Sindroma Cauda Equina

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa agen vasodilator memiliki efek terapetik yang

signifikan terhadap CES. Dalam sebuah penelitian eksperimental menyebutkan bahwa

pengobatan sistemik dengan OP-1206 α-CD, suatu analog prostaglandin E1, dapat secara

signifikan meningkatkan aliran darah dan menurunkan hiperalgesia thermal yang diinduksi oleh

cedera konstriksi saraf pada tikus.

• Agen anti-inflamasi

Agen anti-inflamasi, meliputi steroid dan NSAID, mungkin efektif pada pasien dengan penyebab

inflamasi dan sudah banyak digunakan dalam pengobatan nyeri punggung, tapi tidak ada bukti

yang menunjukkan bahwa obat-obat tersebut memberikan manfaat yang signifikan. Regimen

steroid yang biasa dipakai adalah deksametason dengan dosis awal 10 mg secara intravena,

diikuti 4 mg secara intravena diberikan setiap enam jam. Deksametason umumya diberikan

intravena pada dosis 4 sampai 100 mg.

NSAID telah terbukti berguna untuk mencegah kalsifikasi jaringan lunak, osifikasi heterotopik

dan perlengketan. Beberapa peneliti juga menegaskan resiko potensial penggunaan steroid.

Pernah dilaporkan bahwa penggunaan agen antiinflamasi mungkin menghambat penyembuhan

dan seringkali menimbulkan pembentukan abses.

REHABILITASI MEDIK PADA SINDROMA CAUDA EQUINA

Perawatan kulit

Pada saat terjadinya cedera medulla spinalis seringkali menyebabkan pasien memerlukan tirah

baring dalam waktu lama. Hal ini merupakan faktor risiko terjadinya ulkus dekubitus pada

daerah-daerah tubuh tertentu yang mengalami penekanan terus menerus. Usaha terhadap

pencegahan penanganan dekubitus harus dimulai segera setelah terjadinya cedera. Dasar

perawatan adalah membebaskan tonjolan tulang dari tekanan setiap 2-3 jam sekali. 19,20

Page 13: Sindroma Cauda Equina

Perawatan kandung kemih dan rektum

Dalam program rehabilitasi, perawatan kandung kemih dan rektum sangat penting dan

merupakan kunci keberhasilan hidup di masa mendatang.

Lower Motor Neuron Bladder Training

Pada tipe ini refleks bulbocavernosus dan anal superficial selalu negatif, penekanan / pemijatan

kandung kemih dengan mengejangkan otot – otot abdomen dan diafragma yang tidak mengalami

paralisis serta dibantu manual kompresi (maneuver Crede) dapat dilakukan untuk membantu

pengosongan kandung kemih (pertama kali dilakukan 2 minggu setelah terjadinya cedera). Bila

ini gagal, ulangi 2 kali seminggu sampai terjadi pengosongan kandung kemih ( biasanya terjadi

setelah 2 – 8 minggu ). Dapat juga dilakukan usaha dengan kateter intermiten setiap 4-6 jam

untuk melatih pengosongan kandung kemih secara efektif. Bila pengosongan kandung kemih

sudah dapat terjadi, maka usaha selanjutnya dilakukan oleh penderita sendiri tiap 2 jam di siang

hari dan perawat membantu melakukan penekanan secara manual di malam hari saat membalik

posisi pasien. Sekali penderita telah menguasai tehnik pengosongan kandung kemih ini dengan

memuaskan, maka frekuensi pengosongan dapat diatur sendiri, misalnya 3 – 4 jam sekali di siang

hari, sebelum tidur, tengah malam (waktu membalikan posisi pasien), serta waktu bangun tidur

di pagi hari.

Bowel Care

Dasar dari latihan rektum ini adalah supaya fungsi pengosongan rektum berjalan dengan efektif,

efisien dan wajar.

Page 14: Sindroma Cauda Equina

Fisioterapi

Program fisioterapi harus sudah dimulai sejak pasien dirawat. Ada berbagai macam program

fisioterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan sindrom kauda equina dan tentunya tidak

semuanya cocok diberikan untuk setiap pasien. Jelas pemberian latihan ini disesuaikan dengan

keadaan klinis pasien dan juga gangguan neurologis yang ditemukan pada pasien tersebut.

Adapun program-program tersebut antara lain:

1. Gerakan pasif.

Tiap persendian dari group otot ekstremitas inferior digerakan secara pasif dan full ROM,

sekurang – kurangnya 2 kali sehari. Hal ini perlu untuk mencegah terjadinya kontraktur, karena

gerakan pasif tersebut memelihara tonus dan panjang otot, serta melancarkan aliran darah dari

ekstremitas inferior yang rentan terhadap kemungkinan timbulnya trombosis yang disebabkan

aliran darah biasanya ditempat tersebut sangat lambat.

2. Keseimbangan duduk.

Pada pasien dengan kelemahan otot ekstremitas inferior yang cukup berat saat mula-mula di

pindah ke kursi roda perlu waktu beberapa hari bagi pasien dapat duduk tegak dengan baik.

Paralisis otot-otot tubuh seringkali mengganggu keseimbangan dan bagi pasien hal ini dirasakan

sangan mengganggu. Jika duduk tegak maka pasien akan merasakan gejala-gejala seperti

hipotensi antara lain pusing dan mual. Biasanya secara bertahap pasien dapat menyesuaikan diri.

Jika hal ini terus berlanjut, maka dapat digunakan tilt table untuk membantu pasien membiasakan

diri duduk tegak.

3. Berenang

Latihan berenang di kolam sangat bermanfaat dan menyenangkan karena akan membantu dan

mempermudah otot-otot ekstremitas inferior untuk aktif berfungsi. Ban dan jaket penyelamat

dapat digunakan untuk pengaman dan memperbesar rasa percaya diri pasien. Jika pasien ragu-

ragu, maka terapis dapat membantu dengan menyangga tubuh pasien pada tempat yang

Page 15: Sindroma Cauda Equina

sensoriknya masih berfungsi. Latihan renang ini dari sejak awalnya sudah dapat dikembangkan

menjadi salah satu latihan yang dapat menyenangkan sekaligus sebagai suatu rekreasi.

4. Gym work

Tujuan latihan di ruang senam ini adalah untuk mengembangkan sepenuhya aktifitas otot-otot

yang persyarafannya masih baik. Latihan dengan tahanan, per dan beban, press up, dan

memanjat dengan tali.

5. Mat work (senam lantai di matras),

Pasien dalam posisi berbaring di lantai bertujuan untuk menguatkan otot–otot trunkus dan

meningkatkan tonus otot – otot paravertebralis sehingga nantinya hal tersebut dapat membantu

pasien dalam memperbaiki keseimbangan duduk dan postur. Latihan di matras ini bertujuan

membantu mengurangi spastisitas otot – otot tersebut dan ini kelak akan membantu berfungsinya

bladder dan bowel. Semua pasien diajarkan berguling di lantai dan jika mungkin belajar duduk

tanpa dibantu. Selanjutnya latihan keseimbangan dapat terus di kembangkan dengan latihan

duduk di tepi tempat tidur. Selain itu bisa pula dilakukan senam Kegel untuk menguatkan otot-

otot panggul.

6. Berdiri

Pasien paraparese atau paraplegia secara teratur harus diajarkan cara untuk berdiri tegak.

Disamping meningkatkan moril dan kepercayaan diri pasien, hal ini bertujuan untuk

meringankan beban tekanan di sakrum dan pantat, memperbaiki tonus otot di trunkus dan

ekstremitas inferior, mencegah deformitas fleksi di pangkal paha, lutut dan pergelangan kaki,

memperbaiki efisiensi pengosongan ginjal dan kandung kemih serta fungsi rektum dan juga

berperan dalam pencegahan osteoporosis dan fraktur patologis. Untuk memungkinkan latihan

berdiri tegak ini dapat digunakan alat yang dinamakan standing frame. Pengikat yang dilapisi

kulit halus berfungsi sebagai brace, sedangkan meja miring didepan berfungsi sebagai tempat

penderita melakukan berbagai aktifitasnya sambil berdiri.

7. Latihan jalan.

Page 16: Sindroma Cauda Equina

Faktor yang sangat menentukan kemampuan pasien dalam berjalan ialah: kekuatan otot

quadriceps, propioseptif lutut, tidak adanya kontraktur fleksi dari panggul dan kontrol lengan.

Untuk melangkah adalah merupakan problem yang besar bagi pasien. Kemauan merupakan

kunci kearah keberhasilan, yang juga sangat tergantung faktor umur, berat badan dan jumlah

otot-otot yang masih berfungsi. Teknik-teknik yang dapat dipergunakan dalam latihan jalan ini

antara lain: swing to & swing through qait menggunakan kruk siku (elbow crutches).

8. Pemakaian kursi roda

Harus dipesan kursi roda yang sesuai untuk tiap pasien. Idealnya pasien dipesankan kursi roda

sedini mungkin yang tipenya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan. Waktu yang paling tepat

adalah saat pasien mulai belajar duduk.

Sebaiknya pemesanan kursi roda ini didiskusikan oleh tim. Pemilihan jenis kursi roda sangat

tergantung kepada usia, ukuran tubuh, tinggi badan dan berat badan dan ditentukan oleh

kekuatan lengan (1,2,3). Tempat kaki yang dapat dibuka dan berputar, ketinggian yang dapat

diatur serta sandaran tangan yang dapat dilepaskan merupakan bentuk standart.

Latihan mengendalikan kursi roda diberikan sampai pasien betul – betul yakin akan

kemampuannya. Antara lain latihan tersebut adalah bagaimana cara – cara melintasi pintu,

permukaan lantai yang tidak rata, kemiringan dari “trotoar”. Kepada pasien juga diajarkan cara–

cara mundur dengan baik.

Sosial medik

Pekerja sosial medik merupakan salah satu anggota tim yang diperlukan dan tugasnya meliputi

berbagai aspek yang sangat bervariasi. Kontak dengan pasien dan keluarganya segera dilakukan

pada saat pasien masuk rumah sakit. Kontak dengan dinas sosial setempat harus segera

dilakukan, ini kelak akan sangat membantu dalam memulangkan pasien kerumahnya. Begitu

pula halnya untuk keperluan seperti kursi roda dan alat bantu lainnya diusahakan dengan bekerja

sama dengan dinas tersebut. Kadang – kadang pekerja sosial medik diminta bantuannya untuk

mengatasi kesulitan yang dialami pasien maupun keluarganya. Disamping itu pekerja sosial

Page 17: Sindroma Cauda Equina

medik juga diperlukan untuk mengadakan kunjungan ke rumah pasien dengan memperhatikan

hal – hal sebagai berikut: 22

• Tinggi tombol lampu

• Penutup lantai / karpet yang lepas

• Lebar pintu

• Permukaan lantai tidak boleh licin

• Anak tangga pada pintu yang menghambat mobilitas

• Kamar tidur harus ada di lantai bawah

• Letak kamar mandi

• Tipe bangunan rumah bila diperlukan “hoists” (katrol)

• Tinggi meja dapur

• Lebar lorong di dalam rumah

Ortotik

Pada trauma medula spinalis daerah torako lumbal dapat diberikan torako lumbal brace. Prinsip

kerja ini alat ini adalah memberikan penekanan pada 3 buah titik yang dikenal dengan “three

point pressure”. Penekanan tersebut diberikan dibagian antero distal yang terletak diatas pubis,

dibagian antero proksimal pada sternum, sedangkan dibagian posterior tekanan diberikan pada

daerah thorax bagian distal hingga lumbal bagian proksimal yang berupa “padding”, seperti

tampak pada gambar yang menunjukkan salah satu tipe torako lumbal brace yaitu Jewett Brace.

Sedangkan pada trauma medula spinalis daerah torako lumbo sakral dapat diberikan torako

lumbo sakral brace (TLSO). Prinsip kerja alat ini untuk menghambat gerakan tulang punggung

kearak fleksi, ekstensi, laterofleksi. “Frame dan padding” yang menahan otot – otot abdominal

mulai dari umbilikus sampai daerah supra pubis. Gambar menunjukkan salah satu bentuk torako

lumbo sakral brace yaitu Goltwait brace.

Page 18: Sindroma Cauda Equina

Lesi pada T12 – L1 mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik mulai dari panggul ke

bawah. Pada keadaan ini diperlukan pola jalan “swing throuh” yang memerlukan energi 6 kali

lebih besar dibandingkan keadaan normal untuk setiap meternya. Pasien yang mampu berjalan

dengan pola ini dan dalam kecepatan yang cukup baik 60 m/menit sangat jarang.

Okupasi Terapi

Okupasi terapi bertujuan untuk:

• Aktifitas kehidupan sehari – hari.

• Penilaian kursi roda

• Penilaian alat bantu jalan

• Penilaian pekerjaan dan penempatan kembali

• Penguatan otot – otot punggung dan ekstremitas atas

• Mempertahankan sisa fungsi yang masih ada

• Membangkitkan kembali semangat penderita

• Mencegah kontraktur otot

Psikologi

Secara umum dikatakan bahwa depresi dapat mengganggu proses rehabilitasi. Depresi dan

ansietas dapat mengakibatkan disabilitas yang sama beratnya dengan yang disebabkan trauma

medula spinalis. Kekuatiran akan masa depan dan akibat cacat yang diderita, sikap tidak realistis,

sikap agresif merupakan tanda–tanda keresahan emosional. Dorongan dari terapis dan keluarga,

pendekatan positif kepada pasien dan kemampuannya, sangat membantu dalam menghilangkan

gejala. Mereka yang mengalami depresi ringan biasanya memberikan respon yang baik terhadap

Page 19: Sindroma Cauda Equina

obat – obat anti depresi. Waktu penyesuaian psikologi biasanya memerlukan waktu sekitar 18-24

bulan.

PROGNOSIS

Para peneliti telah menemukan kriteria-kriteria spesifik yang dapat membantu memprediksi

prognosis pasien CES.

• Pasien dengan ischialgia bilateral dilaporkan memiliki prognosis yang kurang baik dibanding

yang mengalami ishialgia unilateral.

• Pasien dengan gejala anestesi perineal komplit kemungkinan besar akan menderita paralisis

bladder permanen

• Luasnya defisit sensorik tipe sadel atau perineal merupakan prediktor perbaikan/penyembuhan

yang paling penting. Pasien dengan defisit unilateral memiliki prognosis yang lebih baik

daripada pasien dengan defisit bilateral.

• Wanita dan pasien dengan disfungsi bowel memiliki outcome yang lebih buruk.

Prognosis dapat juga diprediksi dengan skala American Spinal Injury Association (ASIA)

berikut :

• ASIA A : 90 % pasien masih mampu dalam ambulasi fungsional

• ASIA B : 72 % pasien tidak dapat mencapai ambulasi fungsional

• ASIA C/D : 13 % pasien tidak mampumencapai ambulasi fungsional 1 tahun setelah cedera.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Brown RH. Principles of Neurology. 8th ed. Mc.Graw-Hill. New York. 2005;

168-171.

Page 20: Sindroma Cauda Equina

2. Mahadewa T, Maliawan S. Cedera Saraf Tulang Belakang Aspek Klinis dan

Penatalaksanaannya. Udayana University Press. Denpasar 2009

3. Dawodu ST. Cauda Equina and Conus Medullaris Syndromes. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1148690-overview#showall

4. Cauda Equina Syndrome, http://www.emedicinehealth.com, Januari 11,2012

5. Snell RS. Neuroanatomi klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 5. EGC Jakarta 2002

6. Mercer S, Bogduk N. The ligaments and annulus fibrosus of human adult cervikal

intervertebral discs. Spine. Apr 1 1999;24(7):619-26; discussion 627-8.

7. Bartleson JD, Deen HG. Spine Disorders Medical and Surgical Management. Cambridge

University Press, New York 2009

8. Skyme AD, SElmon GPF, Apthorp L. Common spinal disorders explained. London:

Remedica. 2005: 39-43.

9. MA Bin et al. Cauda equina syndrome: a review of clinical progress.Chin Med J

2009;122(10):1214-1222

10. Jason C Eck. Cauda equina syndrome. Available from http://emedicine.medscape.com

/article/1263571-overview . Updated: Feb 12, 2012

11. David H Durrant, Jerome M True. Myelopathy,radiculopathy, and peripheral entrapment

syndromes. CRC press. 2002.

12. Available at http://www.mwspinecare.com/files/Lumbar_Herniated_Disc.pdf

13. Clarke A, Jones A, Malley MO, McLarren R. ABC of spinal disorders. Singapore:

Blackwell. 2010: 22-3.

14. Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology Anatomy • Physiology • Signs

• Symptoms . 4th edition , Thieme , Stuttgart • New York 2005 : 56 – 113

15. Gleave JR, Macfarlane R. Cauda equina syndrome: what is the relationship between timing

of surgery and outcome? Br JNeurosurg 2002; 16: 325-328.

Page 21: Sindroma Cauda Equina

16. Tsementzis Sotirios. Differential diagnosis in neurology and neurosurgery. Thieme. 2000.

210-212

17. Esther Dan-Phuong. A case study of cauda equina syndrome. The Permanente Journal. fall

2003; 7(4):13-17

18. Evans RW. Neurology and Trauma. 2nd ed. Oxford University Press 2006 : 267

19. Cucurullo SJ. Physical Medicine and Rehabilitation Board Review. New York: Demos. 2004

20. Tan J. Practical Manual of Physical Medicine and Rehabilitation. St. Louis: Mosby. 1998

21. Somers MF. Spinal Cord Injury. Third Edition. Pearson. 2010

22. Braddom RL. Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation. Philadelphia: Saunders.

2004