38
SKIZOFRENIA PARANOID STATUS PSIKIATRI I. IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : “Tn. “R“ Umur : 38 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Tanjung, Kabupaten Lombok Utara Agama : Islam Suku : Sasak Pendidikan : SMK Pekerjaan : Petani Status : Menikah MRS : 7 Januari 2015 Pemeriksaan : 14 Januari 2015 II. IDENTITAS KELUARGA PASIEN Nama Keluarga : Tn. A Umur : 40 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Hubungan : Kakak kandung pasien Alamat : Tanjung, Kabupaten Lombok Utara Agama : Islam Suku : Sasak

Skizofrenia Paranoid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Skizofrenia Paranoid, Laporan Kasus Skizofrenia Paranoid

Citation preview

SKIZOFRENIA PARANOIDSTATUS PSIKIATRI

I. IDENTITAS PASIENNama Pasien: Tn. RUmur: 38 tahunJenis kelamin: Laki-lakiAlamat: Tanjung, Kabupaten Lombok UtaraAgama: IslamSuku: SasakPendidikan: SMKPekerjaan : PetaniStatus : MenikahMRS: 7 Januari 2015Pemeriksaan: 14 Januari 2015

II. IDENTITAS KELUARGA PASIENNama Keluarga: Tn. AUmur: 40 tahunJenis kelamin: Laki-lakiHubungan: Kakak kandung pasienAlamat: Tanjung, Kabupaten Lombok UtaraAgama: IslamSuku: SasakPendidikan: SMAPekerjaan : PetaniStatus : Menikah

III. RIWAYAT PSIKIATRIData diperoleh dari : Autoanamnesis pada tanggal 14, 15, 16, Januari 2015 Alloanamnesis dari Tn. A, kakak kandung pasien, berusia 40 tahun, menikah, alloanamnesis dilakukan pada tanggal 15 Januari 2015 Catatan Rekam Medik

A. Keluhan Utama :Mengamuk B. Riwayat Penyakit Sekarang :(alloanamnesis: Kakak kandung pasien)Pasien dibawa ke IGD RSJ Provinsi NTB karena mengamuk. Ini merupakan kedatangan keempat kalinya. Keluarga mengatakan bahwa pasien mengamuk dirumah sejak pagi sebelum dibawa ke RSJ. Dua hari sebelumnya pasien terlihat tampak murung dan mengurung di rumah dan pada hari ketiga pasien tiba-tiba mengamuk sambil membawa parang dan ingin menebas orang yang ditemuinya. Pasien sempat melukai anak kepala RT dan juga melukai kakaknya sendiri dengan sabetan parang saat ditangkap oleh masyarakat dan petugas. Pasien terus berlari ke jalan raya dan akhirnya ditangkap oleh petugas dan keluarganya. Selain itu, tiga hari yang lalu pasien juga keluyuran, sulit tidur dan berbicara sendiri. Menurut kakak pasien, perilaku seperti ini sering terjadi tiba-tiba. Keluarga merasa tidak pernah ada masalah dengan pasien maupun istrinya. Pasien diakui orangnya agak pendiam dan sehari-hari bekerja mencari rumput untuk makanan ternaknya.Keluarga pasien juga mengetahui bahwa pasien selalu merasa dikendalikan oleh seseorang dengan menggunakan alat bantu seperti remot dan sering mendengar bisikan yang menyuruh untuk berbuat tidak baik. Menurut keluarga, pasien sudah empat kali dirawat di RSJ Provinsi NTB, pertama kalinya pasien di rawat sekitar 5 tahun yang lalu dengan keluhan yang sama yaitu mengamuk. Pertama kali dirawat tahun 2009 selama lebih kurang 1,5 bulan dan kemudian melanjutkan minum obat dirumah. Pasien dibekali 3 macam obat yaitu haloperidol, Trihexypenidil, dan alprazolam. Pasien sempat rutin berobat beberapa tahun namun setahun sebelum MRS kedua pasien mulai enggan diajak kontrol dengan banyak alasan. Pasien selalu menolak diajak kontrol ke RSJ. Hingga akhirnya pasien MRS kedua tahun 2012 pasien dibawa kembali dan dirawat inap untuk kedua kalinya dengan keluhan yang sama mengamuk dan marah tanpa sebab yang jelas. Saat itu pasien dirawat selama 1 bulan dan melanjutkan minum obat dirumah. Obat yang diberikanpun sama dengan sebelumnya. Namun pasien lagi-lagi merasa bosan dan tidak mau diajak kontrol sehingga putus obat. Selanjutnya tahun 2013 pasien dibawa kembali dan dirawat inap untuk ketiga kalinya dengan keluhan yang sama mengamuk dan marah tanpa sebab yang jelas serta tidak mau pergi kontrol. Di rumah, pasien dibekali obat pulang dan diminum namun empat bulan yang lalu pasien menggigil dan kontrol lagi diantar keluarganya ke RSJ. Kemudian dosis obat dikurangi oleh dokter namun keluhan menggigil masih tetap dirasakan. Setelah beberapa kali kontrol karena keluhan menggigil tersebut pasien dan keluarganya berasumsi bahwa mereka sudah tidak kontrol lagi karena tidak disuruh datang lagi oleh dokter di puskesmas. Selain itu, menurut keluarga dokter yang ada di Puskesmas juga mengatakan pasien tidak perlu minum obat lagi karena obat tersebut yang menyebabkan pasien menggigil. Akhirnya pasien tidak minum obat lagi dan tidak kontrol lagi karena keluhan menggigil sudah tidak dirasakan lagi. Sehingga selama empat bulan pasien tidak pernah minum obat lagi. Menurut keluarganya pasien tidak pernah ada masalah dengan keluarga maupun tetangganya. Keluarga selalu bersedia mengantar pasien untuk kontrol dan biayanya juga ditanggung semua oleh keluarga. Namun pasien adalah tipe orang yang tidak sabaran dan ingin cepat dilayani. Pasien merasa tidak nyaman jika harus antre menunggu giliran diperiksa dan mengambil obat sehingga malas untuk pergi kontrol. Pasien juga sering bilang merepotkan pihak keluarga. Walaupun keluarga sudah membujuk namun pasien tetap tidak mau kontrol sehingga mereka hanya bisa pasrah saja dan kesal.Beberapa hari sebelum pasien mengamuk pasien sempat bertanya kepada saudaranya bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah namun saat ditanya ada masalah atau tidak, pasien hanya bilang tidak ada masalah pada saudaranya.Menurut keluarganya, pasien sering belajar ilmu-ilmu tarekat sejak dulu namun saat pergi ke malaysia pasien mulai lebih memperdalam ilmu tersebut. Pasien juga saat dipulangkan dari malaysia karena mulai mengalami gangguan jiwa disana.Autoanamnesis Pasien mengatakan bahwa tiga hari selama dirawat di RSJ Provinsi NTB perasaan menjadi agak tenang dan perasaan dikendalikan oleh orang dengan remot berkurang, namun belakangan ini pasien mengaku bosan dan ingin pulang. Pasien mengaku masih saja merasa dikendalikan oleh seseorang dengan remot dan masih sering mendengar bisikan-bisikan yang menjanjikan bahwa pasien akan sehat, menjadi orang kaya dan sukses. Bisikan yang didengar pasien saat ini kebanyakan membuat pasien menjadi terlena dan bermimpi tinggi. Akan tetapi pasien sadar hal itu tidak mungkin namun tidak berdaya. Pasien juga mengeluh masih sulit tidur pada malam hari saat berada di RSJ.Menurut pasien, sekitar dua atau tiga hari sebelum dibawa ke RSJ pasien mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya untuk melakukan hal yang tidak baik dan tubuh pasien juga dikendalikan sehingga pasien mengamuk dan ingin menebas orang dengan parang. Pasien tidak mampu melawannya dan merasa sangat tertekan dan lelah saat berusaha melawan kehendak bisikan dan orang yang mengendalikan tubuhnya tersebut. Pasien juga merasa tubuh dan lidahnya agak kaku pada saat kejadian tersebut.Pasien juga setiap hari memikirkan anak dan istrinya dan kehidupannya nanti setelah dari RSJ. Pasien kadang ingin mati saja karena merasa dirinya hanya membebani dan merugikan orang lain saja. Pasien mengatakan dia pernah menjadi TKI ke malaysia. Pasien bekerja menjadi buruh kelapa sawit dan rutin mengirim uang setiap bulan. Pasien ke malaysia dua kali. Namun uang hasil jerih payahnya di malaysia sedikit demi sedikit habis karena berbagai peristiwa yang dialaminya. Menurut pasien, setiap dia menanam sesuatu tanamannya selalu mati atau tidak berhasil sehingga pasien merugi. Akhirnya pasien tidak mampu membangun rumah impiannya hingga sekarang. Namun untunglah saudara pasien memiliki rumah lebih dan mengizinkan pasien tinggal di rumah yang sekarang ditempati pasien bersama istrinya dan anak-anaknya. Pasien menyangkal memiliki kekuatan ataupun azimat yang membuatnya tampak lebih dari orang lain. Pasien juga menyangkal adanya perasaan sedih dan kecewa sejak beberapa hari terakhir. Pasien juga tidak pernah merasa terlalu bergembira ataupun terlalu bersemangat. C. Riwayat Penyakit Dahulu :1) Riwayat Gangguan PsikiatriPasien sudah pernah dirawat inap sebanyak 3 kali. Pasien MRS pertama kali 5 tahun yang lalu. Menurut pasien obat yang dari RSJ diminum hingga habis. Sekitar 4 bulan yang lalu pasien mengeluh menggigil setelah minum obat yang biasa diberikan di RSJ dan dosisnya dikurangi oleh dokter. Dari dosis 3 kali sehari diturunkan menjadi 2 hingga 1 kali sehari. Saat keluhan menggigil hilang pasien sempat kontrol lagi ke RSJ. Namun dari pihak RSJ tidak menyuruh untuk kontrol lagi sehingga keluarga menganggap bahwa pasien sudah selesai pengobatannya dan mereka tidak kontrol lagi. Pasien menyangkal pernah mengalami gangguan jiwa lainnya seperti depresi.Ini merupakan keempat kalinya pasien MRS. Pasien MRS pertama sekitar tahun 2009. Pasien dipulangkan namun jarang kontrol dan tidak mau minum obat. Kemudian pasien MRS yang kedua sekitar tahun 2012 dan MRS ketiga tahun 2013. Pasien berulang-ulang MRS karena keluhan yang sama dan putus obat. 2) Riwayat Gangguan Medis dan NeurologisRiwayat tekanan darah tinggi (-), sesak napas atau asma (-), riwayat cedera kepala sebelum MRS (-), Kejang-kejang (-), demam tinggi hingga kehilangan kesadaran (-), infeksi otak (-), gangguan saraf dan otak (-). Pasien belum pernah menderita penyakit medik berat yang mengharuskannya dirawat di rumah sakit atau secara fisiologis berhubungan dengan keadaan pasien saat ini.3) Riwayat Penggunaan Alkohol dan Zat LainPasien merokok sejak SMK hingga sekarang. Pasien tidak pernah mengonsumsi alkohol maupun zat berbahaya lainnya.D. Riwayat Kehidupan Pribadi :1) Masa Prenatal dan PerinatalPasien merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara. Saat hamil ibu pasien tidak pernah memeriksakan diri ke bidan. Pasien lahir di rumah dibantu dukun beranak. Keterangan tentang riwayat kelahiran dan kehamilan yang lain tidak diketahui oleh keluarga pasien. 2) Masa Kanak Awal (0-3 tahun)Pasien diasuh oleh ibu kandungnya. Pasien mendapat ASI sampai usia sekitar 2 tahun. Pasien tidak ingat apakah pasien mendapat imunisasi atau tidak. Pasien mendapat kasih sayang yang cukup dari kedua orang tuanya.3) Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)Pasien tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lain. Pasien dapat bermain dan bersekolah seperti anak-anak yang lain. Pergaulan dengan teman seusianya cukup baik, tapi pasien lebih senang menyendiri dibandingkan bergaul dengan teman-temannya. Pasien tidak pernah berkelahi dengan temannya. Pasien tidak terlalu menonjol dikelas. Hubungan pasien dengan saudaranya cukup baik. Begitupula hubungan dengan orang tua cukup baik. Saat ada masalah dengan orang tua pasien biasanya lebih banyak diam dan tidak membantah saat dimarahi. Pasien tidak pernah dipukuli oleh ibu maupun ayahnya. Biasanya hanya dinasihati dan dimarahi saja. Pasien sejak masih SD sering ikut membantu ayahnya bekerja keras sebagai buruh tani karena hidup mereka kurang berkecukupan terutama untuk makan sehari-hari. Bahkan untuk biaya sekolah juga kurang.4) Masa Kanak Akhir dan RemajaPasien hanya bersekolah sampai SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan mengambil jurusan logam di Mataram dan tinggal bersama pamannya yang bekerja sebagai fotografer. Pasien sehari-hari sekolah sambil bekerja membantu pamannya karena tidak ada biaya dari orang tua sehingga pasien membiayai sekolahnya sendiri dari kerja sampingannya. Pasien tidak terlalu banyak waktu berkumpul dengan teman-temannya saat remaja karena sibuk bekerja membantu pamannya. Pasien cukup cerdas dan rankingnya selalu berada di 10 besar namun tidak pernah sampai mendapat juara umum. Pasien sekolah di SMK karena keinginannya sendiri dan tidak pernah dipaksa mengambil jurusan logam oleh keluarganya.Riwayat AgamaPasien beragama Islam, pendidikan agama didapatkan dari orang tua, kakak-kakak pasien dan guru selama di sekolah. Selama ini pasien rajin beribadah dan menjalankan kewajiban agamanya. Riwayat PsikoseksualPendidikan seksual tidak pernah diberikan oleh orangtuanya. Pengetahuan tentang pendidikan seksual didapat dari teman-temannya dan televisi. Pasien pertama kali melakukan hubungan seksual hanya dengan istrinya yaitu saat pasien berusia sekitar 23 tahun. Pasien Pasien tidak pernah melakukan hubungan seksual di luar pernikahannya. Sepengetahuan keluarga, pasien pernah berpacaran 3 kali. Pasien tidak pernah mengalami kekerasan seksual saat masih kecil.

Aktivitas SosialPasien memiliki banyak teman. Pasien tidak menyakiti teman-temannya dan menanggapi dengan santai saja jika diolok-oloh oleh temannya. Menurut pasien hal tersebut masih wajar dan biasa. Pasien jarang menceritakan masalahnya pada keluarga atau temannya. Pasien hanya diam dan memendam perasaannya karena menurut pasien mereka tidak terlalu mengerti jika pasien menceritakan keluhan-keluhannya. Pasien dapat bergaul dengan cukup baik di lingkungan rumahnya. Namun sangat jarang berkumpul dengan tetangga karena sibuk bekerja menjadi buruh tani.Riwayat Pelanggaran HukumPasien belum pernah melakukan tindakan yang melanggar hukum selama ini.E. Riwayat Keluarga :keluarga inti tidak ada yang menunjukan tanda-tanda masalah kejiwaan. Hubungan pasien dengan keluarganya baik.

Genogram keluarga pasien:

F. Situasi Kehidupan Sosial Ekonomi Saat Ini :Setelah tamat SMK pasien pergi merantau ke Malaysia selama + tiga tahun. Pasien bekerja mengumpulkan kelapa sawit. Pasien pulang ke Lombok dan menikah. Pasien pergi merantau lagi kedua kalinya tahun 2008-2009 dan tiba-tiba dipulangkan oleh pihak malaysia karena pasien mengalami gangguan jiwa Pasien tinggal bersama istri dan kedua anaknya di rumah yang dipinjamkan oleh saudaranya. Menurut pasien penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari. Saat musim panen kadang pasien mendapat uang lebih dan ditabung untuk biaya sekolah anaknya. Keluarga pasien termasuk kelas ekonomi menengah ke bawah. Anak laki-laki pasien berusia 15 tahun dan sekolah di SMP sedangkan anak perempuannya masih berusia 3 tahun saat ini. Saat ini pasien tidak bekerja dan lebih sering menganggur. Kadang-kadang pasien bekerja sebagai buruh tani. Istri pasien hanya seorang ibu rumah tangga dan tidak ada penghasilan sampingan lain yang bisa diandalkan. Menurut pasien, uang yang diperoleh dari hasil merantau dulu sudah habis karena tanaman yang ditanam oleh pasien tidak pernah berhasil sehingga rugi terus-menerus. Hubungan pasien dengan istri cukup baik dan harmonis. Walaupun kadang-kadang bertengkar namun tidak sampai membuat pasien kepikiran. Saat ada masalah pasien lebih sering menyimpan sendiri dan tidak bercerita kepada istrinya. Pasien biasanya hanya bekerja terus-terusan untuk melampiaskan emosinya hingga kadang sampai larut malam. Untuk biaya berobat setiap kontrol sebelum memiliki kartu BPJS seperti sekarang, pasien biasanya dibantu oleh saudara-saudaranya dan tidak pernah dimintai ganti namun pasien sering merasa tidak enak dan merepotkan keluarganya terus hingga kadang tidak mau diajak kontrol.G. Persepsi dan Harapan Keluarga :Menurut keluarga pasien, keluarga berharap pasien dapat sembuh sehingga pasien dapat menjalani kehidupannya kembali dan bisa beraktivitas seperti sebelumnya. Keluarga pasien berharap pasien tidak gelisah dan mengamuk lagi. Keluarga pasien mengerti dengan baik mengenai penyakit pasien dan akan berusaha mengobatinya dan memberi semangat agar pasien bisa sembuh. H. Persepsi dan Harapan Pasien :Pasien sadar dan merasa dirinya memiliki gangguan jiwa. Menurut pasien, keadaan masuk RSJ saat ini disebabkan oleh karena pasien mengamuk dan melukai orang sehingga pasien mau dibawa berobat ke RSJ. Pasien berharap ia dapat sembuh dan bekerja seperti biasa menghidupi anak dan istrinya serta tidak kumat lagi seperti sebelumnya.

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL Berdasarkan pemeriksaan tanggal 14 Januari 2015.Pemeriksaan PsikiatriA. Deskripsi Umum1. PenampilanPasien seorang pria berusia 38 tahun, tampak sesuai usianya, penampilan rapi, kesan terawat, ekspresi wajah tampak biasa. 2. KesadaranCompos Mentis/jernih3. Aktivitas PsikomotorSaat wawancara, pasien dapat mengikuti wawancara sampai akhir. 4. Sikap terhadap PemeriksaKooperatif, pasien dapat mengikuti wawancara dengan cukup baik. 5. Pembicaraan Cara berbicara spontan, lancar, cepat, volume sedang, kontak mata (+). Pasien menjawab sesuai dengan pertanyaan yang diajukan pemeriksa, dan terkadang pasien menambahkan jawaban.B. Alam Perasaan dan Emosia. Mood: eutimikb. Afek: luasC. Gangguan Persepsi Halusinasi auditorik (+) tipe commenting.D. Fungsi Intelektual1. Taraf Pendidikan Pengetahuan dan KecerdasanPasien menempuh pendidikan sampai SMK dan memiliki pengetahuan yang sesuai dengan tingkat pendidikannya.2. Orientasi Orang :kesan baik. Pasien mengetahui dokter yang memeriksanya, dan beberapa pasien lainnya yang berada di bangsal. Tempat:kesan baik. Pasien mengetahui bahwa saat ini dia berada di Bangsal Melati RS Jiwa Provinsi NTB. Waktu :kesan baik. Pasien mengetahui saat dilakukan wawancara itu adalah sore hari.3. Daya Konsentrasi dan Perhatian Cukup baik. Pasien mampu mengurangi angka 100 dengan 7 dan seterusnya secara benar dan pasien mampu mengikuti wawancara dengan baik.4. Daya Ingat Daya ingat jangka panjang (remote memory) cukup baik. Pasien dapat menceritakan masa sekolahnya selama di Sekolah Dasar. Daya ingat masa lalu belum lama (recent past memory) cukup baik.Pasien dapat mengingat peristiwa-peristiwa penting dalam beberapa bulan terakhir. Daya ingat baru saja (recent memory) baik. Pasien dapat mengingat makanan yang di makan sebelum wawancara. Daya ingat segera (immediate/recall memory) baik. Pasien dapat menyebutkan kembali nama dokter yang memeriksa.5. Kemampuan Membaca dan MenulisKesan baik, pasien dapat membaca dengan baik dan lancar apa yang ditulis. Kemampuan menulis kesan baik, pasien dapat menuliskan namanya.6. Kemampuan VisuospasialKesan baik, pasien dapat mengikuti bentuk gambar yang dicontohkan oleh pemeriksa.7. Pikiran AbstrakCukup baik. Pasien dapat mengetahui persamaan dari beberapa benda, misalnya motor dengan mobil. Pasien juga mampu menjelaskan perbedaan dari beberapa benda.8. Intelegensi dan Kemampuan InformasiCukup baik, pasien mengetahui nama Presiden Republik Indonesia.E. Proses Pikir1) Arus Pikiran: koheren2) Isi Pikiran:waham kendali 3) Bentuk Pikiran: non realistikF. Pengendalian ImpulsSelama wawancara, pasien dapat mengendalikan diri dengan baik. Pasien masih dapat mengendalikan impuls saat sebelum dibawa ke RS Jiwa Provinsi NTB.

H.Daya Nilai1) Daya Nilai SosialCukup baik. Pasien mengatakan bahwa tindakan mencuri itu tidak baik. 2) Uji Daya NilaiCukup baik. Pasien mengatakan akan mengembalikan dompet orang bila menemukan di jalan.3) Penilaian Daya Realita (RTA)RTA terganggu, dengan adanya halusinasi auditorik dan waham kendali.I.TilikanDerajat 4, Pasien merasa dirinya mengalami gangguan jiwa dan ingin berobat agar sembuh.

V. PEMERIKSAAN FISIKA. Status Internus : Keadaan: baik Kesadaran : compos mentis Tanda Vital TD: 120/80 mmHg Nadi: 84 x/menit RR: 20 x/menit Suhu: 36oC Kepala/Leher: dalam batas normal Mata: anemis (-/-). ikterus (-/-), refleks pupil (+/+), isokor, perdarahan subkonjungtiva (-/-) THT: telinga dbn, hidung tampak jejas (-), krepitasi (-), deviasi septum (-). Leher: struma (-), pembesaran KGB (-). Thorax: cor/pulmo dalam batas normal Abdomen: dalam batas normal Extremitas: atas dan bawah dalam batas normalB. Status Neurologis : Tanda Rangsang Meningeal: negatif Tanda Efek Ekstrapiramidal Tremor tangan : negatif Akatisia : negatif Bradikinesia : negatif Cara berjalan : normal Keseimbangan: baik Rigiditas : negatif Motorik : baik Sensorik : baik

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNATelah diperiksa seorang pasien laki-laki berusia 38 tahun, agama Islam, suku Sasak. Saat ini pasien tidak bekerja, status menikah dengan dua orang anak, datang dengan keluhan utama mengamuk, keluyuran, dan merusak barang-barang. Tiga hari sebelum MRS pasien tampak murung dan mengurung diri di rumah. Keluhan ini muncul kembali setelah pasien tidak minum obat. Ini adalah yang keempat kalinya pasien dibawa ke RSJP NTB dengan keluhan yang sama. Terakhir kali pasien dirawat inap selama 1bulan sekitar 1 tahun yang lalu. Selama 5 bulan terakhir pasien tidak meminum obat kembali. Saat pasien tidak minum obat ia mendengar suara-suara yang membisiki pasien untuk keluyuran dan mengambil parang. Pasien juga mengatakan lelah dengan kehidupannya. Pasien merasa selalu dikendalikan oleh seseorang menggunakan alat seperti remot. Pada pemeriksaan psikiatri didapatkan mood: eutimik, afek: luas ; arus pikir; inkoheren bentuk pikir nonrealistik; halusinasi visual (-), auditorik (+), waham kendali (+), tilikan: 4. Pada pasien tidak ditemukan gejala gangguan afektif, tidak ada riwayat penyalahgunaan obat, pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol saat di Malaysia, dan pada pemeriksaan fisik umum tidak didapatkan adanya gangguan fisik.VII. FORMULASI DIAGNOSTIK Berdasarkan data dari anamnesis riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik serta status mental, pada pasien ini ditemukan adanya pola perilaku, dan perasaan yang secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan (distress) dan hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Dengan demikian berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami suatu gangguan jiwa.Gangguan mental organik (F00-F09) dapat disingkirkan pada pasien ini karena berdasarkan anamnesis, pasien tidak pernah mengalami trauma kepala atau penyakit lainnya yang secara fisiologis dapat menimbulkan disfungsi otak sebelum menunjukkan gejala gangguan jiwa. Pada pasien tidak didapatkan riwayat penggunaan alkohol (tuak), sehingga kemungkinan adanya gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10-F19) dapat disingkirkan. Dari anamnesis ditemukan adanya gangguan pada isi pikir pasien berupa waham kendali. Pasien juga mengalami halusinasi auditorik, semua keluhan tersebut telah terjadi selama kurang lebih 5 tahun. Oleh karena telah memenuhi kriteria waktu dan terdapat gangguan dari daya realita serta tilikan, maka pasien ini dapat didiagnosis dengan skizofrenia. Pada pasien ini tidak ditemukan gejala gangguan afektif/mood primer. Gangguan mood/afektif tidak mendahului gejala psikotik, sehingga diagnosis gangguan suasana perasaan/mood afektif (F30-39) pada pasien ini bisa disingkirkan. Berdasarkan PPDGJ III ditegakkan diagnosis untuk Aksis I adalah F20.0 Gangguan Skizofrenia Paranoid.Gangguan kepribadian yang bermakna secara klinis saat ini tidak dapat ditentukan, sehingga untuk Aksis II Tidak Ada Didiagnosis. Pada pasien ini juga tidak ditemukan kondisi medis umum yang bermakna, sehingga pada pasien ini Aksis III tidak ada diagnosa. Pada pasien ini, untuk Aksis IV ditemukan adanya dua masalah utama, yaitu masalah ekonomi dan pelayanan kesehatan. Masalah tersebut sebagai berikut: 1) kurangnya biaya 2) kurangnya komunikasi dari pihak pelayanan kesehatan dan pasien. Pada Aksis V GAF (Global Assessment of Functioning) HLPY (Highest Level Past Year) 60-51, GAF Scale Pada Saat Ini adalah 60-51 yaitu gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

VIII. EVALUASI MULTI AKSIAL Aksis I: F20.0 Gangguan Skizofrenia Paranoid Aksis II: tidak ada diagnosis Aksis III: tidak ada diagnosis Aksis IV:Masalah ekonomi dan komunikasi dengan petugas kesehatan Aksis V: GAF HLPY 60-51 GAF Current 60-51

IX. DAFTAR MASALAHA. Organobiologik : tidak ada masalah.B. Psikologis dan Perilaku : Gelisah, keluyuran, sulit tidur, mengamuk. Waham kendali (+),halusinasi auditorik (+). RTA terganggu Tilikan derajat 4C. Lingkungan dan Sosioekonomi :Pasien merasa sering merepotkan keluarganya saat mengantar ke RSJ karena jarak yang jauh dan terkadang kurangnya biaya. Keluarga yang memiliki pengetahuan yang kurang terhadap penyakit atau gangguan jiwa yang diderita oleh pasien serta pengetahuan bahwa pengobatan yang harus diberikan secara teratur dan dalam jangka waktu panjang.

X. RENCANA PENATALAKSANAANA. Psikofarmaka : Risperidon 2 x 3 mg Trihexylphenidyl 2 x 2 mg Alprazolam 1 x 0,5 mg (malam) B. Psikoterapi dan Psikoedukasi : Kepada pasien dilakukan psikoterapi suportif dengan cara mendukung pasien. Sistem pendukung pasien harus kuat, tidak terlalu mencampuri maupun menjauhi pasien. Pasein juga diberikan edukasi mengenai penyakitnya, gejala, penyebab, pengobatan, bagaimana dampak bila tidak kontrol atau tidak minum obat dan bagaiman jika keluhan kembali muncul. Edukasi terhadap pasien : Memberi informasi dan edukasi pada pasien mengenai gangguan yang diderita, mulai gejala, dampak, faktor resiko, pemicu, tingkat kekambuhan, dan tata cara dan manfaat pengobatan agar pasien tetap taat meminum obat, dan segera berobat bila mulai timbul gejala serupa. Memberi edukasi mengenai keuntungan pengobatan sehingga pasien termotivasi untuk minum obat secara teratur. Menjelasakan kepada pasien bahwa obat yang diberikan bisa memberikan efek samping bagi pasien namun dapat diatasi. Dan memberikan pemahaman bahwa keuntungan akan efek obat lebih besar dibandingkan dengan efek samping obat yang ditimbulkan sehingga pasien harus tetap meminum obat. Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa suara bisikan-bisikan itu tidak nyata, dan mendorong pasien untuk belajar mengendalikan dirinya terhadap pikiran yang ada. Edukasi kepada keluarga : Memberikan penjelasan tentang penyakit pasien (penyebab, gejala, hubungan antara gejala dengan perilaku, perjalanan penyakit, serta prognosis). Pada akhirnya diharapkan keluarga bisa menerima dan memahami keadaan pasien serta mendukung proses penyembuhannya dan mencegah kekambuhan. Menjelaskan bahwa sakit yang diderita oleh pasien merupakan penyakit yang membutuhkan dukungan dan peran aktif keluarga dalam membantu proses penyambuhan penyakit. Memberikan penjelasan mengenai terapi yang diberikan pada pasien (kegunaan obat terhadap gejala pasien serta efek samping yang mungkin muncul pada pengobatan). Selain itu juga ditekankan pentingnya pasien kontrol dan minum obat secara teratur. Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien bahwa pasien dapat mengambil obat di Puskesmas terdekat dari wilayah pasien tinggal demi meningkatkan kepatuhan minum obat.

XI. PROGNOSISHal yang meringankan prognosis :1. Pasien segera dibawa, sehingga segera mendapatkan pengobatan2. Kepribadian pasien yang baik sebelum sakit3. Keluarga pasien peduli kepada pasien.Hal yang memperburuk prognosis :1. Pasien tidak mau kontrol2. Keluarga pasien tidak memperhatikan pengobatan yang pasien jalaniBerdasarkan hal-hal tersebut, maka prognosis pada pasien ini adalah : 1. Qua ad vitam: bonam2. Qua ad functionam: dubia 3. Qua ad sanationam: dubia

XII. DISKUSI DAN PEMBAHASANBerdasarkan anamnesis riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik serta status mental, pada pasien ini ditemukan adanya pola perilaku, pikiran, dan perasaan yang secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan (distress) dan hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Dengan demikian berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami suatu gangguan jiwa.Gangguan mental organik (F00-F09) dapat disingkirkan pada pasien ini karena berdasarkan anamnesis, pasien tidak pernah mengalami trauma kepala atau penyakit lainnya yang secara fisiologis dapat menimbulkan disfungsi otak sebelum menunjukkan gejala gangguan jiwa. Pada pasien juga tidak didapatkan riwayat penggunaan alkohol (tuak) sehingga kemungkinan adanya gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F10-F19) dapat disingkirkan.Dari anamnesis ditemukan adanya gangguan pada isi pikir pasien berupa waham kendali. Pasien juga mengalami halusinasi auditorik, semua keluhan tersebut telah terjadi selama kurang lebih 5 tahun. Oleh karena telah memenuhi kriteria waktu dan terdapat gangguan dari daya realita serta tilikan, maka pasien ini dapat didiagnosis dengan skizofrenia. Pada pasien ini tidak ditemukan gejala gangguan afektif/mood primer. Gangguan mood/afektif tidak mendahului gejala psikotik, sehingga diagnosis gangguan suasana perasaan/mood afektif (F30-39) pada pasien ini bisa disingkirkan. Berdasarkan PPDGJ-III, adanya halusinasi auditorik (kriteria e skizofrenia), dan adanya waham-waham menetap jenis lainnya seperti waham kendali (kriteria diagnosis skizofrenia) yang terjadi menetap dan lebih dari 1 bulan sudah menegakkan adanya gangguan skizofrenia. Kemudian didapatkan waham dan halusinasi menonjol. Berdasarkan PPDGJ III ditegakkan diagnosis untuk Aksis I adalah F20.0 Gangguan Skizofrenia Paranoid.Gangguan kepribadian yang bermakna secara klinis saat ini tidak dapat ditentukan, sehingga untuk Aksis II Tidak Ada Diagnosis. Pada pasien ini tidak ditemukan kondisi medis umum, sehingga pada pasien ini Aksis III adalah Tidak ada diagnosis.Aksis IV ditemukan adanya dua masalah utama, yaitu masalah ekonomi dan pelayanan kesehatan. Masalah tersebut sebagai berikut: 1) kurangnya biaya 2) kurangnya komunikasi dari pihak pelayanan kesehatan dan pasien. Pada Aksis V GAF (Global Assessment of Functioning) HLPY (Highest Level Past Year) 60-51, GAF Scale Pada Saat Ini adalah 60-51 yaitu gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.Penggunaan antipsikotik pada pasien ini didasarkan pada fakta bahwa antipsikotik dapat membantu mencapai dan memelihara respons klinis yang diinginkan. Terdapat dua golongan obat antipsikotik, yaitu golongan tipikal dan atipikal. Pada pasien ini, pada pengobatan awal dipilih obat antipsikotik golongan tipikal (Haloperidol). Cara kerja antipsikotik tipikal adalah memblok reseptor dopamin terutama pada jalur mesolimbik sehingga gejala-gejala positif yang sekarang dialami pasien dapat berkurang. Pada saat MRS pertama hingga ketiga pasien ini diberikan Haloperidol tablet 3 x 5 mg, karena perjalanan penyakitnya yang bersifat kronis dan pasien sebelumnya tiba-tiba putus obat setelah MRS yang pertama dan kedua. Pada pengaturan dosis pemberian antipsikotik, setelah 4-8 minggu pengobatan pasien akan memasuki tahap stabilisasi dimana gejala-gejala sudah banyak teratasi sehingga membuat pasien berhenti minum obat. Dosis optimal pada tahap stabilisasi ini dipertahankan selama 8-12 minggu baru kemudian diturunkan secara perlahan tiap 2 minggu hingga mencapai dosis maintenance. Dosis maintenance pada serangan sindrom psikosis yang multi-episode diberikan paling sedikit selama 5 tahun sehingga dapat menurunkan derajat kekambuhan. Setelah itu, baru dapat dilakukan tappering off sampai akhirnya pasien berhenti minum obat.Penggunaan obat antipsikotik golongan tipikal, terutama Haloperidol, dijelaskan banyak menyebabkan efek samping neurologis berupa gejala ekstrapiramidal, seperti kejang (antipsikotik menurunkan nilai ambang konvulsi), tremor, Parkinsonism, diskinesia, dan akatisia. Penggunaan obat antipsikotik golongan tipikal, terutama Haloperidol, dijelaskan banyak menyebabkan efek samping neurologis berupa gejala ekstrapiramidal, seperti kejang (antipsikotik menurunkan nilai ambang konvulsi), tremor, Parkinsonism, diskinesia, dan akatisia. Pada pasien ini, sebelumnya didapatkan riwayat mengalami lidah dan badan terasa kaku.Untuk antipsikotik pada saat ini diberikan terapi Risperidon 2x3 mg. Risperidon merupakan obat antipsikosis golongan atipikal. Risperidon bekerja dengan menghambat dopamin di jalur mesolimbik tetapi tidak di mesokortikal sehingga fungsi kognitif pada pasien tidak terganggu. Pada jalur mesolimbik, antagonis serotonin 5-HT2A gagal melawan antagonis D2, sehingga terjadi blokade reseptor D2. Apabila reseptor dopamin banyak dihambat maka akan terjadi up regulation dari reseptor serotonin di post sinaps. Afinitas risperidon terhadap 5-HT2A 10-20 kali lebih kuat dibandingkan dengan reseptor D2.Pada jalur nigrostriatal, berlebihnya kadar dopamine dapat menyebabkan Chorea, Tics, Diskinesia. Sedangkan jika kadar dopamine kurang dapat menyebabkan timbulnya gejala ekstrapiramidal seperti : rigiditas/kaku, akinesia/bradikinesia, ataupun tremor. Awalnya SDA (Serotonin-Dopamin-Antagonis) bekerja dengan memblok reseptor dopamine sehingga kadar dopamine menurun dan menyebabkan terjadinya GEP. Namun SDA yang bekerja di reseptor serotonin akhirnya menstimulasi pengeluaran dopamine sehingga akhirnya kadar dopamine kembali meningkat. Oleh kerena itu, SDA menyebabkan efek minimal GEP atau tidak sama sekali.Pada jalur mesokortikal, terjadi defisiensi dopamine sehingga menyebabkan timbulnya gejala negative dan kognitif akibat defisiensi dopamine secara primer atau sekunder. Penghambatan pada reseptor serotonin oleh SDA menyebabkan pelepasan dopamine di otak yang akan mengkompensasi kekurangan dopamine sehingga mengurangi gejala negative dan kognitif pada jalur mesokortikal.Pada jalur tuberoinfundibular, dopamine bekerja mengontrol sekresi prolaktin. Obat SDA awalnya memblok reseptor dopamine sehingga kadar dopamine rendah dan menyebabkan peningkatan kadar prolaktin, kemudian SDA yang menghambat di reseptor serotonin akhirnya menstimulasi pelepasan dopamine di pre-sinaps, sehingga kadar prolaktin menjadi rendah.Risperidon sebagai obat golongan atipikal dapat memperbaiki gejala positif, dan tidak memperburuk gejala negative pada skizofrenia. Obat golongan ini bekerja sebagai antagonis reseptor serotonin dan dopamin. Risperidon memiliki efek samping sindrom ekstrapiramidal yang lebih rendah jika dibandingkan dengan golongan obat antipsikosis tipikal seperti haloperidol. Dosis yang digunakan pada terapi inisial 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan menjadi 4 mg/hari. Namun, sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Pada pasien ini dosis risperidon pada hari pertama diberikan 2 x 2 mg per hari terkait dengan waktu paruh risperidon 12-24 jam. Dosis risperidon kemudian akan dinaikkan perlahan-lahan menjadi 2x3 mg setiap 2-3 hari hingga mencapai dosis efektif (gejala psikosis mulai mereda) dan dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan hingga mencapai dosis optimal. Setelah mencapai dosis optimal, dosis tersebut dipertahankan selama lebih kurang 8-10 minggu sebelum masuk ke tahap pemeliharaan. Dalam tahap pemeliharaan, dosis dapat dipertimbangkan untuk mulai diturunkan setiap 2 minggu sampai diperoleh dosis minimal yang dapat dipertahankan tanpa menimbulkan kekambuhan. Follow up mengenai efek samping risperidon selama periode pengobatan pada pasien ini mutlak dilakukan.Efek samping dari pengobatan dengan antipsikosis generasi kedua misalnya risperidon memang relatif minimal namun hal tersebut berbeda-beda pada setiap orang. Sehingga bila terdapat efek samping berupa gejala ekstrapiramidal seperti badan kaku, rasa gelisah atau tangan-kaki selalu ingin bergerak, atau hiperslivasi maka dosis risperidon diturunkan terlebih dahulu..Untuk meminimalisir gejala ekstrapiramidal, perlu diberikan obat golongan antikolinergik, yaitu Trihexyphenydil HCl untuk mengatasi gejala ekstrapiramidal yang mungkin timbul. Namun, jika tidak ditemukan tanda-tanda gangguan ekstrapiramidal maka pemberian THP tidak perlu diberikan terkait efek samping jangka panjang berupa Atropin Toxic Syndrome.Salah satu tambahan obat yang diberikan pada pasien adalah Alprazolam 1 x 0,5 mg yang diberikan pada malam hari. Tujuan dari agen anti ansietas ini pada malam hari dengan harapan pasien dapat beristirahat. Selain terapi medikamentosa, pada pasien gangguan psikotik perlu mendapat psikoterapi dan sosioterapi. Psikoterapi bertujuan membantu menguatkan pikiran pasien mengenai mana realita mana bukan realita sehingga dapat melawan gejalanya sendiri, menjelaskan mengenai penyakitnya secara perlahan, sehingga pasien mengerti pentingnya minum obat secara teratur dan tidak putus. Psikoedukasi juga perlu diberikan kepada keluarga dan lingkungan sekitar agar tidak terjadi stigmatisasi terhadap pasien, dan membangun sistem pendukung yang kuat untuk menunjang perbaikan pasien.Sosioedukasi mengajarkan pada pasien bagaimana cara untuk kembali pada masyarakat. Pada sosioedukasi pasien diajarkan untuk tidak malu dengan penyakitnya, dan cara bermasyarakat yang benar sehingga dirinya dapat diterima. Sosioedukasi juga seharusnya dilakukan pada keluarga untuk dapat menerima pasien tanpa stigmatisasi, dan membantu meningkatkan rasa penghargaan dirinya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993. Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya2. Dilip VJ, Jeffrey AL,et al. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition. American Psychiatric Association. 3. Kaplan HI, Saddock BJ, et al.2007. Kaplan and Saddock Comprehensive of Psichiatry. 8th Edition.Philadelphia : Lippincott William& Wilkins.4. Maramis WF, Maramis AA. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press.5. Maslim R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.

25