28
1 Majalah Kedokteran Tropis Indonesia Volume 17, Nomor 1, Maret 2006 Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring Widodo Ario Kentjono Bagian / SMF Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga - RSU Dr. Soetomo Surabaya ABSTRACT Radiotherapy and cytotoxic chemotherapy in the management of nasopharyn-geal carcinoma (NPC) have increased importance. However these immunosuppressive anticancer therapies (radiotherapy or chemotherapy or both) that can worsen the patients immunocompromised state due to decreased immunity against microbial infection, are often complicated by sepsis and septic shock. Despite the use of potent antibiotics and intensive supportive care, the mortality among NPC patients with sepsis remains high. There is a continuous clinical manifestation from systemic inflammatory response syndrome (SIRS) to sepsis, to severe sepsis, to septic shock leading to multiple organ dysfunctions or failure. Beside worse general condition caused by decreased immunity in hospitalized NPC patients, bacterial endotoxins that are part of the cell wall are one of the cofactor in the pathogenesis of sepsis and septic shock

Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

1

Majalah Kedokteran Tropis Indonesia Volume 17, Nomor 1, Maret 2006

Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring

Widodo Ario Kentjono Bagian / SMF Telinga Hidung Tenggorok

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga - RSU Dr. Soetomo Surabaya

ABSTRACT

Radiotherapy and cytotoxic chemotherapy in the management of nasopharyn-geal carcinoma (NPC) have increased importance. However these immunosuppressive anticancer therapies (radiotherapy or chemotherapy or both) that can worsen the patients immunocompromised state due to decreased immunity against microbial infection, are often complicated by sepsis and septic shock. Despite the use of potent antibiotics and intensive supportive care, the mortality among NPC patients with sepsis remains high. There is a continuous clinical manifestation from systemic inflammatory response syndrome (SIRS) to sepsis, to severe sepsis, to septic shock leading to multiple organ dysfunctions or failure.

Beside worse general condition caused by decreased immunity in hospitalized NPC patients, bacterial endotoxins that are part of the cell wall are one of the cofactor in the pathogenesis of sepsis and septic shock

Page 2: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

2

and are often induced by antibiotics even if it is administered rationally. Not all antimicrobial agents are equally capable of inducing septic shock. This is depend on their mechanism of action rather than on the causative pathogenic species. The quantity of endotoxin released depends on the drug dose and whether filament or spheroplast formation predominates. Some antibiotics do not have the propensity to provoke septic shock because their rapid bactericidal activity induced mainly spheroplast or fragile spheroplast-like bacterial forms. Keywords: NPC, radiotherapy and or chemotherapy, SIRS - sepsis, septic

shock, endotoxins, antibiotic PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring (KNF) sampai sekarang masih menempati urutan tersering dari seluruh keganasan yang terdapat di daerah kepala dan leher. Selain masaiah stadium yang kebanyakan sudah lanjut, masaiah penting lainnya adalah dalam hal pengelolaan penderita karsinoma nasofaring. Penderita KNF pasca radioterapi dan kemoterapi yang datang di klinik, disamping efek biologik (somatik), sering ditemukan gejala imunodefisiensi sekunder seperti keadaan umum yang lemah, pucat, badan kurus (kakheksia, malnutrisi) dan infeksi organ tubuh seperti otitis media, rinosinusitis, faringitis (mukositis) dan kandidiasis mulut. Penderita KNF dengan kondisi system imun yang menurun (lemah), baik oleh karena penyakit kankernya sendiri atau akibat pengobatan yang diberikan (radio/kemoterapi) akan mudah terkena infeksi mikroba. Pemberian radioterapi dan kemoterapi memang dilaporkan dapat memperpanjang harapan hidup (survival), namun metode ini dapat meningkatkan insiden infeksi (Periti dan Mazzei, 1999).

Adanya infeksi pada penderita immunocompromised, translokasi bakteri oleh karena rusaknya barier fisik di mukosa faring dan usus akibat efek radio/kemoterapi, dan pemberian antibiotika yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya reaksi sistemik dengan manifestasi klinik berupa

Page 3: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

3

sindrom respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome / SIRS). Di bangsal THT RSU Dr. Soetomo secara periodik ditemukan penderita KNF dengan SIRS - sepsis dan dampak ikutannya yaitu syok septik. Umumnya, penderita KNF dengan sepsis atau syok septik ditangani dengan melakukan berbagai upaya untuk segera memulihkan life threatening abnormalities (ABC : airway, breathing, circulation), pemberian obat-obatan inotropik / vasopresor, anti-mikroba dan obat-obatan penunjang lainnya. Meskipun telah diberikan antibiotika dosis tinggi dan perawatan pendukung yang optimal, mortalitas dari penderita KNF dengan SIRS / sepsis dan syok septik masih tinggi. Penyebab kematian biasanya oleh karena terjadinya disfungsi / kegagalan multi organ (MOD / MOF).

Dengan makin diketahuinya patogenesis SIRS-sepsis dan syok septik maka pemilihan anti-mikroba (antibiotika) merupakan hal yang sangat penting. Endotoksin bakteri yang merupakan bagian dari dinding sel yang diduga kuat sebagai salah satu kofaktor dari patogenesis sepsis dan syok septik. Pelepasan endotoksin bakteri ini ternyata seringkali di induksi oleh antibiotika, sekalipun diberikan secara rasional. Tidak semua antibiotika memiliki kemampuan yang sama dalam menginduksi syok septik. Hal ini lebih bergantung pada mekanisme kerja antibiotika daripada spesies patogen penyebab. Beberapa antibiotika tidak mempunyai efek menyebabkan syok septik. Ini disebabkan karena antibiotika tersebut mempunyai aktivitas membunuh bakteri dengan cepat, dan cenderung menginduksi bentuk bakteri sferoplas atau fragile spheroplast-like bacterial forms (Periti dan Mazzei, 1999). Pada makalah ini akan dibahas tentang karsinoma nasofaring, SIRS-Sepsis dan syok septik serta penanganannya khususnya pemilihan antibiotika.

1. Karsinoma Nasofaring

Di Indonesia maupun negara negara di Asia Tenggara, KNF merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan di daerah kepala dan leher. Insiden KNF di Indonesia dilaporkan sebesar 4,7-15

Page 4: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

4

kasus per 100.000 penduduk. Penelitian di RSU Dr. Soetomo Surabaya periode tahun 1996 - 2000 oleh Reksoprawiro (2001) didapatkan 887 penderita KNF (41,90%) dari 2119 penderita tumor ganas kepala-leher. Sedangkan penelitian di Poliklinik Onkologi THT-KL rumah sakit yang sama selama tahun 2000-2002 ditemukan 855 penderita KNF dengan perincian tahun 2000: 347 penderita, tahun 2001 : 276 penderita, dan tahun 2002 sebanyak 232 penderita (Mulyarjo, 2003). 1.1 Karakteristik KNF

KNF mempunyai ciri atau karakteristik yang berbeda dengan keganasan di daerah kepala dan leher umumnya. Sekitar 50%-70% penderita KNF diketemukan pembesaran kelenjar getah bening di leher saat pertamakali datang berobat, sepertiga diantaranya bilateral (Bailet et al, 1992). Peneliti lain menemukan angka sebesar 80%-90% (Sarraf et al 1998). Sebagian besar (60%-95%) penderita KNF datang berobat di klinik sudah stadium lanjut lokal (locoregionally advanced) atau stadium III - IV menurut UICC 1997. Metastasis jauh (sistemik) pada KNF sering terjadi. Hasil penelitian di Hongkong menemukan metastatic rate sekitar 15%-57%. Angka-angka ini lebih kecil dari kenyataan sebenaraya, oleh karena kebanyakan metastasis jauh tidak terdeteksi. Metastasis jauh diketemukan pada 35% penderita KNF pasca radioterapi dengan median interval 9 bulan setelah diagnosis ditegakkan (Chuo et al, 1998). Pasca radioterapi KNF dengan T1 diketemukan metastasis jauh sebesar 31%, T2 : 34%, T3 : 38% dan T4 sebesar 60%. Bila berdasarkan ukuran besarnya di leher maka penderita KNF pasca radioterapi dengan N0 diketemukan metastasis jauh sebesar 16%, N1: 28%, N2: 37% dan N3 sebesar 57% (Chuo et al, 1998). Dari 3 sen publikasi berdasarkan hasil otopsi penderita KNF yang meninggal, diketemukan insiden metastasis jauh sebesar 87%. Empat puluh persen penderita KNF dengan N3 ditemukan metastasis jauh yang asymptomatic. Sebagian besar (78%) dari metastasis jauh

Page 5: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

5

ditegakkan setelah 18 bulan munculnya gejala pertama (Lin dan jan, 1999). Fakta ini menunjukkan bahwa KNF sebenarnya merupakan penyakit sistemik. Oleh karena itu disamping radioterapi yang dimaksudkan untuk mematikan tumor loko-regional, perlu diberikan kemoterapi dengan tujuan memberantas metastasis sel kanker di organ yang letaknya jauh. Salah satu efek yang tidak di inginkan dari pemberian anticancer therapy ini yaitu supresi imun

1.2 Radioterapi dan kemoterapi pada penderita Karsinoma

Nasofaring

Selama ini modalitas utama untuk memberantas (eradikasi) seluruh sel kanker di nasofaring dan metastasisnya di kelenjar getah bening leher dengan menggunakan radioterapi (Supriana dan Gondowiarjo, 1996). Target utama radioterapi adalah rusaknya DNA di kromosom inti sel kanker yang berakibat kematian atau hilangnya kemampuan sel dalam melakukan aktivitas reproduksi (proliferasi). Kematian sel kanker karena kerusakan DNA berat (lethal damage) merupakan efek radiasi pengion secara langsung, sedangkan kerusakan struktur vital sel sebagai akibat dari ionisasi molekul air merupakan efek tidak langsung. Sebagian besar kerusakan sel dan jaringan tubuh disebabkan karena pengaruh terbentuknya radikal bebas terutama ion hidroksil.Radiasi eksterna (teleterapi) pada KNF stadium loko-regional harus diberikan dengan dosis yang cukup tinggi (sekitar 7000 cGy), ditujukan pada tumor primer di nasofaring dan daerah perluasan maupun metastasisnya di kelenjar getah bening leher. Radioterapi dikatakan berhasil bila tercapai eradikasi semua sel kanker yang viable (Hussey, 1993).

Respon radioterapi untuk KNF stadium dini sangat baik yaitu complete local clearence untuk T1 sebesar 96% dan T2 sebesar 88% (Sarraf et al, 1998). Hasil penelitian di San Fransisco Medical Center University of California didapatkan local control rate untuk T1 dan T2

Page 6: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

6

berkisar antara 64-95%, sedangkan untuk T3 dan T4 sekitar 44-68%. Respon KNF terhadap radioterapi yang berupa respon lengkap (RL) dilaporkan sebesar 43%- 65%, respon sebagian (RS) 24%-30%, tak ada respon (TR) 3,5%- 20% dan tumor makin progresif (P) sebesar 0-15%. Rata-rata respon secara keseluruhan (ORR) sekitar 25% - 65% (Bailet et al, 1992; Neel dan Slavit, 1993). Pada KNF stadium lanjut, kegagalan radioterapi dalam memberantas sel kanker secara lokal maupun regional (loco-regional failure) sangat tinggi yaitu sekitar 40% - 80% (Sarraf, 1998). Sebanyak 70% penderita KNF stadium lanjut dilaporkan tidak dapat disembuhkan dengan pemberian radioterapi konvensional dosis tinggi (Lin dan Jan, 1999). Di RS Hasan Sadikin Bandung dilaporkan hasil radioterapi pada KNF sebagai berikut: 1) untuk tumor primer (T) diperoleh RL sebesar 65,9%, RS 30,6%, TR 3,5% dan P sebesar 0%. Sedangkan 2) untuk tumor metastasisnya di leher (N) diperoleh hasil RL sebesar 75%, RS 25% dan TR maupun P sebesar 0% (Affandi, 1992). Hasil penelitian di RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode 1988-1989 didapatkan RL sebesar 43%, RS 24%, TR 33% dan P sebesar 0% (Diran, 1992). Kegagalan radioterapi dalam membunuh sel kanker baik yang ada di nasofaring maupun metastasisnya di leher (locoregional failure) pada KNF stadium lanjut sekitar 50% - 80% (Sarraf et al, 1998).

Pengaruh radioterapi KNF yang tidak di inginkan adalah efek biologik pada jaringan normal disekitarnya. Efek biologik (somatik) yang timbul akibat radioterapi KNF lebih disebabkan karena anatomi di daerah kepala leher yang saling berdekatan. Radioterapi KNF sering menyebabkan kerusakan mukosa faring yang berakibat mukositis oleh bakteri stretokokus viridans dan kolonisasi jamur oportunistik. Penilaian efek samping radioterapi pada keganasan di daerah kepala dan leher termasuk KNF menurut WHO berdasarkan acute radiation morbidity scoring criteria yang paling sering adalah supresi sumsum tulang, gangguan pencernaan dan neuromuskular. Setelah itu disusul kelainan kulit dan mukosa (antara lain eritema, kulit gatal, mukositis),

Page 7: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

7

kelainan darah (antara lain : anemi, leukopeni, limfopeni, trombositopeni), kelenjar ludah (serostomi), rambut rontok (epilasi), kuku (rapuh) dan kelenjar endokrin (antara lain hypopituitarism, hypothyroidism). Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap 105 penderita KNF yang mendapat radioterapi ditemukan semuanya (100%) mengalami efek samping radiasi, separoh diantaranya (48,57%) dijumpai kelainan hematologi. Efek samping lainnya berupa gangguan rongga mulut terutama mukositis (81,90%), kelemahan umum (79,04%), lesi mukosa (48,57%), lesi kulit (40%), gangguan telinga (24,76%), kelainan mata (14,28%), moniliasis (9,52%), kelainan gigi (7,61%), trismus (3,80%), fibrosis leher (2,85%) dan gangguan syaraf (0,95%) (Roezin, 1994). Seringnya terjadi efek biologik dari radioterapi pada penderita KNF oleh karena letak nasofaring yang kompleks dengan banyak organ penting disekitarnya (Neel, 1993). Efek samping radiasi ini sebagian besar mulai terjadi setelah mendapat radiasi dosis4000 cGy.

Radioterapi yang dikombinasi dengan kemoterapi dilaporkan dapat meningkatkan ketahanan hidup (survival) penderita KNF (Chuo et al, 1998; Rodriquez et al, 1998; Hasbini et al, 1999). Selain menghambat pertumbuhan atau mematikan sel kanker, beberapa jenis sitostatika dapat meningkatkan kepekaan tumor terhadap radiasi. Prioritas pemberian kemoterapi terutama untuk KNF yang besar (T3-4), atau bila dicurigai adanya metastasis jauh. Meskipun dilaporkan meningkatkan respons KNF yang lebih baik, namun kombinasi modalitas terapi kanker ini akan meningkatkan efek samping (Kuratomi et al, 1999; Hasbini et al, 1999). Mekanisme kerja obat anti kanker terutama pada DNA yang merupakan komponen utama gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel. Cara kerja dari masing-masing obat sitostatika pada sel kanker tidak sama, ada yang kerjanya 1) menghambat atau mengganggu sintesis DNA, 2) merusak replikasi DNA, 3) mengganggu transkripsi DNA oleh RNA, 4) mengganggu kerja gen. Selain menimbulkan gejala umum akut (acute

Page 8: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

8

toxicity), hampir semua obat sitostatika mempunyai efek imunosupresi. Beberapa obat anti kanker yang sering digunakan antara lain Cisplatin, Vincristine, 5 Flttoro-uracil, Cyclophospha-mide, Methotrexate, Bleomycin dan Mitomycin-C. Dekade terakhir ini ditemukan sitostatika golongan Taxans (mis. Paclitaxel, Docetaxet) yang dilaporkan efektif untuk kanker kepala dan leher. Ada berbagai macam kombinasi sitostatika, namun kebanyakan sebagai intinya adalah Cisplatin (cis-diaminodichloro platinum / CDDP). Hasbini et al (1999) berdasarkan penelitiannya mengatakan bahwa pemberian radioterapi yang dikombinasi dengan kemoterapi pada KNF stadium IV ternyata sangat bermanfaat dalam mengurangi resiko metastasis jauh. Kelompok yang mendapat radioterapi saja didapatkan metastasis yang lebih tinggi (35%) dibandingkan kelompok yang mendapat kombinasi radioterapi dan kemoterapi (14%). Hasil yang cukup baik juga dilaporkan oleh Sarraf (1998) di Amerika yang melakukan penelitian pada 147 pasien KNF stadium lanjut, sebanyak 69 pasien diberikan radioterapi saja dan 78 pasien lainnya diberikan kemo-radioterapi. Radioterapi diberikan pada kedua kelompok dengan dosis total 70 Gy, sedangkan kelompok kemo-radioterapi diberikan cisplatin 100 mg/m2 pada hari 1, 22 dan 43 selama radiasi dan pasca radiasi diberikan Cisplatin 80 mg/m2 pada hari ke satu dan Fluorouracil 1000 mg/m2/hari pada hari ke 1-4 yang diberikan tiap 4 minggu sampai 3 seri. Three year progressoin free survival rate pada kelompok radioterapi didapatkan angka sebesar 24%, sedangkan kelompok kemo-radioterapi 69%. Jumlah penderita yang bertahan hidup 3 tahun untuk kelompok radioterapi sebesar 47%, sedang kelompok kemo-radioterapi sebesar 78%. Yen (1997) di Taiwan berdasarkan penelitiannya mengatakan bahwa pengobatan KNF stadium lanjut dengan menggunakan kombinasi kemoterapi dan radioterapi dapat meningkatkan angka bertahan hidup 5 tahun dari sekitar 32% - 56 % menjadi 71%. Beberapa peneliti melaporkan pemberian radioterapi dengan teknik radiasi dipercepat seperti accelerated atau

Page 9: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

9

hyperfractionated radiotherapy yang dikombinasi kemoterapi berupa Cisplatin, 5 FU dan Mitomycin-C ditemukan efek samping akut yang hebat berupa mukositis, disfagia, ulkus, perdarahan dan leukopeni (Abithol, 1997). Baik radioterapi maupun kemoterapi dapat menyebabkan kerusakan mukosa rongga muiut, faring dan usus yang berakibat rusak atau hilangnya barier fisik mukosa. Translokasi flora normal menjadi lebih invasif berdampak timbulnya gejala sepsis. Penelitian Hasbini (1999) di Perancis terhadap 44 penderita KNF dengan memberikan regimen 5 FU, Epirubicin, Mitomycin-C dan Cisplatin diketemukan efek samping yang tinggi yaitu neutropenia derajat 3-4 sebanyak 89%, febrile neutropeni 36%, trombositopeni 61%, anemi derajat 3 sebanyak 78% dan mukositis 32%. Tiga penderita meninggal oleh karena neutropeni yang kemudian berlanjut menjadi sepsis. Data diatas menunjukkan bahwa radioterapi yang dikombinasi dengan kemoterapi memang dapat meningkatkan ketahanan hidup (survival) penderita KNF, namun dijumpai kenaikan insiden sepsis.

1.3 Efek radioterapi dan kemoterapi terhadap system imun

penderita Karsinoma Nasofaring

Radioterapi KNF meliputi daerah yang cukup luas sehingga dapat mengenai sel efektor imunologis, baik yang beredar di sirkulasi (sistemik) maupun yang berada di jaringan limfoid mukosa hidung-nasofaring dan daerah tenggorok (ring o fWaldeyer's). Efek terhadap sistem imun yang merugikan dari radioterapi KNF menurut WHO berdasarkan acute radiation morbidity scoring criteria yaitu supresi sumsum tulang dan kelainan darah. Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap 105 penderita KNF yang mendapat radioterapi ditemukan kelainan hematologi sebanyak 48,57%. Radioterapi sering menyebabkan enemi, leukopeni dan trombositopeni (Halliwell dan Gutteridge, 1986; Wa’id, 1994). Limfosit merupakan sel yang paling peka terhadap radiasi. Radiasi menyebabkan penurunan aktivitas

Page 10: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

10

makrofag dan kemampuan dalam memproduksi sitokin (Milanovich et al, 1995). Menurut Chang et al (1997) radiasi menghasilkan gelombang stres yang mengubah viabilitas sel. Pengaruh radiasi terhadap sel imunologis kebanyakan secara tidak langsung melalui proses ionisasi. Ion radikal yang terbentuk akibat radiasi pengion bersifat sangat reaktif sehingga sel imunologis mengalami berbagai kelainan seperti stres metabolik (Cotran et al, 1999), oxidative stress (Coleman, 1993; Suryohudoyo, 2000) dan rusaknya berbagai struktur vital sel antara lain DNA, protein dan membran sel (Maity, 1994; Wa'id, 1994; Roitt, 1996). Berbagai kerusakan yang terjadi akibat radiasi menyebabkan sel imunologis mengalami stres (Chang et al, 1997). Sel imunologi yang stres akan menurun baik aktivitas maupun kemampuan memproduksi sitokin. Secara keseluruhan radioterapi pada penderita KNF dapat mengakibatkan penurunan fungsi sistem imun. Ini didukung oleh laporan hasil penelitian dari para ahli yang menemukan adanya penurunan imunitas seluler (CMI) pada penderita KNF pasca radioterapi (Wolf dan Wolfe, 1990;Tsukuda et al, 1993).

Kemoterapi sebagai obat antikanker pada KNF mempunyai efek menghambat proliferasi dan menginduksi kematian sel kanker melalui mekanisme apoptosis. Disamping efek terapeutik, kemoterapi dapat menyebabkan efek yang tidak di inginkan yaitu mielosupresi. Baik radioterapi maupun kemoterapi dapat menimbulkan kerusakan sel imunologis yang berefek penurunan imunitas terutama imunitas seluler (CMI).

1.4 Respons imun pada penderita KNF

Pada penderita KNF terutama stadium lanjut seringkali

ditemukan kondisi yang disebut immunocompromised (Wolf dan Wolfe, 1990; Tsukuda et al, 1993). Sekitar 75% penderita KNF dijumpai penurunan imunitas seluler. Menurunnya respons imun pada penderita KNF dapat disebabkan oleh karena berbagai faktor, yaitu:

Page 11: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

11

1 faktor internal (mis. usia lanjut, malnutrisi, immunocompromised, dll)

2 diproduksinya berbagai protein oleh tubuh akibat adanya pertumbuhan sel kanker di nasofaring yang berefek supresi imun (mis. p-glikoprotein, IgA, TNF-α, asidik protein, circulating immune complexes)

3 diproduksinya berbagai bahan oleh sel KNF yang berefek supresi imun (mis. prostaglandin E2

4 stres yang diderita individu akibat menderita kanker (KNF)

soluble antigen tumor, TNF- α, EL-10 homoloque dan immunosupresive substances lainnya)

5 faktor eksternal yaitu efek dari radioterapi dan kemoterapi yang diberikan.

Menurunnya respons imun pada penderita KNF sangatlah merugikan, karena memberi peluang pertumbuhan sel kanker dan mikroba di dalam tubuh.

Evaluasi di klinik terhadap penderita KNF pasca radioterapi ± kemoterapi seringkali ditemukan gejala defisiensi imun sekunder seperti kondisi tubuh yang kurus dan lemah, pucat disertai infeksi bakteri (otitis media, rino-sinusitis, faringitis / mukositis, bronko-pneumoni dan infeksi organ lainnya) dan kandidiasis rongga mulut. Adanya infeksi (insult) dapat menimbulkan reaksi sistemik yang disebut sebagai systemic inflammatory response syndrome (SIRS) - sepsis dan dampak ikutannya yaitu syok septic

2. SIRS - sepsis dan syok septic

SIRS merupakan reaksi radang yang menyeluruh akibat dilepaskannya beberapa mediator pro-inflamasi secara sistemik. Beberapa insult yang diketahui dapat menyebabkan SIRS adalah infeksi (bakteri, virus, parasit, jamur), luka bakar, trauma, dan pankreatitis (gambar 1). Selanjutnya SIRS/sepsis ini dapat menyebabkan disfungsi multi organ

Page 12: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

12

(multiple organ dysfunction / MOD) atau keadaan yang lebih berat lagi yaitu kegagalan multi organ (multiple organ failure /MOF).

Gambar 1. Etiologi SIRS – Sepsis

Sistem imun mempunyai peran sangat penting dalam patogenesis SIRS-sepsis dan syok septik. Respons imun merupakan reaksi komplek sebagai cerminan proses imunologik dalam upaya mempertahankan homeostasis. Mekanisme respon imun diawali dengan makrofag yang menjumpai benda asing (protein, peptida) atau antigen dari sel yang terinfeksi mikroba atau sel yang dianggap asing (non self). Sitokin merupakan salah satu mediator yang berperan sangat penting dalam regulasi respon / reaksi inflamasi, disamping komponen seluler dan humoral. Sitokin adalah protein dengan berat molekul rendah (peptida) yang di produksi oleh sel sebagai respon terhadap berbagai rangsang yang mengenai sel tersebut. Sitokin berfungsi untuk mengatur respon imun baik lokal maupun sitemik. Sitokin dapat bertindak sebagai otokrin, parakrin dan endokrin guna meregulasi dan integrasi fungsi dari sel-sel imun. Jalur otokrin sangat penting dalam menginduksi dan amplifikasi respon inflamasi dan respon imun. Jalur parakrin memungkinkan sitokin menyampaikan sinyal ke sel-sel di lingkungan mikrolokal sehingga terjadi proses inflamasi, akumulasi dan aktivasi sel. Sebagian besar sitokin berfungsi parakrin. IL-1

Page 13: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

13

mempunyai efek meningkatkan ekspresi molekul adesi, metabolit asam arakhidonat, akumulasi neutrofil, sintesis protein fase akut dan menginduksi demam. Beberapa sitokin (mis. EL-1, IL-4, IL-6, IL-10, TNF-α, TGF-β) menunjukkan aktivitas pleiotropik. Artinya, satu (jenis) sitokin dapat bekerja atau mempunyai efek terhadap berbagai macam / tipe sel guna menstimulasi berbagai fungsi sel. EL-1 dan TNF-α mempunyai efek aktivasi sel-sel endotel sehingga mempermudah neutrofil migrasi menuju ke tempat terjadinya jejas. Selain itu, kedua sitokin tersebut dapat menginduksi faktor pertumbuhan endotel dan memiliki aktivitas angiogenik. Baik secara tersendiri maupun sinergistik, kedua sitokin dapat menginduksi hipotalamus untuk 1) memproduksi pirogen endogenus yang menyebabkan terjadinya demam, 2) sekresi corticotropin releasing factor yang akan menstimuli pelepasan ACTH dan menginduksi produksi glukokortikoid dalam kelenjar adrenal. IL-4 dan EL-10, baik secara sendiri maupun bersamaan dapat menurunkan ekspresi molekul ko-stimulator B7 pada sel T. Selain itu juga dapat menurunkan produksi NO, menurunkan ekspresi hidrogen peroksida dan prostaglandin E2 (PGE2). IL-4 dapat menurunkan ekspresi ICAM-1 dan ELAM-1 pada sel endotel (Maat,2003).

Adanya invasi bakteri kedalam tubuh akan di respon oleh sistem imun melalui suatu proses inflamasi yang komplek. Reaksi inflamasi ini diwujudkan dalam bentuk perekrutan komponen sistem imun (terutama leukosit) ketempat terjadinya invasi bakteri. Perekrutan terjadi melalui proses kemotaksis oleh karena di produksinya bahan-bahan yang bersifat kemotraktan oleh sel-sel (endotel, leukosit) di lokasi bakteri berada. Defisiensi dari reaksi inflamasi dapat diartikan sebagai kegagalan sistem imun dalam mengakumulasi leukosit guna mengatasi invasi bakteri. Kegagalan sistem imun lainnya dalam reaksi inflamasi yaitu meskipun sudah terjadi akumulasi leukosit di lokasi bakteri, akan tetapi sel-sel leukosit tersebut tidak mampu mengeliminasi bakteri yang ada. Hal ini dapat disebabkan karena kemampuan sel leukosit yang melemah, atau virulensi bakteri yang tinggi. Kegagalan reaksi inflamasi secara keseluruhan berakibat tidak tereliminasinya bakteri (non self) dalam tubuh, bakteri

Page 14: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

14

tetap bertahan / berada dalam tubuh dan sebagian besar tetap menstimulasi sistem imun. Rangsangan yang terus menerus terhadap sistem imun akan menyebabkan aktivasi sistem imun yang berlebihan dan reaksi inflamasi yang berlebihan (prolongation of the inflammatory pro-cess). Keadaan ini akan mengakibatkan dilepaskannya berbagai mediator inflamasi (sitokin proinflamasi) yaitu IL-6, EL-1, TNF-α dan IFN-ϒ. Usaha tubuh untuk mengatasi terlepasnya mediator inflamasi yang berlebihan ini dengan cara melepaskan mediator (sitokin) anti-inflamasi yaitu IL-4, IL-10, EL-13 dan TGF-β. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan antara sitokin pro-inflamasi dan sitokin anti-inflamasi. Kegagalan mediator anti-inflamasi dalam menetralisir mediator pro-inflamasi merupakan salah satu penyebab terjadinya sindrom respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome / SIRS). Dengan demikian, SIRS merupakan efek sekunder yang paling buruk dalam usaha tubuh untuk mengatasi suatu jejas. Sedangkan sepsis adalah SIRS yang disebabkan oleh karena infeksi. Menurut Periti dan Mazzei (1999) manifestasi klinik yang paling berat sebagai akibat dari infeksi yaitu syok septik Proses infeksi yang tak terkendali dapat berakhir dengan disfungsi atau kegagalan multi organ (gambar2).

SIRS

Gambar 2. The three clinical syndromes defining a progressive increase in the systemic inflammatory response syndrome to infection (SIRS). "Multipple organ dysfunction syndrome. ** Multiple organ failure syndrome.

Page 15: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

15

(Periti and Mazzei, 1999)

Sehubungan dengan makin terungkapnya patogenesis sepsis, beberapa pengertian "lama" yang berkaitan dengan infeksi saat ini dianggap tidak lagi sesuai dan cenderung membingungkan. Untuk mengatasi kerancuan ini diperlukan batasan agar diperoleh keseragaman persepsi (standarisasi terminologi). Pada tahun 1991, The American Collage of Chest Physicians Society of Critical Care Medicine Concensus Conference membuat batasan beberapa tahapan sepsis sebagai berikut: (Bossink et al, 1998)

• Infeksi adalah suatu respon keradangan terhadap adanya bakteri atau invasi bakteri pada jaringan yang seharusnya steril.

• Bakteriemi terjadi bila terdapat bakteri yang hidup dalam darah • Sindrom respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory

response syndrome I SIRS) adalah gejala yang timbul oleh karena reaksi inflamasi masif sebagai akibat dilepaskannya berbagai mediator secara sistemik. SIRS ini merupakan awal dari suatu reaksi keradangan dan dapat berlanjut menuju terjadinya disfungsi multi organ (multiple organ dysfunction / MOD), gambaran kliniknya disebut sindrom disfungsi multi organ (multiple organ dysfunction syndrome / MODS). SIRS dapat terjadi akibat bermacam macam kondisi klinik, termasuk: infeksi, pankreatitis, iskemia, trauma multipel, kerusakan jaringan (tissue injury), syok hemoragik, dan kerusakan organ akibat proses imunologi. Manifestasi klinik dari SIRS, jika terdapat dua atau lebih tanda/gejala di bawah ini:

o temperatur > 38° C, atau < 36° C o denyut jantung (heart rate) > 90 kali / menit o frekuensi pernapasan > 20 kali/menit, atau PaCO2

o hitung leukosit > 12.000 sel / mm

< 32 mmHg

3, atau < 4.000 sel/mm3,

Page 16: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

16

atau ditemukan lebih 10% sel imatur. • Sepsis adalah SIRS yang disebabkan oleh infeksi. • Sepsis berat adalah sepsis disertai dengan gangguan fungsi dari

organ, yaitu hipoperfusi jaringan atau hipotensi. Hipoperfusi atau kelainan perfusi ini tidak meliputi timbulnya asidosis laktat, oliguri atau perubahan akut status mental.

• Syok septik adalah sepsis dengan hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 terjadi penurunan 40 mmHg dari data sebelumnya) walaupun sudah dilakukan pemberian cairan resusitasi yang adekuat, masih didapatkan tanda-tanda disfungsi organ atau gangguan/kelainan perfusi jaringan.

• Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) adalah adanya gangguan fungsi organ-organ pada seorang penderita yang sakit berat, dimana homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa melakukan intervensi.

2.1 SIRS-Sepsis pada penderita KNF

Penderita KNF dengan SIRS / sepsis secara periodik diketemukan di bangsal THT RSU Dr. Soetomo. Beberapa faktor dapat menyebabkan terjadinya SIRS / sepsis pada penderita KNF yaitu : 1 kondisi sistem imun yang menurun (imunodefisiensi sekunder) 2 adanya infeksi bakteri di THT (mis. otitis media, rinosinusitis,

faringitis/mukositis) maupun organ lain (mis. pneumoni, sistitis, karies gigi, dll)

3 translokasi bakteri akibat rusaknya barier fisik di mukosa faring dan usus sebagai dampak radio/kemoterapi

4 pemasangan infus intra vena atau kateter urine, dan 5 pemberian antibiotika yang tidak tepat (in-adekuat)

3. Terapi SIRS-sepsis dan syok septic

Page 17: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

17

Penderita KNF dengan SIRS/sepsis dan syok septik umumnya ditangani dengan melakukan berbagai upaya untuk segera memulihkan gangguan napas dan sirkulasi (ABC: airway, breathing, circulation), pemberian obat-obatan inotropik / vasopresor, anti-mikroba dan obat penunjang lainnya. Meskipun telah diberikan anti-mikroba dosis tinggi dan perawatan pendukung yang optimal, morlalitas dari penderita KNF dengan SIRS/sepsis dan syok septik masih tinggi. Penyebab kematian terutama oleh karena terjadinya disfungsi / kegagalan multi organ (MOD/MOF).

Protokol penanganan sepsis yang disusun berdasarkan hasil penelitian multisenter skala besar sejak beberapa tahun terakhir ini, meliputi: (Weigand et al,2004) 1 upaya menghilangkan sumber infeksi secepatnya (source control), 2 pemberian anti-mikroba, dan 3 obat-obatan penunjang (supportive treatment). Terapi lainnya yang terbukti dapat menurunkan mortalitas sepsis, yaitu 1) pemberian oksigen untuk meningkatkan / mempertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu segera dilakukan pemasangan ventilator (lung protective mechanical ventilation), 2) stabilisasi kadar glukose darah dengan pemberian insulin (intensive insulin therapy), 3) memperbaiki hemodinamik secepatnya (early goal-direct theraphy) misalnya pemberian dopamine, phenylephrine, epinephrine, norepinephrine, 4) pemberian hidrokortison dosis rendah (low dose ofhydrocor-tisone), dan 5) pemberian recombinant, human, activated protein C (misalnya: Xigris) untuk menanggulangi mediator inflamasi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemberian nutrisi (protein, karbohidrat, lemak) dengan perhitungan jumlah kalori yang sesuai kebutuhan, infus cairan, koloid, albumin.

Hasil terapi terhadap penderita sepsis sampai sekarang masih belum memuaskan. Suatu studi epidemiologi tahun 1979-2000 di Amerika mendapatkan insiden sepsis sebanyak 660.000 pertahun (Martin, 2003). Sedangkan Angus et al (2001) melaporkan angka yang lebih tinggi yaitu 750.000 kasus sepsis pertahun, sebanyak lebih dari 210.000 diantaranya meninggal. Biaya pengobatan total untuk menangani sepsis di Amerika

Page 18: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

18

diperkirakan lebih dari 16 billion dollar pertahun. Di Belanda dilaporkan mortalitas SIRS sebesar 6-7%, sedangkan mortalitas sepsis sekitar 16%-35% (Bossink et. al, 1998). Di negara berkembang diperkirakan mortalitas sepsis sekitar 25%-80%, meskipun telah dilakukan perawatan di ICU.

Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh banyak faktor terutama kondisi sistem imun, kuantitas bakteri dan antibiotika yang diberikan.

3.1 Pelepasan endotoksin yang diinduksi oleh antibiotik

Pemberian antibiotik pada penderita dengan infeksi bakteri yang

berat terutama ditujukan untuk mengeliminasi bakteriemi dan endotoksemi. Meskipun diketahui adanya efektivitas in-vitro yang tinggi dari berbagai antibiotik bakterisidal terhadap invasi bakteri gram negatif dan gram positif, angka morbiditas dan mortalitas akibat dari infeksi ini tetap tinggi. Salah satu penyebabnya adalah adanya kemampuan antibiotik dalam menginduksi pelepasan endotoksin bioreaktif bebas ke dalam sirkulasi selama pertumbuhan bakteri normal atau setelah lisis bakteri. Endotoksin seperti lipopolysaccharide (LPS), lipo-oligosaccharide (LOS), lipoteichoid acid (LTA) dan teichoic acid (TA) merupakan bahan pro-inflamasi paling poten dari membran dan dinding sel spesies bakteri gram negatif (LPS, LOS) atau gram positif (LTA, TA) Unsur pokok dinding bakteri tersebut dianggap sebagai faktor penting pada patogenesis sepsis dan syok septik. Endotoksin (LPS, LOS, LTA, TA) ini memicu pelepasan mediator endogen (sitokin pro-inflamasi) seperti TNF-α, IL-1, IL-6, IL-12, IFN- ϒ, dan sitokin lainnya dari fagosit mononuklear maupun sel-sel lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan endotel, adult respiratory distress syndrome (ARDS) dan dissimenated intrvascular coagulation (DIC) sehingga terjadi kerusakan organ mukltipel (gambar 3).

Antibiotik β-laktam dan beberapa antibiotik non-β laktam berperan besar dalam pelepasan endotoksin bebas ke plasma host. Sebagian besar dari obat anti-mikroba yang dilaporkan dapat menginduksi pelepasan sejumlah besar fragmen endotoksin bakterial bebas, juga

Page 19: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

19

merupakan antibiotik penicillin binding protein (PBP)-3-specific β-laktam. Akibatnya, obat tersebut menghambat pembentukan septum (cross-walls) menyebabkan elongasi tanpa pembelahan dan menginduksi bentuk filamen panjang dari batang gram negatif non-septa atau sel bulat besar dengan banyak septum (sel multisepta) dari kokus gram positif. Bentuk bakteri seperti ini disebut sebagai filamen. Induksi pelepasan endotoksin oleh antibiotik β-laktam ini bervariasi, oleh karena adanya perbedaan ikatan dan inhibisi PBP yang berbeda. Inhibisi fungsi PBP-1 akan menyebabkan lisis bakteri dengan cepat, sedangkan inhibisi dari fungsi PBP-2 menyebabkan pembentukan sel tak-tumbuh (non-growing), rapuh dan bentuknya sferis yang disebut sferoplas. Bakteri / sel filamen melepaskan lebih banyak endotoksin daripada sferoplas. Pada konsentrasi antibiotik yang meningkat, dinding sel bakteri menjadi makin tak beraturan dan menunjukkan area diskontinuitas atau bleb yang pada akhimya mengakibatkan lisis dari filamen. Filamen juga berpotensi terbelah menjadi basiius normal yang kembali pada laju pertumbuhan normal sekitar 2 jam setelah penghentian antibiotik.

Page 20: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

20

Gambar 3. Kaskade inflamasi yang disebabkan endotoksin bakteri

Lisis sel bakteri dan pelepasan endotoksin yang mendadak dari

bakteri gram negatif yang terpapar antibiotik dapat memicu kondisi syok septik. Hal ini didukung dengan studi in-vitro yang menunjukkan kenaikan endotoksin yang dilepaskan dari bakteri gram negatif setelah pemberian antibiotik. Selanjutnya, studi pada hewan menunjukkan bahwa terapi antibiotik eksperimental untuk sepsis atau meningitis gram negatif dapat meningkatkan pelepasan endotoksin in-vivo. Adanya perbedaan laju dan derajat pelepasan endotoksin yang di induksi oleh berbagai (β-laktam dan antibiotik Iain diduga berhubungan dengan temuan klinis. Kemampuan antibiotika dalam membunuh bakteri dipengaruhi oleh ikatannya dengan bakteri yaitu melalui protein binding penicillin (PBP). Aktivitas yang tinggi dari imipenem, meropenem, seftriakson dan sefepim terhadap beberapa spesies bakteri gram negatif enterik dan spesies Pseudomonas terkait dengan afinitasnya terhadap PBP-2. Disamping mempengaruhi jumlah endotoksin yang dibebaskan, perubahan struktural morfologis yang di induksi oleh antibiotik-antibiotik tersebut atau dengan β-laktam lain seperti sefotaksim dan seftazidim mungkin juga mempengaruhi kinetika proses ini. Endotoksin sebagai bagian dari dinding bakteri diluar membran dianggap sebagai faktor paling penting pada patogenesis sindroma sepsis dan syok septik.

Antibiotik bakterisidal yang bekerja pada dinding sel diduga melepaskan lebih banyak isi sel, termasuk endotoksin, dibandingkan antibiotik bakterisidal yang bekerja pada ribosom atau antibiotik bakteriostatik yang membiarkan dinding sel utuh. Antibiotik â-laktam yang menyebabkan pembentukan sel nongenomik bulat atau sferoplas pada sel yang bertahan hidup, tidak menghasilkan endotoksin yang begitu tinggi. Meskipun demikian, kuantitas endotoksin yang dibebaskan atau konsentrasi sitokin yang terinduksi bergantung pada dosis antibiotik (β-laktam dan dominasi pembentukan filamen ataukah sferoplas. Sebagai

Page 21: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

21

contoh, penderita sepsis berat yang diberi terapi antibiotika â-laktam pembentuk filamen dengan dosis tinggi. Meskipun diperoleh hasil eliminasi bakteri yang maksimal, antibiotika yang diberikan menyebabkan endotoksemi dengan jalan menginduksi pelepasan endotoksin dari bakteri gram negatif dan gram positif. Lisis bakteri yang masif dapat terjadi beberapa jam atau beberapa hari setelah dimulainya pemberian antimikroba, dan sangat mungkin menjadi penyebab utama dari syok septik mendadak. Ini menunjukkan, antibiotika yang diberikan pada penderita dengan bakteriemi malah dapat menimbulkan syok sirkulasi. Oleh karena itu dalam pemilihan obat antibiotika harus dipertimbangkan cara kerja antibiotik tersebut dan potensinya untuk menginduksi atau menimbulkan syok endotoksik (Periti dan Mazzei, 1999).

3.2 Pemilihan antibiotic

Pemilihan antibiotika untuk penderita sepsis umumnya

berdasarkan data emperik, oleh karena harus secepatnya diberikan. Antibiotik yang diberikan diharapkan dapat membunuh semua mikro-organisme penyebab, baik gram negatif maupun gram positif (efek bakterisdal cepat). Biasanya diberikan antibiotika dengan afinitas paling tinggi terhadap mikro-organisme yang sering sebagai penyebabnya. Bila perlu diberikan kombinasi antibiotika atau antibiotika yang berspektrum luas. Sebaiknya dipilih antibiotik yang mempunyai efek bakterisidal cepat. Diberikan intra venous, dosis tinggi (maksimal) dalam bentuk bolus intermiten cepat atau infus konstan untuk menjamin konsentrasi di darah dan jaringan 100 kali atau jauh diatas konsentrasi hambat minimal (MIC). Menurut Periti dan Mazzei (1999) untuk mencegah keadaan memburuk dari sepsis berat ke syok septik sebaiknya diberikan paling tidak dua obat, yaitu diantara antibiotika (β-laktam selektif high molecular weight (HMW) PBP, aminoglikosida dan fluorokuinolon.

Setelah ditemukan bakteri penyebab berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi, diberikan terapi definitif yaitu antibiotika

Page 22: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

22

dengan spektrum sempit yang paling sensitif terhadap bakteri tersebut (Periti dan Mazei, 1999).

Seperti yang telah diuraikan diatas, endotoksin bakteri merupakan

bagian dari dinding sel yang diduga kuat sebagai salah satu kofaktor dari patogenesis sepsis dan syok septik. Pelepasan endotoksin bakteri ini ternyata seringkali di induksi oleh antibiotika, sekalipun diberikan secara rasional. Tidak semua antibiotika memiliki kemampuan yang sama dalam menginduksi syok septik. Hal ini lebih bergantung pada mekanisme kerja antibiotika daripada spesies patogen penyebab. Beberapa antibiotika seperti karbapenem (mis. meropenem), sefalosporin (mis. seftriakson, sefepim), glikopeptida, aminoglikosida dan kuinolon (mis. siprofloksasin, ofloksasin) tidak mempunyai efek menyebabkan syok septik. Ini disebabkan antibiotika tersebut mempunyai aktivitas membunuh bakteri dengan cepat, dan cenderung menginduksi bentuk bakteri sferoplas atau fragile sphero-plast-like bacterial forms (Periti Mazzei, 1999).

Pemberian antibiotika dosis rendah (sefuroksim, sefotaksim) dan beberapa antibiotika seperti aztreonam yang mempunyai afinitas tinggi berikatan dengan PBP-3 dapat menginduksi bakteri menjadi bentuk filamen. Pecahnya dinding bakteri ini dalam jumlah banyak (high bacterial mass) menimbulkan high endotoxin release yang dapat menyebabkan syok septik. Antibiotika lain seperti imipenem, meronem dan sefepim mempunyai afinitas tinggi berikatan dengan PBP-2 yang menginduksi bakteri menjadi bentuk sferoplas. Oleh karena bakteri yang mati hanya melepaskan endotoksin dengan jumlah yang tidak banyak (intermediate endotoxin release) maka jarang menimbulkan syok septik. Sedangkan gentamisin, vankomisin, siprofloksasin dan moksifloksasin digolongkan sebagai antibiotika yang lebih aman, karena endotksin yang dilepaskan oleh bakteri bentuk sferoid yang mati hanya sedikit (low endotoxin release) sehingga tidak menyebabkan syok septik, lihat gambar 4 (Suharto, 2003).

Page 23: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

23

Gambar 4. Mekanisme terjadinya syok septik pada pemberian antibiotik (Suharto, 2003)

4. RINGKASAN

Pada penderita KNF sering dijumpai respons imun yang menurun, baik oleh karena penyakit kankernya sendiri ataupun dampak dari radioterapi dan kemoterapi yang diberikan. Penurunan imunitas (CMI) menyebabkan penderita KNF mudah terkena infeksi mikroba. Adanya infeksi dapat menimbulkan terjadinya sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS)/sepsis. Infeksi berat dapat mengakibatkan syok septik yang bila tidak segera diatasi menyebabkan disfungsi atau kegagalan multi organ (MOD/MOF). Angka mortalitas SIRS/sepsis, khususnya yang berkaitan dengan syok masih tinggi (sekitar 50%).

Saat ini telah diketahui patogenesis SIRS/sepsis dan syok septik sebagai dampak dari pelepasan endotoksin bakteri secara masif dan tidak terprediksi dalam sirkulasi dan jaringan. Pelepasan endotoksin (LPA) ini

Page 24: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

24

seringkali di induksi oleh antibiotika yang umum digunakan, bahkan diberikan secara rasional. Beberapa antibiotik tidak memiliki kecenderungan memicu syok septik karena mekanisme kerjanya berupa bakterisidal cepat dengan menginduksi langsung bentuk bakteri sferoplas. Diantara antibiotik ini adalah (β-laktam seperti karbapenem, seftriakson, sefepim, juga kombinasi β-laktam-β-laktamase inhibitor, glikopeptida teicoplanin dan vancomycin, beberapa aminoglikosida dan kuinolon. Pemberian regimen antibiotik sebaiknya intra venous dengan dosis maksimal, intermiten atau kontinyu. Untuk mengurangi resiko terjadinya resistensi obat antibiotik saat terapi, dianjurkan pemberian antibiotika dengan konsentrasi diatas 100 kali dari nilai hambat minimal (MIC) bakteri patogen penyebab. Selain itu, pemberian terus menerus dari kombinasi obat anti-mikroba yang berbeda dengan mekanisme kerja yang berbeda juga sangat bermanfaat agar diperoleh konsentrasi obat yang adekuat di darah, khususnya di jaringan yang merupakan sumber infeksi.

DAFTARPUSTAKA 1. Abithol AA, Sridhar KS, Lewin AA. Schwade JG, Raub W, Wolfson A,

Angulo CG, Adessa A, Goodwin WJ, Markoe AM, 1997. Hyperfractionated radiation therapy and 5-fluorouracil, cisplatin, and mitomycin-C (± G-CSF) in the treatment of patients with locally advanced head and neck carcinoma. Cancer, 80 (2): 266-76

2. Affandi Y, 1992. Evaluasi hasil radioterapi pada Karsinoma Nasofaring di Lab/UPF THT FK Undip/RAS Hasan Sadikin Bandung (periode 1 Jan. 1986 _ 31 Des. 1989). ORU, 23(3): 113-24

3. American Collage of Chest Physicians-Society of Critical Care Medicine Concensus Conference, 1992. Definitions for sepsis and organ failur and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. Crit Care Med, 20:864-75

4. Angus DC, Linde-Zwirbe WT, Lidicker J, Clermont G, Carcillo J, Pinsky MR, 2001. Epidemiology of severe sepsis in the United States: Analysis

Page 25: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

25

of incidence, outcome, and associated costs of care. Crit Care Med, 29:1301-10

5. Bailet JW, Mark Rj, Abemayor E, Lee SP, Iran LM, Juillard G, Ward PH., 1992. Nasopharyngeal Carcinoma : Treatment result with primary radiation therapy. Laryngoscope 102:965-72

6. Bossink AW, Groeneveld J, Hank CE, Thijs LG, 1998. Prediction of mortality in febrile medical patients: How useful are systemic inflammatory response syndrome and sepsis criteria? Chest, 113:1442-43

7. Chan SH, Wee GB, Kunaratnam N, Chia KB, 1983. HLA locus B and DR antigen associations in Chinese NPC patients and controls. In (Prasad U, Ablashi DV, Levine PH, Pearson GR., eds). Nasopharyngeal Carcinoma. Kuala Lumpur: University Malaya Press: 307-12

8. Chang EH, Jang YJ, Hao Z, Murphy G, Rait A, Fee WE, Sussman HH, Ryan P, Chiang Y, Pirollo KF, 1997. Restoration of the Gl checkpoint and the apoptotic pathway mediated by wild type p53 sensitizes squamous cell carcinoma of head and neck to radiotherapy. Arch Otolaryngol Head and Neck surg, 123:507-12

9. Chuo DT, Sham JS, Kwong DL, Wei WI, Au GK;Choy D, 1998. Locally recurrent nasopharyngeal carcinoma: treatment results for patients with computed tomography assessment. Int J Radiat Oncol Bio Phys, 41 (2): 379-86

10. Coleman CN, 1993. Beneficial liaisons : radiobiology meets cellular and molecular biology. Radiotherapy and Oncology 28: 1-15

11. Cotran RS, Kumar V, Collin T, 1999. Neoplasia. In : Robbins pathologic basis of disease. Sixth edition. Philadelphia-London-Toronto-Montreal-Sydney-Tokyo : WB Saunders Company: 260-327

12. Diran S, 1992. Hasil terapi radiasi Karsinoma Nasofaring di RSUD Dr. Soetomo (1988-1989). Seminar di Lab. Radiologi FK Unair/RSUD Dr. Soetomo.

13. Halliwell B, Gutteridge JMC, 1987. Free Radicals in Biology and

Page 26: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

26

Medicine, 3rd edition. Oxford: Clarendon Press., 20- 64 14. Hasbini A, Mahjoubi R, Fandi A, Chouaki N, Tamma A, Lianes P, Cortes-

Funes H, Aionso S, Armand JP, Cvotkpvic E, Raymond E, 1999. Phase II trial combining mitomycin with 5-fluouracil, epirubicin, and cisplatin in recurrent and metastatic undifferentiated carcinoma of nasopharyngeal type. Ann Oncol, Apr ; 10(4) : 421-5

15. Ho JHC, Lau WH, Fong M, Chan, 1983, Treatment of nasopharyngeal carcinoma : Current status. In (Prasad U, Ablashi PH, Pearson GR., Eds.). Nasopharyngeal Carcinoma. Kuala Lumpur: University Malaya Press, 389 -95.

16. Hussey DH, 1993. Principles of Radiation Oncology. In :(Bailey BJ., Eds.). Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Philadelphia: JB Lippincott Co., 1040-60

17. Kuratomi Y, Kumamoto Y, Yamashita H, Yamamoto T, Inokuchi A, Tomita K, Masuda A, Uehara S, Ohmagari J, Jingu K, Komiyama S, 1999. Comparison of survival rates of patients with nasopharyngeal carcinoma treated with radiotherapy, 5-fluorouracil and vitamin A (“FAR" therapy) vs FAR therapy plus adjunctive cisplatin and peplomycin chemotherapy. Eur Arch Otorhinolaryngol, 256 Suppl 1: S60-3

18. Lin JC, Jan JS, 1999. Locally advanced nasopharyngeal cancer: long-term outcomes of radiation therapy. Radiology, 211(2): 513-8

19. Ma'at, S, 2003. Imunodefisiensi pada SIRS-Sepsis. Kumpulan Naskah Ilmiah Pertemuan Ilmiah Terpadu: Scientific approach on the management of Sepsis-SIRS. Surabaya, 177-87.

20. Maity A, McKenna G, Muschel RJ, 1994. The molecular basis for cell cycle delays following ionizing radiation: a review. Radiotherapy and Oncology, 31:1-13

21. Milanovich MR, Snyderman CH, Wagner R, Johnson JT, 1995. Prognostic Significance of Prostaglandin E2 Production by Mononuclear Cells and Tumor Cells in Squamous Cell Carcinomas of the Head and Neck. Laryngoscope, 105:61-5

Page 27: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

27

22. Mulyarjo, 2003. Epidemiologi dan gambaran klinik Karsinoma Nasofaring. Simposium kanker nasofaring dan demo biopsi nasofaring dengan teknik aspirasi jarum halus. Surabaya, 1-7

23. Neel III HB, Slavit DH., 1993. Nasopharyngeal Cancer. In (Bailey BJ, ed). Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Philadelphia: Lippincott Co, 1257-73

24. Periti P, Mazzei T, 1999. 'New criteria for selecting the proper antimicrobial chemotherapy for severe sepsis and septic shock*, Int. Journ of Antimicrobial Agents, 12:97-105

25. Reksoprawiro S, 2001. Head and neck cancer in Dr. Soetomo Hospital (the frequency and problems). Recent advandces in the management of ENT disorders. In: Dutch Foundation Post Graduate Medical Courses Dr. Soetomo Teaching Hospital -School of Medicine Airlangga University. Mulyarjo et ai, Eds. Graha BIK Iptekdok FK Unair, Surabaya: 40-51

26. Rodriquez GA, Cal vo BE, Soria CP, Rodriquez GJR, Rodriquez SC A, Gonzales G, Solbes SR,Soler RJJ, 1998. Radiotherapy alone versus neo-adjuvant chemotherapy and irradiation in the treatment of carcinoma of the nasopharynx]. Acta Otorhinolaringol Esp,Oet; 49(7): 548-53

27. Roezin A, 1994. Masalah penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring di berbagai daerah di Indonesia. Maj. Kedok. Indon. 44:349-55

28. Roitt 1,1994. Tumor Immunology. In: Essential Immunology. Eighth edition. Oxford : Blackwell Scientific Publications, 364-82

29. Sarraf M, leBlanc M, Giri PG, Fu KK, Cooper J, Forastiere AA, Adams G, Schuller DE, Ensley JF, 1998. Chemoradiotherapy versus radiotherapy in patients with advanced nasopharyngeal cancer: phase III randomized intergroup study 0099. J Clin Oncol, Apr; 16(4): 1310-7

30. Sharma S, Eschun G, 2002. Multisystem organ failure of sepsis, EMedicine. [Online] available at: http://www.emedicine.com/med/topic3372.htm. Akses tanggal 23 September 2005

31. Suharto, 2003. Antibiotics therapy : An update. PKB Ilmu Penyakit

Page 28: Sirs–Sepsis pada Penderita Karsinoma Nasofaring · PDF filePENDAHULUAN . Karsinoma nasofaring ... SIRS-Sepsis dan syok septik serta ... Laporan hasil penelitian di Jakarta terhadap

28

Dalam XVIII, 154-163 32. Supriana N, Gondhowiardjo S, 1996. Radioterapi sebagai modalitas

pengobatan penyakit kanker.MKI.,46(2):81-4 33. Suryohudoyo, P, 2003. Stress proteins and SIRS-Sepsis: The possible

roles of heat shock proteins (HSP's) in the development of systemic inflammatory response syndrome (SIRS). Kumpulan Naskah Ilmiah Pertemuan Ilmiah Terpadu: Scientific approach on the management of Sepsis-SIRS. Surabaya: 5-10.

34. Tan HH, Wagstaff J., 1989. Imunoterapi pada Kanker. Majalah Kedokteran Indonesia, 39 (6): 355-58

35. Tsukuda M, Sawaki S, Yanoma S, 1993. Supressed cellular immunity in patients with Nasopharyngeal Carcinoma. J Cancer Res Clin Oncol, 120:115-8.

36. Wa'id A, 1994. Efek Radiasi pada Sistem Hemopoetik. Medika, No. 10, Okt, hal. 55-59

37. Weigand, MA, Homer, C, Bardenheuer, HJ, Bouchon, A, 2004, The systemic inflammatory response syndrome, Best Practice & Research Clinical Anaesthesiology, 18 (3}: 455-75, [Online] Available at: http://www.sciencedirect.com. Akses tanggal 3 Agustus 2005

38. Wheeler AP, Bernard GR, 1999. Treating patient with severe sepsis, N Engl J Med, 340 (3): 207-14.

39. Wolf GT, Wolfe RA, 1990. Circulating immune complexes in patients with nasopharyngeal carcinoma. Laryngoscope, 100:302-8