35
LAPORAN KASUS II SINUSITIS MAKSILARIS DENTOGEN DEXTRA KRONIS Pembimbing : dr. Hamsu Kadriyan , Sp.THT-KL Oleh : Nama : Arina Windri Rivarti NIM : H1A 011 009 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA 1

Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

-

Citation preview

Page 1: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

LAPORAN KASUS II

SINUSITIS MAKSILARIS DENTOGEN DEXTRA KRONIS

Pembimbing :

dr. Hamsu Kadriyan , Sp.THT-KL

Oleh :

Nama : Arina Windri Rivarti

NIM : H1A 011 009

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

1

Page 2: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

2015

2

Page 3: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

BAB I

PENDAHULUAN

Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada

pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat

jalan di rumah sakit.1,2 Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter

sehari–hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di

seluruh dunia. Sinusitis merupakan penyakit dengan persentase signifikan di dalam populasi dan

dapat meyebabkan morbiditas jangka panjang. Sinusitis didefiniskan sebagai inflamasi mukosa

sinus paranasal. Sinusitis merupakan penyakit dengan sebab multifaktorial. Salah satunya adalah

faktor dari infeksi gigi.1

Sinus dalam keadaan fisiologis steril, apabila klirens sekretnya berkurang atau tersumbat

oleh penyebab tertentu maka akan menimbulkan lingkungan yang baik untuk perkembangan

organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang

berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis. Salah satu sumber infeksi yang menjadi penyebab

terjadinya sinusitis maksilaris adalah infeksi pada gigi rahang atas.1 Atrum maksila mempunyai

hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar. Hubungan ini dapat

menimbulkan problem klinis, seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat

naik ke atas dan menimbulka infeksi sinus.1,2

Angka kejadian sinusitis akut mendekati 3 dalam 1000 orang, sedangkan sinusitis kronis

lebih jarang kira-kira 1 dalam 1000 orang. Bayi di bawah 1 tahun tidak menderita sinusitis

karena pembentukan sinusnya belum sempurna, tetapi sinusitis dapat terjadi pada berbagai usia

dengan cara lain. Di US dilaporkan bahwa lebih dari 30 juta pasien menderita sinusitis.2,3 Data

dari sub bagian Rinologi THT FKUI RSUP Dr. Ciptomangunkusumo menunjukkan angka

kejadian sinusitis yang tinggi yaitu 248 pasien (50%) dari 496 pasien rawat jalan yang datang

pada tahun 1998.2

3

Page 4: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

BAB II

2.1 Anatomi Sinus Paranasal

Sinus Paranasal merupakan salah satu organ tubuh marusia yang sulit dideskripsikan

karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai

dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan

kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk

rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.1,4

Secara embrionik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan

perkembangannya dimulai dari fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan frontal. Sinus

maksila dan sinus etmoid sudah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari

sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid

dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian superior rongga hidung. Sinus-sinus ini

umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun. 1

Gambar 1. Sinus Paranasal

2.1.1 Sinus Maksila

Merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus bervolume 6-8 ml, sinus

kemudian berkembang dengan ceat dan akhirnya mencapai ukuran 15 ml saat dewasa. Sinus

maksila berbetuk piramid. Dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang

4

Page 5: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

disebut fosa karina, dinding poteriornya adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding

medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya adalah dasar orbita dan

dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris dan palatum.1,4

Dari segi klinik yan perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah1:

1) Dasar sinus maksila sangat berdekatan degan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1

dan P2), molar (M1 dan M2), kadang- kadang juga gigi taring (C), dan gigi molar M3,

bahkan akar- akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus sehingga infeksi gigi

geligi mudah naik ke atas dan menyebabkan sinusitis.

2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita

3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya

tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang

sempit.

2.1.2 Sinus Frontal

Sinus frontal terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal

dari sel-sel resesus frontal atau dari sel- sel infundibulum etmoid. setelah lahir, sinus frontal

mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20

tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, dan dipisahkan oleh sekat yang

terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempuyai satu sinus frontal, dan

kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.1,4

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm, dan dalamnya 2cm. Sinus

frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinusnya berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran

septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi

sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior,

sehingga infeksi dan sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrenase

melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum

etmoid.1

5

Page 6: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

2.1.3 Sinus Etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir- akhir ini

dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.

Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi:1

1) Sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang

bermuara di meatus posterior.

2) Sinus posterior yang lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari

lamina basalis

Gambar 2. Sinus Ethmoid

Di bagian terdepat sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,

yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut pula etmoid. Di daerah

etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya

ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan

sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.1

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.

Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari

rongga orbita. Di bangian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.1

6

Page 7: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

2.1.4 Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid

dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalam

2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5-7,5 ml. Saat sinus berkembang,

pembuluh darah dan nervus di bangian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan

rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.1

Batas-batasnya adalah sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa,

sebelah inferiornya atap nasofaringe, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan

a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan

fosa serebri posterior di daerah pons.1

2.2 Fungsi Sinus Paranasal

Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. Ada

yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi apa- apa karena

terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Beberapa teori yang dikemukakan

sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:1,4

1) Sebagai pengatur kondisi udara

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembaban

udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata tidak didapati

pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung. Volumen pertukaran

udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernapas,

sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula

mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa

hidung.

2) Sebagai penahan suhu (thermal insulator)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa

serebri dari suhu rongga hidung yang berubah- ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-

sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.

3) Membantu Keseimbangan Kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka. Akan

tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan

7

Page 8: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini dianggap tidak

bermakna.

4) Membantu Resonasi Suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonancia suara dan mempengaruhi

kualitas suara, akan tetapi ada yang berpendapat bahwa posisi sinus dan ostiumnya tidak

memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonador yang efektif. Lagi[ula tidak ada

korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan- hewan tingkat rendah.

5) Sebagai Peredam Perubahan Tekanan Udara

Fungsi ini berjalan bila tidak ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,

misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

6) Membantu Produksi Mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil dibandingkan

mukus yang dihasilkan oleh rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel

yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius,

tempat yang paling strategis.

2.3 Sinusitis

Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh

rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis.1,2 Sesuai dengan rongga yang terkena, sinusitis

dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusistis frontal dan sinusitis sphenoid. Bila

mengenai beberapa sinus disebut sebagai multisinusitis sedangkan bila mengenai semua sinus

paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan

sinusitis etmoid.3,4

Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka

infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, yang disebut sinusitis dentogen, dimana merupakan salah

satu penyebab penting sinusitis kronik. Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis

maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan nafas berbau busuk.1,2

8

Page 9: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

Gambar 3. Ostium Sinus Paranasal

2.3.1 Etiologi dan faktor predisposisi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain infeksi saluran nafas atas akibat

virus, bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung,

kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal,

infeki tonsil, infeksi gigi, kelaianan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma

katagener.1,2,4 Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis. Polusi

lingkungan, udara dingin dan kering, serta kebiasaan merokok dapat menyebabkan perubahan

mukosa dan merusak silia sehingga dapat berpengaruh dalam timbulnya sinusitis.1,5

2.3.2 Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens

mukosiliar di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang

berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara

pernafasan. Timbulnya pembengkakan di kompleks osteomeatal, selaput permukaan yang

berhadapan akan segera menyempit hingga bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak untuk

mengeluarkan sekret. Gangguan penyerapan dan aliran udara di dalam sinus, menyebabkan juga

silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi oleh selaput permukaan sinus akan menjadi

lebih kental dan menjadi mudah untuk bakteri timbul dan berkembang biak.1,4,5

9

Page 10: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

Bila sumbatan terus-menerus berlangsung akan terjadi kurangnya oksigen dan hambatan lendir,

hal ini menyebabkan tumbuhnya  bakteri anaerob, selanjutnya terjadi perubahan jaringan.

Pembengkakan menjadi lebih hipertrofi hingga pembentukan polip atau kista.

Gambar 4. Pergerakan silia Gambar 5 Perubahan silia pada sinusitis

10

Page 11: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

2.3.3 Gejala Klinis

Keluhan utama rinosinusitis adalah hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa tekanan pada

muka dan ingus purulen, yang sering kali turun ke tenggorokan. Dan juga dapat disertai gejala

sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena

merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri dirasakan di tempat lain. Nyeri di

pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan

sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis

sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola mata, dan daerah mastoid. Pada

sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.1,4,6

Tabel.1. Kriteria Diagnosis Rhinosiusitis.2

Menurut Task force yang dibentuk oleh The American Academy of Otolaryngic Allergy

(AAOA), dan American Rhinologic Society (ARS) gejala klinik pada orang dewasa dapat

digologkan menjadi gejala mayor dan minor. Sinusitis ditegakkan bila didapatkan dua gejala

mayor atau lebih , atau satu gejala mayor ditambah dengan 2 gejala minor.2

11

Page 12: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

Tabel.2. Kriteria Rhinosiusitis Akut dan Kronik.7

2.3.4 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-

endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda yang khas adalah

adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di

meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid).1

Pada rinosistis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan

dan kemerahan di daerah kantus medius. Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos

atau CT can. Foto polos posisi water, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi

sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas

udara-cairan (air-fluid level) atau penebalan mukosa.CT scan sinus merupakan gold standard

diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam

hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.1,2

12

Page 13: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

Pada pemeriksaan transluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Tetapi

pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas penggunaannya.2

Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil secret dari

meatus medius/superior, untuk mendapatkan secret yang tepat guna. Dan lebih baik lagi bila

diambil secret yang keluar dari pungsi sinus maksila.1,2

Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus

inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya

dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic Sinus Surgery

(FESS) adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan menggunakan endoskop yang

bertujuan memulihkan “mucociliary clearance” dalam sinus. Prinsipnya ialah membuka dan

membersihkan daerah kompleks osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi

sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Teknik bedah

BSEF sampai saat ini dianggap sebagai terapi terkini untuk sinusitis kroniks dan bervariasi dari

yang ringan yaitu hanya membuka drenase dan ventilasi kearah sinus maksilaris (BSEF mini)

sampai kepada pembedahan lebih luas membuka seluruh sinus (fronto-sfeno-etmoidektomi).

Keuntungan dari teknik BSEF, dengan penggunaan beberapa alat endoskop bersudut dan sumber

cahaya yang terang, maka kelainan dalam rongga hidung, sinus dan daerah sekitarnya dapat

tampak jelas. Dengan demikian diagnosis lebih dini dan akurat dan operasi lebih bersih / teliti,

sehingga memberikan hasil yang optimal. Pasien juga diuntungkan karena morbiditas pasca

operasi yang minimal.7

13

Page 14: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

14

Page 15: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

2.3.5 Tatalaksana

Tujuan terapi sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan

mencegah perubahan menjadi kronis. Prinsipnya adalah dengan membuka sumbatan di KOM

sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.1

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial, untuk

menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.

Antibiotic yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin, dan jika diperkirakan

kuman telah resisten atau memproduksi beta laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin –

asam klavulanat atau jenis sefalosporin generasi kedua. Pada sinusitis antibiotic diberikan selama

10 – 14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronis diberikan antibiotic yang

sesuai untuk kuman gram negative dan anaerob.1

Selain dekongestan oral dan topical terapi lain dapat diberikan jika diperlukan seperti

analgetik, mukolitik, steroid oral atau topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau

pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat antikolinergiknya dapat

menyebabkan sekret menjadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin

generasi kedua. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi

tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan pada kelainan alergi yang berat.1

2.3.6 Komplikasi

Komplikasi sinusitis telah banyak menurun sejak ditemukannya antibiotic. Komplikasi

biasana terjadi pada sinusitis akut atau sinusitis kronis eksaserbasi akut, antara lain:1

a. Kelainan orbita

Disebabkan oleh sinusitis yang lokasinya berdekatan dengan mata, yang paling sering

adalah sinusitis etmoid, dan selanjutnya oleh sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran

infeksi terjadi melalui trombflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul adalah

edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita dan selanjutnya dapat

terjadi thrombosis sinus kavernosus.1

b. Kelainan intracranial

Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan thrombosis

sinus kavernosus.1

c. Osteomielitis dan abses subperiosteal

15

Page 16: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak.

Pada oseteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula di pipi.1

d. Kelainan paru

Kelainan para yang terjadi antara lain bronchitis kronis dan bronkiektasis. Adanya

kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sebagai sino-bronkhial.

Selain itu sinusitis dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sulit dihilangkan

sebelum sinusitisnya disembuhkan.1

16

Page 17: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Tn. “D”

Umur : 32 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Rembiga

Tanggal Pemeriksaan : 30 November 2015

ANAMNESIS

Keluhan utama:

Keluar cairan dari hidung kanan

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang dengan keluhan hidung berbau dan keluar cairan kental berwarna kunig-

kehijauan dari rongga hidung kanan sejak > 1 tahun yang lalu. Hidung kanan juga dirasakan

tersumbat. Pasien mengaku cairan yang keluar berbau amis. Terkadang cairan terasa masuk

sampai ke tenggorokan. Bau mulut yang tidak enak juga muncul berbarengan dengan

kemunculan keluhan hidung berbau. Pasien menyatakan kemampuan indra penciumannya

masih baik. Selain itu, pasien juga mengeluh sering merasakan pusing seperti ditusuk-tusuk

dan kepala terasa berat serta nyeri yang menyebar hingga ke telinga sebelah kanan. Kepala

dirasakan terasa berat terutama pada saat bangun pagi hari. Pasien juga megeluhkan memiliki

sakit gigi hilang timbul sejak >2 tahun yang lalu. Pasien menyatakan gigi geraham kanan

atasnya yang dirasakan sakit. Tidak terdapat keluhan demam, mual dan muntah.

17

Page 18: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), riwayat menderita sakit gigi (+). Tidak terdapat

riwayat trauma atau dirawat dirumah sakit

Riwayat penyakit keluarga/sosial: -

Riwayat pengobatan: Pasien menyatakan untuk keluhan hidung berbau belum mencari

pengobatan, tetapi untuk giginya, pasien menyatakan giginya telah ditambal sejak dua tahun

lalu , tetapi nyeri gigi sering kambuh dan pasien meminum amoksisilin dan asam mefenamat.

Riwayat alergi:

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah meler dan

bersin-bersin saat terkena debu atau dingin.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tensi : 130/80 mmHg

Nadi : 74 x/menit

Respirasi : 16 x/menit

Suhu : 36,9⁰C

Status Lokalis

Pemeriksaan telinga

No. Pemeriksaan

Telinga

Telinga kanan Telinga kiri

1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)

2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri tarik

aurikula (-)

Bentuk dan ukuran dalam batas

normal, hematoma (-), nyeri tarik

aurikula (-)

18

Page 19: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), otorhea (-)

Serumen (-), hiperemis (-),

furunkel (-), edema (-), otorhea (-)

4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-), hiperemi

(-), edema (-), perforasi (-),cone

of light (+)

Retraksi (-), bulging (-), hiperemi

(-), edema (-), perforasi (-),cone

of light (+)

Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung Kanan Hidung Kiri

Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-),

nyeri tekan (-), deformitas (-)

Bentuk (normal), hiperemi (-), nyeri

tekan (-), deformitas (-)

Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)

Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa

pucat.

Bentuk (normal), mukosa pucat .

Konka nasi inferior

dan media

Mukosa normal, sekret (+),

massa berwarna putih

mengkilat (-), konka inferior

Mukosa normal, massa putih

mengkilat (-), konka hiperemis (-),

19

edema(+), pucat(+), sekret mukopurulen

Page 20: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

edema (+), nampak pucat. edema (-)

Septum nasi Deviasi (-), benda asing(-),

perdarahan (-), ulkus (-)

Deviasi (-), benda asing(-),

perdarahan (-), ulkus (-)

Pemeriksaan Tenggorokan

T1 T1

Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)

Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda

Geligi Tampak tambalan pada lubang molar 1 dan 2 kanan atas.

Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)

Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)

Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)

Faring Mukosa hiperemi (-), post nasal drip (-)

Tonsila palatine Kanan Kiri

T1 T1

Fossa Tonsillaris

dan Arkus Faringeus

hiperemi (-), detritus (-),

kripte melebar (-)

hiperemi (-),detritus (-), kripte

melebar (-)

Terdapat nyeri tekan pada pipi kanan

Transluminasi

o Sinus maksilaris kiri terang

o Sinus maksilaris kanan redup

20

Page 21: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

Pemeriksaan PenunjangRontgen Waters

Gambar 3.1 Roentgen Waters. Tampak gambaran opaksitas di sinus maksilaris dextra, sugestif sinusitis

3.1. Assessment

Sinusitis Maksilaris Dentogen Dextra

3.2. Planning

3.5.1. Diagnostik

Kultur sekret hidung

Pemeriksaan darah lengkap dan rontgen toraks untuk kepentingan pre-op.

3.5.2. Terapi

- Antibiotik:

Amoksisilin 500 mg, 3 x 1 tablet, selama 14 hari.

Metronidazol 500 mg, 3 x 1 tablet, selama 14 hari

21

Page 22: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

- Analgetik, Antihistamin, dan Dekongestan:

Demacolin (Parasetamol 500 mg, Pseudoefedrin HCl 7,5 mg , Clorpheniramin

maleat 2 mg) 3 x 1 tablet, selama 5 hari.

- Pro Irigasi sinus maksilaris dextra

- Konsultasi ke bagian Gigi dan Bedah Mulut untuk penanganan gigi berlubang

penyebab sinusitis.

3.5.3. Edukasi

- Edukasi mengenai prosedur dan manfaat dari irigasi sinus.

- Istirahat cukup agar proses penyembuhan penyakit dapat cepat berjalan dengan baik.

- Menghindari hal-hal yang dapat mencetuskan pilek dan batuk dengan cara menjaga

kebersihan diri serta segera berobat jika mengalami batuk dan pilek.

- Melakukan pemeriksaan gigi secara berkala.

3.3. Prognosis

Dubia ad bonam

22

Page 23: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

BAB 4

PEMBAHASAN

Diagnosis pasien pada kasus ini ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan informasi mengenai gejala yang bersesuaian

dengan diagnosis sinusitis yaitu nyeri tekan pada pipi, hidung tersumbat, sekret mukopurulen

dari hidung, hidung dan mulut bau (halitosis), nyeri telinga, dan sakit kepala. Hal ini telah sesuai

dengan Task force yang dibentuk oleh The American Academy of Otolaryngic Allergy (AAOA),

dan American Rhinologic Society (ARS) dimana sinusitis ditegakkan bila didapatkan dua gejala

mayor atau lebih, atau satu gejala mayor ditambah dengan 2 gejala minor. Pada pasien ini

terdapat 3 gejala mayor dan 4 gejala minor, sehingga memenuhi kriteria sinusitis.

Sinus maksilaris merupakan sinus yang paling besar dan juga paling sering mengalami

infeksi atau peradangan. Pernyataan dari pustaka ini sesuai dengan diagnosis yang dialami

pasien. Pasien pada kasus ini sifat penyakitnya adalah kronis . Yang ditegakkan dari anamnesis,

melalui keterangan pasien bahwa keluhan tersebut diatas dialami lebih dari satu tahun.

Berdasarkan kepustakaan salah satu sumber infeksi yang menjadi penyebab terjadinya

sinusitis maksilaris adalah infeksi pada gigi rahang atas. Atrum maksila mempunyai hubungan

yang sangat dekat dengan akar gigi premolar dan molar. Hubungan ini dapat menimbulkan

problem klinis, seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan

menimbulka infeksi sinus maksila. Hal serupa juga terjadi pada pasien. Gigi molar kanan atas

pasien berlubang sejak 2 tahun yang lalu. Dan keluhan gigi berlubang ini mendahului munculnya

keluhan sinusitis. Dari pemeriksaan ini dapat disimpulkan bahwa sinusitis pada pasien ini

disebabkan oleh infeksi pada gigi, sehigga didiagnosis dengan sinusitis maksilaris dentogen

dextra.

Pemeriksaan radiologis dapat dilakuka untuk mendapatkan informasi dan mengevaluasi

sinus paranasal. Pada pemeriksaan penunjang foto Rontgen dengan posisi Water’s didapatkan

gambaran perselubungan pada sinus maksilaris kanan. Akumulasi pus menyebabkan gambaran

perselubungan atau air-fluid level yang khas pada sinusitis maksilaris.

Penanganan yang dilakukan pada penderita ini pada intinya adalah untuk mengeluarkan

sekret dari sinus dengan cara irigasi. Selain itu pasien juga diberikan antibiotik spektrum luas,

23

Page 24: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

dekongestan dan analgetik. Sinusitis maksilaris umumnya diterapi dengan antibiotik spektrum

luas seperti amoksisilin, ampisilin atau eritromisin ditambah dengan sulfunamid. Terapi

antibiotik diberikan selama 14 hari oleh karena sirkulasi darah ke daerah sinus tidak banyak.

Selain itu, dengan waktu 14 hari ini, diharapkan fungsi bersihan silia dapat kembali normal.

Dekongestan seperti pseudoefedrin juga bermanfaat dan tetes hidung poten seperti fenilefrin atau

oksimetazolin dapat digunakan selama beberapa hari pertama infeksi. Kompres hangat pada

wajah dan analgetik seperti aspirin dan asetaminofen juga berguna untuk meringankan gejala.

24

Page 25: Sinusitis Maksila Dentogen Kronis

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo, Endang. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu

kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2007

2. Farhat, Peran Infeksi Gigi Rahang Atas pada Kejadian Sinusitis Maksila di RSUP

H.Adam Malik Medan.Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah

Kepala, dan Leher FK USU. 2006. Acessed January 2013. Availlable at

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15640/1/mkn-des2006-%20(2).pdf

3. Osguthorpe JD. Adult Rhinosinusitis: Diagnosis and Management. American Family

physician. Medical University of South Carolina, Charleston, South Carolina.

2001 Jan 1;63(1):69-77.

4. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. George L Adams, Lawrence R Boies Jr, Peter A

Higler, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia, 2000.

5. Jane Mc Cort. Van Harriso, James Peggs. Acute Rhiosinusitis in Adults, Guidelines for

Clinical Care. University Of Michigan. 2008. Acessed January 2013. Availabble at

http://www.unifesp.br/dmed/climed/liga/consensos/rinosinusiteaguda2008.PDF

6. John J. Ballenger, James B.Snow. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck

Surgery. 16th edition. BC Decker Inc. 2003. Pg: 548-785.

7. Depkes. Fuctional Endoscopic Sinus Surgery di Indonesia. Acessed on January 2013.

Availlable at http://buk.depkes.go.id/index.php?

option=com_docman&task=doc_download&gid=271&Itemid=142

25