100
SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM TRANSAKSI PERBANKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 (Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby) OLEH DAMAYANTI B111 13 118 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM TRANSAKSI PERBANKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010

(Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby)

OLEH

DAMAYANTI

B111 13 118

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 2: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

i

HALAMAN JUDUL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM TRANSAKSI PERBANKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010

(Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana dalam Program Kekhususan Hukum Pidana

disusun dan diajukan oleh

DAMAYANTI

B111 13 118

kepada

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 3: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

ii

Page 4: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Damayanti

Nomor Induk Mahasiswa : B11113118

Jenjang Pendidikan : S1

Program Studi : Ilmu Hukum

Menayatakan bahwa skripsi yang berjudul Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Transaksi Perbankan Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 (Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby), adalah BENAR merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain atau dikutip tanpa menyebut sumbernya, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 8 Juni 2018

Yang Membuat Pernyataan,

Damayanti

Page 5: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

iv

Page 6: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

v

Nama : DAMAYANTI

Nomor Pokok : B111 13 118

Departemen : Hukum Pidana

Judul Skripsi : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

DALAM TRANSAKSI PERBANKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010

(Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby)

Makassar, Mei 2018

Page 7: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

vi

ABSTRAK DAMAYANTI (B11113118), Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Transaksi Perbankan Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 (Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby), Dibawah bimbingan Muhadar, selaku Pembimbing I dan Nur azisa selaku Pembimbing II.

Tinjauan penelitian ini untuk mengetahui penerapan hukum materil terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Transaksi Perbankan Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 (Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby) dan penerapan hukum hakimnya.

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Surabaya dan Kota Makassar yaitu di Pengadilan Negeri Surabaya dan Perpustakaan Makassar dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi literatur yakni untuk memperoleh bahan-bahan dan informasi-informasi sekunder yang diperlukan dan relevan dengan penelitian, yang bersumber dari konvensi-konvensi, buku-buku, media pemberitaan, jurnal, serta sumber-sumber informasi lainnya seperti data yang terdokumentasikan melalu situs-situs internet yang relevan.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan, yaitu: 1. Tindak Pidana Pencucian uang (Money Laundry) sebagai suatu kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan merupakan kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Hal ini ditandai dengan bentuk pencucian uang sebagai kejahatan yang bersifat follow up crime atau kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan atau kejahatan asalnya disebut sebagai predicate offence atau core crime. Pengertian tindak pidana pencucian uang dapat dilihat ketentuan dalam pasal (3), (4) dan (5) UU No.8 Tahun 2010Menyebutkan tindak pidana pencucian uang salah satunya harus memenuhi unsur adanya perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010. 2.Dalam studi kasus nomor. 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sbyhal yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara telah sesuai dengan tuntutan Penuntut Umum karena melihat semua fakta-fakta persidangan terbukti secara sah Terdakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp.50.000.000,00; dan jika denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1(satu) bulan.

Page 8: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

vii

ABSTRACT

DAMAYANTI (B11113118), Juridical review of Crime of Money

Laundering in Banking Transactions According to Law No.8 of 2010

(Case Study of Decision Number 64 / Pid.Sus-TPK / 2015 / PN.Sby),

Under the guidance of Muhadar, as Supervisor I and Nur Azisa as

Supervisor II.

The review of this research is to know the implementation of material law

against Crime of Money Laundering in Banking Transaction According to

Law Number 8 Year 2010 (Case Study of Decision Number 64 / Pid.Sus-

TPK / 2015 / PN.Sby) and the application of judicial law.

This research was conducted in Surabaya and Makassar City, namely in

Surabaya District Court and Makassar Library by using data collecting

technique through literature study that is to obtain materials and

secondary information needed and relevant to the research, sourced from

conventions, books, news media, journals, and other sources of

information such as documented data through relevant internet sites.

Based on the results of the research, the conclusions are obtained,

namely: 1. Money Laundry as a crime has a characteristic that this crime is

not a single crime but a double crime. It is characterized by money

laundering as a follow-up crime or crime, whereas a crime or a crime of

origin is referred to as predicate offence or core crime. The definition of

money laundering crime can be seen in the provisions of articles (3), (4)

and (5) of Law No.8 Year 2010. To mention the crime of money

laundering, one of them must fulfill the element of unlawful act as referred

to in Article 3 of Law no. 8 Year 2010. 2. In case study number. 64 /

Pid.Sus-TPK / 2015 / PN.Sby that the judge's consideration in deciding the

case has been in accordance with the prosecution because he saw all the

facts of the trial proven legally The defendant violated Article 5 paragraph

(1) Law Number 8 Year 2010 on Prevention and Eradication of Money

Laundering Crime. The judge handed down a penalty against the

defendant AGUNG BUDI PRASETYO with imprisonment for 8 (eight)

months and a fine of Rp.50.000.000,00; and if the fine is not paid then it is

replaced with imprisonment for 1 (one) month.

Page 9: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah

diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul

“Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam

Transaksi Perbankan Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

(Studi Kasus Putusan Nomor (Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-

TPK/2015/PN.Sby)” sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum pada Program Strata Satu (S1) di Universitas Hasanuddin

Makassar. Tak lupa salam dan Shalawat Nabi Baginda Rasulullah S.A.W

beserta keluarga dan sahabat yang selalu menjadi teladan agar setiap

langkah dan perbuatan kita selalu berada dijalan kebenaran dan bernilai

ibadah di sisi Allah SWT. Semoga semua hal yang penulis lakukan

berkaitan dengan skripsi ini juga bernilai ibadah di sisi-Nya.

Segenap kemampuan Penulis telah dicurahan dalam penyusunan

tugas akhir ini. Namun demikian, penulis sangat menyadari bahwa

kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Sebagai makhluk ciptaannya,

Penulis memiliki banyak keterbatasan. Oleh karena itu, segala bentuk

saran kritik senantiasa Penulis harapkan agar kedepannya tulisan ini

menjadi lebih baik.

Terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tua tercinta,

Almarhum Ayahanda H. M. Dahlan Iskandar dan Ibunda Hj.Idawati yang

tak kenal lelah untuk merawat dan mendidik saya dengan penuh

ketulusan, kesabaran dan kasih sayang, dan tak henti-hentinya

Page 10: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

ix

memberikan semangat serta nasihat kepada penulis dalam menimba ilmu

pengetahuan. Pencapaian penulis tidak lepas dari keberadaan kedua

orang tua Penulis yang senantiasa memberikan Doa dan dukungannya.

Seluruh kegiatan penyusunan skripsi ini tentunya tidak akan

berjalan lancar tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak.

Untuk itu, maka izinkanlah Penulis untuk menghaturkan rasa terima kasih

kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian hingga

penulisan skripsi terselesaikan :

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini

menemui banyak kendala dan hambatan, untuk itu ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S selaku

Pembimbing I (satu) dan Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H. selaku

Pembimbing II (dua) yang telah banyak membimbing dan memberikan

arahan selama penulisan Skripsi.

Terima kasih penulis haturkan pula kepada:

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. selaku Rektor

Universitas Hasanuddin;

2. Ibu Prof. Dr. Farida Patitingi, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin dan segenap jajaran Wakil Dekan

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin;

3. Seluruh dosen di Fakultas Hukum UNHAS yang telah membimbing

dan memberikan pengetahuan, nasehat serta motivasi kepada

penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin;

Page 11: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

x

4. Terima kasih kepada Prof. Dr. H.M. Said Karim, S.H., M.H., M.si.,

Dr. Wiwie Heriya, S.H., M.H., dan Dr. Haeranah, S.H., M.H. selaku

Dewan penguji yang telah memberikan bimbingannya sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan;

5. Seluruh pegawai dan karyawan di Fakultas Hukum UNHAS yang

senantiasa membantu penulis selama menempu pendidikan;

6. Terima kasih untuk doa dan Supportnya saudara Muhammad

Andian Zikry, S.E yang selalu mengingatkan dan memberikan

dukungan.

7. Terimakasih juga untuk saudari saya Wahyuni Dahlan yang telah

membantu dan memberikan dukungan kepada Penulis.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan Penulis dari EEO yang memberikan

dukungan dan motivasi kepada Penulis.

9. Teman-teman seperjuangan ASAS Fakultas Hukum UNHAS yang

selalu membantu dalam berbagai hal kepada Penulis.

Page 12: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................................ ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................ iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... iv

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ................................. v

ABSTRAK .......................................................................................... vi

ABSTRACT ......................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................... viii

DAFTAR ISI ....................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ............................................................ 7

D. Manfaat Penelitian .......................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 9

A. Tindak Pidana ................................................................. 9

1. Pengertian Tindak Pidana ......................................... 9

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ...................................... 10

B. Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) ..... 16

1. Sejarah dan Perkembangan Pencucian Uang

(Money Laundering) .................................................. 16

2. Pengertian Pencucian Uang (Money Laundering) ..... 17

3. Tahap-Tahap & Proses Pencucian Uang (Money

Laundering) ............................................................... 20

4. Dasar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang ......... 22

5. Metode Pencucian Uang (Money Laundering) .......... 22

6. Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundering) .. 24

7. Hubungan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan

Tindak Pidana Umum ................................................ 26

Page 13: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

xii

8. Dampak Kejahatan Pencucian Uang ........................ 27

9. Rezim Anti-Pencucian Uang ..................................... 29

10. Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan

(PPATK) .................................................................... 34

1) Kelembagaan PPATK .......................................... 34

2) Peran pusat dan pelaporan Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK) ............................................. 36

C. Perbankan ................................................................... 37

1. Pengertian Hukum Perbankan .................................. 37

2. Asas-Asas Perbankan ............................................... 39

3. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer

Priciples) ................................................................... 40

4. Kewajiban Pelaporan Transaksi Keuangan

Mencurigakan ............................................................ 44

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 46

A. Jenis Penelitian .............................................................. 46

B. Lokasi Penelitian ............................................................ 46

C. Jenis dan Sumber data ................................................... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 48

E. Analisis Data .................................................................. 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 49

A. Kualifikasi perbuatan tindak pidana pencucian uang

menurut perundang-undangan hukum pidana ................. 49

B. Penerapan hukum pidana materil dan pertimbangan

hukum hakim terhadap tindak pidana pencucian uang

berdasarkan putusan nomor 64/Pid.Sus-

TPK/2015/PN.Sby ............................................................ 56

1. Identitas Terdakwa ...................................................... 56

2. Posisi Kasus ................................................................ 57

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ................................. 65

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ................................. 68

Page 14: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

xiii

5. Amar Putusan .............................................................. .70

6. Analisis Penulis ............................................................ 73

C. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Pencucian Uang dalam Perkara Putusan No.

64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby ........................................... 74

1. Pertimbangan Hukum Hakim ....................................... 74

2. Analisis Penulis ............................................................ 78

BAB V PENUTUP ........................................................................... 80

A. Kesimpulan ....................................................................... 80

B. Saran .............................................................................. 83

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 85

Page 15: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum

(recthsstaat) yang menjamin tinggi supremasi hukum, yang terefleksi

dalam penegakan hukum (enforcement of law) dan keadilan (equality)

berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Upaya ke arah tersebut dilakukan dengan cara: (1) mengadakan penataan

ulang lembaga kenegaraan; (2) peningkatan kualifikasi aparat Negara;

dan (3) penataan ulang perundang-undangan yang berlaku.1

Bergulirnya reformasi yang terjadi sejak tahun 1997 memberikan

harapan bagi tejadinya perubahan di segala aspek kehidupan berbangsa

dan bernegara, yaitu politik, ekonomi, dan hukum. Dalam

penyelenggaraan pemerintahan Negara, perubahan yang diharapkan

adalah menuju penyelenggaraan pemerintahan Negara yang lebih

demokratis, transparan, dan memiliki akuntabilitas tinggi serta terwujudnya

good governance dan kebebasan berbuat.2

Reformasi di bidang hukum yang terjadi sejak tahun 1998 telah

dilembagakan melalui pranata perubahan UUD 1945. Semangat

perubahan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mendorong terbangunnya

penyelenggaraan dan struktur ketatanegaraan yang lebih demokratis,

serta jaminan kepastian hukum. Perubahan UUD 1945 sejak reformasi

1 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Surabaya: kencana, 2011, hlm.1. 2 Ibid, hlm 1.

Page 16: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

2

telah dilakukan sebanyak empat kali, yaitu: Pertama, perubahan pertama

disahkan pada tanggal 19 0ktober 1999. Kedua, perubahan kedua

disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Ketiga, perubahan ketiga

disahkan pada tanggal 10 November 2001. Keempat, perubahan keempat

disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.

Hasil perubahan UUD 1945 melahirkan bangunan kenegaraan dan

sistem pemerintahan yang lebih transparansi, demokratis dan jaminan

kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan menuju pemerintahan

yang bersih dan berwibawa bebas dari pelanggaran norma etika, seperti

korupsi, kolusi, dan nepotisme.3

Mewujudkan kesejahteraan rakyat berkaitan dengan penegakan

hukum dalam suatu Negara. Hal tersebut jelas konsepsi Negara hukum

atau ‘Rechtsstaat’ pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1995 menyatakan, “Negara

Indonesia adalah Negara hukum”. Menurut Julius Stahl, konsep Negara

Hukum yang disebutnya dengan istilah ’rechtsstaat’ itu mencakup empat

elemen penting yaitu (1) Perlindungan hak asasi manusia; (2) Pembagian

kekuasaan; (3) Pemerintahan berdasarkan undang-undang; dan (4)

Peradilan tata usaha Negara. Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya

tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebut dengan istilah

“The Rule of Law”, yaitu: 1. Supremacy of Law; 2. Equality before the Law;

3. Due Process of Law. Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan

oleh Julius Stahl tersebut diatas pada pokoknya dapat digabungkan

3 ibid. hlm 2.

Page 17: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

3

dengan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey

untuk menandai ciri-ciri Negara Hukum modern di zaman sekarang.4

Implikasi Indonesia sebagai Negara Hukum ialah dengan

menegakkan hukum itu sendiri, salah satunya ialah hukum pidana. Hukum

pidana oleh banyak ahli dikatakan sebagai hukum publik. Yang

dimaksudkan sebagai hukum publik ialah hukum yang mengatur

hubungan antara individu dengan masyarakat/pemerintah. Maka dari itu

hukum pidana memainkan perannya sebagai penyeimbang dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan berdasarkan tujuan

hukum pidana yang mengandung makna pencegahan terhadap gejala-

gejala sosial yang kurang sehat. 5

Pembagian lebih lanjutnya hukum pidana secara cakupan aturan

dibagi menjadi dua bagian, hukum pidana umum dan hukum pidana

khusus. Hukum pidana umum ialah hukum pidana yang dapat

diperlakukan terhadap setiap orang pada umumnya, sedangkan pidana

khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu saja.6 Sejak Indonesia

merdeka, aturan-aturan hukum pidana yang berlaku tidak saja termuat

dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Aturan-aturan itu juga

terdapat di dalam undang-undang lain sebagai hukum tertulis tidak

dikodifikasi dan yang dikodifikasi. Mengembangkan aturan hukum pidana

mempunyai dasar hukum yang dicantumkan dalam pasal 103 KUHP.

Ketentuan pasal ini menyatakan bahwa “Ketentuan-ketentuan dari

4 http://jimly.com/makalah/namafile/135/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf di unduh

pada tanggal19-januari-2017 pukul 18:58. 5 Syamsul Bachri, Pengantar Hukum Indonesia: Cetakan kedua, Makassar: ASPublishing, 2011, hlm 65. 6 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, Jakarta:Sinar Grafika, 2010, hlm 1.

Page 18: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

4

kedelapan Bab I dalam buku I berlaku juga atas peristiwa yang padanya

ditentukan pidana menurut ketentuan perundang lainnya kecuali kalau

dalam undang-undang atau peraturan pemerintah ditentukan lain.”

Berdasarkan ketentuan ini, dimungkinkan dibuat aturan hukum pidana

diluar KUHP dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, asalkan tidak

bertentangan dengan hukum pidana yang telah dimodifikasikan dalam

KUHP.7 Dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana umum ialah hukum

yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

sedangkan hukum pidana khusus ialah hukum pidana yang diatur diluar

dari KUHP. Sudarto berpendapat, bahwa pembentukan undang-undang

pidana khusus yang mempunyai asas-asas hukum pidana umum tidak

menghilangkan kewajiban para pelaksana hukum untuk menghormati

asas hukum ‘tidak ada pidana tanpa kesalahan’ (Geen Straft Zonder

Schuld).8

Salah satu bagian dari tindak pidana khusus yang akan dibahas

adalah tindak pidana ekonomi. Hukum pidana menurut Andi Hamzah

adalah bagian dari hukum pidana, yang merupakan corak-corak tersendiri,

yaitu corak-corak ekonomi. Beberapa bagian dari hukum pidana ekonomi

yaitu tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan masih

banyak lagi yang terkait dengan perekonomian.

Salah satu tindak pidana ekonomi yang terjadi dewasa ini yaitu

Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau lebih dikenal sebagai “money

laundering”. Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal

7 Syamsul Bachri, Op.Cit., hlm 82. 8 Ibid, hlm.21

Page 19: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

5

sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli

perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya.9 Investasi

terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromats

yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian pakaian ini

berkembang maju dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti

dari cabang usaha lainnya yang ditanamkan ke perusahaan pencucian

uang pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras illegal, hasil perjudian,

dan hasil usaha pelacuran10

Secara umum, money laundering merupakan metode untuk

menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu

tindak pidana, kegiatan organisasi tindak pidana, tindak pidana ekonomi,

korupsi, perdagangan narkotika dan kegiatan-kegiatan lainnya yang

merupakan aktivitas tindak pidana.11 Kegiatan pencucian uang melibatkan

kegiatan pencucian uang yang sangat kompleks. Pada dasarnya kegiatan

tersebut terdiri dari tiga langkah yang masing-masing berdiri sendiri tetapi

seringkali dilakukan bersama-sama yaitu placement, layering, dan

integration.12

Pencucian uang dewasa ini sudah merambah berbagai aspek dan

berkembang sejalan dengan berkembangnya teknologi. Para pelaku

pencucian uang memanfaatkan teknologi sebagai alat dan penyedia jasa

keuangan/perbankan sebagai wadah untuk melakukan tindakan

pencucian uang. Kejahatan kerah putih atau yang biasa dikenal sebagai

9 Andrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, hlm. 1 10 Ibid, hlm.2A 11 Husein Yunus, Upaya Pemberatasan Pencucian Uang, hlm.2 12 Ibid, hlm.2

Page 20: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

6

white collar crime dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi

mulai dari manual hingga extra sophisticated atau super canggih yang

memasuki dunia maya (cyberspace) sehingga kejahatan kerah putih

dalam pencucian uang disebut dengan cyber laundering merupakan

bagian dari cybercrime yang didukung oleh pengetahuan tentang bank,

bisnis, dan electronic banking yang cukup.13

Karena perkembangan terhadap pencucian uang sangat pesat

khususnya dalam transaksi perbankan hingga merugikan perekonomian

Negara, maka pemerintah bersama DPR membuat beberapa Undang-

Undang mengenai masalah pencucian uang dalam transaksi perbankan

dengan harapan dapat meminimalisir dan/atau memberantas TPPU.

Beberapa Undang-Undang tersebut sebagai berikut: (1) UU Nomor 8

Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang; (2) UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Bank Indonesia.

Tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat beberapa aturan lain yang

dapat menunjang terhadap pemberantasan pencucian uang.

Walaupun Pemerintah bersama DPR telah membuat beberapa

regulasi mengenai TPPU tetapi Pelanggaran terhadap tindak pidana

pencucian uang masih marak terjadi terkhususnya pada transaksi

perbankan. Maka pentingnya adanya kesadaran terhadap kewajiban dan

kerjasama berbagai pihak untuk membantu dalam pemberantas

Kejahatan Tindak Pidana Pencucian Uang. Maka dari itu penulis sangat

tertarik untuk mengkaji masalah ini.

13 Adrian Sutedi, Op.cit, hlm.100

Page 21: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

7

Dengan mengambil contoh kasus pada hasil putusan Mahkamah

Agung dengan nomor: 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby. penulis mencoba

untuk membedah permasalahan TPPU tersebut dengan rumusan masalah

yang akan dipaparkan selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas, penulis tertarik

mengangkat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kualifikasi perbuatan tindak pidana pencucian uang

menurut perundang-undangan hukum pidana?

2. Bagaimana penerapan hukum pidana materil dan pertimbangan

hukum hakim terhadap tindak pidana pencucian uang

berdasarkan putusan nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby

C. Tujuan Peneliatian

Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kualifikasi perbuatan tindak pidana pencucian

uang menurut perundang-undangan hukum pidana

2. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil dan

pertimbangan hukum hakim terhadap tindak pidana pencucian

uang berdasarkan putusan nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dijadikan

sebagai bahan referensi sekaligus sebagai bahan wacana bagi

semua pihak yang berkepentingan dalam rangka

Page 22: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

8

pengembangan ilmu pengetahuan secara umum dan

pengembangan hukum kepidanaan secara khusus dalam

bidang pencucian uang.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan

wawasan khasana ilmu pengetahuan bagi para penegak hukum

dalam menangani masalah mengenai pencucian uang terlebih

dalam transaksi perbankan.

Page 23: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian tentang tindak pidana dalam alkitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah straftbaarfeit dan dalam

kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik,

sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang

mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau

tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung

suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk

dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum

pidana. Tindak pidana memiliki pengertian yang abstrak dari peristiwa-

peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak

pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan

jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari

dalam kehidupan masyarakat.

Moeljatno14 berpendapat bahwa, setelah memilih “perbuatan

pdana” sebagai terjemahan dari “strafbaar feit”, beliau memberikan

perumusan (pembatasan) sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam

dengan pidana terhadap siapa saja yang melanggar larangan tersebut

dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan masyarakat sebagai

14 Andi Sofyan, Nur Azisa, Hukum Pidana, Makassar: Pustaka Pena Press, 2016, hlm.99.

Page 24: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

10

perbuatan yang tak boleh atau menghambat akan terciptanya tata

pergaulan masyarakat yang dicia-citakan oleh masyarakat itu.

Tindak pidana (delict) atau yang disebut juga peristiwa pidana ialah

suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan

hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai

peristiwa pidana kalau memenuhi unsur – unsur pidananya.15

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pada umumnya para ahli menyatakan unsur – unsur dari peristiwa

pidana yang juga disebut tindak pidana atau delik terdiri atas unsur

subjektif dan objektif.

Menurut R.Abdoel Djamali16, peristiwa pidana yang juga disebut

tindak pidana atau delict ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan

yang dapat dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa peristiwa hukum

dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana kalau memenuhi unsur – unsur

pidananya. Unsur –unsur tersebut terdiri dari

a. Unsur Objektif yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang

bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang

oleh hukum dilarang dengan ancaman hukum. Yang dijadikan

titik utama dari pengertian objektif adalah tindakannya.

b. Unsur Subjektif yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak

dikehendaki oleh undang – undang. Sifat unsur ini

mengutamakan adanya pelaku (seorang atau beberapa orang).

15 Abdullah Marlang, Irwansyah, dan Kaisaruddin, Pengantar Hukum Indonesia, Cet.2. Makassar:

ASPublishing, 2011. Hal.67 16 R.Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia Edisi Revisi, Jakarta : Rajawali Pers, 2010, hlm.1

Page 25: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

11

Unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas hukum pidana

menyatakan “tidak ada hukuman tanpa kesalahan” (Ananct

does not make a person guility unless the min is guility or actus

non facit reum nisi mens sit rea). Kesalahan yang dimaksud

disini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan

(intention/opzet/dolus) dan kealpaan (negligence or schuld).

Menurut Lamintang17, unsur delik terdiri atas dua macam, yakni

unsur subjektif dan unsur objektif. Yang dimaksud dengan unsur subjektif

adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan

pada diri si pelaku dan termasuk didalamnya segala sesuatu yang

terkandung di dalam hatinya. Adapun yang dimaksud dengan unsur

objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan – keadaan,

yaitu dalam keadaan ketika tindakan – tindakan dari si pelaku itu harus

dilakukan.

Unsur – unsur subjektif dari suatu tindakan itu adalah sebagai

berikut :

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)

b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging

c. Berbagai maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya

di dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan,

pemalsuan dan lain-lain.

17 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana,.Jakarta:Sinar Grafika, 2005, hlm.105

Page 26: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

12

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedache raad, seperti

yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal

340 KUHP.

e. Perasaan takut seperti yang antara lain terdapat dalam rumusan

tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur – unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai

berikut:

a. Sifat melawan hukum atau wederrechtelijkheid

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai pegawai

negeri dalam kejahatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan

sebagai pengurus suatu perseroan terbatas, dalam kejahatan

menurut Pasal 398 KUHP.

Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai

penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

Tindak pidana dapat dibeda – bedakan atas dasar – dasar tertentu,

yaitu sebagai berikut:

1. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan

(misddrijven) yang dimuat dalam Buku II dan pelanggaran

(overtredingen) yang dimuat dalam Buku III.

Alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah

ancaman pidana pelanggaran jauh lebih ringan daripada

kejahatan.

Page 27: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

13

2. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana

formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materiel

delicten).

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan

sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan

yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan

tertentu. Sebaliknya, dalam rumusan tindak pidana materiil, inti

larangan adalah menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh

karena itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah

yang dipertanggungjawabkan dan di pidana.

3. Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana

sengaja (dolus) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpa).

Tindak pidana sengaja adalah tindak pidana yang dalam

rumusannya dilakukan dengan kesengajaan. Sedangkan tindak

pidana tidak dengan sengaja adalah tindak pidana yang dalam

rumusannya mengandung culpa atau kelalaian.

4. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara

tindak pidana aktif/positif atau disebut juga tindak pidana komisi

dan tindak pidana pasif/negative atau disebut juga tindak pidana

omisi.

Tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang perbuatannya

berupa perbuatan aktif, perbuatan aktif adalah perbuatan yang

untuk mewujudkannya diisyaratkan adanya gerakan dari

anggota tubuh yang berbuat.Sedangkan tindak pidana pasif

Page 28: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

14

adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak

pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya adalah berupa

perbuatan pasif.

5. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, dibedakan

antara tindak pidana terjadi seketika (aflopende delicten) dan

tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/

berlangsung terus (voordurende dellicten).

6. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana

umum dan tindak pidana khusus.

Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat

dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana metriil (Buku II

dan Buku III). Sedangkan tindak pidana khusus adalah tindak

pidana yang terdapat diluar kodifikasi KUHP, misalnya Tindak

Pidana Korupsi (UU No.30 Tahun 2002), Tindak Pidana

Penyalahgunaan Narkotika (UU No.35 Tahun 2009)

7. Dilihat dari sudut subjek hukumnya, dapat dibedakan antara

tindak pidana communia (tindak pidana yang dapat dilakukan

oleh semua orang) dan tindak pidana proria (dapat dilakukan

hanya oleh orang yang memiliki kualitas pribadi tertentu).

8. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan,

maka dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana

aduan.

Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk

dilakukannya penuntutan terhadap pembuatnya, tidak

Page 29: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

15

diisyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak.Sedangkan

tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang dapat dilakukan

penuntutan apabila adanya pengaduan dari yang berhak, yakni

korban atau wakilnya dalam perkara perdata atau keluarga

korban.

9. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka

dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok, tindak pidana

yang diperberat dan tindak pidana yang diperingan.

10. Berdasarkan kepentingan umum yang dilindungi, maka tindak

pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan

hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa

dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan,

tindak pidana terhadap nama baik, dan lain sebagainya.

11. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan,

dibedakan antara tindak pidana tunggal dan tindak pidana

berangkai.

Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana yang dirumuskan

sedemikian rupa sehingga untuk dipandang selesainya tindak

pidana dan dipidananya pelaku cukup dilakukan satu kali

perbuatan saja, bagian terbesar tindak pidana dalam KUHP

adalah berupa tindak pidana tunggal. Sedangkan tindak pidana

berangkai adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian

Page 30: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

16

rupa sehingga untuk dipandang sebagai selesai dan

dipidananya pelaku, diisyaratkan dilakukan secara berulang.18

B. Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

1. Sejarah dan Perkembangan Pencucian Uang (Money

Laundering)

Problematika pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal

dengan sebutan money laundering sekarang mulai sekarang mulai

dibahas dalam buku-buku teks, apakah itu buku teks hukum pidana atau

kriminologi.19 Ternyata problematika uang haram ini sudah meminta

perhatian dunia internasional karena dimensi dan implikasinya yang

melanggar batas-batas Negara.20 Sebagai suatu fenomena kejahatan

yang menyangkut terutama dunia kejahatan yang dinamakan organized

crime, ternyata ada pihak-pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan

dari lalu lintas pencucian uang tanpa menyadari akan dampak kerugian

yang ditimbulkan.21 Erat berkaitan dengan hal terakhir ini adalah dunia

perbankan yang pada satu sisi beroperasi atas dasar kepercayaan para

konsumen, namun pada sisi lain, apakah akan membiarkan kejahatan

pencucian uang ini terus merajalela.22

Al Capone, Penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uang

hitam dari usaha kejahatannya dengan memakai si genius Mayer Lansky,

orang Polandia. Lansky seorang akuntan, mencuci uang kejahatan Al

18 Amir Ilyas, Asas – Asas Hukum Pidana, Yogyakarta: Rangkang education & Pukab, 2012, hlm.28. 19 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan suatu tinjauan pencucian uang, merger, likuiditas, dan

kepailitan. Jakarta, 2007 20 Ibid. 21 Ibid. 22 Ibid.

Page 31: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

17

Capone melalui usaha binatu (Laundry).23 Demikian asal muasal muncul

nama money laundering.

Istilah pencucian uang atau money laundering dikenal sejak tahun

1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika Mafia membeli perusahaan sah dan

resmi sebagai salah satu strateginya.24 Investasi terbesar adalah

perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromat yang ketika itu

terkenal di Amerika Serikat.25 Usaha pencucian pakaian ini berkembang

maju, dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang

usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti

uang hasil minuman keras ilegal, hasil perjudian, dan hasil pelacuran.

Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang,

dengan berkembangnya bisnis haram seperti perdagangan narkotika dan

obat bius yang mencapai miliaran rupiah sehingga kemudian muncul

istilah narco dollar, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan

narkotika.26

2. Pengertian Pencucian Uang (Money Laundering)

Tidak ada pengertian yang seragam dan komprehensif mengenai

pencucian uang atau money laundering. Masing-masing negara memilki

definisi mengenai pencucian uang sesuai dengsn terminologi kejahatan

menurut hukum negara yang bersangkutan. Pihak penuntut dan lembaga

penyidikan kejahatan, kalangan pengusaha dan perusahaan, negara-

negara yang telah maju dan negara-negara yang telah maju dan negara-

23 Ibid. 24 Ibid. 25 Ibid. 26 Ibid.

Page 32: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

18

negara dari dunia ketiga, masing-masing mempunyai definisi senidiri

berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda. Tetapi semua negara

sepakat, bahwa pemberantasan pencucian uang sangat penting untuk

melawan tindak pidana terorisme, bisnis narkoba, penipuan ataupun

korupsi.27

Terdapat beberapa pengertian mengenai pencucian uang (money

laundering). Secara umum, pengertian atau definisi tersebut tidak jauh

berbeda satu sama lain. Black’s Law Dictionary memberikan pengertian

pencucian uang sebagai term used it describe investment or of other

transfer of money flowing from rocketeeting, drug transaction, and other

illegal source into legitimate channels so that is original source can not be

traced (pencucian uang adalah istilah untuk menggambarkan investasi di

bidang-bidang yang legal melalui jalur yang sah, sehingga uang tersebut

tidak dapat diketahui lagi asal usulnya). Pencucian uang adalah proses

menghapus jejak asal usul uang hasil kegiatan ilegal atau kejahatan

melalui serangkaian kegiatan investasi atau transfer yang dilakukan

berkali-kali dengan tujuan untuk mendapatkan status legal untuk uang

yang diinvestasikan atau dimusnahkan ke dalam system keuangan.28

Beberapa pengertian pencucian uang menurut para ahli:

(1) Menurut Welling

Pencucian uang adalah proses penyembunyian keberadaan

sumber tidak sah atau aplikasi pendapat tidak sah, sehingga

pendapatan itu menjadi sah. 27 Ivan Yustiavandana (dkk), Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, Bogor: Ghalia

Indonesia. 2010, hlm 10 28 Ibid.

Page 33: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

19

(2) Menurut Fraser

Pencucian uang adalah sebuah proses yang sungguh

sederhana dimana uang kotor di proses atau dicuci melalui

sumber yang sah atau bersih sehingga orang dapat menikmati

keuntungan tidak halal itu dengan aman.

(3) Menurut Prof. Dr. M. Giovanoli

Money laundering merupakan proses dan dengan cara seperti

itu, maka aset yang di peroleh dari tindak pidana

dimananipulasikan sedemikian rupa sehingga aset tersebut

seolah berasal dari sumber yang sah.

(4) Mr. J. Koers

Money laundering merupakan proses memindahkan kekayaan

yang di peroleh dari aktivitas yang melawan hukum menjadi

modal yang sah.

Pengertian pelaku tindak pidana pencucian uang menurut UU no. 8

Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

pencucian uang pada pasal (3) sebagai berikut: Setiap orang yang

menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,

membayarkan, dan mengibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,

mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang asing atau surat

berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau

patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud

dalam pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau

menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana

Page 34: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

20

pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).29

3. Tahap-tahap dan Proses Pencucian Uang

Untuk melaksanakan tindak pidana pencucian uang, para pelaku

memiliki metode tersendiri dalam melakukan tindak pidana tersebut.

Walaupun setiap pelaku sering melakukan dengan menggunakan metode

yang bervariasi tetapi secara garis besar metode pencucian uang dapat

dibagi menjadi tiga tahap yaitu Placement, Layering, dan Integration.

Walaupun ketiga metode tersebut dapat berdiri sendiri atau mandiri

terkadang dan tidak menutup kemungkinan ketiga metode tersebut

dilakukan secara bersamaan.

Berikut adalah penjelasan dari metode pencucian uang tersebut:

(1) Placement

Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut

mendepositkan uang haram tersebut ke dalam system

keuangan (financial system). Karena uang itu sudah masuk ke

dalam system keuangan negara yang bersangkutan. Oleh

karena uang yang telah ditempatkan pada suatu bank itu

selanjutnya dapat dipindahkan ke bank lain, baik dinegara

tersebut maupun di negara lain, uang tersebut bukan saja telah

masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan,

29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Page 35: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

21

melainkan juga telah masuk kedalam sistem keuangan global

atau international.30

(2) Layering

Layering adalah memisahkan hasil tindak pidana dari

sumbernya, yaitu tindak pidananya melalui beberapa tahap

transaksi keuangan untuk menyembunyikan dan menyamarkan

asal usul dana. Dalam kegiatan ini terdapat proses perpindahan

dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil

placement ke tempat lain melalui serangkaian transaksi yang

kompleks dan didesain untuk menyamarkan dan menghilangkan

jejak sumber dana tersebut.31

(3) Integration

Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang

telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan

ke dalam berbagai bentuk kekayaan materiil atau keuangan,

dipergunakan untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.

Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu

mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya

biaya yang harus dilakukan karena tujuan utamanya adalah

untuk menyamarkan dan menghilangkan asal usul uang

sehingga hasil akhir dapat dinikmati atau dipergunakan secara

aman.32

30 Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, Op.cit hlm 19. 31 Ibid. 32 Ibid.

Page 36: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

22

Ketiga kegiatan tersebut diatas dapat terjadi secara terpisah atau

stimulan, namun secara umum dilakukan secara tumpang tindih, Modus

Operandi pencucian uang dari waku ke waktu semakin kompleks dengan

menggunakan tekhnologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. Hal

ini terjadi, baik pada tahapan placement, layering, maupun integration

sehingga penangnanannya pun menjadi semakin sulit dan membutuhkan

peningkatan kemampuan (capacity building) secara sistematis dan

berkesinambungan, pemilihan modus operandi pencucian uang

bergantung pada kebutuhan pelaku tindak pidana.

4. Dasar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang

Saat ini yang menjadi dasar hukum pencucian uang adalah

“Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang” (UU 8/2010), dimana

undang-undang tersebut menggantikan undang-undang sebelumnya yang

mengatur pencucian uang yaitu, “Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002”

(UU 15/2002) sebagaimana telah diubah dengan “Undang-Undang Nomor

25 Tahun 2003” (UU 25/2003)

5. Metode Pencucian Uang (Money Laundering)

Perlu pula diketahui bagaimana para pelaku money laundering

melakukan pencucian uang, sehingga bisa dicapai dari hasil uang ilegal

menjadi uang legal. Secara metodik dapat dikenal tiga metode dalam

money laundering yaitu:

Page 37: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

23

(1) Metode buy and sell conversion

Metode ini dlakukan melalui transaksi barang-barang dan jasa.

Katakanlah suatu aset dapat di beli dan di jual kepada

konspirator yang bersedia membeli atau menjual secara lebih

mahal dari normal dengan mendapatkan fee atau diskon. Selisih

harga dibayar dengan uang ilegal dan kemudian dicuci dengan

cara transaksi bisnis. Barang dan jasa itu dapat diubah seolah-

olah menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau

perusahaan yang ada di suatu bank.

(2) Metode offshare conversion

Dengan cara ini suatu uang kotor dikonversi ke suatu wilayah

yang merupakan tempat yang sangat menyenangkan bagi

penghindar pajak (tax heaven money laundering centres) untuk

kemudian di deposit di bank yang berada di wilayah tersebut. Di

negara-negara yang berciri tax heaven demikian memang

terdapat sistem hukum perpajakan yang tidak ketat, terdapat

sistem rahasia bank yang sangat ketat, birokrasi bisnis yang

cukup mudah untuk memungkinkan adanya rahasia bisnis yang

ketat serta pembentukan usaha trust fund. Untuk mendukung

kegiatan demikian, para pelakunya memakai jasa-jasa

pengacara, akuntan, dan konsultan keuangan dan para

pengelola yang handal untuk memanfaatkan segala celah yang

ada di negara itu.

Page 38: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

24

(3) Metode legitimate business convertions

Metode ini dilakukan melalui kegiatan bisnis yang sah sebagai

cara pengalihan atau pemanfaatan dari suatu hasil uang kotor,.

Hasil uang kotor ini kemudian dikonvensi dengan cara

ditransfer, cek atau cara pembayaran lain untuk disimpan di

rekening bank atau ditransfer kemudian ke rekening bank

lainnya. Biasanya para pelaku bekerja sama dengan suatu

perusahaan yang rekeningnya dapat dipergunakan untuk

menampung uang kotor tersebut.33

6. Kriminalisasi Pencucian Uang

Menurut Guy Stessen34 (2000), secara umum, ada tiga alasan

pokok mengapa praktik pencucian uang diperangi dan dinyatakan sebagai

tindak pidana.

Pertama, karena pengaruhnya pada sistem keuangan dan ekonomi

diyakini berdampak negatif terhadap efektivitas penggunaan sumber daya

dana. Dengan adanya praktik pencucian uang, maka sumber daya dan

dana banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak sah dan dapat

merugikan masyarakat, disamping itu dana banyak yang kurang

dimanfaatkan secara optimal. Hal ini terjadi karena uang hasil tindak

pidana terutama diinvestasikan pada negara yang dirasakan aman untuk

mencuci uangnya, walaupun hasilnya lebih rendah. Uang hasil tindak

pidana ini dapat saja beralih dari suatu negara yang perekonomiannya

baik ke perekonomiannya kurang baik. Karena pengaruh-pengaruh

33 Siahaan, Money Laundering dan kejahatan perbankan. Jakarta: Jala, hlm 26. 34 Amin Widjaya Tunggal, Pencegahann Pencucian Uang, Jakarta: Harvarindo, 2014.

Page 39: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

25

negatifnya pada pasar financial dan dampaknya dapat mengurangi

kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional, praktik

pencucian uang dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada perekonomian

internasional, dan kejahatan terorganisir yang melakukan pencucian uang

dapat juga membuat ketidakstabilan ekonomi nasional. Flukturasi yang

tajam pada nilai tukar dan suku bunga mungkin juga merupakan akibat

negatif dari praktik pencucian uang. Dengan berbagai dampak negatif itu

diyakini bahwa praktik pencucian uang dapat mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi dunia.

Kedua, dengan ditetapkannya pencucian uang sebagai tindak

pidana akan lebih memudahkan bagi aparat penegak hukum untuk

menyita hasil tindak pidana yang kadangkala sulit disita, misalnya aset

yang susah dilacak atau sudah dipindahtangankan pada pihak ketiga.

Dengan pendekatan follow the money, kegiatan menyembunyikan atau

menyamarkan uang hasil tindak pidana dapat dicegah dan diberantas.

Dengan kata lain, orientasi pemberantasan tindak pidana sudah beralih

dari “menindak pelakunya” kearah menyita “hasil tindak pidana”. Dibanyak

negara dengan menyatakan praktik pencucian uang sebagai tindak pidana

merupakan dasar bagi penegak hukum untuk mempidanakan pihak ketiga

yang dianggap menghambat upaya penegakan hukum.

Ketiga, dengan dinyatakannya praktik pencucian uang sebagai

tindak pidana dan dengan adanya kewajiban pelaporan transaksi

keuangan, maka hal ini akan lebih memudahkan bagi para penegak

hukum untuk menyelidiki kasus pidana pencucian uang sampai kepada

Page 40: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

26

tokoh yang ada dibelakangnya. Tokoh ini sulit dilacak dan ditangkap

karena pada umumnya mereka tidak kelihatan pada pelaksanaan suatu

tindak pidana, tetapi banyak menikmati hasil tindak pidana.35

7. Hubungan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak

Pidana Umum

Penanganan tindak pidana pencucian uang sebagaimana halnya

tindak pidana lainnya yang pada umumnya ditangani kejaksaan dimulai

dengan menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP)

berdasarkan ketentuan pasal 110 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selanjutnya, berjalan sebagaimana

acara yang berlaku sesuai ketentuan dalam KUHAP.

Perlu diingat bahwa tindak pidana pencucian uang ini tidak berdiri

sendiri karena harta kekayaan yang ditempatkan, ditransfer, atau dialihkan

dengan cara integrasi itu diperoleh dari tindak pidana, berarti sudah ada

tindak pidana lain yang mendahuluinya (predicate crime). Hal ini dapat kita

ketahui dari rumusan pasal 2, yaitu harta kekayaan yang asal usulnya

atau diperoleh dari tindak pidana tersebut (pasal 2 ayat (1) a-z) adalah

hasil tindak pidana.

Timbul suatu pertanyaan, bagaimana tindakan penanganan

pencucian uang sehubungan dengan penjelasan diatas, (karena asalnya

juga dari tindak pidana)? Apakah predicate crime diperiksa dahulu dan

dibuktikan, bar tindak pidana pencucian uangnya diperiksa? Dalam tindak

pidana pencucian uang tidak demikian karena sudah dijelaskan

35 Ibid

Page 41: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

27

jawabannya, yaitu dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 UU no 25 Tahun 2003

yang berbunyi: “terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil

tindak pidana asalnya, untuk dapat dimulainya pemeriksaan tindak pidana

pencucian uang”.

8. Dampak Kejahatan Pencucian Uang

Kegiatan pencucian uang yang dilakukan oleh organisasi-

organisasi kejahatan dan oleh para penjahat individual sangat merugikan

masyarakat. Karena itu banyak negara berupaya memerangi kejahatan

ini. Beberapa dampak kejahatan pencucian uang terhadap masyarakat,

yakni:

(1) Pencucian uang memungkinkan para penjual dan pengedar

narkoba, para penyelundup, dan para penjahat lainnya untuk

dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan

meningkatkan biaya penegakan hukum untuk memberantasnya

dan biaya perawatan serta pengobatan kesehatan bagi para

korban atau pecandu narkotik.

(2) Kegiatan pencucian uang mempunyai potensi untuk meronrong

keuangan masyarakat (financial community) sebagai akibat

sedemikian besarnya jumlah uang yang terlibat dalam kegiatan

tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi meningkat

bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat

besar.

Page 42: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

28

(3) Pencucian uang mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak

dan secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak

yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.

Beberapa dampak makro ekonomis yang ditimbulkan oleh

pencucian uang adalah distribusi pendapatan. Kegiatan kejahatan

mengalihkan pendapatan dari penyimpan dana terbesar (high saver)

kepada penyimpan dana terendah (low Saver), dari investasi yang sehat

pada investasi yang beresiko dan berkualitas rendah. Hal yang membuat

pertumbuhan ekonomi terpengaruh. Misalnya terdapat bukti bahwa dana

yang berasal dari tax evasions di Amerika Serikat cenderung disalurkan

pada investasi yang beresiko tinggi, tetapi memberikan hasil yang tinggi di

sektor bisnis kecil. Beberapa tax evasions yang terjadi di sektor ini

terutama pada kecurangan (fraud), penggelapan (embezelment), dan

perdagangan saham melalui orang dalam (insider trading) berlangsung

secara cepat dan merupakan bisnis yang menguntungkan di sektor bisnis

kecil ini.36

Beberapa kerugian akibat pencucian uang menurut Drs. Amin

Widjaja Tunggal, Ak, CPA, MBA sebagai berikut:

(1) Meronrong sektor swasta yang sah (Undermining the Legimite

Private Sector).

(2) Meronrong integritas pasar keuangan (Undermining the Integrity

of Financial Market). Lembaga keuangan (financial institution)

36 Adrian Sutedi. Loc cit.

Page 43: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

29

yang mengandalkan dana hasil kejahatan dapat menghadapi

bahaya likuiditas.

(3) Mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap

kebijakan ekonominya (Loss of control of economic policy).

(4) Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi (Economic

Distorion and Instability).

(5) Hilangnya pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak

(Loss of Revenue).

(6) Membahayakan upaya privatisasi perusahaan negara yang

dilakukan oleh pemerintah (Risk of Privatization Efforts).

(7) Menimbulkan rusaknya reputasi negara (Reputation Risk).

(8) Menimbulkan biaya sosial (social Cost) yang tinggi.

9. Rezim anti Pencucian Uang

1) International

Setelah PBB mengeluarkan sejumlah konvensi mengenai anti

pencucian uang, negara-negara melanjutkan upaya gerakan international

anti pencucian uang ke dalam bentuk kerjasama yang lebih nyata dan

spesifik. Sejumlah negara Eropa mengadakan pertemuan dan melahirkan

sejumlah kesepakatan internasional yang meliputi pembentukan forum

koordinasi dan lembaganya yang bekerja dalam waktu yang lama dalam

upaya pemberantasandan pencegahan pencucian uang.

Berikut adalah beberapa organisasi anti pencucian uang

Internasional:

Page 44: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

30

a. Egmont Group

Egmont adalah nama sebuah tempat di Brussel Belgia dimana para

badan-badan perwakilan pemerintah dan organisasi international

pada juni 1995 bertemu untuk mendiskusikan pencucian uang dan

cara untuk memeranginya. Hasil pertemuan ini menghasilkan

inisiatif pembentukan wadah yang dapat mempersatukan gerakan

international anti pencucian uang dan pembiayaan terorisme dalam

sebuah wadah yang dikenal sebagai Egmont Group.

b. Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF)

Egmont Group menyadari bahwa forum internasional tidaklah

memadai untuk menjaga konsistensi upaya pemberantasan dan

pencegahan pencucian uang. Egmont Group kemudian

memformalisasikan upaya pemberantasan dan pencegahan

pencucian uang pada tingkat international melalui kelembagaan

institutive koordinatif. Badan itu akan mengkoordinasikan

mengevaluasi pelaksanaan pemberantasan dan pencegahan

pencucian uang. Badan itu juga dapat melakukan pelabelan status,

hingga memberikan tindakan balasan pada negara-negara yang

tidak dapat diajak bekerjasama dalam memberantas dan mencegah

pencucian uang. Untuk itu dibentuklah Financial Action Task Force

on Money Laundering (FATF) oleh kelompok 7 Negara (G-7) dalam

G-7 summit di Paris, Perancis pada bulan Juli 1989.

c. Asia Pasific Group on Money Laundering (APG)

Asia Pasific Group on Money Laundering secara resmi didirikan

pada Februari 1997 di Bangkok, pada symposium pencucian uang

Page 45: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

31

asia-pasifik. Pembentukan APG ini merupakan titik puncak

kesadaran yang terus menguat yang dibangun oleh FATF di

seluruh dunia, termasuk dikawasan Asia Pasifik. Globalisasi dan

masifikasi gerakan anti pencucian uang sebagai jawaban atas

canggihnya modus dn teknik dan meluasnya pencucian uang.37

Dan masih banyak lagi organisasi anti pencucian international yang

berada di belahan dunia.

2) Domestik

Di Indonesia rezim anti pencucian uang pertama kali di mulai ketika

di Undang-Undangkannya mengenai pemberantasan dan pencegahan

tindak pidana pencucian uang. Peraturan mengenai anti pencucian uang

tersebut terus berkembang mengikuti kebutuhan dan perkembangan

Indonesia. Berikut peraturan mengenai anti pencucian uang di Indonesia:

a. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang pemberantasan

dan pencegahan tindak pidana pencucian uang. Salah satu

faktor diberlakukannya peraturan mengenai anti pencucian uang

di Indonesia dikarenakan tuntutan International untuk segera

membuat Undang-Undang mengenai anti pencucian uang.

Indonesia sempat dimasukkan kedalam daftar hitam (black list)

sebagai negara yang tidak berkoordinasi dalam pemberantasan

tindak pidana pencucian uang. Maka dari itu Indonesia segera

membentuk aturan tersebut agar berlaku di Indonesia.

37 Ivan Yustisiavandana, Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, Bogor: Ghalia Indonesia,

Op. cit. hlm. 98. Periksa juga Raihan Dirham, Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laudering) dalam Transaksi Perbankan, Skripsi Fakultas Hukum UNHAS, Makassar, 2015, hlm.25

Page 46: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

32

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang pengganti

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang pemberantasan

dan pencegahan tindak pidana pencucian uang. Setelah

Indonesia membuat Undang-Undang tentang anti pencucian

uang Indonesia belum sepenuhnya keluar dari daftar hitam (back

list) FATF dan masih dalam pengawasan. Indonesia masih

terancam masuk ke dalam datar hitam karena undang-undang

tentang anti pencucian uang yang telah di undang-undangkan

belum memenuhi kriteria yang dibentuk oleh FATF. Karena itu

Indonesia segera membuat peraturan yang baru yaitu UU Nomor

23 Tahun 2003.

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana

pencucian uang sebagaimana telah diubah dari Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2003 jo. Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2002. Setelah 7 Tahun Indonesia telah menjalankan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2003. Indonesia kembali

memperbaharui Undang-Undang mengenai pemberantasan dan

pencegahan pencucian uang yang di Undang-Undangkan pada

tahun 2010. Ini menandakan bahwa Indonesia dengan serius

menanggapi masalah pencucian uang yang terus berkembang di

berbagai aspek.

Dalam UU terbaru ini Indonesia lebih menekankan pada:

1. Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu setiap orang yang

menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,

Page 47: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

33

membayarkan, mengibahkan, menitipkan, membawa keluar

negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang atau surat

berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak

pidana sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) dengan

tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta

kekayaan.

2. Tindak pidana pencucian pasif yang dikenakan pada setiap

orang yang menerima atau menguasai penempatan,

pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,

penukaran atau penggunaan harta kekayaan yang diketahuinya

atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana

sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) hal tersebut dianggap

juga sama dengan melakukan penncucian uang. Namun,

dikecualikan bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban

pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

3. Dalam pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010, dikenakan pula bagi

mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang

yang dikenakan kepada setiap orang yang menyembunyikan

atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan,

pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas

harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya

merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam

pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan

Page 48: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

34

pencucian uang. Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian

uang yakni mulai dari hukuman penjara maksimum 20 tahun

dengan denda paling banyak 10 miliyar rupiah.

10. Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

1) Kelembagaan PPATK

Setelah hadirnya UU TPPU di Indonesia, menjadi suatu hal yang

wajib untuk dijalankan untuk membentuk FIU (Financial Intelegent Unit)

dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU di suatu negara. Hal

tersebut juga tertera dalam 40 Recomendation FATF.

UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

sebagaimana diubah dengan UU No.25 Tahun 2003 secara tegas

mengamanatkan pendirian PPATK sebagai lembaga sentral (focal point)

yang mengkoordinasikan pelaksanaan UU TPPU. PPATK diresmikan

pada tanggal 17 Oktober 2003 oleh Menteri Koordinator Politik dan

Keamanan, dan mulai saat itu telah beroperasi secara penuh.

Sebelum PPATK beroperasi secara penuh tersebut, tugas

menerima laporan dari industry perbankan dilakukan oleh Unit Khusus

Investigasi Perbankan, Bank Indonesia

Berbagai upaya dilakukan untuk menunjang operasionalisasi

PPATK, antara lain dengan dikeluarkannya Keppres No.81 Tahun 2003

tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja PPATK, Keppres No.82 Tahun

2003 tentang Pelaksanaan Kewenangan PPATK, Keppres No.3 Tahun

2004 tentang Sistem Kepegawaian PPATK

Page 49: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

35

Rancangan Keppres Tentang Sistem Penggajian dan Renumerasi

PPATK hingga saat ini belum disahkan. Saat ini PPATK dipimpin oleh

seorang Kepala dan 4 (empat) orang Wakil Kepala yang diangkat

berdasarkan Keputusan Presiden dan diambil sumpahnya di hadapan

Ketua Mahkamah Agung. Untuk kelancaran operasionalisasi PPATK,

Pemerintah RI menyediakan anggaran melalui mekanisme APBN.

Untuk melengkapi ketentuan yang telah dikeluarkan oleh otoritas

pengawas PJK, khususnya yang terkaitdengan penerapan KYC, PPATK

jugamengeluarkan 6 (enam) pedoman yang dimaksudkan untuk

memudahkan PJK dalam melakukan kewajiban pelaporan kepada PPATK

dalam bentuk Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan

Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT).

Sejak beroperasi penuh pada tanggal 17 Oktober 2003, PPATK

telah dapat menerima LTKM secara langsung dari PJK. Penyampaian

LTKM oleh PJK dapat dilakukan baik secara manual maupun on-

line.Jumlah LTKM yang diterimaoleh PPATK menunjukkan tendensi yang

meningkat, demikian pula halnya dengan jumlah PJK yang telah

menyampaikan laporan. Dalam kurun waktu 29 bulan sebelum

beroperasinya PPATK secara penuh pada 17 Oktober 2003, terdapat 291

LTKM yang telah diterima melalui Bank Indonesia.

Sementara itu per posisi 17 Juni 2005, jumlah PJK yang

menyampaikan LTKM tercatat sebanyak 90 bank umum, 1 BPR dan 16

lembaga keuangan nonbank (perusahaanasuransi, sekuritas, pedagang

Page 50: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

36

valuta asing, lembaga pembiayaan dan dana pensiun) dengan total 2159

LTKM.

Sementara itu untuk LTKT, PPATK hingga tanggal yang sama telah

menerima 1.252.689 LTKT dari 107 bank umum, 18 PVA, 7 BPR dan 1

perusahaan asuransi. Penyampaian LTKM dan LTKT dilakukan secara

manual maupun on-line.

Untuk kelancaran jalannya operasional PPATK dan memudahkan

PJK dalam memenuhi kewajiban pelaporannya, telah dikembangkan

system pelaporan yang disebut dengan TRACeS (Transaction Report

Acquisition Electronic System) sejak tahun 2003. TRACeS merupakan

system informasi pelaporan yang yang dapat dilakukan oleh PJK secara

on-line.Sementara itu, guna menunjang tugas analisis, saatini PPATK

telah memiliki analytical tools dan data warehouse yang akan terus

dikembangkan di kemudian hari.38

2) Peran pusat dan pelaporan Analisis Transaksi Keuangan

(PPATK)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

sebagai Financial Intelligence Unit (FIU) di Indonesia memiliki peran

penting dalam penelusuran aset hasil kejahatan melalui pendekatan follow

the money. Peran penting dan strategis PPATK dalam program assets

recovery terutama dalam hal pemberian informasi intelijen di bidang

keuangan untuk keperluan penelusuranaset (assets tracing), baik

38 Raihan Dirham, Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laudering) dalam Transaksi

Perbankan, Skripsi Fakultas Hukum UNHAS, Makassar, 2015, Op. cit. hlm.63

Page 51: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

37

padawaktu proses analisis transaksi keuangan maupun pada saat proses

penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan terdakwa di sidang peradilan.

Pemegang peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak

pidana pencucian uang di Indonesia ada di tangan PPATK. Karena, jika

PPATK tidak menjalankan fungsinya dengan benar, maka efektifitas dari

pelaksanaan undang-undang PPTU tidak akan tercapai. Dalam

melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai wewenang sebagai berikut:

a. Meminta dan menerima laporan dari penyedia jasa keuangan.

b. Meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau

penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah

dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum.

c. Melakukan audit terhadap jasa keuangan mengenai kepatuhan

kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang

terhadap pedoman pelaporan terhadap transaksi keuangan.

d. Memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai

transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai.39

C. Perbankan

1. Pengertian Hukum Perbankan

Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum perbankan adalah

hukum hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan

perbankan. Tentu untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam

mengenai pengertian hukum perbankan tidaklah cukup hanya dengan

memberikan suatu rumusan yang demikian. Oleh karena itu, perlu

39 Yustia Vandana, Ivan (dkk). Op. cit.

Page 52: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

38

dikemukakan beberapa pengertian hukum perbankan dari para ahli hukum

perbankan.

Menurut Muhammad Djumhana, hukum perbankan adalah sebagai

kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan

bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan

eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain.

Sedangkan Munir Fuady merumuskan hukum perbankan adalah

seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan,

yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur

masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya

sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku

petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para

pihak yang bersangkutan dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan

tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang

berkenaan dengan dunia perbankan.

Bertitik tolak dari pengertian perbankan sebagai segala sesuatu

yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,

serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya, maka pada

prinsipnya hukum perbankan adalah keseluruhan norma-norma tertulis

maupun norma-norma tertulis maupun norma-norma tidak tertulis yang

mengatur tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta

cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya. Berkaitan dengan

pengertian ini, kiranya dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan

norma-norma tertulis dalam pengertian di atas adalah seluruh peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai bank, sedangkan norma-

Page 53: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

39

norma yang tidak tertulis adalah hal-hal atau kebiasaan-kebiasaan yang

timbul dalam praktik perbankan.40

2. Asas-asas hukum perbankan

Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dengan nasabahnya,

untuk terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu

dilandasi dengan beberapa asas hukum (khusus) yaitu :41

a. Asas Kerahasiaan

Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau

mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan

dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut

kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah

untuk kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan

masyarakat yang menyimpan uangnya di bank.Dalam Pasal 40 UU

perbankan menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan informasi

mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan rahasia bank

ini dapat dikecualikan dalam hal tertentu yakni, untuk kepentingan

perpajakan, penyelesaian piutang bank, peradilan pidana, perkara perdata

antara bank dengan nasabahnya, tukar menukar informasi antara bank

atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan dana.

b. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)

Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa

bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib

40 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Ed. Pertama, Cet. 1, Jakarta: Kencana, 2015. Hlm.39-40 41 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia,(Jakarta:PT.Garamedia Pustaka

Utama,2003), hlm.14-18

Page 54: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

40

menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana

masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2

Undang-undang Perbankan bahwa perbankan Indonesia dalam

melaksankan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan

menggunakan asas kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-

hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat. Dengan

diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan agar kepercayaan

masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat

bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.

3. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Custumer Principles)

Salah satu pelaksanaan prinsip kehati-hatian pada bank (prudential

principle) adalah penerapan prinsip mengenal nasabah atau yang lebih

dikenal dengan Know Your Customer Principles pada setiap transaksi

perbankan. Hal ini dijelaskan dalam peraturan Bank Indonesia Nomor

3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Prinsip Mengenal

Nasabah (Know Your Customer Principles) adalah suatu prinsip yang

mewajibkan bank untuk terlebih dahulu mengenali nasabahnya sebelum

melakukan transaksi dengan nasabah yang bersangkutan. Prinsip

mengenal nasabah tidak hanya berlaku bagi lembaga perbankan saja,

tetapi juga berlaku bagi lembaga keuangan non bank. Ketentuan prinsip

mengenal nasabah untuk lembaga keuangan non bank dikeluarkan oleh

instansi yang berwenang mengawasi kegiatan masing-masing

perusahaan jasa keuangan di Indonesia. Departemen Keuangan (Depkeu)

mengeluarkan keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 45/KMK06/

Page 55: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

41

2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga

Keuangan Non Bank, seperti perusahaan asuransi dan dana pensiun.

Untuk lembaga di bawah pasar modal, yang berlaku adalah keputusan

ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Nomor 2 Tahun 2003

tentang Prinsip Mengenal Nasabah.

Sebagai salah satu entery bagi masuknya uang hasil tindak

kejahatan, bank atau perusahaan jasa keuangan lain harus mengurangi

risiko dipergunakan sebagai sarana pencucian uang dengan cara

mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan

memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanya transaksi keuangan

yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak

yang menggunakan jasa bank atau perusahaan jasa keuangan lain.

Penerapan prinsip mengenal nasabah atau lebih dikenal umum dengan

Know Your Costumer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan

bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian

uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk

melindungi bank atau perusahaan jasa keuangan lain dari berbagai resiko

dalam berhubungan dengan nasabah dan counter-party.

Khususnya terhadap para nasabah, pihak bank atau perusahaan

jasa keuangan lain harus mengenali para nasabah, agar bank atau

perusahaan jasa keuangan lain tidak terjerat dalam kejahatan pencucian

uang. Prinsip mengenal nasabah ini merupakan Rekomendasi FATF, yang

merupakan prinsip ke lima belas dari dua puluh lima Core Principles for

Effective Banking Supervison dan Basel Committee. Pengenalan terhadap

Page 56: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

42

para nasabah harus dilakukan mulai dari identitas nasabah, prosedur

penerimaan nasabah, pemantauan nasabah secara continue, dan

kemudian perlaporan terhadap para pihak yang berwenang. Bank

Indonesia selama ini telah mengharuskan kepada lembaga perbankan

untuk mengenali nasabahnya.

Disektor perbankan inisiatif untuk memerangi pencucian uang

secara aktif dan serius telah dimulai dengan penerapan prinsip mengenal

nasabah dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai

berikut.

1. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang tindak pidana

pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 2003.

2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tanggal 18 Juni

2001 tentang tentang penerapan Prinsip mengenal Nasabah (Know

Your Costumer Principles).

3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI/2001 tanggal 13

Desember 2001 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia

Nomor 3/10/PBI/2001 tentang penerapan Prinsip Mengenal

Nasabah (Know Your Costumer Principles).

4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tanggal 17

Oktober 2003 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank

Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip

Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principles).

Page 57: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

43

5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/23/PBI/2003/ tanggal 23

Oktober 2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your

Costumer Principles) bagi Bank Perkerditan Rakyat.

6. Surat Edaran Nomor 3/29/DPNP tanggal 13 Desember 2001 perihal

Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

7. Surat Edaran Nomor 5/32/DPNP tanggal 4 Desember 2003 perihal

perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/29/DPNP.

8. Surat Edaran Nomor 6/37/DPNP tanggal 10 September 2004

perihal penilaian dan pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip

Mengenal Nasabah dan kewajiban lain terkait dengan Undang-

Undang tentang Tindak Pidana pencucian Uang.

Penerapan ketentuan tersebut dilakukan berdasarkan antara lain

40 rekomendasi FATF dan Core Principle Nomor 15 dari Basel Committee

on Banking Supervision.

Apabila menengok kebelankang, Prinsip Mengenal nasabah di

Indonesia lahir sekitar tanggal 18 Juni 2002, saat Bank Indonesia

mengeluarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang

prinsip mengenal nasabah (Know Your Costumer Principles). Latar

belakang bank Indoensia mengeluarkan Peraturan Bank Indoenesia (PBI)

tersebut adalah karena semakin berkembangnya kegiatan usaha

perbankan sehingga bank dihadapakan pada berbagai resiko, baik resiko

oprasional, hukum, terkonsentrasinya transaksi maupun resiko reputasi.

Ketidakcukupan prinsip mengenal nasabah, selain dapat memperbesar

Page 58: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

44

resiko yang dihadapi bank, juga dapat mengakibatkan kerugian keuangan

yang siknifikan bagi bank, baik dari sisi aktifa maupun pasifa.

4. Kewajiban Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan

Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan Penyedia Barang dan/atau

Jasa lain (PBJ) dan Profesi. Kewajiban pelaporan transaksi keuangan

oleh Pihak Pelapor tidak dijadikan sebagai sarana oleh para pelaku

kejahatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan

hasil tindak pidana.

Dalam Rezim Anti Pencucian Uang pihak pelapor merupakan front

liner yang memiliki peran strategis untuk mendeteksi adanya transaksi

keuangan mencurigakan ataupun melaporkan transaksi tertentu sesuai

dengan ketentuan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU).

Berdasarkan UU PPTPPU, selain kewajiban, terdapat pula perlindungan

khusus bagi pihak pelapor. Kewajiban indentifikasi transaksi keuangan

dan pelaporan oleh pelapor juga merupakan bagian dari penerapan

prinsip kehati-hatian dan bagian dari manajemen risiko, untuk mencegah

digunakannya PJK/PBJ sebagai sarana ataupun sasaran pencucian uang

oleh nasabah/pihak pengguna jasa. Dalam hal ini, menghindarkan diri

bagi PJK dan PBJ terhadap resiko reputasi, resiko operasional, resiko

hukum dan resiko konsentrasi.42

Pihak Pelapor sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 1 UU UU

PPTPPU meliputi :

a. Penyedia Jasa Keuangan (PJK), dan

42 http://ppatk.mkitech.co.id/pelaporan/read/12/faq.html

Page 59: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

45

1. Bank

2. Perusahaan Pembiayaan

3. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Pialang Asuransi

4. Dana Pensiun Lmebaga Keuangan

5. Perusahaan Efek

6. Manajer Investasi

7. Kustodian

8. Wali Amanat

9. Perposan sebagai Penyedia Jasa Giro

10. Pedagang Valuta Asing

11. Penyelenggara Alat Pembayaran Menggunakan Kartu

12. Pemyelenggara e-money atau e-wallet

13. Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam

14. Pegadaian

15. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka

komoditi; atau

16. Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang

b. Penyedia Barang dan/atau Jasa lain (PBJ)

1. Perusahaan property/agen property

2. Pedagang kendaraan bermotor

3. Pedagang permata dan perhiasan/logam mulai

4. Pedagang barang seni dan antic

5. Balai lelang

Pihak Pelapor sebagaimana di atas dapat diperluas dengan

Peraturan Pemerintah.

Page 60: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka metode

penelitian yang akan penulis gunakan adalah metode penelitian normatif

yaitu penelitian yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada atau apa yang

tertulis dalam peraturan perundang-undangan (Law in book) atau hukum

yang dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

berperilaku masyarakat terhadap apa yang dianggap pantas.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Surabaya dan Makassar. Melihat

dari jenis penelitian yang penulis gunakan yaitu metode penelitian normatif

yang kebanyakan membahas mengenai norma-norma hukum dan

kepustakaan maka penelitian akan dilakukan pada:

(1) Perpustakaan, untuk menunjang teori-teori dan doktrin-doktrin

yang akan penulis angkat maka diperlukan banyak referensi

yang terdapat pada perpustakaan.

(2) Pengadilan, penulis mengambil dan menganalisis Kasus

Putusan dari Pengadilan Negeri Surabaya.

Page 61: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

47

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikuti

atau yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan

perundang-undangan, dan putusan hakim.

(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang

(3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank

Indonesia

b. Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang

tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum

primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para

pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara

khusus yang akan memberikan petunjuk kemana peneliti akan

mengarah.

2. Sumber Data

Adapun sumber data penelitian ini, yaitu:

a. Sumber Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu

sumber data yang diperoleh dari hasil penelaahan beberapa

literature dan sumber bacaan lainnya yang dapat mendukung

penulisan skripsi ini.

b. Sumber Penelitian Lapangan (Field Reseacrh), yaitu sumber

data lapangan sebagai salah satu pertimbangan hukum dari

Page 62: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

48

para penegak hukum yang menangani kasus ini dan

masyarakat turut serta diresahkan akibat terjadinya tindak

pidana ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini adalah sebagai

berikut:

1. Teknik Kepustakaan, yaitu suatu teknik penelaahan normati dari

beberapa peraturan perundang-undangan dan berkas-berkas

putusan pengadilan yang terkait dengan tindak pidana ini serta

penelaahan beberapa literatur yang relevan dengan materi yang

dibahas.

2. Teknik Wawancara (Interview), yaitu dengan cara melakukan

tanya jawab kepada pihak-pihak yang terkait ataupun yang

menangani dengan tindak pidana ini, antara lain Hakim dan

para ahli yang memahami kasus tersebut, serta pihak lain yang

turut andil dalam terjadinya tindak pidana ini.

E. Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian ini disusun dan

dianalisis secara kualitatif, kemudian selanjutnya data tersebut diuraikan

secara deskriptif guna memperoleh gambaran yang dapat dipahami

secara jelas dan terarah untuk menjawab permasalahan yang penulis

teliti.

Page 63: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kualifikasi Perbuatan Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut

Perundang-Undangan Hukum Pidana

Tindak Pidana Pencucian uang (Money Laundry) sebagai suatu

kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan

merupakan kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Hal ini ditandai

dengan bentuk pencucian uang sebagai kejahatan yang bersifat follow up

crime atau kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan atau kejahatan

asalnya disebut sebagai predicate offence atau core crime atau ada

negara yang merumuskan sebagai unlawful actifity yaitu kejahatan asal

yang menghasilkan uang yang kemudian dilakukan proses pencucian.

Dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) UU No.8 Tahun 2010

disebutkan bahwa pencucian uang adalah segala perbuatan yang

memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam

undang-undang tersebut. Dalam pengertian, ini unsur-unsur yang

dimaksud adalah unsur pelaku, unsur perbuatan melawan hukum serta

unsur merupakan hasil tindak pidana.

Sedangkan pengertian tindak pidana pencucian uang dapat dilihat

ketentuan dalam pasal (3), (4) dan (5) UU No.8 Tahun 2010. Intinya

adalah bahwa tindak pidana pencucian uang merupakan suatu bentuk

kejahatan yang dilakukan baik oleh seseorang dan/atau korporasi dengan

sengaja menempatkan, mentransfer mengalihkan, membelanjakan,

Page 64: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

50

membayarkan mengibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri,

mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga

atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut

diduganya merupakan hasil tidak pidana dengan tujuan menyembunyikan

atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan itu, termasuk juga yang

menerima dan menguasainya.

Para pakar telah menggolongkan proses pencucian uang (money

laundering) ke dalam tiga tahap, yakni:

Tahap Placement: tahap dimana menempatkan dana yang

dihasilkan dari suatu aktivitas kriminal, misalnya dengan mendepositkan

uang kotor tersebut ke dalam sistem keuangan. Sejumlah uang yang

ditempatkan dalam suatu bank, akan kemudian uang tersebut akan masuk

ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan. Jadi misalnaya

melalui penyelundupan, ada penempatan dari uang tunai dari suatu

negara ke negara lain, menggabungkan antara uang tunai yang bersifat

ilegal itu dengan uang diperoleh secara legal. Variasi lain dengan

menempatkan uang giral ke dalam deposito bank, ke dalam saham,

mengkonversi dan mentransfer ke dalam valuta asing.

Tahap Layering: yang dimaksud dengan tahap layering ialah tahap

dengan cara pelapisan. Berbagai cara dapat dilakukan melalui tahap ini

yang tujuannya menghilangkan jejak, baik ciri-ciri aslinya ataupun asal-

usul dari uang tersebut. Misalnya melakukan transfer dana dari beberapa

rekening ke lokasi lainnya atau dari satu negara ke negara lain dan dapat

dilakukan berkali-kali, memecah-mecah jumlah dananya di bank dengan

Page 65: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

51

maksud mengaburkan asal usulnya, mentransfer dalam bentuk valuta

asing, membeli saham, melakukan transaksi derivatif, dan lain-lain.

Seringkali kali pula terjadi bahwa si penyimpan dana itu sudah merupakan

lapis-lapis yang jauh, karena sudah diupayakan berkali-kali simpan

menyimpan sebelumnya. Bisa juga cara ini dilakukan misalnya si pemilik

uang kotor meminta kredit di bank dan dengan uang kotornya dipakai

untuk membiayai suatu kegiatan usaha secara legal. Dengan melakukan

cara seperti ini, maka kelihatan bahwa kegiatan usahanya yang secara

legal tersebut tidak merupakan hasil dari uang kotor itu melainkan dari

perolehan kredit bank tadi.

Tahap Integration: merupakan tahap menyatukan kembali uang-

uang kotor tersebut setelah melalui tahap-tahap placement atau layering

di atas, yang untuk selanjutnya uang tersebut dipergunakan dalam

berbagai kegiatan-kegiatan legal. Dengan cara ini akan tampak bahwa

aktivitas yang dilakukan sekarang tidak berkaitan dengan kegiatan-

kegiatan ilegal sebelumnya, dan dalam tahap inilah kemudian uang kotor

itu telah tercuci. (sumber,http://72legalogic.wordpress.com)

Dari penjelasan di atas, dapt disimpulkan bahwa tujuan pelaku

melakukan pencucian uang adalah untuk menyembunyikan atau

menyamarkan hasil dari predicate offence agar tidak terlacak untuk

selanjutnya dapat digunakan. Jadi bukan untuk tujuan menyembunyikan

saja tapi mengubah performance atau asal usulnya hasil kejahatan untuk

tujuan selanjutnya dan menghilangkan hubungan langsung dengan

kejahatan asalnya. Dengan demikian jelas bahwa dalam berbagai

Page 66: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

52

kejahatan di bidang keuangan (interprise crimes) hampir pasti akan

dilakukan pencucian uang untuk menyembunyikan hasil kejahatan itu agar

terhindar dari tuntutan hukum.

1. Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang

Dari defenisi tindak pidana pencucian uang sebagaimana di

jelaskan diatas, maka tindak pidana pencucian uang mengandung unsur-

unsur sebagai berikut :

1. pelaku

2. perbuatan (transaksi keuangan atau financial) dengan maksud

untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta

kekayaan dari bentuknya yang tidak sah (ilegal) seolah-olah

menjadi harta kekayaan yang sah (legal).

3. merupakan hasil tindak pidana

Secara garis besar unsur pencucian uang terdiri dari: unsur objektif

(actus reus) dan unsur subjektif (mens rea). Unsur objektif (actus reus)

dapat dilihat dengan adanya kegiatan menempatkan, mentransfer,

membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyum-

bangkan, menitipkan, membawa keluar negari, menukarkan atau

perbuatan lain atas harta kekayaan (yang diketahui atau patut diduga

berasal dari kejahatan). Sedangkan unsur subjektif (mens rea) dilihat dari

perbuatan seseorang yang dengan sengaja, mengetahui atau patut

menduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil kejahatan, dengan

maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta tersebut.

Page 67: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

53

Ketentuan yang ada dalam UU No. 8 Tahun 2010 terkait

perumusan tindak pidana pencucian uang menggunakan kata “setiap

orang” dimana dalam pasal 1 angka (9) ditegaskan bahwa Setiap orang

adalah orang perseorangan atau korporasi. Sementara pengertian

korporasi terdapat dalam pasal 1 angka (10). Dalam pasal ini disebutkan

bahwa Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang

terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

Sementara itu, yang dimaksud dengan transaksi menurut ketentuan

dalam Undang-undang ini adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak

atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara

dua pihak atau lebih. Adapun transaksi keuangan diartikan sebagai

transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran,

penarikan, pemindah bukuan, pentransferan, pembayaran, hibah,

sumbangan, penitipan, dan atau kegiatan lain yang berhubungan dengan

uang. Transaksi keuangan yang menjadi unsur tindak pidana pencucian

uang adalah transaksi keuangan yang mencurikan atau patut dicurigai

baik transaksi dalam bentuk tunai maupun melalui proses

pentransferan/memindahbukukan.

Transaksi Keuangan Mencurigakan menurut ketentuan yang

tertuang pada pasal 1 angka (5) UU No. 8 Tahun 2010 adalah: transaksi

keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola

transaksi dari nasabah yang bersangkutan;

1. transaksi keuangan oleh pengguna jasa keuangan yang patut

diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan

Page 68: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

54

transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh

Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang ini;

2. transaksi keuangan yang dilakukan maupun yang batal

dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga

berasal dari hasil tindak pidana; atau

3. transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan

oleh Pihak Pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang

diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Menyebutkan tindak pidana pencucian uang salah satunya harus

memenuhi unsur adanya perbuatan melawan hukum sebagaimana

dimaksud dalam pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010, dimana perbuatan

melawan hukum tersebut terjadi karena pelaku melakukan tindakan

pengelolaan atas harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana.

Pengertian hasil tindak pidana diuraikan pada Pasal 2 UU UU No. 8

Tahun 2010. Pada pasal ini Harta kekayaan yang dikualifikasikan sebagai

harta kekayaan hasil tindak pidana adalah harta yang berasal dari

kejahatan seperti: korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika,

penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migrant, bidang perbankan,

bidang pasar modal, bidang asuransi, kepabeanan, cukai, perdagangan

orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian,

penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, bidang

perpajakan, bidang lingkungan hidup, bidang kehutanan, bidang kelautan

dan perikanan serta tindak pidana lain yang diancam hukuman 4 tahun

penjara.

Page 69: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

55

Perlu dijadikan catatan, bahwa dalam pembuktian tindak pidana

pencucian uang nantinya hasil tindakan pidana merupakan unsur delik

yang harus dibuktikan. Pembuktian apakah benar atau tidaknya harta

kekayaan tersebut merupakan hasil tindak pidana adalah dengan

membuktikan adanya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan

tersebut. Bukan untuk membuktikan apakah benar telah terjadi tindak

pidana asal (predicate crime) yang menghasilkan harta kekayaan.

Dalam ketentuan sebagaimana yang sebutkan pada pasal 3 UU

No. 8 Tahun 2010, teridentifikasi beberapa tindakan yang dapat

dikualifikasi kedalam bentuk tindak pidana pencucian uang, yakni tindakan

atau perbuatan yang dengan sengaja:

1. Menempatkan harta kekayaan ke dalam penyedia jasa keuangan

baik atas nama sendiri atau atas nama orang lain, padahal

diketahui atau patut diduga bahwa harta tersebut diperoleh

melalui tindak pidana.

2. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga

merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang, dari suatu

penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain,

baik atas nama sendiri maupun atas nama orang lain.

3. Membelanjakan atau menggunakan harta kekayaan yang

diketahui atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh dari

tindak pidana. Baik atas nama dirinya sendiri atau atas nama

pihak lain.

Page 70: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

56

4. Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang

diketahui atau patut diduga merupakan harta yang diperoleh dari

hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri ataupun atas

nama pihak lain.

5. Menitipkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga

merupakan harta yang diperoleh berdasarkan tindak pidana, baik

atas namanaya sendiri atau atas nama pihak lain.

6. Membawa ke luar negeri harta yang diketahui atau patut diduga

merupakan harta yang diproleh dari tindak pidana.

7. Menukarkan atau perbuatan lainnya terhadap harta kekayaan

yang diketahui atau patut diduga merupakan harta hasil tindak

pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan

tujuan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul harta

kekayaan tersebut.43

B. Bagaimana penerapan hukum materill tehadap tindak pidana

pencucian uang dalam transaksi perbankan dalam Perkara

Putusan No. 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby

1. Identitas Terdakwa

Nama : AGUNG BUDI PRASETYO

Tempat lahir : Kediri

Umur/tanggal lahir : 46 Tahun / 27 Februari 1968

Jenis kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

42 http://www.negarahukum.com/hukum/1562.html

Page 71: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

57

Tempat tinggal : Perum Ijen Nirwana No.16 A kota Malang

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

2. Posisi Kasus

Berawal pada tahun 2011 terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO

sebagai Manager PT. Ijen Nirwana mengenalkan saksi BAMBANG

SANTOSO (Penuntutan dalam berkas perkara terpisah) yang mempunyai

usaha outschoursing di bidang security yang mempekerjakan tenaga

security di PT. Ijen Nirrwana Malang dan saksi Bambang Santoso bertemu

di Pecel Kawi Malang dan saat itu saksi Bambang Santoso mengatakan

kepada terdakwa bahwa saksi sedang membutuhkan kredit untuk usaha

dan baru selesai menanyakan appraisal untuk pengajuan kreditnya, lalu

terdakwa Agung Budi Prasetyo menawarkan kalau dia mempunyai

kenalan di BTN Blitar pada tahun 2011 yang sekarang menjabat sebagai

Pimpinan BTN Blitar yaitu saksi Iman Cahyono (penuntutan dalam berkas

perkara terpisah) yang bisa memberikan kredit berupa kredit modal kerja.

Bambang Santoso juga mendapat informasi dari terdakwa Agung

Budi Prasetyo dan ARI BASUKI (BNI) kalau di BTN pada tahun 2011 ada

usaha saksi dibidang outsourcing, security tidak mungkin diajukan sebagai

untuk mengajukan kredit sebesar Rp.6 Milyar, yang nanti dari bank pasti

akan ada penawaran, namun menurut penuturan terdakwa skema

pembayaran angsuran bunga sebesar Rp.45.000.000,- / bulan, pada

bulan ke tujuh membayar dan yang menjadi jaminan adalah SHM No.1189

dan No.1121 dan usaha saksi Bambang di bidang outsourcing security,

Page 72: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

58

cleaning service dan usaha pembuatan tenda. pada saat itu Saksi

Bambang menyampaikan kepada terdakwa kalau usaha saksi dibidang

outschoursing, security tidak mungkin diajukan sebagai jaminan usaha

untuk pengajuan kredit di BTN dan usaha outsourching security dan

cleaning service tidak akan mencukupi untuk dijadikan jaminan pengajuan

kredit modal kerja, dan saat itu terdakwa menyarankan pada saksi agar

dicoba saja untuk nebeng dengan usaha EKO (PT. Kumala Group) yang

menyewa tanah milik saksi yang berada di Rejotangan Tulungagung untuk

usaha pembuatan tenda (untuk bencana alam dan tenda militer), lalu

dibuatlah kerjasama antara PT, Arjuna Raya dengan PT Kumala Group

(saksi Bambang sebagai Sub Con), kemudian sekitar bulan September

2011 saksi Bambang meminta data perusahaan PT. Kumala Group

untuk digunakan sebagai persyaratan pengajuan kredit ke BTN, dan EKO

memberikan pada saksi Bambang Santoso foto copy SPMK (Surat

Perintah Mulai Kerja) dan beberapa Surat Perjanjian Operasional antara

PT. Karya Kumala Jaya dan PT. Arjuna Raya antara CV. Karya Mandiri

dan PT. Arjuna Raya. kemudian terdakwa Agung Budi Prasetyo meminta

saksi Bambang Santoso menyiapkan dokumen pendukung perusahaan

milik saksi yaitu PT. Arjuna Jaya dan dokumen yang disiapkan antara lain

Data Perusahaan, NPWP, KTP, dll, kemudian saksi meminta kepada staf

saksi yang bernama John Yulendi untuk membuat executive summary dan

hal-hal yang dibutuhkan oleh terdakwa, setelah dokumen selesai dibuat

diserahkan kepada terdakwa untuk dikoreksi apakah ada kesalahan atau

kekurangannya, kemudian dokumen yang sudah siap termasuk hasil

Page 73: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

59

appraisal saksi masukkan ke dalam amplop coklat dan diserahkan

kepada terdakwa di Pecel Kawi lalu dibawa terdakwa untuk diantarkan

pada temannya yang bekerja di BTN Blitar yaitu IMAN CAHYONO (saksi)

yang rumahnya berada di Malang dan tiap hari Jum’at pulang.

Seminggu kemudian saksi Bambang dikenalkan oleh terdakwa

dengan saksi IMAN CAHYONO di Kopi Tiam Malang dan pada saat

perjalanan menuju tempat tersebut, terdakwa mengatakan pada saksi

untuk tidak berbicara apapun tentang pengajuan kredit tersebut, nanti

terdakwa yang akan menghandle semua, dan pada saat bertemu saksi

Bambang Santoso dikenalkan oleh terdakwa sebagai calon debitur dan

terdakwa saat itu juga sempat bilang ke Pak Iman untuk proses kreditnya

agar dipercepat dan nanti kalau ada sesuatu agar terdakwa dihubungi

lewat telepon.

Setelah bertemu dengan saksi IMAN CAHYONO di BTN Blitar

selang beberapa hari kemudian terdakwa meminta pada saksi Bambang

untuk bertemu dengan Pimpinan BTN Kediri yaitu AHMAD ZUCHRUDIN,

dan pada saat bertemu terdakwa menyampaikan kepada Pak AHMAD

ZUCHRUDIN kalau saksi Bambang sebagai calon debitur dan mempunyai

usaha pembuatan tenda militer dan saat itu terdakwa menyampaikan juga

kalau usaha saksi Bambang Santoso bagus dan lancar.

Pengajuan permohonan Kredit Modal Kerja (KMK) oleh saksi

BAMBANG SANTOSO selaku Direktur PT. Arjuna Raya tersebut,

dilakukan pada sekitar bulan Oktober 2011 kepada Bank BTN Cabang

Pembantu Blitar sebesar Rp. 6 milyar, yang kemudian disetujui sebesar

Page 74: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

60

Rp. 4,2 milyar, dengan tujuan untuk membiayai kerjasama dengan CV.

Eka Karya Mandiri dan PT. Karya Kumala Jaya ( Kumala Group) berupa

pembuatan tenda militer dan tenda pengungsi. Karena kredit yang

diajukan jenis KMK, maka yang menjadi agunan utama berupa usahanya

tersebut dan agunan tambahan berupa tanah di Rejotangan

Tulungagung dengan SHM No. 1189 dan No. 1121, yang masih menjadi

agunan di Bank BNI cabang Kediri dan dikeluarkan dengan cara melawan

hukum (Putusan Pengadilan TIPIKOR Surabaya No. 84/Pid.Sus/2013 jo

Putusan Nomor. 19/Pid.sus/2014/PT.SBY tanggal 3 Juni 2014);

Seluruh persyaratan pengajuan kredit yang diajukan oleh Bambang

Santoso antara lain berupa identitas BAMBANG SANTOSO dan YENI

GRACE RAWUNG (istri Bambang Santoso), Kartu Keluarga, Profil

Perusahaan, da Surat Perintah Melaksanakan Pekerjaan (SPMK) dari

Kementerian Sosial RI adalah tidak benar dan baik. CV. Eka Karya

Mandiri maupun PT. Karya Kumala Jaya (Kumala Group) tidak benar

menjalin kerjasama dengan PT. Arjuna Raya, namun PT. Karya Kumala

Jaya pada tahun 2009 pernah mendapatkan pekerjaan di Departemen

Sosial RI untuk pembuatan tenda bencana alam dan untuk kepentingan

tersebut, Pimpinan PT. Karya Kumala Jaya / Eko Hariyanto telah

menyewa tanah/gudang milik Bambang Santoso untuk digunakan sebagai

workshop, dan usaha itulah yang oleh Bambang Santoso dimanfaatkan

seolah-olah merupakan usaha yang akan dibiayai dengan kredit KMK dari

Bank BTN tersebut, sehingga sebetulnya Bambang Santoso atau PT.

Page 75: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

61

Arjuna Raya tidak berhak menerima kredit modal kerja dari BTN cabang

Blitar tersebut;

Bahwa Iman Cahyono selaku Kepala Cabang Pembantu sekaligus

sebagai atasan langsung analis kredit, dalam proses analisa hingga

diputuskan pemberian kredit oleh BTN, tidak melakukan pemeriksaan atas

hasil Paket Analisa Kredit (PAK) beserta dokumen pendukungnya yang

disusun oleh Analis Kredit, karena saksi Iman Cahyono selaku Kepala

Cabang Pembantu BTN Blitar mendapat referensi dari terdakwa Agung

Budi Prasetyo bahwa saksi Bambang Santoso memang benar baik dan

usahanya lancar dan dalam analisa pemberian kredit yang dilakukan lebih

menitikberatkan pada character yang rekomendasi secara lisan dari

terdakwa Agung Budi tersebut, sehingga ketentuan dalam SOP BTN tidak

dilaksanakan sejak Permohonan (dokumen hanya berupa foto copy

tanpa klarifikasi), adanya kesalahan proses administrasi dalam

penunjukan appraisal, konfirmasi/ verifikasi usaha dilakukan kepada pihak

yang tidak benar, tidak ada konfirmasi kepada penerbit SPMK ;

Bahwa karena pengajuan kredit atas nama Arjuna Raya/saksi

Bambang Santoso adalah kredit jenis KMK (Kredit modal kerja) maka

yang menjadi jaminan utama adalah usaha dari debitur sedangkan tanah

dan bangunan yang berupa SHM 1121 dan SHM 1189 Desa Rejotangan

Tulungagung, menjadi jaminan tambahan Bahwa pada saat awal

pengajuan dan saksi menyerahkan persyaratan pengajuan sebagai

Direktur PT Arjuna Raya, dimana dalam permohonan kreditnya,

Bambang Santoso telah melampirkan SPMK Nomor:

Page 76: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

62

794/SPMK/BS.03.01/ IX/2011 tanggal 7 September 2011, dengan kop

surat bertuliskan : Departemen Sosial Republik Indonesia, yang pada

pokoknya menerangkan Direktorat BSKBA Departemen Sosial RI telah

memberikan pekerjaan kepada PT Karya Kumala Jaya untuk pengadaan

tenda pleton, tenda regu, tenda keluarga dan kredit di BTN terdakwa

mengatakan semua urusan yang terkait dengan pengajuan kredit di

BTN KCP Blitar diurus oleh terdakwa dan terdakwa meminta imbalan

sebesar 5% dari besarnya itu ditawar oleh saksi 2,5% tetapi terdakwa

tidak mau dan mengatakan bahwa Tahap 1 tanggal 28 Maret 2012

sebesar Rp. 450 juta apabila pengajuan kredit PT. Arjuna Raya cair itu

bukan karena Bambang Santoso tetapi karena pihak BTN melihat

terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO dan komisi sebesar itu bukan untuk

terdakwa saja tapi juga akan dibagi untuk Iman Cahyono dan Achmad

Zuchrudin ;

Bahwa kredit modal kerja atas nama PT. Arjuna Raya, akhirnya

dicairkan secara bertahap dengan rincian sebagai berikut :

Tahap 1 tanggal 28 Maret 2012 sebesar Rp. 450 juta

Tahap 2 tanggal 30 Maret 2012 sebesar Rp. 1 Milyar

Tahap 3 tanggal 9 April 2012 sebesar Rp. 1,178 Milyar

Tahap 4 tanggal 19 Juli 2012 sebesar Rp.1,572 Milyar

Jumlah seluruh sebesar Rp. 4.200.000.000,- (empat milyar dua

ratus juta rupiah)

Setelah pengajuan kredit Bambang Santoso dari BTN KC Kediri

cair dan diterima oleh Bambang Santoso, terdakwa Agung Budi

Page 77: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

63

Prasetyo sering menelpon dan pernah mendatangi rumah saksi

Bambang Santoso untuk memberikan sejumlah uang sesuai yang

diminta pada saat awal pengajuan kredit. Atas permintaan tersebut, saksi

Bambang Santoso kemudian memberikan sejumlah uang kepada

terdakwa Agung Budi Prasetyo melalui transfer dari rekening PT Arjuna

Raya pada Bank Mandiri Merdeka Malang rekening Nomor:

1440012500093 dan sesuai permintaan terdakwa agar uang tersebut

ditransfer ke rekening istri terdakwa pada bank Mandiri Malang

Rekening Nomor 1440011107601, dengan rincian sebagai berikut :

No Tanggal Jumlah Keterangan

1. 2 April 2012 Rp. 50.000.000 Komitmen fee BTN

2. 19 April 2012 Rp. 25.000.000 Fee kr3edit BTN Tahap 2 PT. Arjuna Raya

3. 1 Mei 2012 Rp. 25.000.000 Ke Supartini

4. 3 Mei 2012 Rp. 15.000.000 Ke Supartini

5. 29 Mei 2012 Rp. 17.000.000 Ke Supartini

6. 3 Agustus 2012 Rp. 15.000.000 Untuk pak Iman (Lebaran)

7. 27 September 2012 Rp. 1.600.000 Ke Supartini

8. 1 Oktober 2012 Rp. 20.000.000 Ke Supartini

TOTAL= Rp.168.600.000

Bahwa selain pemberian yang dilakukan melalui transfer, saksi

Bambang Santoso pada tanggal 25 April 2012 telah mengambil secara

tunai dari rekening PT Arjuna Raya dan memberikan uang sebesar Rp.

50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) itu kepada terdakwa Agung Budi

Prasetyo di kantor terdakwa di Ijen, selanjutnya pada tanggal 4 Mei 2012

saksi Bambang Santoso juga memberikan secara tunai sebesar

Rp.30.000.000,-;

Page 78: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

64

Terdakwa juga pernah menerima uang tunai sebesar Rp.

20.000.000,-(dua puluh juta rupiah) dari saksi Bambang Santoso, yang

kata terdakwa saat itu untuk uang saku saksi Iman Cahyono ke Sumatra,

namun ketika saksi Bambang Santoso menanyakan kepada Iman

Cahyono ke Sumatera, perihal uang tersebut, saksi Iman Cahyono hanya

membenarkan kalau menerima sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).

Dokumen yang dilakukan oleh saksi Bambang Santoso yang

menjadi lampiran dalam pengajuan kredit modal kerja ke BTN KCP Blitar

berisi dokumen dan data yang tidak benar dan hal ini diketahui oleh

terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO.

Ternyata perbuatan Bambang Santoso menyebabkan adanya

pemberian dan penggunaan fasilitas kredit yang digunakan untuk

kepentingan diri sendiri atau orang lain secara tidak sah mengakibatkan

adanya kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara Cq. Bank

Tabungan Negara Kantor Cabang Kediri sebesar Rp.3.500.000.000,- atau

setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut dan atas perbuatan saksi

Bambang Santoso dan saksi Iman Cahyono oleh Pengadilan Tipikor

Surabaya telah dijatuhkan hukuman terbukti melakukan Tindak Pidana

Korupsi.

Perbuatan terdakwa Agung Budi Prasetyo yang telah menerima

harta kekayaan dari saksi Bambang Santoso sejumlah lebih kurang

Rp. 218.600.000,- (dua ratus delapan belas juta enam ratus ribu rupiah)

atau setidak tidaknya sekitar jumlah tersebut baik yang dikirim dari

rekening PT. Arjuna Raya pada Bank Mandiri Merdeka Malang Nomor

Page 79: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

65

rekening 1440012500093 ke rekening istri terdakwa pada bank Mandiri

Cabang Ahmad Yani Malang dengan Rekening Nomor 144001110760

atas nama SUPARTINI, diketahui atau patut diduga oleh terdakwa bahwa

harta kekayaan tersebut merupakan hasil pencairan kredit modal kerja

yang diterima oleh PT. Arjuna Raya / Bambang Santoso dari BTN Cabang

Kediri yang dilakukan secara melawan hukum, yang tidak seharusnya

diterima oleh saksi Bambang Santoso.

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Adapun isi dakwaan penuntut umum terhadap kasus tersebut yang

dibacakan di hadapan persidangan majelis hakim Pengadilan Negeri

Surabaya adalah Dakwaan Tunggal, dikatakan demikian karena dalam

surat dakwaan tersebut penuntut umum hanya memberikan 1 (satu)

dakawaan saja. Adapun isi dakwaan tersebut, yaitu :

Bahwa terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO meminta imbalan

sebesar 5% dari besarnya pencairan kredit tersebut, tetapi ditawar oleh

saksi Bambang Santoso sebesar 2,5% tetapi terdakwa tidak mau dan

mengatakan bahwa Tahap 1 tanggal 28 Maret 2012 sebesar Rp. 450 juta

dan apabila pengajuan kredit PT. Arjuna Raya itu cair bukan karena

Bambang Santoso tetapi karena pihak BTN melihat terdakwa AGUNG

BUDI PRASETYO dan komisi sebesar itu bukan untuk terdakwa saja tapi

juga akan dibagi untuk Iman Cahyono dan Achmad Zuchrudin;

Bahwa kredit modal kerja atas nama PT. Arjuna Raya, akhirnya

dicairkan secara bertahap dengan rincian sebagai berikut :

Tahap 1 tanggal 28 Maret 2012 sebesar Rp. 450 juta

Page 80: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

66

Tahap 2 tanggal 30 Maret 2012 sebesar Rp. 1 Milyar

Tahap 3 tanggal 9 April 2012 sebesar Rp. 1,178 Milyar

Tahap 4 tanggal 19 Juli 2012 sebesar Rp.1,572 Milyar

Jumlah seluruh sebesar Rp. 4.200.000.000,- (empat milyar dua

ratus juta rupiah)

Setelah pengajuan kredit Bambang Santoso dari BTN KC Kediri

cair dan diterima oleh Bambang Santoso, terdakwa Agung Budi

Prasetyo sering menelpon dan pernah mendatangi rumah saksi

Bambang Santoso untuk memberikan sejumlah uang sesuai yang

diminta pada saat awal pengajuan kredit. Atas permintaan tersebut, saksi

Bambang Santoso kemudian memberikan sejumlah uang kepada

terdakwa Agung Budi Prasetyo melalui transfer dari rekening PT. Arjuna

Raya pada Bank Mandiri Merdeka Malang rekening Nomor:

1440012500093 dan sesuai permintaan terdakwa agar uang tersebut

ditransfer ke rekening istri terdakwa pada bank Mandiri Malang

Rekening Nomor 1440011107601, dengan rincian sebagai berikut :

• Tanggal 2 April 2012 sebesar Rp. 50.000.000,-

• Tanggal 19 April 2012 sebesar Rp. 25.000.000,-

• Tanggal 1 Mei 2012 sebesar Rp. 25.000.000,-

• Tanggal 3 Mei 2012 sebesar Rp. 15.000.000,-

• Tanggal 29 Mei 2012 sebesar Rp. 17.000.000,-

• Tanggal 3 Agustus 2012 sebesar Rp. 15.000.000,-

• Tanggal 27 September 2012 sebesar Rp. 1.600.000,-

• Tanggal 01 Oktober 2012 sebesar Rp. 20.000.000,-

Page 81: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

67

Total yang ditransfer sebesar Rp. 168.600.000,-

Bahwa selain pemberian yang dilakukan melalui transfer, saksi

Bambang Santoso pada tanggal 25 April 2012 telah mengambil secara

tunai dari rekening PT Arjuna Raya dan memberikan uang sebesar Rp.

50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) itu kepada terdakwa Agung Budi

Prasetyo di kantor terdakwa di Ijen, selanjutnya pada tanggal 4 Mei 2012

saksi Bambang Santoso juga memberikan secara tunai sebesar

Rp.30.000.000,-;

Terdakwa juga pernah menerima uang tunai sebesar Rp.

20.000.000,-(dua puluh juta rupiah) dari saksi Bambang Santoso, yang

kata terdakwa saat itu untuk uang saku saksi Iman Cahyono ke Sumatra,

namun ketika saksi Bambang Santoso menanyakan kepada Iman

Cahyono ke Sumatera, perihal uang tersebut, saksi Iman Cahyono hanya

membenarkan kalau menerima sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).

Dokumen yang dilakukan oleh saksi Bambang Santoso yang

menjadi lampiran dalam pengajuan kredit modal kerja ke BTN KCP Blitar

berisi dokumen dan data yang tidak benar dan hal ini diketahui oleh

terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO.

Ternyata perbuatan Bambang Santoso menyebabkan adanya

pemberian dan penggunaan fasilitas kredit yang digunakan untuk

kepentingan diri sendiri atau orang lain secara tidak sah mengakibatkan

adanya kerugian keuangan Negara atau perekonomian Negara Cq. Bank

Tabungan Negara Kantor Cabang Kediri sebesar Rp.3.500.000.000,- atau

setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut dan atas perbuatan saksi

Page 82: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

68

Bambang Santoso dan saksi Iman Cahyono oleh Pengadilan Tipikor

Surabaya telah dijatuhkan hukuman terbukti melakukan Tindak Pidana

Korupsi.

Perbuatan terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO yang telah

menerima harta kekayaan dari saksi Bambang Santoso sejumlah lebih

kurang Rp. 218.600.000,- (dua ratus delapan belas juta enam ratus ribu

rupiah) atau setidak tidaknya sekitar jumlah tersebut baik yang dikirim dari

rekening PT Arjuna Raya pada Bank Mandiri Merdeka Malang Nomor

rekening 1440012500093 ke rekening istri terdakwa pada bank Mandiri

Cabang Ahmad Yani Malang dengan Rekening Nomor. 144001110760

atas nama SUPARTINI, diketahui atau patut diduga oleh terdakwa bahwa

harta kekayaan tersebut merupakan hasil pencairan kredit modal kerja

yang diterima oleh PT. Arjuna Raya / Bambang Santoso dari BTN Cabang

Kediri yang dilakukan secara melawan hukum, yang tidak seharusnya

diterima oleh saksi Bambang Santoso.

Perbuatan terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO sebagaimana

diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang.

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Tuntutan pidana dari Penuntut Umum sebagaimana dalam surat

dakwaannya yang pada pokoknya menuntut sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO, tersebut diatas

“Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, atau

Page 83: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

69

menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga

merupakan hasil Tindak Pidana Korupsi” sebagaimana dakwaan

Penuntut Umum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 8

Tahun 2010;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO

dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan;

3. Menghukum Terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO untuk

membayar denda sebesar Rp.50.000.000,00 ; dan jika denda

tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan

selama 1 (satu) bulan ;

4. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah

dijalani Terdakwa dikurungkan seluruhnya dari pidana yang

dijatuhkan ;

5. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan ;

6. Menyatakan barang bukti berupa :

(1) Uang tunai Rp. 93.600.000,- (sembilan puluh tiga juta enam

ratus ribu rupiah), Dirampas untuk Negara

(2) 1 (satu ) lembar bukti penerimaan uang tanggal 31 Mei 2013

ke PT Arjuna Raya via BTN No. Rek. 003881300000277

sebesar Rp. 30.000.000,-

(3) Bukti transfer via ATM Bank CIMB Niaga tanggal 31 Mei 2013

dari Agung Budi P ke Yenny Grace sebesar Rp. 10.000.000,-

(4) 1 (satu ) lembar bukti transfer dari Supartini ke Yenny Grace

via BCA tanggal 3 Juni 2013 sebesar Rp. 15.000.000,-

Page 84: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

70

(5) 1 (satu) lembar bukti pengiriman uang tanggal 28 Juni 2013 ke

PT Arjuna raya via BTN NO Rek 003881300000277, sebesar

Rp.15.000.000,-

(6) Bukti transfer via mandiri dari Supartini ke Yeni Grace sebesar

Rp. 5.000.000,-

(7) Print out rekening Koran PT. Arjuna Raya nomor

4410012500093 ;

(8) Print out Rekening koran an Bambang Santoso No

1141440012500101

5. Amar Putusan

Adapun yang menjadi amar putusan nomor: 64/Pid.Sus-

TPK/2015/PN.Sby

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka

haruslah dibebani pula untuk membayar biaya perkara; Memperhatikan,

Pasal 5 ayat (1) UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak pidana Pencucian Uang dan Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan

perundang-undangan lain yang bersangkutan ;

M E N G A D I L I :

1. Menyatakan terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO, tersebut

diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

Tindak Pidana

“Menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, atau

menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga

merupakan hasil Tindak Pidana Korupsi” sebagaimana dakwaan

Page 85: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

71

Penuntut Umum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor

8 Tahun 2010;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa AGUNG BUDI

PRASETYO dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan ;

3. Menghukum Terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO untuk

membayar denda sebesar Rp.50.000.000,00 ; dan jika denda

tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan

selama 1 (satu) bulan ;

4. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah

dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang

dijatuhkan ;

5. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan ;

6. Menyatakan barang bukti berupa :

(1) Uang tunai Rp. 93.600.000,- (sembilan puluh tiga juta enam

ratus ribu rupiah),

Dirampas untuk Negara

(2) 1 (satu ) lembar bukti penerimaan uang tanggal 31 Mei 2013

ke PT Arjuna Raya via BTN No. Rek. 003881300000277

sebesar Rp. 30.000.000,-

(3) Bukti transfer via ATM Bank CIMB Niaga tanggal 31 Mei

2013 dari Agung Budi P ke Yenny Grace sebesar Rp.

10.000.000,-

(4) 1 (satu ) lembar bukti transfer dari Supartini ke Yenny Grace

via BCA tanggal 3 Juni 2013 sebesar Rp. 15.000.000,-

Page 86: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

72

(5) 1 (satu) lembar bukti pengiriman uang tanggal 28 Juni 2013

ke PT Arjuna raya via BTN NO Rek 003881300000277,

sebesar Rp. 15.000.000,-

(6) Bukti transfer via mandiri dari Supartini ke Yeni Grace

sebesar Rp. 5.000.000,-

(7) Print out rekening koran PT Arjuna Raya nomor

4410012500093

(8) Print out Rekening koran an Bambang Santoso No.

1141440012500101

Tetap Terlampir dalam Berkas Perkara

(9) Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya

perkara sebesar Rp. 5.000,- (Lima ribu rupiah)

Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis

Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri

Surabaya pada hari : S E N I N, tanggal 27 JULI 2015, oleh SRI

HERAWATI, S.H.M.H, selaku Hakim

Ketua, DR. GAZALBA SALEH, S.H.M.H. dan SANGADI, S.H.

masingmasing sebagai Hakim Anggota, yang diucapkan dalam sidang

terbuka untuk umum pada hari : J U M ’ A T, tanggal 31 JULI 2015. oleh

Hakim Ketua dengan didampingi para Hakim Anggota tersebut, dibantu

oleh PRIHATINI IKA TJAHJANINGSASI, S.H.MH., Panitera Pengganti

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya,

serta dihadiri oleh SIANE MATULESSY, S.H., Penuntut Umum pada

Kejaksaan Negeri Malang dan Terdakwa didampingi Penasihat Hukumnya

Page 87: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

73

6. Analisis Penulis

Dalam perkara ini, terdakwa didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum

dalam bentuk dakwaan Tunggal yaitu didakwa dengan Pasal 5 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Berdasarkan pasal-pasal yang dipersangkakan oleh para penyidik

yang telah dituangkan dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan

diterapkan dalam putusan nomor: 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby ini telah

sesuai dengan ketentuan-ketentuan pidana dalam Undang-Undang

Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang, yakni Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2010 dan karena dakwaan tunggal dari Jaksa Penuntut

Umum telah terbukti dihadapan persidangan. Adapun unsur-unsur tindak

pidana dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

sesuai yang didakwakan penuntut umum adalah:

1. Setiap orang

2. Yang menerima atau menguasai penempatan,pentransferan,

pembayaran, hibah, sumbangan, penipuan, penukaran, atau

menggunakan harta kekayaan

3. Yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak

pidana sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1)

Bahwa pengertian “setiap orang” dalam unsur ini dapat dijumpai

dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, yang

Page 88: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

74

menyatakan bahwa : setiap orang adalah orang perseorangan atau

korporasi; Pengertian “setiap orang” ini dalam bahasa KUHP disebut

“barang siapa”. Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusannya

tanggal 18 Desember 1984 Nomor : 892 K/PID/1983, memberi pengertian

bahwa ”barang siapa” didalam tindak pidana korupsi bukan hanya orang

sebagai pegawai negeri, melainkan harus diartikan secara luas pula

tercakup swasta, pengusaha dan badan hukum. Putusan Mahkamah

Agung R.I. ini diikuti oleh Putusan Mahkamah Agung R.I. tanggal 28

Februari 2007 Nomor 103 K/Pid/2007.

Jadi menurut penulis rumusan “setiap orang” dalam pasal 1 angka

9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tersebut telah terpenuhi. Unsur

yang menerima menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,

hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta

kekayaan tersebut ini bersifat alternatif dari perbuatan maka unsur ini

adalah unsur yang berdiri sendiri, dengan terpenuhi salah satunya, maka

unsur ini telah terpenuhi.

C. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Pencucian Uang dalam Perkara Putusan No. 64/Pid.Sus-

TPK/2015/PN.Sby

1. Pertimbangan Hakim

Pertimbangan Hakim pada pokoknya dengan kesimpulan sebagai

berikut:

a. Menimbang, bahwa dengan demikian, rumusan “setiap orang”

dalam pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

Page 89: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

75

tersebut, menurut Majelis ialah siapa saja, artinya setiap orang

yang karena kedudukan dan perbuatannya disangka atau

didakwa melakukan suatu tindak pidana pencucian uang, baik

ia pegawai negeri/ penyelenggara negara mau pun bukan

pegawai negeri/ penyelenggara Negara.

b. Menimbang, bahwa di depan persidangan perkara ini Terdakwa

membenarkan nama dan identitasnya sebagaimana tercantum

dalam Surat Dakwaan a quo. Terdakwa mampu memberi

keterangan di depan persidangan dan mampu menjawab

pertanyaan- pertanyaan yang diajukan kepadanya terkait

dengan Surat Dakwaan perkara a quo, bahkan Terdakwa

mampu membantah keterangan yang dianggapnya tidak benar.

c. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas Terdakwa

adalah orang perseorangan yang karena perbuatannya didakwa

melakukan tindak pidana dalam perkara ini, maka Majelis

berkeyakinan unsur “setiap orang” dalam perkara ini telah

terpenuhi.

Unsur yang menerima menguasai penempatan, pentransferan,

pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau

menggunakan harta kekayaan

a. Menimbang, bahwa unsur ini bersifat alternatif dari perbuatan

“yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,

pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau

menggunakan harta kekayaan”, masing-masing perbuatan yang

Page 90: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

76

disebutkan dalam unsur ini merupakan alternatif yang berdiri

sendiri.

Dengan terpenuhinya salah satu saja dari kategori perbuatan dalam

unsur ini, maka unsur ini telah terpenuhi;

a. Menimbang, bahwa mengenai pengertian “harta kekayaan”

dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian ada dirumuskan, bahwa ‘harta kekayaan’ adalah

“semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang

berwujud maupun tidak berwujud, yang diperoleh baik secara

langsung maupun tidak langsung”, adapun frasa selebihnya,

yaitu : ‘menempatkan’, ‘mentransfer’, ‘, ‘membayarkan’,

‘menghibahkan’, menyumbang, ’menitipkan’, ‘, ‘menukarkan

atau ‘menggunakan harta kekayaan tidak ada penjelasannya

secara spesifik;

b. Menimbang, bahwa menurut KamusBahasa Indonesia yang

dimaksud dengan

Menerima adalah menyambut, mengambil (mendapat)

menadah (menampung dsb) sesuatu yang diberikan,

dikirimkan ;

Menguasai adalah berkuasa atas sesuatu, memegang

kekuasaan, memegang atau memiliki hak atas sesuatu,

dapat mengatasi keadaan, menduduki tempat, memahami

dan mampu sekali dalam bidang ilmu pengetahuan.

Page 91: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

77

Penempatan adalah Perbuatan (hal tersebut)

menempatiiatau menempatkan ialah menaruh, meletakan,

memasang. Memberi tempat, menentukan tempat

Pentransferan adalah pemindahan atau memindahkan dari

suatu tempat menyerahkan (hak, milik, uang dsb)

kepada orang lain. Adalah perbuatan pemindahan uang

dari Penyedia Jasa Keuangan satu ke Penyedia Jasa

Keuangan lain baik di dalam maupun di luar negeri atau dari

satu rekening ke rekening lainnya di kantor bank yang sama

adalah Penyedia Jasa Keuangan lain baik di dalam maupun

di luar negeri atau dari satu rekening ke rekening lainnya di

kantor bank yang sama

Membayarkan adalah menyerahkan sejumlah uang dari

seseorang kepada pihak lain guna mendapatkan suatu

barang atau jasa

Menghibahkan adalah perbuatan hukum untuk mengalihkan

kebendaan secara hibah sebagaimana yang telah dikenal

dalam pengertian hukum secara umum;Sumbangan adalah

pemberian sebagai bantuan, sokongan

Menitipkan adalah menyerahkan pengelolaan atau

penguasaan atas sesuatu benda dengan janji untuk diminta

kembali atau sebagaimana diatur dalam KUH Perdata

Page 92: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

78

Penukaran adalah perbuatan (hal dsb) menukar

(menukari, menukarkan) penggantian, penyilihan,

pemindahan dsb.

2. Analisis Penulis

Dalam perkara ini Hakim menjatuhkan Pidana penjara kepada

Terdakwa selama selama 8 (delapan) bulan. Hal yang menjadi

pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara sesuai dengan tuntutan

Penuntut Umum karena melihat semua fakta-fakta persidangan terbukti

secara sah Terdakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor

8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan

aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana.

Putusan hakim berguna bagi terdakwa untuk mendapatkan kepastian

hukum tentang statusnya. Dalam menjatuhkan putusan keputusan hakim

harus mencerminkan keadilan, akan tetapi persoalan keadilan tidak akan

berhenti dengan pertimbangan hukum semata-mata, melainkan persoalan

keadilan itu berarti menurut hukum sering diartikan dengan sebuah

kemenangan atau kekalahan oleh pencari keadilan dan hakim harus

memiliki pengetahuan hukum yang luas, jujur, moralitas yang tinggi, dan

mempunyai ketetapan hati yang tidak mudah dipengaruhi. Hal itu

bertujuan agar tidak salah dalam menjatuhkan sanksi pidana kepada

terdakwa.

Page 93: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

79

Penulis juga berpendapat tentang pertimbangan hukum hakim

dalam menjatuhkan sanksi yang diberikan pada perkara No. 64/Pid.Sus-

TPK/2015/PN.Sby sudah tepat jika dilihat dari hal-hal yang memberatkan

dan meringankan dari Terdakwa, yang mana perbuatan terdakwa

merugikan Negara dan meresahkan masyarakat. Yang kemudian

dihubungkan dengan dakwaan Penuntut Umum, maka hakim memperoleh

fakta-fakta yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar hukum Majelis

Hakim menjatuhkan putusan. Dengan pemberian hukuman penjara oleh

hakim yang telah tepat, maka diharapkan dan dimungkinkan Terdakwa

tidak dapat mengulangi perbuatannya.

Page 94: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tindak Pidana Pencucian uang (Money Laundry) sebagai suatu

kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan

merupakan kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Hal ini

ditandai dengan bentuk pencucian uang sebagai kejahatan yang

bersifat follow up crime atau kejahatan lanjutan, sedangkan

kejahatan atau kejahatan asalnya disebut sebagai predicate

offence atau core crime. Pengertian tindak pidana pencucian uang

dapat dilihat ketentuan dalam pasal (3), (4) dan (5) UU No.8 Tahun

2010. Yang intinya adalah bahwa tindak pidana pencucian uang

merupakan suatu bentuk kejahatan yang dilakukan baik oleh

seseorang dan/atau korporasi dengan sengaja menempatkan,

mentransfer mengalihkan, membelanjakan, membayarkan

mengibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah

bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau

perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut

diduganya merupakan hasil tidak pidana dengan tujuan

menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan itu,

termasuk juga yang menerima dan menguasainya. Dan proses

pencucian uang ada tiga tahap, yakni Tahap Placement atau

menempatkan, yang kedua adalah Tahap Layering atau

Page 95: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

81

memisahkan, dan yang terakhir adalah Tahap Integration atau

penggunaan harta kekayaan yang telah tampak sah. Dan unsur-

unsur tidak pidana pencucian uang yaitu pelaku, perbuatan

(transaksi keuangan atau financial) dengan maksud untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dari

bentuknya yang tidak sah (ilegal) seolah-olah menjadi harta

kekayaan yang sah (legal). Dan merupakan hasil tindak pidana.

Menyebutkan tindak pidana pencucian uang salah satunya harus

memenuhi unsur adanya perbuatan melawan hukum sebagaimana

dimaksud dalam pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010, dimana perbuatan

melawan hukum tersebut terjadi karena pelaku melakukan tindakan

pengelolaan atas harta kekayaan yang merupakan hasil tindak

pidana. Pengertian hasil tindak pidana diuraikan pada Pasal 2 UU

UU No. 8 Tahun 2010. Pada pasal ini Harta kekayaan yang

dikualifikasikan sebagai harta kekayaan hasil tindak pidana adalah

harta yang berasal dari kejahatan seperti: korupsi, penyuapan,

narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja,

penyelundupan migrant, bidang perbankan, bidang pasar modal,

bidang asuransi, kepabeanan, cukai, perdagangan orang,

perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian,

penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi,

bidang perpajakan, bidang lingkungan hidup, bidang kehutanan,

bidang kelautan dan perikanan serta tindak pidana lain yang

diancam hukuman 4 tahun penjara.

Page 96: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

82

2. Pencucian Uang merupakan masalah yang sulit untuk dibuktikan,

pencucian uang sering dilakukan dengan memanfaatkan jasa atau

fasilitas yang diberikan perbankan. Di Indonesia sendiri

sebelumnya tidak ada ketentuan baku tentang data-data nasabah

sehingga uang yang dimasukkan ke dalam bank sangat mungkin

merupakan hasil dari tindak kejahatan dan kegiatan pencucian

uang. Perbuatan pencucian uang, disamping sangat merugikan

masyarakat, juga sangat merugikan negara, karena dapat

mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional atau

keuangan negara dengan meningkatnya berbagai kejahatan.

Instrumen yang merupakan lembaga untuk mencegah dan

memberantas tindak pidana pencucian uang adalah dengan

dibentuknya lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK) oleh pemerintah, sebagai amanat

diberlakukannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam studi kasus nomor. 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sbyhal yang

menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara telah

sesuai dengan tuntutan Penuntut Umum karena melihat semua

fakta-fakta persidangan terbukti secara sah Terdakwa melanggar

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting

dan diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Putusan

Page 97: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

83

hakim berguna bagi terdakwa untuk mendapatkan kepastian

hukum tentang statusnya. Dalam menjatuhkan putusan keputusan

hakim harus mencerminkan keadilan, akan tetapi persoalan

keadilan tidak akan berhenti dengan pertimbangan hukum semata-

mata, melainkan persoalan keadilan itu berarti menurut hukum

sering diartikan dengan sebuah kemenangan atau kekalahan oleh

pencari keadilan dan hakim harus memiliki pengetahuan hukum

yang luas, jujur, moralitas yang tinggi, dan mempunyai ketetapan

hati yang tidak mudah dipengaruhi. Hal itu bertujuan agar tidak

salah dalam menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa.

B. Saran

1. Dalam melakukan penegakan hukum materil dibidang Tindak

Pidana Pencucian Uang dalam Transaksi Perbankan perlu adanya

peran berbagai pihak. Seperti teori Lawrance M. Friedman tentang

Three Element of Legal System bahwa perlu adanya peran

Substansi, Subyek, Kultur hukum agar dapat ditegakkannya suatu

hukum.

2. Seperti yang dikatakan Dr. Yenti Garnasih,S.H, M.H dalam

UUTPPU yang terbaru masih memiliki banyak celah sehingga

banyak pelaku TPPU dapat lolos dari jeratan hukum. Maka

diperlukan pembaharuan UUTPPU yang lebih konkrit.

3. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) wajib mengawasi PJK Bank dalam

melakukan usaha dan menghindari adanya TPPU yang marak

terjadi di pihak perbankan yang dapat merusak nilai tukar rupiah.

Page 98: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

84

Salahsatu upaya pihak BI dalam mencegah TPPU ialah dengan

mengeluarkan aturan KYC yang harus diterapkan kepada setiap

PJK Bank. Walaupun telah menerapkan aturan tersebut masih

banyak terjadi TPPU dibidang perbankan maka dari itu perlu

pengawasan yang lebih ketat dan sanksi yang memeberi efek jera

kepada para pelaku dan yang turut serta membantu pelaku TPPU.

Page 99: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

85

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Marlang, Irwansyah, dan Kaisaruddin, Pengantar Hukum Indonesia, Cet.2. Makassar: ASPublishing, 2011

Andi Sofyan, Nur Azisa, Hukum Pidana, Makassar: Pustaka Pena Press, 2016

Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuiditas, dan Kepailitan. Jakarta, 2007

Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008

Amin Widjaya Tunggal, Pencegahan Pencucian Uang, Jakarta: Harvarindo, 2014.

Amir Ilyas, Asas – Asas Hukum Pidana, Yogyakarta: Rangkang education & Pukab, 2012

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Ed. Pertama, Cet. 1, Jakarta: Kencana, 2015. Hlm.39-40

Husein Yunus, Upaya Pemberatasan Pencucian Uang

Ivan Yustiavandana (dkk), Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, Bogor: Ghalia Indonesia. 2010

Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana,.Jakarta:Sinar Grafika, 2005

R.Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia Edisi Revisi, Jakarta : Rajawali Pers, 2010

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta:PT.Garamedia Pustaka Utama,2003)

Raihan Dirham, Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dalam Transaksi Perbankan, Skripsi Fakultas Hukum UNHAS, Makassar, 2015

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Surabaya: kencana, 2011

Siahaan, Money Laundering dan kejahatan perbankan. Jakarta: Jala

Syamsul Bachri, Pengantar Hukum Indonesia: Cetakan kedua, Makassar: ASPublishing, 2011

Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, Jakarta:Sinar Grafika, 2010

Page 100: SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN

86

Website:

http://jimly.com/makalah/namafile/135/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf

http://ppatk.mkitech.co.id/pelaporan/read/12/faq.html

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Bank Indonesia