Studi Epidemiologi Penyakit Kusta Serta Hubungannya Dengan Lingkungan Riwayat Alamiah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

STUDI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KUSTA

Citation preview

STUDI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT KUSTA SERTA HUBUNGANNYA DENGAN LINGKUNGAN RIWAYAT ALAMIAHAlamat Korespondensi:Mohd Nur Haziq Bin Noor Hamizam Shah, 102011431Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat [email protected]

Abstrak

Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan saraf pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik, namun sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki.Kata kunci: lepra, morbushansen, kusta

Abstract Leprosy is a chronic disease caused by infection by the Mycobacterium leprae (M. leprae) were the first to attack the peripheral nerves, can then attack the skin, oral mucosa, upper airway, reticuloendothelial system, eyes, muscles, bones and testes except the central nervous system. In most people who are infected may be asymptomatic, but a small portion showing symptoms and have a tendency to become disabled, especially in the hands and feet. Keywords: leprosy, morbushansen

PENDAHULUANPenyakit lepra masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena dapat menyebabkan kecacatan, morbiditas dan stigma sosial penyakit kusta. Dalam pelaksanaan Program Pembanterasan Penyakit Kusta di Indonesia, terdapat suatu masalah yang belum terpecahkan hingga kini yaitu masalah Lepra.Penyakit lepra ditularkan melalui luka pada kulit yang terkontaminasi dan mukosa nasal. Karyawan rumah sakit menjadi kelompok yang mempunyai risiko untuk tertular sehingga perlu dilakukan pemeriksaan untuk deteksi dini untuk mengetahui apakah mereka sudah tertular dan mengambil langkah untuk menentukan tindakan selanjutnya. Dilakukan pemeriksaan serologi uji MLPA pada karyawan Rumah Sakit Umum karena sebagian besar karyawan rumah sakit pernah kontak dengan penderita lepra. Selain itu mengingat riwayat sebelumnya adalah Rumah Sakit Kusta sehingga pada umumnya karyawan telah kontak lama dan erat dengan penderita lepra. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT-PENYAKIT MENULAR1,2Suatu penyakit timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor baik dari segi agen, induk semang atau lingkungan. Pendapat ini tergambar di dalam istilah yang dikenal luas dewasa ini, yaitu penyebab majemuk (multiple causation of disease) sebagai lawan dari penyebab tunggal (single causation). Di dalam usaha para ahli untuk mengumpulkan pengetahuan mengenai timbulnya penyakit, mereka telah membuat model-model tersebut dilakukanlah eksperimen terkendali untuk menguji sampai di mana kebenaran dari model-model tersebut.Tiga model yang dikenal dewasa ini ialah (1) segitiga epidemiologi (the epidemiology triangle), (2) jaring-jaring sebab akibat (the web of causation), (3) roda (the wheel).

a. Segitiga Epidemiologi

b. Jaring-jaring Sebab-Akibat Menurut model ini, perubahan dari salah satu faktor akan mengubah keseimbangan antara mereka, yang berakibatkan bertambahnya atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan. Suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian maka timbulnya penyakit yang dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong rantai pada berbagai titik. c. Roda

Seperti halnya dengan model jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan identifikasi dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak begitu menekankan pentingnya agen. Di sini dipentingkan hubungan antara manusia dengan lingkungannya hidupnya. Besarnya peranan dari masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit yang bersangkutan. Sebagai contoh, peranan lingkungan sosial lebih besar dari yang lainnya pada stres mental, peranan lingkungan fisik lebih besar dari yang lainnya pada sunburn peranan lingkungan biologis melalui vektor (vektor borne diseases) dan peranan inti genetik lebih besar dari yang lainnya pada penyakit keturunan. Dengan model-model tersebut di atas hendaknya ditunjukkan bahwa pengetahuan yang lengkap mengenai mekanisme-mekanisme terjadinya penyakit tidaklah diperlukan bagi usaha-usaha pembanterasan penyakit yang efektif. Oleh karena banyaknya interaksi-interaksi ekologis maka seringkali kita dapat mengubah penyebaran penyakit dengan mengubah aspek-aspek tertentu dari interaksu manusia dengan lingkungan hidupnya, tanpa intervensi langsung pada penyebab penyakit. Penyakit MenularPenyakit menular adalah adalah penyakit yang dapat berpindah dari satu orang ke satu orang yang lain, baik secara langsung atau melalui perantara. Penyakit menular ini ditandai dengan adanya agen atau penyebab penyakit yang hidup an dapat berpindah. Suatu penyakit dapat menular dari satu orang ke orang yang lain ditentukan oleh 3 faktor yaitua. Agent (penyebab penyakit)b. Host (induk semang)c. Route of transmission (jalannya penularan)Apabila diumpamakan berkembangnya suatu tanaman, dapat diumpamakan sebagai biji ) agen, tanah (host) dan iklim (route of transmission).a. Agen-agen infeksi (penyebab infeksi)Makhluk hidup sebagai pemegang peranan penting di dalam epidemiologi yang merupakan penyebab penyakit dapat dikelompokkan menjadi:

Golongan virus : influenza, trachoma, cacar dan sebagainya. Golongan riketsia: tifus Golongan bakteri: disentri Golongan protozoa: malaria, filaria, schistosoma dan sebagainya. Golongan jamur: panu, kurap dan sebagainya. Golongan cacing: ascaris, cacing kremi, cacing pita, cacing tambangAgar agen atau penyebab penyakit menular ini tetap hidup, maka perlu persyaratan-persyaratan sebagai berikut: Berkembang biak Bergerak atau berpindah dari induk semang Mencapai induk semang baru Menginfeksi induk semang baru tersebutKemampuan agen penyakit ini untuk tetap hidup pada lingkungan manusia adalah suatu faktor penting di dalam epidemiologi infeksi menular. Setiap bibit penyakit (penyebab penyakit) mempunyai habitat sendiri-sendiri, sehingga ia dapat tetap hidup. Dari sini timbul istilah reservoir, yang diartikan sebagai berikut (1) Habitat, dimana bibit penyakit tersebut hidup dan berkembang. (2) Survival, dimana bibit penyakit tersebut sangat bergantung pada habitat, sehingga ia dapat tetap hidup. Reservoir tersebut dapat berupa manusia, binatang atau benda-benda mati. Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoir di dalam tubuh manusia antara lain, campak (measles), cacar air (small pox), tifus (typhoid), meningitis, gonorrhea dan sifilis. Manusia sebagai reservoir dapat menjadi kasus aktif dan carrier.CarrierCarrier adalah orang yang mempunyai bibit penyakit di dalam tubuhnya, tanpa menunjukkan adanya gejala penyakit, tetapi orang tersebut dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain. Convalescant Carriers adalah orang yang masih mengandung bibit penyakit setelah sembuh dari suatu penyakit.Carriers adalah sangat penting dalam epidemiologi penyakit-penyakit polio, tifus, meningococal meningitis dan amoebiasis. Hal ini disebabkan karena: Jumlah carriers lebih banyak dari orang yang sakitnya sendiri. Carriers maupun orang yang ditulari sama sekali tidak tahu bahwa mereka menderita/kena penyakit. Carriers tidak menurunkan kesehatannya karena masih dapat melakukan pekerjaan sehari-sehari. Carriers mungkin sebagai sumber infeksi untuk jangka waktu yang relatif lama. Reservoir pada binatangPenyakit-penyakit yang mempunyai reservoir pada binatang umumnya adalah penyakit zoonosis. Zoonosis merupakan penyakit pada binatang vertebrae yang dapat menular pada manusia. Penularan penyakit-penyakit pada binatang ini melalui berbagai cara. yakni: Orang makan daging binatang yang menderita penyakit misalnya cacing pita. Melalui gigitan binatang sebagai vektornya misalnya pes melalui pinjal tikus, malaria, filariasis, demam berdarah melalui gigitan nyamuk. Binatang penderita penyakit langsung menggigit orang misalnya rabies.Benda-benda mati sebagai reservoirPenyakit- penyakit yang mempunyai reservoir pada benda-benda mati pada dasarnya adalah saprofit hidup dalam tanah. Pada umumnya bibit penyakit ini berkembang biak pada lingkungan yang cocok untuknya. Oleh karena itu, bila terjadi perubahan suhu atau kelembapan dari kondisi di mana ia dapat hidup, maka ia berkembang biak dan siap infektif. Contoh clostridium tetani penyebab tetanus, C.botulinum penyebab keracunan makanan dan sebagainya. b. Sumber infeksi dan penyebaran penyakitYang dimaksud dengan sumber infeksi adalah semua benda, termasuk orang atau binatang yang dapat melewatkan/ menyebabkan penyakit pada orang. Sumber penyakit ini mencakup juga reservoir seperti telah dijelaskan sebelumnya.Macam-macam penularan (mode of transmission)Mode penularan adalah suatu mekanisme di mana agen/penyebab penyakit tersebut ditularkan dari orang ke orang lain, atau dari reservoir kepada induk semang baru. Penularan ini melalui berbagai cara antara lain:

(a) Kontak (contact)Kontak di sini dapat terjadi kontak langsung maupun kontak tidak langsung melalui benda-benda yang terkontaminasi. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung ini pada umumnya terjadi pada masyarakat yang hidup berjubel. Oleh karena itu, lebih cenderung terjadi di kota daripada desa yang penduduknya masih jarang.

(b) Inhalasi (inhaltion)Yaitu penularan melalui udara/ pernapasan. Oleh karena itu, ventilasi rumah yang kurang, berjejalan (over crowding) dan tempat-tempat umum adalah faktor yang sangat penting di dalam epidemiologi penyakit ini. Penyakit yang ditularkan melalui udara ini sering disebut air bourne infection.

(c) Infeksi Penularan melalui tangan, makanan atau minuman

(d) Penetrasi pada kulitHal ini dapat langsung oleh organisme itu sendiri. Penetrasi pada kulit misalnya cacing tambang, melalui gigitan vektor misalnya malaria atau luka, misalnya tetanus.

(e) Infeksi melalui plasentaYakni infeksi yang diperoleh melalui plasenta dari ibu penderita penyakit pada waktu mengandung, misalnya sifilis dan toxoplasmosis.

c. Faktor hostTerjadinya suatu penyakit (infeksi) pada seseorang ditentukan pula oleh faktor-faktor yang ada pada induk semang itu sendiri. Dengan perkataan lain, penyakit-penyakit dapat terjadi pada seseorang tergantung/ ditentukan oleh kekebalan/ resistensi orang yang bersangkutab.

d. Pencegahan dan penanggulangan penyakit menularUntuk pencegahan dan penanggulangan ini ada 3 pendekatan atau cara yang dapat dilakukan Eliminasi reservoir (sumber penyakit)Eliminasi reservoir manusia sebagai sumber penyebaran penyakit dapat dilakukan dengan: Mengisolasi penderita (pasien), yaitu menempatkan pasien di tempat yang khusus untuk mengurangi kontak dengan orang lain. Karantina adalah membatasi ruang gerak penderita dan menempatkannya bersama-sama penderita lain yang sejenis pada tempat yang khusus didesain untuk itu. Biasanya dalam waktu yang lama, misalnya karantina untuk penderita kusta.

Memutus mata rantai penularanMenigkatkan sanitasi lingkungan dan kebersihan per orang adalah usaha yang penting untuk memutuskan hubungan atau mata rantai penularan penyakit menular.

Melindungi orang-orang (kelompok) yang rentan.Bayi dan anak balita adalah merupakan kelompok usia yang rentan terhadap penyakit menular. Kelompok usia yang rentan ini perlu perlindungan yang khusus (specific protection) dengan imunisasi, baik imunisasi aktif maupun pasif. Obat-obat profilaksis tertentu juga dapat mencegah penyakit malaria, meningitis dan disentri basiler. Pada anak usia muda, gizi kurang akan menyebabkan kerentanan pada anak tersebut. Oleh sebab itu, meningkatkan gizi anak adalah juga merupakan usaha pencegahan penyakit infeksi pada anak. Distribusi Menurut OrangPerbedaan distribusi kejadian penyakit lepra dapat dilihat karena faktor geografi. Namun, jika diamati dalam satu Negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena faktor etnik. Di Myanmar kejadian lepra lebih sering terjadi pada etnik Burma dibandingkan dengan etnik India. Kejadian lepra di Malaysia juga lebih banyak pada etnik China dibandingkan etnik Melayu atau India. Situasi yang sama di Indonesia, etnik Madura dan Bugis lebih banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa atau Melayu. Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Insiden rate penyakit ini meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10-20 tahun dan kemudian menurun. Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur dengan puncak antara umur 30-50 tahun dan kemudian secara perlahan-lahan menurun. Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak daripada laki-laki. Faktor fisiologik seperti pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.Distribusi Menurut Tempat dan WaktuPenyakit lepra tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-beda. 6 negara yang masih belum mencapai eliminasi di tahun 2005 di antara 122 negara yang endemis pada tahun 1985 dengan prevalensi >1/10.000 penduduk yaitu ; India, Brazil, Indonesia, Bangladesh, Congo, dan Nepal Antara tahun 1985 hingga 2005 lebih dari 15 juta penderita telah sembuh sementara 222.367 kasus masih dalam pengobatan pada awal tahun 2006. Indonesia menempati posisi ke-3 dari 10 negara dengan jumlah kasus baru terbesar di dunia setelah India dan Brazil. Berdasarkan data kusta awal 2005 Indonesia menempati posisi ke-2 dengan angka prevalensi 0,9 per 10.000 penduduk. Di Indonesia, kasus terbanyak terdapat di Jawa Timur dengan prevalensi rate 1,76 per 10.000 penduduk, dan paling sedikit terdapat di daerah Bengkulu dengan prevalensi rate 0,17 per 10.000 jumlah penduduk. Sedangkan prevalensi Lepra di Sumatera adalah sebesar 0,23 per 10.000 jumlah penduduk. Penemuan kasus baru selama bulan Januari-Desember 2005 paling banyak ditemukan di Jawa Timur.DeterminanAntara faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kusta dipengaruhi oleh host, agent, dan environment antara lain ;a) Faktor Daya Tahan Tubuh (host)Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit lepra (95%). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, dan 2 orang menjadi sakit. Hal ini belum memperhitungkan pengaruh pengobatan. Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini dianggap sebagai sumber penularan walaupun kuman lepra dapat hidup pada Armadillo, Simpanse dan pada telapak kaki tikus yang mempunyai kelenjar Thymus (Athymic nude mouse).Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh host sampai saat ini belum dapat dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernafasan bagian atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh. Suatu kerokan hidung dari penderita tipe Lepromatosa yang tidak diobati menunjukkan jumlah kuman sebesar 104-107. Dan telah terbukti bahwa saluran nafas bagian atas dari penderita tipe Lepromatosa merupakan sumber kuman yang terpenting di dalam lingkungan. Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2M & PL) (1996) menunjukkan gambaran sebagai berikut; dari 100 orang yang terpapar: 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa diobati, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan.Seseorang dalam lingkungan tertentu akan termasuk dalam satu dari tiga kelompok berikut ini, yaitu : Host yang mempunyai kekebalan tubuh tinggi yang merupakan kelompokterbesar yang telah atau akan menjadi resisten terhadap kuman kusta. Host yang mempunyai kekebalan rendah terhadap kuman kusta, bila menderita penyakit kusta bisanya tipe PB. Host yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta yang merupakan kelompok terkecil dan bila menderita kusta biasanya tipe MB.b. Faktor Kuman (agent)Penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae yang pertama kali ditemukan oleh Gerhard Amaeur Hansen pada tahun 1873. Mycobacterium leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell) dan sel dari sistem retikulo endothelial. Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman lepra dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan hanya kuman lepra yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal dari kuman lepra adalah pada suhu 270-300oC.c. Faktor Sumber Penularan (environment)Sumber penularan adalah penderita kusta tipe Multi Baciler (MB). Penderita MB ini pun tidak akan menularkan kusta apabila berobat teratur. Penyakit ini dapat ditularkan melalui pernafasan (droplet) dan kulit.13 Kemungkinan ada sumber penularan di luar manusia, yaitu dari lingkungan mengingat banyaknya kasus baru yang ditemukan tanpa adanya riwayat kontak langsung dengan penderita lepra. Secara tidak langsung, sumber penularan kusta dapat juga melalui lingkungan. M.leprae mampu hidup di luar tubuh manusia dan dapat ditemukan pada air untuk mandi dan mencuci. 1. Lingkungan fisikAntara faktor yang dapat mempengaruhi kejadian lepra adalah lingkungan tempat tinggal pasien terlalu padat serta jarak antar rumah terlalu dekat, tidak memiliki ventilasi, pencahayaan, dan sanitasi yang baik.2. Lingkungan non-fisikTingkat pendidikan juga mempengaruhi karena pentingnya kesadaran untuk menjaga kebersihan dan sosioekonomi serta peran serta perilaku masyarakat; apakah mereka berperan aktif dan saling mendukung dalam pemberantasan penyakit kusta.

SYARAT RUMAH SEHAT2Menurut UU RI No. 4 Tahun 1992 rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang digunakan sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan menurut Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik demi kesehatan keluarga dan individu. Antara syarat-syarat rumah sehat adalah;1. Jendela berfungsi dengan baik dengan ukuran yang memadai. Jendela ada dua sisi yang berbeda, sehingga bisa menjadi jalannya udara yang baru. Pada setiap ruangan sebaiknya dibuatkan jendela kaca yang berhubungan dengan ruang luar. Dalam menentukan letak jendela, harus diperhatikan untuk mengarah ke matahari. Cahaya matahari yang terlalu panas, gunakan kanopi jendela untuk menaungi jendela dari cahaya matahari langsung.2. Ventilasi udara adalah lubang penghawaan pada ruangan agar sirkulasi udara dalam ruangan menjadi baik. Minimal ventilasi udara berukuran lebih 10 persen dari luas lantai.3. Pencahayaan ruangan dengan standar mata normal bisa membaca tanpa sinar lampu tambahan.4. Lubang asap dapur lebih besar 10 persen dari luas tanah lantai.5. Lingkungan tidak padat penghuni luas lantai rumah per penghuni lebih besar 10 m2.6. Kandang hewan harus terpisah dengan rumah. Misalkan anda mempunyai ternak maka kandangnya harus terpisah dari rumah.7. Konstruksi rumah, bangunan permanen dengan tembok, bata plesteran, serta papan kedap air.8. Sanitasi yang benar. Antara sarana Sanitasi yang benar adalah;a. Sarana air milik sendiri, memenuhi syarat kesehatan (MS). b. Jamban leher angsa atau septic tank.c. Terdapat sarana pembuangan air limbah yakni dapat diserap dan tidak mencemari sumber air (jarak dengan sumber air lebih dari 10 m) dialirkan ke selokan tertutup (saluran kota) untuk diolah lebih lanjut.d. Tempat sampah yang kedap air dan tertutup.Rumah sehat juga dipengaruhi oleh kebiasaan penghuninya. Kebiasaan yang dilakukan sehari-hari dapat mempengaruhi terjadinya penularan berbagai penyakit. Agar tidak terjadi, maka seharusnya perilaku penghuni memperhatikan beberapa hal yaitu; 1. Membersihkan tempat jentik berkembang agar rumah bebas jentik. Indeks jentik nyamuk tidak lebih dari 5 persen.2. Bersihkan dari hal-hal yang mempengaruhi tikus datang ke rumah anda. Pastikan rumah anda bebas tikus.3. Membersihkan rumah dan halaman rumah setiap hari.4. Memanfaatkan pekarangan, misalnya dengan menanami bunga, atau Toga, sehingga adau paya penghijauan.5. Membuang tinja bayi atau Balita ke jamban, jangan meremehkan tinja bayi dan dibuang sembarangan. Karena tinja bayi sama halnya dengan tinja orang dewasa.6. Membuang sampah pada tempat sampah, sampah hendaknya dibuang setiap hari pada sampah besar yang akan dibawa oleh petugas sampah.Promosi Kesehatan3Dalam konteks kesehatan, promosi berarti upaya memperbaiki kesehatan dengan cara memajukan, mendukung dan menempatkan kesehatan lebih tinggi dari agenda, baik secara perorangan maupun secara kelompok. Determinan pokok kesehatan adalah aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang sering kali berada di luar kontrol perorangan atau masyarakat secara kolektif.7Health promotion mempunyai dua definisi yaitu yang pertama adalah sebagai bagian daripada tingkat pencegahan penyakit. Menurut Level dan Clark terdapat 5 tingkat pencegahan penyakit dalam perspektif kesehatan masyarakat yaitu: Health promotion Specific protection Early diagnosis and prompt treatment Disability limitation Rehabilitation Pengertian yang kedua, promosi kesehatan diartikan sebagai upaya memasarkan, menyebarluaskan atau mengenalkan kesehatan, sehingga masyarakat menerima pesan-pesan kesehatan tersebut yang akhirnya masyarakat mahu berperilaku hidup sehat.Tujuan promosi kesehatan adalah:1. Kemauan (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.1. Memelihara kesehatan berarti mau dan mampu mencegah penyakit, melingdungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan dan mencari pertolongan perubatan yang professional bila sakit.1. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan kesehatannya.Untuk memcapai tujuan diatas, diperlukan upaya-upaya yang disebut misi promosi kesehatan yaitu perkara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Secara umum upaya ini sekurang-kurangnya terdapat 3 hal yaitu : Penyuluhan :Pengertian penyuluhan kesehatan sama dengan pendidikan kesehatan masyarakat yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu sehingga masyarakat tidak sahaja sedar, tahu dan mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Tujuan penyuluhan menurut Effendy :1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.1. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan social sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.1. Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.Terdapat pelbagai metode penyuluhan yang dapat digunakan.Pemilihan metode bergantung kepada tingkat pendidikan, sosial ekonomi, kepercayaan masyarakat dan ketersediaan waktu di masyarakat. Antara metode yang dapat digunakan ialah:1. Ceramah: Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan.1. Diskusi kelompok: Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topik pembicaraan diantara 5 20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.1. Demostrasi: Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.1. Seminar: Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya. Dukungan sosial :Strategi dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat, sebagai jembatan antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan masyarakat (penerima program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melalui toma pada dasarnya adalah mensosialisasikan program-program kesehatan, agar masyarakat mau menerima dan mau berpartisipasi terhadap program kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana, atau membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan sosial ini antaralain: pelatihan para toma, seminar, lokakarya, bimbingan kepada toma, dan sebagainya. Dengan demikian maka sasaran utama dukungan sosial atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai tingkat. (sasaran sekunder).Agar kegiatan promosi kesehatan mendapat dukungan dari tokoh masyarakat. Dukungan sosial adalah ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis sehingga kita dapat melaksanakan kehidupan dengan baik, dukungan sosial ini adalah orang lain yang berinteraksi dengan petugas. Contoh nyata adalah dukungan sarana dan prasarana ketika kita akan melakukan promosi kesehatan atau informasi yang memudahkan kita, atau dukungan emosional dari masyarakat sehingga promosi yang diberikan lebih diterima.

Advokasi :Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para penjabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para pejabat pembuat keputusan tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat instruksi, dan sebagainya.Kegiatan advokasi ini ada bermacam-macam bentuk, baik secara formal maupun informal.Secara formal misalnya, penyajian atau presentasi dan seminar tentang isu atau usulan program yang ingin dimintakan dukungan dari para pejabat yang terkait. Kegiatan advokasi secara informal misalnya bertemu kepada para pejabat yang relevan dengan program yang diusulkan, untuk secara informal meminta dukungan, baik dalam bentuk kebijakan, atau mungkin dalam bentuk dana atau fasilitas lain. Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa sasaran advokasi adalah para pejabat baik eksekutif maupun legislatif, di berbagai tingkat dan sektor, yang terkait dengan masalah kesehatan (sasaran tersier).

Sasaran promosi kesehatan ini dapat dibagi kepada 3 yaitu :1. Sasaran primer: sesuai misi pemberdayaan seperti kepala keluarga, ibu hamil/ menyusui, anak sekolah.1. Sasaran sekunder: sesuai misi dukungan sosial atau bina suasana seperti tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat.1. Sasaran tersier: sesuai misi advokasi seperti pembuat kebajikan mulai dari pusat sampai ke daerah.Kedokteran Keluarga4,5Secara ringkas, yang dimaksud dengan dokter keluarga ialah dokter yang memberikan pelayanan kesehatan dengan ciri-ciri utama sebagai berikut:1. Pelayanan kesehatan lini pertamaPelayanan ini dilaksakan dengan memberikan pelayanan pada strata primer, yaitu ditengah-tengah pemukiman masyarakat sehingga mudah dicapai. Setiap keluarga sebaiknya mempunyai dokter keluarga yang dapat mereka hubungi bila memerlukan pertolongan kesehatan.2. Pelayanan kesehatan/medis yang bersifat umumDokter memberikan pelayanan untuk masalah kesehatan atau penyakit yang tergolong umum dan bukan spesialistik. Pelayanan dokter yang bersifat umum juga dikenal dengan istilah berobat jalan walaupun kadang-kadang dapat pula diberikan di rumah untuk kasus tertentu misalnya pasien yang sulit berjalan.3. Bersifat holistik dan komprehensifHolistik artinya tidak dibatasi pada masalah biomedis pasien saja, tetapi juga dengan melihat latar belakang sosial-budaya pasien yang mungkin berkaitan dengan penyakitnya. Misalnya, banyak penyakit didapat dari pekerjaannya seperti nyeri otot dan tulang, radang saluran napas, radang kulit atau kelelahan. Jika penyakit tersebut tidak ditangani secara holistik dan hanya terfokus pada gejala atau penyakitnya saja, maka tidak akan benar-benar berhasil disembuhkan. Komprehensif bermaksud tidak hanya terbatas pada pelayanan pengobatan atau kuratif saja, tetapi meliputi aspek lainnya mulai dari promotif-preventif hingga rehabilitatif. Misalnya, konseling, edukasi kesehatan, imunisasi, KB, medical check-up, perawatan pasca RS dan rehabilitasi medik.4. Pemeliharaan kesehatan yang berkesinambunganPelayanan kesehatan dilakukan terus menerus kepada pasien maupun keluarganya guna memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, hubungan dokter-pasien yang lebih kontinu atau sebagai dokter langganan. Hubungan yang berkesinambungan itu menguntungkan karena menjadi lebih saling kenal dan lebih akrab sehingga memudahkan dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan pasien/keluarga tersebut.5. Pendekatan KeluargaDokter lebih menekankan keluarga sebagai unit sasaran pelayanan kesehatan daripada perorangan. Pasien umumnya merupakan anggota sebuah keluarga yaitu sebagai suami, isteri atau anak. Pendekatan keluarga mempunyai berbagai keuntungan terutama untuk dukungan yang diperlukan guna mengatasi masalah kesehatan. Misalnya seorang anak akan banyak memerlukan pengertian dan dukungan orang tuanya. Contohnya suami yang menderita hipertensi perlu dukungan isteri dan anaknya. Isteri yang sedang hamil, perlu dukungan suaminya dan banyak lagi contoh lain.Definisi kedokteran keluarga (IKK FK-UI 1996) adalah disiplin ilmu kedokteran yang mempelajari dinamika kehidupan keluarga, pengaruh penyakit terhadap fungsi keluarga, pengaruh fungsi keluarga terhadap timbul dan berkembangnya penyakit, cara pendekatan kesehatan untuk mengembalikan fungsi tubuh sekaligus fungsi keluarga agar dalam keadaan normal. Setiap dokter yang mengabdikan dirinya dalam bidang profesi dokter maupun kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan melalui pendidikan khusus di bidang kedokteran keluarga yang mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek dokter keluarga.Definisi kedokteran keluarga (PB IDI 1983) adalah ilmu kedokteran yang mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran yang orientasinya untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada kesatuan individu, keluarga, masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Pelayanan kesehatan tingkat pertama dikenal sebagaiprimary health care, yang mencangkup tujuh pelayanan (Muhyidin, 1996) :1.Promosi kesehatan2.KIA3.KB4.Gizi5.Kesehatan lingkungan6.Pengendalian penyakit menular7.Pengobatan dasar1,2

Tujuan Pelayanan Dokter KeluargaTujuan pelayanan dokter keluarga mencakup bidang yang amat luas sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam (Azwar, 1995) :

1.Tujuan UmumTujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan tujuan pelayanan kedokteran dan atau pelayanan kesehatan pada umumnya, yakni terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.22.Tujuan KhususSedangkan tujuan khusus pelayanan dokter keluarga dapat dibedakan atas dua macam:a.Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga memang lebih efektif. Ini disebabkan karena dalam menangani suatu masalah kesehatan, perhatian tidak hanya ditujukan pada keluhan yang disampaikan saja, tetapi pada pasien sebagai manusia seutuhnya, dan bahkan sebagai bagian dari anggota keluarga dengan lingkungannya masing-masing. Dengan diperhatikannya berbagai faktor yang seperti ini, maka pengelolaan suatu masalah kesehatan akan dapat dilakukan secara sempurna dan karena itu penyelesaian suatu masalah kesehatan akan dapat pula diharapkan lebih memuaskan.b.Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga juga lebih mengutamakan pelayanan pencegahan penyakit serta diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Dengan diutamakannya pelayanan pencegahan penyakit, maka berarti angka jatuh sakit akan menurun, yang apabila dapat dipertahankan, pada gilirannya akan berperan besar dalam menurunkan biaya kesehatan. Hal yang sama juga ditemukan pada pelayanan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Karena salah satu keuntungan dari pelayanan yang seperti ini ialah dapat dihindarkannya tindakan dan atau pemeriksaan kedokteran yang berulang-ulang, yang besar peranannya dalam mencegah penghamburan dana kesehatan yang jumlahnya telah diketahui selalu bersifat terbatas.2

Manfaat Pelayanan Dokter KeluargaApabila pelayanan dokter keluarga dapat diselenggarakan dengan baik, akan banyak manfaat yang diperoleh. Manfaat yang dimaksud antara lain adalah (Cambridge Research Institute, 1976) 1.Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.2.Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin kesinambungan pelayanan kesehatan.3.Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.4.Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah lainnya.5.Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala keterangan tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan dan ataupun keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang sedang dihadapi.6.Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis.7.Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata cara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya kesehatan.8.Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang memberatkan biaya kesehatan.2,3

Fungsi, Tugas dan Kompetensi Dokter KeluargaDokter keluarga memiliki 5 fungsi yang dimiliki, yaitu (Azrul Azwar, dkk. 2004) :a.Care Provider(Penyelenggara Pelayanan Kesehatan)Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu dan sebagai bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas, lingkungannya, dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, komprehensif, kontinu, dan personal dalam jangka waktu panjang dalam wujud hubungan profesional dokter-pasien yang saling menghargai dan mempercayai.Juga sebagai pelayanan komprehensif yang manusiawi namun tetap dapat dapat diaudit dan dipertangungjawabkanb.Comunicator(Penghubung atau Penyampai Pesan)Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang efektif sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatannya sendiriserta memicu perubahan cara berpikir menuju sehat dan mandiri kepada pasien dan komunitasnyac.Decision Maker(Pembuat Keputusan)Yang melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan teknologi kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan mempertimbangkan harapan pasien, nilai etika,cost effectivenessuntuk kepentingan pasien sepenuhnyadan membuat keputusan klinis yang ilmiah dan empatikd.ManagerYang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di dalam maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan pasien dan komunitasnya berdasarkan data kesehatan yang ada. Menjadi dokter yang cakap memimpin klinik, sehat, sejahtera, dan bijaksanae.Community Leader(Pemimpin Masyarakat)Yang memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya, menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya, memberikan nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan kegaiatan atas nama masyarakatdan menjadi panutan masyarakat2

Selain fungsi, ada pula tugas dokter keluarga, yaitu :a.Mendiagnosis dan memberikan pelayanan aktif saat sehat dan sakitb.Melayani individu dan keluarganyac.Membina dan mengikut sertakan keluarga dalam upaya penanganan penyakitd.Menangani penyakit akut dan kronike.Merujuk ke dokter spesialis

Kewajiban dokter keluarga :a.Menjunjung tinggi profesionalismeb.Menerapkan prinsip kedokteran keluarga dalam praktekc.Bekerja dalam tim kesehatand.Menjadi sumber daya kesehatane.Melakukan riset untuk pengembangan layanan primer

Kompetensi dokter keluarga yang tercantum dalam Standar Kompetensi Dokter Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia tahun 2006 adalah (Danasari, 2008) :a.Keterampilan komunikasi efektifb.Keterampilan klinik dasarc.Keterampilan menerapkan dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi dalam praktek kedokteran keluargad.Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga ataupun masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, berkesinambungan, terkoordinir dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primere.Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasif.Mawas diri dan pengembangan diri atau belajar sepanjang hayatg.Etika moral dan profesionalisme dalam praktek2

Organisasi Pada Dokter KeluargaPada dokter keluarga, memiliki 2 organisasi yang akan dibahas sebagai berikut :a.Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI)PerhimpunanDokter KeluargaIndonesia (PDKI) yang saat ini seluruh anggotanya adalah Dokter Praktik Umum (DPU) yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Jumlah anggota yang telah mendaftar sekitar 3000 orang. Semua anggota PDKI adalah anggota IDI. PDKI merupakan organisasi profesi dokter penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primeryang utama.2,3Ciri dokter layanan primer adalah (Danasari, 2008):1.Menjadi kontak pertama dengan pasien dan memberi pembinaan berkelanjutan(continuing care)2.Membuat diagnosis medis dan penangannnya3.Membuat diagnosis psikologis dan penangannya4.Memberi dukungan personal bagi setiap pasien dengan berbagai latar belakang dan berbagai stadium penyakit5.Mengkomunikasikan informasi tentang pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan prognosis6.Melakukan pencegahan danpengendalian penyakit kronikdan kecacatan melalui penilaian risiko, pendidikan kesehatan, deteksi dini penyakit, terapi preventif, dan perubahan perilaku.Setiap dokter yang menyelenggarakan pelayanan seperti di atas dapat menjadi anggota PDKI. Anggota PDKI adalah semua dokter penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat primer baik yang baru lulus maupun yang telah lama berpraktik sebagai Dokter Praktik Umum.Dokter penyelenggara tingkat primer, yaitu :1.Dokter praktik umum yang praktik pribadi2.Dokter keluarga yang praktik pribadi3.Dokter layanan primer lainnya seperti :a.Dokter praktik umum yang bersamab.Dokter perusahaanc.Dokter bandarad.Dokter pelabuhane.Dokter kampusf.Dokter pesantreng.Dokter hajih.Dokter puskesmasi.Dokter yang bekerja di unit gawat daruratj.Dokter yang bekerja di poliklinik umum RSk.Dokter praktik umum yang bekerja di bagian pelayanan khususSejarah PDKIPDKI pada awalnya merupakan sebuah kelompok studi yang bernama Kelompok Studi Dokter Keluarga (KSDK, 1983), sebuah organisasi dokter seminat di bawah IDI. Anggotanya beragam, terdiri atas dokter praktik umum dan dokter spesialis. Pada tahun 1986, menjadi anggota organisasi dokter keluarga sedunia (WONCA). Pada tahun 1990, setelah Kongres Nasional di Bogor, yang bersamaan dengan Kongres Dokter Keluarga Asia-Pasifik di Bali, namanya diubah menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI), namun tetap sebagai organisasi dokter seminat. Pada tahun 2003, dalam Kongres Nasional di Surabaya, ditasbihkan sebagai perhimpunan profesi, yang anggotanya terdiri atas dokter praktik umum, dengan nama Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI), namun saat itu belum mempunyai kolegium yang berfungsi.

Dalam Kongres Nasional di Makassar 2006 didirikan Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga (KIKK) dan telah dilaporkan ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Masyarakat Kestabilan dan Kendali Indonesia (MKKI).Continuing Professional Development(CPD) yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) adalah :1.Pelatihan Paket A : Pengenalan Konsep Dokter Keluarga2.Pelatihan Paket B : Manajemen Pelayanan Dokter Keluarga3.Pelatihan Paket C : Pengetahuan Medis Dasar dan Keterampilan Teknis Medis4.Pelatihan Paket D : Pengetahuan Mutakhir Kedokteran5.Konversi DPU menjadi DK bagi dokter yang telah praktek 5 tahun atau lebih dan masih punya izin praktek dengan mengisi borang yang telah disediakan sampai tahun 2012, setelah itu bila ingin jadi dokter keluarga harus mengikuti pendidikan formal baik S2 atau spesialis DK6.Pengisian modul DK7.Kerja sama dengan Australia dengan mengisi modulonline

b.Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia ( KIKKI )Dipilih dalam Kongres Nasional VII di Makassar 30 Agustus 2006 2 September 2006, dan telah dilaporkan ke PB IDI Pusat dan MKKI. Kolegium memang harus ada dalam sebuah organisasi profesi. Jadi PDKI harus mempunyai kolegium yang akan memberikan pengakuan kompetensi keprofesian kepada setiap anggotanya. Dalam PDKI lembaga ini yang diangkat oleh kongres dan bertugas sebagai berikut :21.Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua keputusan yang ditetapkan kongres2.Mempunyai kewenangan menetapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sistem pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga3.Mengkoordinasikan kegiatan kolegium kedokteran4.Mewakili PDKI dalam pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga5.Menetapkan program studi pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga beserta kurikulumnya6.Menetapkan kebijakan dan pengendalian uji kompetensi nasional pendidikan profesi kedokteran keluarga7.Menetapkan pengakuan keahlian (sertfikasi dan resertifikasi)8.Menetapkan kebijakan akreditasi pusat pendidikan dan rumah sakit pendidikan untuk pendidikan dokter keluarga9.Mengembangkan sistem informasi pendidikan profesi bidang kedokteran keluargaAngota KIKK terdiri atas anggota PDKI yang dinilai mempunyai tingkat integritas dan kepakaran yang tinggi untuk menilai kompetensi keprofesian anggotanya. Atas anjuran dan himbauan IDI sebaiknya KIKK digabung dengan KDI karena keduanya menerbitan sertifikat kompetensi untuk Dokter Pelayanan Primer (DPP). Setelah melalui diskusi yang berkepanjangan akhirnya bergabung dengan nama Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga (KDDKI) yang untuk sementara melanjutkan tugas masing-masing, unsur KDI memberikan sertifikat kepada dokter yang baru lulus sedangkan unsur KIKK memberikan sertifikat kompetensi (resertifikasi) kepada DPP yang akan mendaftar kembali ke KKI (Qomariah, 2000).2 Perbedaan Dokter Praktek Umum dan Dokter KeluargaTabel ini menjelaskan tentang perbedaan antara dokter praktek umum dengan dokter keluarga (Qomariah, 2000) :2DOKTER PRAKTEK UMUMDOKTER KELUARGA

Cakupan PelayananTerbatasLebih Luas

Sifat PelayananSesuai KeluhanMenyeluruh, Paripurna, bukan sekedar yang dikeluhkan

Cara PelayananKasus per kasus dengan pengamatan sesaatKasus per kasus dengan berkesinambungan sepanjang hayat

Jenis PelayananLebih kuratif hanya untuk penyakit tertentuLebih kearah pencegahan, tanpa mengabaikan pengobatan dan rehabilitasi

Peran keluargaKurang dipertimbangkanLebih diperhatikan dan dilibatkan

Promotif dan pencegahanTidak jadi perhatianJadi perhatian utama

Hubungan dokter-pasienDokter pasienDokter pasien teman sejawat dan konsultan

Awal pelayananSecara individualSecara individual sebagai bagian dari keluarga komunitas dan lingkungan

Lepra

Penyakit kusta (Penyakit Hansen) adalah infeksi granulomatuosa kronik padamanusiayang menyerang jaringan superfisial, terutama kulit dan saraf perifer. Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta yakni kushta berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya sering dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara dalam memberi pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada masyarakat. Peyakit kusta sampai sekarang masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan sendiri. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/ pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya.

EtiologiMycobacterium leprae merupakan agen causal pada lepra. Kuman ini berbentuk batang tahan asam yang termasuk familiaMycobacteriaeceae atas dasar morfologik, biokimia, antigenik, dan kemiripan genetik dengan mikobakterium lainnya. Bentuk bentuk kusta yang dapat dilihat dibawah mikroskop adalah bentuk utuh, bentuk pecah pecah (fragmented), bentuk granular (granulated), bentuk globus dan bentuk clumps. Bentuk utuh, dimana dinding selnya masih utuh, mengambil zat warna merata, dan panjangnya biasanya empat kali lebarnya. Bentuk pecah-pecah, dimana dinding selnya terputus sebagian atau seluruhnya dan pengambilan zat warna tidak merata. Bentuk granular, dimana kelihatan seperti titik titik tersusun seperti garis lurus atau berkelompok. Bentuk globus, dimana beberapa bentuk utuh atau fragment atau granulated mengandung ikatan atau berkelompok- kelompok. Kelompok kecil adalah kelompok yang terdiri dari 40 -60 BTA sedangkan kelompok besar adalah kelompok yang terdiri dari 200 300 BTA. Bentuk clumps, dimana beberapa bentuk granular membentuk pulau pulau tersendiri dan biasanya lebih dari 500 BTA .

Tipe LepraTabel 1. Zona spektrum kusta menurut macam klasifikasiKlasifikasiZona Spektrum Kusta

Ridley dan JoplingTTBTBBBLLL

MadridTuberkuloidBorderlineLepromatosa

WHOPausibasiler (PB)Multibasiler (MB)

PuskesmasPBMB

Multibasiler berarti mengadung banyak kuman yaitu tipe LL, BL dan BB. Sedangkan pausibasiler berarti mengadung sedikit kuman, yakni tip TT, BT dan I. Beberapa perbandingan dari berbagai tipe tersebut dapat di lihat di tabel di bawah iniTabel 2. Gambaran klinis, bakteriologik dan imunologik kusta multibasiler (MB)SifatLepromatosa (LL)Bordeline Lepromatosa (BL)Mid Borderline (BB)

Lesi:- Bentuk- Jumlah

- Distribusi

- Permukaan

- Batas- AnestesiaMakulaInfiltrat difusPapulNodusTidak terhitung, praktis tidak ada kulit sehat

SimetrisHalus berkilatTidak jelasTidak ada sampai tidak jelasMakulaPlakatPapul

Sukar dihitung, masih ada kulit sehat

Hampir simetrisHalus berkilatAgak jelasTak jelasPlakatDome-shaped (kubah)Punched-out

Dapat dihitung, kulit sehat jelas ada

AsimetrisAgak kasar, agak berkilatAgak jelasLebih jelas

BTA- Lesi kulit- Sekret hidungBanyak (ada globus)Banyak (ada globus)BanyakBiasanya negatifAgak banyakNegatif

Tes LeprominNegatifNegatifBiasanya negatif

Tabel 3. Gambaran klinis, bakteriologik dan imunologik kusta pausibasiler (PB)SifatTuberkuloid (TT)Bordeline Tuberculoid (BT)Indeterminate(I)

Lesi- Bentuk

- Jumlah- Distribusi- Permukaan

Batas

- AnestesiaMakula saja, makula dibatasi infiltrat Satu, dapat beberapa

AsimetrisKering bersisikJelas

JelasMakula dibatasi infiltrat: infiltrat saja Beberapa atau satu dengan satelit Masih asimetrisKering bersisikJelas

JelasHanya makula

Satu atau beberapaVariasi Halus, agak berkilat

Dapat jelas atau dapat tidak jelasTak ada sampai tidak jelas

BTA- Lesi kulitHampir selalu negatifNegatif atau hanya 1+Biasanya negatif

Tes leprominPositif kuat (3+)Positif lemahDapat positif lemah atau negative

Pemeriksaana.Anamnesis1). Keluhan yang ada/kapan timbul bercak .2). Apakah ada riwayat kontak .3). Riwayat pengobatan sebelumnya.b.Pemeriksaan kulit / rasa raba.Untuk memeriksa rasa raba dengan memakai ujung kapas yang dilancipkan kemudian disentuhkan secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai, sebaiknya penderita duduk pada waktu pemeriksaan .Terlebih dulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa disentuh bagian tubuh dengan kapas, ia harus menunjuk kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya,menghitung jumlah sentuhan atau dengan menunjukkan jari tangan keatas untuk bagian yang sulit dijangkau, ini dikerjakan dengan mata terbuka bilamana hal ini telah jelas, maka ia diminta menutup matanya.Kelainan-kelainan dikulit diperiksa secara bergantian untuk mengetahui ada tidaknya anestesi . pada telapak tangan dan kaki memakai bolpoin karena pada tempat ini kulit lebih tebal.

c.Pemeriksaan saraf (nervus )Peroneus, dan tibialis posterior, namun pemeriksaan yang sering diutamakan pada saraf ulnaris, peroneus, tibialis posterior, pada umumnya cacat kusta mengikuti kerusakan pada saraf-saraf utama.

Tehnik Pemeriksaan Saraf .a.Saraf Ulnaris.Tangan kanan pemeriksa memegang lengan kanan bawah penderita dengan posisi siku sedikit ditekuk sehingga lengan penderita rileks. Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri pemeriksa mencari sambil meraba saraf ulnaris di dalam sulkus nervi Ulnaris yaitu lekuken diantara tonjolan tulang siku dan tonjolan kecil di bagian medial (epicondilus medialis ). Dengan memberi tekanan ringan pada saraf Ulnaris sambil digulirkan dan menelusuri keatas dengan halus sambil melihat mimik / reaksi penderita adakah tampak kesakitan atau tidak .

b.Saraf Peroneus Communis (Poplitea Lateralis).1).Penderita diminta duduk disuatu tempat (kursi dll ) dengan kaki dalam keadaan rilek.2).Pemeriksa duduk didepan penderita dengan tangan kanan memeriksa kaki kiri penderita dan tangan kiri memeriksa kaki kanan .3).Pemeriksa meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada pertengahan betis bagian luar penderita sambil pelan-pelan meraba keatas sampai menemukan benjolan tulang (caput fibula )setelah menemukan tulang tersebut jari pemeriksa meraba saraf peroneus 1 cm kearah belakang 4).Dengan tekanan yang ringan saraf tersebut digulirkan bergantian kekanan dan kiri sambil melihat mimik / reaksi penderita .c.Saraf Tibialis Posterior .1).Penderita masih duduk dalam posisi rileks .2).Dengan jari telunjuk dan tengah pemeriksa meraba saraf Tibialis Posterior dibagian belakang bawah dari mata kaki sebelah dalam(maleolus medialis)dengan tangan menyilang (tangan kiri memeriksa saraf tibialis kiri dan tangan kanan pemeriksa memeriksa saraf tibialis posteior kanan pasien )3).Dengan tekanan ringan saraf tersebut digulirkan sambil melihat mimik / reaksi dari penderita.3. Pemeriksaan Gangguan Fungsi SarafUntuk mengetahui adanya gangguan pada fungsi saraf yang perlu diperiksa adalah Mata, Tangan, dan Kaki, Pemeriksaan Fungsi Rasa Raba dan Kekuatan Otot. Alat yang diperlukan : ballpoin yang ringan dan kertas serta tempat duduk untuk penderita.

Cara pemeriksaan Fungsi Saraf .Periksa secara berurutan agar tidak ada yang terlewatkan mulai dari kepala sampai kaki .a. MataFungsi Motorik (Saraf Facialis )1).Penderita diminta memejamkan mata.2).Dilihat dari depan / samping apakah mata tertutup dengan sempurna / tidak , apakah ada celah.3).Bagi mata yang menutup tidak rapat, diukur lebar celahnya lalu dicatat, missal lagofthalmus 3 mm, mata kiri atau kanan.Catatan : Untuk fungsi sensorik mata(pemeriksaan kornea, yaitu fungsi saraf Trigeminus) tidak dilakukan dilapangan .

b.Tangan1).Fungsi Sensorik (Saraf Ulnaris dan Medianus )a).Posisi penderita: Tangan yang akan diperiksa diletakkan diatas meja/paha penderita atau tertumpu pada tangan kiri pemeriksa sedemikian rupa, sehingga semua ujung jari tersangga .b).Menjelaskan kepada penderita apa yang akan dilakukan padanya, sambil memperagakan dengan menyentuhkan ujung ballpoin pada lengannya dan satu atau dua titik pada telapak tanganc).Bila penderita merasakan sentuhan tersebut diminta untuk menunjukkan tempat sentuhan tersebut dengan jari tangan yang lain .d).Tes diulangi sampai penderita mengerti dan kooperatif .e).Penderita diminta tutup mata atau menoleh kearah berlawanan dari tangan yang diperiksa.f).Penderita diminta menunjuk tempat yang terasa disentuh .g).Usahakan pemeriksaan titik tersebut acak dan tidak berurutanh).Penyimpangan letak titik yang bisa diterima < 1,5 cm .

2). Fungsi Motorik (Kekuatan Otot)Saraf Ulnaris ,Medianus dan Radialis .a).Saraf Ulnaris (Kekuatan Otot Jari kelingking).(1).Tangan kiri pemeriksa memegang ujung jari 2, 3, dan 4 tangan kanan penderita dengan telapak tangan penderita menghadap keatas dan posisi ektensi (jari kelingking /5 bebas bergerak tidak terhalang oleh tangan pemeriksa .(2).Minta penderita mendekatkan dan menjauhkan kelingking dari jari-jari lainnya,bila penderita dapat melakukannya minta ia menahan kelingkingnya pada posisi jauh dari jari lainnya , dan kemudian ibu jari pemeriksa mendorong pada bagian pangkal kelingking.Penilaian :(a).Bila jari kelingking penderita tidak dapat mendekat atau menjauh berarti dari jari lainnya berarti lumpuh.(b).Bila jari kelingking penderita tidak dapat menahan dorongan pemeriksa berarti lemah .(c).Bila jari kelingking penderita dapat menahan dorongapemeriksa ibu jari bisa maju dan dapat menahan dorongan ibu jari pemeriksa berarti masih kuat.(d).Bila masih ragu , penderita diminta menjepit sehelai kertas yang diletakkan diantara jari manis dan jari kelingking tersebut, lalu pemeriksa menarik kertas tersebut sambil menilai ada tidaknya tahanan / jepitan terhadap kertas tesebut .

Penilaian :(e).Bila kertas terlepas dengan mudah berarti kekuatan otot lemah .(f).Bila ada tahanan terhadap kertas tersebut berarti otot masih kuatb).Saraf Medianus (Kekuatan Otot Ibu Jari )(1).Tangan kanan pemeriksa memegang jari telunjuk sampai kelingking tangan kanan penderita agar telapak tangan penderita menghadap keatas,dan dalam posisi ekstensi .(2).Ibu jari penderita ditegakkan keatas sehingga tegak lurus terhadap telapak tangan penderita (seakan-akan menunjuk kearah hidung) dan penderita diminta untuk mempertahankan posisi tersebut.(3).Jari telunjuk pemeriksa menekan pangkal ibu jari yaitu dari bagian batas antara punggung dengan telapak mendekati telapak tangan .Penilaian :(a).Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti masih kuat .(b).Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti sudah lemah .(c).Bila tidak ada gerakan berarti lumpuh .

c).Saraf Radialis ( Kekuatan otot Pergelangan tangan ).(1).Tangan kiri pemeriksa memegang punggung lengan bawah tangan kanan penderita .(2).Penderita diminta menggerakkan pergelangan tangan yang terkepal keatas (ektensi ).(3).Penderita diminta bertahan pada posisi ektensi ( keatas) lalu dengan tangan kanan pemeriksa menekan tangan penderita kebawah kearah fleksi .Penilaian :(a).Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti masih kuat .(b).Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti lemah .(c).Bila tidak ada gerakan dan tahanan berarti lumpuh ( pergelangan tangan tidak bisa digerakkan keatas).c. Kaki1).Fungsi Rasa Raba (Saraf Tibialis Posterior )a).Kaki kanan penderita diletakan pada paha kiri, usahakan telapak kaki menghadap keatas .b).Tangan kiri pemeriksa menyangga ujung jari kaki penderita .c).Cara pemeriksaan sama seperti pada rasa raba tangan.d).Pada daerah yang menebal sedikit menekan dengan cekungan berdiameter 1 cm.e).Jarak penyimpangan yang bisa diterima maksimal 2,5 cm.

2).Fungsi Motorik: Saraf Peroneus (Saraf Poplitea Lateralis ).a).Dalam keadaan duduk ,penderita diminta mengangkat ujung kaki dengan tumit tetap terletak dilantai / ektensi maksimal (seperti berjalan dengan tumit).b).Penderita diminta bertahan pada posisi ekstensi tersebut lalu pemeriksa dengan kedua tangan menekan punggung kaki penderita kebawah /lantai .Keterangan:c).Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti kuat.d).Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti lemah .e).Bila tidak ada gerakan dan tahanan lumpuh (ujung kaki tidak bisa ditegakkan keatas).

Pemeriksaan Penunjang DiagnosisPemeriksaan BakterioskopikPewarnaan Ziehl NeelsenBahan dari 6 lokasi: lesi kulit (2), cuping telinga (2), kulit distal telunjuk/tengah (2)Bahan biopsi kulit atu sarafIndeks Bakteri (IB) : untuk menentukan klasifikasi penyait lepra dengan melihat kepadatan BTA tanpa melihat kuman hidup (solid) atau mati (fragmented/granular)Indek Bakteri (IB):0BTA (-)

1 - 10/ 100 LP+1

1 - 10/ 10 LP+2

1 10/ 1 LP+3

10 100/ 1 LP+4

100 1000/ 1 LP+5

>1000/ 1 LP+6

Indeks Morfologi : Untuk menentukan persentase BTA hidup atau matiRumus :Jumlah BTA solid x 100 % = x % Jumlah BTA solid + non solidGuna : untuk melihat keberhasilan terapi, melihat resistensi kuman BTA, melihat infeksisitas penyakit.oPemeriksaan histopatologik (untuk membedakan tipe TT & LL)Pada tipe TT : ditemukan tuberkel (giant cell, limfosit)Pada tipe LL : ditemukan sel busa (Virchow cell/sel lepra) Pemeriksaan tes lepromin : digunakan untuk mleihat daya imunitas penderita terhadap penyakit kusta.

oPemeriksaan serologicUji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay)ML dipstick ( Mycobacterium Leprae dipstick)

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit kusta1. Faktor Internal.a.Umur.Umur dimana kejadian penyakit kusta sering terkait dengan umur pada saat diketemukan dari pada timbulnya penyakit, namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan produktif. Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi, angka kejadian (Insidence Rate ) meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10-20 tahun dan kemudian menurun Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur dengan puncakumur 30-50 tahun dan kemudian secara perlahan-lahan menurun.b.Jenis kelamin.Jenis kelamin, kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan, menurut catatan sebagian besar negara didunia kecuali dibeberapa negara di Afrika menunjukkanbahwa laki-laki lebih banyak terserang dari pada wanita. Relatif rendahnya kejadiankusta pada wanita kemungkinan karena faktor lingkungan atau biologi sepertikebanyakan pada penyakit menular lainnya laki-laki lebih banyak terpapar dengan faktor resiko sebagai akibat gaya hidupnya.

c.Daya tahan tubuh seseorang.Daya tahan tubuh seseorang, apabila seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah akan rentan terjangkit bermacam-macam penyakit termasuk kusta, meskipun penularannya lama bila seseorang terpapar kuman penyakit sedangkan imunitasnyamenurun bisa terinfeksi, misalnya: kurang gizi/malnutrisi berat, infeksi, habis sakit lama dan sebagainya.d. Etnik/suku.Etnik/suku, kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan distribusi dapat dilihat karena faktor geografi. Namun jika diamati dalam satu negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena perbedaan etnik. Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma dibandingkan etnik India, situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama, kejadian lepromatosa lebih banyak pada etnik cina dibandingkan etnik Melayu atau India, demikian pula kejadian di Indonesia, etnik Madura dan Bugis lebih banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa dan Melayu.

2. Faktor Ekternal.a.Kepadatan hunianPenularan penyakit kusta bisa melalui droplet infeksi atau melalui udara, dengan penghuni yang padat maka akan mempengaruhi kualitas udara, hingga bila ada anggota keluarga yang menderita kusta maka anggota yang lain akan rentan tertular namun kuman kusta akan inaktif bila terkena cahaya matahari, sinar ultra violet yang dapat merusak dan mematikan kuman kusta. Kepadatan hunian yang ditetapkan oleh Depkes (2000), yaitu rasio luas lantai seluruh ruangan di bagi jumlah penghuni minimal 10 m2/orang. Luas kamar tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur , kecuali anak dibawah umur 5 tahun.

Kondisi rumah didaerah yang padat penghuninya juga sangat berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang , oleh karena itu didalam membuat rumah harus memperhatikan persyaratan sebagai berikut :

1). Bahan bangunan memenuhi syarat :a).Lantai tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan, karena lantai yang lembab merupakan sarang penyakit.b).Dinding tembok adalah baik, namun bila didaerah tropis dan ventilasikurang lebih baik dari papan .c).Atap genting cocok untuk daerah tropis, sedang atap seng atau esbes tidak cocok untuk rumah pedesaan karena disamping mahal juga menimbulkan suhu panas di dalam rumah.

2).Ventilasi cukup, yaitu minimal luas jendela /ventilasi adalah 15 % dari luas Lantai, karena ventilasi mempunyai fungsi menjaga agar udara di ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban (humidity) yang optimum . Kelembaban yang optimal (sehat ) adalah sekitar 40 70 % kelembaban yang lebih dari 70 % akan berpengaruh terhadap kesehatan penghuni rumah. Kelembaban udara didalam ruangan naik terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan . Kelembaban yang tinggi akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri patogen(bakteri penyebab penyakit).

3).Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya Matahari ini dapat diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca,suhu udara yang ideal didalam rumah adalah 1830C.Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat bervariasi, Mycobacterium Leprae tumbuh optimal pada suhu37C.Paparan sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium Leprae.Bacteri ini tahan hidup pada tempat gelap, sehingga perkembangan bacteri lebih banyak dirumah yang gelap.

4).Luas bangunan rumah cukup, yaitu luas lantai bangunan rumah harus cukup sesuai dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan penghuninya akan menyebabkan berjubel ( over crowded ) .Rumah yang terlalu padat penghuninya tidak sehat , sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi O juga bila salah satu anggota keluarganya ada yang sakit infeksi akanmudah menular kepada anggota keluarga yang lain.Kepadatan hunian ditentukan dengan jumlah kamar tidur dibagi dengan jumlah penghuni ( sleeping density) dinyatakan baik bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7; cukup bila kepadatan antara 0,50,7; dan kurang bila kepadatan kurang dari 0,5. Didaerah pantura kabupaten Pekalongan tingkat kepadatan hunian lebih tinggi dibanding bagian selatan sehingga angka prevalensi lebih besar.

b. PerilakuPengertian perilaku menurut skiner ( 1938 ) merupakan respon atau reaksi seseorang tehadap stimulus ( rangsangan dari luar ), dengan demikian perilaku terjadi melalui proses :Stimulus Organisme - Respons, sehingga teori Skiner disebut juga teori _ SO- R _Sedangkan pengertian Perilaku Kesehatan ( health behavior ) menurut Skiner adalah Respon seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit ( kesehatan) seperti lingkungan, makanan dan minuman yang tidak sehat, dan pelayanan kesehatan . Secara garis besar perilaku kesehatan dibagi dua, yakni :

1).Perilaku sehat (healty behavior )Yang mencakup perilaku-perilaku(overt dan covert behavior )dalam mencegah penyakit ( perilaku preventif ) dan perilaku dalam mengupayakan peningkatan kesehatan ( perilaku promotif ), contoh: Makan makanan bergizi, olah raga teratur, mandi pakai sabun mandi, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan, tidak memakai handuk atau pakaian secara bergantian, bila ada kelainan dikulit seperti panu atau bercak kemerahan yang tidak gatal, kurang rasa atau mati rasa segera ke Puskesmas atau petugas kesehatan barang kali itu tanda awal penyakit kusta sehingga lebih mudah disembuhkan dari pada yang sudah terlambat datang, karena kebanyakan pasien datang sudah stadium lanjut sehingga pengobatan lebih sulit dan resiko cacat lebih besar.

2).Perilaku orang yang sakit (health seeking behavior ), perilaku ini mencakup tindakan yang diambil seseorang bila sakit atau terkena masalah untuk memperoleh kesembuhan, misalnya pelayanan kesehatan tradisional seperti : dukun, sinshe, atau paranormal, maupun pelayanan modern atau professional seperti : RS, Puskesmas, Dokter dan sebagainya( Soekidjo Notoatmodjo, 2010 ). Becker ( 1979 ) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, dan membagi menjadi tiga, yakni :1. Perilaku Sehat (healhty behavior)Perilaku atau kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, misalnya :a.Menjaga kebersihan kulit dengan mandi memakai sabun mandi.b. tidak memakai handuk atau pakaian secara bergantian, karena akan menyebabkan bermacam-macam kelainan kulit termasuk kusta.c.Bila ada kelainan dikulit seperti panu atau bercak kemerahan yang tidak gatal, kurang rasa atau mati rasa segera ke Puskesmas atau petugas kesehatan barang kali itu tanda awal penyakit kusta sehingga lebih mudah disembuhkan.d.Makan makanan bergizi, teratur berolahraga serta cukup istirahat.e.Perilaku dan gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan.2. Perilaku Sakit(illness behavior)Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang untuk mencari penyembuhan , misal ke Puskesmas, RS dan sebagainya.3. Perilaku peran orang sakit(the sick role behavior)Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran(roles), yang mencakup hak-haknya(rights), dan kewajiban sebagai seorang sakit(obligation).

Menurut Becker Perilaku peran orang sakit ini antara lain :a.Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.b.Tindakan untuk mengenal dan atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan.c.Melakukan kewajiban sebagai pasien untuk mematuhi nasihat dokter/perawat .d.Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhan ( Soekidjo Notoatmodjo, 2010 )c. Sosial EkonomiMenurut WHO(2005) menyebutkan bahwa sekitar 90 % penderita kusta menyerang kelompok sosial ekonomi lemah atau miskin, sosial ekonomi rendah akan menyebabkan kondisi kepadatan hunian yang tinggi buruknya lingkungan selain itu masalah kurang gizi dan rendahnya kemampuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak juga menjadi problem bagi golongan yang sosial ekonominya rendah. Dengan garis kemiskinan yang pada dasarnya ditentukan untuk memenuhi kebutuhan pangan utama, maka rumah tangga yang tergolong miskin tidak akan mempunyai daya beli yang dapat di gunakan untuk menjamin ketahanan pangan keluarganya. Pada saat ketahanan pangan mengalami ancaman (misal pada saat tingkat pendapatan mendekati suatu titik dimana rumah tangga tidak mampu membeli kebutuhan pangan) maka status gizi dari kelompok rawan pangan akanterganggu.

Epidemiologi Secara GlobalKusta menyebar luas ke seluruh dunia, dengan sebagian besar kasus terdapat di daerah tropis dan subtropis, tetapi dengan adanya perpindaham penduduk maka penyakit ini bisa menyerang di mana saja. Di seluruh dunia, dua hingga tiga juta orang diperkirakan menderita kusta. Distribusi penyakit kusta dunia pada 2003 menunjukkanIndiasebagai negara dengan jumlah penderita terbesar, diikuti olehBrasildanMyanmar. Pada1999, insidensi penyakit kusta di dunia diperkirakan 640.000, pada2000, 738.284 kasus ditemukan. Pada1999, 108 kasus terjadi diAmerika Serikat. Pada 2000, WHO membuat daftar 91 negara yang endemik kusta. 70% kasus dunia terdapat diIndia,Myanmar, danNepal. Pada2002, 763.917 kasus ditemukan di seluruh dunia, dan menurut WHO pada tahun itu, 90% kasus kusta dunia terdapat. 6

Tabel 1:Prevalensi pada awal 2006, dan tren penemuan kasus baru pada 2001-2005, tidak termasuk di Eropa6

DaerahPrevalensi terdaftar(rate/10,000 pop.)Kasus baru yang ditemukan pada tahun

Awal 200620012002200320042005

Afrika40.830 (0.56)39.61248.24847.00646.91842.814

Amerika32.904 (0.39)42.83039.93952.43552.66241.780

Asia Tenggara133.422 (0.81)668.658520.632405.147298.603201.635

Mediterania Timur4.024 (0.09)4.7584.6653.9403.3923.133

Pasifik Barat8.646 (0.05)7.4047.1546.1906.2167.137

Total219.826763.262620.638514.718407.791296.499

b.Epidemiologi Kusta di IndonesiaPenyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-pulau. Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di Skandinavia diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat di Leprosaria secara isolasi ketat. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang.Pada pertengahan tahun 2000 jumlah penderita kusta terdaftardi Indonesia sebanyak20.742 orang. Jumlah penderita kusta terdaftar ini membuat Indonesia menjadi salah satu Negara di dunia yang dapat mencapai eliminasi kusta sesuai target yang ditetapkan oleh WHO yaitu tahun 2000.6

Prevalensi Penderita KustaPada akhir tahun 2000 di seluruh Indonesia terdaftar 17.539 kasus yang mendapat pengobatan MDT. Gambaran ini menurun menjadi 17.137 kasus pada desember 2001, akan tetapi terjadi peningkatanpada tahun 2002 menjadi 19.100 kasus. Dengan sendirinya PR per 10.000 penduduk menurun dari 0,99 menjadi 0,86 dan 0,84 yang kemudian meningkat lagi menjadi 0,92.Pada tahun 2001, PR di tingkat propinsi mempunyai variasi yang sangat lebar DI Yogyakarta (0,09) dan tertinggi di Propinsi Papua (5,99). Sedangkan pada tahun 2002 PR terendah di propinsi DI Yogyakarta (0,0) dan terendah di Maluku utara (6,72). Dari gambaran prevalendi di propinsi, terlihat bahwa kebanyakan propinsi yang belum dapat mencapai eliminasi terletak di Kawasan Indonesia Timur dan daerah yang sering terjadi konflik.6Angka Penemuan PenderitaBaruSelama tahun 2000 ditemukan 14.697 penderita baru. Diantaranya 11.267 tipe MB (76,7%) dan 1.499 penderitaanak (10,1%). Selama tahun 2001 dan 2002 ditemukan 14.061 dan 14.716 kasus baru. Diantara kasus ini 10.768 dan 11.132 penderita tipe MB (76,6% dan 75,5%). Sedangkan jumlah penderita anak sebanyak 1.423 kasus (10,0%) pada tahun 2001 dan 1.305 kasus (8,9%) pada tahun 2002.Angka penemuan penderita baru pada tahun 2000 adalah7,22 per 100.000 penduduk. Sedangkan pada tahun 2001 turun manjadi 6,91 dan naik pada tahun 2002 yaitu 7,05 per 100.000 penduduk. Di tingkat propinsi pada tahun 2001 angka penemuan tertinggi terdapat di Propinsi Papua (49,65) dan terendah di propinsi Lampung (0,50), sedangkan pada tahun 2002 tertinggi dopropinsi papua (39,55) dan terendah di Propinsi Bengkulu (0,250. Cakupan penderitadengan MDT 100%, sedangkan Puskesmas yang melaporkan penderita kusta sebanyak 4900 dengan angka kesembuhan lebih dari 90%Di tingkat propinsi, Jawa Timur paling banyak menemukan penderita baru yaitu 3.785 kasus pada tahun 2001 dan 4.391 pada tahun 2002. Propinsi yang paling sedikit menemukan kasusu baru adalah propinsi adalah Bengkulu, yaitu 8 kasus pada tahun 2001 dan 4 kasus pada tahun 2002. Indonesia memiliki 14 provinsi yang menjadi daerah rawan penyakit kusta. Jawa Timur termasuk di dalamnya.. Jatim menyandang beban sebagai daerah rawan ini bersama Irian Jaya bagian barat, Papua, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, NTT, NTB, Aceh, dan DKI Jakarta.6c.Epidemiologi Kusta Di Sulawesi TenggaraPenderita penyakit kusta pada tahun 2005 di Sulawesi Tenggara sebanyak 267 penderita sedangkan pada tahun 2006 sebanuyak 264 penderita tersebar di semua kabupaten yaitu kabupaten konawe 21, kabupaten muna 26 penderita, kabupaten kolaka sebanyak 41 penderita, kabupaten buton sebanyak 48 penderita, kota kendari sebanyak 32 pendeita, kota Bau-bau sebanyak 45 penderita, kabupaten Konawe Selatan sebanyak 5 penderita, Kab.Bombana sebanyak 19 penderita. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :NoKabupaten/KotaPenderitaJml PendudukPrevalensi/10.000 pnddk

PBMBTotal

1.Konawe12021255.2831

2.Muna22426296.0031

3.Kolaka24041264.1492

4.Buton113748270.1002

5.Kota Kendari23032227.1901

6.Kota Bau-bau44145121.4164

7.Konawe Selatan145226.7340

8.Bombana51419106.1812

9.Kolaka Utara491396.7841

10Wakatobi0141495.5741

Jumlah312332641.959.4141,3

Sumber :seksi Penyakit Menular Langsung (PML) subdin P2 Dink6Cara Penularan LepraPenyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multy basillary (MB) ke orang lain dengan cara penularan langsung(droplet), namun demikian belum diketahui pasti bagaimana cara penularan penyakit kusta. Timbulnya penyakit kusta pada seseorang membutuhkan waktu yang relatif lama, tergantung dari beberapa faktor antara lain : Faktor penyebab Kuman kusta dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia sekitar 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca hanya kuman yang masih utuh atau solid yang dapat menimbulkan penularan, selain itu kuman kusta juga mempunyai waktu pembelahan yang lama yaitu 2-3 minggu; Faktor sumber penularan Penderita kusta tipe MB di anggap sebagai satu-satunya sumber penularan penyakit kusta meskipun kuman kusta dapat hidup di hewan armadillo, simpanse dan telapak kaki tikus putih. Penderita tipe MB ini apabila sudah minum obat sesuai dengan regimen WHO secara teratur tidak menjadi sumber penularan lagi; Faktor daya tahan tubuh Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Seseorang dalam lingkungan tertentu termasuk dalam salah satu dari tiga kelompok berikut, yaitu : 1). Manusia (host) yang mempunyai kekebalan tubuh yang tinggi merupakan kelompok terbesar yang telah atau menjadi resisten terhadap kuman kusta; 2). Manusia (host) yang mempunyai kekebalan tubuh rendah terhadap kuman kusta mungkin akan menderita penyakit kusta yang ringan (PB);3). Manusia (host) yang tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman kusta merupakan kelompok kecil dan mudah menderita kusta yang stabil dan progresif.

Faktor yang berperan dalam penularan Pada usia anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dijangkiti Ras bang sa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti Kesadaran sosial: umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara dengan tingkat sosial ekonomi rendah Lingkungan: fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat

Faktor PenularanPenyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe multi basiler (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Penularan yang pasti belum diketahui, tapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernapasan dan kulit. Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain :a.Faktor sumber penularanAdalah penderita kusta tipe MB. Penderita Multi Basiler ini pun tidak akan menularkan kusta apabila berobat teratur.b.Faktor kuman kustaKuman kusta dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu dan cuaca dan diketahui kuman kusta yang utuh yang dapat menimbulkan penularan.c.Faktor daya tahan tubuhSebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta. Dari hasil penelitian menunjukkan gambar sebagai berikut dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kumanM. lepraemenderita kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu. Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap individu. Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.4

Manifestasi Klinik dan DiagnosisManifestasi klinik biasanya menunjukkan gambaran yang jelas pada stadium yang lanjut dan diagnosis cukup ditegakkan dengan pemeriksaan fisik saja .Penderita kusta adalah seseorang yang menunjukkan gejala klinik kusta dengan atau tanpa peemeriksaan bakteriologik dan memerlukan pengobatan.Untuk mendiagnosa penyakit kusta perlu dicari kelainan-kelainan yang berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan yang tampak pada kulit.Untuk itu dalam menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu mencari tanda-tanda utama atau Cardinal Sign, yaitu :1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa .Kelainan kulit atau lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hypopigmentasi )atau kemerah-merahan (Eritemtous ) yang mati rasa (anestesi ).2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.ganggguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer).gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :

a.Gangguan fungsi saraf sensoris : mati rasa.b.Gangguan fungsi motoris :kelemahan(parese) atau kelumpuhan /paralise).c.Gangguan fungsi saraf otonom: kulit kereing dan retak-retak.3. Adanya kuman tahan asam didalam kerokan jaringan kulit (BTA+), pemeriksaan ini hanya dilakukan pada kasus yang meragukan.5

Klasifikasi kusta Setelah seseorang didiagnosa kusta, maka tahap selanjutnya menentukan type/klasifikasi penyakit kusta yang diderita, penentuan type penyakit kusta pada seseorang penderita disebut klasifikasi penyakit kusta. Dalam klasifikasi menurut WHO (1982) seluruh penderita hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu 5:Tipe Paucibacillary (PB) dan tipe Multibacillary (MB).Pedoman utama untuk menentukan klasifikasi/tipe penyakit kusta menurut WHOadalah sebagai berikut :Tanda UtamaTipe PBTipe MB

Bercak kustaJumlah 1-5Jumlah