139
STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT BANJIR DI KECAMATAN CENGKARENG PERIODE JANUARI-FEBRUARI 2014 SKRIPSI Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) OLEH : ANA ERVIANA NIM : 1110101000041 PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M

STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

  • Upload
    vokien

  • View
    233

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT

BANJIR DI KECAMATAN CENGKARENG PERIODE

JANUARI-FEBRUARI 2014

SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH :

ANA ERVIANA

NIM : 1110101000041

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1435 H/2014 M

Page 2: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA
Page 3: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

SKRIPSI, Juli 2014

ANA ERVIANA, NIM 1110101000041

STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT BANJIR

DI KECAMATAN CENGKARENG PERIODE JANUARI-FEBRUARI 2014

(XLiii+ 91 halaman, , 2 gambar, 2 bagan, 3 tabel, 8 lampiran)

ABSTRAK

Leptospirosismemilikidistribusi di seluruh dunia, denganinsiden yang

lebih tinggidi daerah beriklimtropis, terutama setelahhujan derasatau

banjirakibatbadai (CDC, 2013).Pada bulan Januari-Februari 2014 terjadi banjir di

Kecamatan Cengkareng dan pada saatbanjir tersebut dilaporkan terjadi 26 kasus

Leptospirosis di Kecamatan Cengkareng dengan CFR sebesar 15,3%. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui epidemiologi kejadian Letospirosis pada saat

banjir di Kecamatan Cengkareng periode Januari-Februari 2014.

Penelitian menggunakan desain studi kasus dengan sampel semua

penderita Leptospirosis (18 orang). Hasil penelitian menunjukkan

sebagianbesarpenderita berumur 20-40 tahundan>40 tahunyaitumasing-

masing38,9%, laki-laki (72,2%), memilikipekerjaantidakberisiko(72,2%),

memiliki riwayat luka (72%), pengetahuan rendah(38,9%), semua penderita tidak

mengungsi (100%), danpersonal higienemasih buruk (88,9%). Selain itu

ditemukan bahwa semua rumah penderita terdapat tikus (100%), pada lingkungan

rumah terdapat sampah (66,7%), tatanan rumah sebagian besar rapi (55,6%).

Kondisi selokan/spal sebagian besar baik (72,2%) dan ketersediaan air bersih

sebagian besar terpenuhi (88,9%).

Disarankan agar dilakukan promosi kesehatan tentang Leptospirosis oleh

kader atau petugas kesehatan atau memasang media promosi terkait Leptospirosis

di tempat yang mudah dijangkau masyarakat untuk menambah pengetahuan

masyarakat terkait Leptospirosis. masyarakat harus menjaga sanitasi lingkungan

dan melakukan personal hygiene yang baik.

Kata Kunci: Epidemiologi, Leptospirosis

Daftar Bacaan : 89 literatur (1991-2014)

Page 4: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

DEPARTEMEN OF EPIDEMIOLOGY

UNDERGRADUATED THESIS, 2014

ANA ERVIANA, NIM 1110101000041

EPIDEMIOLOGICAL STUDY OF LEPTOSPIROSISINCIDENT

DURINGFLOODINDISTRICTCENGKARENGPERIOD JANUARY-

FEBRUARY 2014

XLIII + 91 pages,, 2 images, 2 charts, 3 tables, 8 appendix

ABSTRACT

Leptospirosis has a worldwide distribution, with a higher incidence in the

tropics, especially after heavy rains or flooding due to storm (CDC, 2013). In

January and February 2014 floods in Cengkareng sub-district and at the time of

the flooding reported 26 cases of leptospirosis in Cengkareng sub-district with a

CFR of 15.3%. This study aimed to determine the epidemiology Letospirosis

during flood events in the District Cengkareng January-February 2014.

The study uses a case study design with a sample of all patients with

leptospirosis (18 people). The results showed the majority of patients aged 20-40

years and> 40 years respectively 38.9%, males (72.2%), having a job is not at risk

(72.2%), had a history of injuries (72 %), low knowledge (38.9%), all patients did

not evacuate (100%), and personal hygiene is poor (88.9%). In addition it was

found that all the patients are rats (100%), the home environment there are

garbage (66.7%), most of the neat order houses (55.6%). Conditions gutter / spal

mostly good (72.2%) and the availability of clean water is largely achieved

(88.9%).

It is recommended that health promotion is done on Leptospirosis by

cadres or health workers or installing promotional media related Leptospirosis in

an easily accessible place to increase public knowledge society related

leptospirosis. society must maintain environmental sanitation and personal

hygiene do well.

Keywords: Epidemiology, Leptospirosis

Reading List: 89 literature (1991-2014)

Page 5: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA
Page 6: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA
Page 7: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Ana Erviana

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, tanggallahir : Jaya Bhakti, 5 Februari 1991

Warganegara : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jaya Bhakti, Kec. Mesuji, Kab. Ogan Komering Ilir

(OKI) Sumatera Selatan

Telepon : 085664715698

Email : [email protected]

Pendidikan Formal:

1. SDN O4 Jaya Bhakti (1998-2004)

2. MTS Nurul Golam Lempuing (2004-2007)

3. MAN 3 Palembang (2007-2010)

4. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehtaan Masyarakat

Peminatan Epidemiologi (2010-2014)

Page 8: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

berkat berkat taufik dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul

“Studi Epidemiologi Kejadian Leptospirosis Pada Saat Banjir Di Kecamatan

Cengkareng Periode Januari-Februari 2014”. Skripsi ini penulis susun dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat, pada Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak

kekurangannya. Namun berkat bimbingan ibu Ratri Ciptaningtyas, S. Sn. Kes dan

ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes serta dorongan dari berbagai pihak maka

hambatan itu sedikit banyak dapat diatasi.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya

dan umumnya bagi siapa saja yang memerlukannya. Akhir kata pada kesempatan

ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa

terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak, Ibu, dan semua keluarga yang telah memberikan semangat,

motivasi, dan kasih sayang kepada penulis dalam menyelesaikan proposal

penelitian ini.

2. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 9: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

viii

3. Febrianti, SP, M,Si selaku ketua program studi Kesehatan Masyarakat.

4. Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.kes selaku penanggung jawab

peminatan Epidemiologi.

5. Kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang telah memberikan

dukungan dan biaya perkuliahan serta penelitian ini.

6. dr. Indro Murwoko selaku kepala bagian tanggap darutat di Pusat

Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementrian Kesehatan, dr. Lies selaku

petugas Surveilans Dinkes Provinsi Jakarta, Bapak Yosi selaku staf

Yankes Sudinkes Jakarta Barat yang telah membantu dalam perizinan dan

pengambilan data Leptospirosis.

7. dr. Maryati selaku kepala Puskesmas Kecamatan Cengkareng yang telah

memberikan izin dan membantu penulis melakukan penelitian di

Kecamatan Cengkareng.

8. Ibu Susi Susilowati selaku petugas surveilans yang telah membantu dalam

pencarian alamat penderita dan membantu dalam mendapatkan informasi

terkait penderita pada saat banjir.

9. Kepada Bapak Maman selaku staf Puskesmas Kedaung Kali Angke yang

telah bersedia meluangkan waktunya untuk mendapingi dan mencari

alamat penderita pada saat pengambilan data.

10. Kepada Al Syahrulah yang telah membantu dalam proses penyusunan

skripsi, memberikan nasehat-nasehat yang berkaitan dengan skipsi.

Page 10: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

ix

11. Kepada Fitria Aryani Susanti, Ayu Wulansari, Fitriani Azhari yang banyak

membantu dalam proses pendaftaran sidang dan informasi–informasi

peraturan terkait skripsi.

12. Kepada temam-teman Epemiologi 2010 (Kartika Andriani, Karlina

Sulistiana, Zata Ismah, Siti Malati Ummah, Rizka Rohmaningtyas, Najah

Syamiyah, Fajriati Wahyuningsih, Mayli Faroh Nabila, Nur Lutfiyah,

Harun AL Rasyid, Tri Bayu Purnama, Putri Khairina, Wiwid Handayani,

Sofwatun Nida dan teman-teman kesehatan masyarakat 2010 yang menjadi

teman seperjuangan.

13. Kepada teman-teman angkatan 2010, adik-adik dan kakak-kakak beasiswa

Provinsi Sumatera Selatan yang telah mendoakan dan memberikan

semangat dalam proses penyelaian skripsi.

14. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat

bagi kita semua dan penulis berharap ada kritik atau saran yang membangun

untuk kesempurnaan skripsi ini.

Ciputat, Juli 2014

Penulis

Page 11: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................i

ABSTRAK..............................................................................................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................iv

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP...............................................................................vi

KATA PENGANTAR...........................................................................................vii

DAFTAR ISI...........................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN ..................................................................xiii

DAFTAR TABEL.................................................................................................ivx

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................vx

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................5

1.3 Pertanyaan Penelitian..............................................................................6

1.4 Tujuan Penelitian....................................................................................6

1.4.1 Tujuan Umum.................................................................................6

1.4.2 Tujuan Khusus................................................................................6

1.5 Manfaat Penelitian..................................................................................7

1.5.1 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.............................7

1.5.2 Bagi Peneliti....................................................................................7

1.5.3 Bagi Masyarakat.............................................................................7

1.6 Ruang Lingkup.......................................................................................7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................9

2.1 Banjir......................................................................................................9

2.2 Leptospirosis...........................................................................................9

Page 12: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xi

2.2.1 Definisi dan Patogenesis..............................................................9

2.2.2 Reservoir.....................................................................................11

2.2.3 Cara Penularan............................................................................11

2.2.4 Diagnosis Klinis dan Laboratoris................................................12

2.2.5 Pengobatan..................................................................................12

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Leptospirosis.................13

2.3.1 Host.............................................................................................14

2.3.2 Agent...........................................................................................23

2.3.3 Environment................................................................................24

2.4 Kerangka Teori.....................................................................................31

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL............................34

3.1 Kerangka Konsep..................................................................................34

3.2 Definisi Opersional................................................................................37

BAB 4 METODOLOGI.........................................................................................46

4.1 Desain Penelitian...................................................................................46

4.2 Lokasi dan Waktu.................................................................................46

4.3 Populasi dan Sampel.............................................................................46

4.4 Pengumpulan Data................................................................................47

4.5 Pengolahan Data...................................................................................49

4.6 Analisis Data.........................................................................................49

BAB 5 HASIL........................................................................................................51

5.1 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen Host........51

5.2 Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen Lingkungan ............52

BAB 6 PEMBAHASAN........................................................................................55

6.1. Keterbatasan Penelitian........................................................................55

Page 13: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xii

6.2 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen Host.......55

6.2.1 Umur..........................................................................................56

6.2.2 Jenis Kelamin.............................................................................58

6.2.3 Jenis Pekerjaan...........................................................................59

6.2.4 Riwayat Luka.............................................................................63

6.2.5 Tingkat Pengetahuan.................................................................64

6.2.6 Status Pengungsian....................................................................67

6.2.7 Personal Hygiene......................................................................70

6.3 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen

Lingkungan.........................................................................................72

6.3.1 Keberadaan Tikus di Dalam Maupun di Luar Rumah...............72

6.3.2 Ketinggian Genangan Air..........................................................75

6.3.3 Keberadaan Sampah..................................................................79

6.3.4 Tatanan Rumah..........................................................................81

6.3.5 Kondisi selokan/Sarana Pembuangan Air Limbah....................84

6.3.6 Ketersediaan Air Bersih.............................................................87

BAB 7 SIMPULAN dan SARAN........................................................................89

7.1 Simpulan...............................................................................................89

7.2 Saran.....................................................................................................90

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................xvi

LAMPIRAN........................................................................................................xxii

Page 14: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xiii

DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN

Gambar 2.2 Segitiga Epidemiologi...................................................................13

Gambar 2.3 Kotoran Tikus................................................................................31

Bagan 2.4 Kerangka Teori..............................................................................33

Bagan 3.1 Kerangka Konsep..........................................................................36

Page 15: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen

Host (Penderita) Pada Saat Banjir di Kecamatan Cengkareng Periode

Januari-Februari tahun 2014................................................................51

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen

Penderita Pada Saat Banjir di Kecamatan Cengkareng Periode Januari-

Februari tahun 2014............................................................................52

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen

Lingkungan Pada Saat Banjir di Kecamatan Cengkareng Periode

Januari-Februari 2014.........................................................................53

Page 16: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner Penelitian.....................................................................xxii

Lampiran 2 Persetujuan Penelitian.................................................................xxiii

Lampiran 3 Instrumen Penelitian...................................................................xxiv

Lampiran 4 Pedoman Wawancara dan Lembar Observasi..............................xxx

Lampiran 5 Hasil Wawancara Mendalam......................................................xxxi

Lampiran 6 Hasil Observasi.........................................................................xxxiv

Lampiran 7 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas........................................xxxviii

Lampiran 8 Surat Parizinan............................................................................xliii

Page 17: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leptospirosis merupakan penyakit yang di sebabkan oleh bakteri

berbentuk spiral dari genus Leptospira yang menyerang hewan dan manusia

(CDC, 2014). Ciri-ciri umum penyakit Leptospirosis adalah demam dengan

serangan tiba-tiba, sakit kepala, menggigil, mialgia berat (betis dan kaki), dan

merah pada conjungtiva (Chin, 2009).

Leptospirosis termasuk salah satu Neglected Tropical Diaseases (NTDs)

yang mendapatkan perhatian serius oleh WHO karena memiliki dampak

kesehatan yang cukup signifikan di negara-negara tropis seperti di wilayah

Amerika dan Asia (WHO, 2014). Penyakit ini dapat berdampak pada sistem

keuangan dampak sosial pada keluarga korban (Colleen, dkk, 2010). Kasus

Leptospirosis sering tidak terlaporkan karena memiliki gejala klinis yang tidak

spesifik dan seringkali terjadi differential diagnosis (WHO, 2009). Jika

Leptospirosis tidak ditangani dengan cepat, maka akan menyebakan kematian

pada penderitanya karena bakteri Leptospira akan menyerang hati, ginjal dan otak

(WHO, 2014).

Leptospirosis memiliki distribusi di seluruh dunia, dengan insiden yang

lebih tinggi di daerah beriklim tropis, terutama setelah hujan deras atau banjir

akibat badai (CDC, 2013). Di negara beriklim tropis (hangat), insiden

Leptospirosis biasanya terjadi sebanyak 10-100 per 100.000 penduduk setiap

Page 18: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

2

tahunnya, sedangkan di negara beriklim sedang insiden Leptospirosis lebih sedikit

terjadi yaitu 0,1-1 per 100.000 penduduk setiap tahunnya (Pratiwi, 2012).

Penyakit Leptospirosis memiliki insiden tinggi di kawasan Asia Pasifik,

Asia Tenggara dan Oceania (William, 2007). Bulan September tahun 2009 pernah

terjadi wabah Leptospirosis di Metro Manila, Filipina yaitu dengan jumlah kasus

sebanyak 471 kasus dan meninggal sebanyak 51 sehingga Case Fatality Rate

(CFR) sebesar 10,8% (CDC, 2011). Wabah besar penyakit pernah dilaporkan di

Asia Tenggara yaitu di Orrisa, Mumbai dan Indonesia (Victoriano, et.al, 2009).

Internasional Leptospirosis Society menyebutkan bahwa Indonesia

merupakan negara dengan insiden Leptospirosis yang cukup tinggi dan untuk

angka kematiannya Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia setelah

Uruguay dan India, yaitu dengan angka kematian sebesar 16,7% (WHO, 2004 ).

Perkembangan Leptospirosis di Indonesia terjadi secara fluktuatif. Pada tahun

2007, CFR Leptospitosis sebesar 8,2%,, tahun 2008 menurun sebesar 6,0%, tahun

2009 naik kembali menjadi 6,87%, tahun 2010 naik menjadi 10,51%, dan tahun

2011 turun kembali menjadi 9,57% (Depkes RI, 2009, Depkes RI, 2011 dan

Depkes RI, 2011).

Daerah persebaran Leptospirosis di Indonesia meliputi Propinsi Jawa

Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan,

Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, Nusa Tenggara Barat,

Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimatan Timur dan Kalimantan Barat

(Depkes, 2008). Daerah dengan jumlah kasus maupun kematian dengan insiden

Page 19: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

3

tertinggi adalah daerah beberapa daerah yang sering mengalami banjir terutama di

DKI Jakarta dan Jawa Tengah (Depkes RI, 2009).

Jakarta merupakan provinsi yang sering terkena banjir. Wilayah Jakarta

tidak lepas dari bencana banjir dari sejak awal Jakarta berdiri hingga sekarang

(Depkes RI, 2014). Pada tahun 2002, terjadi outbreak Leptospirosis seiring

dengan terjadinya banjir besar di Jakarta (WHO 2011). Hasil penelitian di Jakarta

selama kurun waktu musim hujan pada bulan Februari sampai bulan April 2002

menyebutkan bahwa CFR Leptospirosis sebesar 19,4% (Armandari, 2005). Pada

bulan februari tahun 2007 juga terjadi banjir besar yang mengakibatkan

meningkatnya kasus Leptospirosis yaitu dengan CFR sebesar 5,71% (Dwiari,

2007).

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tahun 2014 Jakarta

menyebutkan bahwa selama periode Januari-Februari 2014 telah terjadi banjir di

Jakarta dan wilayah Jakarta yang paling sering banjir adalah Jakarta Barat,

kemudian Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan. Daerah

di Jakarta Barat yang paling sering terkena banjir adalah wilayah kecamatan

Cengkareng. Terjadinya banjir ini ditakutkan akan berpengaruh dengan timbulnya

penyakit Leptospirosis.

Selama periode tersebut Dinas Kesehatan Provinsi Jakarta melaporkan

kejadian Leptospirosis di Jakarta sebanyak 97 kasus dan 18 meninggal (CFR

18,5%). Dari 97 kasus tersebut, kasus terbanyak terdapat di Jakarta Barat (62

kasus dengan CFR16,1%). Dan dari 62 kasus terbanyak di Jakarta Barat, kasus

Page 20: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

4

terbanyak di temukan di Kecamatan Cengkareng yaitu sebanyak 26 kasus dengan

CFR 15,3%.

Banjir merupakan salah satu media transmisi Leptospira yang berasal dari

urin tikus. Air banjir akan membawa Leptospira ke daerah yang lebih luas

sehingga bisa dengan mudah masuk ke tubuh manusia melalui kontak dengan air

tersebut, melalui luka atau lecet pada kulit, melalui selaput lendir mulut, hidung

dan mata, darah, cairan ketuban, vagina, jaringan, tanah, vegetasi dan air yang

terkontaminasi dengan urin hewan yang terinfeksi (WHO, 2014 dan Vijayachari,

dkk, 2008).

Selain banjir, banyak faktor yang bisa mempengaruhi kejadian

Leptospirosis. Faktor yang bisa mempengaruhi kejadian Leptospirosis di

antaranya adalah: faktor umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat

pengetahuan, riwayat luka, dan personal hygiene (WHO, 2014 dan Depkes RI

2013). Keberadaan tikus, ketinggian air, keberadaan sampah, sarana pembuangan

air limbah (SPAL), ketersediaan air bersih, dan status pengungsian juga

berpengaruh dengan kejadian Leptospirosis (Depkes RI, 2008; Rejeki, 2005 dan

Chin, 2009).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret 2014

ditemukan 18 kasus Leptospirosis di Kecamatan Cengkareng. Dan berdasarkan

studi pendahuluan terhadap fakor risiko terhadap 30 responden menunjukkan

bahwa sebagian besar yaitu 16 responden (53%) memiliki riwayat luka pada saat

banjir, 18 responden (60%) memiliki pengetahuan rendah, 22 rumah responden

Page 21: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

5

(73,3%) terdapat tikus, dan 22 responden (73,3%) memiliki personal hygiene

yang baik.

Melihat kejadian banjir pada bulan Januari-Februari 2014, ditemukannya

laporan kasus Leptospirosis, serta berdasarkan hasil studi pendahuluan maka

penulis ingin mempelajari lebih dalam mengenai epidemiologi Leptospirosis di

Kecamatan Cengkareng Periode Januari-Februari 2014.

1.2 Rumusan Masalah

Penyakit Leptospirosis masih menjadi masalah di DKI Jakarta khususnya

di Kecamatan Cengkareng. Pernah terjadi outbreak Leptospirosis di Jakarta pada

tahun 2002 dan 2007 dengan CFR sebesar 19,4% pada tahun 2002 dan 5,7% pada

tahun 2007. Terjadinya outbreak ini disebabkan oleh terjadinya banjir pada saat

itu. Pada saat terjadi outbreak, wilayah yang paling banyak diitemukan

Leptospirosis adalah wilayah Cengkareng.

Pada bulan Januari-Februari 2014 kembali terjadi banjir di Jakarta

Khususnya di Kecamatan Cengkareng. Pada saat terjadi banjir ini dilaporkan

kejadian Leptospirosis terbanyak ditemukan di Kecamatan Cengkareng yaitu dari

97 kasus yang ditemukan di Jakarta 26 kasus ditemukan di Cengkareng dengan

CFR 15,3%. Selain banjir, banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

Leptospirosis. Oleh sebab itu peneliti ingin mempelajari lebih dalam mengenai

epidemiologi Leptospirosis di Kecamatan Cengkareng pada saat banjir periode

Januari-Februari 2014 tersebut.

Page 22: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

6

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana distribusi frekuensi kejadian Leptospirosis berdasarkan komponen

host (umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pengetahuan, dan riwayat

luka, personal hygiene, dan status pengungsian) pada saat banjir di Kecamatan

Cengkareng Periode Januari-Februari Tahun 2014?

2. Bagaimana distribusi frekuensi kejadian Leptospirosis berdasarkan komponen

lingkungan (keberadaan tikus, ketinggian genangan air, keberadaan sampah,

tatanan rumah, kondisi selokan/got, dan ketersediaan air bersih) pada saat

banjir di Kecamatan Cengkareng Periode Januari-Februari Tahun 2014?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui epidemiologi Leptospirosis pada saat banjir di

Kecamatan Cengkareng Tahun 2014.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian Leptospirosis

berdasarkan komponen host (umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan,

tingkat pengetahuan, dan riwayat luka, personal hygiene, dan status

pengungsian) pada saat banjir di Kecamatan Cengkareng periode

Januari-Februari Tahun 2014.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian Leptospirosis

berdasarkan komponen lingkungan (keberadaan tikus, ketinggian

genangan air, keberadaan sampah, tatanan rumah, kondisi selokan/got,

Page 23: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

7

dan ketersediaan air bersih) pada saat banjir di Kecamatan Cengkareng

periode Januari-Februari Tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan yang

bisa digunakan dalam referensi untuk pelaksanaan perkuliahan khususnya

perkuliahan yang berkaitan dengan penyakit menular.

1.5.2 Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman dalam menyusun karya tulis, melaksanakan dan

menulis hasil penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah, serta menambah

pengetahuan terkait penerapan studi epidemiologi sebuah penyakit

khususnya penyakit Leptospirosis.

1.5.3 Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi yang berkaitan dengan epidemiologi

kejadian Leptospirosis pada saat banjir sehingga dapat dimanfaatkan

sebagai bahan untuk upaya pencegahan terhadap kasus Leptospirosis

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian bertujuan untuk mengetahui epidemiologi

kejadian Leptospirosis pada saat banjir 2014 di Kecamatan Cengkareng wilayah

Administrasi Jakarta Barat. Penelitian menggunakan data primer dan sekunder.

Data primer berasal dari hasil wawancara kepada masyarakat dan data sekunder

Page 24: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

8

berupa laporan warga yang terdiagnosis Leptospirosis yaitu berasal dari data

Puskesmas Cengkareng. Metode yang digunakan adalah epidemiologi deskriptif

dengan desain studi kasus. Sampel adalah semua warga yang terdiagnosis

Leptospirosis dan terlaporkan di Puskesmas Cengkareng yaitu sebanyak 18 kasus.

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret-Juli 2014 di Kecamatan Cengkareng

Jakarta Barat.

Page 25: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Banjir

Banjir adalah peristiwa terjadinya genangan (limpahan) air di areal tertentu

sebagai akibat meluapnya air sungai/danau/laut yang menimbulkan kerugian baik

materi maupun non-materi terhadap manusia dan lingkungan seperti rusaknya

sanitasi lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah,

tercemarnya sarana sumber air bersih, meluapnya air dari got-got dan sungai-

sungai, menyebarnya sampah dan limbah serta tidak berfungsinya jamban dan

meluapnya septic tank sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), diare, penyakit kulit, gastritis dan

Leptospirosis (Depkes RI, 2007).

2.2 Leptospirosis

2.2.1 Definisi dan Patogenesis

Menurut Depkes RI (2013), Leptospirosis adalah penyakit zoonosis

yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang berbentuk spiral dari genus

Leptospira yang pathogen, menyerang hewan dan manusia. Sedangkan

zoonosis adalah penyakit yang secara alami dapat di pindahkan dari hewan

vertebrata ke manusia atau sebaliknya.

Patogenesis Leptospirosis masih banyak belum diketahui. Penularan

Leptospira pada manusia melalui kontak seperti langsung dengan urin

hewan maupun kontak tidak langsung. Masa inkubasi antara 4-19 hari atau

dengan rata-rata 10 hari. Kemudian bila manusia yang terinfeksi Leptospira,

Page 26: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

10

maka Leptospira akan berkembang biak/memperbanyak diri dan menyebar

ke organ dan jaringan tubuh. Dengan dijumpainya Leptospira di dalam

darah disebut sebagai fase Leptospiremia atau fase pertama. Selama fase ini

Leptospira dapat di isolasi dari darah dan cairan cerobropinal

(Cerebrospinal Fluid= CSF).

Leptospira mengakibatkan kerusakan pada endotel kapiler yang

dapat menyebabkan Vasculitis, dimana sangat berperan pada penyakit ini.

Pada Leptospirosis berat, Vasculitis menyebabkan gangguan mikrosirkulasi

dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga ini dapat mengakibatkan

keluarnya cairan karena pembuluh darah bocor serta mengakibatkan

penurunan jumlah cairan pembuluh darah. sebagian besar Leptospira akan

menginfeksi ginjal dan hati. Leptospira di dalam ginjal akan menyebar ke

jaringan interstisial dan jaringan tubulus yang berakibat terjadinya nephiritis

interstinal dan nekrosis tubuler (Depkes RI, 2008).

Penurunan jumlah cairan di pembuluh darah yang erat hubungannya

dengan dehidrasi atau perubahan permeabilitas kapiler mendukung

timbulnya gagal ginjal (renal failure). Pada hati terjadi nekrosis

sentrilobuler dan ditemukan proliferase sel kupfer. Pada paru-paru

didapatkan lesi vaskuler karena reaksi immunologi dan perdarahan lokal.

Pada otot rangka dapat di jumpai pembengkakan vakuolasi myobril dan

nekrosis fokal.

Dengan adanya respons imun humoral dan celular, Leptospira akan

menghilang atau menurun jumlahnya yang berakibat timbulnya antibodi

Page 27: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

11

disebut fase imun atau fase kedua. Meskipun demikian Leptospira dapat

menetap pada area yang secara immunologis terisolasi, misalnya di dalam

tubulus proksimal ginjal, mata, dan mungkin dalam otak. Pada penderita

Leptospirosis berat terjadi perbaikan fungsi ginjal dan fungsi hati seperti

semula, hal ini terjadi karena tidak didapatkan kerusakan struktur organ

tersebut. Untuk fase penyembuhan atau konvalesen atau fase ketiga terjadi

pada minggu ke dua sampai dengan ke empat.

2.2.2 Reservoir

Hewan-hewan yang menjadi sumber penularan Leptospirosis

adalah Rodent (tikus), babi, sapi, kambing, domb, kuda, anjing, kucing,

serangga, burung, insektivora (landak, kelelawar, tupai), sedangkan rubah

dapat sebagai karier dari Leptospira (Depkes RI, 2008)

2.2.3 Cara Penularan

Manusia terinfeksi Leptospira melalui kontak dengan air, tanah

(lumpur), tanaman yang telah dikotori oleh air seni dari hewan-hewan

penderita Leptospirosis (Depkes RI, 2008). Bakteri Leptospira masuk ke

tubuh manusia dapat melalui luka atau lecet pada kulit, melalui selaput

lendir mulut, hidung dan mata, darah, cairan ketuban, vagina, jaringan,

tanah, vegetasi dan air yang terkontaminasi dengan urin hewan yang

terinfeksi (WHO, 2014). Selain itu bakteri ini bisa ditularkan melalui

makanan yang terinfeksi dengan urin dan kadang-kadang melalui

terhirupnya droplet dari cairan yang terkontaminasi (Chin, 2009).

Page 28: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

12

2.2.4 Diagnosis klinis dan Laboratoris

Diagnosa Leptospirosis pada manusia ditegakkan dengan melihat

gejala-gejala dan tanda-tanda klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan

laboratorium. Diagnosa berdasarkan gambaran klinis sulit ditegakkan,

karena Leptospirosis anikterik dapat menyerupai penyakit demam lain

(infeksi dengue, hanta virus, typod). Gambaran klinik yang penting untuk

penderita Leptospirosis adalah: sakit mendadak, demam, dan sakit kepala

berat, skin rash, conjunctival, suffusion (mata merah), nyeri otot yang hebat

(juga nyeri tekan) terutama di otot belakang, paha, betis, sehingga kadang –

kadang penderita mengeluh sukar berjalan dan sakit kepala (Depkes RI,

2013).

Widoyono (2008) menyebutkan bahwa selain pemeriksaan

berdasarkan gambaran klinis, Pemeriksaan serologis yang sering digunakan,

yitu dengan menggunakan Microscopic Aglutination Test (MAT), Elisa

(Enzime Linked Immuno Sorbent Assay), dan Immuno Fluorescent

Antibody Test. Pemeriksaan MAT dipergunakan sebagai Gold Standard

dalam pemeriksaan serologis karena mempunyai sensitivitas tinggi.

2.2.5 Pengobatan

Depkes RI (2013) menyebutkan bahwa pengobatan terhadap

penderita Leptospirosis dapat dilakukan dengan memberikan antibiotik

seperti Penicilin, Streptomycin, Tetracyclin, atau Erithromycin. Dari

bermacam-macam antibiotik yang tersebut di atas, pemberian penicilin

atau Tetracyclin dosis tinggi dapat memberikan hasil yang sangat baik.

Page 29: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

13

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Leptospirosis

Bustan (2008) menyebutkan studi epidemiologi adalah sebuah studi yang

mempelajari tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan dan faktor-faktor

yang mempengaruhinya (determinan) yang dimaksud untuk melakukan upaya

pencegahan dan perencanaan kesehatan. Dalam studi Epidemiologi dikenal teori

Segitiga Epidemiologi oleh John Gordon. Segitiga Epidemiologi merupakan

konsep dasar Epidemiologi yang memberikan gambaran tentang hubungan antara

tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit, khususnya penyakit

menular. Faktor utama tersebut adalah Faktor Host, Agent dan Environment.

Soejoedono (2008) menyebutkan bahwa penyebaran suatu penyakit di

pengaruhi oleh keseimbangan atau interaksi dari tiga faktor dasar Epidemiologi

ini. Jika di gambarkan dengan kejadian Leptospirosis maka ketiga faktor tersebut

membentuk model sebagai berikut:

Gambar. 2.2 Segitiga Epidemiologi

Sumber: Bustan (2006)

Jika dalam keadaan seimbang antara ketiga faktor tersebut maka akan

tercipta kondisi sehat pada seseorang/masyarakat. Perubahan pada satu komponen

Page 30: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

14

akan mengubah keseimbangan, sehingga akan mengakibatkan menaikkan atau

menurunkan kejadian penyakit

2.3.1 Host (Penjamu)

Menurut Bustan (2008), Faktor host (tuan rumah, penjamu) adalah

manusia atau mahluk hidup lainnya, termasuk burung, dan antropoda yang

menjadi tempat terjadi proses alamiah perkembangan penyakit. komponen

host dapat berupa genetik, umur, jenis kelamin, suku, keadaan fisiologi

tubuh, keadaan imunologi, tingkah laku, gaya hidup, personal hygiene dan

lain sebagainya.

Adapun komponen host yang berkaitan dengan kejadian

Leptospirosis diantaranya adalah:

a. Umur

Kejadian suatu penyakit sering dikaitkan dengan umur. Aulia

(2012) menyebutkan bahwa kejadian Leptospirosis tidak terjadi pada

spesifik umur tertentu. Leptospirosis diketahui terjadi pada semua umur

berkisar antara balita sampai lansia yaitu 1 tahun sampai lebih dari 65

tahun.

CDC (2012) menyebutkan bahwa manusia dengan segala lapisan

usia rentan terhadap infeksi Leptospirosis. Sedangkan Hadisaputro

(1991) menyebutkan bahwa umur yang paling banyak terkena

Leptospirosis adalah antara 40-60 tahun. Pada usia lebih dari 50 tahun

kematian bisa mencapai 56 % yang disertai selaput mata berwarna

Page 31: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

15

kuning (kerusakan jaringan hati), risiko kematian akan lebih tinggi

(Cahyati, 2009).

Poeppl (2013) juga menyebutkan bahwa selain laki-laki usia 18-57

tahun, kasus juga banyak terjadi pada usia dewasa antara usia 20 sampai

50 tahun. Subroto (1981) dalam Armandari (2005) menyebutkan bahwa

Leptospirosis kerap dijumpai pada usia dewasa mungkin karena

pekerjaan mereka banyak terpapar oleh hewan yang terinfeksi dan

lingkungan yang terkontaminasi. Leptospirosis jarang terjadi pada anak-

anak dan balita karena pada kenyataannya anak-anak dan balita sedikit

sekali terpapar infeksi Leptospirosis (Sehgal et.al, 1991).

Penelitian Rejeki (2005) menunjukkan bahwa kasus Leptospirosis

terbanyak ditemukan pada rentang umur 40– 49 tahun. Penelitian

Ketaren (2009) menunjukkan bahwa kejadian Leptospirosis lebih sering

terjadi pada umur 20-30 tahun. Penelitian Armandari (2005)

menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Leptospirosis berumur <35

tahun yaitu 49 orang (51,6 %) dan >=35 sebesar 46 orang (48,4%).

Penelitian Haida (2002) menunjukkan bahwa penderita Leptospirosis

yang berumur 1-39 tahun sebanyak 35 orang (52,2%) sedangkan yang

berusia >39 tahun sebanyak 32 orang (4,7,8%).

b. Jenis Kelamin

Seghal et.al (1991) menyebutkan bahwa meskipun laki-laki dan

perempuan sama-sama memiliki risiko yang sama untuk terinfeksi

Leptospirosis, akan tetapi laki-laki memiliki resiko yang lebih besar

Page 32: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

16

untuk terinfeksi Leptospirosis. Hal ini mungkin diakibatkan karena laki-

laki memiliki pekerjaan yang lebih terpapar oleh hewan yang terinfeksi

dan lingkungan yang terkontaminasi. Pada saat banjir laki-laki biasanya

turun langsung membersihkan lingkungan sehingga kemungkinan

terpapar kotoran rodent lebih besar.

Pernyataan diatas didukung oleh Poeppl (2013) juga menyebutkan

bahwa Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kejadian

Leptospirosis adalah jenis kelamin. Pengujian terhadap 216 sampel

ditemukan seropositif paling banyak ditemukan pada jenis kelamin laki-

laki berusia 18- 57 tahun. Dominasi laki-laki umur 18-57 tahun ini

dipengaruhi oleh kecenderungan mereka yang lebih besar untuk

berpartisipasi dalam kegiatan di luar ruangan sehingga mereka

mempunyai risiko lebih tinggi untuk terpapar. Meskipun demikian, tidak

ada hubungan antara kegiatan di luar ruangan dan antibodi terhadap

Leptospira spp.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Maesyarokh (2011)

yang menunjukkan bahwa Leptospirosis lebih banyak pada kelompok

laki-laki dari pada perempuan. Penelitian Ketaren (2009) juga

menunjukkan jenis kelamin penderita Leptospirosis yang paling banyak

adalah laki-laki yaitu 53%. Goris et al (2013) menyebutkan bahwa dari

2.532 pasien, 2.306 (91,1%) adalah pasien laki-laki. Vieira et al (2006)

menunjukkan bahwa dari 443 responden 73% nya adalah laki-laki.

Penelitian Prastiwi (2012) menyebutkan 77,1% penderita Leptospirosis

Page 33: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

17

adalah laki-laki. Penelitian Armandari (2005) juga menunjukkan bahwa

penderita Leptospirosis sebagian besar adalah laki-laki yaitu 53%.

Sedangkan penelitian Manurung (2006) menunjukkan penderita

Leptospirosis sebagian besar adalah perempuan yaitu sebesa 66,8%

c. Pengetahuan

Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan adalah

suatu faktor predisposisi seseorang atau masyarakat terhadap kesehatan.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Orang yang mempunyai pengetahuan

yang baik terntang suatu penyakit maka kemungkinan besar akan

memcegah terjadinya penyakit tersebut. Dari teori ini bisa dikatakan

bahwa pengetahuan mempengaruhi terhadap kejadian penyakit termasuk

penyakit Leptospirosis.

Rahim, dkk (2012) menyebutkan bahwa survei pengetahuan

merupakan strategi umum untuk mengumpulkan informasi dan menilai

praktek kerja yang aman atau upaya pencegahan di antara populasi

beresiko. Survei pengetahuan juga bisa digunakan untuk mengevaluasi

program yang ada dan untuk mengidentifikasi strategi yang efektif untuk

perubahan perilaku.

Arikunto (2010) berpendapat bahwa tingkat pengetahuan seseorang

dapat diketahui dengan menggunakan skala pengukuran yang bersifat

kualitatif. Tingkat pengetahuan tersebut terdiri dari:

1. Baik : hasil 76 %-100 %

Page 34: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

18

2. Cukup : hasil 56 %-75 %

3. Kurang : hasil ≤ 55 %

Penelitian Arau´ jo, dkk ( 2013) menunjukkan bahwa dari 257

orang yang diwawancarai, 232 (90,3%) sebelumnya pernah mendengar

tentang Leptospirosis. penelitian ini juga sejalan dengan Penelitian

Armandari (2005) menunjukkan bahwa penderita Leptospirosis yang

memiliki pengetahuan tinggi lebih sebesar yaitu 48 orang (50,5%).

Penelitian Wiwanitkit (2006) yang menunjukkan bahwa 80% penderita

Leptospirosis memiliki pengetahuan rendah. Penelitian Okatini (2007)

menunjukkan adanya hubungan tingkat antara pengetahuan dengan

kejadian Leptospirosis yaitu dengan pvalue 0,000. Penelitian Armandari

(2005) menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan kejadian Leptospirosis yaitu dengan pvalue 0,000 dan OR 17,65.

d. Pekerjaan

Salah satu faktor risiko Leptospirosis adalalah berasal dari

pekerjaan (WHO, 2011). Kelompok Pekerja yang bekerja sebagai dokter

hewan, peternak, tukang potong daging, pekerja pengendali jumlah tikus,

petani padi dan tebu, pekerja tambang, nelayan, tentara dan pekerja lain

yang sering kontak langsung dengan hewan merupakan kelompok yang

berisiko terhadap kejadian Leptospirosis (Chin, 2009).

Hal ini terkait dengan penularan langsung, dimana pekerja tersebut

memiliki kemungkinan yang besar bersentuhan dengan cairan tubuh atau

urin dari hewan yang terinfeksi Leptospirosis. Sedangkan petani, militer

Page 35: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

19

dan atlet olah raga air berisiko terkena infeksi Leptospirosis secara tidak

langsung yaitu dari lingkungan atau air dan tanah yang terkontaminasi

(Depkes RI, 2008).

Penelitian Ketaren (2007) menunjukkan bahwa sebagian besar

penderita Leptospirosis mempunyai pekerjaan tidak berisiko yaitu 93,9%.

Penelitian Rejeki (2005) juga menyebutkan bahwa sebagian besar

penderita Leptospirosis memiliki pekerjaan tidak berisiko yaitu sebanyak

92%. Penelitian Manurung (2006) menyebutkan penderita yang memiliki

pekerjaan tidak berisiko sebanyak 91,5%. Dan Penelitian Armandari

(2005) menunjukkan penderita Leptospirosis memiliki pekerjaan tidak

berisiko sebesar 98,9%.

Berdasarkan analisis bivariat, hasil penelitian dari Marunung 2006

menunjukkan bahwa pekerjaan tidak berhubungan dengan kejadian

Leptospirosis, yaitu dengan nilai p=0,78. Penelitian Armandari (2005)

menyebutkan bahwa responden dengan pekerjaan berisiko mempunyai

risiko untuk mengalami Leptospirosis sebesar 0,24 kali. Penelitian

Priyanto menunjukkan bahwa pekerjaan berisiko untuk terjadinya

Leptospirosis yaitu dengan nilai pvalue= 0,001 OR=17,36.

e. Riwayat Luka

Depkes RI (2013) menyebutkan bahwa salah satu cara bakteri

Leptospira masuk ke tubuh manusia adalah melalui kulit yang lecet atau

luka. Hal ini sesuai dengan WHO (2014) yang menyebutkan bahwa

bakteri Leptospira masuk ke tubuh manusia dapat melalui luka atau lecet

Page 36: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

20

pada kulit, melalui selaput lendir mulut, hidung dan mata, darah, cairan

ketuban, vagina, jaringan, tanah, vegetasi dan air yang terkontaminasi

dengan urin hewan yang terinfeksi. Depkes RI (2005) infeksi dengan

leptospira umumnya berlangsung melalui luka atau erosi pada kulit

maupun selaput lendir, namun infeksi juga dapat berlangsung melalui

kulit utuh yang terpapar dalam waktu cukup lama dengan genangan air

yang terkontaminasi.

Depkes RI (2008) juga menyebutkan bahwa masuknya bakteri

Leptospira dapat melalui permukaan mukosa misalnya melalui luka

abrasi, mukosa (cavitas buccaelbuccal cavity), saluran hidung atau

conjunctiva. Kuman Leptospira akan masuk dalam peredaran darah yang

ditandai dengan adanya demam dan berkembang pada target organ serta

akan menunjukkan gejala infeksi pada organ tersebut. Gambaran klinis

akan bervariasi tergantung dari kondisi manusianya, spesies hewan pada

umurnya. Bakteri Leptospira ini beberapa hari akan tinggal pada organ

seperti hati, limpa, ginjal dengan ditandai perubahan patologis.

Mekanisme imunitas akan aktif apabila kuman menjalar ke jaringan hati

dan ginjal serta berada di tubular ginjal.

Penelitian Cahyati (2009) yang menunjukkan bahwa dari 15

responden yang menderita Leptospirosis 80%. Penelitian Cahyati (2009)

ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat adanya luka

dengan kejadian Leptospirosis yaitu dengan nilai OR sebesar 6,000.

Penelitian Prastiwi (2012) dan Maesyarokh (2011) juga menyebutkan

Page 37: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

21

riwayat luka berhubungan dengan kejadian Leptospirosis yaitu dengan

nilai OR sebesar 10,000. Penelitian Maesyarokh (2011) juga

menyebutkan bahwa riwayat luka berhubungan dengan kejadian

Leptospirosis yaitu dengan OR=5,0

f. Status Pegungsian

UU RI No. 24 Tahun 2007 menyebutkan bahwa pengungsi adalah

orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat

tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak

buruk bencana.

Menurut Depkes RI (2011) status pengungsian dapat digunakan

untuk pengendalian penyakit yaitu dengan pengamatan penyakit

(surveilans), promotif, preventif dan pelayanan kesehatan (penanganan

kasus) yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan yang masih ada

maupun di pos kesehatan yang didirikan dalam rangka penanggulangan

bencana. Orang yang mengungsi di tempat yang telah ditentukan akan

lebih mudah di pantau masalah kesehatannya. Dalam kaitannya dengan

penyakit Leptospirosis pengungsian dapat digunakan untuk mencegah

atau mengurangi pengungsi untuk kontak dengan air banjir yang

ditakutkan terinfeksi bakteri Leptospira.

g. Personal Hygiene

Widoyono (2008) menyebutkan bahwa bagian penting dalam

upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular adalah

memutuskan rantai penularan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara

Page 38: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

22

menghentikan kontak agen penyebab penyakit dengan penjamu. Faktor

pencegahan penularan menitikberatkan pada penanggulangan risiko

penyakit seperti lingkungan dan perilaku. Lingkungan yang tidak hygiene

dan perilaku individu yang tidak hygiene dapat mempermudah penularan

penyakit.

Depkes RI (2008) menyebutkan bahwa salah satu upaya untuk

mencegah terjadinya Leptospirosis yang dapat dilakukan individu adalah

dengan menjaga kebersihan individu (personal Hygiene) yaitu dengan

cara mencuci kaki, tangan serta bagian tubuh yang lainnya dengan sabun

setelah pergi kesawah dan setelah kontak dengan air banjir. Selain itu

upaya pencegahan lainnya juga bisa dilakukan menutup makanan dan

menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat ingin kontak dengan

air genangan banjir. Salah satu APD yang dapat digunakan adalah

memakai alas kaki termasuk sepatu boot dan sarung tangan (CDC, 2010).

Seseorang yang tidak melakukan upaya pencegahan maka akan

mengakibatkan kemungkinan masuknya bakteri leptospira ke dalam

tubuh akan semakin besar. Bakteri leptospira masuk tubuh melalui pori-

pori tubuh terutama kulit kaki dan tangan, melalui selaput lendir,tubuh

yang lecet, den melalui makanan yang terkontaminasi.

Penelitian Michael, et.al (2004) menunjukan bahwa tidak

mengenakan sepatu di lapangan berhubungan dengan kejadian

Leptospirosis yaitu dengan nilai OR sebesar 2,17. Penelitian Supraptono

dkk (2011) juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara tidak

Page 39: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

23

memakai alat pelindung diri dengan kejadian Leptopirosis yaitu dengan

nilai OR sebesar 266,3. Hasil penelitian Priyanto (2009) menunjukkan

bahwa ada kebiasaan mandi/mencuci di sungai berhubungan dengan

kejadian Leptospirosis yaitu dengan nilai OR sebesar 12,24.

2.3.2 Agent

Menurut Bustan (2008) faktor agent adalah suatu unsur organisme

hidup atau kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu

penyakit. faktor agent dapat meliputi: faktor nutrisi, penyebab kimiawi,

penyebab fisik seperti radiasi, penyebab biologis, metazoa, virus, jamur dan

lain sebagainya. adapun Agent pada kejadian Leptospirosis adalah Bakteri

Leptospira.

Buku Manual Pemberantasan Penyakit Menular oleh James Chin

yang di terjemahkan oleh Nyoman Khandun (2009) menyebutkan bahwa

penyebab penyakit Leptospirosis adalah Leptospira, anggota dari ordo

Spirochaetales. Leptospira yang menularkan penyakit termasuk kedalam

spesies Leptospira Interrogans, yang dibagi lagi menjadi berbagai

serovarian. Lebih dari 200 serovarian telah diketahui, dan semuanya terbagi

dalam 23 kelompok (serogroup) yang di dasarkan pada keterkaitan

serologis. Perubahan penting dalam penamaan (nomenklatur) Leptospira

sedang di buat di dasarkan atas keterkaitan DNA. Serovarian yang umum di

temukan di AS adalah Icterohaemorrhagiae, Canicola, Autumnalis,

Hebdomisis, Australis dan Pomona.

Page 40: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

24

2.3.3 Environment (Lingkungan)

Bustan (2008) menyebutkan bahwa environment (lingkungan)

adalah semua faktor luar dari suatu individu. Komponen lingkungan dapat

berupa lingkungan fisik, biologi, dan sosial. komponen lingkungan yang

memiliki potensi terhadap kejadian Leptospirosis meliputi: kondisi selokan,

keberadaan sampah, curah hujan, ketinggian air, tatanan rumah, pH tanah

dan PH air.

a. Ketinggian Genangan Air Pada Saat Banjir

Ketinggian genangan air pada saat banjir dianggap bisa

mempengaruhi kejadian Leptospirosis. Genangan air yang tinggi pada

saat banjir akan membuat banjir semakin lama surut sehingga bakteri

Leptospirosis akan lebih lama berada bersama air genangan banjir

tersebut. Bakteri Leptospira dapat bertahan pada suhu 28-30 °C dan PH

7,2 - 8,0 (Chin, 2009). PH ini merupakan PH Air yang netral sehingga

bakteri Leptospira dapat hidup lama dan menetap pada air genangan

banjir yang ada.

Semakin tinggi genangan air banjir dan semakin lama banjir

maka akan mengakibatkan semakin lama responden untuk kontak

dengan air genangan akibat banjir tersebut. Bakteri Leptospira yang

berada pada genangan air pada saat banjir tersebut dapat masuk ke

dalam tubuh jika bagian tubuh tersebut terendam lama pada air yang

terinfeksi yaitu masuk melalui luka atau pori-pori (CDC, 2012).

Penelitian yang telah dilakukan menunjujukkan bahwa ada

Page 41: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

25

kecenderungan jumlah penderita Leptospirosis meningkat setelah lama

banjir sampai 3 hari atau lebih (Gindo, 2002 dalam Ketaren, 2009).

Selain itu ketinggian air genangan yang tinggi dan lama akan

mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Air banjir dapat

mengotori atau mengkontaminasi rumah maupun bahan makanan yang

tidak tertutupi sehingga apabila air genangan banjir tersebut terinfeksi

bakteri Leptospira maka rumah atau bahan makanan akan tercemar

bakteri Leptospira.

Ketinggian genangan air pada saat banjir dapat mempengaruhi

upaya pencegahan seseorang terhadap kejadian Leptospirosis. CDC

(2010) menyebutkan bahwa salah satu upaya pencegahan Leptospirosis

bisa dilakukan dengan cara menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

pada saat ingin kontak dengan air genangan banjir. Salah satu APD

yang dapat digunakan adalah memakai alas kaki termasuk sepatu boot

dan sarung tangan. Bila air genangan banjir tinggi dan melebihi

ketinggian lutut maka penggunaan APD seperti sepatu boot pada saat

banjir akan sia-sia karena sepatu boot yang ada pada saat ini rata-rata

hanya mampu melindungi sampai lutut saja.

Penelitian Dwiari (2007) menunjukkan bahwa pada saat banjir

melanda DKI Jakarta pada bulan Februari 2007, ketinggian air

genangan di setiap kelurahan bervariasi yaitu antara 10 cm hingga 250

cm dengan rata-rata ketinggian air genangan sebesar 49 cm. Bila

dibandingkan dengan kasus Leptospirosis, diperoleh gambaran bahwa

Page 42: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

26

kasus Leptospirosis di Jakarta lebih banyak tersebar di wilayah dengan

rata-rata ketinggian air genangan akibat banjir yang lebih tinggi yaitu

antara 51-100 cm.

b. Keberadaan Sampah

Adanya kumpulan sampah di sekitar rumah akan menjadi

tempat yang disenangi tikus. Keberadaan sampah terutama sampah

sisa–sisa makanan yang diletakkan ditempat sampah yang tidak

memenuhi syarat (tertutup) kkan bahwa sebagian besar rumah

responden terdapat sampah yaitus sebanyak (73,2%), berdasarkan

analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara adanya sampah

dalam rumah dengan kejadian Leptospirosis (p=0,000) dan OR 8,46

c. Tatanan Rumah

Depkes RI (2000) dalam Armandari (2005) menyebutkan bahwa

keadaan dalam rumah harus bersih dan teratur artinya rumah tertata

dengan baik, rapi, tidak terdapat tumpukan barang, tidak terdapat baju

bergelantungan perabotan tersusun rapi dan bersih. Peraturan

Pemerintah no. 81 tahun 2012 menyebutkan bahwa adanya tumpukan

barang-barang bisa mengakibatkan perkembangan habitat tikus.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Armandari (2005) yang

menunjukkan bahwa sebagian besar responden (93%) tatanan rumahnya

tidak memenuhi syarat. penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian

Ramadani (2010) yang menunjukkan bahwa sebagian besar penderita

Leptosporosis memiliki tatanan rumah tidak rapi yaitu sebanyak 71,8%

Page 43: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

27

Penelitian Ramadani (2010) menunjukkan bahwa Penataan Perabot

rumah yang semrawut/tidak rapi berhubungan dengan kejadian

Leptospirosis yaitu dengan nilai p-value sebesar 0,013

d. Curah hujan

Hujan deras akan menyebabkan banjir sehingga meningkatkan

risiko Leptospirosis dengan membawa bakteri dan binatang lebih dekat

dengan manusia. Bakteri akan cepat lebih cepat menyebar bila

bercampur dengan air banjir. Curah hujan yang tinggi akan

meningkatkan paparan bakteri Leptospira pada manusia lewat air, tanah

yang terkontaminasi (Chin, 2009).

Hasil penelitian Rejeki, 2005 menunjukkan bahwa tingginya

curah hujan berisiko terkena Leptospirosis sebesar 37 kali dibandingkan

dengan curah hujan rendah.

e. Ketersediaan Air Bersih

Depkes RI (2013) menyebutkan bahwa tujuan penyehatan

lingkungan adalah untuk mengatur tatalaksana penyediaan,

pengawasan, dan perbaikan kualitas air bersih dan sanitasi. Adanya air

bersih akan membantu menurunkan risisko terjadinya penyakit menular

seperti diare, typus, scabies, Leptospirosis dan penyakit lainnya.

Tidak tersedianya air bersih dapat ditandai dengan masih

digunakannya air genangan banjir atau air sungai untuk keperluan

sehari-hari seperti mandi dan mencuci, memasak dan minum. Seperti

yang telah diketahui bakteri Leptospira dapat masuk ke tubuh manusia

Page 44: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

28

melalui luka atau lecet pada kulit, melalui selaput lendir mulut, hidung

dan mata, darah, cairan ketuban, vagina, jaringan, tanah, vegetasi,

makanan dan air yang terkontaminasi dengan urin hewan yang

terinfeksi (WHO, 2014 dan Chin, 2009).

Seghal (1991) menyebutkan bahwa untuk mengontrol dan

melindungi dari kontaminasi kuman Leptospira pada masyarakat adalah

dengan menjaga sumber air bersih yang digunakan dari binatang

pengerat (tikus) dan perlu diadakan khlorinisasi serta apabila untuk

dikonsumsi hendaknya air direbus sehingga mendidih.

Penelitian Okatini (2007) yang menunjukkan bahwa 78,9%

responden yang memiliki ketersediaan air bersih tidak memenuhi

syarat.

f. PH Tanah dan PH Air

Depkes RI (2008) menyebutkan bahwa Leptospira dapat hidup

berbulan-bulan dalam lingkungan yang hangat (28-30 C) dan pH relatif

netral (pH 7,2-8). Bila di air dan lumpur yang paling cocok untuk

bakteri Leptospira adalah dengan pH antara 7,0-7,4 dan temperatur

antara 28°C-30°C. Bakteri ini dapat hidup dalam air yang menggenang.

Karakteristik air pada sawah yang cocok untuk bakteri leptospira adalah

air yang menggenang dengan ketinggian 5-10 cm dan pH antara 6,7-8,5

Menurunkan pH air sawah menjadi asam yaitu dengan pemakaian

pupuk/bahan-bahan kimia menyebabkan jumlah dan virulensi bakteri

Leptospira berkurang.

Page 45: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

29

Hasil penelitian Rejeki (2005) dan Priyanto (2009) penelitian

Rejeki menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara pH tanah

dengan kejadian Leptospirosis dengan pvalue 0,361 OR 0,3 Priyanto

dengan Pvalue 0,523 dan OR=1,28.

g. Selokan/ Sarana Pembuangan Air Limbah

Selokan/ Sarana Pembuangan Air Limbah merupakan tempat

yang sering dijadikan tempat tinggal tikus ataupun merupakan jalur

tikus masuk ke dalam rumah. Hal ini dikarenakan kondisi buangan air

dari dalam rumah umumnya terdapat saluran yang terhubung dengan

selokan di lingkungan rumah. Peran selokan sebagai media penularan

penyakit Leptospirosis terjadi ketika air pada selokan terkontaminasi

oleh urin tikus atau hewan peliharaan yang terinfeksi bakteri Leptospira

(Suratman, 2006).

Sarana pembuangan air limbah yang sehat yaitu yang dapat

mengalirkan air limbah dari sumbernya (dapur, kamar mandi) ke tempat

penampungan air limbah dengan lancar tanpa mencemari lingkungan

dan tidak dapat dijangkau serangga dan tikus (Field Book, 2009).

Sedangkan menurut Rejeki (2005) selokan sehat bila aliran selokan

lancar/tidak menggenang, tidak meluap saat ada hujan, tidak dilewati

tikus.

Darmodjono (2001) menyebutkan bahwa tikus senang bersarang

di got-got dan selokan-selokan, sedangkan tikus merupakan hewan

pembawa mikroorganisme Leptospira maka diupayakan selokan-

Page 46: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

30

selokan tidak menjadi sarang tikus dan airnya mengalir dengan lancar

(tidak menggenang).

Penelitian Rejeki (2005) menunjukkan bahwa sebagian besar

penderita Leptospirosis memiliki kondisi selokan yang buruk yaitu

69%. Penelitian Priyanto (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan

antara kondisi selokan yang buruk dengan kejadian Leptospirosis

(p=0,002 dan OR 3,28). Penelitian Okatini (2007) menunjukkan bahwa

spal yang buruk berhubungan dengan kejadian Leptospirosis yaitu

dengan nilai OR sebesar 1,98

h. Keberadaan Tikus di Dalam Maupun di Luar Rumah

Depkes RI (2008) menyebutkan bahwa hewan-hewan yang

menjadi sumber penularan Leptospirosis salah satunya adalah rodent

(tikus). Untuk melihat keberadaan tukus bisa dilakukan dengan cara

pemeriksaan secara visual. Yaitu dengan melihat adanya tanda tanda

keberadaan tikus berupa kotoran tikus dan/atau jejak kaki tikus. Selain

itu harus diperhatikan tanda-tanda lain seperti: sisa keratan pada

pintu/kasa/buku dan kawat kasa yang berlubang bekas lewat tikus:

Pemeriksaan secara nasal (penciuman), Informasi dari pihak lain.

Berikut adalah gambar kotoran tikus:

Page 47: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

31

Gambar 2.3 Kotoran Tikus

Sumber: Depkes RI (2008)

Penelitian Rejeki (2005) yang menunjukkan bahwa sebagian

besar rumah responden (96,8%) terdapat tanda-tanda keberadaan tikus.

Penelitian Ketaren (2009) menunjukkan bahwa rumah responden yang

terdapat keberadaan tikus sebanyak 65%. Penelitian Armandari (2005)

juga menunjukkan responden yang rumahnya terdapat tikus sebanyak

94,7%. Penelitian Armandari (2005) ini menunjukkan bahwa ada

hubungan antara keberadaan tikus dalam rumah dengan kejadian

Leptospirosis (p=0,000 dan OR 5,87).

2.4 Kerangka Teori

Menggunakan konsep segitiga epidemiologi yang dikolaborasikan dengan

teori-teori lain (Chin (2009), Depkes RI (2008), Depkes RI (2013), Soejoedono

(2008), Rejeki (2005), Widoyono (2008), Mandal (2008) dan Tinheriyani (2012),

epidemiologi Leptospirosis dipengeruhi oleh beberapa komponen yaitu komponen

host (penderita), agent (Penyebab) dan environment (lingkungan).

Agent atau penyebab dari penyakit Leptospirosis adalah bakteri

Leptospira. Hewan yang bisa menularkan bakteri Leptospira adalah Rodent

(tikus), babi, sapi, kambing, kuda, anjing, kucing serangga dan burung. Akan

Page 48: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

32

tetapi dari semua hewan tersebut, tikus merupakan hewan yang paling sering

menularkan Leptospirosis. Keberadaan tikus ini dipengaruhi oleh komponen

lingkungan seperti: ketinggian air, keberadaan sampah, tatanan rumah, kondisi

selokan/SPAL, curah hujan, ketersediaan air bersih, PH tanah dan PH air, dan

keberadaan tikus di dalam maupun di luar rumah.

Bakteri Leptospira yang dibawa oleh tikus dapat masuk ke dalam tubuh

manusia dan mengakibatkan terjadinya penyakit Leptospirosis. masuknya bakteri

Leptospira ini ke tubuh manusia (Host) dipengaruhi oleh beberapa komponen host

yaitu: umur, jenis kelamin, riwayat luka, tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan,

personal hygiene, dan status pengungsian. Adapun epidemiologi kejadian

Leptospirosis dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 49: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

33

Bagan 2.4 Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi teori John Gordon dalam Bustan (2008), Chin (2009), Depkes

RI (2008), Depkes RI (2013), Notoatmodjo (2007), Rejeki (2005), dan

Tinheriyani (2012).

Leptospirosis

Leptospirosi

s

Komponen Lingkungan

(Environment)

1. Ketinggian air

2. keberadaan sampah

3. Tatanan rumah

4. Kondisi selokan/SPAL

5. Curah hujan

6. Ketersediaan air bersih

7. PH tanah dan pH air

8. Keberadaan Tikus di dalam

maupun di luar rumah

Komponen Host

(penderita)

1. Umur

2. Jenis Kelamin

3. Riwayat luka

4. Tingkat pengetahuan

5. Jenis Pekerjaan

6. Status pengungsian

7. Personal Hygiene

Agent

(Penyebab)

Leptospira

Tikus

Kucing Babi

Anjing

Sapi Kambing

Serangga

Burung

Page 50: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

34

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini, peneliti tidak menjadikan semua faktor yang

mempengaruhi kejadian Leptospirosis yang telah disebutkan di kerangka teori

sebagai variabel penelitian. Adapun faktor yang mempengaruhi kejadian

Leptospirosis yang dijadikan variabel penelitian adalah variabel komponen

penderita/host (umur, jenis kelamin, keberadaan tikus, riwayat luka, tingkat

pengetahuan, dan jenis pekerjaan, personal hygiene dan status pengungsian,), dan

variabel komponen lingkungan/environment (ketersediaan air bersih, ketinggian

air, keberadaan sampah, tatanan rumah, kondisi selokan/got, dan keberadaan tikus

didalam maupun luar rumah).

Bakteri Leptospira tidak dijadikan sebagai variabel penelitian karena

peneliti tidak melakukan pemeriksaan terhadap bakteri Leptospira. Selain itu

kejadian Leptospirosis ini sudah selesai terjadi (penderita sudah sembuh) pada

saat penelitian dilakukan sehingga sudah dapat dipastikan bahwa semua penderita

positif Leptospira. Curah hujan tidak di jadikan sebagai variabel penelitian karena

penelitian ini difokuskan pada saat banjir sehingga curah hujan tidak perlu lagi

diukur karna untuk kejadian Leptospirosis curah hujan dihubungkan dengan status

atau keadaan banjir. sehingga curah hujan sudah diwakili oleh kejadian banjir.

Ph tanah dan Ph air tidak dijadikan sebagai variabel penelitian karena

Hasil penelitian Rejeki (2005) di Semarang dan Penelitian Priyanto (2004) di

Page 51: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

35

Demak dengan desain Case-Control menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara PH tanah dengan kejadian Leptospirosi yaitu dengan nilai Pvalue= 0,361

dan OR 0,3 pada penelitian Rejeki dan Pvalue 0,523 dan OR=1,28 pada penelitian

Priyanto.

Babi, sapi, kambing, kucing, serangga, burung dan anjing) tidak dijadikan

sebagai variabel dan hanya menjadikan keberadaan tikus sebagai variabel

penelitian karena pada saat ini kejadian Leptospirosis banyak ditularkan melalui

tikus, seperti penyataan Dinkes Provinsi Jakarta (2003) yang menyebutkan bahwa

tikus merupakan sumber penularan Leptospirosis yang paling potensial diantara

hewan-hewan lain. Selain itu tikus-tikus yang ditangkap paska banjir di lokasi

Jakarta-Bogor dianggap membawa atau paling tidak terinfeksi Leptospirae.

Karena penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta, maka peneliti memilih tikus

baik untuk menjadi variabel penelitian. Adapun kerangka konsep penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Page 52: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

36

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

.

Status pengungsian

Ketersediaan air bersih.

Leptospirosis

Umur

Jenis kelamin

Riwayat luka

Tingkat pengetahuan

Jenis pekerjaan

Personal hygiene

Keberadaan tikus di

dalam dan sekitar rumah

Ketinggian genangan

air banjir

Keberadaan sampah

Tatanan rumah

Kondisi selokan/SPAL

Page 53: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

37

3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Leptospirosis Penderita yang didiagnosis menderita

leptospirosis oleh dokter dan

terlaporkan di Puskesmas Cengkareng

pada saat banjir periode Januari-

Februari 2014

Observasi Laporan PE

kejadian

leptospirosis

di Puskesmas

Cengkareng

Jumlah kejadian Leptospirosis Rasio

2 Umur Usia responden pada saat didiagnosis

menderita Leptospirosis pada saat

periode banjir Januari-Februari 2014.

Wawancara Kuisioner Dalam satuan tahun

Rasio

3 Jenis

Kelamin

Jenis kelamin yang dimiliki oleh

penderita Leptospirosis pada saat

didiagnosa Leptospirosis

Wawancara Kuisioner 1. Laki-laki

2. Perempuan

nominal

Page 54: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

38

4 Riwayat luka Ada tidaknya luka kecil atau besar

pada tubuh seseorang tanggal 3

Januari-14 Februari 2014.

Wawancara Kuisioner

1. Ada luka

2. Tidak ada luka

Ordinal

5 Tingkat

Pengetahuan

Pengetahuan yang dimiliki responden

terkait penyakit Leptospirosis yang

meliputi:, penyebab, cara penularan,

gejala, pencegahan, serta faktor-faktor

yang berhubungan dengan kejadian

Leptospirosis.

Wawancara Kuisioner 1. Baik (jika nilai pengetahuan

76-100

2. Sedang (jika nilai

pengetahuan 56-75

3. Buruk <=55

Interval

6 Keberadaan

tikus di

dalam dan

sekitar rumah

Ada tidaknya tikus di dalam dan

sekitar rumah ditandai dengan ciri-ciri

sebagai berikut: adanya kotoran tikus,

suara tikus, bau kotoran tikus atau bau

tikus, adanya tikus hidup/mati di

Wawancara

dan

observasi

Kuisioner

dan lembar

observasi

1. Ada

2. Tidak ada

Ordinal

Page 55: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

39

dalam maupun luar rumah, ada bekas

makanan yang digigit tikus, ada

lubang didalam maupun luar rumah

lubang misalnya dipojok pintu atau

diatas plafon dan sebagainya, ada

bercak atau bekas urin tikus, ada tanda

kehitaman di tembok atau perkakas

rumah 3 Januari-14 Februari 2014.

7 Ketinggian

air

Tingginya rata-rata genangan air pada

saat banjir di wilayah Kecamatan

Cengkareng periode Januari-Februari

2014

Observasi Laporan

banjir tahun

2014 dari

Sudinkes

Jakarta Barat

Dalam satuan cm Rasio

Page 56: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

40

8 Ketersediaan

air bersih

Tersedia atau tidaknya air bersih

untuk keperluan sehari hari yaitu

untuk mandi, memasak, mencuci dan

minum pada tanggal 3 Januari-14

Februari 2014

Wawancara Kuisioner 1. Tidak tersedia.

2. Tersedia

Ordinal

9 Pekerjaan Profesi yang lakukan responden yang

berpotensi untuk terkena Leptospirosis

pada tanggal 3 Januari-14 Februari

2014

Wawancara Kuisioner 1. Berisiko (dokter hewan,

petani, peternak, tukang

potong daging, petugas

laboratorium, pekerja

pengendali jumlah tikus, ,

pekerja tambang, nelayan,

tentara, pekerja selokan

(paralon), dan tukang ojek

Ordinal

Page 57: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

41

atau supir

2. Tidak berisiko (selain

pekerjaan berisiko)

10 Status

pengungisan

orang atau kelompok orang yang pada

saat banjir terpaksa atau dipaksa

keluar dari tempat tinggalnya untuk

jangka waktu yang belum pasti

sebagai akibat dampak buruk bencana

ke lokasi yang lebih aman pada saat

banjir periode 3 Januari-14 Februari

2014

Wawancara Kuisioner 1. Tidak mengungsi

2. Mengungsi

Ordinal

11 Personal

hygiene

Tindakan/upaya pencegahan yang di

lakukan responden untuk mencegah

kejadian Leptospirosis seperti tidak

Wawancara Kuisioner 1. Tidak melakukan upaya

pencegahan jika tidak

melakukan semua dari upaya

Ordinal

Page 58: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

42

menutup makanan, tidak

menggunakan sepatu boot atau sarung

pada saat ingin kontak dengan air

banjir/sungai/ lumpur, tidak mandi,

tidak mencuci tangan, kaki, atau

anggota badan lainnya menggukan

sabun setelah kontak dengan air 3

Januari-14 Februari 2014.

pencegahan (Tidak menutup

makanan, tidak mandi, tidak

mencuci tangan, kaki,

anggota badan lainnya

dengan sabun, tidak

menggunakan sepatu boot)

2. Melakukan upaya

pencegahan jika melakukan

minimal 2 (menutup

makanan, mandi setelah

kontak dengan air genangan

banjir/lumpur) dari upaya

pencegahan.

Page 59: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

43

12 Keberadaan

sampah

Ada tidaknya sampah yang bisa

menjadi indikator keberadaan tikus

yang ditandai dengan adanya sampah

yang berserakan dan tempat sampah

tidak tertutup di dalam maupun diluar

rumah perita 3 Januari-14 Februari

2014.

.

Wawancara

dan

observasi

Kuisioner

dan lembar

observasi

1. Ada sampah

Jika terdapat sampah yang

berserakan dan tempat

sampah tidak tertutup di

dalam dan di luar rumah

2. Tidak ada sampah

Jika tidak terdapat sampah

yang berserakan dan tempat

sampah tertutup di dalam dan

di luar rumah

Nominal

13 Tatanan

Rumah

Penataan rumah terhadap barang-

barang dan perbotan secara rapi dan

tidak ada tumpukan barang-barang

yang bisa menimbulkan

Wawancara

dan

observasi

Kuisioner

dan lembar

observasi

1. Buruk: jika penataan barang

dan perabotan tidak rapi dan

terdapat tumpukan barang

yang bisa menjadi habitat

Ordianal

Page 60: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

44

perkembangan habitat tikus 3 Januari-

14 Februari 2014.

tikus

2. Baik: jika penataan barang

dan perabotan secara rapi dan

tidak ada tumpukan barang

yang bisa menjadi habitat

tikus

14 Kondisi

Selokan/SPA

L

Kondisi atau keadaan selokan/ SPAL

yang dapat berpotensi menjadi habitat

tikus ditandai dengan tidak

mengalirkannya air limbah dari

sumbernya (dapur, kamar mandi) ke

tempat penampungan air limbah

dengan lancar tanpa mencemari

lingkungan dan dapat dijangkau

Wawancara

dan

Observasi

Kuisioner

dan Lembar

observasi

1. Buruk: jika tidak dapat

mengalirkan air limbah dari

sumbernya (dapur, kamar

mandi) ke tempat

penampungan air limbah

dengan lancar tanpa

mencemari lingkungan dan

dapat dijangkau serangga dan

Ordinal

Page 61: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

45

serangga dan tikus 3 Januari-14

Februari 2014.

tikus

2. Baik: jika tidak dapat

mengalirkan air limbah dari

sumbernya (dapur, kamar

mandi) ke tempat

penampungan air limbah

dengan lancar tanpa

mencemari lingkungan dan

tidak dapat dijangkau tikus

Page 62: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

46

BAB IV

METODOLOGI

4.1 Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif dengan desain

studi kasus. Studi kasus adalah sebuah eksplorasi dari suatu sistem yang terkait

atau suatu kasus/ beragam kasus yang dari waktu ke waktu melalui pengumpulan

data yang mendalam serta melibatkan berbagai sumber informasi yang kaya

dalam suatu konteks (Robert, 1998). Sumber lain menyebutkan bahwa studi kasus

merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu selama kurun

waktu tertentu yang mencangkup mendalam dan menyeluruh termasuk

lingkungan dan kondisi masa lalunya (Umar, 2011). Pada penelitian ini peneliti

menambahkan pendekatan kualitatif untuk mendukung pembahasan.

4.2 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cengkareng Kota Administratif

Jakarta Barat Provinsi DKI Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Juli

tahun 2014.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian adalah semua warga yang sebagai kasus

Leptospirosis dan terlaporkan di Puskesmas Kecamatan Cengkareng yaitu

sebanyak 18 kasus. Pada penelitian ini semua kasus diteliti sehingga populasi

sekaligus menjadi sampel.

Page 63: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

47

4.4 Pengumpulan Data

4.4.1 Sumber Data

Data pada penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer.

Data sekunder adalah data kasus yang di peroleh dari laporan PE

(Penyelidikan Epidemiologi) kejadian Leptospirosis di Puskesmas

Kecamatan Cengkareng, data ketinggian genangan air akibat banjir dari

laporan banjir 2014 di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat.

Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh dari responden

penelitian terkait data: umur, jenis kelamin, riwayat luka , jenis pekerjaan,

tingkat pengetahuan, ketersediaan air bersih, keberadaan tikus, keberadaan

sampah, tatanan rumah, personal higyene, keadaan selokan/SPAL, dan

status pengungsian.

4.4.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan

metode wawancara, observasi dan wawancara mendalam. Wawancara

mendalam dilakukan untuk mendukung pembahasan dari masing-masing

variabel jika dibutuhkan.

4.4.3 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini adalah lembar

kuisioner, lembar observasi dan pedoman wawancara. Untuk variabel

kharakteristik penderita (umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat

pengetahuan dan riwayat luka), ketersediaa air bersih, status pengungsian,

dan personal hygiene peneliti menggunakan instrumen berupa kuisioner

Page 64: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

48

penelitian. Untuk variabel kondisi lingkungan seperti keberadaan tikus,

keberadaan sampah, kondisi selokan dan tatanan rumah peneliti

menggunakan instrumen berupa kuisioner dan lembar observasi serta

wawancara mendalam.

Untuk variabel lingkungan (keberadaan sampah, kondisi selokan,

tatanan rumah dan keberadaan tikus), pengumpulan datanya diawali dengan

menanyakan keadaan lingkungan pada saat atau sebelum banjir, apakah

sama dengan pada saat penelitian atau tidak. Selain itu peneliti juga melihat

perilaku responden sebelum dan pada saat dilakukan penelitian. Karena

mereka menjawab kondisi lingkungan pada saat sekarang sama dengan pada

saat atau sebelum banjir dan melihat perilaku responden yang sama pada

saat atau sebelum terjadi banjir dengan pada saat sekarang, maka keadaan

lingkungan pada saat penelitian dianggap sama pada saat atau sebelum

terjadi banjir. Selain instrumen berupa kuisioner, lembar observasi dan

pedoman wawancara, Penulis juga menggunakan perlengkapan alat tulis,

kamera dan alat perekam suara.

Sebelum turun ke lapangan peneliti terlebih dahulu menguji validitas

dan reliabilitas instrumen yang akan digunakan. Jumlah sampel yang

digunakan untuk uji instrumen ini adalah 30 sehingga nilai Df= n-2 =28

kemudian dilihat pada r tabel dan didapatkan nilai r tabel sebesar 0,306.

Setelah melihat nilai r tabel kemudian penulis melihat r hitung. Daftar

pertanyaan di katakan reliabel dan valid apabila nilai r hitung > r tabel.

Hasil uji instrumen menjunjukkan sebagian besar pertanyaan dalam

Page 65: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

49

instrumen penelitian ini sudah reliabel dan valid. Untuk pertanyaan yang

tidak reliabel dan valid, kemudian peneliti memperbaiki redaksi pertanyaan

tersebut. Adapun hasil dari uji instrumen bisa di lihat pada lampiran.

4.5 Pengolahan data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara:

1. Editing data, yaitu melakukan pengecekan data yang telah terkumpul, bila

terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam pengumpulan data diperbaiki dan

dilakukan pendataan ulang terhadap responden,

2. Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya

kemudian diberi kode (coding) oleh peneliti secara manual sebelum diolah

dengan komputer,

3. Entry data dengan menginput data bersih ke dalam program komputer,

4. Cleaning dengan memeriksakan semua data yang telah dimasukkan kedalam

komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data

5. Tabulating, yaitu setelah data tersebut masuk kemudian direkap dan disusun

dalam tabel agar dapat dibaca dengan mudah.

4.6 Analisis Data

Analis data pada penelitian ini menggunakan analisis distribusi frekuensi.

Untuk variabel dengan skala rasio (umur dan ketinggian air), maka dilihat nilai

mean ± SD, Median dan max-min. Sedangkan untuk variabel dengan skala ordinal

dan nominal (Riwayat luka, jenis kelamin, keberadaan tikus, ketersediaan air

bersih, jenis pekerjaan, status pengungsian, personal gygiene, tatanan rumah,

Page 66: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

50

keberadaan sampah, kondisi selokan dan dan tingkat pengetahuan) akan dilihat

nilai frekuensinya (%). Data akan disajikan dalam bentuk tabel.

Page 67: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

51

BAB V

HASIL

5.1 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen Host (Penderita)

Komponen Host (penderita) yang berpengaruh terhadap kejadian

Leptospirosis terdiri dari umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat

pengetahuan, dan riwayat luka, status pengungsian dan personal hygiene. Untuk

lebih jelasnya urutan variabel adalah sebagai berikut:

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen

Host (Penderita) Pada Saat Banjir di Kecamatan Cengkareng

Periode Januari-Februari tahun 2014

Variabel Mean ±SD Median Min-

Max

Kejadian

Leptospirosis

n %

Umur 38, 61 ± 17,9 35,5 5-65

<20 4 22,2

20-40 7 38,9

>40 7 38,9

Jenis Kelamin

Laki-laki 13 72,2

Perempuan 5 27,8

Pengetahuan 64.11±20.5 69.0 27-95

Tinggi 5 27, 8

Sedang 6 33,3

Rendah 7 38,9

Riwayat Luka

Ada 13 72,2

Tidak ada 5 27,8

Status Pengungsian

Tidak Mengungsi 18 100

Mengungsi 0 0

Personal Hygiene

Baik 2 11,1

Burk 16 88,9

Jenis Pekerjaan

Berisiko 5 27,8

Tidak berisiko 13 72,2

Page 68: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

52

Tabel diatas menunjukkan bahwa umur rata-rata penderita adalah 38, 61

tahun. Sebagian besar penderita berumur 20-40 tahun dan >40 tahun yaitu

masing-masing sebanyak 38,9%, laki-laki 72,2%, memiliki riwayat luka 72,2%,

pengetahuan rendah sebanyak 38,9%, semua penderita tidak mengungsi (100%),

88,9%, memiliki personal hygiene yang dan 72% memiliki pekerjaan yang tidak

berisiko. Jika dilakukan Crosstabulation terhadap jenis kelamin dan jenis

pekerjaan, umur dan jenis kelamin, maka hasilnya sebagai berikut:

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen

Penderita Pada Saat Banjir di Kecamatan Cengkareng

Tabel diatas menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan jenis kelamin

penderita maka pekerjaan yang berisiko paling banyak ditemukan pada jenis

kelamin laki-laki yaitu 38,5%, dan sebagian besar kelompok umur 20-40 tahun

adalah laki-laki yaitu 85,7%.

Jenis Kelamin Jenis Pekerjaan

Berisiko Tidak Berisiko Total

n % n % n %

Laki-laki 5 38,5 8 61,5 13 100

Perempuan 0 0 5 100 5 100

Umur (tahun) Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

<20 3 75 1 25 4 100

20-40 6 85,7 1 14,3 7 100

>40 4 57,1 3 42,9 7 100

Page 69: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

53

5.2 Distribusi Frekuensi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen

Lingkungan

Kondisi lingkungan yang mempengaruhi kejadian Leptospirosis adalah

Keberadaan tikus, keberadaan sampah, tatanan rumah, keadaan selokan dan

ketersediaan air bersih. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen

Lingkungan Pada Saat Banjir di Kecamatan Cengkareng

Periode Januari-Februari 2014.

Tabel diatas menunjukkan bahwa semua rumah penderita baik di dalam

maupun di luar terdapat tikus yaitu sebanyak 100%, 66,7% rumah penderita

terdapat sampah, 55,6% penderita menata rumahnya secara rapi, 72,2% keadaan

selokan penderita baik, 88,9% ketersedian air bersihnya tersedia, jika ketinggian

Variabel Kejadian Leptospirosis

n %

Keberadaan Tikus

Ada tikus 18 100

Tidak ada tikus 0 0

Keberadaan Sampah

Tidak Ada Sampah 6 33,3

Ada Sampah 12 66,7

Tatanan Rumah

Rapi 10 55, 6

Tidak Rapi 8 44, 4

Keadaan Selokan

Baik 13 72,2

Buruk 5 27,8

Ketersedian Air Bersih

Tersedia 16 88,9

Tidak Tersedia 2 11,1

Ketinggian Air Genangan

Mean ±SD 36, 33 ± 8,3

Median 34

Min-Max 23-52

Rendah (<=36,33) 10 55,6

Tinggi (>36,33) 8 44,4

Page 70: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

54

air genangan banjir dikelompokkan menjadi tinggi dan rendah berdasarkan nilai

mean yaitu 36,33 cm (berdistribusi normal), maka sebagian besar ketinggian

airnya rendah (<=36,33) yaitu sebanyak 55,6%.

Penelitian ini juga disertai dengan observasi dan wawancara mendalam

pada beberapa variabel penelitian. Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian

besar lingkungan rumah penderita terdapat sampah yaitu sebanyak 66,7%,

penderita yang memiliki tatanan rumah yang tidak rapi sebanyak 72,2%, dan

61,1% selokan penderita masih buruk. Adapun hasil wawancara mendalam terkait

3 variabel tersebut adalah:

“ ya gitu.. sampah disini kayak gitu.. dibuangnya ditaruh plasitik aja..

kalau petugasnya ngambilnya cepet ya ngga berantakan.. tapi petugasnya sering

telat jadi numpuk kayak gitu.. di samping itu kan kali gede mba.. sampahnya

banyak itu... (AD, RB)

Dari kutipan ini dapat dilihat bahwa pembuangan sampah penderita

tersebut masih sembarangan dan sampah akan lebih berantakan jika petugas telat

mengambilnya. Selain itu disamping rumah penderita tersebut terdapat kali/sungai

yang terdapat banyak sampah.

“ya.. Bersih-bersih rumah sudah pastilah.. sampah disitu tu ngga bisa

dibersihin.. belakang itu kalinya banyak sampahnya.. emang TPA sih..

sampahnya dari situ tu.. kali itulah selokannya..”

Kutipan diatas menjelaskan bahwa selokan penderita berupa kali/sungai

yang terdapat banyak sampah.

Page 71: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

55

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Pada saat penelitian ada beberapa rumah penderita yang sudah direnovasi

dan berpindah rumah sehingga keadaan rumah berbeda dengan keadaan

rumah pada saat penderita terdiagnosis Leptospirosis. sehingga pada saat

observasi penulis tidak bisa melihat keadaan rumah pada saat penderita

terdiagnosis Leptospirosis.

2. Pada saat wawancara berlangsung ada gangguan yang tidak bisa di hindari

peneliti yaitu pada saat wawancara pada penderita. Ada 2 penderita yang

pada saat diwawancara keluarga dan tetangga penderita ikut menjawab

sehingga mempengaruhi jawaban penderita.

3. Setelah dilakukan perbaikan kuisioner (setelah uji validitas dan

reliabilitas) peneliti tidak menguji kembali kuisioner tersebut, peneliti

hanya mmperbaiki redaksi dari pertanyaan yang tidak valid atau reliabel

tersebut.

6.2 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen Host (Penderita)

Kharakteristik penderita terdiri dari umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan,

tingkat pengetahuan, riwayat luka, status pengungsian dan personal hygiene.

Berikut adalah pembahasan dari masing-masing variabel tersebut:

Page 72: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

56

6.2.1 Umur

Kejadian suatu penyakit sering dikaitkan dengan umur. CDC (2012)

menyebutkan bahwa manusia dengan segala lapisan umur rentan terhadap

infeksi Leptospirosis. Aulia (2012) juga menyebutkan bahwa kejadian

Leptospirosis tidak terjadi pada spesifik umur tertentu, Leptospirosis

diketahui terjadi pada semua umur berkisar antara balita sampai lansia yaitu

1 tahun sampai lebih dari 65 tahun.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita

berumur 20-40 tahun dan >40 tahun yaitu masing-masing sebanyak 7

38,9%. Sedangkan penderita yang berumur <20 tahun sebanyak 22,2%.

Sesuai dengan teori Soejoedono (2004) yang menyebutkan bahwa pada

prinsipnya semua umur manusia dapat terserang Leptospirosis karena

semua umur mempunyai potensi keterpaparan (exposure potential) dan

pengalaman terpapar (exposure experience) yang sama. Akan tetapi

kejadian Leptospirosis lebih sering terjadi pada individu berumur antara 20-

40 tahun. Poeppl (2013) juga menyebutkan bahwa kasus Leptospirosis

banyak terjadi pada kisaran umur tersebut yaitu antara umur 20 sampai 50

tahun.

Penelitian Rejeki (2005) dan Ketaren (2009) menunjukkan bahwa

kasus Leptospirosis terbanyak ditemukan pada rentang umur 40–49 tahun

dan berumur >20 tahun yaitu sebanyak 83,7%. Pada usia diatas 20 tahun ini

atau usia dewasa keatas seseorang berpotensi untuk memiliki tererpaparan

yang lebih besar. Subroto (1981) dalam Armandari (2005) menyebutkan

Page 73: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

57

bahwa Leptospirosis kerap dijumpai pada usia dewasa karena pada usia

dewasa mereka mulai bekerja dan banyak beraktifitas di luar rumah

sehingga mereka banyak terpapar oleh hewan yang terinfeksi dan

lingkungan yang terkontaminasi.

Jika dilihat dari kelompok umur yang paling banyak dan jenis

kelamin penderita, maka sebagian besar kelompok umur tersebut berjenis

kelamin laki-laki yaitu 6 penderita (85,7%) pada umur 20-40 tahun dan 4

penderita (57,1%) pada umur >40 tahun. Artinya kejadian Leptospirosis

pada kelompok umur tersebut bisa dikarenakan mereka merupakan laki-laki

dewasa sehingga memiliki aktifitas di luar rumah lebih banyak dan pada

saat banjir kelompok mereka lebih sering kontak dengan air genangan

banjir. Selain itu angka kematian akibat penyakit Leptospirosis meningkat

seiring dengan bertambahnya usia penderita. Penderita yang berusia 51

tahun, mortalitasnya mencapai 56% karena kemampuan imunitas akan

menurun sesuai dengan peningkatan usia termasuk kecepatan respons imun

melawan infeksi penyakit (Widoyono, 2008 dan Fatmah, 2006).

Meskipun kejadian Leptospirosis lebih sering terjadi pada usia

dewasa dan tua, kejadian Leptospirosis juga bisa terjadi pada anak-anak.

Sehgal et.al (1991), WHO (2004) dan Widoyono (2008) menyebutkan

bahwa anak-anak juga dapat terpapar Leptospirosis pada saat mereka

bermain di halaman (digenangan air hujan atau lumpur), pada saat berenang

dan piknik diluar rumah.

Page 74: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

58

Penelitian ini dilakukan pada saat terjadi banjir sehingga semua

umur berpotensi untuk terkena Leptospirosis karena mereka memiliki

paparan yang sama yaitu air genangan banjir. Oleh sebab itu orang dengan

semua lapisan umur harus bersiap-siap untuk mengantisipasi agar tidak

kontak dengan tikus/urinya atau dengan hewan lain yang bisa menularkan

penyakit Leptospirosis dengan cara selalu melakukan upaya pencegahan

seperti berperilaku hidup bersih dan sehat dan memakai alat pelindung diri

ketika ingin kotak dengan hewan terinfeksi dan air genangan banjir.

6.2.2 Jenis Kelamin

Beberapa kejadian penyakit sering dikaitkan dengan jenis kelamin

seseorang. Poeppl (2013) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang

berkontribusi terhadap kejadian Leptospirosis adalah jenis kelamin.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian Leptospirosis

paling banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebayak 72,2%,

sedangkan pada perempuan sebanyak 27,8%. Begitu juga teori Mandal

(2008) yang menyebutkan bahwa sebagian besar kasus Leptospirosis terjadi

pada laki-laki. Pada saat banjir laki-laki turun langsung membersihkan

lingkungan sehingga dapat terpapar kotoran rodent lebih besar (Seghal et.al,

1991). Pada dasarnya laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama

untuk menderita Leptospirosis, akan tetapi pada umumnya laki-laki

cenderung kurang peduli jika mengalami luka yang bisa menjadi tempat

masuknya bakteri (Soejoedono, 2004).

Page 75: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

59

Penelitian Goris, dkk (2013), Vieira, dkk (2006), Prastiwi (2012),

dan Armandari (2005) menunjukkan bahwa kejadian Leptospirosis lebih

banyak pada kelompok laki-laki yaitu masing-masing 91,1%, 73%, 77,1%,

dan (53%). Sedangkan penelitian Rejeki (2005) dan Manurung (2006)

menunjukkan bahwa kejadian Leptospirosis lebih banyak pada perempuan

yaitu sebesar 76,2% dan 66,8%. Perempuan dapat terinfeksi Leptospirosis

pada saat membersihkan rumah, memegang hewan peliharaan, berenang dan

piknik diluar ruangan (Widoyono, 2008).

Penelitian ini jenis kelamin juga tidak begitu berpengaruh penelitian

dilakukan pada saat terjadi banjir sehingga semua jenis kelamin memiliki

paparan yang sama dan berpotensi untuk terkena Leptospirosis. Oleh sebab

itu, baik laki-laki maupun perempuan harus sama-sama mengantisipasi atau

mencegah terjadinya Leptospirosis.

6.2.3 Jenis Pekerjaan

Salah satu faktor risiko Leptospirosis adalah berasal dari pekerjaan.

Jenis pekerjaan dapat mempengaruhi tingkat keterpaparan pekerja dengan

hewan yang terinfeksi (WHO, 2011). Kelompok pekerja yang berisiko

terkena Leptospirosis adalah dokter hewan, peternak, tukang potong daging,

petugas laboratorium, pekerja pengendali jumlah tikus, petani padi dan tebu,

pekerja tambang, nelayan, tentara dan pekerja lain yang sering kontak

langsung dengan hewan (Chin, 2009); Widoyono, 2008 dan Mandal, 2008).

Kelompok pekerja ini berisiko karena terkait dengan penularan langsung,

dimana pekerja tersebut memiliki kemungkinan yang besar bersentuhan

Page 76: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

60

dengan cairan tubuh atau urin dari hewan yang terinfeksi Leptospirosis.

Sedangkan petani, militer dan atlet olah raga air berisiko terkena infeksi

Leptospirosis secara tidak langsung yaitu dari lingkungan atau air dan tanah

yang terkontaminasi (Depkes RI, 2008).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita

memiliki pekerjaan yang tidak berisiko yaitu sebanyak 72,2%. Begitu pula

penelitian Ketaren (2007), Rejeki (2005), manurung (2006), dan Armandari

(2005) juga menunjukkan bahwa sebagian besar penderita memiliki

pekerjaan yang tidak berisiko. Penelitian Ketaren (2007) menunjukkan

sebanyak 93,9%, Rejeki (2005) menunjukkan 92%, Manurung (2006)

menunjukkan 91,5%, dan penelitian Armandari (2005) menunjukkan 98,9%

penderita memiliki pekerjaan tidak berisiko. Hasil penelitian ini sama

dikarenakan pengkategorian yang dipakai sama.

Manurung (2006) mengkategorikan pekerjaan berisiko adalah petani

dan nelayan. Armandari mengkategorikan pekerjaan berisiko adalah petani,

pekerja kebun, pekerja tambang, rumah potong, dokter hewan, mantri

hewan, perenang, penjelajah hutan, pembersih selokan. Ketaren

mengkatergorikan pekerjaan berisiko adalah penambang, petani, nelayan,

peternak, dan dokter hewan. Sedangkan Rejeki mengkategorikan pekerjaan

berisiko adalah petani, dokter hewan, pekerja pemotong hewan, tukang

sampah, pekerja pengontrol tikus, pekerja selokan, buruh tambang dan

tentara. Selain itu penelitian ini di lakukan di kota-kota besar seperti

Page 77: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

61

Semarang, Jakarta dan Aceh sehingga untuk pekerjaan petani, nelayan,

peternak, dan pengontrol tikus tidak ditemukan.

Pada dasarnya semua pekerjaan berisiko terkena Leptosporosis

asalkan pekerjaan tersebut memiliki kemungkinan dan berpotensi untuk

kontak dengan urin tikus. Jika dibandingkan dengan jenis kelamis, maka

semua pekerjaan berisiko dimiliki oleh penderita dengan jenis kelamin laki-

laki. Meskipun demikian, sebagian besar laki-laki memiliki pekerjaan yang

tidak berisiko yaitu sebanyak 61,5% yang terdiri dari buruh bangunan,

petugas AC dan siswa. Pada saat banjir siswa tersebut bermain air banjir

tanpa menggunakan sepatu dan mereka mempunyai riwayat luka di kaki

berupa kutu air sehingga mereka kontak dengan air genangan banjir, begitu

pula dengan petugas AC dan buruh bangunan.

Sedangkan semua penderita perempuan yaitu 100% memiliki

pekerjaan yang tidak berisiko yaitu bekerja sebagai ibu rumah tangga,

meskipun demikian perempuan memiliki kemungkinan atau potensi yang

sama untuk terpapar bakteri Leptospira. Pada saat membersihkan rumah, ibu

rumah tangga sering memegang dan membersihkan perabotan rumah, kayu,

dinding, selokan, gudang, halaman dan tempat-tempat terkecil dari rumah

misalnya kolong meja, kolong tempat tidur dan sebagainya sehingga ibu

rumah tangga tersebut berpeluang untuk kontak dengan urin tikus. Artinya

semua pekerjaan baik berisiko maupun berisiko menurut teori Chin (2009),

baik laki-laki maupun perempuan memiliki potensi yang sama untuk terkena

Page 78: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

62

Leptospirosis asalkan mereka terpapar oleh bakteri Leptospira atau urin

tikus.

Pada saat banjir faktor jenis pekerjaan juga tidak berpengaruh

banyak terhadap kejadian Leptospirosis karena semua pekerja memiliki

paparan yang sama yaitu tepapar air genangan banjir. pada kondisi banjir

tersebut semua orang berpeluang untuk kontak dengan bakteri Leptospira

yang terbawa oleh air ganangan banjir tersebut. Penelitian Suratman (2006)

menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pekerjaan tidak

risiko. Beberapa penderita mengatakan bahwa kondisi tempat kerja mereka

pernah terjadi banjir sehingga menimbulkan genangan air di sekitarnya.

Penderita lain mengatakan mereka memiliki pekerjaan sampingan ataupun

aktifitas di waktu luang yang selalu berhubungan dengan air, tanah yang

basah, ataupun terpapar banjir seperti kerja bakti dan bermain sepak bola di

tempat yang tergenang.

Agar para kerja terhindar dari penyakit Leptospirosis maka pekerja

harus melakukan upaya pencegahan seperti menggunakan sepatu boot dan

menggunakan sarung tangan pada saat ingin mengojek atau kontak dengan

air genangan banjir jika memungkinkan, mencuci tangan, kaki, dan anggota

tubuh lainnya dengan sabun setelah kontak dengan air/lumpur genangan

banjir, mengkonsumsi air bersih dan menghindari kontak dengan binatang

yang bisa menularkan penyakit ini seperti tikus.

Page 79: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

63

6.2.4 Riwayat Luka

Depkes RI (2013), WHO (2014), dan Depkes RI (2008)

menyebutkan bahwa cara bakteri Leptospira masuk ke tubuh manusia

adalah melalui kulit yang lecet atau luka, melalui selaput lendir mulut,

hidung dan mata, darah, cairan ketuban, vagina, jaringan, tanah, vegetasi

dan air yang terkontaminasi dengan urin hewan yang terinfeksi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita

memiliki riwayat luka yaitu sebesar 13 penderita (72%), sedangkan

penderita yang tidak memiliki luka sebesar 5 penderita (27%). Infeksi

dengan Leptospira umumnya berlangsung melalui luka atau abrasi pada

kulit maupun selaput lendir, namun infeksi juga dapat berlangsung melalui

kulit utuh yang terpapar dalam waktu cukup lama dengan genangan air yang

terkontaminasi (Depkes RI, 2005). Masa inkubasi Leptospirosis adalah

biasanya 10 hari dengan rentang 4-19 hari (Chin, 2012). Setelah masuk

ketubuh manusia, bakteri akan masuk ke peredarah dan beredar keseluruh

tubuh sehingga dapat menyebabkan kerusakan dimana saja termasuk organ

jantung, otak, ginjal (Widoyono, 2008).

Demikian pula penelitian Cahyati (2009) dan Rejeki (2005) juga

menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Leptospirosis memiliki

riwayat luka sebelum mereka terinfeksi Leptospirosis yaitu masing-masing

80% dan 81,0%. Kedua penelitian dilakukan pada saat banjir sehingga

mereka banyak yang memiliki luka seperti luka lecet. Berdasarkan

wawancara, sebagian besar penderita pada penelitian ini memiliki riwayat

Page 80: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

64

luka di kaki yaitu berupa kutu air. Pada saat banjir tersebut penderita

mengaku tidak menggunakan alas kaki maupun alat pelindung diri sehingga

bisa tertular Leptospirosis. Sedangkan penelitian Ningsih (2009)

menunjukkan bahwa sebagian besar penderita tidak memiliki riwayat luka

yaitu sebanyak 68,3%. Ini bisa terjadi karena jarak antara waktu penelitian

dan waktu responden mengalami sakit terlalu lama sehingga responden

lupa.

Bakteri Leptospirosis dapat masuk kedalam tubuh melalui luka, oleh

sebab itu warga harus menutup lukanya bila ingin kontak dengan air

genangan banjir atau kontak dengan hewan yang bisa menularkan penyakit

Leptospirosis dengan cara menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu

boot dan sarung tangan.

6.2.5 Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan adalah suatu

faktor predisposisi seseorang atau masyarakat terhadap kesehatan.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang. orang yang mempunyai pengetahuan yang baik terntang

suatu penyakit maka kemungkinan besar akan mencegah terjadinya penyakit

tersebut.

Survei pengetahuan merupakan strategi umum untuk mengumpulkan

informasi dan menilai praktek kerja yang aman atau upaya pencegahan di

antara populasi beresiko. Survei pengetahuan juga bisa digunakan untuk

mengevaluasi program yang ada dan untuk mengidentifikasi strategi yang

Page 81: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

65

efektif untuk perubahan perilaku terhadap penyakit Leptospirosis (Rahim

et.al, 2012).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita

memiliki pengetahuan yang rendah yaitu sebanyak 7 penderita (38,9%) dan

6 penderita (44,4%) dimiliki pengetahuan sedang dan 5 penderita (27,8%)

memuliki pengetahuan tinggi. Pengetahuan rendah yang dimiliki penderita

bisa dikarenakan penderita tidak mendapatkan informasi terkait

Leptospirosis.

Depkes RI (2008), Widoyono (2008) dan Mandal (2008)

menyebutkan bahwa salah satu usaha pencegahan terhadap kejadian

Leptospirosis adalah dengan memberikan pengetahuan dengan cara

melakukan edukasi kesehatan mengenai Leptospirosis seperti bahaya

Leptospirosis, cara penularan, dan higiene pribadi yang berkaitan dengan

Leptospirosis. Berdasarkan Observasi, ternyarta di Puskesmas sudah

terdapat media berupa poster yang berisi tentang Leptospirosis. selain itu

berdasarkan informasi yang didaptkan dari petugas surveiland, pada saat

penyelidikan epidemiologi mereka melakukan penyuluhan kepada warga

terkait penyakit-penyakit yang akan timbul seperti halnya penyakit

Leptospirosis. Berikut adalah kutipan wawancara kepada petugas

surveilans:

“Penyuluhan penyakit kita berikan pada saat kita turun lapangan,

misalnya tu kalau ada kasus cikungunya di Kedaung Kali Angke. Kayak

kemarin tu nek yang kamu lihat pas kasusnya bu Hamida. Bu hamida kan

Page 82: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

66

anak-anaknya kena Cikungunya kan nek.. kamu lihat kan kemaren nek.. nah

berhubung waktu itu kadang-kadang masih ada banjir makanya kita

sekalian kasih penyuluhan sama keluarga dan tetangga terdekatnya tentang

penyakit lepto.. kayak gitu sih kalau penyelidikan mah nek.. kadang-kadang

malah kita dapet info dari warga penyakit apa yang ada disitu.. (SS, PKC)”

Kutipan ini menyatakan bahwa Puskesmas sudah melakukan upaya

yang dapat menambah pengetahuan masyarakat terkait Leptospirosis,

namun tidak semua penderita mendapatkan informasi tersebut. Penelitian ini

dilakukan setelah penderita sembuh dari penyakit Leptospirosis sehingga

penderita yang memliliki pengetahuan tinggi sebenarnya juga tidak

mengetahui penyakit Leptospirosis. Pengetahuan mereka tinggi bisa

dikarenakan mereka mandapat informasi dari dokter atau perawat yang

merawat pada saat penderita dirawat di rumah sakit.

Penelitian Wiwanitkit (2006) menunjukkan bahwa 80% penderita

Leptospirosis memiliki pengetahuan rendah, 11% memiliki pengetahuan

sedang, dan 9% pendrita memiliki pengetahuan tinggi terkait penyakit

Leptospirosis. Sebagian besar penderita memiliki pengetahuan rendah

karena penderita tinggal di daerah pedesaan sehingga informasi tidak

sampai pada penderita. Responden juga tidak tau bagaimana cara penularan

penyakit Leptispirosis. Demikian pula penelitian Agampodi, dkk (2010)

menunjukan bahwa dari 601 responden penelitian, hanya 34% yang

mengetahui cara penularan Leptospirosis dan 66% responden tidak

mengetahui cara penularan Leptospirosis.

Page 83: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

67

Sebagian besar penderita mememiliki pengetahuan yang rendah

terkait Leptospirosis, oleh sebab itu sebaiknya dilakukan upaya agar

informasi terkait Leptospirosis sampai kepada penderita atau masyarakat

secara umum misalnya dengan cara promosi kesehatan oleh kader pada saat

ada kegiatan seperti posyandu, penyuluhan kesehatan atau memasang poster

ditempat yang mudah diliat masyarakat atau ditempat yang sering didatangi

atau dilewati masyarakat.

6.2.6 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Status Pengungsian

UU RI No. 24 Tahun 2007 menyebutkan bahwa pengungsi adalah

orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat

tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak

buruk bencana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua penderita tidak

mengungsi pada saat terjadi banjir yaitu sebanyak 18 penderita (100%).

Depkes RI (2011) menyebutkan bahwa status pengungsian dapat

digunakan untuk pengendalian penyakit yaitu dengan pengamatan penyakit

(surveilans), promotif, preventif dan pelayanan kesehatan (penanganan

kasus) yang dilakukan di sarana pelayanan kesehatan yang masih ada

maupun di pos kesehatan yang didirikan dalam rangka penanggulangan

bencana. Orang yang mengungsi di tempat yang telah ditentukan akan lebih

mudah di pantau masalah kesehatannya. Dalam kaitannya dengan penyakit

Leptospirosis pengungsian dapat digunakan untuk mencegah atau

mengurangi pengungsi untuk kontak dengan air banjir yang ditakutkan

terinfeksi bakteri Leptospira.

Page 84: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

68

Berdasarkan informasi yang diperoleh, semua penderita tidak

mengungsi ke tempat pengungsian yang telah disediakan, semua penderita

lebih memilih untuk tinggal di lantai dua rumahnya. Seperti yang telah

dijelaskan diatas bahwasanya bila tidak terjadi banjir, lantai dua yang ada di

rumah penderita sebagian besar digunakan sebagai gudang sehingga ada

tikus dapat bersarang di tempat tersebut. Apabila terjadi banjir tikus akan

menetap disitu dan berada dekat dengan responden. Berikut adalah kutipan

wawancara tersebut:

“ngga sih mba.. kalau dirumah bersih..sampahnya juga dibuang

terus.. itu mungkin mba.. diatas itu kan kayak gudang mba.. barang-barang

yang ngga kepake ditaruh situ.. ia kalau lagi banjir kita pindah ke atas

bikin tenda di atas.. kalau selokan dibelakang mba tertutup” (SP, RB).

“Rumahnya cuma sekotak ini neng.. anak saya ada 3 sama saya

sama istri jadinya 5 orang dirumah ini.. begini neng rumahnya sempit.. itu

neng biasanya tikus lewat belakang tv itu dari atas ke bawah.. ia diatas ada

ruangan.. biasanya kakak tidur disitu.. tapi kalau banjir kita kesitu semua..

kecil neng.. ayok kalo mau lihat.. ia itu barang-barang kerja saya.. bisa

dibilang gudang neng.. ya numpuk disitu.. dipojok itu biasanya ada

tikusnya.. ia jemur bajunya juga disini neng. Ngga ada tepat jemur lagi

soalnya.. peling seminggu keringnya” (MS, KPK)”

Informasi lain didapatkan pada saat berbincang-bincang dengan

petugas Puskesmas yang pada saat banjir berada di Posko kesehatan banjir

menjukkan bahwa penderita yang terkena Leptospirosis biasanya tidak

Page 85: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

69

berobat ke Pos kesehatan. Mereka memilih berobat kerumah sakit setelah

mereka merasa kondisinya semakin parah. Kalaupun mereka berobat

kebanyakan dari mereka tidak menghabiskan antibiotik yang telah diberikan

sehingga penyakitnya tidak sembuh dan lebih parah. Berikut adalah

pernyataan dari petugas puskesmas tersebut:

“Mereka berobatnya ke rumah sakit.. puskesmas uda ngga

berfungsi.. banjirnya kan uda tinggi.. mereka kan berobatnya udah parah..

kalau yang berobat di pos kesehatan biasanya yang ngungsi di deket-deket

pos itu.. biasanya kalau dia berobat dikasih 1 set obat. Nah obat itu ada

antibiotiknya.. tapi kebanyaka mereka ngga ngabisisin antibiotik itu..

jadinyakan tambah parah penyakitnya.. baru tu kalau uda parah mereka ke

rumah sakit (MMn, PKA).

Penderita juga menyebutkan bahwa beliau tidak berobat ke Pos

kesehatan banjir dan berobat di rumah sakit. Berikut adalah pernyataan dari

informan tersebut:

“Saya dulu berobatnya di puskesmas cengkareng.. ia sempat waktu

itu ke pos kesehatan banjir trus dikasih obat.. tapi saya ngga habisin

obatnya.. trus pas saya merasa badannya tambah parah.. badannya linu-

linu semua kayak mau lumpuh.. panas tinggi dulu.. trus sama bapak dibawa

ke puskesmas cengkareng.. disana sama dokternya ditanyain mau antibiotik

yang mahal apa yang biasa.. emang beda ya neng? (MT, RB)”.

Dari pembahasan ini bisa dilihat bahwa kesadaran masyarakat untuk

mengungsi dan berobat di pos kesehatan pengungsi masih kurang, maka

Page 86: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

70

perlu diteliti mengapa mereka tidak mengungsi dan tidak berobat di pos

kesehatan. Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang manfaat dan

kerugian melakukan pengungsian. Jika mereka tidak bersedia untuk

mengungsi maka perlu dilakukan cara lain misalnya menghimbau mereka

agar tetap melakukan hidup bersih dan sehat serta segera berobat jika

merasakan sakit serta menghimbau mereka untuk melaporkan sakitnya

kepada petugas di Posko kesehatan setempat.

6.2.7 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Personal Hygiene

Pada penelitian ini personal hygiene dilihat dari penggunaan sepatu

boot pada saat banjir, menutup makanan, mencuci kaki, tangan, atau bagian

tubuh lainnya dengan sabun serta mandi setelah kontak dengan air

genangan banjir atau lumpur akibat banjir. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar penderita tidak memiliki personal hygiene yang baik

yaitu sebanyak 88,9%.

Depkes RI (2008) menyebutkan bahwa salah satu upaya untuk

mencegah kejadian Leptospirosis adalah dengan melakukan personal

Hygiene dengan cara mencuci kaki, tangan serta bagian tubuh yang lainnya

dengan sabun atau detergen setelah pergi kesawah dan setelah kontak

dengan air banjir. Sabun yang mengandung zat anti kuman atau bakteri

dapat membantu membunuh atau menghambat masuknya kuman penyakit

ke dalam tubuh manusia sehingga proses penularan dapat terhambat sejak

permukaan kulit. Adanya pencemaran bahan-bahan kimiawi menyebabkan

Leptospira mudah terbasmi (Suratman, 2006).

Page 87: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

71

Personal hygiene lainnya yang bisa dilakukan adalah menutup

makanan dan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat ingin

kontak dengan air genangan banjir. Salah satu APD yang dapat digunakan

adalah memakai alas kaki termasuk sepatu boot dan sarung tangan (CDC,

2010). Dengan tidak melakukan upaya pencegahan dengan cara menjaga

personal hygiene maka akan mengakibatkan masuknya bakteri Leptospira

ke dalam tubuh akan semakin besar.

Begitu pula penelitan Cahyati (2009) yang menunjukkan bahwa

sebagian besar penderita (86,7%) memiliki personal hygiene yang buruk.

Penelitian Cahyati ini sama dengan hasil penelitian ini karena kategori yang

dipakai sama yaitu mencuci tangan atau kaki dan mandi setelah kontak

dengan hewan, menutup makanan dan memakai alas kaki. Sedangkan

penelitian Wiharyadi (2004) menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu 32

(37,2%) penderita memiliki personal hygiene yang baik dan 11 (12,8%)

memiliki personal hygiene yang buruk. Hasil ini tidak sama karena

penelitian Wiharyadi ini tidak menyertakan pemakaian APD seperti

pemakaian sepatu boot atau sarung tangan. Selain itu penelitian ini juga

tidak diambil atau dilaksanakan pada saat banjir.

Karena masih banyak penderita yang belum memiliki personal

hygiene yang baik, maka penderita ataupun masyarakat sebaiknya

memperbaiki personal Hygiene tersebut. Pihak Puskesmas sebaiknya

memberikan pemahaman dan menghimbau masyarakatnya untuk selalu

melakukan personal hygiene yang baik.

Page 88: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

72

6.3 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen Lingkungan

Distribusi kejadian Leptospirosis berdasarkan kondisi lingkungan terdiri

dari keberadaan tikus didalam maupun di luar rumah, keberadaan sampah, kondisi

selokan/SPAL, tatanan rumah, ketinggian air genangan banjir dan ketersdiaan air

bersih. Untuk lebih jelasnya urutan varibel adalah sebagai berikut:

6.3.1 Keberadaan Tikus di Dalam Maupun di Luar Rumah

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Leptospira. Depkes RI (2008) menyebutkan bahwa hewan-hewan yang

menjadi sumber penularan Leptospirosis salah satunya adalah rodent (tikus).

Dinkes Provinsi Jakarta (2003) menyebutkan bahwa pada kenyataannya,

hewan kelompok tikus atau Rodentia serta cecurut atau Insectivora berada

dekat dengan manusia, disisi lain hewan ini dianggap musuh. Namun

manusia tidak mampu dan tidak pernah memberikan perhatian untuk

menyingkirkannya secara tuntas. Ternyata hewan-hewan tersebut

merupakan sumber penularan Leptospirosis yang paling potensial diantara

hewan-hewan lain. Tikus-tikus yang ditangkap paska banjir di lokasi

Jakarta-Bogor dianggap membawa atau paling tidak terinfeksi Leptospirae.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa didalam maupun diluar

rumah semua penderita terdapat tikus yaitu sebanyak 18 penderita (100%).

Adanya tikus di dalam maupun luar rumah ini bisa menjadi penyebab

kejadian Leptospirosis pada saat banjir di Kecamatan Cengkareng. Bakteri

Leptospira akan berada pada urin tikus dan masuk kedalam tubuh manusia

melalui melalui luka atau lecet pada kulit, melalui selaput lendir mulut,

Page 89: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

73

hidung dan mata, darah, cairan ketuban, vagina, jaringan, tanah, vegetasi

dan air yang terkontaminasi dengan urin hewan yang terinfeksi (WHO,

2014).

Ketua RT 04/11 kelurahan Rawa Buaya menyebutkan bahwa pada

saat banjir tikus-tikus akan keluar, bangkai-bangkai tikus ikut dengan air

genangan banjir. berikut adalah pernyataan beliau:

“ oh penyakit kencing tikus itu ya.. itu orang disana pernah kena.. ia

klo banjir sih ia mba.. tikus tikus pada keluar semua.. bangkainya banyak

diluar-luar dibawa banjir.. bangkai tikus-tikus dari kali itu keluar semua..

ngapung-ngapung gitu mba bangkainya”.

Beberapa penderita menyebutkan bahwa mereka sering melihat tikus

didalam maupun luar rumahnya. Berikut adalah kutipan dari pernyataan

penderita tersebut:

“...itu neng biasanya tikus lewat belakang tv itu dari atas ke bawah..

ia diatas ada ruangan.. biasanya kakak tidur disitu.. ia itu barang-barang

kerja saya.. bisa dibilang gudang neng.. ya numpuk disitu.. dipojok itu

biasanya ada tikusnya..” (MS, KPK)”

Dari kutipan diatas bisa diketahui bahwasanya memang ada tikus di

sekitar rumah penderita dan pada saat banjir tikus atau bangkai tikus akan

keluar sehingga bila tikus tersebut terinfeksi bakteri Leptospira maka dapat

menyebar lebih luas. Berdasarkan laporan Dinkes Provinsi Jakarta (2003),

tikus yang ditangkap di RW 02 Kelurahan Kuningan Kecamatan Mampang

Prapatan 46,67% positif dengan beberapa serovar. Penularan Leptospirosis

Page 90: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

74

antar hewan ataupun dari hewan kemanusia umumnya melalui media air

yang tercemar bakteri Leptospirae.

Hasil penelitian serologi rodent di DKI Jakarta ternyata dari 142

spesimen serum didapatkan 67 spesimen positive (47%) terhadap

Leptospira. Dan hasil penangkapan rodent (tikus) menggunakan perangkap

tikus menunjukkan bahwa rodent ini diduga mempunyai peranan terhadap

Kejadian Luar Biasa (KLB) di DKI Jakarta dan Bekasi tahun 2002. Hasil

penelitian lain yang pernah dilakukan terhadap tikus menunjukkan bahwa

90% tikus terinfeksi Leptospira (Widoyono, 2008).

Tim penelitian BPTKLPP Provinsi Jakarta (Agus, SKM)

menyebutkan bahwa penelitian yang dilakukan pada bulan April 2014

menunjukkan bahwa hasil uji terhadap tikus yang diambil di daerah dengan

jumlah kejadian terbanyak yaitu di Kelurahan Kapuk dan Kelurahan

Kedaung Kali Angke Kecamatan Cengkareng, untuk sementara

menunjukkan sebagian tikus yang sudah diuji lab semuanya negatif

mengandung Leptospira. Hasil ini menunjukkan bahwa kejadian

Leptospirosis di Kecamatan Cengkareng bisa dikarenakan ada hewan lain

selain tikus yang dapat membawa bakteri Leptospira.

Penelitian Rejeki (2005) juga menunjukkan bahwa sebagian besar

rumah penderita atau 61 penderita (96,8%) terdapat tanda-tanda keberadaan

tikus. Pada penelitian ini keberadaan tikus dilihat dari ada tidaknya tikus di

dalam dan sekitar rumah ditandai dengan ada tidaknya lubang tikus atau

kotoran tikus. Tanda-tanda keberadaan tikus yang dipakai pada penelitian

Page 91: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

75

Rejeki juga di gunakan oleh peneliti dalam penelitian ini untuk melihat

keberadaan tikus.

Penelitian Ketaren (2009) juga menunjukkan bahwa rumah

responden yang terdapat keberadaan tikus sebanyak 32 penderita (65%).

Dalam penelitian ini keberadaan tikus dilihat dengan memasang perangkap

tikus di rumah penderita dan dilihat 24 jam kemudian. Jika ketika dilakukan

pengamatan didapati tikus dirumah penderita maka dinyatakan rumah

penderita terdapat tikus. dalam penelitian ini kemungkinan penderita yang

rumahnya terdapat tikus lebih besar dari 35% karena pada saat penelitian

tikus yang ada di rumah tidak terperangkap dan masih berkeliaran di dalam

maupun diluar rumah.

Sebagian besar rumah penderita terdapat tikus, oleh sebab itu perlu

dilakukan upaya pencegahan dengan cara menghindari kontak dengan tikus

dan hewan piaraan lainnya. jika ingin kontak dengan hewan peliaraan

sebaiknya selalu menggunakan sarung tangan dan mencuci tangan setelah

kontak dengan hewan piaraan tersebut menggunakan sabun.

6.3.2 Ketinggian Genangan Air

Ketinggian genangan air pada saat banjir dianggap bisa

mempengaruhi kejadian Leptospirosis. Data ketinggian genangan air akibat

banjir ini diperoleh dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat. Data

ketinggian air perhari pada saat banjir kemudian dilihat nilai rata-ratanya

(mean) dan Median. Kemudian penulis menggunakan nilai rata-rata tersebut

(mean) yaitu 36,33 untuk mengkategorikan ketinggian genangan air akibat

Page 92: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

76

banjir karena variabel ini berdistribusi normal. ketinggian air rendah bila

hasilnya <=36,33 dan tinggi bila >36,33.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ketinggian

genangan air pada saat banjir di lingkungan rumah penderita rendah

(<=36,33) yaitu sebanyak 10 penderita (55,6%) dan ketinggian air genangan

banjir tinggi (>36,33) sebanyak 8 penderita (44,4%). Genangan air yang

tinggi pada saat banjir akan membuat banjir semakin lama surut sehingga

bakteri Leptospirosis akan lebih lama berada bersama air genangan banjir

tersebut. Bakteri Leptospira dapat bertahan pada suhu 28-30 °C dan PH 7,2-

8,0 PH ini merupakan PH Air yang netral sehingga bakteri Leptospira dapat

hidup lama dan menetap pada air genangan banjir yang ada (Chin, 2009).

Leptospirosis patogenik dapat hidup selama 4 minggu pada air segar, 6

bulan pada tanah yang mengandung urin, 24 jam pada air laut (Mandal,

2008).

Semakin tinggi genangan air banjir dan semakin lama banjir maka

akan mengakibatkan semakin lama responden untuk kontak dengan air

genangan akibat banjir tersebut. Dalam kondisi banjir, tikus-tikus mencari

habitat baru dengan cara “ikut mengungsi” bersama-sama penduduk. Tikus-

tikus yang mengandung bibit penyakit Leptospirosis (yaitu Leptospira) akan

menularkan bibit penyakit itu kepada manusia (Depkes RI. 2005).

Bakteri Leptospira yang berada pada genangan air pada saat banjir

tersebut dapat masuk ke dalam tubuh jika bagian tubuh tersebut terendam

lama pada air yang terinfeksi yaitu masuk melalui luka atau pori-pori

Page 93: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

77

(CDC, 2012). Penelitian yang telah dilakukan menunjujukkan bahwa ada

kecenderungan jumlah penderita Leptospirosis meningkat setelah lama

banjir sampai 3 hari atau lebih (Gindo, 2002 dalam Ketaren, 2009). Selain

itu ketinggian air genangan yang tinggi dan lama akan mengakibatkan

kerusakan dan pencemaran lingkungan. Air banjir dapat mengotori atau

mengkontaminasi rumah maupun bahan makanan yang tidak tertutupi

sehingga apabila air genangan banjir tersebut terinfeksi bakteri Leptospira

maka rumah atau bahan makanan akan tercemar bakteri Leptospira.

Ketinggian genangan air pada saat banjir dapat mempengaruhi upaya

pencegahan seseorang terhadap kejadian Leptospirosis seperti pemakuaian

Alat Pelindung Diri (APD). Bila air genangan banjir tinggi dan melebihi

ketinggian lutut maka penggunaan APD seperti sepatu boot pada saat banjir

akan sia-sia karena sepatu boot yang ada pada saat ini rata-rata hanya

mampu melindungi sampai lutut saja.

Penelitian Harrianto (2011) menunjukkan bahwa tinggi lutut usia 19-

21 tahun rata-rata adalah 55,4 cm pada laki-laki dan 50,3 cm pada

perempuan. Hardiansyah (2008) menunjukkan bahwa rata-rata tinggi lutut

laki-laki umur 55-59 adalah 48,8 cm dan perempuan adalah 45,7 cm.

Sedangkan pada umur 60-64 tahun, tinggi lutut laki-laki adalah 49,1 cm dan

perempuan 4,7 cm. Pada penelitian ini sebagian besar berumur penderita

>20 tahun sehingga tinggi lututnya antara 45-55 cm. Jika dibandingkan

dengan rata-rata ketinggian air genangan akibat banjir (36,33), maka para

penderita masih bisa menggunakan sepatu boot pada saat terjadi banjir.

Page 94: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

78

Akan tetapi jika dilihat dari hasil wawancara mendalam, sebagian

besar penderita mengatakan bahwa ketinggian genangan air banjir pada saat

banjir melebihi lutut sehingga sia-sia jika menggunakan sepatu boot.

Berikut adalah kutipan beberapa informan penelitian:

“Ngga.. saya ngga pake sepatu pas banjir.. percuma aja pake

sapatu.. banjirnya diatas lutut tingginya” kalau bajirnya dikit-dikit itu baru

pake sepatu”(YTM, KKA).

“Ada sih itu sepatu bootnya cuma ngga di pakai pas banjir..

banjirnya aja sampai dalam rumah.. kadang sepinggang”(AD, KKA)

“Kalau ngojek biasanya pakai sendal aja.. ribet pakai sepatu boot..

banjirnya tinggi” ya mau pakai kalau banjirnya dikit-dikit” (MM, KKA).

Hasil wawancara menggunakan kuisioner tidak sama dengan hasil

wawancara mendalam karena penulis langsung menghitung rata-ratanya

tanpa menyajikan data ketinggian air per harinya. Jika dilihat dari data per

harinya ada yang menunjukkan ketinggian air yang mencapai 100 cm. Pada

saat wawancara mendalam, informan menyebutkan ketinggian air yang

tertinggi tersebut (100 cm). Ada kemunginan juga tinggi lutut responden

tidak sama dengan rata-rata standar tinggi lutut yang disebutkan oleh hasil

penelitian terdahulu.

Penelitian Dwiari (2007) menunjukkan bahwa bahwa kasus

Leptospirosis di Jakarta lebih banyak tersebar di wilayah dengan rata-rata

ketinggian air genangan akibat banjir yang lebih tinggi yaitu antara 51-100

cm. Meskipun ketinggian air penelitian Dwiari dan penelitian ini tidak

Page 95: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

79

sama, akan tetapi semuanya berpotensi untuk terkena Leptospirosis. Hal ini

bisa diakibatkan karena pemakaian alat pelindung diri seperti sepatu boot.

Pada saat ketinggian genangan air akibat banjir tinggi maka pemakaian

sepatu boot akan menjadi sia-sia. Sehingga orang tidak melakukan upaya

pencegahan dengan sepatu boot dan bakteri Leptospira yang dibawa oleh

genangan air akibat banjir akan dengan mudah masuk kedalam tubuh.

Begitu pula jika ketinggian genangan air akibat banjir rendah, seharusnya

menggunakan sepatu boot, dalam kasus ini responden sama-sama tidak

memakai sepatu boot.

Oleh sebab itu perlu dihimbau dan diingatkan agar warga

menggunakan sepatu boot pada saat terjadi banjir jika memungkinkan. Dan

jika ketinggian air genangan akibat banjir tinggi maka warga dihimbau

untuk mengungsi ketempat yang lebih aman atau di pos pengungsian untuk

menghindari kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan.

6.3.3 Keberadaan Sampah

Keberadaan sampah pada penelitian ini dilihat dari ada tidaknya

sampah didalam dan dilingkungan rumah responden, yaitu dengan melihat

dimana sampah dibuang, bagaimana tempat pembuangan sampahnya dan

sering tidaknya sampah dibuang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar penderita (66,7%) terdapat sampah di lingkungan

dirumahnya.

Ningsih (2009) menyebutkan bahwa adanya kumpulan sampah di

sekitar rumah akan menjadi tempat yang disenangi tikus. Keberadaan

Page 96: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

80

sampah terutama sampah sisa–sisa makanan yang diletakkan ditempat

sampah yang tidak memenuhi syarat (tertutup) akan mengundang kehadiran

tikus. Kondisi sanitasi yang jelek seperti adanya kumpulan sampah dan

kehadiran tikus merupakan variabel determinan kasus Leptospirosis.

Tumpukan sampah akan menjadi menjadi tempat bersarang dan mencari

makan tikus.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rejeki (2005) yang

menunjukkan bahwa sebagian besar lingkungan rumah responden terdapat

sampah yaitu 61,9%. Penelitian ini melihat ada tidaknya sampah yang bisa

menjadi indikator keberadaan tikus di dalam dan sekitar rumah 3 minggu

sebelum dirawat di RS melalui wawancara dan observasi. Dalam penelitian

Rejeki ini penulis belum bisa menemukan bagaimana peneliti melihat ada

tidaknya sampah. Pertanyaan untuk keberadaan sampah belum bisa

ditemukan dalam penelitian ini, ada kemungkinan bahwa kategori yang

dipakai untuk melihat ada tidaknya sampah sama dengan pengkategorian

yang dipakai peneliti sehingga hasil penelitiannya sama. Pada penelitian ini

keberadaan sampah dilihat dari hasil wawancara mengenai dimana penderita

membuang sampah sehari-hari, bagaimana tempat pembuuangan sampahnya

(tertutup/terbuka) dan sering atau tidaknya responden membuang sampah.

Selain wawancara peneliti juga melakukan observasi. Hasil

observasi pada penelitian ini sama dengan hasil wawancara menggunakan

kuisioner yaitu sebagian besar penderita (66,7%) terdapat sampah di

lingkungan drumahnya. Pada umumnya sampah dibuang ditempat terbuka

Page 97: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

81

dan berserakan, selain itu adanya sampah ini juga disebabkan karena adanya

kali yang kotor dan TPA di sekitar rumah penderita. Hal ini bisa dilihat dari

hasil wawancara mendalam dan hasil observasi yang ada pada lampiran.

Berikut kutipan yang didapat dari wawancara mendalam:

“ ya gitu.. sampah disini kayak gitu.. dibuangnya ditaruh plasitik

aja.. kalau petugasnya ngambilnya cepet ya ngga berantakan.. tapi

petugasnya sering telat jadi numpuk kayak gitu.. klo selokan ya kayak itu di

depan.. dibelakang juga ada.. bersih kok.. kalinya itu mungkin mba..” (AD,

KKA)

“....dibelakang rumah ada kali mba..ada pembuangan sampah.. jadi

ya gitu kelihatannya kotor”(YTM, KKA).

Karena sebagian besar penderita belum memiliki kepedulian untuk

menjaga lingkungan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya banyak

faktor yang mempengaruhi seseorang untuk membersihkan sampah ada

yang bisa diselesaikan mereka sendiri (misalnya sampah yang ada di dalam

maupun sekitar rumah) dan ada yang yang harus diselesaikan bersama

misalnya sampah di tempat umum dan TPA. Oleh sebab itu diperlukan

kerjasama banyak pihak seperti warga, pihak PU, aparat pemerintahan

setempat dan petugas kesehatan untuk duduk bersama membahas dan

mengatasi masalah sampah ini.

6.3.4 Tatanan Rumah

Hasil penelitian ini menunjukkkan bahwa sebagian besar penderita

memiliki tatanan rumah rapi yaitu sebanyak 10 penderita (55,6%) dan

Page 98: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

82

penderita yang memiliki tatanan rumah tidak rapi sebanyak 8 responden

(44,4). Sedangkan berdasarkan observasi sebagian besar penderita memilili

tatanan rumah yang tidak rapi yaitu sebanyak 13 penderita (72,2%) dan 5

penderita (27,8%) memiliki tatanan rumah rapi. Perbedaan ini disebabkan

karena pertanyaan mengenai tatanan rumah hanya menayakan apakah ada

tumpukan barang-barang yang tidak terpakai di dalam/diluar rumah dan

bagaimana cara penderita menata rumahnya apakah rapi atau tidak.

Penderita menjawab mereka menata rumah dengan rapi dikarenakan mereka

malu untuk menjawab tidak rapi dan kriteria rapi yang dipakai penderita dan

peneliti tidak sama sehingga pada saat observasi hasilnya berbeda.

Seperti yang sudah diketahui tatanan rumah yang tidak rapi bisa

menjadi habitat tikus. Depkes RI (2000) menyebutkan bahwa keadaan

dalam rumah harus bersih dan teratur artinya rumah tertata dengan baik,

rapi, tidak terdapat tumpukan barang, tidak terdapat baju bergelantungan

perabotan tersusun rapi dan bersih. Sehingga tidak mengundang hewan-

hewan yang merugikan seperti tikus. Peraturan Pemerintah no. 81 tahun

2012 juga menyebutkan bahwa adanya tumpukan barang-barang bisa

mengakibatkan perkembangan habitat tikus.

Penelitian Armandari (2005), Ramadani (2010) dan Ikawati (2010)

juga menunjukkan sebagian besar rumah penderita mempunyai tatanan tidak

rapi yaitu masing-masing 93%, 71,8% dan 80,6% penderita. Kategori

tatanan rapi dan tidak rapi yang digunakan hampir sama dengan kategori

yang digunanakan peneliti sehingga hasil yang didapatkan sama. Ramadani

Page 99: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

83

mengkategorikan rapi dengan melihat bagaimana penderita menata barang

atau perabotan rumah tangga. Armandari mengkategorikan tatanan rumah

baik atau rapi dilihat dari apakah rumah tertata dengan bersih dan teratur

(rapi, tidak terdapat tumpukan barang, tidak terdapat baju bergelantungan,

perabot nampak bersih) atau rumah tidak tertata dengan baik dan teratur.

Sedangkan peneliti mengkategorikan tatanan rumah baik jika penderita

menata rumah dengan rapi dan tidak terdapat tumpukan barang-barang dan

penulis melakukan observasi.

Pada saat wawancara sebagian penderita menyebutkan penyebab

rumah mereka tidak rapi adalah karena kepadatan hunian yang ada dirumah

mereka. Berikut adalah kutipan yang mendukung pernyataan tersebut::

“......barang-barangnya ditata begitu aja.. ia rumahnya kecil.. padet

disini mah neng.. anaknya lima.... kalau banjir kita numpuk diatas semua

neng..”(MM, KKA).

Penelitian Apsari (2012) menunjukkan bahwa kepadatan hunian

merupakan faktor risiko Leptospirosis OR = 4,5. Kepadatan hunian sering

kali dihubungkan dengan penataan rumah. Apabila penataan rumah tidak

teratur maka akan menciptakan tempat-tempat yang dapat digunakan

sebagai sarang tikus, demikian pula dengan sampah yang dihasilkan, dapat

dijadikan sumber makanan bagi tikus. Karena tatanan rumah penderita

Leptospirosis masih kurang baik, maka perlu diberikan pemahaman kepada

warga apa dampak bila tatanan rumahnya buruk dan menghimbau

masyarakat agar selalu hidup bersih dan sehat.

Page 100: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

84

6.3.5 Kondisi selokan/Sarana Pembuangan Air Limbah

Selokan/Sarana Pembuangan Air Limbah merupakan tempat yang

sering dijadikan tempat tinggal tikus ataupun merupakan jalur tikus masuk

ke dalam rumah dikarenakan kondisi pembuangan air dari dalam rumah

umumnya terdapat saluran yang terhubung dengan selokan di lingkungan

rumah. Sarana pembuangan air limbah yang sehat yaitu yang dapat

mengalirkan air limbah dari sumbernya (dapur, kamar mandi) ke tempat

penampungan air limbah dengan lancar tanpa mencemari lingkungan dan

tidak dapat dijangkau serangga dan tikus (Field Book, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar Penderita

memiliki kondisi selokan/spal yang baik yaitu sebanyak 72,2%. Sedangkan

hasil observasi menunjukkan bahwa selokan yang ada di lingkungan rumah

penderita sebagian besar penderita (61,1%) buruk. Perbedaan ini bisa

terjadi karena penderita malu pada saat menjawab kondisi selokannya

buruk. Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar selokan atau

SPAL responden berwarna hitam, tidak mengalir, dan terdapat sampah dan

ada selokan yang terdapat tikus. Hasil observasi ini bisa dilihat di lembar

lampiran 7. Selain itu hasil wawancara juga menunjukkan bahwa sebanyak

penderita (77,8%) mengatakan mereka pernah melihat tikus lewat di selokan

atau SPAL.

Kondisi selokan yang buruk ini dapat mengundang dan menjadi

habitat tikus. Darmodjono (2001) menyebutkan bahwa tikus senang

bersarang di got-got dan selokan-selokan, sedangkan tikus merupakan

Page 101: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

85

hewan pembawa mikroorganisme Leptospira maka diupayakan selokan-

selokan tidak menjadi sarang tikus dan airnya mengalir dengan lancar (tidak

menggenang). Peran selokan sebagai media penularan penyakit

Leptospirosis terjadi ketika air pada selokan terkontaminasi oleh urin tikus

atau hewan peliharaan yang terinfeksi bakteri Leptospira (Suratman, 2006).

Untuk pendrita yang keadaan selokannya baik sebagian besar

selokannya berada di bawah tanah (tertutup) akan tetapi disekitar rumah

mereka terdapat kali yang kotor dan sekitar rumahnya ada tempat

pembuangan akhir (TPA) yang kemungkinan tikus berasal dari kali dan

TPA tersebut. Berikut adalah kutipan yang mendukung pernyataan tersebut:

“ya.. Bersih-bersih rumah sudah pastilah.. sampah disitu tu ngga

bisa dibersihin.. belakang itu kalinya banyak sampahnya.. emang TPA sih..

sampahnya dari situ tu.. kali itulah selokannya..” (ST, KPK).

Pada saat terjadi banjir sampah akan naik, air selokan dan air kali

akan naik dan tikus-tikus juga akan naik. tikus akan naik dan kotoran atau

urin tikus akan bercampur dengan air selokan dan air kali dan akan terbawa

oleh air genangan banjir sehingga apabila urin tersebut mengandung bakteri

Leptospira maka bakteri itu akan mudah menyebar dan akan mudah

menginfeksi manusia.

Penelitian Rejeki (2005) dan penelitian Aulia (2012) menunjukkan

bahwa sebagian besar penderita Leptospirosis memiliki kondisi selokan

yang buruk yaitu masing-masing sebesar 69% dan 69,7%. Rejeki

mengkategorikan keadaan selokan baik jika selokan d di depan dan sekitar

Page 102: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

86

rumah mengalir lancar/tidak menggenang, tidak meluap saat ada hujan,

tidak dilewati tikus dan selokan lebih tinggi dari rumah. Aulia

mengkategorikan selokan memenuhi syarat jika tidak ada genangan air di

sekitar rumah, saluran tertutup atau diresapkan dan kondisi selokan lancar

tidak tersumbat kategori yang dipakai hampir sama namun pada penelitian

ini penulis tidak menggunakan kriteria tidak meluap saat ada hujan dan

selokan lebih tinggi dari rumah dan tidak ada genangan air di sekitar rumah.

Menurut peneliti kriteria tidak meluap saat ada hujan dan selokan lebih

tinggi dari rumah serta tidak ada genangan air di sekitar rumah sepertinya

kurang bisa diterima karena pada saat terjadi hujan yang lebat pasti akan

mengakibatkan banjir dan air selokan akan ikut meluap. Pada saat ini belum

banyak orang yang memakai selokan yang lebih tinggi dari rumah. Dan

untuk tidak adanya genangan air di sekitar rumah juga belum jelas genangan

yang bagaimana yang dimaksud.

Meskipun keadaan selokan baik berdasarkan hasil wawancara

kuisioner, akan tetapi buruk berdasarkan hasil observasi. Oleh karena itu

perlu keterlibatan banyak pihak misalnya pihak PU, warga setempat dan

petugas kelurahan atau kecamatan serta petugas kesehatan untuk

menyelesaikan hal tersebut. Pihak kelurahan dan kecamatan mengajak

warga untuk hidup bersih, petugas kesehatan memberikan pemahaman apa

kerugian jika keadaan selokan buruk, kali kotor, dan banyak sampah.

Sedangkan Petugas PU menyiapkan sarana untuk ikut membersihkan

lingkungan tersebut.

Page 103: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

87

6.3.6 Ketersediaan Air Bersih

Depkes RI (2013) menyebutkan bahwa tujuan penyehatan

lingkungan pada saat bencana adalah untuk mengatur tatalaksana

penyediaan, pengawasan, dan perbaikan kualitas air bersih dan sanitasi.

Adanya air bersih akan membantu menurunkan risisko terjadinya penyakit

menular seperti diare, typus, scabies, Leptospirosis dan penyakit lainnya.

Tidak tersedianya air bersih dapat ditandai dengan masih digunakannya air

genangan banjir atau air sungai untuk keperluan sehari-hari seperti mandi

dan mencuci, memasak dan minum (WHO, 2014).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita air

bersihnya tersedia yaitu sebanyak 88,9%. Penelitian ini menunjukkan

bahwa jika dilihat dari ketersediaan air bersihnya yang tersedia maka

penderita masih aman dan kejadian Leptospirosis yang dialami bisa tidak

dikarenakan oleh air yang mereka gunakan penderita. Akan tetapi ketika

ditanya apakah pada saat banjir penderita menggunakan air genangan banjir

untuk bermain, berenang atau kegiatan lainnya yang menuntut penderita

kontak dengan air banjir semua penderita (100%) mengatakan ia pernah

sehingga dapat berpengaruh pada kejadian Leptospirosis.

Apabila air genangan banjir yang digunakan mengandung bakteri

Leptospira maka orang yang menggunakan air tersebut memiliki risiko yang

besar untuk terkena Leptospirosis. Untuk itu Depkes RI (2008)

menyebutkan bahwa salah satu upaya pencegahan Leptospirosis adalah

dengan cara membersihkan air bersih dikolam-kolam renang dan sumber air

Page 104: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

88

yang digunakan untuk keperluan sehari-hari sehingga air yang digunakan

bersih atau tidak mengandung mikroorganisme yang merugikan bagi

kesehatan seperti bakteri Leptospira. Seghal (1991) juga menyebutkan

bahwa untuk mengontrol dan melindungi dari kontaminasi kuman

Leptospira pada masyarakat adalah dengan menjaga sumber air bersih yang

digunakan dari binatang pengerat (tikus) dan perlu diadakan khlorinisasi

serta apabila untuk dikonsumsi hendaknya air direbus sehingga mendidih.

Penelitian Okatini (2007) menunjukkan bahwa sebagian besar

ketersediaan air bersih responden tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak

78,9%. Okatini mengkategorikan ketersediaan air bersih memenuhi syarat

yaitu jika air bersih berada di wadah tertutup dan bersih. Sedangkan peneliti

mengkategorikan tersedia air bersih jika responden tidak menggunakan air

genangan banjir atau air sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan

sumber air bersih yang digunakan pada saat banjir berasal dari PDAM atau

dari air galon atau bantuan pemerintah. Peneliti menganggap bila air berasal

dari air ganangan banjir atau air sumur ada kemungkinan pada saat banjir air

tersebut terkontaminasi oleh berbagai macam bakteri salah satunya adalah

bakteri Leptospira. Oleh sebab itu masayarakat harus selalu menggunakan

air bersih dan tidak menggunakan air genangan banjir ataupun air sungai.

Page 105: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

89

BAB 7

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Cengkareng

pada saat banjir periode Januari-Februari 2014, maka dapat diambil simpulan

sebagai berikut:

7.1.1 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen Host

a. Kejadian Leptospirosis paling banyak terjadi pada kelompok umur 20-

40 tahun dan >40 tahun yaitu masing-masing sebanyak 38,9%.

b. Kejadian Leptospirosis paling banyak terjadi pada jenis kelamin laki-

laki yaitu sebayak 72,2%.

c. Kejadian Leptospirosis sebagian besar terjadi pada penderita yang

memiliki pekerjaan tidak berisiko yaitu sebanyak 72,2%.

d. Kejadian Leptospirosis sebagian besar terjadi pada penderita yang

memiliki riwayat luka yaitu sebanyak 72%.

e. Kejadian Leptospirosis sebagian besar terjadi pada penderita yang

memiliki pengetahuan rendah yaitu sebanyak 38,9%.

f. Semua penderita tidak mengungsi pada saat terjadi banjir yaitu

sebanyak 100%.

g. Sebagian besar penderita memiliki personal hygiene yang buruk yaitu

sebanyak 88,9%.

Page 106: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

90

7.1.2 Distribusi Kejadian Leptospirosis Berdasarkan Komponen

Lingkungan

a. Semua rumah atau dilingkungan rumah penderita terdapat tikus yaitu

100%.

b. Sebagian besar lingkungan rumah penderita terdapat sampah yaitu

sebanyak 66,7%.

c. Sebagian besar memiliki tatanan rumah yang rapi yaitu sebanyak

55,6%, akan tetapi hasil observasi menunjukkan sebagian besar

rumah penderita tidak rapi yaitu sebanyak 72,2%.

d. Sebagian besar penderita memiliki kondisi selokan/spal yang baik

yaitu sebanyak 72,2%, akan tetapi berdasarkan observasi sebagian

besar kondisi selokaan penderita masih buruk yaitu sebanyak 61,1%.

e. Sebagian besar ketersediaan air bersih tersedia untuk kebutuhan

sehari-hari yaitu sebanyak 88,9%.

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Puskesmas Cengkareng

Sebaiknya dilakukan upaya promosi kesehatan terkait

Leptospirosis oleh kader dan petugas kesehatan pada saat kegiatan

posyandu, penyuluhan kesehatan, penyelidikan epidemiologi dan

kegiatan kesehatan lainnya, memasang media promosi seperti poster

tentang Leptospirosis ditempat-tempat yang sering dijangkau

masyarakat atau sering di lewati masyarakat misalnya masjid, jalan

besar dan sekolahan guna menambah pengetahuan terkait penyakit

Page 107: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

91

Leptospirosis, serta menghimbau masyarakat untuk melakukan upaya

pencegahan terhadap Leptospirosis.

7.2.2 Bagi Masyarakat

a. Sebaiknya selalu melakukan upaya pencegahan pada saat ingin

kontak dengan air genangan/lumpur akibat banjir, pada saat ingin

beraktifitas dan pada saat memegang hewan peliharaan dengan cara

memakai sepatu boot dan sarung tangan, mencuci tangan, kaki, atau

mandi dengan sabun dan menjaga lingkungan agar tidak terdapat

tikus yaitu dengan cara membersihkan/membuang sampah, menjaga

kebersihan selokan, menata rumah dengan rapi dan bersih.

b. Masyarakat sebaiknya menghindari genangan air pada saat banjir

dan menutup luka dengan steril jika terpaksa kontak dengan air

genangan tersebut.

c. Jika merasakan sakit pada saat banjir, maka dianjurkan untuk segera

berobat dan melaporkan sakitnya kepada petugas di posko kesehatan

banjir setempat agar perkembangan penyakit di wilayah tersebut

dapat terpantau

7.2.3 Bagi Pekerja Umum/Petugas Pengambil Sampah

Pekerja yang bertugas mengambil sampah sebaiknya datang tepat

waktu dan membuang sampah dengan benar sehingga sampah tidak

menumpuk dan berserakan. Selain itu pekerja pengambil sampah harus

bekerja sama dengan warga untuk membersihkan dan menjaga

kebersihan sungai dan TPA yang ada sekitar di lingkungan warga.

Page 108: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xvi

DAFTAR PUSTAKA

Apsari, Desi Ari. 2014. Analisis Spasial Leptospirosis Dan Faktor Risikonya

Di Kabupaten Klaten. tesis. program pascasarjana fakultas kedokteran

universitas gadjah mada yogyakarta.

Armandari, Mari. 2005. Hubungan Faktor Lingkungan Dan Karakteristik

Individu Terhadap Kejadian Penyakit Leptospirosis Di Jakarta Tahun

2003-2005. Skripsi: Universitas Indonesia.

Aulia, Rizka. 2012. Hubungan Antara Strata Phbs Tatanan Rumah Tangga

Dan Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Leptospirosis. Skripsi:

Universitas Negeri Semarang.

Arau´ jo, Wildo Navegantes. 2013. Attitudes, and Practices Related to

Leptospirosis among Urban Slum Residents in Brazil. Am. J. Trop.

Med. Hyg., 88(2), 2013, pp. 359–363.

Bustan, Muh Najib. 2006. Pengantar Epidemiologi Edisi Revisi. Jakarta: PT.

Rineka Cipta

Bustan, Muh Najib. 2008. 505 Tanya Jawab Epidemiologi. Makasar: Putra

Assad Print

BPBD Jakarta. 2014. Peta Banjir. Jakarta: Badan Penanggulangan Bencana

Daerah.

Cahyati, Widya Hary. 2009. Hubungan kebersihan pribadi dan riwayat luka

dengan Kejadian leptospirosis. Jurnal Kesehatan Masyarakat. ISSN

1858-1196

Colleen. Et.al. Climate Change, Flooding, Urbanisation And Leptospirosis:

Fuelling The Fire?. Elsevier Journal: Transactions of the Royal Society

of Tropical Medicine and Hygiene 104 (2010) 631–638

CDC. 2013. Infectious Diseases Related To Travel. Centers for Disease

Control and Prevention: Atlanta.

CDC. 2014. Leptospirosis. Centers for Disease Control and Prevention:

Atlanta.

CDC. 2010. Leptospirosis Pre-decision Brief for Public Health Action.

Centers for Disease Control and Prevention: Atlanta.

CDC. 2011. Outbreak of Leptospirosis after Flood, the Philippines, 2009.

Atlanta: Centers For Diseases Control and Prevention.

Dinkes Provinsi Jakarta. 2014. Laporan Leptospirosis Pada Saat Banjir.

Jakarta: Bakti Husada.

Page 109: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xvii

CDC. 2012. Leptospirosis. Atlanta: Centers For Diseases Control and

Prevention

Chin, James. 2009. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: CV.

Informatika

Chin, James. 2012. Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17

Cetakan IV. Jakarta: Infomedika

Cohen. 2004. Secon edition infectious diseases. Wosington university school

of medicine. ISBN. 032302079

Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Banjir. Jakata: Bakti Husada Pusat

pengendalian krisis Kesehatan

Dinkes Provinsi Jakarta. 2003. Standar Penanggulangan Leptospirosis.

Jakarta: Bakti Husada.

Depkes RI. 2008. Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Kasus dan

Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia. Jakarta: Bakti Husada

Dwiari. 2007. Pengaruh Banjir Terhadap Kejadian Leptospirosis di Provinsi

DKI Jakarta Tahun 2007. Tesis. Universitas Indonesia.

Depkes RI. 2004. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian

Luar Biasa (KLB). Jakarta: Bakti husada.

Depkes RI. 2013. Petunjuk Teknis Upaya Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan dalam Penanggulangan Bencana. Jakarta:

Bakti Hudasa.

Depkes RI. 2007. Buku Pedoman Banjir. Pusat Penanggulangan Krisis

Kesehatan. Jakarta: Bakti Husada.

Depkes RI. 2005. Menanggulangi Masalah Kesehatan Akibat Banjir. Jakarta:

Bakti Husada.

Depkes RI. 2008. Pedoman Pengendalian Tikus. Jakarta: Bahti Husada,

Direktorat penegndalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Depkes RI. 2008. Pedoman Pengendalian Tikus khusus di Rumah Sakit.

Jakarta: Bakti Husada.

Depkes RI. 2000. Buku pedoman pembinaan program perilaku hidup bersih

dan sehat di tatanan. Pusat penyuluhan masyarakat. Jakarta: bakti

husada.

Ditjen PP&PL Kemenkes. 2008. Profil Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan 2007. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: Bakti

Husada.

Page 110: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xviii

Depkes RI, 2011. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat

Bencana. Jakarta: Bakti Husadan Pusat pengendalian krisis Kesehatan

Depkes RI . 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Bakti Husada

Depkes RI . 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Bakti Husada

Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta: Bakti Husada

Depkes RI. 2014. Bakti Sosial Pasca Banjir di Kel. Kalibata, Jakarta

Selatan. Jakarta: Bakti Husada.

Darmodjono. 2001. 15 Penyakit Menular Dari Binatang Ke Manusia. Jakarta:

Millenium Publiser.

Fatmah. 2006. Respons imunitas yang rendah Pada tubuh manusia usia

lanjut. Makara, kesehatan, vol. 10, no. 1, juni 2006: 47-53.

Field Book. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dan Penyakit Berbasis

Lingkungan. PHBS Kesling Penyakit.

Goris, Marga. 2013. Human Leptospirosis Trends, the Netherlands, 1925–

2008. Emerging Infectious Diseases. Vol. 19, No. 3, March 2013.

Harrianto. 2011. Karakteristik dimensi antropometrik statis mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti usia 19 - 21 tahun. J

Kedokter Trisakti Vol.23 No.3

Hardiansyah. 2008. Model Prediksi Tinggi Badan Lansia Etnis Jawa

Berdasarlian Tinggi Lutut,Panjang Depa, dan Tinggi Duduk. Maj

Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 12, Desember 2008.

Haida. 2002. Gambaran penderita leptospirosis dan faktor-faktor yang

berhubungan dengan kematian penderita leptospirosis di RSUD

Tarakan DKI Jakarta Pada Bulan Januari-Juni 2002. Skripsi.

Universitas Indonesia.

Okatini, Mari dkk. 2007. Hubungan faktor lingkungan dan karakteristik

individu terhadap kejadian penyakit leptospirosis di jakarta, 2003-

2005. Jurnal makara kesehatan, vol. 11, no. 1, juni 2007: 17-24

Isnani. 2010. Air, Hujan, Banjir, Dan Penyakit Menular. Loka Litbang P2B2

Banjamegara: Jurnal Litbang

Ketaren, Hendra Sinarta. 2009. Karakteristik dan kondisi lingkungan rumah

penderita penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota di

Provinsi NAD Tahun 2007. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera

Utara.

Kholis. 2008. Leptospirosis sebagai penyakit pasca banjir serta cara

pencegahannya. Indonesia Scientific Journal Database.

Page 111: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xix

Manurung, Murni. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Leptospirosis di Lima Kabupaten, Provinsi Nangro Aceh Darussalam

Tahun 2006. Tesis. Universitas Indonesia.

Maesharokh, Siti. 2011. Hubungan faktor lingkungan dan perilaku dengan

kejadian leptospirosis di kota semarang Tahun 2010. Jurnal Core.

Mandal. 2008. Penyakit Infeksi Edisi Ke Enam. Jakarta: Erlangga

Ningsih, Riyan. 2009. Faktor Risiko Lingkungan Terhadap Kejadian

Leptospirosis Di Jawa Tengah (Studi Kasus Di Kota Semarang,

Kabupaten Demak Dan Pati). Tesis. Universitas diponegoro.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:

Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta:

Rineka Cipta.

Pratiwi, Nanda. 2012. Analisis Temporal dan Spasial Unsur Iklim, Kepadatan

Penduduk, Daerah Rawan Banjir, dan Kasus Leptospirosis di DKI

Jakarta Tahun 2007-2011. Skripsi. Universitas Indonesia.

Priyanto, Agus. 2009. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap

kejadian leptospirosis (studi kasus di kabupaten demak). Jurnal Core

Pranoto. 2007. Hubungan Kepadatan Pemukiman Dengan Ketersediaan

Infrastruktur. Tesis. Magister Teknik Sipil-Konsentrasi Infrastruktur

Universitas Diponegoro Semarang.

PHE. 2011. General Information on Leptospirosis. Public Health Englanad.

Peraturan Pemerintah No. 81. 2012. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan

Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

Paeppl, W. 2009. High Prevalence Of Antibodies Against Leptospira spp. In

Male Austrian adults: a Cross-sectional Survey, April to June 2009.

Prastiwi, Betty. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

leptospirosis di kabupaten bantul. Jurnal kesehatan masyarakat, volume

1, nomor 2, tahun 2012.

Ramadhani, Tri. 2010. Kondisi lingkungan pemukiman Yang tidak sehat

berisiko Terhadap kejadian Leptospirosis (studi kasus di kota

semarang). Loka litbang P2B2 Banjarnegara

Rejeki, Sri Sarwani. 2005. Faktor risiko lingkungan yang berpengaruh

terhadap kejadian leptospirosis berat (studi kasus di rumah sakit dr.

Kariadi semarang). Tesis: Universitas Diponegoro

Page 112: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xx

Robert, K.Yin. 1989. Case study research design and methods. Washington:

Cosmos Corporation

Rohim, Mohd. et.al 2012. Town Service Workers’ Knowledge, Attitude and

Practice towards Leptospirosis. Journal of Health, 2012, 5: 1-12.

Supraptono, Bambang. 2011. Interaksi 13 Faktor Risiko Leptospirosis. Berita

Kedokteran Masyarakat Vol. 27, No. 2, Juni 2011

Suryani. 2013. Mewaspadai Potensi Penyakit Pasca banjir. Pusat Pengkajian,

Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI .

ISSN 2088-2351.

Stein, at al. 2007. The Global Burden Of Disease Assessment-WHO is

Responsible?. PloS Neglected Tropical Desease Vol 1, Issue 3

Suratman. 2006. Analisis faktor risiko lingkungan dan Perilaku yang

berpengaruh terhadap Kejadian leptospirosis berat Di kota semarang.

Tesis. Universitas diponegoro.

Seghal. 1991. Leptospirosis Current Status and General Aspects. India:

National Institute Of Communicable Diseases

Soejoedono, R. Roso. 2004. Zoonosis. Bogor: LaboratoriumKesmavet

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Soedin. 1996. Leptospirosis, Penyunting Ilmu Penyakit Dalam Edisi ketiga.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

SNI. 2004. Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

SNI 03-1733-2004 Revisi SNI 03-17-1989

Tinheriyani. 2012. Chepter x Teori Motivasi, Prestasi dan Kepuasan Kerja.

Jakarta: Trigunadarma

Umar. 2011. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Edisi ke Dua.

Jakarta: Rajawali Pers

UU RI No 24.2007. Penanggulangan Bencana. Jakarta: Presiden RI

Vijayachari. 2008. Leptospirosis: an Emerging Global Public health Problem.

J. Biosci.33(4),pp 557-659

Victoriano. 2009. Leptospirosis in the Asia Pacific region. BMC Infectious

Diseases Journal. 2009, 9:147 doi:10.1186/1471-2334-9-14.

Viera, Maria Luisa. 2006. Human leptospirosis in Portugal: a Retrospective

Study of Eighteen Years. International Journal of Infectious Diseases

(2006) 10, 378—386.

Page 113: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxi

Wiharyadi. Didik. 2004. Faktor-faktor Risiko Leptospirosis Berat di Kota

Semarang. Tesis: Kedokteran Undip Semarang.

WHO. 2014. Leptospirosis. Geneva: World health Organization

WHO. 2011. Report of the Second Meeting of The Leptospirosis Burden

Epidemiologi Reference Group. Geneva: World health Organization.

WHO. 2011. Report Of The Second Meeting Of The Leptospirosis Burden

Epidemiology Reference Group. Jenewa: World Health Organization:

WHO. 2003. Leptospirosis. cennai: World Health Organization.

WHO. 2009. Informal Expert Consultation on Surveillance, Diagnosis and

Risk Reduction of leptospirosis.Chennai: World Health Organization

WHO. 2009. Leptospirosis Situation in The WHO South-East Asia Region.

Cennai: World Health Organization

WHO. 2007. Leptospirosis: Laboratory Manual. New Delhi: World Health

Organization.

William. 2007. The globalization of leptospirosis: worldwide incidence

trends. International Journal of Infectious Diseases.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis; Epidemiologi, penularan, pencegahan dan

pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

Wiwanitkit. 2006. A Note From a Survey of some Knowladge aspects of

leptospirosis among a sample of rural villanger in the highly endemic

area, Thailand. The international journal of rural research, education,

practice and policy. ISSN 1445-6354.

WHO. 2004. Human leptospirosis: Guidance for Diagnosis, Surveillance and

control. Cennai: World health Organization.

Wiharyadi. Didik. 2004. Faktor-Faktor Risiko Leptospirosis Berat di Kota

Semarang. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Page 114: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxii

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1

KUISIONER PENELITIAN

STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT BANJIR DI

KECAMATAN CENGKARENG PERIODE JANUARI FEBRUARI TAHUN 2014

INFORMASI PENELITIAN

Kegiatan ini merupakan penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Peminatan

Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui epidemiologi kejadian Leptospirosis pada saat banjir

di kecamatan Cengkareng. Peserta pada penelitian ini adalah warga atau masyarakat yang

tinggal di kecamatan Cengkareng wilayah administrasi Jakarta Barat sebanyak 18 peserta.

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan masyarakat untuk mengetahui

epidemiologi kejadian Leptospirosis. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian dilakukan

dengan menggunakan daftar pertanyaan kepada peserta terkait sesuatu yang berhubungan

dengan kejadian Leptospirosis

Data yang telah kami kumpulkan akan kami jamin kerahasiaan serta keamanannya.

Oleh karena itu, kami berharap Saudara/I bersedia menjadi peserta dalam penelitian ini.

Page 115: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxiii

Lampiran 2

PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN

Saya mengerti sepenuhnya manfaat dari keikutsertaan saya pada penelitian ini dan

menyatakan setuju untuk ikut serta sebagai peserta penelitian.

Nama Penderita :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat :

Tanda Tangan : ______________ Tanggal:

Nama Peneliti :

Tanda Tangan : ______________ Tanggal:

CP: Ana Erviana

Handphone: 0857 6471 5698

Page 116: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxiv

Lampiran 3

Instrumen Penelitian

Kuesioner Epidemiologi Kejadian Leptospirosis Pada Saat Banjir Di Kecamatan

Cengkareng Jakarta Barat

Pertanyaan (diisi oleh peserta/penderita) Di isi

peneliti

A. Riwayat luka

Apakah Bapak/Ibu/Saudara/Saudari pernah mempunyai luka lecet atau luka

terbuka atau sebagainya pada saat terjadi banjir atau 3 minggu sebelum sakit?

a. Ya b. Tidak

B. Ketersediaan air bersih

1. Pada saat banjir biasanya dari mana Bapak/Ibu/Saudara/Saudari mendapatkan air

bersih? (Jawaban boleh lebih dari satu)

a. Bantuan pemerintah

b. PDAM

c. Beli air galon

d. Sumur bor

e. Sungai

f. Air banjir

g. Lain-lain, sebutkan............

2. Menurut Bapak/Ibu/Saudara/Saudari apakah air bersih yang tersedia cukup untuk

perlukan sehari-hari?

a. Cukup b. Tidak

3. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/Saudari pernah menggunakan air banjir/sungai untuk

mandi?

a. Pernah b. Tidak pernah

4. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/Saudari pernah menggunakan air banjir/sungai untuk

mencuci?

a. Pernah b. Tidak pernah

5. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/Saudari pernah menggunakan air banjir/sungai untuk

memasak?

a. Pernah b. Tidak pernah

6. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/Saudari pernah menggunakan air banjir/sungai

Page 117: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxv

untuk mimum?

a. Pernah b. Tidak pernah

7. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/Saudari pernah menggunakan air banjir/sungai

untuk bermain atau berenang ?

a. Pernah b. Tidak pernah

C. Keberadaan tikus

1. Apakah di dalam rumah atau di luar rumah Bapak/Ibu/Saudara/Saudari pernah

ditemukan ciri-ciri keberadaan tikus dibawah ini? (Jawaban boleh lebih dari

satu)

a. Kotoran tikus

b. Suara tikus

c. Bau kotoran tikus atau bau tikus

d. Adanya tikus hidup/mati di dalam maupun luar rumah

e. Ada bekas makanan yang digigit tikus

f. Ada lubang didalam maupun luar rumah lubang misalnya dipojok pintu atau

diatas plafon dan sebagainya

g. Ada bercak atau bekas urin tikus

h. Ada tanda kehitaman di tembok atau perkakas rumah

i. Lain-lain, sebutkan.................

j. Tidak ada semua

D. Keberadaan sampah dan Tatanan Rumah

1. Dimana Bapak/Ibu/Saudara/Saudari membuang sampah sehari-hari

a. Di dalam rumah

b. Di halaman rumah

c. Di sungai

d. Di TPA di sekitar rumah

e. Di ambil petugas

2. Bagaimana tempat pembuangan sampah anda?

a. Tertutup dan sampah secara rutin di buang

b. Tertutup dan sampah jarang dibuang

c. Terbuka dan sampah sering tidak di buang

d. Terbuka dan secara rutin di buang

3. Apakah didalam maupun di luar rumah ibu terdapat tumpukan barang-barang

Page 118: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxvi

yang masih bisa di pakai maupun yang tidak dipakai?

a. Ada b. Tidak ada

4. Bagaimana anda menata barang-barang atau perabotan di rumah anda?

a. Menata dengan rapi

b. Berantakan

E. Selokan/ Sarana Pembuangan Air Limbah

1. Apakah selokan/ Sarana Pembuangan Air Limbah di rumah atau

dilingkungan rumah anda dapat mengalirkan air limbah dengan lancar?

a. Iya b. Tidak

2. Bagaimana kondisi selokan/ Sarana Pembuangan Air Limbah di rumah atau

dilingkungan rumah anda?

a. Terbuka

b. Tertutup

3. Apakah selokan/ Sarana pembuangan air limbah di rumah atau di lingkungan

rumah anda terdapat sampah?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah anda pernah menjumpai tikus di selokan/ Sarana pembuangan air

limbah di rumah atau di lingkungan rumah anda?

a. Ya b. Tidak

F. Upaya Pencegahan

1. Apakah pada saat banjir Bapak/Ibu/Saudara/Saudari selalu menggunakan

sepatu boot atau alas kaki tahan air ?

b. Ya b. Tidak

2. Setelah kontak dengan genangan air banjir atau lumpur /tanah becek di dalam

maupun di luar rumah, apa yang Bapak/Ibu/Saudara/Saudari lakukan? (jawaban

boleh lebih dari satu)

a. Langsung mencuci tangan dengan sabun

b. Langsung mencuci kaki dengan sabun

c. Langsung mencuci muka dengan sabun

d. Langsung mandi dengan sabun

e. Tidak melakukan semua kegiatan

3. Dimana Bapak/Ibu/Saudara/Saudari menyimpan makanan? (jawaban boleh

lebih dari satu)

Page 119: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxvii

a. Di tempat/ wadah yang tertutup

b. Di tempat wadah yang terbuka

c. Di laci/kolong meja

d. Di gantung di dapur

e. Di sembarang tempat

f. Lain-lain, sebutkan.....................

4. Apakah ibu langsung mandi menggunakan air bersih dan menggunakan sabun

setelah membersihkan rumah dari lumpur atau genangan akibat banjir?

a. Iya, langsung mandi

b. Menunggu beberapa jam kemudian untuk mandi

c. Tidak mandi

G. Status pengungsian

1. Apakah pada saat terjadi banjir Bapak/Ibu/Saudara/Saudari mengungsi?

a. Ya b. Tidak

2. Jika ia apakah tempat pengungsian anda bebas dari genangan air, lumpur, dan

tikus?

a. Ya b. Tidak

H. Pengetahuan

1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara/Saudari tahu tentang pengakit Leptospirosis atau

penyakit kencing tikus?

b. Ya 2. Tidak.

2. Menurut Bapak/Ibu/Saudara/Saudari, bakteri apa yang menyebabkan timbulnya

penyakit Leptospirosis atau kencing tikus?

a. Bakteri Leptospira

b. Bakteri salmonella

c. Vibrio cholerae

d. E. Coli

e. Tidak tahu

3. Menurut Bapak/Ibu/Saudara/Saudari, bagaimana gejala penyakit Leptospirosis

atau kencing tikus? (Jawaban boleh lebih dari satu)

a. Demam tinggi

b. sakit kepala

Page 120: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxviii

c. menggigil

d. pegel-pegel pada betis dan kaki / mialgia berat

e. merah pada Conjungtiva/mata

f. kekuningan

g. Tidak tahu

4. Menurut Bapak/Ibu/Saudara/Saudari, bagaimana cara bakteri leptospira masuk

ke dalam tubuh? (jawaban boleh lebih dari satu)

a. Melalui makanan yang terinfeksi urin

b. Melalui air yang terkontaminasi

c. Melalui udara

d. Melalui tanah/ lumpur yang terinfeksi

e. Melalui air banjir atau sungai (melalui luka/lecet)

f. Lain-lain, sebutkan.............................

g. Tidak tahu

5. Menurut Bapak/Ibu/Saudara/Saudari hewan apa yang bisa menularkan penyakit

Leptospirosis/kencing tikus?

a. Rodent (tikus), babi, sapi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing

b. Rodent (tikus), ayam, ular, kambing

c. Rodent (tikus) dan monyet

d. Tidak tahu

6. Menurut Bapak/Ibu/Saudara/Saudari kondisi lingkungan yang bagaimana yang

dapat dapat mempengaruhi terjadinya penyakit Leptospirosis/ kencing tikus?

(jawaban boleh lebih dari satu)

a. Lingkungan yang bersih

b. lingkungan yang banjir

c. lingkungan yang kondisi selokannya buruk

d. lingkungan yang tatanan rumahnya berantakan

e. lingkungan yang tatanan rumahnya rapi

f. tidak tahu

7. Menurut Bapak/Ibu/Saudara/Saudari apakah penyakit Leptospirosis dapat di

cegah?

a. Iya b. Tidak

8. Menurut Bapak/Ibu/Saudara/Saudari bagaimana cara pencegahan penyakit

Page 121: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxix

Leptospirosis atau kencing tikus? (jawaban boleh lebih dari satu)

a. Membersihkan sarang tikus

b. Membersihkan sampah

c. Tidak menggunakan air banjir/sungai untuk mandi, memasak, minum,

mencuci dan bermain

d. Menggunakan sarung tangan, sepatu boot ketika ingin membersihkan

rumah atau kontak dengan air genangan banjir/lumpur sisa banjir.

e. Mandi, mencuci tangan, mencuci kaki dengan air bersih dan sabun setelah

kontak dengan air banjir/sungai/ lumpur dan hewan peliaraan.

f. Menata rumah dengan rapi

g. Membersihkan selokan

h. Menutup lubang-lubang yang bisa digunakan untuk tempat tinggal tikus

i. Menutup makanan

j. Memakai celana panjang

k. Memakai baju panjang

l. Lain-lain, sebutkan...........................

m. Tidak tahu

9. Menurut Bapak/Ibu/Saudara/Saudari bagaimana cara pengobatan bila

terinfeksi penyakit Leptospirosis atau kencing tikus?

a. Memberikan antibiotik seperti Penicilin

b. Memberikan albendazol

c. Lain-lain.......

d. Tidak tahu

Page 122: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxx

Lampiran 4

Pedoman Wawancara dan Lembar Observasi

Pedoman Wawancara

1. Apa yang membuat rumah atau lingkungan anda masih terdapat sampah, tumpukan

barang dan kondisi selokan yang buruk yang bisa mendukung keberadaan tikus?

2. Apakah yang membuat anda tidak melakukan upaya pencegahan terhadap kejadian

Leptospirosis?

Lembar Observasi

Variabel Ada Tidak ada

Keberadaan tikus didalam dan sekitar rumah dengan melihat

tanda-tanda keberadaan tikus.

a. Kotoran tikus

b. Suara tikus

c. Bau kotoran tikus atau bau tikus

d. Adanya tikus hidup/mati di dalam maupun luar rumah

e. Ada bekas makanan yang digigit tikus

f. Ada lubang didalam maupun luar rumah lubang misalnya

dipojok pintu atau diatas plafon dan sebagainya

g. Ada bercak atau bekas urin tikus

h. Ada tanda kehitaman di tembok atau perkakas rumah

Keberadaan sampah

a. Adanya tumpukan sampah di dalam rumah maupun luar

rumah

b. Tempat sampah yang terbuka dan sampahnya berserakan

Kondisi Selokan/SPAL

a. Aliran air lancar

b. Tidak ada sampah berserakan

Tatanan rumah

a. Adanya tumpukan barang-barang yang bisa menjadi

habitat tikus

b. Perabotan rumah tertata rapi

Page 123: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxxi

Lampiran 5

Hasil Wawancara Mendalam

Pertanyaan No Jawaban

Apa yang membuat rumah

atau lingkungan anda masih

terdapat sampah, tumpukan

barang dan kondisi selokan

yang buruk?

1 “hmmmm.. kalau disini mah bersih ya mba...

sampah-sampah mah diangkut setiap hari.. Cuma ya

itu dibelakang rumah ada kali mba..adap

embuangan sampah.. jadi ya gitu kelihatannya

kotor”(YTM, KKA).

2 “ngga sih mba.. kalau dirumah bersih..sampahnya

juga dibuang terus.. itu mungkin mba.. diatas itu

kan kayak gudang mba.. barang-barang yang ngga

kepake ditaruh situ.. ia kalau lagi banjir kita pindah

ke atas bikin tenda di atas.. kalau selokan

dibelakang mba tertutup” (SP, RB).

3 “ ia disamping rumah itu ada kayak gudang bu..

barangnya disimpan disitu.. kalau sampah didalam

rumah rapi bu.. klo diluar kayak ntu bu.. berantakan

jarang diambil petugas.. klo banjir mah bu...

sampah-sampahnya yang ada di kali pada naek”

(ST, Kpk).

4 “ ya gitu.. sampah disini kayak gitu.. dibuangnya

ditaruh plasitik aja.. kalau petugasnya ngambilnya

cepet ya ngga berantakan.. tapi petugasnya sering

telat jadi numpuk kayak gitu.. di samping itu kan

kali gede mba.. sampahnya banyak itu... klo selokan

ya kayak itu di depan.. dibelakang juga ada.. bersih

kok.. kalinya itu mungkin mba..” (AD, KKA)

5 “Hehenhee... ini mah bukan rumah neng-neng..

rumah tu noh gedong kayak punya orang-orang..

kalau ini rumah-rumahan ya.. hehehehe... ya kayak

gini keadaannya neng.. orang rumahnya kecil..

Page 124: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxxii

rumah maen-maenan neng.. ya begitu barang-

barangnya.. bingung neng gimana natanya.. diatas

ada juga neng cuma ya sama kaya gini.. hehehe

bukan rumah ini mah neng.. selokannya ya di kali

belakang.. gitulah lihat aja neng” (NZ, KPK).

6 “adalah neng.. masak sampah ngga ada.. tu depan

kali neng.. disini bersih tapi sampahnya masih turun

ke got.. barang-barangnya ditata begitu aja.. ia

rumahnya kecil.. padet disini mah neng.. anaknya

lima.. Cuma ruangan ini sma diatas.. diatas itu

gudangnya bapak.. alat-alat kerjanya bapak ditaruh

disitu.. lihat aja neng.. kadang si kakak juga tidur

disitu.. jemuran bajunya juga disitu soalnya ngga

ada tempat lagi buat jemur.. samping rumah uda

rumah orang.. heeeheee.. kalau banjir kita numpuk

diatas semua neng..”(MM, KKA).

7 Sampah kurang baik.. pengangkutannya kurang..

petugasnya kadang ngga datang.. ngga ada selokan

disini.. kalau banjir air yang dikali naik.. jadi airnya

ya kayak air got..rumahnya kecil.. barangnya gitu-

gitu aja.” (NA, KKA).

8 “Heehhehehe mbak.. mba.. ya gitu barang-

barangnya.. rumahnya sempit mba.. ada lantai 2

juga. Suma banyak tumpukan barang juga.. kalau

banjirkan kita tidurnya diatas mba.. jadi barang-

barangnya banyak diatas mba.. tikus pastilah ada

ya mba.. tempatnya tu diatas” (MS, KPK)

9 “Keadaan di wilayah sini begini.. kesadaran

masyarakat kurang.. kita bersih mereka ngga kan

sama aja sampahnya ke kita juga.. selokan itu

disamping rumah ngga ngalir... rumahnya sempit

jadi barangnya begitu..” (MT, RB)

Page 125: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxxiii

Apakah yang membuat anda

tidak melakukan upaya

pencegaham terhadap

kejadian Leptospirosis,

misalnya tidak memakai

sepatu boot pada saat banjir,

tidak mencuci kaki, tangan

atau mandi setelah kontak

dengan air/lumpur akibat

banjir? adakah keinginan

anda untuk melakukan upaya

tersebut?

1 “Ngga.. saya ngga pake sepatu pas banjir.. percuma

aja pake sapatu.. banjirnya diatas lutut tingginya”

kalau bajirnya dikit-dikit itu baru pake sepatu.. klo

cuci kaki abis dari banjir kalau mau naek rumah itu

cuci kaki..”(YTM, KKA).

2 “Saya pas banjir kan sekolah ya mba.. sepatu saya

saya lepas.. soalnya kan banjirnya diatas lutut

mba.. heheee kalau ada sepatu yang sampai badan

saya mau mba.. hehehhe” (SP, RB)

3 “Pengen pakenya.. biar ngga becek kan.. banjirnya

gede.. kadang sampe pinggang.. mandi kalau uda

sore.. kalau lewat aja dicuci aja.. ntar kalau mandi

lewat lagi kotor lagi” (ST, KPK).

4 “Ada sih itu sepatu bootnya cuma ngga di pakai pas

banjir.. banjirnya aja sampai dalam rumah.. kadang

sepinggang.. ia mandinya kalau mau tidur.. mau

naik kasur..”(AD, KKA)

5 “Ngga pake.. main-main aja di luar.. dicuci kakinya

kalau mau masuk rumah.. ngga ngga pakai sabun..

Cuma di cuci aja” (NZ, KPK)

6 “Kalau ngojek biasanya pakai sendal aja.. ribet

pakai sepatu boot.. banjirnya tinggi” ya mau pakai

kalau banjirnya dikit-dikit” (MM, KKA)

7 “Ngga pakai sepatu.. jalan aja di air banjir.. ntar

kalau sudah sampai rumah baru cuci kaki..

mandinya ntar klo sudah sore” (NA, KKA).

Page 126: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxxiv

Lampiran 6

Hasil Observasi

1. Keberadaan Sampah

Gambar dibawah ini adalah gambar yang digunakan penulis untuk

mendeskripsikan bagaimana keadaan keberadaan sampah di sekitar rumah penderita.

Berikut adalah gambar dan masing-masing penjelasan dari gambar tersebut:

1 2 3 4 5

Gambar 1 menggambarkan bahwa dibelakang rumah salah satu penderita

terdapat tempat pembuangan sampah. Banyak barang-barang yang tidak dipakai

dibuang di tempat tersebut. Dibawah sampah tersebut terdapat selokan yang airnya

tidak mengalir dan hitam. Diatas tumpukan barang-bararang tersebut digunakan

penderita untuk menjemur kasur. Gambar 2, 3 dan 4 menggambarkan bahwa sampah

dibuang di pekarangan rumah, sampah terlihat tidak teratur dan menumpuk sehingga

ada kemungkinan tikus suka mendatangi tempat tersebut dan datang kerumah

penderita.

Gambar 5 menggambarkan disekitar rumah penderita terdapat tempat

pembuangan akhir sampah yang berada disekitar sungai dan tikus sering ditemukan

ditempat tersebut. Bisa dibayangkan kali yang keruh dan penuh sampah tersebut jika

terjadi banjir pasti air yang kotor itu meluap ke rumah warga dan jika air tersebut

ternyata mengandung bakteri Leptospira maka akan mudah menyebar.

Page 127: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxxv

2. Tatanan Rumah

Gambar dibawah ini menggambarkan bagaimana tatanan rumah penderita.

Berikut adalah gambar dan masing-masing penjelasan dari gambar tersebut:

1 2 3 4 5

6 7

Gambar 1 menggambarkan bagaimana penderita dalam menata barangnya.

Barang terlihat menumpuk dan sesak. Diantara lemari satu dan yang lain ada rongga.

Menurut penderita disitu sering terdengar bunyi tikus. Gambar 2, 3 dan 4

menggambarkan penataan perabotan yang tidak rapi. Perabotan terlihat kotor, becek ,

terbuka dan berantakan sehingga kemungkinan sering dilewati tikus dan bila tikus

yang lewat mengandung bakteri leptospira maka ditakutkan bila perabotan tersebut

digunakan untuk wadah makanan maka bakteri itu akan mudah masuk kedalam tubuh.

Gambar 5 menggambarkan kamar penderita merupakan tempat penderita

bekerja. Karena penderita bekerja sebagai jasa service maka banyak barang-barang

elektronik dikamar penderita. sehingga kemungkinan disela-sela tumpukan barang

tersebut banyak ditemukan tikus. Gambar 6 dan 7 menggambarkan keadaan rumah

dilantai 2 penderita. Disitu dapat dilihat barang-barang yang tidak terpakai

menumpuk, disitu juga dijadikian sebagai tempat menjemur. Sangat sedikit cahaya

yang masuk sehingga ruangan tersebut terlihat kotor dan sumpek. Pada saat banjir

ruangan tersebut dijadikan sebagai tempat tidur oleh semua orang yang ada dirumah

Page 128: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxxvi

penderita. Sehingga ada kemungkinan orang yang ada dirumah tersebut lebih dekat

dengan tikus dan lebih mudah kontak dengan tikus/urin tikus.

3. Kondisi Selokan

Gambar dibawah ini menggambarkan bagaimana keeadaan selokan yang ada

disekitar rumah reponden. Berikut adalah gambar dan masing-masing penjelasan dari

gambar tersebut:

1 2 3 4 5

Gambar 1 dan 2 dan 4 menunjukkan solokan disekitar rumah penderita

terbuka, bayak sampah, air pada selokan tersebut tidak mengalir dan berwarna hitam.

kondisi seperti ini yang disenangi tikus. gambar nomor 4 sebenarnya didalam lubang

terdapat tikus akan tetapi saat difoto tikus tersebut lari. Gambar 3 menggambarkan

jenis selokan yang terhubung kerumah melalui pipa terbuka sehingga mumudahkan

tikus masuk dalam rumah. Gambar 5 menggambarkan sungai/kali yang berada di

sekitar rumah penderita. Kondisi kali sangat kotor, air tidak mengalir, berwarna

hitam, dan banyak sampah. Menurut warga tikus banyak ditemukan di kali/sampah

tersebut.

4. Keberadaan Tikus

Gambar dibawah ini menggambarkan keberadaab tikus di rumah dan

lingkungan rumah reponden. Berikut adalah gambar dan masing-masing penjelasan

dari gambar tersebut:

Page 129: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxxvii

1 2 3 4

Gambar 1, 2 dan 3 sebenarnya mempunyai penjelasan yang berkaitan satu

sama lain. Gambar tersebut menceritakan bagaimana keadaan lantai 2 rumah salah

satu penderita. Lantai 2 tersebut merupakan gudang tempat disimpannya barang-

barang, disitu juga dipakai untuk menjemur baju dan terkadang untuk tidur. Dan

ternyata peneliti menemukan kotoran tikus di lantai dan dikarpet yang digunakan

penderitauntuk tidur. Gambar 4 menggambarkan bahwa ternyata terdapat tikus

diselokan disekitar rumah penderita.

Page 130: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxxviii

Lampiran 7

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Instrumen Penelitian

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.217 .950 43

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

Nomor Kuisioner 21.31 6.118 16

UMUR 44.38 13.455 16

A1apakah bapak/ibu/saudara/saudari pernah mempunyai luka lecet atau luka terbuka

1.69 .479 16

B1 pada saat banjir, biasanya dari mana bapak/ibu/saudara/saudari mendapatkan ai

2.56 .512 16

B2 menurut bapak/ibu/saudara/saudari, apakah air bersih yang tersedia cukup untu

1.44 .512 16

B3 Apakah bapak/ibu/saudara/saudari, pernah menggunakan air genangan banjir/sung

1.75 .447 16

B4 Apakah Bapak/Ibu/saudara/saudari, pernah menggunakan air genangan banjir/sung

1.44 .512 16

B5 Apakah Bapak/Ibu/saudara/saudari, pernah menggunakan air genangan banjir/sung

1.75 .447 16

B6 Apakah Bapak/Ibu/saudara/saudari, pernah menggunakan air genangan banjir/sung

1.56 .512 16

B7 Apakah Bapak/Ibu/saudara/saudari, pernah menggunakan air genangan banjir/sung

1.69 .479 16

C1 apakah di dalam rumah atau di luar rumah Bapak/Ibu/saudara/saudari pernah dit

1.44 .512 16

Page 131: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xxxix

D1 dimana bapak/Ibu/saudara/saudari membuang sampah sehari-hari?

3.25 .683 16

D2 Apakah di dalam maupun di luar rumah ibu terdapat tumpukan barang-barang yang

1.50 .516 16

D3 Bagaimana tempat pembuangan sampah anda?

1.94 .854 16

E1 apakah selokan/ sarana pembuangan air limbah di rumah atau di lingkungan ruma

1.44 .512 16

E2 bagaimana kondisi selokan/ sarana pembuangan air limbah di rumah atau di ling

1.38 .500 16

E3 apakah selokan/ sarana pembuangan air limbah di rumah atau di lingkungan ruma

1.50 .516 16

E4 apakah anda pernah menjumpai tikus di selokan/ sarana pembuangan air limbah d

1.44 .512 16

F1 apakah pada saat banjir bapak/Ibu/saudara/saudari selalu menggunakan sepatu b

1.56 .512 16

F2 pada saat memegang hewan peliharaan, apakah bapak/Ibu/saudara/saudari menggun

1.50 .516 16

f3 setelah kontak dengan genangan air banjir atau lumpur/ tanah becek di dalam m

1.44 .512 16

f4 dimana Bapak/Ibu/saudara/saudari menyimpan makanan? jawaban boleh dari satu

1.38 .500 16

F5 apakah ibu langsung mandi menggunakan air bersih dan menggunakan sabun setela

1.50 .516 16

G1 Apakah pada saat terjadi banjir Banjir/Ibu/saudara/saudari mengungsi?

1.44 .512 16

G2 Jika ia apakah tepat pengungsian anda bebas dari ganangan air, lumpur atau ti

1.44 .512 16

H1 Apakah Bapak/Ibu/saudara/saudari tahu tentang penyakit Leptospirosis atau pen

1.31 .479 16

H2 Menurut Bapak/Ibu/saudara/saudari, bakteri apa yang menyebabkan timbulnya pen

2.88 1.746 16

Page 132: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xl

H3 menurut bapak/Ibu/saudara/saudari, bagaimana cara bakteri leptospira masuk ke

1.56 .512 16

H4 Menurut Bapak/Ibu/saudara/saudari hewan apa yang bisa menularkan penyakit lep

1.38 .500 16

H5menurut Bapak/Ibu/saudara/saudari kondisi lingkungan yang bagaimana yang dapat

1.56 .629 16

H6 menurut bapak/Ibu/saudara/saudari apakah penyakit Leptospirosis dapat di cega

1.31 .479 16

H7a membersihkan sarang tikus

1.38 .500 16

H7b membersihkan smpah 1.44 .512 16

H7c tidak menggunakan air banjir/ sungai untuk mandi, masak, minum, mencuci dan

1.62 .500 16

H7d menggunakan sarung tangan atau sepatu boot ketika ingin membersihkan rumah a

1.56 .512 16

H7e mandi, mencuci tangan, mencuci kaki dengan air bersih dan sabun setelah kont

1.44 .512 16

H7f menata rumah dengan rapi

1.75 .447 16

H7g membersihkan selokan 1.50 .516 16

H7h menutup lubang-lubang yang bisa di gunakan untuk tempat tinggal tikus

1.44 .512 16

H7i menutup makanan 1.69 .479 16

H7j memakai celana panjang 1.88 .342 16

H7k memakai baju panjang 1.88 .342 16

H8 menurut Bapak/Ibu/saudara/saudari bagaimana cara pengobatan bila terinfeksi p

1.19 .403 16

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Nomor Kuisioner 111.12 252.783 .022 . .236

UMUR 88.06 280.596 -.371 . .838

A1apakah bapak/ibu/saudara/saudari pernah mempunyai luka lecet atau luka terbuka

130.75 285.667 .525 . .193

B1 pada saat banjir, biasanya dari mana bapak/ibu/saudara/saudari mendapatkan ai

129.88 289.717 .253 . .205

Page 133: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xli

B2 menurut bapak/ibu/saudara/saudari, apakah air bersih yang tersedia cukup untu

131.00 284.000 .587 . .188

B3 Apakah bapak/ibu/saudara/saudari, pernah menggunakan air genangan banjir/sung

130.69 290.762 .225 . .208

B4 Apakah Bapak/Ibu/saudara/saudari, pernah menggunakan air genangan banjir/sung

131.00 290.667 .198 . .208

B5 Apakah Bapak/Ibu/saudara/saudari, pernah menggunakan air genangan banjir/sung

130.69 289.029 .340 . .203

B6 Apakah Bapak/Ibu/saudara/saudari, pernah menggunakan air genangan banjir/sung

130.88 292.917 .069 . .214

B7 Apakah Bapak/Ibu/saudara/saudari, pernah menggunakan air genangan banjir/sung

130.75 289.400 .293 . .204

C1 apakah di dalam rumah atau di luar rumah Bapak/Ibu/saudara/saudari pernah dit

131.00 286.267 .454 . .195

D1 dimana bapak/Ibu/saudara/saudari membuang sampah sehari-hari?

129.19 290.829 .133 . .209

D2 Apakah di dalam maupun di luar rumah ibu terdapat tumpukan barang-barang yang

130.94 288.062 .346 . .200

D3 Bagaimana tempat pembuangan sampah anda?

130.50 292.800 .030 . .215

E1 apakah selokan/ sarana pembuangan air limbah di rumah atau di lingkungan ruma

131.00 283.733 .603 . .188

E2 bagaimana kondisi selokan/ sarana pembuangan air limbah di rumah atau di ling

131.06 285.129 .534 . .192

E3 apakah selokan/ sarana pembuangan air limbah di rumah atau di lingkungan ruma

130.94 288.196 .338 . .201

E4 apakah anda pernah menjumpai tikus di selokan/ sarana pembuangan air limbah d

131.00 285.067 .524 . .191

F1 apakah pada saat banjir bapak/Ibu/saudara/saudari selalu menggunakan sepatu b

130.88 285.850 .478 . .194

F2 pada saat memegang hewan peliharaan, apakah bapak/Ibu/saudara/saudari menggun

130.94 285.129 .516 . .192

Page 134: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xlii

f3 setelah kontak dengan genangan air banjir atau lumpur/ tanah becek di dalam m

131.00 285.200 .516 . .192

f4 dimana Bapak/Ibu/saudara/saudari menyimpan makanan? jawaban boleh dari satu

131.06 283.929 .606 . .188

F5 apakah ibu langsung mandi menggunakan air bersih dan menggunakan sabun setela

130.94 285.129 .516 . .192

G1 Apakah pada saat terjadi banjir Banjir/Ibu/saudara/saudari mengungsi?

131.00 286.267 .454 . .195

G2 Jika ia apakah tepat pengungsian anda bebas dari ganangan air, lumpur atau ti

131.00 284.000 .587 . .188

H1 Apakah Bapak/Ibu/saudara/saudari tahu tentang penyakit Leptospirosis atau pen

131.12 283.983 .631 . .188

H2 Menurut Bapak/Ibu/saudara/saudari, bakteri apa yang menyebabkan timbulnya pen

129.56 289.862 .025 . .215

H3 menurut bapak/Ibu/saudara/saudari, bagaimana cara bakteri leptospira masuk ke

130.88 286.117 .463 . .195

H4 Menurut Bapak/Ibu/saudara/saudari hewan apa yang bisa menularkan penyakit lep

131.06 283.929 .606 . .188

H5menurut Bapak/Ibu/saudara/saudari kondisi lingkungan yang bagaimana yang dapat

130.88 283.450 .498 . .187

H6 menurut bapak/Ibu/saudara/saudari apakah penyakit Leptospirosis dapat di cega

131.12 283.983 .631 . .188

H7a membersihkan sarang tikus

131.06 284.996 .542 . .191

H7b membersihkan smpah 131.00 281.067 .761 . .180

H7c tidak menggunakan air banjir/ sungai untuk mandi, masak, minum, mencuci dan

130.81 290.562 .210 . .207

H7d menggunakan sarung tangan atau sepatu boot ketika ingin membersihkan rumah a

130.88 285.850 .478 . .194

H7e mandi, mencuci tangan, mencuci kaki dengan air bersih dan sabun setelah kont

131.00 282.000 .705 . .182

H7f menata rumah dengan rapi

130.69 285.696 .562 . .193

H7g membersihkan selokan 130.94 287.929 .354 . .200

Page 135: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA

xliii

H7h menutup lubang-lubang yang bisa di gunakan untuk tempat tinggal tikus

131.00 281.067 .761 . .180

H7i menutup makanan 130.75 289.400 .293 . .204

H7j memakai celana panjang 130.56 291.329 .253 . .209

H7k memakai baju panjang 130.56 291.329 .253 . .209

H8 menurut Bapak/Ibu/saudara/saudari bagaimana cara pengobatan bila terinfeksi p

131.25 298.600 -.313 . .229

Page 136: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA
Page 137: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA
Page 138: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA
Page 139: STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25491/1/ANA... · STUDI EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA SAAT ... BAB 3 KERANGKA