Upload
others
View
23
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STABILISASI OKSIDASI TERMAL PADA NANOKOMPOSIT POLIPROPILENA/MONTMORILONITE DENGAN
ANTIOKSIDAN KOMERSIAL DAN SINTESA ANTIOKSIDAN AMINA AROMATIS
SEBAGAI STABILISER YANG SUBSTANTIF PADA KARET
ALAM SIKLIS
DISERTASI
Oleh
AROFAH MEGASARI SIREGAR 098103004/KIM
PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2016
Universitas Sumatera Utara
STABILISASI OKSIDASI TERMAL PADA NANOKOMPOSIT POLIPROPILENA/MONTMORILONITE DENGAN
ANTIOKSIDAN KOMERSIAL DAN SINTESA ANTIOKSIDAN AMINA AROMATIS
SEBAGAI STABILISER YANG SUBSTANTIF PADA KARET
ALAM SIKLIS
DISERTASI
Oleh
AROFAH MEGASARI SIREGAR 098103004/KIM
PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2016
Universitas Sumatera Utara
Judul Disertasi : STABILISASI OKSIDASI TERMAL PADA NANOKOMPOSIT OLIPROPILENA/MONMORILONITE DENGAN ANTIOKSIDAN KOMERSIAL DAN SINTESA ANTIOKSIDAN AMINA AROMATIS SEBAGAI STABILISER YANG SUBSTANTIF PADA KARET ALAM SIRKLIS
Nama Mahasiswa : Arofah Megasari Siregar Nomor Pokok : 098103004 Program Studi : Ilmu Kimia
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Promotor (Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc.)
(Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D) Co-Promotor Co-Promotor
(Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D) (Dr. Kerista Sebayang, MS
)
Tanggal Lulus : 21 September 2016
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada
Tanggal : 21 September 2016 ____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI DISERTASI
PROMOTOR : Prof.Dr. Zul Alfian, MSc
Anggota 1. Prof.Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D
2. Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc
3. Prof.Dr. Harlem Marpaung
4. Eddyanto, Ph.D
5. Prof.Dr. Yunazar Manjang
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN ORISINILITAS
STABILISASI OKSIDASI TERMAL PADA NANOKOMPOSIT POLIPROPILENA/MONTMORILONITE DENGAN
ANTIOKSIDAN KOMERSIAL DAN SINTESA ANTIOKSIDAN AMINA AROMATIS
SEBAGAI STABILISER YANG SUBSTANTIF PADA KARET
ALAM SIKLIS
DISERTASI
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang setiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, 21 September 2016
Arofah Megasari Siregar NIM: 098103004
KATA PENGANTAR
Universitas Sumatera Utara
Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisann disertasi ini. Pada kesempatan ini ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya saya sampaikan kepada Komisi Pembimbing, yaitu Prof.Dr. Zul
Alfian,M.Sc. selaku promotor, dan Prof Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D serta
Dr.Hamonangan Nainggolan, M.Sc. sebagai Co-promotor atas segala bantuan,
arahan, dan bimbingan selama perencanaan penelitian, pelaksanaan penelitian sampai
penyelesaian disertasi ini. Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya juga penulis
sampaikan kepada yang terhormat :
Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Runtung Sitepu, SH, M.Hum yang telah
memberikan kesempatan pada saya untuk mengikuti program pendidikan Doktor
dalam bidang Ilmu Kimia pada Fakultas MIPA USU.
Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Sumatera Utara yang
telahmemberikan kesempatan dan izin belajar kepada saya untuk mengikuti program
penndidikan Doktor dalam bidang Ilmu Kimia pada Fakultas MIPA USU.
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Dr. Kerista Sebayang
atas bantuan dalam proses administrasi yang baik di Fakultas MIPA USU.
Ketua Program Studi S3 Ilmu Kimia FMIPA USU, Prof. Basuki Wirjosentono,
MS,Ph.D atas segala fasilitasi yang diberikan kepada penulis.
Semua pihak yang telah turut membantu dan berjasa dalam penyelesaian
penelitian dan penulisan disertasi ini sehingga dapat diselesaikan yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Akhirnya secara khusus ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas penulis
sampaikan kepada Keluarga Alm. Ahmad Mawardi Siregar, suami dan ananda
tercinta Bisma, S.Si. dan Nurul Ladhuni Sofi untuk semua kasih sayang, dukungan
dan bantuan baik materil, moril serta doa restu sehingga disertasi ini selesai.
Medan, 16 september 2016
Universitas Sumatera Utara
Penulis,
Arofah Megasari Siregar
Universitas Sumatera Utara
STABILISASI OKSIDASI TERMAL PADA NANOKOMPOSIT POLIPROPILENA /MONTMORILONITE DENGAN
ANTIOKSIDAN KOMERSIAL DAN SINTESA ANTIOKSIDAN AMINA AROMATIS
SEBAGAI STABILISER YANG SUBSTANTIF PADA KARET
ALAM SIKLIS
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian penggunaan antioksidan komersial untuk stabilisasi oksidasi termal pada polimer PP dan nanokomposit PP/MMT dan modifikasi antioksidan senyawa amina aromatis dengan metode Michael addition dan Friedel Craft’s menghasilkan antioksidan yang dapat diikatkan pada rantai karet alam siklis. Preparasi nanokomposit dilakukan dalam internal mixer pada temperatur 180o
C selama 10 menit dan kecepatan rotor 65 rpm. Pengukuran derajat derajat degradasi oksidasi diukur melalui besarn indeks karbonil menggunakan FTIR. Pengaruh konsentrasi antioksidan juga telah dilakukan dalam penelitian ini. Produk modifikasi antioksidan tersebut dianalisa dengan metode FTIR. Efektifitas antioksidan baru ini akan dibandingkan dengan antioksidan konvensional dengan uji FTIR. Diperoleh hasil bahwa antioksidan Piperidinol dan B225 yang merupakan campura Irganox 1010/ Irganox 1076 1:1 sangat efektif untuk menahan laju degradasi pada polipropilena dan nanokomposit PP/MMT. Sedangkan antioksidan irganox acid dan Irganox Alkohol kurang efektif.
Kata kunci : Stabilisasi , Antioksidan,, degradasi oksidasi, , FTIR, faktor stabilisasi.
Universitas Sumatera Utara
STABILISASI OKSIDASI TERMAL PADA NANOKOMPOSIT THERMAL OXIDATION STABILIZATION OF THE NANOCOMPOSITE
POLYPROPYLENE / MONTMORILONITE WITH ANTIOXIDANTS COMMERCIAL AND SYNTHESIS
OF AROMATIC AMINES AS STABILISER THE SUBSTANTIVE AT CYCLICAL
NATURAL RUBBER
ABSTRACT
Research has been done using the commercial antioxidants for the stabilization of thermal oxidation on the polymer nanocomposite PP and PP / MMT and modified aromatic amine antioxidant compound by the method of Michael addition and Friedel Craft's to produce antioxidants that can be tied to a chain of natural rubber cyclically. Nanocomposite preparation is done in an internal mixer at a temperatureof 180 C for 10 min and rotor speed of 65 rpm. Measurement of the degree of degradation degree of oxidation was measured by using FTIR besarn carbonyl index. Effect of antioxidant concentration has also been carried out in this research. Modification of antioxidant products were analyzed by FTIR method. This new antioxidant effectiveness in comparison with conventional antioxidants with FTIR test. The results obtained indicate that the antioxidant Piperidinol and B225 which is a mixture of Irganox 1010 / Irganox 1076 1: 1 is very effective to restrain the rate of degradation of the nanocomposite polypropylene and PP / MMT. While the antioxidant Irganox acid and Irganox Alcohol less effective
Keywords : Stabilization, Antioxidant, oksidation degradation, FTIR, stabilization
factor.
.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK
ABSTRACT
iii
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
vii
viii
BAB 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 4
1.3 Perumusan Masalah 4
1.4 Pembatasan Masalah 4
1.5 Tujuan Penelitian 4
1.6 Manfaat Penelitian 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Komposit dan Nano Komposit
2.1.1 Material Penyusun Komposit
2.1.2 Nanokomposit
2.1.3 Pembuatan Nano Komposit
2.1.4 Bahan Pengisi (Filler) Nanokomposit
6
7
7
8
9
2.2 Polipropilena
2.2.1 Sifat-sifat Kimia dan Fisika Polipropilena
2.2.2 Grafting Polipropilena
2.2.3 Penggunaan Polipropilena
11
14
15
17
2.3 Montmorilonit (MMT)
2.3.1 Struktur dan Sifat Kimia Montmorillonit
2.3.2 Modifikasi Montmorillonit
2.3.2.1 Modifikasi Monmorillonit dengan Pertukaran Ion
18
19
20
20
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.1 Modifikasi Montmorilonit Secara Organik
2.3.3 Pemanfaatan Montmorillonit
22
25
2.4 Karet Alam Siklis
2.4.1 Cara Pembuatan Karet Alam Siklis
2.4.2 Reaksi Siklisasi
2.4.3 Degradasi Polimer dan Pemutusan Rantai (Chain Selson)
25
28
30
34
2.5 Antioksidan 34
2.6 Mekanisme Reaksi Oksidasi Polimer 35
2.7 Fouruer Transform Infrared (FTIR) 37
BAB 3 METODE PENELITIAN 39
3.1 Waktu dan Tempat 39
3.2 Alat dan Bahan 39
3.2.1 Alat 39
3.2.2 Bahan 40
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Persiapan Polipropilena Montmorillonit Nanokomposit
3.3.2 Uji Degradasi Terhadap Nanokomposit Polipropilen Montmorillonit
3.3.3 Preparasi Film Lapisan Tipis dan PP/MMT untuk Analisis FTIR
3.3.4 Analisis Laju Alir Leleh (Melt Index, MFI)
3.3.5 Modifikasi Antioksidan Amina Aromatis
41
41
42
42
42
43
3.4 Prosedur Kerja 44 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Spektra Infrared Film Polipropilena 47 47
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
60
60
5.2 Saran 60 DAFTAR PUSTAKA 61
DAFTAR TABEL
Universitas Sumatera Utara
Nomor Judul Halaman Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
2.2 Harga Rata-rata Kapasitas Tukar Kation
3.1 Alat-alat yang digunakan
3.2 Bahan-bahan yang Digunakan
3.3 Komposisindan Kondisi Sampel PP/MMT/PP-c-MA/AO
4.1 Perbandingan Puncak Serapan Infrared
21
39
40
41
48
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
2.6 Struktur Polipropilena
2.10 Reaksi Kimia dari Grafting PP dan MA dengan Adanya Coagen TRIS 2.11 Mekanisme Kerja Fungsionalisasi dari Polar
2.1 Struktur Montmorilonit (Othmer, 1964)
2.2 Jenis-jenis Senyawa Alkil Ammonium (MorganA,B, 2007)
2.3 Skema Modifikasi Secara Organik dari Elay Menggunakan Kation Alkilamonium 2.4 Jenis-jenis Nanokomposit yang Terbentuk Akibat Interaksi Polimer dengan Lapisan Silikat (Olad, 2010)
11
16
16
19
23
23
24
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
2.5 Reaksi Degradasi Hofmann dari Alkil Amonium pada Permukaan Clay dan Kestabilan Termal dari Kation Imidazolium (morgan,A B 2017)
2.2 Struktur Kimia Karet Alam Siklis (CNR)
2.3 Struktur dan Fisik Karet Alam dan CNR
2.4 FITR
4.1 Spektra Infrared Film Polipropilena sebelum Diekspose dalam Panas oven
4.2 Spektra Infrared Film Polipropilena Teroksidasi setelah Diekspose dalam Panas Oven Selama 125 Jam
4.11 Mekanisme Penstabilan Senyawa Radikal oleh Hindered Fenol
24
28
23
37
47
47
55
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Polipropilene (PP) merupakan komoditi poliolefin komersial yang utama digunakan
sebagai bahan baku dalam berbagai industri dan teknologi dikarenakan keunggulan
sifat fisik kimia, lebih mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Akan tetapi,
polipropilena juga banyak memiliki keterbatasan sifat fisik kimia seperti rendahnya
ketahanan panas dan lebih mudah rapuh akibat degradasi di udara bebas. Sekarang ini
dunia industri dan para peneliti banyak yang mengembangkan material nanokomposit
polipropilena/montmorrilonite sebagai bahan baru yang diharapkan tahan terhadap
panas. Hal ini terjadi karena kelebihan material nano-clay yang mampu menyebar
pada matriks polipropilena secara merata dengan kehadiran berbagai zat penyerasi
seperti polipropilena-cangkok-anhidrat maleat.
Bahan bahan yang terbuat dari polipropilena ini sangat rentan dan mudah
terjadi kerusakan (degradasi), baik saat proses pengolahan maupun saat
penggunaannya, yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya, panas, oksigen,
kelembaban, ozon, dan sebagainya. Proses degradasi polipropilena menyebabkan
menurun kualitas sifat kimia, fisika, dan mekanik polipropilena dan berakibat
menjadi tidak tahan lama penggunaannya. Oleh karena itu, dari sudut kepentingan
industri dan teknologi serta ilmu pengetahuan studi degradasi stabilisasi terhadap
bahan polimer sangat penting dilakukan. Banyak peneliti telah melakukan dan
mengkaji penelitian tentang fotodegradasi disamping degradasi oksidasi termal.
Pencegahan proses degradasi oksidasi termal yang sering dilakukan adalah
dengan penambahan antioksidan (AO). Akan tetapi penggunaan antioksidan yang
memiliki berat molekul kecil juga tidak efektif karena dapat terjadi kerugian fisik
akibat penguapan, migrasi karena terbaa pelarut air dan lain-lain. Untuk mengatasi
hal ini maka dibuat dua metode, pertama, dengan cara meningkatkan berat molekul
antioksidan yang digunakan seperti yang sudah banyak digunakan di kalangan
Universitas Sumatera Utara
industri. Telah banyak antioksidan dengan berat molekul tinggi yang sudah
diproduksi secara komersial, seperti Irgnonox-1010 dan Irganox 1076, Wingstay, dan
BHT. Pendekatan kedua adalah dengan cara mencangkokkan (grafting) suatu
antioksidan reaktif , senyawa antioksidan acrylic, pada polimer induk. Senyawa
senyawa hindered fenol, sebagai contoh, telah dicangkokkan pada berbagai rani
polimer poliolefin dengan cara proses leleh menggunakan inisiator organik yang
sesuai.
Karet alam siklis (cyclic natural rubber, CNR) merupakan hasil modifikasi
karet alam yang menjadi salah satu produk unggulan industri hilir karet. Karet alam
siklis memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai bahan baku
perekat (adhesive) dan cat karena memiliki sifat fisik yang khas, yaitu ringan, kaku,
dan tahan terhadap abrasi (daya gesek) serta mempunyai daya rekat yang baik
terhadap logam, kayu, karet, kulit, tekstil dan kertas (Departemen perindustrian,
2009). Dalam industri, karet alam siklis banyak digunakan sebagai bahan resin dalam
pembuatan cat, tinta dan sebagai bahan perekat.
Akan tetapi karet alam siklis ini sangat rentan (vulnerable) terhadap reaksi
oksidasi degradasi oleh senyawa ozon, oksigen atau terhadap sinar utraviolet (uv).
Oleh karena itu penyimpanan CNR dalam waktu relatif lama akan menyebabkan
terjadinya perubahan sifat fisik dan kimia CNR atau degradasi yang ditunjukan oleh
perubahan warna menjadi kecoklatan, lebih keras dan mempengaruhi kelarutan karet
alam siklis ini dalam pelarut-pelarut organik. Reaksi oksidasi degradasi pada polimer
dapat terjadi dengan mudah yang banyak dipengaruhi oleh struktur kimia, pemanasan
dan penyinaran dan dengan mudah menyebabkan terjadinya pemutusan rantai atau
reaksi silang rantai (cros-linking) (Al-Malaika, 1983).
Metode untuk menghasilkan produk polimer yang stabil terhadap serangan
ozon dan oksigen sangat penting. Salah satu metode yang efektif adalah dengan
penggunaan antioksidan yang ditambahkan atau diikatkan pada produk polimer.
Meskipun banyak antioksidan yang tersedia untuk mencegah atau memperlambat
reaksi oksidasi degradasi seperti senyawa-senyawa amina dan fenol, akan tetapi tidak
Universitas Sumatera Utara
efektif dalam penggunaannya karena permasalahan mudah menguap dan mudah
terbawa oleh pelarut (leaching).
Salah satu metode untuk mempertahankan keberadaan dan fungsi antioksidan
pada suatu polimer adalah dengan cara mengikat molekul antioksidan dengan cara
mereaksikan senyawa antioksidan pada rantai polimer. Keberuntungan dengan
terbentuknya polimer-antioksidan (Polimer-grafted-AO) diharapkan akan mampu
memproteksi serangan ozon atau oksigen lebih efektif dan efisien.
Penggunaan Monomer antioksidan yang dapat diikatkan atau dapat
dipolimerisasikan pada rantai polimer telah dilakukan oleh banyak peneliti
diantaranya oleh Al- Cappoci
Dalam penelitian ini dipelajari bagaimana perubahan sifat fisik kimia akibat
perlakuan pemanasan dengan atau tanpa penggunaan berbagai jenis antioksidan
komersial pada material nanokomposit PP/MMT dan karet alam siklis serta
bagaimana proses meningkatkan berat molekul antioksidan. Oleh karena itu peneliti
akan melakukan penelitian dengan judul “Stabilisasi Nanokomposit
Polipropilena/MMT Dengan Antioksidan Komersial Dan Sintesa Antioksidan
Amina Aromatis Sebagai Stabiliser Panas Yang Substantif Pada Karet Alam”
(2005). Salah satu metode yang efektif adalah dengan
mencangkokan suatu senyawa antioksidan pada polimer dengan cara menempelkan
suatu monomer aktif antioksidan pada rantai polimer (grafting). Beberapa antioksidan
yang sering digunakan adalah senyawa hindered phenol dan hindered amin (HALS).
Avira dan Joseph (1994) berhasil mencangkokkan senyawa antioksidan
diphenylamine pada karet alam dan dapat memperlambat serangaan ozon dan oksigen
pada produk karet alam tersebut. Ghonamy et al (2010) telah menunjukkan metode
untuk mengikat antioksidan hindered phenol yang memiliki gugus metil dapat
langsung berikatan dengan rantai karet alam pada posisi ortho dan para dengan
kehadiran radikal bebas peroksida. Antioksidan seperti styrenated phenol dan
diphenylamine dan lain lain dapat berikatan pada rantai karet alam hidoksil dengan
cara modifikasi reaksi Fridel Craft’s juga terbukti efekti untuk menjaga degradasi
polimer.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana ketahanan matriks polipropilena terhadap degradasi oksidasi termal
dan pengaruh filler montmorrilonite (MMT) pada nanokomposit PP/MMT.
2. Apakah perbedaan gugus aktif antioksidan mempengaruhi laju degradasi oksidasi
polipropilene dalam PP/MMT
3. Bagaimana pengaruh gugus aktif dan konsentrasi antioksidan dapat menghambat
laju degradasi oksidasi suatu polimer.
4. Apakah efektifitas penggunaan antioksidan dapat ditingkatkan dengan cara
memperbesar berat molekul antioksidan dan dengan proses pencangkokan
antiokidan pada rantai polimer.
1.3. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh jenis antioksidan terhadap proses penghambatan laju degradasi
oksidasi termal pada nanokomposit PP/MMT.
2. Bagaimana sintesa antioksidan baru yang mudah tercangkok pada rantai karet
alam siklis.
1.4. Pembatasan Masalah
1. Dalam penelitian ini bahan baku yang digunakan merupakan bahan komersial PP
dan CNR.
2. Bahan bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini langsung digunakan tanpa
melalui proses pemurnian.
1.5. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jenis gugus aktif antioksidan dalam
menghambat laju degradasi oksidasi termal pada nanokomposit PP/MMT.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mensintesis antioksidan dengan berat molekul tinggi dan mengetahui
efektifitas terhadap laju degradasi pada karet alam siklis.
3. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme dan kinetika laju reaksi aging dan
degradasi pada nanokomposit PP/MMT dan karet alam siklis
1.6. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi efektifitas
penggunaan antioksidan pada polimer PP dan CNR serta nanokomposit PP/MMT
cara menemukan metode yang tepat untuk memperlambat terjadinya aging dan
degradasi produk karet alam siklis dengan penambahan antioksidan dan stabiliser ke
dalam produk karet alam siklis.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komposit dan Nanokomposit
Komposit adalah material yang disusun dari campuran dua atau lebih penyusun makro
yang berbeda dalam bentuk dan/atau komposisi dan tidak larut satu dengan yang lain
disebut material komposit. Komposit akan memiliki kekuatan yang dapat diatur
(tailorability), tahanan lelah (fatigue resistance) yang baik, tahan korosi, dan memiliki
kekuatan jenis (rasio kekuatan terhadap berat jenis) yang tinggi. Komposit dibuat
untuk menggabungkan sifat yang diperlukan yang tidak dapat ditemukan dalam bahan
tunggal, yang sangat menarik adalah menggabungkan polimer organik dan anorganik
dengan sifat masing-masing yang sangat berbeda sebagai komponen murni. Secara
umum polimer organik mempunyai sifat yang fleksibel, tangguh, dan mudah untuk
diproses, tetapi polimer organik ini relatif mudah rusak, baik secara kimia atau
mekanis. Sebaliknya, bahan anorganik biasanya jauh lebih sulit, memiliki sifat barrier
yang lebih baik, dan memiliki stabilitas kimia yang baik, tetapi rapuh dan sulit untuk
diproses. Komposit organik-anorganik dapat menghasilkan suatu kombinasi dari sifat-
sifat ini, sehingga bias keras, tangguh, kestabilan kimia, dan merupakan material yang
tahan lama serta mudah untuk diproses. Namun, penggabungan bahan organik dan
anorganik ini juga dapat memberikan komposit yang lembut, rapuh, tidak stabil, dan
benar-benar tidak berguna.
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi sifat suatu komposit adalah fraksi
volume, ukuran, bentuk dan penyebaran dari komponen. Dalam komposit, satu
komponen komposit dapat tertutup oleh komponen yang lain yang membentuk fase
kontinyu, tetapi juga mungkin bahwa komponen membentuk fase kontinyu. Interaksi
antara komponen yang berbeda mungkin menyebabkan perubahan dalam struktur
kimia atau fisik dari komponen, terutama dalam tingkat beberapa nanometer pertama
dari antarmuka. Efek ini menjadi sangat penting ketika daerah antarmuka antara
berbagai komponen besar. Daerah antarmuka meningkat dengan menurunnya ukuran
komponen komposit, dan akibatnya sifat dapat berubah dengan mengubah ukuran
Universitas Sumatera Utara
komponen dalam komposit. Untuk nanokomposit, dengan ukuran komponen dari
sekitar 10 nm, 1 cm3
komposit dapat berisi beberapa ratus meter persegi permukaan
antarmuka, ini menyebabkan perubahan struktur terhadap efek antarmuka yang sangat
besar dari material. Penambahan komponen ketiga yang berkonsentrasi pada
perubahan interaksi antarmuka dapat memiliki efek yang kuat terhadap sifat komposit.
Komponen ketiga bisa berupa surfaktan yang terdapat pada antarmuka yang diadsorpsi
secara fisika, atau mungkin filler yang merupakan spesies reaktif yang dicangkokkan
pada permukaan atau bahkan mungkin bereaksi dengan kedua fase membentuk ikatan
kimia antara dua fase. Modifikasi antarmuka sering digunakan untuk meningkatkan
sifat mekanik dari komposit.
2.1.1 Material Penyusun Komposit
Matrik dan fiber adalah bahan pembentuk material komposit dimana fiber sangat
berperan dalam memberikan kekuatan dan kekakuan komposit. Namun aspek lain
yang menjadi sumber kekuatan komposit di dapat dari matrik yang memberikan
ketahanan terhadap temperatur tinggi, ketahanan terhadap tegangan geser dan mampu
mendistribusikan beban. Pada material komposit matrik memberikan pengaruh yang
lebih besar dalam pengikatan material penyusun selain bertugas untuk
mendistribusikan beban dan memberikan perlindungan dari pengaruh lingkungan.
Pada material Komposit Matrik Polimer (KMP), fungsi utama fiber penguat adalah
menaikkan kekuatan dan kekakuan komposit sehingga didapatkan material yang kuat
dan ringan.
2.1.2 Nanokomposit
Istilah nanoteknologi digunakan untuk mendeskripsikan kreasi dan ekploitasi suatu
material yang memiliki ukuran struktur diantara atom dan material ukuran besar yang
didimensikan dengan ukuran nanometer (1 nm = 10-9m). Sifat dari material dengan
dimensi nano sangat berbeda secara signifikan dari atomnya juga dari partikel
besarnnya. Pentingnya nanoteknologi pertama kali dikemukakan oleh Feynman pada
tahun 1959 (Muller, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Pada beberapa tahun terakhir, perkembangan dari ilmu dan teknologi nano
sangat cepat, terutama karena ketersediaan strategi baru untuk mensintesis
nanomaterial dan alat-alat baru untuk karakterisasi dan manipulasi. Beberapa metode
sintesis nanopartikel (kabel nano dan tabung nano) dan perakitanya telah ditemukan.
Kabel nano dan tabung nano dengan variasi materi anorganik telah ditemukan,
disamping atom karbonnya. nanostruktur juga cocok untuk simulasi dan pemodelan
komputer, ukuranya menjadi cukup kecil untuk mendukung kekuatan yang tinggi
(Rao,et.al, 2004).
Nanokomposit merupakan material padat multi fase, dimana setiap fase memiliki
satu, dua, atau tiga dimensi yang kurang dari 100 nanometer (nm), atau struktur padat
dengan dimensi berskala nanometer yang berulang pada jarak antar bentuk penyusun
struktur yang berbeda. Material-material dengan jenis seperti itu terdiri atas padatan
anorganik yang tersusun atas komponen organik.
Ikatan antar partikel yang terjadi pada material nanokomposit memainkan peran
penting dalam peningkatan dan pembatasan sifat material. Partikel-partikel yang
berukukuran nano itu mempunyai luas permukaan interaksi yang tinggi. Makin banyak
partikel yang berinteraksi, kian kuat pula material. Inilah yang membuat ikatan
antarpartikel makin kuat, sehingga sifat mekanik materialnya bertambah. Namun
penambahan partikel-partikel nano tidak selamanya akan meningkatkan sifat
mekaniknya. Ada batas tertentu yang mana saat dilakukan penambahan, kekuatan
material justru makin berkurang. Namun pada umumnya, material nanokomposit
menunjukkan perbedaan sifat mekanik, listrik, optik, elektrokimia, katalis, dan
struktur dibandingkan dengan material penyusunnya (Hadiyawarman,dkk, 2008)
2.1.3 Pembuatan Nanokomposit
Pembuatan material nanokomposit dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan-
pendekatan yang mudah dan kompleks. Salah satunya adalah menggunakan
pendekatan simple mixing. Dalam metode ini, peningkatan kekuatan mekanik material
terjadi akibat penambahan nanopartikel SiO2 pada epoxy resin. Permukaan
nanopartikel yang sangat luas berinteraksi dengan rantai polimer, sehingga mereduksi
Universitas Sumatera Utara
mobilitas rantai polimer. Interaksi ini meningkatkan kekuatan mekanik komposisit
tersebut jauh di atas kekuatan polimer itu sendiri. Hasil yang diperoleh adalah material
yang ringan dengan kekuatan tinggi.
2.1.4 Bahan Pengisi (Filler) Nanokomposit.
Bahan pengisi adalah suatu aditif padat yang ditambahkan ke dalam matrik polimer
untuk meningkatkan sifat-sifat bahan , pengisi fungsional menghasilkan peningkatan
spesifik dalam sifat mekanik dan sifat fisis. Perlakuan dari bahan pengisi memungkin
menjadi pendukung beberapa mekanisme beberapa pengisi membentuk ikatan kimia
dengan materik sebagai penguat. Beberapa penelitian telah menunjukan bahan pengisi
mempunyai peranan penting dalam memodifikasi sifat-sifat dari berbagai bahan
polimer sebagai contoh, dengan cara menambahkan pengisi akan meningkatkan sifat
mekanik, elektrik, termal, optik dan sifat-sifat pemrosesan dari polimer, sementara
dapat juga mengurangi biaya produksi . Peningkatan sifat–sifat tergantung pada
banyak faktor-faktor termasuk aspek rasio dari bahan pengisi, derajat disprsi dan
orientasi dalam matriks, dan adhesi pada interface matriks - bahan pengisi. Partikel-
partikel inorganik untuk bahan pengisi polimer telah digunakan secara luas oleh
karena pada umumnya lebih murah dalam pembiayaan. Bahan pengisi yang sering
digunakan adalah , fiber glas, mika, talk, SiO2 dan CaCO3 biasanya membentuk
mikro komposit dengan peningkatan sifat-sifat ,(Makadia, 2000; Ray dan Okamoto
2003).
Berbagai jenis pengisi digunakan dalam polimer alam dan polimer sintetik
adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat fisik bahan. Penambahan
pengisi bertujuan mengurangkan biaya, mewarnai, menguatkan atau mengukuhkan
bahan polimer. Secara umumnya, keupayaan penguatan sesuatu pengisi dipengaruhi
oleh tiga ciri yang utama yaitu ukuran partikel dan luas permukaan, bentuk dan
struktur permukaan serta aktivitas dan sifat-sifat kimia permukaan. Pengisi penguat
pada umumnya mempunyai ukuran partikel yang kecil, permukaan yang aktif secara
kimia, permukaan yang memiliki pori dan bentuk yang tidak seragam dapat
meningkatkan adhesi (Rakov, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan sifat fisik bahan polimer dikaitkan dengan ukuran partikel pengisi.
Contohnya, tegangan dan modulus polimer berpengisi bergantung kepada ukuran
partikel . Ukuran partikel pengisi yang kecil meningkatkan darajat penguatan polimer
berbanding dengan ukuran partikel yang besar (Leblanc, 2001). Beberapa jenis
pengisi diantaranya bahan pelunak, pemercepat, pengaktif, antioksidan dan lain-lain.
Bahan pelunak adalah bahan-bahan yang ditambahkan untuk memudahkan
pencampuran karet dengan bahan-bahan kimia lainnya, terutama campuran bahan
pengisi memerlukan waktu yang lebih singkat. bahan pelunak ini juga berfungsi
sebagai bahan pembantu pengolah yaitu mempermudah pemberian bentuk dan
membuat barang-barang jadi karet lebih empuk. Bahan ini bersifat licin dan
mengkilap. Contohnya : asam stearat, parafin, wax, faktis, resin, damar dan lain-lain.
Bahan pemercepat berfungsi untuk membantu dalam mengontrol waktu dan
temperatur pada proses vulkanisasi dan dapat memperbaiki sifat vulkanisasi karet.
Beberapa jenis bahan pemercepat antara lain bahan pemercepat organik. Misalnya,
Marcapto Benzhoathizole Disulfida (MBTS), Marcapto Banzhoathizole (MBT), dan
Diphenil Guanidin (DPG), Tetra Metil Thiura Disulfarat (TMTD) dan bahan pemercepat
anorganik, misalnya Karbonat, Timah hitam, Magnesium, dan lain-lan. (James E.
Mark, BurakErman, 2005).
Bahan pengaktif adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan
pemercepat. Umumnya bahan pemercepat tidak dapat bekerja baik tanpa bahan
pengaktif. Bahan pengaktif yang bisa digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO
dan sebagainya pada umumnya sekitar 2 sampai 5 phr . Campuran bahan pengaktif,
bahan pemercepat dan belerang (S) disebut sistem vulkanisasi dari kompon
(vulcanising system of the coumpond).
Bahan antioksidan adalah bahan yang digunakan untuk mengurangi proses
oksidasi pada vulkanisat, antioksidan dapat memperlambat pengrusakan pada produk
barang jadi karet. Penambahan bahan antioksidan diperlukan karena kadar antioksidan
alam dari karet cukup rendah, akibatnya dapat menyebabkan karet mudah lengket,
keras, retak-retak dan rapuh. proses oksidasi dapat terjadi karena panas, radiasi, ozon,
oksigen, cuaca dan sebagainya. Antioksidan berfungsi mencegah atau mengurangi
Universitas Sumatera Utara
kerusakan produk plastik karena pengaruh oksidasi yang dapat menyebabkan
pemutusan rantai polimer. Tanda-tanda yang terlihat apabila produk plastik rusak
adalah polimer menjadi rapuh, kecepatan alir polimer tidak stabil dan cenderung
menjadi lebih tinggi, sifat kuat tariknya berkurang, terjadi retak-retak pada permukaan
produk, terjadi perubahan warna, jenis bahan antioksidan diantaranya Butilated
Hidroksi Toluen (BHT) dan Phenil-Beta-Naphthyl-amine (PBN).
2.2. Polipropilena
Berdasarkan ilmu kimia, polipropilen (PP) adalah suatu makromolekul termoplastik
(dapat dilelehkan) rantai jenuh (tidak memiliki ikatan rangkap) yang terdiri dari
propilen sebagai gugus yang berulang seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Struktur polipropilena
Berdasarkan kekakuan polimer terhadap temperatur, polipropilen dapat
digolongkan sebagai polimer termoplastik karena dapat melunak jika dipanaskan,
mengalir jika diberi tekanan, dan akan kembali ke sifat padatan jika didinginkan.
Berdasarkan letak gugus metil terhadap rantai utama, struktur molekul polipropilen
dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
a. Isotaktik : semua gugus metil terletak pada salah satu sisi rantai polimer sehingga
polipropilen bersifat kristalin.
Universitas Sumatera Utara
b. Sindiotaktik : gugus metil terletak berselang-seling pada kedua sisi rantai polimer.
Jenis ini sulit ditemukan karena pembuatannya sulit (temperatur
operasi -78o
C).
c. Ataktik: gugus metil terletak tak beraturan terhadap sisi rantai polimer sehingga
polipropilen ataktik bersifat amorf.
Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik dan memiliki
kristalinitas tingkat menengah di antara polietilena berdensitas rendah dengan
polietilena berdensitas tinggi; modulus Youngnya juga menengah. Melalui
penggabungan partikel karet, PP bisa dibuat menjadi liat serta fleksibel, bahkan di
suhu yang rendah. Hal ini membolehkan polipropilena digunakan sebagai pengganti
berbagai plastik teknik, seperti ABS. Polipropilena memiliki permukaan yang tak rata,
seringkali lebih kaku daripada beberapa plastik yang lain, ekonomis, dan bisa dibuat
Universitas Sumatera Utara
translusen (bening) saat tak berwarna tapi tidak setransparan polistirena, akrilik
maupun plastik tertentu lainnya.
Polipropilena (PP) adalah sebuah polimer termoplastik yang dibuat oleh
industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan, tekstil
(contohnya tali, pakaian dalam termal, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah
terpakaikan ulang serta bagian plastik, perlengkapan laboratorium, pengeras suara,
komponen otomotif, dan uang kertas polimer. Polimer adisi yang terbuat dari
propilena monomer, permukaannya tidak rata serta memiliki sifat resistan yang tidak
biasa terhadap kebanyakan pelarut kimia, basa asam Pengolahan lelehnya polipropilen
bisa dicapai melalui ekstrusi dan pencetakan. Metode ekstrusi (pelelehan) yang umum
menyertakan produksi serat pintal ikat dan tiup (hembus) leleh untuk membentuk
gulungan yang panjang buat nantinya diubah menjadi beragam produk yang berguna
seperti masker muka, dan penyaring.
Teknik pembentukan yang paling umum adalah pencetakan suntik, yang
digunakan untuk berbagai bagian seperti cangkir, alat pemotong, botol kecil, topi,
wadah, perabotan, dan suku cadang otomotif seperti baterai. Teknik pencetakan tiup
dan injection-stretch blow molding juga digunakan, yang melibatkan ekstrusi dan
pencetakan. Ada banyak penerapan penggunaan akhir untuk PP karena dalam proses
pembuatannya bisa ditambah dengan aditif serta sifat molekul yang spesifik. Berbagai
aditif antistatik bisa ditambahkan untuk memperkuat resistensi permukaan PP terhadap
debu dan pasir. Kebanyakan teknik penyelesaikan fisik, seperti pemesinan, bisa pula
digunakan pada PP. Perawatan permukaan bisa diterapkan ke berbagai bagian PP
untuk meningkatkan adhesi (rekatan) cat dan tinta cetak.
Polipropilena dapat mengalami degradasi rantai saat terkena radiasi ultraungu
dari sinar matahari. Jadi untuk penggunaan propilena di luar ruangan, bahan aditif
yang menyerap ultraungu harus digunakan. Polimer bisa dioksidasi pada suhu yang
tinggi, ini merupakan permasalahan yang umum dalam proses pencetakan.
Antioksidan secara normalnya ditambahkan untuk mencegah degradasi atau oksidasi
polimer.
Universitas Sumatera Utara
Polipropilena (PP) merupakan salah satu polimer yang paling banyak digunakan
dalam industri, tetapi karena sifatnya yang non polar, maka penggunaannya terbatas
dengan teknologi yang ada. Untuk mengatasi keterbatasan ini, PP umumnya
difunsionalisasi dengan berbagai monomer, termasuk metakrilat glisidil (GMA) dan
anhidrida maleat (MA). Untuk reaksi-reaksi radikal bebas, diharapkan bahwa
monomer bisa dicangkokkan tanpa mempengaruhi bentuk rantai polimer, namun ini
jarang terjadi. Penggunaan kopolimer yang telah dimodifikasi gugus fungsinya akan
memperkuat antarmuka antara komponen polimer yang saling bercampur karena
berkurangnya interaksi yang kuat. Ini menjadi pilihan industri dalam menghasilkan
produk yang berguna dari campuran yang sangat tidak kompatibel. Umumnya,
kompatibilitas dan adhesi dapat ditingkatkan dengan menambahkan komponen ketiga,
dengan sebuah blok yang cocok atau kopolimer cangkok yang dapat bertindak sebagai
agen pengemulsi antarmuka antara fase immicible (compatibiliser), atau dengan
campuran polimer yang mempunyai dua gugus fungsi yang sesuai, yang mampu
meningkatkan interaksi tertentu atau reaksi kimia.
2.2.1. Polipropilena mempunyai kondiktifitas panas yang rendah (0,12 W/m), tegangan
permukaan yang rendah, kekuatan benturan yang tinggi, tahan terhadap pelarut
organik, bahan kimia anorganik, uap air, asam dan basa, isolator yang tetapi dapat
dirusak oleh asam nitrat pekat, mudah terbakar dengan nyala yang lambat. Titik leleh
170
Sifat-sifat kimia dan fisika polipropilena
0C dan suhu dekomposisi 380
0C (Cowd, 1991). Pada suhu kamar polipropilena
nyaris tidak larut dalam toluene, dalam silena larut dengan pemanasan, akan tetapi
polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan
hydrogen peroksida (Al-Malaika, 1983). Polipropilena isotaktik memiliki sifat
kekakuan yang tinggi, daya rentang yang baik, resistensi terhadap asam , alkali dan
pelarut. Densitas polipropilena berkisar antara 0,90 – 0.91, titik leleh (Tm) dari 1650C
– 1700C, dan dapat digunakan sampai 120
0
C.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Grafting Polipropilena
Sifat poliolefin dapat dikembangkan dengan modifikasi kimia melalui polaritas atau
fungsionalitas dari rantai polimer. Grafting atau pencangkokan radikal bebas dari
monomer vinil dari poliolefin adalah salah satu pendekatan yang sudah lama
dilakukan dan termurah sehingga diterapkan dalam berbagai proses industri yang ada.
Proses pencangkokan radikal bebas telah dikembangkan selama bertahun-tahun untuk
kimia polimer dengan modifikasi reaktif dengan adanya pelarut atau tanpa pelarut,
misalnya dalam pelelehan polimer. Sebuah sistem pencangkokan terdiri dari,
setidaknya tiga komponen (reaktan): polimer, monomer reaktif (mengandung ikatan
tidak jenuh seperti gugus vinyl) dan inisiator radikal bebas (seperti peroksida).
Sejumlah besar faktor yang perlu dioptimalkan untuk memaksimalkan hasil
pencangkokan dan untuk meminimalkan reaksi samping dalam poliolefin meliputi:
(A) Struktur dasar polimer
(B) Struktur dan konsentrasi monomer dan komonomer
(C) Struktur dan konsentrasi inisiator
(D) Efisiensi Mixing; efisien pencampuran monomer dan inisiator dengan polimer.
(E) Suhu; suhu pengolahan yang lebih tinggi umumnya akan mendukung degradasi
poliolefin, mengurangi waktu paruh inisiator, memodifikasi kecepatan atau spesifisitas
reaksi, dan pengaruh berbagai kelarutan dan parameter rheologi.
Berbagai macam monomer dan makromonomer telah berhasil dicangkokkan pada
substrat poliolefin dengan reaksi kimia radikal bebas termasuk dengan berbagai
monosubstitusi (misalnya ester akrilat, vinil silane, dan stirena) dan senyawa
disubstitusi (misalnya glisidil methakrilat, anhidrida maleat, oxazoline, ester maleat,
dan turunan maleimide).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Reaksi kimia dari Grafting PP dan MA dengan adanya coagen TRIS
. Gambar 2.11 Mekanisme kerja fungsionalisasi dari polar PP-g-MA
Kelompok Maleic anhidrid bereaksi dengan kehadiran gugus fungsional
terhadap permukaan dari pengisi untuk mengurangi tekanan interfacial dan
meningkatkan adhesi oleh kreasi satu interaksi kutub yang spesifik ikatan hidrogen
atau gaya Van der Waals, yang tergantung pada jenis bahan pengisi, berbagai
fungsionalitas permukaan tersedia untuk asam atau anhidrid untuk saling
berhubungan. Jenis kedua dari interaksi terdiri dari co-crystallization, berat molekular
dengan rantai molekular dari matriks polimer memberi rintangan fisik. Oleh karena
itu, kompatibiliser harus kompatibel dengan fase tunggal (secara umum tanpa kutub)
dan harus menciptakan interaksi spesifik dengan yang lain. Kerentanan yang melekat
pada monomer untuk mengalami homopolimerisasi di bawah kondisi pengolahan
mencair merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat homopolimer yang
dibentuk sebagai produk sampingan selama modifikasi polimer dan panjang dari rantai
Universitas Sumatera Utara
yang dicangkokkan. Reaksi grafting PP dengan MA dapat dilihat dalam Gambar 2.10.
dan mekanisme dari tindakan PP-g-MA sebagai kompatibeliser dapat dilihat dalam
gambar 2.11
Polipropilena adalah merupakan suatu polimer ideal yang sering digunakan sebagai
lembar kemasan. Polipropilena memiliki sifat kelembapan yang baik kecuali terjadi
kontak dengan oksigen. Oksigen yang masuk kedalam sistem akan dapat
mempengaruhi makanan atau materi lain yang ditutup dengan polipropilena. Lapisan
yang terlindung oleh polipropilena tersebut diharapkan dalam kondisi kedap udara
agar dapat dengan maksimal melindungi kandungan materi yang terbungkus
didalamnya. Untuk pemanfaatan kegunaan dari polipropilena tersebut, dapat dilakukan
modifikasi terhadap polipropilena. Lembar propilena yang sangat tipis dipakai sebagai
dielektrik dalam pulsa berdaya tinggi tertentu serta
2.2.3 Penggunaan polipropilena
kondensator frekuensi radio.
Kebanyakan barang dari plastik polipropilen juga untuk digunakan untuk
keperluan medis atau labolatorium karena mampu menahan panas di dalam autoklaf.
Sifat tahan panas ini menyebabkannya digunakan sebagai bahan untuk membuat ketel
ditingkat konsumen. PP merupakan sebuah polimer utama dalam barang-barang tak
tertenun. Sekitar 50% digunakan dalam popok atau berbagai produk sanitasi yang
dipakai untuk menyerap air (hidrofil), bukan yang secara alami menolak air
(hidrofobik). Penggunaan tak tertenun lainnya yang menarik adalah saringan udara,
gas, dan cair dimana serat bisa dibentuk menjadi lembaran atau jaring yang bisa dilipat
atau lapisan yang menyaring dalam batas-batas 0,5 sampai 30 mikron. Aplikasi ini
bisa ditemukan di dalam rumah sebagai saringan air atau saringan tipe pengondisian
udara. Wilayah permukaan tinggi serta polipropilena hidrofobik alami yang tak
tertenun merupakan penyerap tumpahan minyak yang ideal dengan perintang apung
yang biasanya diletakkan di dekat tumpahan minyak di sungai.
PP digunakan pula sebagai pengganti polivinil klorida (PVC) sebagai insulasi
untuk kabel listrik LSZH (Low Smoke Zero Halogen) dalam lingkungan ventilasi
rendah, terutama sekali diterowongan. Ini karena PP mengeluarkan sedikit asap serta
Universitas Sumatera Utara
halogen yang tak bertoksik, yang akan menghasilkan asam dalam kondisi suhu tinggi.
PP dibentuk dalam pencetakan plastik dimana ia disuntikkan ke dalam cetakan
keadaan meleleh, membentuk berbagai bentuk yang kompleks pada volume yang
tinggi dan biaya yang relatif rendah. Hasilnya bisa berupa tutup botol, botol, dll.
Polipropilena yang diproduksi dalam bentuk lembaran telah digunakan secara meluas
untuk produksi stationary folder, pengemasan, dan kotak penyimpanan. Warna yang
beragam, durabilitas, serta sifat resistensi PP terhadap debu membuatnya ideal sebagai
sampul pelindung untuk kertas serta berbagai bahan yang lain. Karakteristik tadi juga
membuat PP digunakan dalam stiker kubus rubik. Expanded polipropilena (EPP)
merupakan bentuk busanya polipropilena. Karena kekakuannya yang rendah, EPP
tetap mempertahankan bentuknya sesudah mengalami benturan. EPP digunakan secara
luas dalam miniatur pesawat dan kendaraan yang dikontrol radio lainnya. Dikarenakan
kemampuannya menyerap benturan, EPP menjadi bahan yang ideal untuk pesawat RC
bagi para pemula dan amatir
2.3 Montmorilonit (MMT)
Montmorilonit ( Na,Ca)0,33(Al,Mg)12 Si4O10(OH)2 nH2
Mineral montmorillonit mempunyai kapasitas penukar kation yang tinggi
sehingga ruang antar lapis montmorillonit mampu mengakomodasikan kation dalam
jumlah yang besar serta menjadikan montmorillonit sebagai material yang unik
(Wijaya dkk, 2004).
O, merupakan salah satu jenis
dari kelompok mineral lempung yang bersifat lunak dengan tingkat kekerasan 1 pada
skala Mohs, berat jenis antara 1,7 - 2,7, mudah pecah, terasa berlemak jika diusap,
mempunyai sifat mengembang apabila kena air. Monmorilonit merupakan mineral
lempung yang menyusun hampir 85% dari bentonit. Menurut Knight, 1896 nama lain
dari bentonit adalah Soap Clay, Taylorit, Bleaching clay, Fullers earth, Konfolensit,
Saponit, Smegmatit.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Sruktur dan sifat kimia montmorillonit
Struktur bangun lembaran montmorillonit terdiri dari 2 lapisan tetrahedral yang
disusun unsur utama Si(O, OH) yang mengapit satu lapisan oktahedral yang disusun
oleh unsur M(O,OH) (M = Al, Mg, Fe) yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 yang
disebut juga mineral tipe 2:1. Ruang dalam lembaran montmorillonit dapat
mengembang dan diisi oleh molekul-molekul air dan kation-kation lain. (Haerudin
dkk, 2002).
Gambar 2.1 Struktur montmorilonit. (Othmer, 1964)
Kandungan montmorillonit dalam lempung bentonit biasanya 75-85%
(Orthman, 2000). Mineral-mineral dalam kelompok ini kadang-kadang disebut smektit
dan mempunyai komposisi yang beragam. Rumus material montmorillonit sering
dinyatakan Al3O3.4SiO2.H2O + xH2O (Tan, 1982). Muatan negatif montmorilonit
umumnya berasal dari substitusi isomorfik yaitu penggatian kation bervalensi tinggi
dengan kation valensi yang lebih rendah dengan syarat jari-jari atom relatif sama.
Hanya terdapat sedikit muatan yang berubah, karena semua gugus hidroksil berlokasi
dalam bidang permukaan yang ditutupi oleh jaringan atom-atom oksigen. Van Olphen
(1977) mengemukakan nilai KTK monmorilonit kira-kira 70 me/ 100g, luas
permukaan antara 700–800 m2/g dan oleh karena besarnya nilai ini maka
montmorilonit memperlihatkan sifat plastis dan melekat kuat jika basah.
Universitas Sumatera Utara
Montmorilonit umumnya berukuran sangat halus, sedangkan komponen-
komponen dalam lapisan tidak terikat kuat. Jika mengadakan persentuhan dengan air,
maka ruang di antara lapisan mineral mengembang, menyebabkan volume tanah liat
dapat berlipat ganda. Terdapat tanda bahwa jarak dasar (basal spacing) montmorilonit
meningkat secara seragam jika terjadi penyerapan air. Beberapa peneliti mencatat
bahwa meningkatnya jarak dasar dapat berlangsung perlahan-lahan, yaitu pertanda
pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation yang terdapat di antara lapisan.
Tingginya daya mengembang atau mengerut dari montmorilonit menjadi
alasan kuat, mengapa mineral ini dapat menyerap dan memfiksasi ion-ion logam dan
persenyawaan organik. Jerapan persenyawaan organik menjurus pembentukan
kompleks organo-mineral. Ion-ion organik dipercaya dapat menggantikan kedudukan
kation-kation organik di dalam ruang antar misel. Jerapan persenyawaan organik sperti
gliserol dan etilen glikol merupakan penciri dalam mengidentifikasi montmorilonit
dengan analisa difraksi sinar-x. Jika montmorilonit dipanaskan dalam oven pada suhu
105°C, maka biasanya mineral ini dicirikan oleh puncak difraksi dari jarak dasar 10 Å,
sedangkan nilai untuk kondisi kering udara adalah 12,4 – 14 Å.
Dari keanekaragaman jenis tanah liat, monmorilonit ditemukan dalam bentuk
tanah kebanyakan montmorilonit termasuk oktaeder, dan banyak ditemukan pada jenis
tanah Vertisol, Mollisol, Affisol maupun Entisol. Tingginya daya plastis,
mengembang dan mengkerut, mineral ini menyebabkan tanah menjadi plastis jika
basah dan keras jika kering. Retakan-retakan pada permukaan tanah akan terlihat jika
permukaan tanah mengering.
2.3.2 Modifikasi Montmorillonit
2.3.2.1 Modifikasi montmorilonit dengan pertukaran ion
Lempung tanah biasanya mengandung muatan negatif yang memungkinkan terjadinya
reaksi pertukaran kation. Muatan ini berasal dari satu atau lebih dari beberapa reaksi
yang berbeda. Huskic (2009) menguraikan dua sumber utama dari muatan negativ
tersebut, yaitu: substitusi isomorfis dan disosiasi dari gugus hidroksil yang terbuka.
Ion-ion yang dapat dipertukarkan adalah ion-ion yang berada di sekitar mineral
Universitas Sumatera Utara
lempung silika alumina. Reaksi pertukaran ion bersifat stoikiometris dan berbeda
dengan penyerapan atau sorpsi dan desorpsi . Pertukaran ion adalah suatu proses
dimana kation yang biasanya terdapat di antarlapis kristal digantikan oleh kation dari
larutan. Dalam air, kation dalam permukaan lapisan menjadi lebih mudah digantikan
oleh kation lain yang terdapat dalam larutan, yang dikenal dengan”exchangeable
cation”. Kemampuan tersebut dinyatakan dalam mili equivalent per 100 gram
lempung kering yang disebut Cation Exchange Capacity (CEC) atau Kapasitas Tukar
Kation (KTK). Kapasitas tukar kation (KTK) tanah didefinisikan sebagai kapasitas
tanah untuk menyerap dan mempertukarkan kation. Harga-harga KTK mineral
lempung bervariasi menurut tipe dan jumlah koloid dalam lempung tersebut. Tabel 2.2
nenunjukkan harga rata-rata KTK berbagai mineral lempung.
Tabel 2.2 Harga Rata-Rata Kapasitas Tukar Kation
Jenis Mineral KTK (mek/100 gram)
Kaolin 3-5 Halloysit 2H2 Halloysit 4H
O 5-10 2
Montmorillonit 80-150 O 10-40
Illit 10-40 Vemikulit 0-40 Klorit 10-40 Sepiolit-Attapulgit 20-30 KTK Mineral Lempung (Grim, 1953)
Diantara mineral-mineral yang lain, montmorillonit mempunyai harga KTK
yang paling tinggi. Faktor utama tingginya harga KTK pada montmorillonit yaitu
pemutusan ikatan dan substitusi dalam struktur kristal. Pemutusan ikatan di sekitar
sudut satuan silika-alumina dalam montmorillonit akan menimbulkan
ketidakseimbangan muatan permukaan. Substitusi Al3+ untuk Si4+ dalam lembar
tetrahedral dan substitusi ion-ion valensi lebih rendah, terutama Mg2+ untuk Al3+
dalam lembar oktahedral menghasilkan muatan yang tidak seimbang pada satuan
struktur montmorillonit.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.2 Modifikasi montmorilonit secara organik
Polimer dan lapisan silika atau montmorilonit yang dicampur secara fisika tidak dapat
membentuk nanokomposit, tetapi hanya terjadi pemisahan dalam bentuk fase diskrit.
Ini merupakan alas an mengapa permukaan tanah liat perlu dimodifikasi untuk dapat
terjadinya eksfoliasi dan dispersi dalam matriks polimer. Montmorillonit (magnesium
aluminium silikat: Mx(Al4xMgxSi8O20(OH)4) adalah jenis tanah liat smektit, yang
morfologinya merupakan lembar tipis berlapis. Mereka dapat memiliki panjang
sampai 1000 nm dengan ketebalan sekitar 1 nm, yang mengarah ke area permukaan
yang besar, dan aspek rasio yang tinggi. Montmorilonit ini digabungkan oleh muatan
negatif yang besar, dan terletak di dalam kristal, dan mempunyai beberapa muatan
positif pada tepinya. Oleh karena itu, sangat sulit untuk mendispersikan platelet tanah
liat (hidrofilik) dalam sebagian besar polimer yang bersifat hidrofobik. Permukaan
lempung montmorilonit perlu diperlakukan dengan alkil rantai panjang dari molekul
organik. Seperti halnya dalam kasus PP, menggunakan kompatibilizer seperti
anhidrida maleat untuk dicangkokkan ke PP, ini digunakan untuk mencapai dispersi
yang lebih baik sehingga menyebabkan terjadinya eksfoliasi (Olad, 2009)..
Modifikasi permukaan clay ini penting dilakukan untuk dapat terbentuknya
misibilitas dan dispersi dari clay sehingga akan didapatkan sifat-sifat yang
diinginkan. Dalam melakukan modifikasi organik terhadap lapisan clay yang
anorganik juga harus diperhatikan. Dalam keadaan murni, lapisan silikat hanya larut
dengan polimer hidrofilik, seperti poli (etilena oksida), atau poli (vinil alkohol). Untuk
membuat lapisan silikat larut dengan matriks polimer lainnya, adalah dengan
mengubah permukaan lapisan silikat yang hidrofil menjadi organophilik, sehingga
memungkinkan terjadi interkalasi dengan berbagai polimer (Charu,S., 2008).
Umumnya, hal ini dapat dilakukan dengan reaksi pertukaran ion dengan surfaktan
kationik termasuk dengan senyawa alkilammonium atau kation alkilphosphonium
(alkilammonium primer, sekunder, tersier, dan kuaterner) seperti diperlihatkan dalam
Gambar 2.2 dan skema dari reaksi pertukaran ion secara organik dengan ion-ion dari
senyawa alkilammonium (onium) dapat dilihat dalam Gambar 2.3. Dalam penelitian
ini senyawa alkilamonium yang digunakan adalah oktadecylamin
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Jenis-jenis senyawa alkil ammonium
(Morgan,A.,B., 2007)
Gambar 2.3 Skema modifikasi secara organik dari clay menggunakan kation alkilamonium
Alkilammonium atau kation alkylphosphonium dalam organosilika dapat
menurunkan energi permukaan matrik anorganik dan meningkatkan sifat basah dari
polimer, ini akan memberikan jarak interlayer lebih besar. Selain itu, kation
alkilammonium atau alkil phosphonium dapat memberikan gugus-gugus fungsi yang
dapat bereaksi dengan matriks polimer, atau dalam beberapa kasus memulai
polimerisasi monomer untuk meningkatkan kekuatan antarmuka antara matriks
anorganik dan polimer. Jenis nanokomposit yang terbentuk akibat interaksi polimer
dengan lapisan silikat dapat dilihat dalam gambar 2.4. Perlakuan organik dari tanah
liat yang hidrofilik menjadi montmorilonit hidrofobik inilah yang memungkinkan
terjadinya interaksi antarmuka dengan banyak matriks polimer yang berbeda, tetapi
Universitas Sumatera Utara
dalam modifikasi ini ada yang harus di pertimbangkan yaitu stabilitas termal yang
diperlukan dalam aplikasi material akhir.
Gambar 2.4 Jenis-jenis nanokomposit yang terbentuk akibat interaksi polimer
dengan lapisan silikat (Olad,2010)
Gambar 2.5 Reaksi Degradasi Hofmann dari alkil ammonium pada permukaan clay
dan kestabilan termal dari kation imidazolium (Morgan,A.,B., 2007)
Alkil amonium, sementara ini sangat sukses dalam sintesis dan pengembangan
bahan polimer nanokomposit, secara termal tidak stabil di atas 200 °C, dan mengalami
degradasi Hofmann pada suhu ini dapat dilihat dalam Gambar 2.5. Ketika ini terjadi,
permukaan antar muka dari polimer/tanah liat akan hancur dan materi secara termal
dapat mengatur ulang untuk memberikan struktur mikrokomposit, sehingga
meniadakan setiap keunggulan yang telah diperoleh pada struktur nanokomposit.
Untuk aplikasi, penggunaan suhu akhir yang lebih tinggi, imidazoliums tampaknya
Universitas Sumatera Utara
memiliki janji besar, karena mampu menangani suhu; 300 °C dan tersedia dalam
berbagai struktur yang dapat disesuaikan dengan aplikasi polimer nanokomposit.
2.3.3 Pemanfaatan Montmorillonit
Sifat montmorilonit yang dapat menyerap air dan cairan dengan mudah, mempunyai
sifat mengembang (swelling) seperti gel, membuatnya berguna secara ekonomi.
Banyak industri, termasuk tekstil dan bahan kimia, menggunakannya sebagai adsorben
untuk mengeluarkan pengotor. Montmorillonit juga digunakan dalam pelumas
pengeboran dan sebagai plastisizer dalam pasir cetak yang digunakan dalam
pengecoran, asbes, wol mineral, lumpur pemboran, semen portland dalam beton,
keramik.
Disamping itu montmorillonit juga banyak digunakan dalam berbagai industri
lainnya, untuk emulsi, insektisida, sabun, obat-obatan, kosmetik, cat, dalam
pembuatan kertas, sebagai pelembut air untuk menghilangkan kalsium,
menghilangkan warna dari minyak mineral dan sayuran, juga digunakan sebagai
penyangga katalis dan pernyerap dalam pemurnian minyak bumi.
Lapisan silikatnya dari montmorilonit yang dapat diinterkalat dan dieksfoliasi
menjadikannya banyak digunakan sebagai pengisi nanokomposit diantaranya untuk
meningkatkan sifat termal ( Leszczynska, A., 2007), spinnabilitas, penyerapan air, dan
dapat mengurangi sifat flammabilitas dari nanokomposit tersebut (
Qin, H., et. all,
2004), meningkatkan sifat mekanik (Ding, C., et. All., 2005 ; Kim, N., T., dan Hoang,
T., 2006 ; Sharma, S.K., 2009, ; Castel C. D., 2010; Drozdov A.D., 2010 ; Kord B.,
et.all., 2011dan Barleany D.R., 2011), meningkatkan sifat fire retardancy (Wang, D.,
Y., et all, 2011), dan meningkatkan derajat degradasi (Shi., D., et.all., 2007).
2.4. Karet Alam Siklis
Karet siklo (cyclised rubber) adalah produk yang diperoleh dari hasil siklisasi karet
alam, termasuk ke dalam kelompok modifikasi tipe 1, karena modifikasi berlangsung
tanpa masuknya senyawa lain ke dalam molekul karet (Alfa, 2000). Peristiwa lain
yang juga termasuk modifikasi tipe 1 adalah peristiwa depolimerisasi karet alam yaitu
Universitas Sumatera Utara
terjadinya pemendekan rantai molekul karet alam hingga berat molekulnya turun, dan
peristiwa perubahan struktur molekul karet alam dari keadaan isomer cis menjadi
trans. Karet siklo adalah turunan dari karet alam yang telah berubah menjadi resin atau
bahan termoplastik yang keras dan rapuh, yang dihasilkan dari pemanasan karet alam
dengan adanya katalis asam. Menurut Goonetileke et al. (1993), karet siklo pertama
kali dibuat pada tahun 1920 dan sejak itu banyak hasil-hasil penelitian tentang karet
siklo yang kemudian dikembangkan, baik dari karet alam maupun karet sintetik,
dengan menggunakan katalis asam para toluen sulfonik, asam sulfat dan asam stannit.
Fisher dan McColm (1927) menambahkan, apabila karet alam dicampur
dengan asam sulfat atau asam p-sulfonat pada gilingan kemudian dipanaskan maka
akan dihasilkan karet siklo. Menurut Janssen (1956) penambahan asam sulfat juga
dapat dilakukan pada lateks kebun, dimana setelah menggumpal karet digiling
sehingga berwujud lembaran, kemudian dipanaskan. Metode lain pembuatan karet
siklo adalah dengan cara melarutkan karet terlebih dahulu dalam pelarut karet, lalu
dipanaskan bersama katalis yang bersifat asam (Edward, 1955).
Dalam proses siklisasi, pengurangan ikatan rangkap dalam struktur molekul
karet alam berhubungan dengan pembentukan struktur cincin (Goonetileke et al.
1993). Siklisasi yang ideal akan menghasilkan struktur cincin karet siklo yang tidak
lagi memiliki ikatan rangkap dalam struktur molekulnya. Pada kenyataannya, keadaan
tersebut sulit tercapai, karena pada struktur molekul karet siklo yang diperoleh dari
berbagai penelitian masih terdapat ikatan rangkap.
Menurut Naunton (1961) pemanasan karet alam dengan adanya katalis asam
akan merubah karet menjadi bahan lain berupa resin, yaitu suatu isomer karet alam
dengan pengurangan derajat ketidakjenuhan yang cukup besar. Asam sebagai katalis
dianggap merupakan kelompok yang penting dalam pembuatan karet siklo secara
komersial. Kelompok ini meliputi asam sulfat dan turunan organiknya dengan struktur
umumnya R-SO2-X, dimana gugus X adalah hidroksil atau halogen (seperti p-toluene
sulphonic acid), fenol yang mengandung sulfur atau asam fosfat dan senyawa lainnya
seperti hydrogen fluorida.
Universitas Sumatera Utara
Naunton (1961) menambahkan, senyawa asam yang paling sering digunakan sebagai
katalis dalam pembuatan karet siklo adalah asam sulfonat, sulfonil klorida dan asam
sulfat. Produk hasil siklisasi secara umum dikenal dengan nama “Thermoprene”, dan
diketahui bahwa aplikasi terpenting dari produk ini adalah sebagai perekat dan
bonding agent. Karet siklo bersifat non polar, polimer non kristalin yang rantai-rantai
molekulnya telah dikeraskan oleh formasi cincin. Sifat penting yang dimiliki oleh
karet siklo adalah daya rekat yang sangat baik pada permukaan logam dan permukaan
licin lainnya. Sifat penting lainnya yang masih perlu dilihat adalah kemampuan larut
karet siklo dalam pelarut karet (Goonetileke et al., 1993).
Coomarasamy et al.(1981) menambahkan bahwa penampakan dan sifat karet
siklo tergantung dari metode pembuatannya dan jenis asamnya. Karet siklo yang
dibuat dari karet padat, biasanya hanya sesuai digunakan sebagai bahan penguat,
karena viskositas larutannya tinggi serta sukar larut dalam pelarut karet. Karet siklo
tidak larut dalam air sehingga sangat baik digunakan sebagai bahan baku tinta cetak,
selain itu karet siklo dapat juga digunakan sebagai bahan penguat pada pembuatan
kompon karet alam, misalnya pengganti resin stiren yang biasanya digunakan sebagai
bahan penguat pada pembuatan sol, pengisi barang jadi karet, kulit sintetik, pelapis
tekstil dan kertas serta sebagai
bahan isolator listrik (Alfa, 1999).
Menurut Nadarajah et al.(1975), terdapat dua kegunaan utama dari karet siklo,
yaitu sebagai “organic reinforcing resin” untuk karet dan sebagai “binder” pada
industri cat. Spesifikasi utama dari kegunaan karet siklo sebagai “ organic reinforcing
resin” adalah karet siklo dengan tingkat siklisasi di atas 70% dan bersifat “brittle”
(keras tetapi rapuh) sedangkan untuk penggunaan karet siklo sebagai “ binder” pada
cat dan tinta cetak membutuhkan persyaratan antara lain resin karet siklo harus
mempunyai ketahanan terhadap bahan-bahan kimia, ketahanan terhadap suhu yang
tinggi dan abrasi, serta dapat dicampur (blending) (Nadarajah et al., 1975). Meskipun
demikian, resin karet siklo kurang cocok bila dijadikan sebagai perekat untuk bahan-
bahan yang lentur/fleksibel. Hal ini disebabkan karena karet siklo cair yang direkatkan
pada suatu permukaan akan mengeras kembali. Resin karet siklo memiliki derajat
Universitas Sumatera Utara
keasaman (pH) relatif netral dan mampu bertahan terhadap proses hidrolisis,
pengikisan, panas, alkali, serta asam yang tidak memiliki sifat pengoksidasi. Resin
karet siklo juga mudah larut dalam pelarut aromatik dan cukup larut dalam pelarut
alifatik, serta memiliki tahan listrik yang cukup tinggi (1017 ohm) sehingga dapat
dijadikan sebagai isolator yang baik dalam industri elektronik. Dari sisi kesehatan,
resin karet siklo bersifat netral dan tidak memiliki sifat racun (non-toxic) serta tidak
larut dalam air sehingga aman dan ramah bagi lingkungan.
Gambar 2-2: Struktur Kimia Karet Alam Siklis (CNR)
2.4.1. Cara Pembuatan Karet Alam Siklis
Karet alam siklis dibuat melalui reaksi siklisasi. Siklisasi adalah perubahan bentuk
struktur suatu rantai lurus menjadi rantai berupa cincin. Reaksi siklisasi karet alam
didahului oleh reaksi isomerasi. Struktur cincin terbentuk karena adanya pemanasan
dan penambahan katalis asam pada lateks, reaksi ini menyebabkan ikatan rangkap
yang terdapat pada struktur molekul karet terputus dan saling berikatan (Alfa, 1999).
Mekanisme reaksi siklisasi karet alam berhubungan dengan protonisasi ikatan rangkap
secara acak. Pada tahap pertama akan terbentuk ion karbonium yang disebabkan oleh
adanya donor proton yaitu asam sulfat atau katalis yang bersifat asam lainnya. Tahap
kedua adalah terbentuknya struktur monosiklik atau polisiklik akibat adanya ion
karbonium tidak stabil yang tersiklisasi. Karet siklo dengan struktur polisiklik adalah
produk akhir dari reaksi siklisasi karet alam (Verseen, 1987).
CH3CH2
CH3
CH3CH3
CH3 CH2Cyclic Natural Rubber
Universitas Sumatera Utara
Proses pengolahan karet siklo pertama kali dibuat pada tahun 1927. Pengolahan karet
siklo dari karet alam dapat dilakukan pada karet dalam bentuk padat, larutan atau
dalam bentuk lateks. Karet siklo pada awalnya dibuat berdasarkan teknologi siklisasi
karet padat. Karet alam padat dicampur dengan katalis asam sulfat atau asam para
toluen sulfonat pada gilingan karet, kemudian lembaran yang diperoleh dipanaskan
sehingga dihasilkan karet siklo. Penambahan asam sulfat juga dapat dilakukan pada
karet alam dalam keadaan berupa lateks (Fisher dan McColm, 1927). Teknologi
siklisasi yang paling banyak digunakan untuk memproduksi karet siklo secara
komersial adalah siklisasi karet alam dalam keadaan larutan karet. Teknologi siklisasi
larutan karet ini mempunyai keunggulan karena prosesnya terhindar dari pengaruh
oksidasi dan mampu menghasilkan karet siklo yang mudah larut dalam pelarut karet,
tetapi biaya pengolahannya sangat tinggi. Biaya pengolahan siklisasi larutan karet
meliputi biaya pengolahan karet padat dari lateks kebun menjadi karet padat, biaya
pelarutan karet padat dan penggunaan pelarut serta katalis asam dalam jumlah yang
besar (Coomarasamy et al., 1981). Menurut Coomarasamy et al. (1981), siklisasi yang
paling ideal bagi negara penghasil lateks yang besar seperti Indonesia adalah siklisasi
dalam keadaan lateks. Teknologi ini sudah lama dikenal, namun produk karet siklo
yang diperoleh mempunyai kelemahan yaitu sukar larut dalam pelarut karet. Karet
siklo yang diperoleh dari lateks sukar larut diduga disebabkan oleh karet alam sendiri
yang merupakan rantai panjang dan adanya bahan bukan karet dalam karet terutama
protein. Karet siklo yang sukar larut dapat juga terjadi akibat reaksi oksidasi, untuk
memperoleh karet siklo yang mudah larut diperlukan pemutusan rantai molekul karet
sebelum disiklisasi. Reaksi oksidasi selama siklisasi dapat dicegah dengan
penambahan anti oksidasi (anti oksidan) atau direaksikan dalam suasana inert/lembam,
dibawah lingkungan nitrogen (Alfa, 1999). Kandungan protein dalam lateks dapat
menghambat reaksi siklisasi, sehingga diperlukan penurunan atau penghilangan
terhadap kadar protein lateks. Penurunan kadar protein dilakukan dengan cara
hidrolisis protein menggunakan enzim (Yapa dan Lionel, 1980). Menurut Naunton
(1961), karet siklo dapat dibuat dengan cara memperlakukan karet dengan katalis
bersifat asam pada suhu antara 50oC- 150oC. Asam yang biasa digunakan adalah
Universitas Sumatera Utara
asam sulfat, asam para toluene sulfonat dan sulfonil klorida. Prinsip dari metode ini
adalah pemanasan karet yang telah ditambah sejumlah asam pada suhu 125oC-145oC
selama satu sampai empat jam. Reaksi siklisasi sangat eksotermis khususnya pada
awal reaksi, sehingga pendinginan diperlukan untuk mencegah panas yang terlalu
tinggi (Naunton, 1961). Pencampuran antara lateks pekat dengan asam sulfat
mengakibatkan timbulnya banyak panas. Campuran selama berlangsungnya reaksi
siklisasi perlu didinginkan untuk mencegah terjadinya penggumpalan atau bahkan
pengarangan (charring). Menurut Veersen (1951), proses pengolahan karet siklo
(siklisasi) dari bahan dasar berupa karet alam secara umum dilakukan dengan
menggunakan agent electrophil atau panas. Siklisasi karet alam dari bahan dasar
berupa lateks dengan jenis agent electrophil yang digunakan yaitu asam sulfat
(H2SO4). Ke dalam 134 gram lateks pekat yang telah dimantapkan dengan 2.0 persen
surfaktan terik, ditambahkan 161 gram H2SO4 pekat. Lateks dipanaskan pada suhu
120o
C selama 2 jam, campuran reaksi diencerkan dengan air sebanyak 3 kali volume
campuran reaksi. Dispersi yang diperoleh disaring, dicuci kemudian dikeringkan
(Veersen, 1951).
2.4.2 Reaksi Siklisasi
Siklisasi dapat didefenisikan sebagai perubahan bentuk struktur rantai molekul dari
keadaan rantai lurus menjadi rantai berupa cincin. Siklisasi yang ideal akan
menghasilkan struktur cincin karet siklo yang tidak lagi memiliki ikatan rangkap
dalam struktur molekulnya karena adanya pemanasan dan penambahan katalis asam.
Menurut Stern (1967) pemanasan karet alam bercampur dengan katalis asam dapat
merubah rantai molekul karet alam menjadi struktur seperti cincin, yaitu suatu bentuk
karet tersiklisasi. Proses siklisasi akan menghilangkan atau mengurangi jumlah ikatan
rangkap yang dimiliki molekul karet alam dan dihasilkan karet siklo berbentuk seperti
resin. Siklisasi karet alam melibatkan perubahan struktur molekul karet alam tanpa
treikatnya bahan lain, karena mendapat perlakuan pemanasan dan reaksinya dikatalisis
oleh asam sulfat (Alfa, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Karet siklo merupakan turunan dari karet alam yang telah berubah menjadi resin atau
bahan termoplastik yang keras tetapi rapuh, yang dihasilkan dari pemanasan karet
alam dengan adanya katalis asam (Goonetilleke, 1993). Menurut Barron (1948) karet
siklo merupakan turunan karet alam yang dihasilkan dengan cara menggiling karet
bersama 5% asam sulfat pekat, lalu dipanaskan pada 120o
Karet siklo yang dihasilkan dapat berupa material keras yang rapuh seperti gutta perca,
balat keras, atau berupa serbuk amorpus berwarna keputihan. Bentuk yang terakhir ini
merupakan bentuk final reaksi sempurna dari karet siklo. Karet siklo dapat dibuat
melalui metode siklisasi karet padat, larutan karet atau lateks, menggunakan berbagai
katalis asam. Penampakan dan sifat-sifat karet siklo tergantung pada metode dan
katalis asam yang digunakan, serta suhu dan lamanya reaksi siklisasi (Alfa, 2000).
Sifat produk dari karet siklo sangat tergantung kepada teknologi siklisasi dan katalis
asam yang digunakan. Karet siklo yang baik adalah mudah larut dalam pelarut karet.
Selain itu, karet siklo memiliki beberapa sifat diantaranya ringan, kaku, tahan terhadap
daya gesek, mempunyai daya rekat yang baik terhadap logam, kayu, karet, kulit dan
tekstil, mempunyai sifat adhesi yang baik, bersifat non polar dan merupakan polimer
non kristalin yang rantai-rantai molekulnya telah dikeraskan oleh formasi cincin
(Goonetilleke, 1993). Kegunaan karet siklo yaitu sebagai resin penguat untuk karet
dan sebagai binder pada industri cat. Karet siklo juga dapat digunakan sebagai pengisi
sekaligus penguat pada barang jadi karet seperti dalam pembuatan sol sepatu dengan
tingkat kekerasan tertentu (Coomarasamy, 1981).
C. Dalam hal ini, karet siklo
adalah hasil modifikasi secara kimia yang digolongkan kedalam modifikasi tipe I
karena struktur molekulnya mengalami perubahan dari keadaan rantai lurus menjadi
rantai siklis tanpa masuknya senyawa baru (Alfa, 2000).
Menurut Veersen (1951), mekanisme reaksi siklikasi karet alam berhubungan
dengan protonisasi ikatan rangkap secara acak. Pada tahap pertama akan terbentuk ion
karbonium dikarenakan adanya donor proton yaitu asam sulfat atau katalis yang
bersifat asam lainnya. Pada tahap kedua, ion karbonium yang tidak stabil tersebut akan
tersiklikasi membentuk struktur monosiklik atau polisiklik. Pada karet siklo dengan
struktur monosiklik masih tersisa ikatan rangkap sebanyak 50 persen dari jumlah awal
Universitas Sumatera Utara
ikatan rangkap dalam karet alam, sedangkan pada struktur polisiklik masih tersisa
sekitar 25 persen ikatan rangkap. Perubahan struktur karet pada saat reaksi siklikasi
dapat dilihat pada gambar berikut.
Karet Alam (SIR-20) Karet Siklo (CNR)
Gambar 2.3 Struktur dan fisik karet alam dan CNR
Siklisasi karet padat merupakan metode pembuatan karet alam siklik yang pertama
kali dikenal yaitu sejak tahun 1925, diikuti siklisasi pada larutan karet dan terakhir
pada tahun 1947 mulai dikembangkan metode siklisasi lateks pekat.
C C
HCH3
CH2 CH2 CH2n
CH3CH2
CH3
CH3CH3
CH3 CH2
Karet Alam
P2O5
Fenol
Cyclic Natural Rubber
Universitas Sumatera Utara
Skema 2-1: Mekanisme Reaksi Siklisasi Karet Alam menjadi CNR
Rujukan yang membahas metode siklisasi lateks masih sedikit bila dibandingkan
dengan dua metode siklisasi lainnya (Alfa, 2003). Pada prinsipnya, baik proses
siklisasi lateks maupun larutan karet, akan terjadi perubahan struktur molekul karet
alam dari rantai poliisopren yang lurus menjadi rantai siklik, yang diikuti dengan
berkurangnya ikatan rangkap pada fraksi monomer isopren. Pada akhir siklisasi masih
terdapat sejumlah ikatan rangkap yang jumlahnya tergantung pada derajat siklisasi
produk. Pencapaian derajat siklisasi produk tersebut dipengaruhi oleh metode siklisasi
CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH3
CH3 H CH3 H CH3 H CH3 HH CH3 H CH3 H CH3
P O P O
O O
O
CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH3
CH3 H CH3 H CH3 H CH3 HH CH3 H CH3 H CH3
P O P O
O O
O
CH3
CH3
CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH3
H CH3 H CH3 H CH3 HCH3
H
P
O
P
O
O
O
O
CH2
CH2
CH2 CH3H
CH3
CH3
CH3
CH3
CH3
C
P
O
P
O
O
OOH CH2
+
_
_
+
_
+
+
_
Universitas Sumatera Utara
atau jenis bahan baku dan jenis katalis yang digunakan(Alfa dan Syamsu, 2004).
Dengan mekanisme reaksi sebagai berikut:
2.4.3. Degradasi Polimer dan Pemutusan Rantai (Chain Scisson)
Pemutusan rantai adalah suatu proses pemutusan ikatan C-C dengan adanya oksigen
sehingga oksigen tersebut berikatan atau menangkap radikal bebas yang dihasilkan
(Wulandari, 2011). Menurut Tribawati (2009) Degradasi polimer dapat terjadi secara
mekanis, termal, kimiawi, fotokimia, dan biodegradasi. Secara kimiawi degradasi
polimer dapat terjadi dengan bantuan senyawa pemutus rantai molekul polimer.
Degradasi rantai molekul karet bertujuan untuk melunakkan atau menurunkan
viskositas karet, dan untuk memperoleh karet dengan rantai molekul yang lebih
pendek.
Radikal bebas pada molekul isoprena mudah bereaksi dan berikatan dengan oksigen
yang ada dalam lateks dan membentuk molekul yang tidak stabil hingga mengalami
reaksi autooksidasi sampai terjadi pemutusan ikatan (Pristiyanti, 2006).
2.5 Antioksidan
Antioksidan atau antidegradan berdasarkan cara dan mekanisme kerja dapat dibagi
dua kelompok. Pertama, Antioksidan Primer sebagai pemutus rantai (Chain Breaking)
dan kedua Antioksidan Pencegah (Preventif). Secara umum pembagian antioksidan
dalam industri karet sebagai berikut:
1. Kelompok phenilene diamina (PPDs)
2. Kelompok trimethyl diquinoline (TMQs)
3. Kelompok fenolik
4. Kelompok alkilated diphenil amine (DPAs)
5. Kelompok senyawa fospat aromatis
6. Kelompok kondensat keton diphenil amine
Universitas Sumatera Utara
2.6. Mekanisme Reaksi Oksidasi Polimer
Reaksi oksidasi polimer dapat menyebabkan terjadinya reaksi lanjutan berupa
pemutusan rantai (chain scission), ikatan silang (crosslinking) atau terbentuknya gugus
fungsional oksigen dan produk degradasi. Tahapan reaksi meliputi reaksi inisiasi,
propagasi, chain transfer, dan terminasi. Pada tahap inisiasi molekul polimer (RH)
bereaksi dengan sumber radikal bebas (O2) membentuk polimer radikal (R∙) dan
polimer radikal peroksi (ROO∙). Radikal polimer terjadi melalui reaksi penarikan
atom hydrogen (H-abstraction).
Setelah terbentuk radikal bebas polimer tersebut akan meneruskan sederetan reaksi
dengan spesies netral dan terbentuk radikal bebas baru. Secara kolektif terbentuknya
reaksi ini disebut tahap propagasi. Rantai karbon terus tumbuh memanjang sampai
terjadi reaksi penghentian rantai (mungkin melalui penggabungan dua radikal). Pada
hakikatnya pembentukan awal beberapa radikal bebas mengakibatkan
perkembangbiakan radikal-radikal bebas baru dalam suatu reaksi rantai radikal. Selain
propagasi terjadi reaksi yang disebut alih rantai (chain transfer) dimana radikal
polimer dapat bereaksi dengan senyawa lain disekitarnya seperti antioksidan atau
pelarut. Proses propagasi akan berlangsung sampai molekul monomer habis bereaksi.
Bila konsentrasi monomer sistem menurun, kemungkinan reaksi antara pusat aktif
dengan monomer menjadi kecil. Sebaliknya pusat aktif akan cenderung bereaksi satu
sama lain dengan spesies lain dalam sistem membentuk molekul polimer yang stabil.
Contoh reaksi radikal pada tahap terminasi reaksi oksidasi degradasi dapat dilihat pada
Skema 2-2 dan Skema2-3 menunjukkan secara singkat bagaimana mekanisme
terjadinya degradasi dan anti degradasi (antioksidan) suatu polimer.
Skema 2-2: Mekanisme Oksidasi Degradasi Polimer
I. Inisiasi
R--H + O2 → R. + HO2
A--H + O
∙ (1)
2 → A∙ + HO2
R∙ + O
∙ (2)
2 → ROO∙ (3)
Universitas Sumatera Utara
II. Propagasi:
ROO∙ + RH → R∙ + ROOH (4)
ROOH → RO∙ + OH∙ (5)
ROOH + RH → RO∙ + R∙ + H2O (6)
2 ROOH → RO∙ + ROO∙ + H2O (7)
III. Chain Transfer
ROO∙ + AH ROOH + A∙ (8)
A∙ + RH AH + R∙ (9)
IV. Terminasi
ROO∙ + RO∙ → produk stabil (10)
ROO∙ + 2A∙ → produk stabil (11)
A∙ + ROO ∙
→ produk stabil (12)
Skema 2-3: Mekanisme Degradasi dengan dan tanpa antioksidan
Universitas Sumatera Utara
2.7 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)
Spektroskopi infrared saat ini merupakan metode yang paling luas penggunaannya
untuk mengidentifikasi dan kuantisasi gugus fungsional dalam usaha sintesis polimer
cangkok. (Eddyanto, 2007: Gunasekaran et al., 2002, 2006; Krump et al., 2005;
Nakason et al., 2002, 2006). Alat FTIR dapat dilihat pada Gambar 2.4 dibawah ini
Gambar 2.4 Gambar FITR
Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red) adalah
sama dengan Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah
pengembangan pada sistim optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati
contoh. Dasar pemikiran dari Spektrofotometer FTIR adalah dari persamaan
gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier (1768-1830) seorang
ahli matematika dari Perancis. Fourier mengemukakan deret persamaan gelombang
elektronik sebagai :
f(t) = a0 + a1 cos w0t + a2 cos 2w0t + … + b1 cos w0t + b2 cos 2w0
dimana :
t
- a dan b merupakan suatu tetapan
- t adalah waktu
- ω adalah frekwensi sudut (radian per detik)
( ω = 2 Π f dan f adalah frekwensi dalam Hertz)
Atom-atom dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi. Bila radiasi
infra merah yang kisaran energinya sesuai dengan frekuensi vibrasi rentangan
(stretching) dan vibrasi bengkokan (bending) dari ikatan kovalen dalam kebanyakan
Universitas Sumatera Utara
molekul dilewatkan dalam suatu cuplikan, maka molektul-molekul akan menyerap
energi tersebut dan terjadi transisi diantara tingkat energi vibrasi dasar dan tingkat
vibrasi tereksitasi (Hendayana, dkk., 1994). Namun demikian tidak semua ikatan
dalam molekul dapat menyerap energi infra merah meskipun mempunyai frekuensi
radiasi sesuai dengan gerakan ikatan. Hanya ikatan yang mempunyai momen dipol
dapat menyerap radiasi infra merah (Sastrohamidjojo, 1992). Umumnya daerah radiasi
infra merah (IR) terbagi dalam daerah IR dekat (14290-4000 cm-1), IR jauh (700-200
cm-1) dan IR tengah (4000-666 cm-1
Ragam vibrasi ada 2 macam yaitu Vibrasi regangan ada dua macam, yaitu:
).
1. Regangan Simetri, unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam satu bidang
datar.
2. Regangan Asimetri, unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah tetapi masih
dalam satu bidang datar.
Vibrasi lentur/ bengkokan ini terbagi menjadi empat jenis, yaitu :
1. Vibrasi Goyangan (Rocking), unit struktur bergerak mengayun asimetri tetapi
masih dalam bidang datar.
2. Vibrasi Guntingan (Scissoring), unit struktur bergerak mengayun simetri dan
masih dalam bidang datar.
3. Vibrasi Kibasan (Wagging), unit struktur bergerak mengibas keluar dari bidang
datar.
4. Vibrasi Pelintiran (Twisting), unit struktur berputar mengelilingi ikatan yang
menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam bidang datar.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer, Laboratorium Terpadu
FMIPA Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Sentra Teknologi Polimer
Serpong, dilaksanakan bulan Februari 2013 sampai dengan Februari 2014.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini di uraikan pada tabel 3.1 dibawah ini:
Nama Alat Ukuran Produk/Merek
Neraca Analitis Mettler Toledo Internal Mixer Torque Rheometer System
Botol Aquadest Alat-alat Gelas Pyrex Alat reflux Granulator Oven Memmert Alat Pemanas PMC Oil Bath Kondensor Kertas Saring Wathman Alat Press Daniel Press Lempeng baja-teflon Alat FTIR Perkin Elmer PC/ Software Nicolet 5DXC-FTIR Melt Flow Indexter Devenvort Alat Analisa Termal Stopwatch
Universitas Sumatera Utara
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan pada table 3.2 di bawah
ini :
Nama dan Struktur/
Gambar
Sifat Kimia Dan Fisik Produk Dari
Polipropilena MFI Moplen HP500N
Resipren-35 PT. IKN
Montmorilonit D67G
A.Merk
Benzoil peroksida
Massa molar = 242.23 g/mol Titik leleh = 100-105 °C Titik didih = >380 °C
A.Merk
BHT
Massa molar = 220,35 g/mol Titik leleh = 70-73 °C Boilling poin = 265 °C
A.Merk
Wingstay
Karet Siklo
Warna = Kecoklatan Kelarutan = larut dalam pelarut karet
PTPN III
NH NH2
4-Amino diphenil amin (ADPA)
Universitas Sumatera Utara
NCO
NCOCH3
TDI
Universitas Sumatera Utara
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Persiapan polipropilena-montmorilonit nanokomposit
Nanokomposit polipropilen-montmorilonit merupakan blending bahan penyusunnya
yang terdiri dari polimer polipropilena, Moplen HP500N, montmorilonite komersial
D67G, kompatibiliser komersial, polipropilena-cangkok-MA atau PB3200, dan variasi
jenis antioksidan (Irganox Acid, Irganox Alkohol, Piperidinol, dan campuran Irganox-
101/Irganox168 1/1), komposisi dan kondisi proses preparasi nanokomposit dapat
dilihat dalam Tabel 3.3
Tabel 3.1 Komposisi dan kondisi sampel PP/MMT/PP-c-MA/AO
Komposisi Kondisi PP proses 180oC/10mnt/65 rpm
PP + D67G 180oC/10mnt/65 rpm
PP+Irg.A 180oC/10mnt/65 rpm
PP+Irg.Alc 180oC/10mnt/65 rpm
PP+Pip.OH 180oC/10mnt/65 rpm
PP+B225 180oC/10mnt/65 rpm
PP+D67G+PB+Irg.A 180oC/10mnt/65 rpm
PP+D67G+PB+Irg.Alc 180oC/10mnt/65 rpm
PP+D67G+PB+Pip.OH 180oC/10mnt/65 rpm
PP+D67G+PB+B225 180oC/10mnt/65 rpm
Proses pengolahan nanokomposit PP/MMT dilakukan dalam internal mixer
(torque rheometer) yang memiliki sepasang pisau blade berputar berlawanan arah
dengan kecepatan putar 0-250 rpm dalam suatu chamber dengan pengaturan
temperature sampai 300oC. Pada penelitian ini, PP murni (100 phr, 40 gr) dimasukkan
dalam chamber selama 2 menit untuk proses pelelehan sebelum ditambahkan dengan
komponen montmorilonit komersial D67G (5 phr), dan PP-g-MA PB3200 (2,5 phr)
dan antioksidan (0,6 phr), diproses pada temperatur 180oC dengan waktu 10 menit,
kecepatan diatur pada kecepatan 65 rpm. Setelah proses selesai, produk nanokomposit
Universitas Sumatera Utara
PP/MMT yang dihasilkan didinginkan, dihaluskan dengan granulator untuk
karakterisasi produk. Untuk lebih jelasnya prosedur kerja dari penelitian ini dapat
dilihat pada Bagan 3.1.
3.3.2. Uji degradasi terhadap Nanokomposit Polipropilen-Montmorillonit Uji degradasi dilakukan dengan melakukan pemanasan pada film lapisan tipis dalam
oven Wallace pada temperature 125o
C yang diukur setiap 24 jam dengan fourier
transform infrared (FTIR) Perkin elmer dan software Nicolet 5DXC-FTIR
spectrometer pada range 4000-400 cm-1sebanyak 64 kali pemindaian dengan resolusi
4 cm-1. Semi kuantitatif luas absorbansi diukur dengan software tersebut terutama
pada peak karbonil 1700cm-1 dan dibandingkan dengan luas absorbansi peak
pembanding (reference peak) pada 840 cm-1.
3.3.3. Preparasi Film Lapisan Tipis PP dan PP/MMT Untuk Analisis FTIR
Film tipis dengan ketebalan 100-200 µm pada sampel PP atau nanokomposit
PP/MMT dibuat menggunakan alat tekan kompresor komponding Daniel Press yang
dilengkapi pemanas listrik dan pendingin model sirkulasi air. Kurang lebih 0,2 gram
sampel ditempatkan pada permukaan lempeng baja yang dilapisi lembaran Teflon
(PTFE). Setelah dilakukan preheating pada 180oC selama 2 menit dan tekanan 60
kg/cm2, dilanjutkan proses pendinginan sampai temperature kamar sebelum
dikeluarkan dari lempeng baja dan diperoleh film lapisan tipis PP atau nanokomposite
PP/MMT.
3.3.4. Analisis Laju Alir Leleh (Melt Flow Index, MFI)
Laju alir leleh suatu polimer adalah ukuran viskositas leleh suatu polimer yang sangat
dipengaruhi oleh sifat fisika dan struktur molekul, mengindikasikan perubahan
distribusi berat molekul suatu polimer (polidispersi) pada kondisi pengukuran. Metode
pengukuran MFI mengukur kecepatan suatu lelehan polimer melewati lubang kecil
(die) berdiameter 1 mm dan diberi beban 2,16 kg. Pengukuran MFI PP dan PP/MMT
menggunakan alat MFI Devenvort Melt Flow Indexer pada temperature constant
Universitas Sumatera Utara
230oC sesuai dengan ASTM D-1238. 3 gram granular dimasukkan dalam kolom barel
MFI, dibiarkan selama 1 menit. Setelah dibebani 2,16 kg lelehan polimer akan
melewati die dan dipotong sampel lewat tersebut setiap 1 menit dan ditimbang.
Besaran MFI dan % perubahan MFI dihitung menggunakan persamaan berikut:
MFIs (g/10min) = (Pers.2.1)
% MFI change = x 100 (Pers.
2.2)
Dimana,
m : berat rata-rata yang keluar dari die, ekstrudat g t : waktu ektrusi, min
10 : 10 menit
MFIs
MFI
: Melt Flow index polimer yang sdh diproses.
v
: Melt Flow index polimer yg tdk diproses (virgin)
3.3.5. Modifikasi Antioksidan Amina Aromatis:
Modifikasi antioksidan amino diphenil amin (ADPA) suatu amina aromatis dilakukan
dengan cara erefluks ADPA dengan metina diisosianat (TDI) atau dengan glicidil
metacrilat dalam media pelarut xylene.
10 . m t
MFIs - MFIv MFIv
Universitas Sumatera Utara
3.4. Prosedur Kerja
A. Proses Preparasi Nanokomposit PP/MMT/PP-g-MA/Antioksidan
t = 0 menit
t = 2 menit
t = 10 menit
PengukuranMFI
Diproses Dlm Internal Mixer ◘ 2 menit ◘ mixer tertutup ◘ Lingkungan gas Nitrogen ◘ Temp.180oC ◘ Kecepatan rotor 65 rpm
Dituang dlm wadah Internal Mixer
Pembuatan Film Lapisan tipis
Polipropilena (PP) ◘ 100 phr (40 gram)
Ram dibuka, masukkan MMT/PP-g-MA/ AO Proses dilanjutkan
◘ 8 menit ◘ mixer ditutup kembali ◘ Lingkungan gas Nitrogen ◘ Temp.180oC ◘ Kecepatan Rotor 65 rpm
Proses diakhiri setelah diproses 10 menit
Produk nanokomposit Dikeluarkan dari chamber TR
Dinginkan dalam lingkungan gas nitrogen
Produk dihaluskan dgn granulator
Analisa FTIR
Expose dlm oven 1250C (0 – 600 jam)
Pengukuran MFI
INDEX CARBONIL (A1700 cm-1/A2725cm-1)
Produk nanokomposit PP/MMT/PP-g-MA/AO
(granular)
Masukkan: ◘ MMT 2,5 phr ◘ PP-g-MA (2,5 phr) ◘ Antioksidan (0,6 phr)
Universitas Sumatera Utara
B. Preparasi Sintesis Antioksidan TDI-ADPA
Filtrasi
Toluene 100ml
Endapan putih
FTIR
Produk murni
3 kali Dicuci dengan toluena
Produk Modifikasi
ADPA (31,7 g)
TDI 15 g
Proses 3 jam pada temp 100oC
Produk endapan putih
filtrat
100 ml Toluena
Universitas Sumatera Utara
C. Preparasi Sintesa Antioksidan GMA-ADPA
Filtrasi
Endapan putih
FTIR
Produk murni
3 kali Dicuci dengan toluena
Produk Modifikasi
diphenilamine (31,7 g)
HCl 0,5 g
Proses 12 jam pada temp 25oC
Produk endapan putih
filtrat
200 ml THF
GMA 15 g
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Spektra Infrared film Polipropilena
Gambar 4.1 menunjukkan spektra infra FTIR untuk polimer polipropilen, terlihat
adanya puncak pada panjang gelombang disekitar 2700-2900-800 dan 1400 yang
mengindikasikan adanya ikatan CH3 dan CH2
pada zat tersebut.
Gambar 4.1 Spektra Infrared film Polipropilena sebelum diekspose dalam panas oven
841.0
897
3.33
998.0
6
1167
.50
1304
.7913
59.53
1376
.8014
56.78
2723
.1028
39.94
2869
.332879
.3429
06.89
2945
.08
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
Abso
rban
ce
1000 2000 3000 Wavenumbers (cm-1)
459.0
9
809.2
384
1.70
903.2
498
6.41
1045
.09
1165
.73
1297
.4313
71.6314
55.20
1718
.98
2723
.61
2960
.87
3197
.573424
.22
0.120
0.130
0.140
0.150
0.160
0.170
0.180
0.190
0.200
0.210
0.220
0.230
0.240
0.250
0.260
0.270
Abso
rban
ce
1000 2000 3000 4000 Wavenumbers (cm-1)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Spektra Infrared film Polipropilena teroksidasi setelah diekspose dalam panas oven selama 125 jam
Jika dibandingkan spektra infra red film polipropilena sebelum dan sesudah
dalam panas oven selama 125 jam terlihat munculnya puncak yang sangat kuat pada
panjang gelombang 3424 dan 1700. Kemunculan puncak mengindikasikan
terbentuknya gugus hidroperoksida dan guugus karbonil sebagaimana ditampilkan
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Perbandingan puncak serapan infrared, perubahan puncak serapan film
propilena sebelum dan sesudah diekspos.
PP
Gambar 4.1 Gambar 4.2 Kuat puncak
Jenis penyerapan
- 3424 kuat υ(O-H) hidroperoksida 2967 2967 Sangat
kuat υ(CH3)
2836 2836 Sangat kuat
υ(CH2)
2720 2720 lemah υ(C-CH3 ) 1700 kuat υ(C=O) ggs karbonil
1459 1459 kuat δ(CH3)asym., δ(CH2) 1376 1376 kuat δ(CH3)sym., ω(CH2),
δ(CH), υ(C-C)b 1359 1359 sedang υ(CH3)sym, δ(CH) 1325 1325 Lemah δ(CH), τ(CH2) 1304 1304 Lemah ω(CH2), τ(CH2) 1255 1255 lemah δ(CH), τ(CH2), ρ(CH2) 1167 1167 sedang υ(C-C)b, ρ(CH3), δ(CH) 1105 1105 Sangat
lemah υ(C-C)b, ρ(CH3), ω(CH2), τ(CH), δ(CH)
1045 1045 Sangat lemah
υ(C-CH3), υ(C-C)b, δ(CH)
997 997 Sedang ρ(CH3), δ(CH), ω(CH2) 971 971 sedang ρ(CH3), υ(C-C)b 940 940 Sangat
lemah ρ(CH3), υ(C-C)b
899 899 Lemah ρ(CH3), ρ(CH2), δ(C-H), δ(CH3)sym., ω(CH2)
841 841 sedang ρ(CH2), υ(C-C)b, υ(C-CH3)b , ρ(CH3)
809 809 lemah ρ(CH2), υ(C-C)b, υ(C-
Universitas Sumatera Utara
CH3)b 966 966 lemah υ(C-C)
Singkatan: b = backbone δ = bending, υ = stretching, ρ = rocking, τ = twisting, ϖ = wagging
Pengolahan data dengan software Nicolet 5DXC-FTIR akan menampilkan hasil
seperti pada gambar 4.3. Terlihat perbandingan puncak serapan yang muncul akibat
diekspose dengan panas (teroksidasi). Luas puncak adalah bagian yang di arsir.
Perbandingan luas puncak serapan memberikan gambaran kuantitatif kandungan
gugus fungsi yang terkandung pada sampel yang diperiksa. Sangat terlihat bahwa
pembentukan puncak dan luas areanya sangat signifikan bila dibandingkan dengan
puncak dari gugus fungsi lainnya.
Gambar 4.3 Print Screen Spektrum pada soft ware Nicolet 5DXC-FTIR .
Perbandingan puncak serapan yang muncul akibat diekspose dengan panas (teroksidasi).
Spektrum FTIR sesuai dengan mekanisme degradasi menurut Rivaton (1998)
Menurutnya Degradasi polipropilen dapat terjadi tanpa adanya pengaruh oksigen.
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan suhu dan radiasi cahaya yang panjangnya lebih besar dari 300 nm akan
menyebabkan degradasi polipropilena. Pada tahap awal proses degradasi akan
menghasilkan senyawaan gugus hidroksil. Pada reaksi selanjutnya akan dihasilkan
senyawaan ester, asam dan lakton. Tahapan mekanisme degradasi polipropilen secara
lebih terinci diterangkan pada gambar 4.4.
-CH2COOH, -CH2COO-CH2
-,
Gambar 4.4. Mekanisme degradasi polipropilena
A. Spektra Infra Red film Blending PP/MMT
Spektra FTIR propilena menunjukkan menunjukkan spektra infra FTIR untuk polimer
polipropilen, terlihat adanya puncak pada panjang gelombang disekitar 2700-2900-
800 dan 1400 cm-1yang mengindikasikan adanya ikatan CH3 dan CH2 pada zat
tersebut.Akan tetapi blending PP/MMT menyebabkan perubahan pada spektra FTIR
Polipropilena. Pada gambar 4.5 terlihat adanya puncak pada 3331 cm-1 pada spektra
blending PP/MMT yang tidak dijumpai pada spektra PP yang diperkirakan dihasilkan
oleh gugus hidroksi yang terdapat pada MMT. Puncak pada 1043 cm-1 diperkirakan
Universitas Sumatera Utara
terbentuknya crosslingking ketika pencampuran PP dengan MMT. Akan tetapi
tidakterlihat adanya peningkatan pada gugus karbonil yang mengindikasikan
terjadinya oksidasi terhadap polimer polipropilen. Puncak – puncak yang
menunjukkan ikatan antar C sebagian besar bertumpang tindih dengan spektra
polipropilena. Hal ini menunjukkan bahwa blending PP/MMT tidak menyebabkan
polipropilena berubah gugus fungsinya.
Gambar 4.5 Perbandingan Spektra FTIR film lapisan tipis Polipropilena (biru) dan
blending PP/MMT (merah) sebelum diekspos.
B. Spektra Infra red Film Blending PP/ PP-g-MA
Pada gambar 4.6 terlihat bahwa blending PP/ PP-g-MA menimbulkan puncak pada
1378 cm-1 yang terbentuk dari gugus -HC=CH-
yang terdapat pada senyawa maleat
anhidrida. Tidak nampak adanya vibrasi yang terbentuk pada kisaran panjang
gelombang 1700 cm-1 ( karbonil) dan 3424 nm ( hidroksil).
809.2
3841.0
589
9.60
1043
.88
1167
.2712
55.80
1304
.7213
59.48
1376
.7614
59.56
2723
.01
2839
.6429
17.02
3631
.11
*WO-0h-P500-P1*WO-0h-P500-P
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
Abso
rban
ce
1000 2000 3000 Wavenumbers (cm-1)
809.3
2841.0
689
9.49
973.3
1
998.0
6
1167
.4412
55.84
1304
.6913
59.55
1376
.7914
60.50
2723
.10
2839
.4328
71.99
2934
.50
*WO-0h-P500-PWO-0h-P500-P2
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
Abso
rban
ce
1000 2000 3000 Wavenumbers (cm-1)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6 Perbandingan Spektra FTIR film lapisan tipis Polipropilena (biru) dan
blending PP/PP-g-MA sebelum diekspos. Hasil penelitian Oromiehie A., Ebadi-Dehaghani H., dan Mirbagheri (2014).
Menunjukkan bahwa spektra FT-IR dari PP-g-MA memberikan puncak serapan yang
signifikan karena adanya pengaruh dari kelompok anhidrida dan Dikuimil peroksida
(DCP) yang digunakan pada blending PP/ PP-g-MA,
C. Spektra Infra Red Film PP/MMT/PP-g-MA
Spektra FTIR yang ditunjukkan pada gambar 4.7 menunjukkan adanya vibrasi pada
1378cm-1 dan 1044 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus CH3 asymetris, CH2 dan C-
C yang dihasilkan oleh senyawa PP-g-MA. Tidak nampak adanya vibrasi yang
terbentuk pada kisaran panjang gelombang 1700 cm-1 (karbonil). Pada panjang
gelombang 3131 cm-1
(hidroksil) tampak adanya vibrasi tetapi tidak terlalu
signifikan. Vibrasi ini terbentuk karena adanya gugus hidroksil yang terdapat pada
molekul montmorilont (MMT).
4630
552
0.73
809.2
2841.0
789
9.5797
3.3599
8.92
1044
.24
1167
.3312
55.80
1304
.7313
59.52
1376
.8314
59.10
2723
.10
2840
.302870
.3329
29.67
3631
.98
*WO-0h-P500-PWO-0h-P500-P3
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
Abso
rban
ce
1000 2000 3000 Wavenumbers (cm-1)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.7. Perbandingan Spektra FTIR film lapisan tipis Polipropilena (biru) dan
blending PP/MMT/PP-g-MA sebelum diekspos.
D. Spektra Infra Red film lapisan tipis PP sebelum dan sesudah diekspos
Gambar 4.8 Spektra film lapisan tipis PP sebelum dan sesudah diekspos sampai 125 jam dalam oven 125o
C.
Gambar 4.8 menunjukkan perbedaan spektra film lapisan tipis PP sebelum dan
sesudah diekspos sampai 125 jam dalam oven 125oC. Terlihat bahwa terjadi perluasan
puncak yang sangat signifikan pada 3400 cm-1 dan 1700 cm-1. Pembentukan puncak
tidak menunjukkan peningkatan yang berarti hingga waktu ekspos selama 96 jam.
Universitas Sumatera Utara
Penambahan waktu ekspos hingga 125 jam menunjukkan terjadinya pembentukkan
puncak pada 3400 cm-1 dan 1700cm-1
pengaruh mengindikasikan adanya pengaruh
termal. Waktu ekspos maksimal dimana propilena tidak mengalami degradasi
selanjutnya dijadikan perbandingan tingkat kestabilan propilena dengan berbagi
perlakuan, yaitu 96 jam.
E. Spektra Infra Red Film PP/MMT (Tanpa Compatibiliser) Sebelum dan Sesudah Diekspos
Hasil spektra infra red terhadap Film PP/MMT (tanpa compatibiliser) sebelum dan
sesudah diekspos ditunjukkan pada gambar 4.9. Terlihat bahwa ekspos dilakukan
hingga 192 jam dalam oven 125o
Kestabilan Blending PP/MMT, Menurut J. Njugunab , K. Pielichowskia,, J. R.
Banerjeec. 2007 karena terjadinya perubahan struktur dan konsentrasi produk.
Pengaruh menguntungkan darikestablan ini tergantung pada derajat interkalasi /
pengelupasan lapisan tanah liat dan dispersi yang lebih baik dari nanofiller.
C. Terlihat bahwa peningkatan puncak 3400 dan
1700 terjadi pada waktu ekspos 192 jam, berarti pada waktu ekspos 168 jam dianggap
waktu terlama film PP/MMT dapat mempertahankan kestabilannya. Jika waktu
ekspos PP dipakai sebagai patokan kestabilan terendah maka kestabilan film PP/MMT
memiliki faktor stabilitas : 168 jam / 96 jam = 1.75. Artinya blendling PP/MMT
meningkatkan kestabilan polimer polipropilen hingga 1,75.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.9 Spektra film lapisan tipis blend PP/MMT (tanpa compatibiliser) sebelum dan sesudah diekspos sampai 192 jam dalam oven 125o
C.
F. Spektra Infra Red Film blending PP/Antioksidan B225
Antioksidan B225 merupakan campuran dari Irganox 1010 dengan Irganox 168.
Kedua zat ini bersifat antioksidan. Penambahan campuran ini ke dalam PP
memberikan pengaruh yang sangat baik pada kestabilan polimer tersebut. Camppuran
ini dapat mempertahankan kestabilan polipropilena hingga waktu ekspos 350 jam.
Jika dibandingkan dengan kestabilaan PP murni maka di peroleh faktor stabilisasi
350 jam/ 96 jam = 3,65. Penambahan campuran antioksidan ini meningkatkan
kestabilan sebanyak 2 kali lipat jika dibandingkan dengan blending PP/MMT tanpa
antioksidan.
Gambar 4.10 Spektra film lapisan tipis blend PP/Antioksidan B225 sebelum dan
Universitas Sumatera Utara
sesudah diekspos sampai 396 jam dalam oven 125o
C
Penelitian Astutiningsih, dkk (2009) menunjukkan bahwa nanokomposit
polipropilena dengan montmorillonite yang disintesa dengan cara cascade engineering
menggunakan PP-g-maleik anhidrida sebagai pengkompatibel tidak stabil terhadap
pengaruh termal. Sedangkan Penelitian Muller et. All (2009) menunjukkan bahwa
penggunaan antioksidan hindered fenol dapat meningkatkan kestabilan polipropilena
untuk jangka waktu yang panjang karena antioksidan hindered fenol tetap stabil
selama proses manufaktur dan penyimpanan.
Irganox 1010 dan Irganox 168 adalah antioksidann yang memiliki gugus hindered
fennol. Mekanisme penstabilan senyawa radikal oleh hidered fenol dapat dijelaskan
dengan mekanisme reaksi pada gambar 4.11
Gambar 4.11 Mekanisme penstabilan senyawa radikal oleh hindered fenol
G. Spektra Infra Red Film blending Film PP/MMT/ PB/ AO
463
3452
1.53
809.
2584
0.95
899.
7297
2.849
98.8
31046
.30
1167
.32
1304
.40
1359
.42
1376
.40
1458
.70
1716
.95
2722
.93
2839
.81
2906
.05
3425
3629
W-192h-PP+D67G+PBW-230h-PP+Irg.AW-230h-PP + Irg A + D67G + PBW-168h- PP + PipOH + D67G + PBW-254h-PP + Irg Alc + D67G + PBW-192h- PP + Irg AlcW-398h-PP+B225W-398h-PP+B225+D67G+PBW-192h - PP+D67GW-398h-PP+PBW-302h-PP + B225 + D67G + PBW-125h-PP Proses
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
Abso
rban
ce
1000 2000 3000 Wavenumbers (cm-1)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.12. Spektra film lapisan tipis blend berbagai komposisi PP/MMT/PB/AO setelah diekspos sampai 125-398 jam jam dalam oven 125o
Gambar 4.12 menunjukkan spektra FTIR dari film blending PP/MMT/PB/AO dengan
berbagai variasi lamanya disimpan dalam oven yang suhunya 125
C
o
Irganox 1010, Irganox acid dan Irganox alkohol, piperidinol dan campuran
Irganox 1010/ Irganox 168 (B225) sangat efektif menahan laju degradasi polimer
propilena dan nanokomposit PP/MMT dengan urutan efektifitas seB225 >Pipagai
berikut :.OH > Irganox alkohol > Irganox acid. Dengan kata lain antioksidan yang
paling baik untuk nanokomposit PP/MMT adalah yang memiliki gugus hindered
fenol.
C. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa waktu espos 398 jam tidak menunjukkan perubahan spektra.
Jika dihitung faktor stabilisasinya adalah 398 jam/ 96 jam = 4,14. Jika faktor
stabilisasi ini dibandingkan dengan faktor stabilisasi blending PP/antioksidan maka
diperoleh nilai : 4,14/ 3.14 =1,31.
H. Pengaruh Komposisi PP/MMT/PB/AO Terhadap MFI dan Final Torque
Indeks aliran lelehan (Melt Flow Index) adalah ukuran kemudahan aliran lelehan
polimer termoplastik. Halini didefenisikan sebagai massa polimer dalam gram
mengalir dalam sepuluh menit melalui kapiler yang memiliki diameter dan panjang
tertentu setelah diberi tekanan dan suhu yang ditentukan. MFI tidak merupakan
ukuran tidak langsung dari berat molekul. Jika aliran lelehan cepat berarti zat tersebut
memiliki berat molekul rendah dan jika sebaliknya jika aliran lelehan lambat
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa bahan tersebut mempunyai berat molekul tinggi. Pada gambar
4.13 campuran antioksidan Irganox 1010 dan Irganox 168 menunjukkan indeks MFI
yang rendah berarti berat molekulnya paling besar yang menggambarkan
kestabilannya.
Gambar 4.13 Melt flow index berbagai komposisi PP/MMT/PB/AO
Final torque adalah kondisi putaran yang paling optimal ketika proses blending
senyawa polimer. Peningkatan final torque memberikan gambaran adanya
pembentukkan ikatan yang berpengaruh pada viscositas dan kekuatan ikatan pada
polimer. Pada gambar 4.14 terlihat Final torque yang paling tinggi adalah pada
campuran PP dengan antioksidan dan campuran Irganox 1010 dengan Irganox 168.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
MFI
(g/1
0mnt
)
Melt Flow Index (MFI)
02468
101214161820
PP Proses
PP+ D67G
PP + PB
PP +D67G
+ PB
PP + Irg A
PP + Irg A + D67G + PB
PP + PipOH
PP + PipOH
+ D67G + PB
PP + Irg Alc
PP + Irg Alc
+ D67G + PB
PP + B225
PP +B225
+ D67G + PB
Fina
l Tor
que
(n/m
2)
Final Torque
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.14 Melt flow index berbagai komposisi PP/MMT/PB/AO Gambar 4.14 Final Torque berbagai komposisi PP/MMT/ PB/ AO
I. Waktu Ekspos Berbagai Komposisi Blendding PP/MMT /AO
Waktu ekspos adalah waktu yang dibutuhkan suatu zat atau campuran dapat
mempertahankan kestabilannya. Gambar 4.15 menunjukkan waktu ekspos tertinggi
dari berbagai komposisi PP/MMT dengan berbagai antioksidan. Terlihat bahwa waktu
ekspos terlama adalah 398 jam.
Waktu ekspos terlama ditunjukkan oleh campuran PP dengan dengan
kompatibeliser, campuran PP dengan piperidinol alkohol dan kompatibeliser serta
campuran PP dengan Irganox 1010 dan Irganox 168 .Waktu ekspos campuran
inimencapai 400. Jika dibandingkan dengan waktu ekspos PP murni yaitu 96 jam,
maka diperoleh faktor stabilisasi 4.15.
Gambar 4.15 Waktu ekpose tertinggi untuk terjadinya degradasi
J. Pengaruh Konsentrasi Antioksidan Terhadap Indeks Karbonil
050
100150200250300350400450
PP Proses
PP+D67G PP + PB PP + D67G +
PB
PP + Irg A
PP + Irg A + D67G
+ PB
PP + PipOH
PP + PipOH + D67G +
PB
PP + Irg Alc
PP + Irg Alc +
D67G + PB
PP + B225
PP + B225 + D67G +
PB
Lam
anya
eks
pose
(jam
)
Waktu Expose (jam)
Universitas Sumatera Utara
Pada degradasi polimer polipropilen dihasilkan senyawa karbonil yang terlihat sebagai
puncak yang muncul pada panjang gelombang 1700 cm-1
pada spektra FTIR. Luasan
puncak yang terbentuk menggambarkan kuantitas senyawa karbonil yang terbentuk
yang disebut dengan indeks karbonil.
Gambar 4.16 Spektra FTIR sampel PP/MMT/PB/B225 variasi konsentrasi
antioksidan dan indeks karbonil yang dimunculkan setelah ekpose tertinggi untuk terjadinya degradasi
Gambar 4.16 bagian (a) menunjukkan indeks karbonil dari spektra IR pada
gambar gambar 4.16 (b), sedangkan gambar 4.16 (c) menunjukkan grafik konsentrasi
antioksidan dengan indeks karbonil. Dari gambar 4.16 terlihat bahwa indeks karbonil
tidak meningkat pada konsentrasi antioksidan 0,5 dan 1 phr (per hundred=seperseratus
1630
.95
1711
.70
W-350h-PP+D67G+PB+B225 (0.6 phr)W-350h-PP+D67G+PB+B225 (1.2 phr)W-350h-PP+D67G+PB+B225 (1.8 phr)W-350h-PP+D67G+PB+B225 (2.4 phr)W-350h-PP+D67G+PB+B225 (3.0 phr)W-350h-PP+D67G+PB+B225 (3.6 phr)
0.06
0.08
0.10
0.12
0.14
0.16
0.18
0.20
0.22
0.24
0.26
0.28
0.30
Abso
rba
nce
1600 1800 2000 Wavenumbers (cm-1)
521.
00
809.
3084
0.96
899.
48
973.
15998.
81
1044
.67
1167
.40
1255
.67
1304
.70
1359
.46
1376
.83
1459
.16
1630
.95
1711
.70
W-350h-PP+D67G+PB+B225 (0.6 phr)W-350h-PP+D67G+PB+B225 (1.2 phr)W-350h-PP+D67G+PB+B225 (1.8 phr)W-350h-PP+D67G+PB+B225 (2.4 phr)W-350h-PP+D67G+PB+B225 (3.0 phr)W-350h-PP+D67G+PB+B225 (3.6 phr)
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
2.2
2.4
2.6
2.8
3.0
3.2
Abso
rba
nce
500 1000 1500 Wavenumbers (cm-1)
Universitas Sumatera Utara
bagian). Artinya penggunaan antioksidan dengan konsentrasi yang kecil sudan cukup
untuk mempertahankan kestabilan polimer.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulanbahwa Penambahan
antioksidan Irganox 1010, Irganox Acid, Irganox Alkohol, Piperidinol, dan campuran
Irganox 1010/ Irganox 168 (B225) sangat efektif menahan laju degradasi polimer
polipropilena dan nanokomposit Polipropilena/montmorilonit dengan urutan
efektifitas B225 > Pip.OH > Irganox alkohol > Irganox acid. Antioksidan dengan
gugus hindered fenol memberikan stabilisasi yang lebih efektif.
Konsentrasi antioksidan yang digunakan dalam menahan laju degradasi
nanokomposit PP/MMT sangat efektif karena dengan konsentrasi yang kecil mampu
menahan laju degradsi oksidasi panas.
5.2. Saran
Dalam penelitian ini perlu dilakukan karakterisasi analisa yang berhubungan dengan
produk penggunaan polipropilena dan nanokomposit PP/MMT seperti uji mekanikal
tensile dan morfologi SEM.
Penggunaan antioksidan hasil sintesis TDI-ADPA dan GMA-ADPA masih
perlu dilanjutkan sebagai antioksidan dengat uji efektifitas antioksidan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Alfa, A. A. 2007. Siklisasi karet alam dari lateks berprotein rendah. Laporan Hasil
Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor.
Alfa, A. A. dan Y. Syamsu. 2004. Sifat dan Kegunaan Karet Alam Siklik Dari Larutan Karet dan Dari Lateks. di dalam Prosiding Seminar Nasional VII Kimia Dalam Pembangunan, Hotel Santika Yogyakarta, 25-26 Mei 2004, pp. 540-547.
Al-Malaika, S., and G. Scot, 1983, “In Degradation and Stabilisation of Polyolefins “ App. Sci. Pulp, Ltd. London.
Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC). 2009. Data Natural Rubber Trends & Statistics. http://www.anrpc.org.cite
BPS. 2011. Statistika Indonesia. Badan Pusat Statitiska, Jakarta.
Brandrup J, Immergut EH and Grulke EA. 1999. Polymer Handbook. Fouth Edition. John
Coomarasamy, A., P. P. Perera dan M. Nadarajah. 1981. Preparation and Uses of Cyclised Rubber Obtained from Papain Coagulated Natural Rubber. Rubber Research Institute, Sri Lanka, 58 : 46 – 57.
Cappoci, G and Hubbard, M, 2005, A Radically New UV Stabilizer for Flexible PVC Roofing Membranes, JOURNAL OF VINYL & ADDITIVE TECHNOLOGY, 11, pp 91–94
Cowd, M. A. 1991. Kimia Polimer. Penerbit ITB, Bandung.
Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian. 2009. ROADMAP Industri Pengolahan Karet dan Barang. 2009. Jakarta.
Eddyanto. 2007. Functionalitation Of Polymers: Reavtive Processing, Struktur and Performance Characteristic, Thesis, Aston University.
Goonetilleke, P., S.M.C.E. Silva, L.P. Whitarana dan I. Denawaka. 1993. Preparation and Characterisation of Soluble Cyclised Rubber from Natural Rubber Latex. Proceedings International Rubber Technology Conference, 429-438.
Gunasekaran, S., R.K. Natarajan., A. Kala. 2007. FTIR spectra and mechanical strength analysis of some selected rubber derivatives, Spectrochimica Acta Part A 68: 323-330.
Universitas Sumatera Utara
Huskic et all (2009), Modificationof Montmorillonite by Cationic Polyester, Applied Clay Science 420-440
Krump, H., P. Alexy., A.S. Luyt. 2005. Preparation of a maleated Fischer-Tropsch paraffin wax and FTIR analysis of Grafted maleic anhydride, Polymer Testing 24: 129-135.
Leblanc (2001) Rubber–filler interactions and rheological properties in filled compounds, Progress in Polymer Science, Volume 27, Issue 4, May 2002, Pages 627–687
Makadia, C.M (2000) Nanocomposites Of Polyropilene by Polymer Melt Coumpound, Master Of Science Thesis, University Of Massachusetts
Mark , JE and Erman. B, The Molecular Basis of Rubberlike Elasticity Science and Technology of Rubber (Third Edition) 2005, Pages 157–182
Mirzataheri, M., 2000. The Cyclization of Natural Rubber, Iran J. Chem. & Chem. Eng.,19: 455
Nakason, C., A. Kaesaman., Z.Samoh., S.Homsin., S. Kiatkomjornwong. 2002.
Rheological properties of maleat natural rubber and natural rubber blends, Polymer Testing 21: 449-445
Nakason, C., S. Saiwaree., S Tatun., A. Kaesaman. 2006. Rheological, thermal and
morphological properties of maleated natural rubber and its reactive blending with poly(methyl methacrylate), Polymer Testing 25: 656-667
Olad, A. 2009. Enhanced corrosion protective coating based on conducting polyaniline/zinc nanocomposite, Journal Of Applied Polymer science, olume 115, Issue 4, 15 February 2010, Pages 2221–2227
Oromiehie A., Ebadi-Dehaghani H., and Mirbagheri S.2014. Chemical Modification of Polypropylene by Maleic nhydride: Melt Grafting, Characterization and Mechanism International Journal of Chemical Engineering and Applications, Vol. 5, No. 2, April 2014
Rakov (2013) Carbon nanotubes in new materials, Russian Chemical Reviews, Volume 82, Number 1
Rao, et.all . 2004 Nanotubes and Nano Wire,John Willey page 192
Ray and Okamoto (2003) Polymer/layered silicate nanocomposites: a review from preparation to processing Prog. Polym. Sci. 28 1539–1641
S. Avirah, R. Joseph Studies on natural rubber-bound diphenylamine antioxidants Polymer Degradation and Stability, Volume 46, Issue 2, Pages 251-257
Universitas Sumatera Utara
Saunders, K.J. 1988. Organik Polymer Chemistry, Second Edition, Blackie Academic & Professional, Glasgow
Setyamidjaja, D. 1993. Karet. Yogyakarta : Kanisius.
Stern, H.J. 1967. Rubber. Natural and Synthetic, 2nd ed.Maclaren and Sons ltd, London.
Stevens, Malcolm P. 2001. Polymer Chemistry : An Introduction. Oxford University Press, Inc.
Surya Indra, Ir,.2006. Buku Ajar Teknologi Karet. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Medan.
Synthesis Of Iron Oxide-Montmorillonite Composite and Study Of Its Structural Stability Againts Sulfuric Acid, Indonesian Journal of Chemistry, 2004, 4 (1), 33
Tribawati, R.Y. 2009. Depolimerisasi Lateks Karet Alam Secara Kimia Menggunakan
Senyawa Hidrogen Peroksida - Natrium Nitrit – Asam Askorbat. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wulandari, Retno. 2011. Gamma Ray Irradiation on UHMWPE and HDPE to Increase Tibial Tray Mechanical Properties.
IPB (Bogor Agricultural University). Bogor
Universitas Sumatera Utara