33
STENOSIS DUODENUM Saron Anggraini, Zulkarnain Muin, Yimelda Anak Usman, Rizky Nur Harun, Dian S. Ningrum,Vita Rahayu. Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasannuddin Makassar A. ABSTRAK Stenosis duodenum merupakan penyempitan pada duodenum yang menyebabkan obstruksi pada duodenum. Stenosis duodenum dipercayai terjadi akibat kegagalan dalam proses pembentukan embriologi struktur bilier dan pankreas selama masa fetus. Side to side duodenoduodenostomy adalah terapi operatif perbaikan standar pada stenosis duodenum, pada beberapa kasus, duodenojejunostomy dapat menjadi pilihan jenis operasi yang lain dengan perbaikan yang lebih mudah dengan pembedahan yang minimal. Berdasarkan penemuan kasus di RSUD dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, bulan Maret 2013, dilaporkan seorang anak perempuan berusia 26 hari dengan muntah-muntah yang dialami sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit dan didiagnosis menderita ileus obstruktif parsial et causa stenosis duodenum. Kata kunci : Stenosis duodenum, duodenoduodenostomy, duodenojejunostomy ABSTRACT 1

stenosis duodenum EDIT.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: stenosis duodenum EDIT.doc

STENOSIS DUODENUM

Saron Anggraini, Zulkarnain Muin, Yimelda Anak Usman, Rizky Nur

Harun, Dian S. Ningrum,Vita Rahayu.

Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasannuddin

Makassar

A. ABSTRAK

Stenosis duodenum merupakan penyempitan pada duodenum yang

menyebabkan obstruksi pada duodenum. Stenosis duodenum dipercayai

terjadi akibat kegagalan dalam proses pembentukan embriologi struktur

bilier dan pankreas selama masa fetus. Side to side duodenoduodenostomy

adalah terapi operatif perbaikan standar pada stenosis duodenum, pada

beberapa kasus, duodenojejunostomy dapat menjadi pilihan jenis operasi

yang lain dengan perbaikan yang lebih mudah dengan pembedahan yang

minimal.

Berdasarkan penemuan kasus di RSUD dr.Wahidin Sudirohusodo

Makassar, bulan Maret 2013, dilaporkan seorang anak perempuan berusia

26 hari dengan muntah-muntah yang dialami sejak 3 hari sebelum masuk

Rumah Sakit dan didiagnosis menderita ileus obstruktif parsial et causa

stenosis duodenum.

Kata kunci : Stenosis duodenum, duodenoduodenostomy,

duodenojejunostomy

ABSTRACT

Duodenal stenosis is a stricture on duodenal that can cause duodenal

obstruction. They are believed to result from a developmental error during

early foetal life within the area of intense embryological activity involved in

the creation of the biliary and pancreatic structures. A side-to-side

duodenoduodenostomy is the standard repair for duodenal stenosis. In some

cases, duodenojejunostomy can be an alternative and may afford an easier

repair with minimal dissection.

1

Page 2: stenosis duodenum EDIT.doc

According to case found in RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar on March 2013, reported of a 26 days age old baby girl present

with vomitting suffered since age of 3 days before hospitalized and been

diagnosed with partial obstructive ileus caused by duodenal stenosis.

Keyword : Stenosis duodenal, duodenoduodenostomy, duodenojejunostomy

B. PENDAHULUAN

Walaupun insidens obstruksi duodenum cukup jarang, diestimasi

insidennya bervariasi antara1 dari 10.000 hingga 1 dari 40.000 kelahiran.

Kebanyakan diperoleh perbandingan antara atresia dan stenosis adalah 3:2

atau 2:2. Atresia duodenum dan stenosis adalah penyebab tersering dari

obstruksi intestinum pada bayi yang baru lahir.

Ada berbagai jenis tipe obstruksi duodenum, obstruksi dapat parsial

maupun komplit, ekstrinsik atau instrinsik, atau bahkan kedua-duanya.

Atresia dan stenosis duodenum termasuk dalam obstruksi instrinsik.

Obstruksi duodenum berkaitan dengan prematuritas (46%) dan

polyhidramnions maternal (33%). Sebagai tambahan, terdapat angka

kejadian yang tinggi hubungan antara obstruksi duodenum dan sejumlah

anomali, yaitu down syndrome (>30%), malrotasi (>20%), kelainan jantung

bawaan (20%).

Gejala klinis yang paling sering muncul adalah muntah bilious dan

intoleransi makanan. Dari pemeriksaan fisis, tdak ada temuan yang spesifik

untuk menegakkan diagnosis, namun mungkin kita akan menemukan

distensi pada perut bagian atas.

Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan foto polos

abdomen. Pada foto polos abdomen akan didapatkan gambaran udara

double bubble yang merupakan patognomonis gambaran pada obstruksi

duodenum.

Duodenuduodenostomy atau duodenotomy dengan reseksi membran

merupakan pilihan tindakan operatif pilihan dengan hasil cukup bagus dan

memiliki riwayat morbiditas post operatif yang minimal

2

Page 3: stenosis duodenum EDIT.doc

C. LAPORAN KASUS

Bayi perempuan berumur 26 hari masuk dengan keluhan utama

muntah-muntah sejak 3 hari sebelum dibawa ke RS. Frekuensi muntah

2x/hari, warna kehijauan, tidak menyemprot. Demam (-), kejang (-), sesak

(-), riwayat demam (+) waktu pasien umur 5 hari. Anak malas menyusui.

Ibu kontrol teratur di dokter kandungan. BAB : Riw pengeluaran meconeum

2 hari setelah lahir, setelah itu belum pernah BAB sampai pasien dirawat

selama 11 hari di rumah sakit. Dan sekarang pasien sudah BAB teratur

dalam 5 hari terakhir, dengan frekuensi 1-2x/hari, konsistensi lunak, warna

coklat kekuningan, ampas (+), darah (-), lendir (-).

BAK : lancar, warna kuning

- Riwayat kelahiran, cukup bulan, persalinan normal di Pustu (Puskesmas

Bantu), ditolong bidan, bayi tidak segera menangis, riwayat pengeluaran

mekonium 2 hari setelah lahir.

- Ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan saat hamil

Pada pemeriksaan fisis, keadaan umum:sakit sedang/gizi

kurang/composmentis. Mata cekung (+), bibir kering (+), turgor menurun.

Ditemukan tanda vital didapatkan nadi 142 x/menit, Pernapasan 51x/menit,

dan suhu 36,80 C.. Pada regio abdomen, dari inspeksi:tampak sedikit

cembung, ikut gerak napas; auskultasi:peristaltik (+) kesan normal

;palpasi:nyeri tekan sulit dinilai, masssa tumor (-), Perkusi:timpani.-->

tauh di slide

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 15/11/2012: WBC

10,57x 103, RBC 4,13 x 106, Hb 10,4, HCT 33,1, PLT 149x106, GDS 108,

Na 136, K 5,3, Cl 105. ada di slide lab terup date

Foto abdomen 3 posisi (12/03/2013) kesan: Atresia duodenum. Foto

kontrol abdomen 3 posisi (19/03/2013) kesan : susp. Stenosis duodenum.

Foto klinis pasien (21/03/2013) setelah dikompresi dengan NGT :

Ganti !!!!!

3

Page 4: stenosis duodenum EDIT.doc

Foto polos abdomen 3 posisi (12/03/2013)

kesan: ileus paralitik

4

Page 5: stenosis duodenum EDIT.doc

cropppp !!!

5

Page 6: stenosis duodenum EDIT.doc

Foto BNO (19/03/2013)

kesan:suspect stenosis duodenum

ganti !!!!!

D. PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan keluhan muntah-muntah yang dialami

sejak 3 hari sebelum dibawa ke RS dengan warna muntah kehijauan.

Frekuensi muntah 2x/hari, tidak menyemprot. Berdasarkan kepustakaan,

gejala klinis yang paling sering dari stenosis duodenum adalah muntah

bilious, namun apabila obstruksi terjadi pada daerah supra ampular, maka

pasien akan mengalami muntah non bilious yang berulang.

Pada pemeriksaan fisis, keadaan umum:sakit sedang/gizi

kurang/composmentis, mata cekung (+), bibir kering (+), turgor menurun,

ditemukan tanda vital didapatkan nadi 142 x/menit, Pernapasan 51x/menit,

dan suhu 36,80 C, sehingga didapatkan skor dehidrasi berdasarkan WHO

modifikasi UNHAS pada pasien ini adalah 12, pasien dikategorikan dalam

6

Page 7: stenosis duodenum EDIT.doc

kondisi dehidrasi ringan-sedang. Hal tersebut sesuai kepustakaan yang

menyebutkan bahwa pada penderita stenosis duodenum akan didapatkan

kondisi dehidrasi apabila kondisi pasien tidak cepat ditangani.

Pada pemeriksaan fisis regio abdomen didapatkan, Inspeksi: tampak

sedikit cembung, ikut gerak napas; Auskultasi: peristaltik (+) kesan normal;

Palpasi: nyeri tekan sulit dinilai, massa tumor (-),; Perkusi: timpani.

Berdasarkan kepustakaan, tidak ada hasil pemeriksaan fisis yang spesifik

untuk menegakkan diagnosis stenosis duodenum, namun mungkin dapat

ditemukan distensi pada abdomen bagian atas.

Berdasarkan pemeriksaan penunjang, dari pemeriksaan laboratorium

darah rutin, kimia darah, dan elektrolit semua dalam batas normal,

berdasarkan kepustakaan, pada stenosis duodenum tidak ada hasil

laboratorium tertentu yang patognomonis untuk menegakkan diagnosis

stenosis duodenum.

Dari pemeriksaan radiologi foto abdomen 3 posisi (12/03/2013)

didapatkan gambaran double bubble appearence dan kesan: Atresia

duodenum. Dan dari hasil pemeriksaan foto kontrol abdomen 3 posisi

(19/03/2013) didapatkan kesan : Stenosis Duodenum. Hal ini sesuai dengan

kepustakaan yang menyebutkan bahwa pada stenosis duodenum, foto polos

abdomen adalah metode kunci untuk menegakkan diagnosis, pada foto

polos abdomen tersebut akan didapatkan gambaran bayangan udara double

bubble. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua

mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi.

Selain pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, pada kasus ini

sebenarnya masih dapat dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan untuk

mengkonfirmasi adanya stenosis, yaitu pemeriksaan radiologi dengan

menggunakan kontras. Namun, pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada

kasus obstruksi inkomplit.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan

penunjang yang telah dilakukan, pasien ini didiagnosis ileus obstruktif et

causa stenosis duodenum.

7

Page 8: stenosis duodenum EDIT.doc

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan

elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan

dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan

obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali

normal. Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan

sebagai profilaksis.

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk

mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian

disusul dengan teknik bedah yang disesuaikandengan hasil eksplorasi

selama laparotomi

Secara umum semua bentuk obstruksi duodenal indikasi untuk

dilakukan tindakan pembedahan. Prosedur operatif standar pada stenosis

duodenum pada saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi pada

kuadran kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah

dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara

yang minimal invasive. Atau dapat dilakukan tindakan pembedahan

anastomosis duodenoyeyunostomi.

Angka bertahan hidup bayi ,bila ditangani dengan baik, adalah 90-95

%. Peningkatan angka bertahan hidup dapat dihubungkan dengan perawatan

respirasi, hiperelementasi, anestesi pediatrik yang meningkat hasilnya,

peningkatan kewaspadaan dan terapi anomali lain yang mengikuti.

E. KESIMPULAN

Stenosis duodenum adalah penyempitan atau striktura lumen

duodenum yang abnormal menyebabkan obstruksi yang tidak lengkap.

Bedakan dengan atresia yang menyebabkan obstruksi lengkap Stenosis dan

atresia duodenum umumnya terdapat pada bagian pertama dan kedua

duodenum, kebanyakan pada daerah sekitar papilla Vater.

Insidens stenosis duodenum 1/5000-10.000 kasus. Rasio atresia dan

stenosis adalah 3:2 atau 2:2.

Anamnesis : Bila lumen sangat kecil, gejala menyerupai atresia Bila

lumen agak longgar : gejala muncul saat berumur beberapa bulan/tahun

8

Page 9: stenosis duodenum EDIT.doc

Gejala : Muntah, bilious dan non bilious Bisa timbul saat dewasa : refluks

gastroesofageal, ulserasi peptic, atau obstruksi duodenum proksimal. Pada

pemeriksaan fisis tidak ditemukan adanya tanda khas untuk mendiagnosa

stenosis duodenum selain adanya distensi pada abdomen bagian atas.

Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan foto polos

abdomen. Pada foto polos abdomen akan didapatkan gambaran udara

double bubble yang merupakan patognomonis gambaran pada obstruksi

duodenum.

Prinsip penatalaksanaan ileus obstruktif et causa suspek stenosis

duodenum pada dasarnya berupa balance cairan dan elektrolit, dekompresi,

mengatasi syok dan keadaan emergensi (jika ada), dan hilangkan obstruksi.

Dapat dipertimbangkan untuk pemberian antibiotik spektrum luas.

Duodenuduodenostomy atau duodenotomy dengan reseksi membran

merupakan pilihan tindakan operatif pilihan.

DISKUSI

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI DUODENUM

9

Page 10: stenosis duodenum EDIT.doc

Intestinum tenue merupakan organ pencernaan yang sering

juga disebut sebagai small intestine atau usus kecil/ usus halus.

Intestinum tenue menghubungkan gaster dengan valvulla ileocaecal

(bauhini) yang merupakan batas antara intestinum tenue dengan

intestinum crassum. Seluruh organ yang termasuk dalam intestinum

tenue juga merupakan organ-organ intraperitoneal. Intestinum tenue

terdiri atas duodenum, jejenum, dan ileum.

Duodenum atau juga disebut dengan usus 12 jari merupakan

usus yang berbentuk seperti huruf C yang menghubungkan antara

gaster dengan jejunum. Duodenum melengkung di sekitar caput

pancreas. Duodenum merupakan bagian terminal/ muara dari system

apparatus biliaris dari hepar maupun dr pancreas. Selain itu duodenum

jg merupakan batas akhir dr saluran cerna atas. Dimana saluran cerna

dipisahkan mjd saluran cerna atas dan bawah oleh adanya lig. Treitz

(m. suspensorium duodeni) yg terletak pd flexura duodenojejunales yg

merupakan batas antara duodenum dan jejunum. Di dalam lumen

duodenum terdapat lekukan2 kecil yg disebut dg plica sircularis.

Duodenum terletak di cavum abdomen pd regio epigastrium dan

umbilikalis. Duodenum memiliki penggantung yg disebut dg

mesoduodenum. Duodenum terdiri atas beberapa bagian :

a. Duodenum pars Superior

Bagian ini bermula dr pylorus dan berjalan ke sisi kanan

vertebrae lumbal I dan terletak di linea transylorica. Bagian ini

terletak setinggi Vertebrae Lumbal I, dan memiliki syntopi :

- Anterior : lobus quadratus hepatis, vesica fellea

- Posterior : bursa omentalis, a. gastroduodenalis, ductus

choledocus, v. portae hepatis dan V. cava inferior

- Superior : foramen epiploica winslow

- Inferior : caput pancreas

b. Duodenum pars Descendens

10

Page 11: stenosis duodenum EDIT.doc

Merupakan bagian dr duodenum yg berjalan turun setinggi

Vertebrae Lumbal II – III. Pd duodenum bagian ini terdapat

papilla duondeni major dan minor, yg merupakan muara dr

ductus pancreaticus major dan ductus choledocus, jg oleh ductus

pancreaticus minor yg merupakan organ apparatus biliaris yg

merupakan organ2 system enterohepatic. Duodenum bagian ini

memiliki syntopi :

- Anterior : fundus vesica fellea, colon transversum, lobus

hepatis dextra, lekukan usus halus.

- Posterior : ureter dextra, hilus renalis dextra

- Medial : caput pancreas

- Lateral : colon ascendens, flexura coli dextra, lobus hepatis

dextra

c. Duodenum pars Horizontal

Merupakan bagian dr duodenum yg berjalan horizontal ke

sinistra mengikuti pinggir bawah caput pancreas dan memiliki

skeletopi setinggi Vertebrae Lumbal II. Duodenum bagian ini

memiliki syntopi :

- Anterior : mesenterium usus halus, vasa. Mesenterica superior,

lekukan jejunum

- Posterior : ureter dextra, m. psoas dextra, VCS, aorta

- Superior : caput pancreas

- Inferior : lekukan jejunum

d. Duodenum pars Ascendens

Merupakan bagian terakhir dr duodenum yg bergerak naik

hingga pd flexura duodenujejunales yg merupakan batas antara

duodenum dan jejunum. Pd flexura duodenojejunales ini

terdapat ligamentum yg menggantung yg merupakan lipatan

peritoneum yg disebut dg lig. Treitz (m. suspensorium duodeni)

yg dimana ligamentum ini juga merupakan batas yg membagi

saluran cerna mjd saluran cerna atas dan saluran cerna bawah.

11

Page 12: stenosis duodenum EDIT.doc

Duodenum bagian ini memiliki skeletopi setinggi Vertebrae

Lumbal I atau II. Duodenum bagian ini memiliki syntopi :

- Anterior : mesenterium, lekukan jejunum.

- Posterior : pinggir kiri aorta , pinggir medial m. psoas sinistra

Vaskularisasi Duodenum

Vaskularisasi duodenum baik arteri maupun vena nya terbagi

menjadi 2. Utk duodenum pars superior hingga duodenum pars

descendens diatas papilla duodeni major (muara ductus pancreticus

major), divaskularisasi oleh R. superior a. pancrearicoduodenalis

cabang dr a. gastroduodenalis, cabang dr a. hepatica communis, cabang

dr triple hallery yg dicabangkan dr aorta setinggi Vertebae Thoracal

XII – Vertebrae Lumbal I. dan aliran vena nya lgsg bermuara ke

system portae.

Sedangkan dibawah papilla duodeni major, duodenum

divaskularisasi oleh R. duodenalis a. mesenterica superior yg

dicabangkan dr aorta setinggi Vertebrae Lumbal I. Sedangkan aliran

vena nya bermuara ke v. mesenterica superior.

\

Innervasi Duodenum

Duodenum di innervasi oleh persarafan simpatis oleh truncus

sympaticus segmen thoracal VI-XII, sdgkn persarafan parasimpatis

nya oleh n. vagus (n. X)

Fisiologi Duodenum

Pd duodenum pars superior scr histologist terdapat adanya sel

liberkeuhn yg berfungsi utk memproduksi sejumlah basa. Basa ini

berfungsi utk menaikkan pH dr chymus yg masuk ke duodenum dr

gaster, shg permukaan duodenum tdk teriritasi dg adanya chymus yg

asam td.

12

Page 13: stenosis duodenum EDIT.doc

Selain itu, pd duodenum tjd proses pencernaan karbohidrat scr

enzymatic yg telah berbentuk disakarida. Dimana duodenum

mendapatkan muara dr ductus pancreaticus, dimana pd pancreas

diproduksi enzyme maltase, lactase dan sukrase. Dimana enzyme

maltase akan berfungsi utk memecah 1 gugus gula maltose mjd 2

gugus gula glukosa. Sdgkn lactase akan merubah 1 gugus gula laktosa

mjd 1 gugus glukosa dan 1 gugus galaktosa. Sementara itu, enzyme

sukrase akan memecah 1 gugus sukrosa mjd 1 gugus fruktosa dan 1

gugus glukosa.

Sementara itu,di dalam duodenum jg terjadi pencernaan lipid

scr enzymatic. Dimana lipid dalam bentuk diasilgliserol akan teremulsi

oleh adanya getah empedu yg dialirkan mll ductus choledocus dr

vesica fellea dan hepar. Setelah itu, emulsi lemak td akan diubah oleh

enzyme lipase pancreas mjd asam lemak dan 2 diasilgliserol.

II. EPIDEMIOLOGI

Insiden obstruksi duodenum bervariasi antara1 dari 10.000

hingga 1 dari 40.000 kelahiran. Kebanyakan diperoleh perbandingan

antara atresia dan stenosis adalah 3:2 atau 2:2. Atresia duodenum dan

stenosis adalah penyebab tersering dari obstruksi intestinum pada bayi

yang baru lahir.

Obstruksi duodenum berkaitan dengan prematuritas (46%) dan

polyhidramnions maternal (33%). Sebagai tambahan, terdapat angka

kejadian yang tinggi hubungan antara obstruksi duodenum dan

sejumlah anomali, yaitu down syndrome (>30%), malrotasi (>20%),

kelainan jantung bawaan (20%).

III. ETIOLOGI

Obstruksi instrinsik pada duodenum terjadi akibat kegagalan

vakuolisasi dan rekanalisasi.

13

Page 14: stenosis duodenum EDIT.doc

IV. PATOFISIOLOGI

Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya

daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga

menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal

tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Sehingga terjadi

pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan pada bagian

proksimal tempat penyumbatan yang menyebabkan pelebaran dinding

usus (distensi).

Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat

sebagai kompensasi adanya sumbatan atau hambatan. Bila obstruksi

terus berlanjut dan terjadi peningkatan tekanan intraluminal, maka

bagian proksimal dari usus tidak akan berkontraksi dengan baik dan

bising usus menjadi tidak teratur dan hilang. Peningkatan tekanan

intraluminal dan adanya distensi menyebabkan gangguan vaskuler

terutama stasis vena. Dinding usus menjadi udem dan terjadi

translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang

disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya

gejala sistemik. Efek lokal peregangan usus adalah iskemik akibat

nekrosis disertai absorbsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga

peritoneum dan sirkulasi sistemik. Hal ini biasanya terjadi pada

obstruksi usus dengan strangulasi. Bahaya umum dari keadaan ini

adalah sepsis.

Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul

tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan

yang tertelan, sekresi usus dan udara akan berkumpul dalam jumlah

yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian proksimal dari usus

mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan

absorbsi membran mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi

edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat dengan sendirinya

secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan

fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi,

iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian.

14

Page 15: stenosis duodenum EDIT.doc

V. MANIFESTASI KLINIK

Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik

abdomen, mual, muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar

(obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi.

Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominan adalah

nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut

dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. Obstruksi pada

usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus

atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa

mengalami diare. Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba.

Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih

ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa

konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah

jarang terjadi.

Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul

gejala muntah yang terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan

terlihat dini dalam perjalanan. Usus didekompresi dengan regurgitasi,

sehingga tak terlihat distensi. Jika obstruksi di distal di dalam usus

halus atau kolon, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul

distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil

pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnansi.

Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik

dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau

letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal)

maka nyeri bersifat konstan/menetap.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam

menegakkan diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian

15

Page 16: stenosis duodenum EDIT.doc

berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal,

ditemukan hasil laboratorium yang normal.

Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis

dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering

didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau

strangulasi, tetapi hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi

dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non strangulata. Hematokrit

yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat

ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin

terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan

metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

Radiologik

Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level

yang banyak di beberapa tempat (multiple air fluid level) yang tampak

terdistribusi dalam susunan tangga (step ladder appearance),

sedangkan usus sebelah distal dari obstruksi akan tampak kosong.

Jumlah loop dari usus halus yang berdilatasi secara umum

menunjukkan tingkat obstruksi. Bila jumlah loop sedikit berarti

obstruksi usus halus letaknya tinggi, sedangkan bila jumlah loop lebih

banyak maka obstruksi usus halus letaknya rendah. Semakin distal

letak obstruksi, jumlah air fluid level akan semakin banyak, dengan

tinggi yang berbeda-beda sehingga berbentuk step ladder appearance.

Bayangan udara di dalam kolon biasanya terletak lebih ke

perifer dan biasanya berbentuk huruf “U” terbalik. Obstruksi kolon

ditandai dengan dilatasi proksimal kolon sampai ke tempat obstruksi,

dengan dekompresi dari kolon bagian distal. Kolon bagian proksimal

sampai letak obstruksi akan lebih banyak berisi cairan daripada feses.

Usus halus bagian proksimal mungkin berdilatasi, mungkin juga tidak.

Dugaan tumor kolon dapat dibuat foto barium enema. Foto polos

abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus

halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Foto thoraks

16

Page 17: stenosis duodenum EDIT.doc

PA diperlukan untuk mengetahui adanya udara bebas yang terletak di

bawah diafragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi.

CT scan kadang – kadang digunakan untuk menegakkan

diagnosa pada obstruksi usus halus untuk mengidentifikasi pasien

dengan obstruksi yang komplit dan pada obstruksi usus besar yang

dicurigai adanya abses maupun keganasan.

VII. DIAGNOSIS BANDING

Ileus paralitik

Merupakan suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen

karena usus tidak berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas di

mana peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau

trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus.

Manifestasi kliniknya berupa distensi perut, tidak dapat flatus maupun

defekasi dan dapat disertai muntah serta perut terasa kembung. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen, bising usus menurun

atau bahkan menghilang, tidak terdapat nyeri tekan dan perkusi

timpani di seluruh lapang abdomen. Pada pemeriksaan radiologi, foto

polos abdomen didapatkan gambaran dilatasi usus menyeluruh dari

gaster sampai rektum dan herring bone appearance (gambaran tulang

ikan).

VIII. PENATALAKSANAAN

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan

elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan

dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan

menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi

usus kembali normal.

Resusitasi.

Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi

tanda-tanda vital, dehidrasi dan syok.Pasien yang mengalami ileus

17

Page 18: stenosis duodenum EDIT.doc

obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan

ektrolitsehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat.

Respon terhadap terapi dapat dilihatdengan memonitor tanda-tanda

vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,

diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan

untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila

muntah dan mengurangi distensiabdomen

Farmakologis

Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan

sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi

gejala mual muntah.

Operatif

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik

untuk mencegah sepsis sekunder.Operasi diawali dengan laparotomi

kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikandengan hasil

eksplorasi selama laparotomi.

1. Persiapan Prabedah

Tindakan dekompresi dengan pemasangan sonde lambung (NGT)

dan lakukan pengisapan cairan dan udara. Tindakan ini untuk mencegah

muntah dan aspirasi. Resusitasi cairan dan elektrolit, koreksi asam basa,

hiponatremia dan hipokalemia perlu mendapat perhatian khusus.

2. Pembedahan

Secara umum semua bentuk obstruksi duodenal indikasi untuk

dilakukan tindakan pembedahan. Atresia duodenal bersifat relatif

emergensi dan harus dikoreksi dengan tindakan pembedahan selama hari

pertama setelah bayi lahir.Prosedur operatif standar saat ini berupa

duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun

dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan

koreksi atresia duodenum dengan cara yang minimal invasive. Atau dapat

dilakukan tindakan pembedahan Anastomosis duodenoyeyunostomi.

18

Page 19: stenosis duodenum EDIT.doc

Tidak dilakukan reseksi bagian atresia, karena dapat terjadi pemotongan

ampula vateri dan saluran Wirsungi. Prosedur pembedahan dimulai

dengan insisi tranversal pada supra umbilikalabdominal, 2 cm di atas

umbilikus dengan cakupan mulai dari garis tengah sampai kuadran kanan

atas. Setelah membuka kavum abdominal, dilakukan inspeksi didalamnya

untuk mencari kemungkinan adanya kelainan anomali lainnya. Untuk

mendapatkan gambaran lapang pandang yang baik pada pars superior

duodenum,dengan sangat hati-hati dilakukan penggeseran hati (liver)

selanjutnya kolon asenden dan fleksura coli dekstra disingkirkan dengan

perlahan-lahan. Terdapat dua bentuk anastomosis duodenduodenostomy

yang dapatdilakukan yaitu bentuk 1) Side to side duodenostomy dan 2)

Proksimal tranverseto distal longitudinal (Diamond Shaped

Duodenoduodenostomy).

Tindakan operasi Diamond Shaped Duodenoduodenostomy

(DSD)dilakukan sebagai berikut.

• Incisi tranversal pada akhir duodenum proximal

• Insisi longitudinal dibuat pada bagian yang lebih kecil duodenum

distal

• Papila Vattery ditempatkan dengan melihat bile flow

• Nellaton cateter yang kecil dimasukkan melalui ujung segmen

distal yang dibuat.

• 20 - 30 ml saline hangat diinjeksikan

• Cateter kemudian dilepas

IX. KOMPLIKASI

Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi

dehidrasi,terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah

pembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjut seperti pembengkakan

duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas usus, atau refluks

gastroesofageal.Penelitian Laura K et al (1998) yang dilakukan terhadap

92 neonatus dengan atresia duodenal (Tipe I 64%, Tipe II 17%, Tipe III

18%) dengan melakukan tindakan pembedahan Duodenoduodenostomy

19

Page 20: stenosis duodenum EDIT.doc

(86%), duodenotomy with web excision (7%) and duodenojejunostomy

(5%), didapatkan komplikasi postoperative (Postoperative Complications)

yaitu 4 neonatus (3%) dengan obstruksi, congestive heart failure (9%),

ileus paralitik yang berkepanjangan (4%),pneumonia (5%), infeksi luka

superfisialis (3%). Komplikasi lanjut termasuk perlekatan obtruksi usus

(9%), dismotilitas duodenal lanjut yang menghasilkan megaduodenum

yang membutuhkan duodenoplasty (4%), dan gastroesophageal refluks

disease yang tidak respon dengan pengobatan dan membutuhkan

pembedahan antirefluk (Nissen Fundoplication Surgery) (5%).

Strangulasi menjadi penyebab dari keabanyakan kasus kematian

akibat obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang

mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus

yang mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi dan

menggeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum. Tetapi

meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus

yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui

cairan getah bening dan mengakibatkan shock septik.

X. PROGNOSIS

Morbiditas dan mortalitas telah membaik secara bermakna selama

50 tahun terakhir. Dengan adanya kemajuan di bidang anestesi pediatrik,

neonatologi, dan teknik pembedahan, angka kesembuhannya telah

meningkat hingga 90%.

Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti

umur, etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat

muda ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan

operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas.

Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi

usus halus.

Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi

mempunyai angka kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal

adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi usus halus yang

20

Page 21: stenosis duodenum EDIT.doc

mengalami strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 8 % jika

operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-

gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam.

XI. KESIMPULAN

Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran

cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada

sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding

usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada

suatusegmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.

Obstruksi usus halus dapat disebabkan oleh adhesi,hernia inkarserata,

neoplasma,intususepsi, volvulus, benda asing, kumpulan cacing askaris,

sedangkan obstruksi usus besar penyebabnya adalah karsinoma, volvulus,

divertikulum Meckel, penyakit Hirschsprung,inflamasi, tumor jinak,

impaksi fekal.Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut,

disertai kembung. Bisingusus yang meningkat dan “metallic sound” dapat

didengar sesuai dengan timbulnya nyeri padaobstruksi di daerah distal.

Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Kolik dapat

terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan

pada auskultasisewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas

sebagai bunyi nada tinggi. Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian

proksimal berdilatasi. Usus yang berdilatasimenyebabkan penumpukan

cairan dan gas, distensi yang menyeluruh menyebabkan pembuluhdarah

tertekan sehingga suplai darah berkurang (iskemik), dapat terjadi perforasi.

Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air

fluid level, distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada

obstruksi usus halus.Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi

bagian yang mengalami obstruksiuntuk mencegah perforasi. Tindakan

operasi biasanya selalu diperlukan.

21

Page 22: stenosis duodenum EDIT.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Puri P, Hollwarth M. Duodenal obstruction. In: Sweed Y,editors.Pediatric

surgery. Germany:Springer; 2006.p.203-212

2. Kaddah, SN et al. Congenital duodenal obstruction. Annals of pediatric

surgery. 2006:130 -5

3.

22