Skills Lab Blok 20

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode saat ini merupakan era penyakit degeneratif. Perubahan pola penyakit ini disebabkan oleh komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat barat serta adopsi cara kehidupan barat sehingga penyakit-penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit

kardiovaskuler dan Diabetes Melitus menjadi meningkat. Diantara penyakit degeneratif, Diabetes Melitus adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat prevalensinya di masa mendatang. Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer C, Suzanne, 2001). Kenaikan kadar glukosa ini disebabkan glukosa darah tidak dapat digunakan oleh tubuh akibat kekurangan hormon insulin atau kerja hormon insulin terganggu. Diabetes Melitus sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006 jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidap penyakit ini dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur. Jumlah penderita DM di dunia dan Indonesia diperkirakan akan meningkat, jumlah pasien DM di dunia dari tahun 1994 ada 110,4 juta, 1998 kurang lebih 150 juta, tahun 2000 sekitar 175,4 juta (1 kali tahun 1994), tahun 2010 mencapai 279,3 juta (+ 2 kali 1994), dan tahun 2020 diprediksi mencapai 300 juta (+ 3 kali tahun 1994). Di Indonesia atas dasar prevalensi + 1,5 %, dapat diperkirakan jumlah penderita DM pada tahun 1994 adalah 2,5 juta, 1998 kurang lebih 3,5 juta, tahun 2010 sekitar 5 juta dan 2020 diperkirakan mencapai 6,5 juta. Dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 66 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun meskipun diakui bahwa angka penyakit infeksi masih dipertanyakan dengan timbulnya penyakit baru seperti hepatitis B dan AIDS. Dilain pihak penyakit kronik yang disebabkan oleh penyakit degeneratif diantaranya Diabetes Melitus meningkat dengan tajam. Perubahan pola penyakit itu diduga ada hubungannya dengan1

cara hidup yang berubah. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan kebarat-baratan. Disamping itu cara hidup yang sibuk sehingga tidak ada kesempatan untuk berolahraga. Pola hidup berisiko seperti inilah yang menyebabkan tingginya kekerapan penyakit DM. Jumlah pasien Diabetes Melitus dalam kurun waktu 25-30 tahun yang akan datang akan sangat meningkat. Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah pasien DM, maka upaya yang paling tepat adalah pencegahan baik secara primer, sekunder maupun tersier. Peran profesi dokter sangat ditantang untuk menekan jumlah pasien DM, baik yang sudah terdiagnosis maupun yang belum. Hal ini yang melatarbelakangi penulisan makalah dengan judul Upaya Pendekatan Sistem Kesehatan Keluarga terhadap Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah : 1. Apa saja etiologi, factor resiko, dan manifestasi klinis penyakit DM ? 2. Bagaimana patofisiologi dari penyakit DM ? 3. Bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan medis dari penyakit DM ? 4. Apakah komplikasi penyakit DM ?

Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui etiologi, faktor risiko, dan manifestasi klinis penyakit DM. 2. Untuk mengidentifikasi patofisiologi penyakit DM. 3. Untuk mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan medis dari penyakit DM. 4. Untuk mengetahui komplikasi penyakit DM.

1.3 Manfaat Penulisan 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penulisan diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan dalam hal tatalaksana pasien DM melalui pendekatan sistem kesehatan keluarga. 2. Bagi Masyarakat

2

Hasil penulisan diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah pada masyarakat tentang pencegahan dan pengobatan untuk penderita DM melalui pendekatan sistem kesehatan keluarga.

1.4 Metode Penulisan 1. Observasi Melakukan anamnesis dan pengamatan terhadap seorang pasien DM, kemudian mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan terhadap perjalanan penyakit DMnya. 2. Kajian Pustaka Mengambil materi- materi yang di bahas dari beberapa referensi yang didapatkan dari buku-buku di perpustakaan dan browsing di internet.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Diabetes Mellitus a. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long, 1996) b. Diabetes mellitus adalah penyakit karena kekurangan hormon insulin sehingga glukosa tidak dapat diolah tubuh dan kadar glukosa dalam darah meningkat lalu dikeluarkan kemih yang menjadi merasa manis (Ahmad Ramali, 2000). c. Diabetes mellitus adalah masalah yang mengancam hidup atau kasus darurat yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut (Mariyinn E. Donges, 2000). d. Diabetes mellitus adalah kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smletzer C. Suzanne, 2001).

2.2 Epidemiologi Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur. Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi di masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejalanya. Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang menyerang kurang lebih 12 juta orang, tujuh juta dari 12 juta penderita diabetes meletus sudah terdiagnosis sisanya tidak terdiagnosis. Di Amerikas Serikat, kurang lebih 650.000 kasus diabetes baru di diagnosis setip tahunnya. (Healthy People, 1990). Jumlah penderita DM di dunia dan Indonesia diperkirakan akan meningkat, jumlah pasien DM di dunia dari tahun 1994 ada 110,4 juta, 1998 kurang lebih 1504

juta, tahun 2000= 175,4 juta (1 kali tahun 1994), tahun 2010=279,3 juta (+ 2 kali 1994) dan tahun 2020 = 300 juta atau + 3 kali tahun 1994. Di Indonesia atas dasar prevalensi + 1,5 % dapatlah diperkirakan jumlah penderita DM pada tahun 1994 adalah 2,5 juta, 1998= 3,5 juta, tahun 2010 = 5 juta dan 2020 = 6,5 juta. 2.3 Etiologi a. Diabetes Melitus Tipe 1 (diabetes yang tergantung kepada insulin / IDDM) Disebabkan karena destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan 2 hal yaitu :

1. Autoimun Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun (immune markers) yang menunjukkan pengrusakan sel beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta, seperti "islet cell autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin (IAAs), autoantibodies to glutamic acid decarboxylase (GAD). )", dan antibodies to tyrosine phosphatase IA-2 and IA-2.

2. Idiopatik Sebagian kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas (idiopatik).

Diabetes Melitus Tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin / NIDDM) Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling sering ditemukan di praktek, diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita diabetes melitus di Indonesia. Sebagian besar diabetes tipe2 adalah gemuk (di negara barat sekitar 85%, di Indonesia 60%), disertai dengan resistensi insulin, dan tidak membutuhkan insulin untuk pengobatan. Sekitar 50% penderita sering tidak terdiagnosis karena hiperglikemi meningkat secara perlahan-lahan sehingga tidak memberikan keluhan. Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, bahkan tidak jarang ditemukan beberapa komplikasi vaskuler sekaligus.5

b. Diabetes Melitus Tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin NIDDM) Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling sering ditemukan di praktek, diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita diabetes melitus di Indonesia. Sebagian besar diabetes tipe2 adalah gemuk (di negara barat sekitar 85%, di Indonesia 60%), disertai dengan resistensi insulin, dan tidak membutuhkan insulin untuk pengobatan. Sekitar 50% penderita sering tidak terdiagnosis karena hiperglikemi meningkat secara perlahan-lahan sehingga tidak memberikan keluhan. Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, bahkan tidak jarang ditemukan beberapa komplikasi vaskuler sekaligus (Slamet Suyono, 2006). 2.4 Klasifikasi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 4 yaitu : 1) Diabetes mellitus tipe I yang tergantung pada insulin / Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) 5% - 10% dari seluruh penderita diabetes mellitus. Pada diabetes mellitus tipe I ciri-ciri klinisnya antara lain : awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda (< 20 tahun), biasanya bertubuh kurus pada saaat diagnosis dengan penurunan berat badan yang baru saja terjadi. Etiologi mencakup faktor genetik, imunologik, lingkungan atau virus, sering memiliki antibodi sel pulau langerhans terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi insulin, sedikit / tidak memiliki insulin endogen, memerlukan insulin untuk mempertahankan hidup, cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin serta komplikasi akut hiperglikemia ketosis diabetik. 2) Diabetes mellitus tipe II yaitu diabetes mellitus yang tidak tergantung oleh insulin / Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM) 90% - 95% dari seluruh penderita diabetes mellitus, obesitas 80% dan non obesitas 20%. Pada tipe II ciri-ciri klinisnya antara lain awitan terjadi disegala usia, biasanya diatas 30 tahun, bertubuh gemuk pada saat diagnostik. Etiologi mencakup faktor obesitas, herediter, usia, diet tinggi lemak rendah karbohidart dan kurang gerak badan. Tidak ada antibodi di pulau6

Langerhans, penurunan produksi insulin endogen / peningkatan resistensi insulin, mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar gula dalam darah melalui penurunan berat badan agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila memodifikasi diet dan latihan, bila tidak berhasil mungkin akan memerlukan insulin dalam waktu yang pendekj / panjang untuk mencegah hiperglikemia, ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stress / menderita infeksi serta komplikasi akut sindrom hiperosmalor non ketotik.

3) Diabetes mellitus dengan Malnutrisi (DMTM) Diabetes mellitus jenis ini biasanya ditemukan didaerah tropis yang disebabkan oleh adanya malnutrisi dan disertai kekurangan protein. DMTM ini dimasa mendatang masih akan banyak terjadi, mengingat jumlah penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan yang masih tinggi. 4) Diabetes Gestasional Diabetes mellitus jenis ini adalah diabetes mellitus yang timbul selama kehamilan. Hal ini sangat penting untuk diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan tepat. 2.5 Proses Diabetes mellitus tipe I (IDDM) disebabkan oleh genetik, faktor imunologi, lingkungan, virus. Pada diabetes mellitus tipe I terdapat pankreas untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa dari makan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tidak tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut keluar dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik). Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (poligfagia) akibat menurunannya simpanan7

kalori. Gejala lain dari tipe diabetes mellitus mencakup kelelahan dan kelemahan. Diabetes mellitus tipe II (NDDM) belum diketahui penyebabnya dengan pasti namun ada beberapa faktor risiko yaitu usia, obesitas, herediter, diit tinggi lemak rendah karbohidrat dan kurang gerak badan. Diabetes mellitus tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II disertai penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada orang yang terkena diabetes mellitus tipe II dimana produksi insulin tidak sesuai dengan kebutuhan, maka selalu mengalami kekurangan glukosa dan glukosa tersebut menumpuk di pembuluh darah sehingga ginjal tidak mampu menyerap glukosa yang harusnya di saring oleh ginjal, keluar melalui urine atau disebut glukosaria sehingga mengakibatkan diuresis osmotik (pengeluaran cairan dan elektrolit). Jika tidak ditangani segera akan menyebabkan dehidrasi dimana dari dehidrasi akan mengakibatkan syok hipovolemik. 2.6 Patofisiologi Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi fenomena autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala yang akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Tipe diabetes ini berkaitan dengan tipe histokompabilitas (Human Leucocyt Antigen/HLA) spesifik. Tipe gen histokompabilitas ini adalah yang memberi kode pada protein yang berperan penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein ini mengatur respon sel T yang merupakan bagian normal dari sistem imun. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan pulau langerhans. Sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 berkaitan dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Pada tipe ini terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor yang disebabkan oleh berkurangnya tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidakabnormalan reseptor intrinsik insulin. Akibatnya, terjadi penggabungan abnornmal

8

antara komplek reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidakabnormalan posreseptor ini dapat menggangu kerja insulin. (Sylvia A Price, 2006). Jadi sebagian besar patologi Diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin. Keadaan patologi tersebut akan berdampak hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan starvasi seluler.

1. Hiperglikemia Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa dalam tubuh akan difasilitasi oleh insulin untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa ini kemudian diolah menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan dalam bentuk glukogen dalam hati dan sel-sel otot proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia). 2. Hiperosmolaritas Pada penderita diabetes melitus hiperosmolaritas terjadi karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah. Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk mengabsorbsi dan memfiltrasi glukosa. Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria). Ekresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis akan menyebabkan kehilangan sebagian besar air (diuresis osmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria). 3. Starvasi Seluler Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk padahal disekeliling sel banyak glukosa. Dampak dari starvasi seluler ini terjadi proses kompensasi seluler untuk tetap mempertahankan fungsi sel antara lain:

1. Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar9

menjadi glukosa dan energi mungkin juga menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi ini ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot dan rasa mudah lelah. 2. Strarvasi seluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Proses ini akan menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur pembentuk protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan melalui urin. Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak. 3. Starvasi juga akan berdampak peningkatan mobilisasi lemak (lipolisis) asam lemak bebas. Trigliserida dan gliserol yang meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang digunakan untuk melakukan aktivitas sel.

4. Starvasi juga akan meningkatkan mekanisme penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dan munculnya rasa ingin makan (polifagi) (Sujono Riyadi, 2008). 2.7 Manifestasi klinik Adapun manifestasi klinik pada penyakit diabetes mellitus yaitu : a. Diabetes mellitus tipe I yaitu : hiperglikemia post prandial (peningkatan kadar glukosa dalam darah sesudah makan, glukosuria (glukosa muncul dalam urine), diuretik osmosis (pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan), poliuria (peningkatan rasa haus), penurunan berat badan, kelelahan dan kelemahan, nafas bau keton serta hiperventilasi, nyeri abdomen, mual, muntah, perubahan kesadaran, koma. b. Diabetes mellitus tipe II yaitu : kelelahan, iritabilitas, poliuria (peningkatan dalam berkemih), polidipsi (peningkatan rasa haus), bila terjadi luka pada kulit, lama sembuhnya. Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

10

Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan. Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres, misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik - hiperosmolar non-ketotik. (http://www.mail-archive.co/[email protected]/msg00070-html).

11

2.8 Komplikasi Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi tiga kategori yaitu: 1) Komplikasi akut Komplikasi akut antara lain hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah), ketoasidosis a) diabetik, dan sindrom HHNK (hiperosmolar non ketotik)

Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7

hingga 3,3 mmol/1) akibatnya karena pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berlebihan. b) Ketoasidosis diabetik terjadi oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin

yang nyata, mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. c) Sindrom hiperglikemia hiperosmoler non ketosis (HHNK) yaitu keadaan yang dideminasi dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.

oleh hiperosmolaritas

2) Komplikasi jangka panjang a) Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit arteri koroner / jantung koroner yang disebabkan perubahan arterosklrerotik dalam pembuluh arteri koroner, pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus ditempat lain dalam sistem pembuluh darah dan penyakit vaskuler perifer disebabkan perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah. b) Komplikasi mikrovaskuler seperti retingpati diabetik disebabkan oleh perubahan

pembuluh-pembuluh darah pada retina mata, dan juga terdapat 3 stadium utama neuropati yaitu Retinopati non proliferatif dan retinopati praproliferatif dan retinopati proliferatif.

3) Komplikasi oftalmologi Komplikasi oftalmologi antara lain : katarak dikarenakan opasitas lensa mata, perubahan lensa dikarenakan kadar glukosa darah meningkat sehingga meningkat, hipoglikemia dikarenakan kadar glukosa darah yang abnormal rendah dibawah 50 60 mg/dl (2,7 3,3 mmol/L). Glukoma terjadi dengan frekuensi yang agak lebih tinggi pada populer diabetik.12

Kelumpuhan ekstra okuler jadi akibat neuropati diabetik, neuropati dikarenakan kadar glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stres terjadi kebocoran protein darah ke dalam urine dan neropati dabetik menyerang semua tipe saraf termasuk saraf perifer (sensori motor) otonom dan spinal. 2.9 Pencegahan Jumlah pasien diabetes mellitus dalam kurun waktu 25-30 tahun yang akan datang akan sangat meningkat akibat peningkatan kemakmuran, perubahan pola demografi dan urbanisasi. Di samping itu juga karena pola hidup yang akan berubah menjadi pola hidup beresiko. Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan pasien diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan .pencegahan adalah upaya yang harus dilaksanakan sejak dini, baik pencegahan primer, sekunder maupun tersier dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait seperti pemerintah, LSM, dan lain-lain. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu: 1. Pencegahan primer Semua aktivitas yang ditunjukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum. Pencegahan ini adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupanya menjadi sangat luas. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat dan menghindaripola hidup berisiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampaye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah alternative terbaik dan harus mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak. Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga berat badan agar tidak gemuk, denagn olah raga teratur. Dengan menganjurkan olah raga kepada kelompok risiko tinggi, misalnya anak-anak pasien diabetes. 2. Pencegahan sekunder

13

Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi risiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang sebellumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk merncegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversible.

Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah karena populasinya lebih kecil, yaitu pasien DM yang sudah diketahui dan sudah berobat, tetapi kenyataannya tidak demikian. Tidak mudah memotivasi pasien untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa sembuh. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali mendekati nangka normal sepanjang hari sepanjang tahun. Di samping itu tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipit itu harus diutamakan cara-car nonfarmakologis dahulu secara maksimal, misalnya dengan diet dan olah raga, tidak merokok dan lain-lain.bila tidak berhasil baru menggunakan obat baik oral maupun insulin. Pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan, ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan mulai dari rumah sakit kelas A sampai ke unit paling depan yaitu puskesmas. Di samping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi. Usaha ini akan lebih berhasil bila cakupan pasien DM juga luas , artinya selain pasien DM yang selama ini sudah berobat juga harus dapat mencakup pasien DM yang belum berobat atau terdiagnosis, misalnya kelompok penduduk dengan risiko tingi.

3. Pencegahan tersier Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Upaya ini meliputi: 1.Mencegah timbulnya komplikasi

14

2. Mencegah progesi dari pada komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organ dan kegagalan organ. 3. Mencegah kecacatan tubuh Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik sekali baik antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya.dalam hal peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan komplikasinya.

2.9.1 Strategi Pencegahan Dalam menyelenggarakan upaya pencegahan ini diperlukan suatu strategi yang efektif dan efisien untuk mendapatkan hasil yang meksimal, ada 2 macam strategi untuk dijalankan antara lain: 1. Pendekatan populasi/masyarakat (population/community approach)

Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup berisiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah DM tetapi juga untuk mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target populasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak saja profesi tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta (LSM, pemuka masyarakat dan agama).

2. Pendekatan individu berisiko tinggi Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu-individu yang berisiko untuk menderita DM pada suatu saat kelak. Pada golongan ini termasuk individu yang berumur > 40 tahun, obesitas, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat DM pada saat kehamilan, dislipidemia (Slamet Suyono, 2006).

15

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Identitas Pasien Nama Pasien Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat Nomor Telepon : Hanisyah : Perempuan : 59 tahun : SD : Ibu Rumah Tangga : Parak Laweh : 085356010216

3.2 Anamnesis 1. Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas sejak satu minggu yang lalu. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan badan terasa lemas yang merupakan manifestasi dari penyakit DM yang telah terdiagnosis sejak 10 tahun yang lalu memang sering dirasakan pasien sejak beberapa tahun belakangan. Pasien jadi malas melakukan aktifitas sehari hari, akibat badan lemas yang diarasakannya tersebut bawaannya ingin tidur-tiduran saja. Selain nafsu makan pasien juga meningkat disamping rasa haus yang sering melandanya. Pasien jadi banyak minum dan sering pipis. Kadang-kadang pasien juga merasa kesemutan pada tungkai bawah.

16

Pasien kurang patuh menjakankan terapi DMnya sehingga gula darah pasien tidak terkontrol. Dari hasil pemeriksaan terakhir sekitar dua bulan yang lalu didapatkan gula darah sewaktu pasien adalah 306 mg/dl.

3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien terdiagnosis diabetes melitus sejak 10 tahun yang lalu. Enam tahun yang lalu pasien juga didiagnosis mengalami kardiomegali. Selain itu pasien juga memiliki riwayat gastritis dan osteoarthritis

4. Riwayat Penyakit Keluarga Orang tua pasien (Bapaknya) juga menderita penyakit yang sama, diabetes melitus 5. Riwayat Pengobatan Dua minggu yang lalu pasien mendapat terapi untuk penyakit gastritits dan osteoarthritisnya. Pasien diberikan obat meloxicam, lansoprazole, osteocal, dan sohobion.

3.3 Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum Keadaan umum Kesadaran Berat badan Tinggi badan Gizi : tampak sakit ringan : kompos mentis : 65 kg : 155 cm : berlebih (gemuk)17

Tanda vital Frekuensi Napas : (tidak dilakukan pemeriksaan) tapi pasien terlihat

normal, tidak ada keluhan sesak napas 2. Nadi Suhu Tekanan Darah : : : (tidak dilakukan pemeriksaan) (tidak dilakukan pemeriksaan) (idak dilakukan pemeriksaan)

Pemeriksaan Fisik 2.1 Komplikasi pada jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : apakah ada sesak, bengkak pada kaki, pulsasi apeks terlihat : apakah ada palpitasi : apakah ada pembesaran ukuran jantung

Auskultasi : apakah ada murmur, gallop 2.2 Mata Inspeksi : apakah ada gangguan penglihatan

2.3 Pembuluh darah Palpasi 2.4 Otak Pemeriksaan neurologis refleks fisiologis dan patologis : apakah ekstremitas dingin, menghitung pulse pressure

3.4 Pemeriksaan Penunjang atau Labor yang Dibutuhkan Pemeriksaan laboratorium

18

-

Pemeriksaan kadar gula darah Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan profil lipid Pemeriksaan elektrolit

Pemeriksaan penunjang Elektrokardiogram untuk mendeteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia, serta hipertrofi ventrikel kiri. Rontgen foto dada untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intra toraks dan sirkulasi pulmoner. Funduskopi untuk melihat kelaianan pada mata, seperti retinopati.

3.5 Faktor Risiko Umur : umur pasien sudah lebih dari 40 tahun

Makanan : pasien sangat suka mengonsumsi makanan yang manis didukung oleh hobi pasien yang genar memasak kue sejak berusia 13 tahun. Selain itu pasien juga suka makan makanan yang bersantan. Setiap hari pasien memasak harus ada menggunakan santan. Olah raga : Pasien tidak pernah mengkhususkan jadwal olah raganya dan sangat jarang sekali melakukan kegiatan olah raga. Faktor genetik : Bapak pasien juga menderita DM

3.6 Diagnosis Diabetes mellitus tipe 2

19

3.7 PengobatanR / Glibenklamid tab 5 mg No V S 1 dd tab 1 R / Metformin tab 500 mg No X S 2 dd tab 1 R / Vitamin B compleks tab No X S 2 dd 1

3.8 Analisis Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas sejak satu minggu yang lalu yang mulai dirasakan pasien hilang timbul sejak beberapa tahun belakangan . ini merupakan salah satu gejala tidak khas pada DM. Selain itu pasien juga

mengeluhkan polifagia, polidipsi, dan poliuria. Ini merupakan trias gejala khas ynag terdapat pada penderita DM disamping penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Keluhan di tempat lain sebagai manifestasi atau komplikasi dari hipertensi tidak dirasakan oleh pasien. Namun, untuk memastikan hal ini beberapa pemeriksaan fisik seperti auskultasi jantung dan pemeriksaan penunjang berupa EKG, funduskopi, dan foto rontgen dada masih perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada komplikasi ke organ target atau tidak. Berdasarkan anamnesis yang dilakukan didapatkan informasi bahwa pasien memiliki beberapa faktor risiko untuk timbulnya diabetes mellitus.. Diantaranya, pola makan yang kurang baik suka yang manis dan bersantan usia 59 tahun kelompok risiko tinggi diabetes melitus orang tua DM adanya riwayat genetik tidak membiasakan diri berolah raga. Dari anamnesis juga diketahui bahwa empat tahun setelah pasien terdiagnosis DM pasien diagnosis mengalami kardiomegali. Bisa jadi ini merupakan salah satu komplikasi dari penyakit DM yang diderita pasien.

20

Berdasarkan hal di atas, kita dapat mendiagnosis pasien sebagai diabetes melitus tipe 2 . Melihat adanya beberapa faktor risiko dan diagnosis yang didapatkan maka ada beberapa hal upaya promotif, preventif, dan rehalibitatif yang bisa kita lakukan baik untuk mencegah ataupun mengobati pasien ini.

1. Upaya Promotif Upaya promotif yang dapat dilakukan adalah edukasi kepada pasien tentang diabetes melitus, komplikasi dari diabetes melitus, dan penatalaksanaan pada DM. Menyampaikan kepada pasien bahwa diabetes melitus yang diderita pasien merupakan penyakit yang tidak dapat sembuh. Walaupun begitu penyakit DM ini tidak berbahaya asalkan gula darah tetap terkontrol. Penyakit DM dengan gula darah yang tidak terkontol dapat menyebabkan komplikasi ke organ target lainnya. Ke otak, jantung, mata, ginjal, ulkus di kaki, dan lain sebagainya. Penatalaksanaan pada diabetes melitus belum ada yang efektif untuk menyembuhkan, hanya mengendalikan diabetes melitusnya pada gula darah yang normal. Oleh karena itu pasien perlu diedukasi untuk sering kontrol gula darahnya ke layanan kesehatan masyarakat. Upaya promotif lainnya adalah mempromosikan pola hidup sehat kepada pasien. Pola hidup sehat yang dimaksud diantaranya, memakan makanan yang sehat dan seimbang, tidak merokok, cukup istirahat, dan melakukan aktivitas fisik setiap hari.

2.Upaya Preventif Olah raga Olahraga yang dianjurkan yaitu yang bersifat aerobik, misalnya jalan, jogging, berenang atau bersepeda. Pola makan Kurangi berat badan yang berlebihan21

Pertahankan body mass index (BMI) 18,5-24,9 kg/m

2

Mengurangi mengonsumsi makanan yang manis manis Perbanyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan atau makanan serat lainnya Kurangi memakan lemak dan kolesterol supaya tidak memperparah komplikasi yang ada - Makanan yang mengandung kadar lemak jenuh tinggi, seperti otak, ginjal, paru, dan minyak kelapa. - Makanan yang mengandung kolesterol tinggi seperti daging merah, baik dari sapi ataupun kambing.

Tidak merokok Tidak mengonsumsi alkohol

Kebiasaan Biasakan untuk menggunakan alas kaki kemana-mana karena penderita diabetes mellitus rentan terkena infeksi dan kalau sudah terkena susah untuk disembuhkan

3. Upaya Kuratif Modalitas yang ada pada penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari: 1. Terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktifitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus. 2. Terapi farmakologis, yang meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin. Terapi farmakologis pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan. Pemberian terapi

22

farmakologis tetap tidak meninggalkan terapi non farmakologis yang telah diterapkan sebelumnya. Terapi yang diberikan terhadap Bu Hanisa : Terapi non farmakologis : Terapi gizi medis Bu Hanisyah 59 tahun, mempunyai tinggi 155 dan berat badan 65 kg, mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Perhitungan kebutuhan kalori : Berat badan ideal = (TB cm - 100)kg 10 % =(155 cm 100)kg - 10% = 55 kg 5,5 kg = 49,5 kg Status gizi = (BB aktual : BB ideal) x 100% = (65 kg : 49,5 kg) x 100% = 131 % (gemuk) Jumlah kebutuhan kalori perhari : kebutuhan kalori basal = BB ideal x 25 kalori = 49,5 x 25 kalori = 1237,5 kalori Umur diatas 40 tahun dikurangi 5 % = 5 % x 1237,5 = 61,875 kalori Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 20 % = 20 % x 1237,5 kalori = 247,5 kalori Koreksi karena gemuk dikurangi 20 % = 20 5 x 1237,5 kalori = 247,5 kalori

Jadi total kebutuhan kalori perhari untuk penderita 1237,5 kalori 61,875 kalori + 247,5 kalori 247, 5 kalori = 1175, 625 kalori. Untuk mempermudah perhitungan digenapkan menjadi 1200 kalori Distribusi makanan : 1. Karbohidrat 60 % = 60 % x 1200 = 720 kalori dari karbohidrat yang setara dengan 180 gram karbohidrat (720 kalori : 4 kalori / gram karbohidrat) 2. Protein 20 % = 20 % x 1200 kalori = 240 kalori dari protein yang setara dengan 60 gram protein ( 240 kalori : 4 kalori / gram protein) 3. Lemak 20 % = 20 % x 1200 kalori = 720 kalori dari lemak yang setara dengan 80 gram lemak (240 : 9 kalori / gram lemak).

23

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20 %), makan siang (30 % ), makan malam (25 %) serta 2-3 porsi ringan (10 15 %) di antara makan besar. Perubahan pola makan ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita. Latihan Jasmani : Prinsip latihan jasmani bagi penderita diabetes : frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu intensitas : ringan dan sedang (60-70 % Maximun Heart Rate) durasi : 30 60 menit Jenis : laithan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Sasaran denyut nadi yang harus tercapai pada Bu Hanisa : THR = 60 70 % dari MHR MHR = 220 umur = 220 59 = 161 60 70 % dari MHR = 96,6 112,7 digenapkan 97 113 kali permenit Jadi denyut nadi yang harus dicapai Bu Hanisa pada saat melakukan latihan jasmani adalah 97 113 kali / menit.

Terapi farmakologis Glibenklamid Metformin Vitamin B kompleks

4. Upaya Rehabilitatif Upaya rehalibitatif belum dilakukan kepada pasien karena pasien belum mengalami kehilangan fungsi akibat penyakit ataupun komplikasi diabetes melitusnya.

24

3.9 Tabulasi Teori Bloom

Faktor Lingkungan Tidak ada pengaruh faktor -

Faktor Pelayanan Kesehatan Puskesmas tidak jauh dari rumah, bisa dijangkau dengan mudah Rumah Sakit dapt diakses dengan mudah.

lingkungan

Faktor Keturunan - Ayah mempunyai gula darah tinggi - Ibu menderita maag -

Faktor Perilaku Kurang olah raga Pola makan tidak baik

25

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Kasus diabetes mellitus yang dialami oleh Bu Hanisyah merupakan pengaruh dari 2 faktor, yaitu faktor genetik dan faktor gaya hidup. Faktor genetik didapat dari ayahnya yang juga mempunyai gula darah tinggi, sedangkan faktor gaya hidup teridentifikasi dari pola makan Bu Hanisyah yang menyukai makanan yang manis dan jarang berolahraga. Untuk itu, perlu dilakukan tatalaksana terhadap faktor-faktor yang dapat diintervensi, yaitu melalui tindakan pencegahan sekunder dan pengobatan dengan terapi farmakologis maupun non farmakologis.

4.2 Saran Sebaiknya pasien mulai mengurangi kebiasaannya memakan makanan yang manis dan mulailah untuk berolahraga secara teratur agar kadar gula darah dapat dikendalikan sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi dapat dihindari.

26

DAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2008. Jakarta : EGC Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 2009. Jakarta : Interna Publishing Sylvia A.Price, Lorraine M.Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2. Jakarta : EGC

(http://www.mail-archive.co/[email protected]/msg00070-html). www. wikipedia.com

27

LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT PASIEN Nama puskesmas : Puskesmas lubuk Begalung Nama instrukktur : dr. Deddy Saputra Sp.BP Nama pasien Alamat pasien No telepon : Hanisyah : Parak Laweh : 0853560110216

DATA DEMOGRAFI KELUARGA Tabel 1 : Anggota keluarga yang tinggal serumah atau memiliki hunbungan dekat dengan keluarga. No. Nama Kedudukan dalam keluarga 1. Hanisyah Mertua p 59 Tamat SD Ibu rumah tangga 2. Esupendi Mertua l 69 Tamat STM Pensiunan marinir 3. Legiman Kepala keluarga 4. Euis Sumiyah Istri p 38 Tamat SMEA 5. Debrin Laurensia 6. Muhammad Yusuf R. 7. Aisyah Ramadhani 8. Annisa R.H.T. Anak p 3 PAUD Anak p 5 TK Anak l 12 SD Siswa Anak p 17 SMA Ibu rumah tangga Siswa l 38 Tamat SMA Marinir Gender Umur Pendidikan Pekerjaan Ket

28

Fungsi Dalam Keluarga: Biologis : dari segi fisik pasien tampak sakit ringan. Psikologis : pasien mengakui sendiri kalau kehidupannya bahagia Sosial : Pasien cukup aktif di masyarakat. Pasien mengikuti pengajian setiap minggu dan arisan setiap bulannya. Ekonomi : Status ekonomi pasien bisa dikatakan cukup mampu dengan total pemasukan keluarga Rp 4.550.000,Penyakit-Penyakit dalam Keluarga Nama penderita Umur Jenis kelamin Pekerjaan Faktor risiko : Hanisyah : 59 : Perempuan : Ibu rumah tangga :

1. Internal : paman pasien pernah menderita penyakit yang sama 2. Ekternal : pasien memmiliki hobi memasak kue sejak umur 13 tahun. Selain itu pasien juga menyenangi makanan yang bersantan. Data internal keluarga Kebersihan pribadi dan lingkungan : anak-anak sudah diajarkan cuci tangan pakai sabun sejak dini. Pencegahan spesifik : imunisasi lengkap Gizi keluarga : pada umumnya baik Latihan jasmani / aktifitas fisik : pasien jarang melakukan olahraga Penggunaan pelayanan kesehatan : Rumah Sakit Kebiasaan : Suami pasien yang pernah menderita TB adalah perokok berat, tapi sudah berhenti sejak 2 tahun yang lalu. Selain itu bapak juga suka minum kopi, kalau sekarang dicampur dengan susu. Pasien sejak umur 13 tahun sangat suka memasak kue dan memakan hasil masakannya sendiri. Pasien juga menyukai masakan yang bersantan, kalau masak harus yang bersantan. Selain itu pasien juga suka makan rujak. Sementara itu cucu pasien suka memakan serbuk susu tanpa air. Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Pusat pelayanan kesehatan yang digunakan oleh keluarga : rumah sakit29

Cara mencapai pusat pelayanan kesehatan tersebut : mudah dijangkau, pasien bisa naik angkot atau diantarkan Tarif pelayanan kesehatan tersebut : Gratis, karena pasien dijamin oleh Askes Kualitas pelayanan kesehatan tersebut : menurut pasien sangat baik Lingkungan Tempat Tinggal Kepemilikan rumah : kontrak Jumlah orang dalam rumah : 8 orang Luas Halaman Rumah : 50 m2 Rumah tidak bertingkat, dinding rumah terbuat dari papan Penerangan di dalam rumah : listrik Ventilasi : Baik, rumah tidak lembab dan sirkulasi udara bagus Kebersihan di dalam rumah : cukup baik Tata letak barang di dalam rumah : tertata dengan baik Resep yang diberikan oleh dokter puskesmas pada penderita : R / Glibenklamid tab 5 mg No V S 1 dd tab 1 omny R / Metformin tab 500 mg No X S 2 dd tab 1 R / Vitamin B compleks tab No X S 2 dd 1

30

31