77
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA TRIFENILTIMAH(IV) HIDROKSIBENZOAT SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA LUNAK DALAM MEDIUM DMSO-HCl (Skripsi) Oleh MURNI FITRIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA …digilib.unila.ac.id/22231/21/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · sintesis dan karakterisasi senyawa trifeniltimah(iv) hidroksibenzoat sebagai

Embed Size (px)

Citation preview

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA TRIFENILTIMAH(IV)

HIDROKSIBENZOAT SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA

LUNAK DALAM MEDIUM DMSO-HCl

(Skripsi)

Oleh

MURNI FITRIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

ABSTRACT

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF TRIPHENYLTIN(IV)

HYDROXYBENZOATE COMPOUNDS AS CORROSION INHIBITOR

FOR MILD STEEL IN DMSO-HCl

By

MURNI FITRIA

The synthesis of triphenyltin(IV) hydroxibenzoates were performed by reacting

ligands of 2-hydroxy and 4-hydroxibenzoic acid with triphenyltin(IV) hydroxide

in methanol solution. The percentage yiels of the compounds synthesized

triphenyltin(IV) 2-hydroxibenzoate and triphenyltin(IV) 4-hydroxibenzoate were

79,77 and 89,66%, respectively. These compounds were well characterized by

spectroscopy techniques of infra red (IR), ultraviolet (UV), as well as based on

microelemental analyzer. The inhibition activity of triphenyltin(IV) 2-

hydroxibenzoate and triphenyltin(IV) 4-hydroxibenzoate on mild steel corrosion

in DMSO-HCl were studied with potentiodynamic polarization method. The

results showed that the triphenyltin(IV) 2-hydroxibenzoate and triphenyltin(IV) 4-

hydroxibenzoate act as good corrosion inhibitors for mild steel protection. The

high inhibition efficiency were attributed to the simple blocking effect by

adsorption of inhibitor molecules on the steel surface. The high percentage

efficiency inhibition (EI) values for the triphenyltin(IV) 2-hydroxibenzoate was

58,52 and triphenyltin(IV) 4-hydroxibenzoate was 61,72% at concentration of 100

ppm.

Keywords: triphenyltin(IV) hydroxibenzoate, potentiodynamic, corrosion.

ABSTRAK

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA TRIFENILTIMAH(IV)

HIDROKSIBENZOAT SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA

LUNAK DALAM DMSO-HCl

Oleh

MURNI FITRIA

Telah dilakukan sintesis senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat dengan

mereaksikan ligan 2-hidroksi dan 4-hidroksibenzoat dengan trifeniltimah(IV)

hidroksida dalam larutan metanol. Persen hasil sintesis senyawa trifeniltimah(IV)

2-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat adalah 79,77 dan

89,66%. Senyawa tersebut dikarakterisasi menggunakan teknik spektroskopi infra

merah (IR), ultra ungu, dan analisis unsur. Besarnya inhibisi trifeniltimah(IV) 2-

hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat pada korosi baja lunak

dalam DMSO-HCl dikaji dengan polarisasi potensiodinamik. Hal tersebut

menunjukkan bahwa senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat dan

trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat merupakan inhibitor korosi yang bagus untuk

perlindungan baja lunak. Tingginya efisiensi inhibisi berhubungan dengan efek

pengeblokan sederhana melalui adsorpsi molekul inhibitor pada permukaan baja

lunak. Nilai persen efisiensi inhibisi (EI) tertinggi senyawa trifeniltimah(IV) 2-

hidroksibenzoat adalah 58,52 dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat adalah

61,72% pada konsentrasi 100 ppm.

Kata kunci: trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat, potensiodinamik, korosi.

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA TRIFENILTIMAH(IV)

HIDROKSIBENZOAT SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA

LUNAK DALAM MEDIUM DMSO-HCl

Oleh

MURNI FITRIA

(Skripsi)

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Wargomulyo, Kecamatan

Pardasuka yang berada dalam wilayah kekabupatenan

Pringsewu, Provinsi Lampung pada 16 Maret 1994

sebagai anak ke dua dari lima bersaudara pasangan

Bapak Rizuman dan Ibu Mahbubah. Penulis

menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Madrasah

Ibtidaiyah Al-Huda Wargomulyo pada tahun 2005.

Kemudian melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Nurul Iman

Sidodadi dan lulus pada tahun 2008. Selanjutnya, Penulis diterima di SMA

Negeri 1 Ambarawa dan lulus pada tahun 2011. Pengalaman organisasi tingkat

SMA adalah sebagai sekertaris Ikatan Pecinta Bahasa Jepang (IchiBan) pada

tahun 2009, ketua Palang Merah Remaja (PMR) dan sekertaris Seni Teater

(Senter) pada tahun 2010.

Pada tahun 2012 Penulis diterima sebagai mahasiswi Jurusan Kimia FMIPA

Universitas Lampung melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Perluasan Akses

Pendidikan (PMPAP). Selama kuliah Penulis pernah mendapatkan beasiswa PPA

pada tahun 2013/2014 dan 2015/2016, juga beasiswa BBP-PPA pada tahun

2014/2015. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar Jurusan

Budidaya Perairan angkatan 2014, Jurusan Agribisnis angkatan 2015, dan Jurusan

Kimia angkatan 2015. Penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Kimia

Anorganik II pada tahun 2015 dan Praktikum Anorganik I tahun 2016. Selama

menjadi mahasiswa Penulis aktif dalam organisasi sebagai Anggota Bidang Sains

dan Penalaran Ilmu Kimia (SPIK) tahun 2013-2015 dan Anggota Koperasi

Mahasiswa (KOPMA) pada tahun 2013-2014.

Penulis pernah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Dasar Perkoperasian

(DIKLATSARKOP) yang diselenggarakan oleh Koperasi Mahasiswa Universitas

Lampung tahun 2013 dan Pelatihan Keterampilan Dasar Laboratorium yang

diselenggarakan oleh UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi

Universitas Lampung tahun 2015. Selain itu, Penulis pernah mendapat dana

hibah program kreativitas mahasiswa (PKM) dari Dikti tahun 2014. Penulis juga

pernah menjadi finalis bidang kimia pada Olimpiade Nasional Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Perguruan Tinggi (ON-MIPA PT) Tingkat Nasional

Tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).

“Nothing is Impossible”

Hidup adalah ujian, taqdir adalah menjalani

cobaan-cobaan, dan bersabar adalah tantangan

Murni Fitria

Persembahanku…

Dengan mengucap Alhamdulillahirabbil’alamin kepada Allah SWT

Ku persembahkan karya kecilku ini

untuk

Bapak, Ibu, Kakak, dan Adik-adikku

yang tak pernah bosan

memberikan kasih sayang, do’a,

dan dukungan padaku

Almamater tercinta

Murni Fitria

i

SANWACANA

Segala puji dan syukur kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat-Nya

sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sintesis dan

Karakterisasi Senyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksibenzoat Sebagai Inhibitor

Korosi Pada Baja Lunak Dalam Medium DMSO-HCl”. Shalawat serta salam

Penulis haturkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan

syafaatnya di yaumil qiyamah kelak. Aamiin.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku Bapak Rizuman dan Ibu Mahbubah atas seluruh cinta,

kasih sayang, kesabaran, keikhlasan, do’a, perjuangan, dan dedikasi dalam

mendidikku, semoga Allah membalas dengan jannah-Nya, amiin Allahumma

amiin;

2. Mbakku, Nur Jannah serta adik-adikku, Nahrul Hidayat, Miftahul Hasanah,

dan Rahmat Wijaya atas kebersamaan dan kasih sayangnya sebagai saudara

kandung. Peluk dan cium untuk keponakanku tersayang, Sinatriya Alwi

Fathurrizky yang sangat menggemaskan;

3. Prof. Sutopo Hadi, M. Sc., Ph. D. selaku Pembimbing I penelitian yang

dengan sabar telah membimbing Penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan;

ii

4. Dr. Hardoko Insan Qudus, M. S. selaku Pembimbing II penelitian yang telah

membimbing Penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik;

5. Prof. Dr. Buhani, S. Pd., M. Si. selaku Pembahas dalam penelitian ini atas

bimbingan dan nasihat beliau sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;

6. Bapak Sonny Widiarto, M. Sc. dan Dr. Raden Supriyanto, M. S. selaku

pembimbing akademik yang dengan bijaksana bersedia mendengarkan keluh-

kesah serta memberikan motivasi kepada Penulis;

7. Bapak Rudi T.M. Situmeang, Ph. D. selaku Kepala Laboratorium Kimia

Anorganik-Fisik yang telah memberikan izin penelitian;

8. Prof. Suharso, Ph. D. selaku dekan FMIPA Unila periode 2011-2016 dan Prof.

Warsito, S. Si., D.E.A., Ph. D. selaku dekan FMIPA Unila periode 2016-2021

atas izin penelitian yang diberikan;

9. Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA

Unila yang telah memberikan izin penelitian;

10. Prof. Yandri, M. Si., Prof. Tati Suhartati, M. Si., serta dosen-dosen Kimia

FMIPA Unila yang tak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas

kasih sayang dan bimbingannya dalam mengajar sehingga Penulis dapat

menyelesaikan waktu studi tepat waktu;

11. Pak Dicky Hidayat, M. Sc. sudah lama saya menunggu waktu yang paling

tepat untuk mengucapkan terima kasih yang setulusnya karena Bapak adalah

dosen pertama yang memberi Saya semangat dan meningkatkan rasa percaya

diri Saya, yaitu pada acara pembentukan karakter (MEKAR) indoor tahun

2012 silam;

iii

12. Keluarga besar Pak De Kyai Sami’un di Way Jepara dan Pak De Kyai Toyi di

Kepulauan Riau serta nenekku, Tumisih, tak terkira harus seberapa banyak

Penulis mengucapkan terima kasih atas do’a dan nasihatnya sehingga Penulis

menyelesaikan perkuliahan dengan baik;

13. Mbok De Sri dan Pak De Yahya sekeluarga atas do’a dan semangatnya;

14. Untuk sahabat-sahabat tersayangku yang bersatu sejak SMA, Ayu Ria

Windhari yang lagi sibuk modelling, Mega Pristiani yang sedang melakukan

tugas di Negeri Sakura, Fitri Marthasari yang lagi sibuk dengan tugas-tugas

kampusnya, dan Isroviatul Kiromah (alm) yang bijaksana, juga sahabat-

sahabat tersayangku dari MTs, Siti Muthosidah, Khusnul Khotimah, dan

Nikmatul Hasanah terima kasih atas kebersamaan dan kehebohannya selama

ini. We are best friends forever and forever;

15. Untuk roommate, Ismi yang tiada henti berbuat konyol bareng hehe. Juga

Sinta (think) yang selalu dibully; haha. Tak lupa untuk Vina dan Irna atas

kekompakkannya di kos-an;

16. Rekan-rekan penelitian yang tergabung dalam Sutopo Hadi’s Research Group

yaitu Kamto, Jean, dan Adi atas semua bantuan dan kerjasama yang telah

diberikan. Special for My Best Partner, Sukamto terima kasih telah berjuang

bareng hingga ujung, kapan dan dimana pun pasti kita tak akan pernah lupa

gimana rempongnya ngurus berkas k*m**e yang rasanya kayak nano-nano

juga semua gonjang-ganjing dan hiruk-pikuknya. Akhirnya kita bisa

melewatinya meski nyesekk banget emang Suk -_-. Bubund Hapin atas arahan

dan bimbingannya. Juga Ambalika, Febri, Della, Kartika, dan Nova atas

semangat dan dukungan yang diberikan;

iv

17. Intan Mailani dan Ulfatun Nurun yang setia mendengar curhatan-curhatanku.

Membuatku merasa nyaman sehingga mengurangi beban di kepala. Thanks a

lot;

18. Dedew, Jeje, Meta, Wiwin, Imah, Uwai, Kamto, Ismi, Elsa, Susi, Indah,

Febita, Ajeng, Welda, Tri, Rifki, Imani, Didi, Ani, Deni, E, H, F, F, dan T

yang telah menciptakan pelangi dan monochrom di hidupku. Wkwkwkwk

alloy;

19. Rekan-rekan se-angkatan Kimia 2012, yaitu Adi Setiawan (Adi Bushk),

Aditian Sulung S (Adit), Agus Ardiansyah (Adam), Ajeng Wulandari (Ajeng),

Ana Maria Kristiani (Ana), Apri Welda (Welda), Arif Nurhidayat (Arep),

Arya Rifansyah (Arya), Atma Istanami (Atma), Ayu Imani (Ayu-I), Ayu

Setianingrum (Ningrum), Deborah Jovita (Debi), Derry Vardella (Derry),

Dewi Aniatul Fatimah (Dedew), Diani Iska Miranti (Didi), Dwi Anggraini

(Dudung), Edi Suryadi (Edi), Eka Hurwaningsih (Eka), Elsa Zulha (Elsa),

Erlita Aisyah (Lita), Febita Glyssenda (Febita), Feby Rinaldo Pratama

Kusuma (Febi), Fenti Visiamah (Pentol), Ferdinand Haryanto Simangunsong

(Dinand), Fifi Adriyanthi (Fifi), Handri Sanjaya, Hiqi Alim, Indah Wahyu

Purnamasari (Indah), Indry Yani Saney (Indry), Intan Mailani (Lele), Ismi

Khomsiah (Simon), Jean Pitaloka (Jeje), Jenny Jessica Sidabalok, Khoirul

Anwar (Anwer), Maria Ulfa (Maul), Meta Fosfi Berliyana (Memet), M. Rizal

Robbani (Rizal), Nila Amalin Nabilah (Nila), Putri Ramadhona (Dona),

Radius Uly Artha (Abi), Riandra Pratama Usman (Riandra), Rifki Husnul

Khuluk (Ripki), Rizal Rio Saputra (Rio), Rizki Putriyana (Putri), Ruliana Juni

Anita (Ruli), Ruwaidah Muliana (Uwai), Siti Aisah (Ais), Siti Nur Halimah

v

(Imah), Sofian Sumilat Rizki (Ncop), Sukamto (Soek), Susy Isnaini Hasanah

(d’ Cuci), Suwarda Dua Imatu Dela (Dela), Syathira Assegaf (Tira), Tazkiya

Nurul (Taskia), Tiand Reno (Reno), Tiara Dewi Astuti (Tiara), Tiurma Debora

Simatupang (Abang Debo), Tri Marital (Tri’), Ulfatun Nurun (Upeh), Wiwin

Esty Sarwita (Wowon), Yepi Triapriani (Yepi), Yunsi`U Nasy`Ah (Yunsi),

dan Zubaidi (Ubai) sebagai keluarga ke dua. Semoga tali silaturrahmi kita

tetap erat dan tak akan pernah putus;

20. Temen KKN ku, Mutia Prima Nirmala (Mutia), Nafilata Primadia (Nafi), M.

Haniefan Muslim (Hanif), M. Derry Dhanovan (Derry), Nike H.J Sinaga

(Nike), dan M. Febry Romadhon (Pepi) atas semangat yang diberikan.

Semoga tali silaturrahmi kita tetap erat;

21. Untuk suami ku kelak yang sekarang identitasnya masih dirahasiakan oleh-

Nya; Hihihi

22. Untuk Imah, Dwi A, Adi, dan Fentri atas bantuannya. Maaf yaa sering

ngerepotin. hehe;

23. Mbak Liza, Pak Gani, Mas Udin, Mbak Putri, Mbak Wid, Mbak Iin, para

pegawai di UPT Bahasa, dan seluruh laboran serta staf Universitas Lampung

yang telah membantu mempermudah pengurusan berkas dan atau izin

penelitian dalam laboratorium;

24. Kimia 2013 yang tak dapat disebutkan satu per satu serta Kimia 2014, dan

2015 atas semangat dan dukungannya;

25. Terima kasih banyak untuk Dewi AF atas jasa printer-nya. hehe. Semoga

ALLAH SWT membalas kebaikanmu. amiin. Serta terima kasih untuk

seluruh pihak yang membantu proses penyelesaian penulisan skripsi ini.

vi

Semoga semua bantuan dan jasa yang telah diberikan kepada Penulis menambah

catatan amal kebaikan dari ALLAH SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak kekurangan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun Penulis harapkan untuk

perbaikan penulisan di masa mendatang. Penulis berharap penelitian ini akan

bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan senyawa organotimah.

Bandarlampung, April 2016

Penulis,

Murni Fitria

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6

C. Manfaat Penelitian ................................................................................. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7

A. Timah ................................................................................................... 7

B. Organologam ........................................................................................ 8

C. Organotimah ........................................................................................ 10

D. Turunan Organotimah .......................................................................... 11

1. Senyawa organotimah halida ........................................................... 11

2. Senyawa organotimah hidroksida dan oksida .................................. 12

3. Senyawa organotimah karboksilat ................................................... 13

E. Sintesis Senyawa Organotimah ............................................................ 14

F. Sifat Kimia Organotimah ..................................................................... 13

G. Struktur Organotimah .......................................................................... 15

H. Aplikasi Organotimah .......................................................................... 15

I. Toksisitas Organotimah ....................................................................... 16

J. Asam 2-hidroksibenzoat ...................................................................... 17

K. Asam 4-hidroksibenzoat ...................................................................... 18

L. Baja Lunak ........................................................................................... 18

M. Korosi ................................................................................................... 20

N. Proses Korosi ....................................................................................... 21

1. Proses korosi kering (dry corrosion) ............................................. 21

2. Proses korosi basah (wet corrosion) .............................................. 22

O. Faktor-faktor penyebab korosi ............................................................. 23

1. Atmosfer atau udara ....................................................................... 23

viii

2. Air .................................................................................................. 23

3. Tanah ............................................................................................. 24

4. Zat-zat kimia .................................................................................. 24

P. Bentuk-bentuk korosi ........................................................................... 24

1. Korosi merata (uniform corrosion) ................................................ 25

2. Korosi galvanik (galvanic corrosion) ............................................ 26

3. Korosi celah (crevice corrosion) .................................................... 26

4. Korosi sumuran (pitting corrosion) ............................................... 26

5. Korosi batas butir (interglanular corrosion) ................................. 27

6. Korosi kavitasi .............................................................................. 27

7. Korosi erosi (erosion corrosion) .................................................... 27

8. Korosi regangan (stress corrosion) ................................................ 27

Q. Dampak Korosi ................................................................................. 28

R. Inhibitor Korosi ................................................................................. 28

1. Inhibitor anodik ........................................................................... 29

2. Inhibitor katodik .......................................................................... 30

S. Teknik Menganalisis Penghambatan .................................................. 31

T. Mekanisme Inhibisi ............................................................................ 31

1. Penghambatan melalui adsorpsi .................................................. 31

2. Penghambatan melalui pengendapan oleh senyawa ................... 32

U. Metode Analisis Korosi .................................................................... 33

V. Analisis Senyawa Organotimah ........................................................ 34

1. Spektrofotometer IR .................................................................... 35

2. Analisis spektroskopi UV-Vis .................................................... 36

3. Analisis unsur dengan menggunakan microelemental

analyzer ...................................................................................... 37

4. Integrated Potentiostat System ................................................... 38

III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 41

A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 41

B. Alat dan Bahan .................................................................................. 41

C. Cara Kerja ......................................................................................... 42

1. Sintesis trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat............................... 42

2. Sintesis trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat............................... 43

3. Preparasi baja lunak .................................................................... 43

4. Pembuatan medium korosif ........................................................ 43

5. Pembuatan larutan inhibitor ........................................................ 44

6. Pengaturan pemindaian dengan potensiostat .............................. 44

7. Pengujian antikorosi .................................................................... 45

8. Analisis data ................................................................................ 46

9. Analisis kualitatif korosi ............................................................. 47

ix

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 48

A. Sintesis Senyawa Trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat

[(C6H5)3SnOCO(C6H4OH)] .............................................................. 48

B. Karakterisasi Asam hidroksibenzoat, Trifeniltimah(IV)

hidroksida, dan Trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat .......................... 54

1. Karakterisasi menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.............. 54

2. Karakterisasi menggunakan Spektrofotometer IR ...................... 55

a. Asam 2-hidroksibenzoat ......................................................... 55

b. Asam 4-hidroksibenzoat ......................................................... 56

c. Trifeniltimah(IV) hidroksida dan trifeniltimah(IV)

hidroksibenzoat ....................................................................... 57

3. Analisis unsur menggunakan microelemental analyzer .............. 60

C. Preparasi Baja Lunak ........................................................................ 61

D. Pengujian Aktivitas Antikorosi ........................................................ 63

1. Ligan asam hidroksibenzoat ........................................................ 63

2. Pengujian antikorosi senyawa trifenitimah(IV) hidroksida ........ 67

3. Pengujian aktivitas antikorosi senyawa trifeniltimah(IV)

hidroksibenzoat ........................................................................... 69

E. Analisis Kualitatif Permukaan Baja ................................................. 73

F. Mekanisme Penghambatan Korosi Senyawa Trifeniltimah(IV)

hidroksibenzoat ................................................................................. 75

V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 83

A. Simpulan ............................................................................................. 83

B. Saran ................................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 85

LAMPIRAN

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Efisiensi inhibisi organotimah(IV) karboksilat dalam DMSO-HCl ......... 16

2. Persen unsur-unsur kimia pada baja lunak HRP ....................................... 20

3. Serapan inframerah gugus fungsional senyawa organik

dan ikatan karbon-timah ............................................................................ 35

4. Data komposisi unsur (%) C dan H teoritis .............................................. 38

5. Bilangan gelombang untuk gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam

senyawa ligan, hidroksida timah, dan trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat .. 60

6. Data mikroanalisis unsur senyawa antara dan hasil sintesis ...................... 61

7. Efisiensi inhibisi asam hidroksibenzoat ..................................................... 66

8. Persen inhibisi senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida dalam DMSO-

HCl ............................................................................................................. 68

9. Perbandingan efisiensi inhibisi senyawa trifeniltimah(IV)

hidroksibenzoat .......................................................................................... 71

10. Data kerapatan arus korosi dan arus korosi untuk seluruh pemindaian ................ 101

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema reaksi sintesis senyawa organotimah ............................................. 14

2. Struktur asam 2-hidroksibenzoat ................................................................ 17

3. Struktur asam 4-hidroksibenzoat ................................................................ 18

4. Hot Roller Plate atau HRP ......................................................................... 20

5. Ilustrasi mekanisme korosi kering ............................................................. 21

6. Proses korosi basah dengan dua elektroda ................................................. 22

7. Mekanisme penghambatan inhibitor anodik .............................................. 29

8. Efek penghambatan inhibitor katodik ........................................................ 30

9. Grafik hasil pemindaian laju korosi menggunakan voltammogram ......... 38

10. ER466 Integrated Potentiostat System eDAQ ........................................... 39

11. Skema kerja potensiostat ............................................................................ 40

12. Pengaturan pemindaian katoda dan anoda ................................................. 45

13. Rangkaian peralatan sintesis senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat

dan produk hasil sintesis dalam botol vial sebelum pengeringan .............. 49

14. Reaksi sintesis senyawa trifeniltmah(IV) hidroksibenzoat ....................... 50

15. Morfologi senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat hasil sintesis ......... 52

16. Orbital pada Sn dan Sn4+

............................................................................ 52

17. Pembelahan (splitting) orbital d pada Sn4+

................................................ 53

xii

18. Spektrum UV senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat ........................ 54

19. Spektrum IR asam 2-hidroksibenzoat ........................................................ 56

20. Spektrum IR asam 4-hidroksibenzoat ........................................................ 57

21. Perbandingan spektrum IR trifeniltimah(IV) hidroksida dan

trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat .............................................................. 58

22. Permukaan baja sebelum dan setelah diamplas ........................................ 62

23. Hasil pemindaian asam 2-hidroksibenzoat pada medium DMSO-HCl ..... 64

24. Hasil pemindaian asam 4-hidroksibenzoat pada medium DMSO-HCl ..... 65

25. Hasil pemindain senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida dalam medium

DMSO-HCl ................................................................................................ 67

26. Hasil pemindaian senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat dalam

medium DMSO-HCl .................................................................................. 69

27. Hasil pemindaian senyawa trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat

dalam medium DMSO-HCl ....................................................................... 70

28. Perbandingan efisiensi inhibisi asam hidroksibenzoat, hidroksida timah

dan trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat........................................................ 73

29. Baja setelah perendaman selama 45 hari dan >50 hari dalam medium

korosif dengan trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat ..................................... 74

30. Hasil analisis kualitatif permukaan baja tanpa dan dengan inhibitor

menggunakan mikroskop ........................................................................... 75

31. Kurva polarisasi anodik dan katodik senyawa trifeniltimah(IV)

2-hidroksibenzoat ....................................................................................... 76

32. Kurva polarisasi anodik dan katodik senyawa trifeniltimah(IV)

4-hidroksibenzoat ....................................................................................... 76

33. Kurva polarisasi adanya inhibitor anodik dan katodik ............................... 77

34. Skema proses korosi baja lunak dalam larutan asam ................................. 79

35. Ilustrasi mekanisme penghambatan korosi senyawa trifeniltimah(IV)

2-hidroksibenzoat melalui gaya Van der Walls ......................................... 81

36. Luas permukaan baja.................................................................................. 100

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Baja ringan secara luas dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi karena

kekuatannya, harga yang rendah, keuletannya, dan kemampuan dilas (Lampman

et al., 1990). Ada banyak industri yang membutuhkan kekuatan tinggi seperti

dalam tubuh mobil, kapal, alat kelengkapan jaringan transmisi listrik dan berbagai

hal mengenai konstruksi (De et al., 1999). Akan tetapi, baja lunak rentan

terserang korosi.

Baja mengalami korosi jika kontak langsung dengan udara atau berada dalam

lingkungan yang korosif. Korosi pada permukaan baja dipengaruhi oleh kadar

kelembaban udara di sekelilingnya. Jika kelembaban udara kurang dari 70% pada

permukaan baja tidak akan terjadi korosi, keadaan seperti ini terdapat pada

lingkungan di dalam bangunan gedung (Das, 2012). Lingkungan yang korosif

merupakan lingkungan yang memudahkan berlangsungnya proses korosi, seperti

lingkungan yang mengandung asam atau mengandung garam tinggi.

Indonesia merupakan negara yang memiliki lingkungan korosif dengan tingkat

yang tinggi sebab beriklim tropis yang memiliki curah hujan dengan kandungan

klorida yang sangat tinggi.

2

Menurut Fontana (1986), korosi adalah suatu peristiwa kerusakan atau penurunan

kualitas suatu bahan logam yang disebabkan oleh reaksi logam dengan lingkungan

yang terjadi secara elektrokimia. Korosi juga dapat diartikan sebagai degradasi

atau penurunan mutu logam akibat reaksi kimia suatu logam dengan

lingkungannya. Korosi akan mengurangi kekuatan struktur bangunan terutama

yang berbahan dasar baja seperti pada gedung-gedung perindustrian dan jembatan.

Dampak yang dapat ditimbulkan akibat kerusakan oleh korosi akan sangat besar

pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, antara lain dari segi ekonomi dan

lingkungan. Dari segi ekonomi misalnya tingginya biaya perawatan, kerugian

produksi pada suatu industri akibat adanya pekerjaan yang terhenti pada waktu

perbaikan bahan yang terserang korosi, dan dari segi lingkungan misalnya adanya

proses pengkaratan besi yang berasal dari berbagai konstruksi yang dapat

mencemarkan lingkungan (Trethew and Chamberlein, 1991). Selain itu, kerugian

yang akan dialami dengan adanya korosi meliputi penurunan kekuatan material,

penipisan, retak dan pitting, kebocoran fluida, penurunan sifat permukaan

material, serta penurunan mutu dan hasil produksi (Sidiq, 2013).

Beberapa cara yang dapat memperlambat laju reaksi korosi antara lain dengan

cara pelapisan permukaan logam agar terpisah dari medium korosif, membuat

paduan logam yang cocok sehingga tahan korosi, dan dengan penambahan zat

tertentu yang berfungsi sebagai inhibitor korosi (Haryono dkk., 2010).

Meskipun ada banyak pilihan untuk mengendalikan korosi logam, penggunaan

inhibitor merupakan salah satu metode terbaik untuk melindungi logam terhadap

korosi (Ita, 2004; Odoemelam dan Eddy, 2008). Pencegahan korosi dengan cara

3

pelapisan permukaan logam agar terpisah dari medium korosif (pengecatan)

bukan merupakan cara yang efisien dari segi waktu sebab cat merupakan lapisan

pelindung yang rentan mengalami kerusakan oleh temperatur tinggi. Oleh karena

itu, cat hanya digunakan pada temperatur yang lebih rendah dari titik didih air

(Das, 2012). Selain itu, jika cat tergores, berlubang, atau penyok dan

memperlihatkan sedikit saja bagian logamnya, karat akan terbentuk di bawah

lapisan cat (Chang, 2005). Dengan demikian, penggunaan cat bukan merupakan

cara yang efisien dari segi waktu sebab cat juga mudah mengalami pengelupasan

sehingga logam akan lebih mudah terserang korosi. Membuat paduan logam yang

cocok untuk mencegah korosi juga bukan langkah yang efisien dari segi biaya.

Jenis logam yang banyak digunakan sebagai paduan (campuran) untuk baja

adalah: Krom (Cr), Tembaga (Cu), Nikel (Ni), Vanadium (V), Molibdenum

(Mo), dan Titanium (Ti). Penggunaan baja paduan (alloy steel) yang sangat

mahal, tergantung dari keadaan lingkungan serta biaya yang disediakan. Jenis

baja ini hanya layak pada pemakaian di tempat yang suhunya sangat tinggi atau di

lingkungan yang sangat korosif (Das, 2012).

Perkembangan penelitian mengenai senyawa organotimah di berbagai negara

sangatlah pesat. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa senyawa organotimah

memiliki aktivitas penghambat/inhibitor korosi atau dikenal sebagai antikorosi

(Rastogi et al., 2005; Singh et al., 2010; Rastogi et al., 2011; Altamirano et al.,

2013; Hadi et al., 2015). Inhibitor korosi organotimah menawarkan metode yang

sangat baik untuk melindungi berbagai objek materi terhadap efek agresif

lingkungan yang tidak bersahabat, tanpa keterbatasan dalam hal bentuk atau

4

ukuran objek yang akan dilindungi. Perlindungan korosi yang ditawarkan berupa

penghambatan sebagian atau seluruh reaksi elektrokimia yang mengarah pada

degradasi unsur logam (Singh et al., 2010).

Pemilihan inhibitor korosi dapat didasarkan pada 3 kriteria berikut: (i) Mudah

disintesis dan mudah diperoleh (ii) Mengandung atom elektronegatif, seperti –N, -

O, -S atau awan elektron pada cincin aromatik yang memiliki rantai relatif

panjang (iii) Memiliki toksisitas yang sangat rendah. Beberapa senyawa

organotimah yaitu variasi senyawa trifeniltimah, di-n-butiltimah, organotimah

diester, garam organotimah dari mercapto-tersubstitusi asam karboksilat, stannous

tartrate, stannous gluconate dan lain-lain (Singh et al., 2010).

Senyawa trifeniltimah merupakan senyawa yang penggunaannya luas pada bidang

industri (Benabdellah et al., 2011). Senyawa tributiltimah dan trifeniltimah paling

sering digunakan sebagai inhibitor korosi. Penggunaan senyawa organotimah

tersebut didasarkan pada ketersediaannya yang melimpah di dunia (Singh et al.,

2010). Ketersediaan timah di Indonesia pun melimpah. Indonesia merupakan

salah satu negara pemasok timah di pasar internasional dengan pangsa pasar 40%

dari total produksi dunia (Bappebti, 2011). Jika ditinjau dari cadangan timah

dunia, Indonesia menempati urutan keempat setelah Cina, Bolivia, dan Peru.

Sedangkan jika ditinjau dari potensi ekspor, Indonesia menduduki peringkat

kedua terbesar setelah Cina sebagai penghasil timah (Nurtia, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Singh et al (2010), menunjukkan bahwa senyawa

kompleks trifeniltimah memiliki efisiensi penghambatan korosi lebih tinggi

dibandingkan kompleks n-dibutil dengan ligan.

5

Pada penelitian sebelumnya, Karlina (2015) dan Aini (2015) melakukan penelitian

menggunakan variasi senyawa utama dan menunjukkan hasil bahwa efektivitas

inhibisi lebih tinggi pada trifeniltimah(IV) karboksilat dibandingkan

dibutiltimah(IV) karboksilat. Selain itu, berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan oleh Nurissalam (2015) telah diketahui bahwa gugus kloro posisi orto

pada substituen ligan asam benzoat diketahui memiliki efek penghambatan korosi

yang lebih baik dibandingkan posisi para. Pada ketiga penelitian tersebut

digunakan medium DMSO-HCl dan telah diketahui bahwa efektivitas inhibisi

tertinggi diperoleh pada penambahan inhibitor sebesar 100 mg/L.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, maka akan dilakukan uji aktivitas

antikorosi senyawa trifeniltimah(IV) karboksilat dengan variasi posisi substituen

hidroksi pada asam benzoat, yaitu posisi orto dan para. Pada penelitian ini

senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida direaksikan dengan asam 2-hidroksibenzoat

dan asam 4-hidroksibenzoat sebagai ligan sehingga dihasilkan senyawa

trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat.

Kemudian dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis,

spektrofotometer IR, dan microelemental analyzer. Kedua senyawa hasil sintesis

kemudian dilakukan uji aktivitas antikorosi pada pelat baja lunak tipe HRP (Hot

Roller Plate). Pengujian antikorosi dilakukan dalam medium korosif DMSO-HCl

dan pengukurannya dilakukan dengan metode polarisasi potensiodinamik

menggunakan instrumentasi EA410 Integrated Potentiostat System eDAQ.

Hasil pengujian yang diperoleh berupa kurva voltammogram, kemudian diolah

dengan metoda analisis Tafel untuk mendapatkan arus korosi, laju korosi, dan

6

nilai efesiensi inhibisi. Selain itu, analisis permukaan baja dengan mikroskop

juga dilakukan untuk melihat pengaruh proteksi senyawa inhibitor yang

dibandingkan dengan medium korosif tanpa inhibitor (Afriyani, 2014).

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mensintesis senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat dan

trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat

2. Menganalisis terbentuknya senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat dan

trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat

3. Menguji efektivitas antikorosi senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat

dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat pada pelat baja lunak tipe HRP

4. Mengetahui mekanisme penghambatan korosi senyawa trifeniltimah(IV) 2-

hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat terhadap baja lunak.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini diantaranya memberikan kontribusi dalam

menangani masalah korosi di Indonesia, serta memberikan informasi mengenai

turunan senyawa organotimah(IV) karboksilat yang dapat digunakan sebagai

inhibitor korosi.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Timah

Timah (Sn) merupakan unsur IV A dalam tabel periodik. Senyawaan timah

ditemukan di lingkungan dengan keadaan oksidasi +2 atau +4. Namun, bentuk

trivalen tidak stabil sehingga senyawa stannous (SnX2) yang berupa timah

bivalen, dan senyawa stannic (SnX4) yang berupa timah tetravalen merupakan dua

jenis utama timah. Anionik stannite dan stannate tidak larut dalam air dan stabil

sedangkan kationik Sn2+

dan Sn4 +

stabil. Timah merupakan salah satu unsur yang

berlimpah pada kerak Bumi (Bakirdere, 2013).

Timah merupakan logam berwarna putih dan melebur pada suhu 232oC. Timah

larut dalam asam maupun basa, senyawa-senyawa oksidanya dengan asam atau

basa akan membentuk garam. Timah tidak reaktif terhadap oksigen bila dilapisi

oleh oksida film dan tidak reaktif terhadap air pada suhu biasa, tetapi akan

mempengaruhi kilauannya (Svehla, 1985). Terdapat beberapa jenis timah,

diantaranya timah β berwarna putih, dan timah α berwarna abu-abu (Jones and

Lappert, 1966). Timah α stabil di bawah suhu 13,2°C. Adapun bentuk ketiga

merupakan timah γ dan dikatakan stabil pada suhu lebih dari 161°C belum

dibuktikan (Smith, 1998).

8

Timah memainkan peran penuh dalam peningkatan aktivitas yang tinggi dalam

kimia organologam yang mulai dikenal pada tahun 1949 (Davies, 2004).

B. Organologam

Senyawa organologam merupakan senyawa yang setidaknya terdapat satu atom

karbon dari gugus organik yang berikatan langsung dengan atom logam. Senyawa

yang mengandung ikatan karbon dengan fosfor, arsen, silikon, ataupun boron

termasuk dalam katagori organologam, tetapi untuk senyawa yang mengandung

ikatan antara atom logam dengan oksigen, belerang, nitrogen, maupun dengan

suatu halogen tidak termasuk sebagai senyawa organologam. Sebagai contoh

suatu alkoksida seperti Ti(C3H7O)4 bukan termasuk senyawa organologam karena

gugus organiknya terikat pada Ti melalui atom oksigen. Sedangkan senyawa

(C6H5)Ti(OC3H7)3 adalah senyawa organologam karena terdapat satu ikatan

langsung antara karbon C dari gugus fenil dengan logam Ti. Berdasarkan bentuk

ikatan pada senyawa organologam, senyawa tersebut dapat dikatakan sebagai

jembatan antara kimia organik dan anorganik. Sifat senyawa organologam yang

umum ialah memiliki atom karbon yang lebih elektronegatif daripada kebanyakan

logamnya. Terdapat beberapa kecenderungan jenis-jenis ikatan yang terbentuk

pada senyawaan organologam (Cotton and Wilkinson, 2007):

a. Senyawaan ionik dari logam elektropositif

Senyawa organologam yang relatif sangat elektropositif umumnya bersifat

ionik, dan tidak larut dalam pelarut organik, serta sangat reaktif terhadap

udara dan air. Senyawa ini terbentuk bila suatu radikal pada logam terikat

9

pada logam dengan keelektropositifan yang sangat tinggi, misalnya logam

alkali atau alkali tanah.

b. Senyawaan organotimah yang memiliki ikatan σ (sigma)

Senyawa ini memiliki ikatan σ yang terbentuk antara gugus organik dan atom

logam dengan keelektropositifan rendah. Jenis ikatannya dapat digolongkan

sebagai ikatan kovalen (meskipun masih ada sifat ionik) dan sifat kimianya

ditentukan dari sifat kimia karbon yang disebabkan oleh beberapa faktor

berikut:

1. Kemungkinan penggunaan orbital d yang lebih tinggi, seperti pada SiR4

yang tidak tampak dalam CR4.

2. Kemampuan donor alkil atau aril dengan pasangan elektron menyendiri

seperti pada Pet3, Sme2 dan sebagainya.

3. Keasaman Lewis sehubungan dengan kulit valensi yang tidak penuh seperti

pada BR3 atau koordinasi tak jenuh seperti pada ZnR2.

4. Pengaruh perbedaan keelektronegatifan antara ikatan logam-karbon (M-C)

atau karbon-karbon (C-C).

c. Senyawaan organologam yang terikat secara nonklasik

Dalam banyak senyawaan organologam terdapat suatu jenis ikatan logam pada

karbon yang tidak dapat dijelaskan dalam bentuk ikatan ionik atau pasangan

elektron. Senyawa ini terbagi menjadi dua golongan:

1. Senyawa organologam yang memiliki gugus-gugus alkil berjembatan

2. Senyawa organologam yang terbentuk antara logam-logam transisi dengan

alkena, alkuna, benzena, dan sistem cincin lainnya seperti C5H5- .

10

Senyawa organologam dari golongan IV A relatif stabil dan memiliki reaktivitas

kimia yang relatif rendah karena memiliki hibridisasi sp3. Oleh karena itu,

tetrametiltimah tidak reaktif terhadap udara dan air, berbanding terbalik dengan

trimetilindium dan trimetilstibin. Tanda peningkatan stabilitas pada senyawa

R4Sn dibandingkan R2Sn juga ditunjukkan dengan adanya efek peningkatan oleh

hibridisasi (Gora, 2005).

C. Organotimah

Senyawa organotimah adalah senyawa yang memiliki paling sedikit satu ikatan

timah-karbon. Senyawa organotimah pertamakali dijelaskan pada tahun 1852

oleh Lowig (Bishop and Zuckerman, 1974). Senyawa organotimah telah dikenal

sejak tahun 1850. Aplikasi komersial organotimah sebagai PVC stabilizer

dikenalkan pada tahun 1940. Gugus organik yang paling umum berikatan dengan

timah adalah metil, butil, oktil, fenil, dan sikloheksil (Davies, 2004).

Senyawa organotimah tahan terhadap hidrolisis atau oksidasi pada kondisi normal

meskipun dibakar menjadi SnO2, CO2, dan H2O. Kemudahan putusnya ikatan Sn-

C oleh halogen atau reagen lainnya bervariasi tergantung pada gugus organik

yang terikat pada timah dan urutannya meningkat dengan urutan sebagai berikut:

Bu (paling stabil) < Pr <et< me < vinil < Ph < Bz < alil < CH2CN < CH2CO2R

(paling tak stabil).

Penggabungan SnR4 melalui gugus alkil sama sekali tidak teramati. Senyawa-

senyawa dengan rumus R3SnX atau R2Sn2X tergabung secara luas melalui

11

jembatan X sehingga meningkatkan bilangan koordinasi Sn menjadi lima, enam,

atau bahkan tujuh. Dalam hal ini, fluorin lebih efektif dibandingkan unsur-unsur

halogen lainnya. Sebagai contoh Me3SnF memiliki struktur trigonal bipiramida,

Me2SnF2 memiliki struktur oktahedral, sedangkan jembatan Cl yang lebih lemah

memiliki struktur terdistorsi.

Kereaktifan senyawa organotimah(II) tinggi seperti dialkil timah dan diaril timah

sederhana yaitu mengalami polimerisasi yang cepat. Kondisi ini dapat ditemukan

pada senyawa organotimah yang memilki kestabilan divalen kemungkinan besar

pada senyawa organik, bentuk adduct dengan basa Lewis atau pasangan

menyendiri Sn terkoordinasi. Pada asam Lewis yang sesuai, perbedaan bilangan

koordinasi dan geometri juga mungkin terjadi pada senyawa organotimah(II) pada

penggunaan orbital 5d, yaitu bentuk trigonal planar (hibridisasi sp2), tetrahedral

(sp3), trigonal bipiramida (sp

3d), dan oktahedral (sp

3d

2) (Van der Weij, 1981).

D. Turunan Organotimah

Ada tiga macam turunan organotimah yaitu (Wilkinson, 1982):

1. Senyawa organotimah halida

Senyawa organotimah halida dengan rumus umum RnSnX4-n (n = 1-3; X = Cl, Br,

I) pada umumnya merupakan padatan kristalin dan sangat reaktif. Organotimah

halida tersebut dapat disintesis secara langsung melalui logam timah, Sn (II) atau

Sn (IV) dengan alkil halida yang reaktif. Metode untuk pembuatan dialkiltimah

12

dihalida ini digunakan secara luas. Sintesis langsung organotimah halida ditinjau

ulang oleh Murphy dan Poller melalui Persamaan 1, 2, 3, dan 4.

2 EtI + Sn Et2Sn + I2 .................................................................................... (1)

Metode lain yang sering digunakan untuk pembuatan organotimah halida adalah

reaksi disproporsionasi tetraalkiltimah dangan timah(IV) klorida. Caranya adalah

dengan mengubah perbandingan mol material awal, seperti ditunjukkan pada

Persamaan 2 dan 3.

3 R4Sn + SnCl4 4 R3SnCl ......................................................................... (2)

R4Sn + SnCl4 2 R2SnCl2 ....................................................................... (3)

Senyawa organotimah klorida digunakan sebagai senyawa awal induk

(melepaskan klorida yang terikat pada Sn) yang direaksikan dengan logam halida

lain yang sesuai seperti ditunjukkan pada Persamaan 4.

R4SnCl4-n + (4-n) MX R4SnX4-n + (4-n) MCl .............................................. (4)

(X = F, Br atau I; M = K, Na, NH4)

3. Senyawa organotimah hidroksida dan oksida

Hidrolisis dari trialkiltimah halida dan senyawa yang berikatan R3SnX yang

menghasilkan produk kompleks, merupakan rute utama pada trialkiltimah oksida

dan trialkiltimah hidroksida. Prinsip tahapan intermediet ditunjukkan pada

Persamaan 5.

OH

R3SnX R3SnX R3SnOSnR3X

X

XR3SnOSnR3OH R3SnO atau R3SnOH ................................................ (5)

13

4. Senyawa organotimah karboksilat

Pada umumnya senyawa organotimah karboksilat dapat disintesis melalui dua

cara yaitu dari organotimah hidroksida atau organotimah oksidanya dengan asam

karboksilat, dan dari organotimah halidanya dengan garam karboksilat. Metode

yang biasa digunakan untuk sintesis organotimah karboksilat adalah dengan

menggunakan organotimah halida sebagai material awal. Organotimah halida

direaksikan dengan garam karboksilat dalam pelarut yang sesuai, biasanya karbon

tetraklorida atau aseton. Reaksinya dapat dilihat pada Persamaan 6.

RnSnCl4-n + (4-n) MOCOR RnSn(OCOR)4-n + (4-n) MCl ........................ (6)

Reaksi esterifikasi dari asam karboksilat dengan organotimah oksida atau

hidroksida dilakukan melalui dehidrasi azeotropik dari reaktan dalam toluena,

seperti ditunjukkan pada Persamaan 7 dan 8.

R2SnO + 2 R’COOHR2Sn(OCOR’)2 + H2O ................................................ (7)

R3SnOH + R’COOHR3SnOCOR’ + H2O ................................................... (8)

E. Sintesis Senyawa Organotimah

Metode pembuatan senyawa organotimah selalu terdiri dari dua prinsip, yang

pertama membuat ikatan langsung timah-karbon pada senyawa seperti R4Sn.

Tahap kedua adalah koproporsionasi, senyawa R4Sn direaksikan dengan timah

klorida untuk memproduksi senyawa dari jenis R3SnCl, R2SnCl2, dan RSnCl3.

Turunan lainnya dihasilkan dari reaksi lanjut senyawa klorida tersebut. Skema

reaksi sintesis senyawa organotimah ditunjukkan pada Gambar 1.

14

R3SnCl

RSnCl3

Sn

Gambar 1. Skema Reaksi Sintesis Senyawa Organotimah (Lehn, 1964).

F. Sifat Kimia Organotimah

Ikatan timah-karbon stabil dalam air dengan kondisi oksigen pada atmosfer

berada pada temperatur normal dan cukup stabil terhadap panas (banyak

organotimah dapat didestilasi di bawah tekanan rendah dengan dekomposisi

sedikit). Asam kuat, halogen, dan agen elektrofilik lainnya dapat membelah

ikatan timah-karbon. Bentuk timah dengan beberapa senyawa didominasi oleh

ikatan kovalen tetapi ikatan itu menunjukkan tingkat karakter ionik yang tinggi

karena timah bertindak sebagai senyawa elektropositif. Triorganotimah

hidroksida tidak bersifat seperti alkohol tetapi basa anorganik. Meskipun basa

kuat memindahkan proton pada triorganotimah hidroksida tertentu karena timah

dapat bersifat amfoter. Dengan demikian, bis(triorganotimah) oksida atau

(R3Sn)2O merupakan basa kuat dan bereaksi dengan asam organik maupun asam

anorganik membentuk garam dan yang tak larut dalam air (Gora, 2005).

R4Sn

RMgCl GRIGNARD

RCl-Na WURTZ SnCl4

Alkil Alumunium AlR3

Reaksi Koproporsionasi

R2SnHal2 RHal2 Sintesis Langsung

+ SnCl4 R2SnCl2

15

G. Struktur organotimah

Senyawa tetraalkil- dan tetraaril-timah(IV) sederhana yang ada dalam semua

kondisi dimana seperti monomer tetrahedral tapi merupakan turunan RnSnX4-n (n

= 1 sampai 3), dimana X merupakan gugus elektronegatif (halida, karboksilat, dll)

maka sifat asam Lewis timah meningkat dan basa Lewis membentuk kompleks

dengan bilangan koordinasi yang lebih tinggi.

Senyawa R3SnX biasanya membentuk kompleks koordinasi-lima, yaitu R3SnXL

yang kurang trigonal bipiramidal, sedangkan senyawa R2SnX2 dan RSnX3

biasanya membentuk kompleks koordinat-enam yaitu R2SnX2L2 dan RSnX3L2

yang kurang oktahedral (Davies, 2004).

H. Aplikasi Organotimah

Senyawa organotimah dapat dimanfaatkan sebagai PVC stabilizer (Pereyre et al.,

1987) katalis (Evans et al., 1985), aktivitas biosidal, antigumpal cat, pengawet

kayu, pertanian, kaca untuk membentuk pelapis timah oksida (Gitlitz et al., 1992).

Dalam beberapa penelitian, diketahui beberapa manfaat lain senyawa

organotimah(IV) karboksilat diantaranya sebagai antifungi dan antimikroba

(Bonire et al., 1998). Diketahui pula bahwa kompleks di- dan tri- organotimah

halida dengan berbagai ligan yang mengandung nitrogen, oksigen, dan sulfur

memiliki aktivitas biologi dan farmakologi dan digunakan sebagai fungisida

dalam pertanian, bakterisida, dan agen antitumor (Jain et al., 2003). Selain itu,

penelitian terbaru menyebutkan bahwa senyawa organotimah memiliki

16

kemampuan sebagai inhibitor korosi (Rastogi et al., 2005; Singh et al., 2010;

Rastogi et al., 2011; Hadi et al., 2015).

Tabel 1. Efisiensi inhibisi senyawa organotimah(IV) karboksilat dalam medium

DMSO-HCl.

No Senyawa organotimah Efisiensi inhibisi (%)

1 Dibutiltimah(IV) di-4-aminobenzoat 37,5

2 Difeniltimah(IV) di-4-aminobenzoat 40,54

3 Difeniltimah(IV) di-3-aminobenzoat 42,88

4 Trifeniltimah(IV) 3-aminobenzoat 50,34

5 Trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat 51,35

6 Trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat 56,52

7 Trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat 61,55

(Aini, 2015; Karlina, 2015; Nurissalam, 2015).

I. Toksisitas Organotimah

Toksisitas senyawa timah sangat luas, pertama tergantung pada gugus organik

yang terikat pada timah dan yang kedua bergantung pada gugus organik yang ada

pada senyawa. Senyawa timah anorganik pada umumnya memilki toksisitas yang

rendah. Toksisitas tertinggi telah diketahui pada senyawa triorganotimah,

sedangkan senyawa diorganotimah dan monoorganotimah diketahui memiliki

toksisitas yang rendah. Toksisitas senyawa tetraorganotimah rendah. Akan

tetapi, di bawah kondisi lingkungan akan terdekomposisi menjadi triorganotimah

yang bersifat toksik. Gugus organik yang menempel pada timah juga menentukan

toksisitas organotimah. Seperti trietiltimah bersifat lebih toksik, diikuti oleh

17

metil, propil, dan butil. Senyawa trioktiltimah memiliki toksisitas rendah,

sedangkan trifenil dan trisikloheksiltimah memiliki toksisitas yang cukup tinggi

(Smith, 1977).

J. Asam 2-hidroksibenzoat

Asam salisilat memiliki rumus molekul C6H4(OH)COOH, di mana gugus OH

berada pada posisi orto terhadap gugus karboksil. Asam salisilat ini juga dikenal

sebagai asam 2-hidroksibenzoat. Senyawa tersebut kurang larut dalam air (2 g/L

pada 20°C). Asam salisilat atau asam orto-hidroksibenzoat dapat dihasilkan oleh

glukosilasi, metilasi atau hidroksilasi dari cincin aromatik (Raskin, 1992; Lee et

al., 1995). Asam salisilat dan derivatnya dikenal dapat mengurangi rasa sakit,

demam, membantu mengobati banyak penyakit inflamasi, mencegah penyakit

jantung dan serangan jantung koroner. Asam salisaliat juga berpengaruh dalam

penekanan tumor (Ansari and misra, 2007; Elwood et al., 2009). Selain itu, asam

2-hidroksibenzoat juga diketahui memiliki efek sebagai antiinflamasi dan

antirematik pada manusia. Struktur asam 2-hidroksibenzoat ditunjukkan pada

Gambar 2.

Gambar 2. Struktur asam 2-hidroksibenzoat (Hayat et al., 2013).

18

K. Asam 4-hidroksibenzoat

Asam 4-hidroksibenzoat merupakan salah satu turunan asam benzoat. Asam 4-

hidroksibenzoat berupa kristal tak berwarna, memiliki titik leleh 214,5-212,5oC

serta cepat larut dalam air panas dan etanol. Senyawa tersebut sering

diaplikasikan dalam makanan dan kosmetik (Hans-Dieter and Jeschkeit, 1994).

Struktur asam 4-hidroksibenzoat ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur asam 4-hidroksibenzoat (Hinwood, 1987).

L. Baja Lunak HRP

Berdasarkan komposisi kimianya, baja dibedakan menjadi dua macam yaitu baja

karbon dan baja padanan. Baja karbon adalah baja yang bukan hanya tersusun

atas padanan besi dan karbon, tetapi juga unsur lain yang tidak mengubah sifat

baja. Baja karbon diproduksi dalam bentuk balok, profil, lembaran, dan kawat.

Ada beberapa jenis baja karbon, antara lain sebagai berikut (Amanto dan

Daryanto, 2006):

a) Baja karbon rendah yang mengandung 0,022 – 0,3% C yang dibagi menjadi

empat bagian menurut kandungannya yaitu:

19

- Baja karbon rendah mengandung 0,04% C digunakan untuk plat-plat strip

- Baja karbon rendah mengandung 0,05% C digunakan untuk badan

kendaraan

- Baja karbon rendah mengandung 0,05 – 0,25% C digunakan untuk

konstruksi jembatan dan bangunan

- Baja karbon rendah mengandung 0,05 – 0,3% digunakan untuk baut paku

keling, karena kepalanya harus dibentuk.

b) Baja karbon menengah

Baja karbon menengah memiliki sifat –sifat mekanik yang lebih baik daripada

baja karbon rendah. Baja karbon menengah mengandung 0,3–0,6% C dan

memiliki ciri khas lebih kuat dan keras daripada baja karbon rendah, tidak

mudah dibentuk dengan mesin, lebih sulit untuk pengelasan dan dapat

dikeraskan dengan baik.

c) Baja karbon tinggi.

Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon antara 0,6 – 1,7%. Baja jenis

tersebut memiliki ciri sangat kuat dan getas/rapuh, sulit dibentuk

menggunakan mesin, mengandung unsur sulfur dan posfor, dan dapat

dilakukan proses heat treatment dengan baik.

Pada penelitian ini digunakan baja berkarbon rendah yang diproses melalui

pemanasan dan berupa lembaran. Baja jenis tersebut dikenal dengan nama hot

roller plate atau HRP. Contoh baja jenis ini seperti terdapat pada Gambar 4.

Specimen baja karbon memiliki komposisi seperti tercantum pada Tabel 2.

20

Gambar 4. hot roller plate atau HRP.

Tabel 2. Persen unsur-unsur kimia pada baja lunak HRP.

Informasi kimia untuk baja lunak HRP

Unsur Persentase (%)

C 0,42-0,5

Fe 98,51-98,98

Mn 0,6-0,9

P 0,04 maksimal

S 0,05 maksimal

(Butarbutar dan Sunaryo, 2011).

M. Korosi

Korosi secara umum didefinisikan sebagai suatu peristiwa kerusakan atau

penurunan kualitas suatu bahan yang disebabkan oleh terjadinya reaksi dengan

lingkungannya. Korosi pada logam (perkaratan) yaitu peristiwa perusakan pada

logam yang disebabkan oleh reaksi oksidasi. Kerusakan terhadap logam-logam

tersebut dipengaruhi oleh adanya gas oksigen, amonia, klorida, air, larutan garam,

basa, asam, dan juga akibat arus listrik. Pada umumnya korosi yang paling

banyak terjadi adalah korosi oleh udara dan air (Fontana, 1986).

21

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses korosi diantaranya:

1. Fisika : panas, perubahan temperatur, pendinginan, radiasi matahari

2. Kimia : larutan asam, basa, garam, bahan-bahan organik, gas buangan

3. Biologi : mikroorganisme, jamur, ganggang, binatang laut, bakteri.

N. Proses Korosi

Berdasarkan proses terjadinya, korosi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu proses

korosi kering dan proses korosi basah (Trethewey and Chamberlein, 1991).

1. Proses korosi kering (dry corrosion)

Proses korosi kering yaitu korosi yang dalam reaksinya tidak melibatkan air atau

larutan. Reaksinya ditunjukkan pada Persamaan 9.

M Mz+

+ ze- ..................................................................................... (9)

Keterangan: Mz+

: Ion logam pada lapisan oksida

ze- : Elektron lapisan oksida logam

Logam gas

Mz+ ze-

Ze

Selaput oksida

Anoda Katoda

Gambar 5. Ilustrasi mekanisme korosi kering.

O2-

22

Berdasarkan Gambar 5, permukaan batas logam atau oksida dapat dianggap

sebagai anoda dan permukaan batas gas atau oksida dapat dianggap sebagai

katoda.

2. Proses korosi basah (wet corrosion)

Pada proses korosi basah, oksida logam dan reduksi nonlogam terjadi pada daerah

berbeda pada permukaan logam, sehingga terjadi transfer elektron melalui logam

dari anoda (logam teroksidasi) ke katoda (nonlogam tereduksi) seperti ditunjukan

pada Gambar 6. Fase padat dan stabil yang terbentuk pada permukaan batas

logam (larutan) dapat berupa senyawa padat atau ion terhidrasi (anion atau

kation). Fase padat ini dapat disingkirkan dari permukaan batas melalui proses

seperti migrasi, difusi, atau konveksi (secara alami ataupun tidak). Pada keadaan

ini reaktan-reaktan tidak akan terpisah oleh batas dan kecepatan cenderung linier.

Reaksi korosi basah dapat ditulis sebagai Persamaan 10, 11, dan 12.

Mz+

(aq) + ze- + H2O(l) M(s) ........................................................ (10)

O2 + 2H2O(aq) + 4e-

4OH-(aq) ................................................. (11)

atau

O2(g) + 4H+

(aq) + 4e- 2H2O(aq) ................................................... (12)

Logam Logam

ze-

Mz+

(aq)O2 OH-

Larutan elektrolit

Anoda Katoda

Gambar 6. Proses korosi basah dengan dua elektroda.

23

O. Faktor-faktor penyebab korosi

Faktor-faktor penyebab terjadinya korosi antara lain adalah atmosfer atau udara,

air, tanah, air, tanah, gas-gas korosif, dan zat-zat kimia (Trethewey and

Chamberlein, 1991).

1. Atmosfer atau udara

Udara penyebab korosi dibedakan menjadi 2 yaitu udara kering dan udara

basah (lembab). Udara kering hanya mengandung sedikit sekali uap air,

sedangkan udara lembab dapat mengandung lebih banyak uap air. Pada udara

yang kering dan bersih, proses korosi berjalan sangat lambat, sedangkan pada

udara lembab korosi dapat terjadi dengan lebih cepat. Ini dapat disebabkan

karena udara yang jenuh dengan uap air banyak mengandung garam-garam,

asam, zat-zat kimia dan gas-gas.

2. Air

Air dapat dibedakan atas air laut dan air tawar. Air laut merupakan larutan

elektrolit yang mengandung garam-garam (terutama NaCl) yang sangat

korosif. Air tawar seperti air sungai, air danau atau air tanah dapat

mengandung berbagai macam garam alamiah, asam, oksigen dan zat-zat kimia

lain yang berasal dari susunan geologi dan mineral dari daerah yang

bersangkutan. Korosi akan dipercepat oleh air yang mengandung garam,

karena sifat elektrolit memberikan suasana yang baik untuk terjadinya suatu

reaksi reduksi-oksidasi. Biasanya zat terlarut yang membentuk asam, misalnya

belerang dioksida dan karbon dioksida yang akan mempercepat laju korosi.

24

3. Tanah

Korosi di dalam tanah selain terjadi pada pipa-pipa dan kabel-kabel juga terjadi

pada pondasi-pondasi logam yang terpendam di dalamnya. Pada pemasangan

pipa-pipa dalam tanah, tanah yang digali dan kemudian ditutup lagi

memungkinkan adanya oksigen terkurung di dalam tanah dapat menyebabkan

korosi. Korosi elektrokimia dapat terjadi dalam tanah akibat adanya arus

listrik yang disebabkan oleh kebocoran arus listrik dari kabel-kabel jalan rel

kereta api atau sumber-sumber lain. Untuk menanggulangi masalah seperti itu

dibutuhkan teknik isolasi yang baik terhadap kabel yang dikubur dalam tanah.

Tanah harus dianalisis terlebih dahulu sebelum logam-logam dimasukan ke

dalamnya karena tanah dapat mengandung berbagai macam asam, zat-zat

kimia dan mineral-mineral yang korosif. Setelah dianalisis, kita dapat

menentukan usaha perlindungan yang tepat terhadap logam-logam tersebut dari

serangan korosi di dalam tanah.

4. Zat-zat kimia

Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan korosi antara lain adalah asam, basa

dan garam baik dalam bentuk cair, padat maupun gas. Pada umumnya korosi

oleh zat-zat kimia pada suatu material dapat terjadi bila material mengalami

kontak langsung dengan zat-zat kimia tersebut.

P. Bentuk-bentuk korosi

Berdasarkan prosesnya, secara umum ada dua macam proses korosi, yaitu (Das,

2012):

25

1. Korosi proses kimia

Merupakan serangan korosi secara langsung, tanpa adanya aliran listrik pada

logam. Contohnya adalah berkaratnya baja dalam udara terbuka. Korosi oleh

proses kimia biasanya menyebar secara merata pada seluruh permukaan

logam.

2. Korosi elektrokimia

Oleh proses elektrokimia, pada permukaan logam akan terbentuk daerah-

daerah anoda dan katoda, yang satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh

jarak-jarak tertentu. Karena potensial anoda “kurang mulia” atau tinggi

derajatnya dibanding potensial katoda, maka akan terjadi arus listrik di antara

kedua elektroda tersebut, elektron-elektron akan berpindah dari anoda ke

katoda, sehingga anoda larut dan katoda mendapat perlindungan.

Berdasarkan bentuknya korosi dapat dibagi menjadi delapan jenis diantaranya:

korosi merata, korosi galvanik, korosi celah, korosi sumuran, korosi batas butir,

korosi kavitasi, korosi erosi, dan korosi regangan (Fontana, 1986).

1. Korosi merata (uniform corrosion)

Korosi merata merupakan bentuk korosi yang sering terjadi dan banyak

dijumpai pada besi yang mengalami perendaman dalam larutan asam. Logam

besi akan menjadi tipis secara merata pada permukaannya dengan kecepatan

yang hampir sama, sehingga daerah-daerah anoda dan katoda tersebar pada

seluruh permukaan. Contohnya sebatang besi (Fe) atau seng (Zn) direndam

dalam larutan H2SO4. Keduanya akan larut dengan laju yang merata pada

permukaan logam.

26

2. Korosi galvanik (galvanic corrosion)

Korosi galvanik terjadi karena perbedaan potensial antara dua logam yang

tidak sama, bila kedua logam ini bersinggungan akan menghasilkan aliran

elektron di antara kedua logam tersebut. Logam yang lebih mulia bersifat

katodik akan diserang korosi lebih kecil, sedangkan logam yang kurang mulia

bersifat anodik akan lebih mudah diserang korosi.

3. Korosi celah (crevice corrosion)

Korosi ini terjadi pada suatu logam di daerah yang berhubungan langsung

dengan bahan lain yang bukan logam. Umumnya terjadi karena terdapat

perbedaan konsentrasi larutan atau konsentrasi oksigen, sehingga

menyebabkan adanya perbedaan potensial oksidasi pada logam tersebut.

4. Korosi sumuran (pitting corrosion)

Korosi sumuran adalah bentuk penyerangan korosi setempat yang

menghasilkan sumur pada logam di tempat tertentu. Logam mula-mula

terserang korosi pada suatu titik di permukaannya atau pada daerah tertentu

yang sangat kecil dan diteruskan menuju ke dalam logam. Penyebab korosi

sumuran yang paling umum adalah serangan selektif terhadap logam di

tempat-tempat yang lapisan pelindung permukaannya tergores atau pecah

akibat perlakuan mekanik. Korosi ini terjadi pada permukaan oksida

pelindung logam yang terjadi sebagai stimulasi dari reaksi anoda, aktivasi

anion dan reaksi katoda melalui kehadiran agen pengoksidasi dan melalui

permukaan katoda efektif dengan polarisasi rendah. Korosi sumuran akan

terjadi jika logam memenuhi potensial korosi minimum yang selanjutnya

disebut sebagai potensial pitting.

27

5. Korosi batas butir (interglanular corrosion)

Korosi batas butir merupakan korosi yang terjadi pada batas butir logam.

Dalam hal ini timbul keretakan pada logam akibat korosi melalui batas butir.

Retak yang ditimbulkan korosi jenis ini disebut stress corrosion cracking

(SCC) yang terdiri atas retak interglanular dan retak transgranular. Retak

intergranular berjalan sepanjang batas butir, sedangkan retak transgranular

berjalan tanpa menyusuri batas butir tersebut.

6. Korosi kavitasi

Korosi kavitasi terjadi karena tingginya kecepatan cairan yang menciptakan

daerah-daerah bertekanan tinggi dan rendah secara berulang-ulang pada

permukaan peralatan cairan tersebut mengalir. Maka terjadi gelembung-

gelembung uap air pada permukaan tersebut, yang apabila pecah kembali

menjadi cairan akan menimbulkan pukulan pada permukaan yang cukup besar

untuk memecahkan film oksida pelindung permukaan. Akibatnya bagian

permukaan yang tidak terlindungi terserang korosi.

7. Korosi erosi (erosion corrosion)

Korosi erosi disebabkan oleh gabungan peristiwa korosi dan korosi akibat

aliran fluida sehingga proses korosi lebih cepat. Korosi ini dicirikan oleh

adanya gelombang, lembah yang biasanya merupakan suatu pola tertentu.

8. Korosi regangan (stress corrosion)

Gaya-gaya seperti tarikan (tensile) atau kompresi (compressive) berpengaruh

sangat kecil pada proses pengkaratan. Adanya kombinasi antara regangan

28

tarik (tensile stress) dan lingkungan yang korosif, maka akan terjadi kegagalan

material berupa retakan yang disebut retak korosi regangan.

Q. Dampak Korosi

Korosi dapat menyebabkan ketel uap meledak, pipa minyak pecah, atau senjata

macet. Hasil survei menunjukkan bahwa korosi tidak hanya terjadi pada logam

tetapi dapat terjadi pada fondasi beton. Berikut contoh-contoh kasus korosi yang

merugikan, kasus pertama: korosi menelan biaya yang tinggi pada tahun 1980.

Institut Batelle memperkirakan kerugian Amerika Serikat sekitar 70 milyar dollar

setahun. Kasus kedua: korosi memboroskan sumber daya alam karena dalam 90

detik, 1 ton baja dapat diubah menjadi karat. Dan kasus ketiga: korosi dapat

mendatangkan maut. Pada tahun 1985 bagian atas sebuah kolam renang di Swiss

roboh dan melukai banyak orang, penyebabnya adalah baja pendukung yang

berkarat (Supandi, 1997).

R. Inhibitor Korosi

Inhibitor adalah senyawa atau campuran yang apabila pada konsentrasi rendah

dan di lingkungan agresif dapat menghambat, mencegah atau meminimalkan

korosi (Obot et al., 2009).

Macam-macam Inhibitor Korosi

Inhibitor korosi dapat berupa senyawa kimia sintesis maupun alam dan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut (Yildirim et al., 2003):

29

- Senyawa alam yaitu organik atau anorganik

- Jalan mekanismenya, yaitu anodik, katodik, atau campuran anodik-katodik dan

jalan adsorbsi

- Sebagai oksidan atau bukan oksidan.

1. Inhibitor anodik

Inhibitor anodik atau inhibitor pasivasi menghambat melalui reaksi reduksi

anodik, yaitu memblok reaksi pada anoda dan mendorong reaksi untuk pasivasi

permukaan logam juga membentuk lapisan pengadsorbsi di atas logam. Secara

umum, inhibitor bereaksi dengan produk korosi membentuk lapisan tidak larut

dalam air di atas permukaan logam (Gentil, 2003; Roberge, 1999).

Inhibitor anodik bereaksi dengan ion logam (Men+

) diproduksi pada anoda,

hidroksida tak larut berupa lapisan di atas permukaan logam sebagai lapisan tak

larut dan tidak dapat ditembus oleh ion logam. Hidrolisis inhibitor menghasilkan

ion OH-. Efek mekanisme penghambatan anodik ditunjukkan oleh Gambar 7.

Gambar 7. Mekanisme penghambatan inhibitor anodik (Gentil, 2003).

30

2. Inhibitor katodik

Selama proses korosi, inhibitor katodik mencegah terjadinya reaksi katodik pada

logam. Inhibitor ini menjadikan ion logam mampu menghasilkan reaksi katodik

karena alkalinitas, sehingga menghasilkan senyawa taklarut yang mengendap

secara selektif pada situs katodik. Inhibitor tersebut membatasi difusi spesies

yang dapat direduksi di daerah-daerah katodik. Dengan demikian, meningkatkan

terhalangnya permukaan dan pembatasan difusi spesies yang dapat direduksi,

yaitu difusi oksigen dan elektron konduktif di daerah-daerah katodik. Inhibitor ini

menyebabkan penghambatan katodik tinggi (Gentil, 2003; Roberge, 1999; Talbot,

2000).

Ilustrasi efek penghambatan inhibitor katodik pada proses korosi ditunjukkan oleh

Gambar 8.

Gambar 8. Efek penghambatan inhibitor katodik (Gentil, 2003).

medium medium

31

S. Teknik Menganalisis Penghambatan

Teknik yang paling umum digunakan untuk menganalisis efektivitas

penghambatan adalah dengan uji kehilangan massa dan pengukuran elektrokimia,

seperti metode kurva polarisasi dan menganalisis dengan pengukuran impedansi

(penghalangan) proses korosi (Dariva and Galio, 2014).

T. Mekanisme Inhibisi

Pada umumnya mekanisme penghambatan merupakan salah satu atau lebih dari

tiga hal berikut ini:

- Inhibitor diadsorbsi secara kimia (chemisorption) di atas permukaan logam dan

membentuk lapisan tipis pelindung yang memiliki efek penghambatan atau

oleh kombinasi ion inhibitor dan permukaan logam

- Inhibitor membentuk lapisan dengan perlindungan oksida dari logam dasar

- Inhibitor bereaksi dengan komponen yang bersifat korosif dalam media air

menghasilkan senyawa kompleks (Ramanathan, 1988; Gentil, 2003; Ju et al.,

2008).

1. Penghambatan melalui adsorpsi

Inhibitor jenis ini seringkali berupa zat kimia yang memiliki rantai dengan gugus

aktif seperti -CN, SH, -NH2, -COOH, O-PO3. Rantai organik panjang melindungi

permukaan dengan cakupannya, sedangkan gugus utama mengikat kuat atom dari

32

permukaan logam. Pasangan elektron bebas sangat penting untuk proses

pengikatan tersebut (Schweitzer, 2003).

Kelompok CH3 dalam posisi meta atau para dari piridina (C5H5N) menginduksi

kerapatan elektron yang tinggi pada atom nitrogen dan dengan demikian

meningkatkan sifat-sifat penghambatannya. Penambahan gugus elektronegatif

seperti –Cl memiliki efek sebaliknya. Hasil yang sama diperoleh untuk

benzonitril (C6H6-CN) dengan ligan dalam keadaan ekuivalen pada cincin

senyawa aromatik. Adsornates ini sebagian besar aktif pada elektrolit asam di

mana permukaan logam tidak terlindungi dan cenderung larut (Schweitzer, 2003).

Inhibitor dapat menghalangi pelarutan logam pada anoda atau reaksi reduksi

katodik atau kedua proses secara bersamaan. Jika reaksi katodik dihambat, garis

Tafel katodik terkait bergeser ke potensial yang lebih negatif. Jika reaksi anodik

dihambat, garis Tafel anodik terkait bergeser ke potensial yang lebih positif

(Schweitzer, 2003).

2. Penghambatan melalui pengendapan oleh senyawa

Endapan pada permukaan memblokade kedua reaksi, yaitu pelarutan logam dan

proses redoks. Dalam keduanya, kemungkinan difusi memiliki peranan penting.

Ion logam terlarut harus menyebar melalui pori-pori dari permukaan logam

kesejumlah besar elektrolit dan juga spesies redoks dari sejumlah elektrolit ke

permukaan logam.

33

Ada dua macam penghambatan melalui pasivasi yaitu (Schweitzer, 2003):

- Apabila reaksi katodik cukup cepat untuk mengimbangi pelarutan logam, agen

pengoksidasi melakukan pemasifan. Dengan demikian, sistem redoks

memungkinkan melewati puncak pelarutan logam aktif dan juga potensi dalam

rentang pasif terbentuk. Setelah pasivasi, proses katodik harus

mengkompensasi hanya ada kerapatan korosi pasif yang sangat kecil.

- Sistem redoks lain mungkin hanya mempertahankan pasivasi. Mereka

mengkompensasi tingkat pelarutan pasif yang kecil ketika pasivitas telah

tercapai. Sistem redoks ini terlalu lambat untuk mengatasi puncak pelarutan

aktif. Setelah logam diaktivasi, potensial turun ke nilai di kisaran pelarutan

aktif dengan laju korosi meningkat.

U. Metode Analisis Korosi

Pada penelitian ini analisis korosi dilakukan menggunakan metode polarisasi

potensiodinamik. Polarisasi potensiodinamik adalah metode untuk menentukan

perilaku korosi logam berdasarkan hubungan potensial dan arus anodik/katodik.

Korosi logam terjadi jika terdapat arus anodik yang besarnya sama dengan arus

katodik, walaupun tidak ada arus yang diberikan di luar sistem. Hal ini

disebabkan ada perbedaan potensial antara logam dan larutan sebagai

lingkungannya (Sunarya, 2008).

Laju korosi dapat ditentukan dengan metode tersebut dengan menggunakan

potensiostat dengan tiga elektroda, yaitu elektroda acuan AgCl, elektroda bantu

berupa platina, dan elektroda kerja berupa spesimen baja. Data yang didapat dari

34

metode ini adalah kurva polarisasi anodik/katodik yang menyatakan hubungan

antara arus (μA/cm2) sebagai fungsi potensial (mV). Selanjutnya kurva tersebut

diekstraposisi untuk dapat menentukan laju korosi dan arus korosi melalui

Persamaan 13 (Butarbutar dan Febrianto, 2009).

𝑅𝑚𝑝𝑦 = 0,13 𝐼𝑐𝑜𝑟𝑟

...................................................................................... (13)

Keterangan:

Rmpy : laju korosi (mili inch/year);

Icorr : densitas arus korosi (𝜇𝐴/𝑐𝑚2);

e : berat ekivalen material (g);

ρ : densitas material (g/𝑐𝑚3).

Sedangkan besarnya efisiensi inhibitor dalam menghambat korosi dapat diperoleh

berdasarkan Persamaan 14 (Rastogi et al., 2005).

𝑝𝑟𝑜 ( 𝐼)

........................................................... (14)

Keterangan:

%EI : persentase efektivitas penghambatan;

𝐼𝑐𝑜𝑟𝑟o : arus sebelum ditambahkan inhibitor;

𝐼𝑐𝑜rri : arus sesudah ditambahkan inhibitor.

V. Analisis Senyawa Organotimah

Pada penelitian yang dilakukan, hasil yang diperolah dianalisis dengan

menggunakan spektrofotometer IR, spektrofotometer UV-Vis, dan analisis unsur

C dan H menggunakan alat microelemental analyzer.

35

1. Spektrofotometer IR

Spektrofotometer adalah instrumen yang digunakan untuk mengetahui adanya

suatu gugus fungsi dengan mengukur resapan radiasi inframerah pada berbagai

panjang gelombang. Dalam spektroskopi tersebut, frekuensi dinyatakan dalam

bilangan gelombang (wavenumber) (Fessenden and Fessenden, 1986).

Spektra IR memberikan absorpsi yang bersifat aditif atau juga sebaliknya.

Penurunan absorpsi disebabkan karena kesimetrian molekul, sensitivitas alat, dan

aturan seleksi. Aturan seleksi yang mempengaruhi intensitas serapan IR ialah

perubahan momen dipol selama vibrasi yang dapat menyebabkan molekul

menyerap radiasi IR. Dengan demikian, jenis ikatan yang berlainan (C-H, C-C,

atau O-H) menyerap radiasi IR pada panjang gelombang yang berlainan. Suatu

ikatan dalam molekul dapat mengalami berbagai jenis getaran. Oleh sebab itu,

suatu ikatan dapat menyerap energi lebih dari satu panjang gelombang. Puncak-

puncak yang muncul pada daerah 4000-1450 cm-1

biasanya berhubungan dengan

energi untuk vibrasi uluran diatomik. Daerahnya dikenal dengan group frequency

region (Sudjadi, 1985).

Tabel 3. Serapan inframerah gugus fungsional senyawa organic dan ikatan

karbon-timah.

Tipe senyawa

Posisi absorpsi

cm-1

RCOOH (Asam karboksilat)

OH atau NH

Sn-Cl

Sn-O

Sn-O-C

1700-1725

3000-3700

500-330

800-600

1250-1000

(Fessenden and Fessenden, 1986).

36

2. Analisis spektroskopi UV-Vis

Pada spektroskopi UV-Vis, senyawa yang dianalisis akan mengalami transisi

elektronik sebagai akibat penyerapan radiasi sinar UV dan sinar tampak oleh

senyawa yang dianalisis. Transisi tersebut pada umumnya antara orbital ikatan

atau pasangan elektron bebas dan orbital antiikatan. Panjang gelombang serapan

merupakan ukuran perbedaan tingkat-tingkat energi dari orbital-orbital. Agar

elektron dalam ikatan sigma tereksitasi maka diperlukan energi paling tinggi dan

akan memberikan serapan pada 120-200 nm (1 nm= 10-7

cm = 10 Å). Daerah ini

dikenal sebagai daerah ultraviolet hampa karena pada pengukuran tidak boleh ada

udara, sehingga sukar dilakukan dan relatif tidak banyak memberikan keterangan

untuk penentuan struktur.

Di atas 200 nm merupakan daerah eksitasi elektron dari orbital p, d, dan orbital π

terutama sistem π terkonjugasi mudah pengukurannya dan spektrumnya

memberikan banyak keterangan. Kegunaan spektrofotometer UV-Vis ini terletak

pada kemampuannya mengukur jumlah ikatan rangkap atau konjugasi aromatik di

dalam suatu molekul. Spektrofotometer ini dapat secara umum membedakan

diena terkonjugasi dari diena tak terkonjugasi, diena terkonjugasi dari triena dan

sebagainya. Letak serapan dapat dipengaruhi oleh subtituen dan terutama yang

berhubungan dengan subtituen yang menimbulkan pergeseran dalam diena

terkonjugasi dari senyawa karbonil (Sudjadi, 1985).

Pergantian ligan dapat diamati dengan adanya pergeseran λmax untuk transisi

elektron π→π* ketika ligan hidroksi tergantikan dengan ligan asam

37

hidroksibenzoat (lebih bersifat penarik elektron) sehingga bergeser ke arah λmax

yang lebih panjang (pergeseran batokromik) (Day dan Underwood, 1998).

Pada senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida terjadi transisi elektronik dari π→π*

pada panjang gelombang 204 nm dan dari n→π* yaitu 293 nm. Gugus subtituen

elektronegatif pada posisi orto akan memberikan pergeseran n→π* pada λmax yang

lebih panjang dibandingkan posisi meta dan para (Nurissalam, 2015).

3. Analisis unsur dengan menggunakan microelemental analyzer

Mikroanalisis adalah penentuan kandungan unsur penyusun suatu senyawa yang

dilakukan dengan menggunakan microelemental analyzer. Unsur yang umum

ditentukan adalah karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), dan sulfur (S).

Sehingga alat yang biasanya digunakan untuk tujuan mikroanalisis ini dikenal

sebagai CHNS microelemental analyzer. Hasil yang diperoleh dari mikroanalisis

ini dibandingkan dengan perhitungan secara teori. Walaupun seringnya hasil

yang diperoleh berbeda, perbedaan biasanya antara 1–5%. Namun, analisis ini

tetap sangat bermanfaat untuk mengetahui kemurnian suatu sampel (Costecsh

Analytical Technologies, 2011).

Prinsip dasar dari microelemental analyzer yaitu sampel dibakar pada suhu tinggi.

Produk yang dihasilkan dari pembakaran tersebut merupakan gas yang telah

dimurnikan kemudian dipisahkan berdasarkan masing-masing komponen dan

dianalisis dengan detektor yang sesuai. Pada dasarnya, sampel yang diketahui

jenisnya dapat diperkirakan beratnya dengan menghitung setiap berat unsur yang

diperlukan untuk mencapai nilai kalibrasi terendah atau tertinggi (Caprette, 2007).

Tabel 4. Data komposisi unsur (%) C dan H teoritis.

38

Senyawa Komposisi unsur (%) teoritis

C H

[(C6H5)3Sn(OH)] 58,91 4,30

[(C6H5)3Sn(o- C6H4(OH)COO)] 61,64 4,20

[(C6H5)3Sn(p- C6H4(OH)COO)] 61,64 4,20

4. Integrated Potentiostat System

Potensiostat atau biasa dikenal dengan voltammetri adalah metode analisis

kimia yang memberikan informasi analit berdasarkan hubungan arus

(ampere) dengan tegangan listrik (voltase) pada waktu proses elektrolisis

sedang berlangsung yang dapat dinyatakan dalam voltammogram. Dari

voltammogram dapat diperoleh informasi mengenai analit seperti kinetika kimia

yang dapat ditinjau dari karakterisasi suatu bahan. Parameter analisis kimia

kimia kualitatifnya adalah nilai Eo yang menyatakan besarnya potensial reduksi

standar elektroda, sedangkan parameter analisis kimia kuantitatifnya ditinjau dari

besarnya arus (Qudus, 2009). Contoh grafik hasil pemindaian laju korosi

ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik hasil pemindaian laju korosi menggunakan potensiostat.

39

Dalam penelitian ini digunakan instrumen ER466 Integrated Potentiostat

System eDAQ seperti pada Gambar 10. Potensiostat jenis ini dapat digunakan

dalam berbagai pengukuran seperti temperatur, intensitas cahaya, ORP, pH

tekanan dan kadar oksigen terlarut. Keunggulan potensiostat jenis ini adalah

penggunaannya yang relatif mudah, dapat memonitoring arus dari nanoampere

hingga 100 mA, praktis lebih sederhana karena hanya terdiri dari

satu instrumen yang langsung terintegrasi (eDAQ, 2011).

Gambar 10. ER466 Integrated Potentiostat System eDAQ (www.eDAQ.com).

Dalam pengukuran, umumnya digunakan 3 jenis elektroda yang terhubung ke

alat potensiostat melalui kabel penghubung, kabel berwarna hijau terhubung ke

elektroda kerja, kabel merah terhubung ke elektroda bantu sedangkan kabel

kuning terhubung ke elektroda acuan/pembanding (eDAQ, 2011). Fungsi

masing-masing elektroda antara lain sebagai berikut (Qudus, 2009):

Elektroda kerja (working electrode): elektroda ini dibentuk dari logam benda

uji yang akan diteliti berfungsi untuk melakukan proses elektrolisis.

Elektroda bantu (auxiliary electrode): menyempurnakan proses

faraday/elektrosisis, jika elektroda kerja sedang melekukan oksidasi, maka

elektroda bantu melakukan reduksi atau sebaliknya, melindungi elektroda

40

acuan akibat pengaruh arus listrik dengan cara membagi arus listrik yang

melewati elektroda acuan.

Elektroda acuan (reference electrode): Sebagai potensial acuan untuk

menyatakan potensial analit yang muncul pada voltammogram.

Skema kerja potensiostat dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Sel tiga elektroda yang dihubungkan dengan alat potensiostat dan

komputer dengan perangkat lunak EChem.

Prinsip kerja alat potensiostat adalah ketika sel dialiri arus, maka akan terjadi

pergerakan elektron sehingga elektroda kerja mengalami proses elektrolisis (misal

mengalami oksidasi) pada saat tersebut elektroda bantu menyempurnakan proses

elektrolisis dengan mengalami proses reduksi sehingga menyebabkan terjadinya

perubahan beda potensial. Nilai potensial dalam sel diperoleh sebagai hasil

perbandingan dengan elektroda acuan. Beda potensial yang terukur diterima oleh

alat kemudian setelah melalui proses konversi, data yang diperoleh dikirim ke

rekorder pada mikrokontroler untuk diterjemahkan ke output dalam bentuk

voltammogram pada komputer.

41

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 sampai dengan Maret 2016 di

Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik FMIPA Universitas Lampung. Identifikasi

senyawa menggunakan spektrofotometer IR yang dilakukan di Laboratorium

Instrumentasi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, identifikasi

menggunakan spektrofotometer UV-Vis di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik

Universitas Lampung, analisis unsur menggunakan microelementer analyzer di

school of chemical and food technology, Universiti Kebangsaan Malaysia, dan

pengujian antikorosi di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas

Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set alat refluks, alat-alat

gelas laboratorium, alumunium foil, hot plate stirrer, pengaduk magnet, neraca

analitik, spektrofotometer IR, mycroelemental analyzer, dan pengujian korosi

42

dilakukan dengan ER466 Integrated Potentiostat System eDAQ, pH meter dan

analisis kualitatif permukaan baja dilakukan dengan mikroskop.

Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah trifeniltimah(IV) hidroksida, asam 2-

hidroksibenzoat, asam 4-hidroksibenzoat, metanol, akuades, water HPLC, HCl,

aseton, DMSO-HCl, senyawa hasil sintesis [(C6H5)3Sn(o-C6H4(OH)COO)] dan

[(C6H5)3Sn(p-C6H4(OH)COO)] serta pelat baja lunak tipe HRP.

C. Cara Kerja

Prosedur untuk sintesis senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat dan

trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat pada kerja praktik ini diadopsi dari prosedur

yang dilakukan oleh Szorscik et al, (2002); Hadi et al, (2009).

1. Sintesis Senyawa Trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat [(C6H5)3Sn(o-

C6H4(OH)COO)]

Senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida atau (C6H5)3SnOH sebanyak 1,10105 gram

direaksikan dengan asam 2-hidroksibenzoat (o-C6H4OHCOOH) sebanyak 0,4152

gram dengan perbandingan mol 1 : 1 dalam 30 mL pelarut metanol dan direfluks

selama 4 jam dengan pemanas pada suhu 60○

C. Setelah direfluks, metanol

diuapkan dengan cara memasukkan produk hasil sintesis ke dalam botol vial yang

ditutup menggunakan alumunium foil yang telah dilubangi menggunakan peniti

dan memasukkannya dalam desikator sampai diperoleh kristal kering. Kristal

hasil sintesis dikarakterisasi dengan spektrofotometer IR, microelementer

analyzer, dan spektrofotometer UV-Vis yang diukur pada panjang gelombang

43

190-380 nm (Sudjadi,1985), serta diuji aktivitas antikorosinya pada baja lunak

tipe HRP.

2. Sintesis senyawa Trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat [(C6H5)3Sn(p-

C6H4(OH)COO)]

Senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida [(C6H5)3SnOH)] sebanyak 1,1001 gram

direaksikan dengan 0,417 gram asam 4-hidroksibenzoat atau p-(C6H4OHCOOH)

dengan perbandingan mol 1:1 dalam pelarut metanol p.a. 30 mL dan direfluks

selama 4 jam pada suhu 60oC. Setelah reaksi sempurna, metanol diuapkan dan

dikeringkan dalam desikator sampai diperoleh kristal kering. Kristal hasil sintesis

dikarakterisasi dengan spektrofotometer IR, microelementer analyzer, dan UV-

Vis yang diukur pada panjang gelombang 190-380 nm (Sudjadi,1985), serta diuji

aktivitas antikorosinya pada baja lunak tipe HRP.

3. Preparasi Baja Lunak

Memotong plat baja dengan ukuran (2x1) cm dan diamplas dengan kertas abrasif

mulai dari grit 240, 360, 400, 500, 600 sampai dengan grit 800. Setelah

permukaan baja lunak homogen selanjutnya dicuci dengan akuades, HCl encer

dan aseton secara berturut-turut untuk menghilangkan pengotor pada permukaan

baja (Afriyani, 2014).

4. Pembuatan Medium Korosif

Medium korosif dibuat dengan komposisi larutan DMSO 0,02 M, dan HCl 0,2 M

(Rastogi et al., 2005, Rastogi et al., 2011) dengan perbandingan 1:1.

44

0,1435 mL DMSO p.a. dengan kadar 13,94 M dilarutkan dengan water HPLC

dalam labu 100 mL sehingga diperoleh larutan DMSO 0,02 M, sedangkan larutan

HCl 0,2 M dibuat dengan 1,6667 mL larutan HCl p.a. dilarutkan pada labu ukur

100 mL dengan pelarut water HPLC. Kedua larutan tersebut kemudian

dicampurkan dengan perbandingan 1:1 dan dihomogenkan.

5. Pembuatan Larutan Inhibitor

Dibuat dengan melarutkan 0,1 gram zat baik senyawa awal, ligan maupun

senyawa hasil sintesis dengan 1,25 mL DMSO p.a. Setelah padatan terlarut

sempurna ditambahkan water HPLC hingga volume larutan tepat 25 mL dan

diperoleh larutan stok inhibitor dengan konsentrasi 400 mg/L. Pembuatan larutan

dengan variasi konsentrasi inhibitor dilakukan dengan metode pengenceran

meggunakan pelarut DMSO 5%. Variasi konsentrasi inhibitor 20, 40, 60, 80 dan

100 mg/L dibuat dari larutan stok inhibitor 400 mg/L secara berturut-turut

sebanyak 1,25; 2,5; 3,75; 5 dan 6,25 mL yang diencerkan dalam labu 25 mL

hingga tepat pada batas tera.

6. Pengaturan Pemindaian dengan Potensiostat

Prosedur untuk pengaturan pemindaian dengan potensiostat, pengujian antikorosi,

serta analisis data pada penelitian ini diadopsi dari prosedur yang dilakukan oleh

Afriyani dan Hadi (2014).

Pemindaian dilakukan dengan software Echem v2 1.8 pada menu bar Technique,

liniear sweep, dan pengaturan pemindaian baik anoda maupun katoda seperti

ditunjukkan pada Gambar 12.

45

a b

Gambar 12. Pengaturan pemindaian a) anoda dan b) katoda.

Nilai initial dan final pada pemindaian tersebut sesuai dengan nilai Ecorr yang

telah ditentukan sebelumnya melalui pengukuran sebesar 400 mV.

7. Pengujian Antikorosi

Aktivitas antikorosi senyawa hasil sintesis diukur dengan metode polarisasi

potensiodinamik dengan ER466 Integrated Potentiostat System eDAQ yang

terdiri dari tiga elektroda, yaitu elektroda pembanding AgCl, elektroda bantu

platina (Pt), dan elektroda kerja baja lunak. Preparasinya dilakukan dengan

membilas elektroda bantu dan elektroda acuan dengan akuades sebelum

digunakan. Elektroda kerja juga dicuci dengan HCl 0,1 M, akuades, dan aseton 1

M berturut-turut. Ketiga elektroda tersebut selanjutnya dirangkaikan pada sel

elektrolisis yang telah diisi dengan 30 mL medium korosif tanpa inhibitor yang

sebelumnya telah ditentukan pHnya menggunakan pH meter. Kemudian

potensiostat dihidupkan. Setelah lampu pada potensiostat berwarna hijau, alat

dihubungkan dengan komputer melalui kabel USB dan software E-chem v.2 1.8

dibuka dan pemindaian anoda diatur seperti pada Gambar 12 a. Selanjutnya,

46

ketiga elektroda tersebut dibiarkan berinteraksi dengan medium korosif selama 10

menit.

Setelah dibiarkan selama 10 menit, pemindaian dilakukan dengan memilih start

pada potensiostat dan setelah 200 s diperoleh voltammogram hasil pemindaian

yang menyatakan hubungan antara nilai beda potensial dan arus. Data yang

didapatkan dari hasil pengujian dapat diperoleh dengan memilih seluruh

voltammogram kemudian memilih menu edit pada menu bar, copy special, as

text, calculated current, dan kemudian ok. Laju korosi berbagai variasi

konsentrasi inhibitor juga dapat ditentukan dengan metode pemindaian anoda dan

katoda yang sama dengan perbandingan volume uji dari larutan inhibitor dan

medium korosif sebesar 1:5.

8. Analisis Data

Setelah diperoleh data besarnya beda potensial dan arus, dilakukan analisis tafel

untuk menentukan besarnya logaritma normal dari nilai kerapatan arus (ln |J|)

dengan overpotensial (η) yang selanjutnya diekstrapolasi ke dalam bentuk grafik.

Analisis tafel dan pembuatan grafik dikerjakan pada Microsoft Office Excel 2010.

Pembuatan grafik dilakukan dengan memilih data ln |J| dan η dari hasil

pemindaian anoda untuk masing-masing pengujian, kemudian dipilih menu insert,

charts, scatter kemudian memilih menu scatters with smoth lines and markes.

Selanjutnya setelah data terplotkan dalam bentuk grafik, grafik dipindahkan dalam

sheet baru untuk memudahkan kerja. Untuk laju selusur anoda, dipilih nilai Ln|J|

sebagai nilai absis dan η sebagai ordinat pada pemindaian anoda, dan untuk laju

47

selusur katoda dipilih nilai ln |J| pada pemindaian anoda sebagai absis dan η

sebagai ordinat pada pemindaian katoda dari masing-masing uji (Afriyani, 2014).

Setelah diperoleh grafik antara laju selusur katoda dan anoda dari masing-masing

pemindaian, ditentukan titik potong ln |J| kedua grafik tersebut pada nilai η = 0.

Nilai ln |J| tersebut selanjutnya dieksponensialkan sehingga diperoleh nilai

kerapatan arus korosi (Jcorr). Nilai kerapatan arus korosi selanjutnya dikalikan

dengan luas permukaan elektroda kerja terukur untuk menentukan besarnya arus

korosi sesuai dengan Persamaan 15.

Icorr = Jcorr x A .................................................................................................. (15)

Keterangan:

Icorr : Besaran arus korosi (mA);

Jcorr : Kerapatan arus korosi (mA/cm2);

A : Luas permukaaan elektroda kerja terukur (cm2)

Dari nilai tersebut selanjutnya dapat ditentukan besarnya % proteksi inhibitor dan

laju korosi menurut Persamaan 13 dan 14.

9. Analisis Kualitatif Korosi

Baja yang telah dibersihkan selama 24 jam diinteraksikan dengan larutan inhibitor

pada konsentrasi tersebut. Setelah itu, baja yang telah diinteraksikan dipisahkan

dari larutan uji lalu dikeringkan. Baja tersebut selanjutnya diamati permukaannya

menggunakan mikroskop dan dibandingkan dengan baja yang diinteraksikan

dengan medium korosif tanpa inhibitor sehingga diperoleh perbandingan kondisi

permukaan baja.

84

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil sintesis berupa padatan berwarna putih dengan rendemen masing-

masing untuk trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-

hidroksibenzoat sebesar 79,77 dan 89,66%

2. Berdasarkan hasil analisis menggunakan spektroskopi UV-Vis, IR, dan

mycroelemetal analyzer, data yang diperoleh menunjukkan bahwa senyawa

trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat telah berhasil disintesis

3. Pada konsentrasi 100 mg/L senyawa trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat

memiliki penghambatan lebih besar yaitu 61,72% dibandingkan

trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat yang memiliki penghambatan sebesar

58,52%

4. Penghambatan senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat dan

trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat diprediksi sebagai inhibitor campuran,

yaitu melalui terbentuknya gaya Van der Walls membentuk lapisan pasif pada

anoda dan pengurangan reduksi oksigen pada katoda.

84

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut untuk mengetahui

mekanisme proses penghambatan korosi pada baja lunak dengan senyawa

trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat seperti variasi suhu dan penggunaan medium

korosif agar penggunaan inhibitor korosi senyawa organotimah dapat diterapkan

secara luas.

85

DAFTAR PUSTAKA

Afriyani, H. dan S. Hadi. 2014. Kajian Aktivitas Antikorosi Beberapa Senyawa

Turunan Organotimah(IV) 3-Nitrobenzoat pada Baja Lunak dalam Medium

Korosif DMSO-HCl. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

76 hlm.

Aini, A.N, dan S. Hadi. 2015. Sintesis, dan Karakterisasi, Serta Uji Aktivitas

Antikorosi Senyawa Turunan Organotimah(IV) 3-nitrobenzoat pada Baja

Lunak dalam Medium Korosif. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar

Lampung. 81 hlm.

Akiyama, A and K. Nobe. 1970. Electrochemical Characteristics of Iron in

Acidic Solutions Containing Ring-Substituted Benzoic Acids. Journal

Electrochemical Society. 117, 999.

Altamirano, R. H., V. Y. Mena-Cervantes, T. E. Chávez-Miyauchi, D. A.Nieto-

Álvarez, M. A. Domínguez-Aguilar, L. S. Zamudio-Rivera, F. J.

Fernández-Perrino, S. Pérez-Miranda, and H.I Beltrán. 2013. Corrosion

Inhibition of Steel in Molar HCl by Triphenyltin2–thiophene Carboxylate.

Polyhedron.

Amanto, H dan Daryanto. 2006. Ilmu Bahan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

Ansari, M.S and N. Misra. 2007. Miraculous Role of Salicylic Acid In Plant and

Animal System. American Journal Plant Physiology. 2: 51-58.

Bakirderee, S. 2013. Speciation Studies in Soil, Sediment and Environmental

Samples. Taylor and Francis Group, LLC. France. Hal 577.

Bappebti Anual Report. 2011. Bappebti Kementrian Dagang Republik

Indonesia. http://bappebti.go.id/pdf/BappebtiAnnualReport pdf . Diakses

pada 3 September 2015.

Barba, V., J. Zaragoza, H. Hopfl, N. Farfan, H.I. Beltran, and L.S. Zamudio-

Rivera. 2011. Use of bis-aminoalcohol benzoquinones and

dihydroksibenzoquinones

86

in the formation of mono and polymetric structures of diorganotin(IV)

derivates. Journal of Organometallic Chemistry

Benabdellah, M., and A. Ettouhami. 2011. Corrosion inhibition of steel in molar

HCl by triphenyltin2–thiophene carboxylate. Arabian Journal of

Chemistry. 4, 243–247.

Bishop, M. E and J.J. Zuckerman. 1974. Inorganic Chemistry. 122.cl.

Bonire, J.J., G.A. Ayoko, P.F. Olurinola, J.O. Ehinmidu, N.S.N. Jalil, and A.A.

Omachi. 1998. Synthesis and Antifungal Activity of Some Organotin(IV)

Carboxylates. Metal-Based Drugs. 5 (4): 233-236.

Butarbutar, S. L. dan Febrianto. 2009. Pengujian Mesin eDAQ untuk Mengukur

Laju Korosi.Sigma Epsilon. 13 (2): 54-58.

Caprette, D.R. 2007. Using a Caunting Chamber. Lab Guides. Rice University.

Chang, R. 2004. Kimia Dasar Jilid 2. Alih bahasa oleh: S Setiati Achmadi.

Erlangga. Jakarta. Hal 247.

Chang, R. 2005. Kimia Dasar. Alih bahasa oleh: S Setiati Achmadi. Erlangga.

Jakarta. Hal 218.

Costech Analytical Technologies. 2011. Elemental Combiustion System CHNS.

http://costech analytical.com/. Diakses pada 10 September 2015.

Cotton, F. A. dan G. Wilkinson. 2007. Kimia Anorganik Dasar. Alih bahasa

oleh: S.Suharto. Penerbit UI Press. Jakarta.

Dariva, C.G and A.F. Galio. 2014. Corrosion Inhibitors-Principles, Mechanisms

and Application. Intech.

Das, A. M. 2012. Studi Dampak Korosi Terhadap Material Baja. Jurnal

Ilmiah Universitas Batanghari Vol.12 No.2. Jambi.

Davies, A.G. 2004. Organotin Chemistry. VCH Weinhein. Germany.

Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.

Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

De, A. K., S.Vandeputte, and B.C. Cooman. 1999. Static Strain Aging Behavior

of Ultra Low Carbon Bake Hardening Steel. Scr. Mater. 41, pp. 831-837.

eDAQ. 2011. Standard Operating Procedure for Cyclic Voltammetry using the

eDAQ Potentiostat and Electrochemical Analysis System.

http://www.eDAQ.com/. Diakses pada 4 November 2015.

87

Elwood, P. C., A. M. Gallagher., G. G. Duthie., L. A. J. Mur., and G. Morgan.

2009. Aspirin, salicylates, and cancer. Lancet. 373:1301–1309.

Evans, C.J.S., and Karpel. 1985. Organotin Compounds in Modern Technology.

Journal Organometallic Chemistry Library. Elsevier.

Fessenden, R.J. and J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga

Jilid 2. Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Fontana, M.G. 1986. Corrosion Engineering. McGraw Hill. New York.

Gentil, V. 2003. Corrosão, 4ª eddition. Rio de Janeiro. LCT.

Gitlitz, M.H., R. Dirkx, and D.A. Russo. 1992. Organotin Application.

Chemtech, 552.

Gora, W.B. 2005. Synthesis and Characterization of Organotin(IV) Complexes

With Donor Ligands. (Tesis). Department of Chemistry, Gomal University

Dera Ismail Khan. Pakistan.

Hadi, S., H. Afriyani, W.D. Anggraini, H.I. Qudus, and T. Suhartati. 2015.

Synthesis and Potency Study of Some Dibutyltin(IV) Dinitrobenzoate

Compounds as Corrosion Inhibitor for Mild Steel HRP in DMSO-HCl

Solution. Asian Journal of Chemistry. Vol. 27, No. 2.

Hadi, S., M. Rilyanti. 2010. Synthesis and in vitro anticancer activity of some

organotin(IV) benzoate compounds. Oriental Journal of Chemistry. 26

(3): 775-779.

Hadi, S., M. Rilyanti, and Nurhasanah. 2009. Comparative Study on the

Antifungal Activity of Some Di- and Tributyltin(IV) Carboxylate

Compounds. Modern Applied Science. 3 (2): 12-17.

Hans-Dieter, J and H. Jeschkeit. 1994. Concise Encyclopedia Chemistry. De

Gruyer. New York.

Haryono, G., B. Sugiarto, Y. Farid dan Y. Tanoto. 2010. Ekstrak Bahan Alam

Sebagai Inhibitor Korosi. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia

“Kejuangan” ISSN 1693 – 4393. Yogyakarta.

Hayat, S., A. Ahmad, and M.N. Alyameni. 2013. Salycilic Acid : Plant Growth

and Development. Springer. ISBN 978-94-007-6427-9.

Highway Research Board. 1960. Snow and ice control with chemical and

abrasives. Bulletin. Washington DC. 152.

Hinwood, B. 1987. A Textbook of Science for The Health Professions.

Department of biological Science Sydney Institute of Technology.

Australia.

88

Ita, B.I. 2004. A Study of Corrosion Inhibition of Mild Steel in 0,1 M

Hydrochloric Acid by o-vanilin hydrazine. Bull. Electrochem. 20 (8) :

363-370.

Jain, M.G., K. Agarwal, and R.V. Singh. 2003. Studies on Nematicidal,

Fungicidal and Bacterial Activities of Organotin(IV) Complexes with

Heterocyclic Sulphonamide Azomethine. Chemistry: An Indian Journal. 1:

378-391.

Jones, K and M. F. Lappert. 1966. Organotin(IV) N, N-disubstitued

dithiocarbamates. Journal of Organometalic Chemistry. Rev 1,67.

Ju, H., Z.P. Kai, and Y. Li. 2008. Aminic Nitrogen-bearing Polydentate Schiff

base Compound as Corrosion Inhibitors For Iron In Acidic Media : A

Quantum Chemical Calculation. Corrosion Science. Vol 50, Issue 3. Pp.

865-871.

Karlina, D dan S. Hadi. 2015. Sintesis, Karakterisasi, dan Aplikasi Turunan

Senyawa Organotimah(IV) 4-aminobenzoat Sebagai Inhibitor Korosi Pada

Baja Lunak Dalam Medium Korosif. (skripsi). Universitas Lampung.

Bandar Lampung.

Lampman, H.F., G.M. Crankovic, S.R. Lampman, and T.B. Zorc. 1990. Metal

Handbook, Properties and Selection : Irons, Steels and High-Performance

Alloys. OH: ASM International.

Lee, H., J. Léon., and I. Raskin. 1995. Biosynthesis and metabolism of salicylic

acid. Prociding National Acad Science. USA. 92:4076–4079.

Lehn, W.L. 1964. Preparation of tris (trimethylsilyl)-and tris (trimethylstannyl)

amines. Journal of the American Chemical Society. 86 (2), pp 305–305.

Nurissalam, M. 2015. Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Trifeniltimah(IV)

Klorobenzoat Sebagai Antikorosi Pada Baja Lunak. (Tesis). Universitas

Lampung. Bandarlampung. 122 hal.

Nurtia, N. E. 2011. Pengaruh Pasar Timah Indonesia (Inatin) Terhadap Posisi

Tawar Timah Indonesia. Bappebti Anual Report (Bappebti Kementrian

Dagang Republik Indonesia). Hlm 65.

Obot, I.B., N.O. Obi-Egbedi, and S.A. Umoren. 2009. Antifungal drugs as

corrosion inhibitors for aluminium in 0.1 M HCl. Corrosion Science. Vol.

51, issue 8, pp. 1868-1875.

Odoemelam, S.A and N.O. Eddy. 2008. Effect of Pyridoxalhydro-chloride-2,4

dinitrophenyl Hydrazone on The Corrosion of Mild Steel in HCl. J. Surf.

Sci. Technol. 24 (12) : 1-14.

89

Pereyre, M., J.P. Quintard, and A. Rahm. 1987. Tin in Organic Synthesis.

Butterworths.

Petra, C. 2012. Ikatan Yang Terlibat Pada Interaksi Obat-reseptor.

http://www.ocw.usu.ac.id/.../fek_310_slide_ikatan_yang_terlibat_pada_inte

raksi 10 April 2016. . Diakses pada

Puspitaningtyas, C. 2009. Sintesis, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Antifungi

Senyawa Tributiltimah(IV) Metionat Terhadap Fusarium Oxyspurum

Schlecht. (skripsi) . Universitas Lampung. Bandarlampung.

Qudus, H. I. 2009. Voltammetri. Bahan Ajar Kimia Analitik II. Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

Ramanathan, L.V. 1988. Corrosão seu controle. São Pulo. Hemus.

Raskin, I. 1992. Role of Salicylic Acid In Plants. Annual Reviews Inc. New

Jersey. 43:439-463.

Rastogi, R.B., M.M. Singh, K. Singh, and M. Yadav. 2005. Organotin

Dithiohydrazodicarbonamides as Corrosion Inhibitors for Mild Steel

Dimethyl Sulfoxide Containing HCl. Port. Electrochim. Acta. 22: 315–

332.

Rastogi, R.B., M.M. Singh, K. Singh and M. Yadav. 2011. Organotin

Dithiobiurets as Corrosion Inhibitors for Mild Steel-Dimethyl Sulfoxide

Containing Hcl. Afr. J. of Pure Appl. Chem. 5(2): 19-33.

Roberge, P.R. 1999. Handbook of corrosion engineering. Mc Graw Hill Hand-

Book. New York.

Schweitzer, P.A. 2003. Metallic Material : Physical, Mechanical, and Corrosion

Properties. Marcel Dekker, Inc. New York, U.S.A.

Sidiq, F. M. 2013. Analisa Korosi Dan Pengendaliannya. Jurnal Foundry. Vol.

3 No. 1 ISSN : 2087-2259.

Singh, R., P. Chaudary, and N.K. Khausik. 2010. A Review: Organotin

Compounds in Corrosion Inhibition. Rev. Inorganic Chemistry. 30 (4):

275 – 294.

Smith, P.J. 1977. Toxicological Data on Organotin Compounds. ITRI

Publication 538. International Research Institute. Perivale. UK.

Smith, P.J. 1998. Chemistry of Tin. Springer Science+Business Media

Dordrecht. British. Hal 3.

90

Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Ghalia Indonesia.

Jakarta.

Sunarya, Y. 2008. Mekanisme dan Efisiensi Inhibisi Sistein Pada Korosi Baja

Karbon Dalam Larutan Elektrolit Jenuh Gas Karbondioksida. (Desertasi).

Insitut Teknologi Bandung. Bandung.

Supandi, R. 1997. Korosi Edisi Pertama. Tarsito. Bandung.

Svehla, G. 1985. Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan

Semimikro. Diterjemahkan oleh: Setiono dan A. H. Pudjaatmaka. PT

Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Szorcsik, A., L. Nagy, K. Gadja-Schrantz, L. Pallerito, E. Nagy, and E.T.

Edelmann. 2002. Structural Studies on Organotin(IV) Complexes Formed

with Ligands Containing {S, N, O} Donor Atoms. J. Radioanal. Nucl.

Chem. 252 (3): 523 – 530.

Talbot, D. 2000. Corrosion science and technology. CRC Press. Florida.

Trethewey, K.R. and J. Chamberlein. 1991. Korosi, untuk Mahasiswa Sains dan

Rekayasawan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Van Der Weij, F.W. 1981. Kinetics and Mechanism of Urethane Formation

Catalysed by Organotin Compound. Journal Science Polymer Chemistry.

19 (2): 381-388.

Wilkinson, G. 1982. Compreherensive Organometalic Chemistry. International

Tin Research Insitute, Publication No. 618. Pergamon Press.

Yıldırım, A and Çetin. 2008. Synthesis and Evaluation of New Long Alkyl Side

Chain Acet‐ Amide, Isoxazolidine And Isoxazoline Derivatives As

Corrosion Inhibitors. Corrosion Science. Vol. 50, issue 1, pp.155-165.