40
Studi Islam Merangkai Niat, Menangkap Manfaat Oleh : Bekhta Perkasa Asky Keseluruhan sejarah Islam adalah pergumulan masyarakat Islam mewujudkan nilai-nilai Islam dalam ruang dan waktu tertentu. Catatan pergumulan tersebut lalu disistematisasi dan dilembagakan di balik nama-nama yang dikenal : tentang Tuhan dalam kaitannya dengan manusia dan alam disebut aqidah/filsafat, tentang hukum dan segala bentuk aplikasinya disebut fikih (atau syari’ah) tentang makna Alquran disebut tafsir, sementara cara-cara transmisi Islam dari satu generasi ke generasi lain atau dari satu kelompok masyarakat ke kelompok masyarakat lain disebut tarbiyah. Sebutan lain seperti adab (sejarah dan kebudayaan Islam), sufisme dan dakwah juga menunjuk pada hal yang sama : hasil pencapaian masyarakat Islam dalam menafsirkan dan mentransmisikan Islam (Fuad Jabali) 1 . Pendahuluan Paling tidak, terdapat dua faktor utama membuat Islam, selain dapat bertahan dan berkembang hingga abad ke XXI ini, juga tetap menarik untuk dikaji dan dipelajari. Kedua faktor tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal. Apa yang diuraikan oleh Fuad Jabali di atas, sedikitnya menjelaskan secara sederhana pengertian dari faktor internal, yakni hal- hal yang memang berangkat dari kebutuhan mendasar kaum 1 Fuad Jabali, Islam Klasik dan Kajian Islam di Masa Depan, artikel di www. Ditpertais.net. Juli 2007. 1

Studi Islam.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Studi Islam.doc

Studi IslamMerangkai Niat, Menangkap Manfaat

Oleh : Bekhta Perkasa Asky

Keseluruhan sejarah Islam adalah pergumulan masyarakat Islam mewujudkan nilai-nilai Islam

dalam ruang dan waktu tertentu. Catatan pergumulan tersebut lalu disistematisasi dan

dilembagakan di balik nama-nama yang dikenal : tentang Tuhan dalam kaitannya dengan

manusia dan alam disebut aqidah/filsafat, tentang hukum dan segala bentuk aplikasinya disebut

fikih (atau syari’ah) tentang makna Alquran disebut tafsir, sementara cara-cara transmisi Islam

dari satu generasi ke generasi lain atau dari satu kelompok masyarakat ke kelompok masyarakat

lain disebut tarbiyah. Sebutan lain seperti adab (sejarah dan kebudayaan Islam), sufisme dan

dakwah juga menunjuk pada hal yang sama : hasil pencapaian masyarakat Islam dalam

menafsirkan dan mentransmisikan Islam (Fuad Jabali)1.

Pendahuluan

Paling tidak, terdapat dua faktor utama membuat Islam, selain dapat

bertahan dan berkembang hingga abad ke XXI ini, juga tetap menarik untuk

dikaji dan dipelajari. Kedua faktor tersebut adalah faktor internal dan faktor

eksternal. Apa yang diuraikan oleh Fuad Jabali di atas, sedikitnya menjelaskan

secara sederhana pengertian dari faktor internal, yakni hal-hal yang memang

berangkat dari kebutuhan mendasar kaum muslimin untuk dapat

mengaplikasikan Islam dalam diri dan masyarakat sejarah mereka.

Pada era awal perkembangan Islam, dinamika yang terjadi, berupa

perbedaan - perbedaan mazhab yang timbul kemudian, baik di lapangan aqidah,

maupun fikih, berupa respon terhadap permasalahan–permasalahan baru yang

timbul akibat perluasan wilayah dengan persentuhan dengan situasi yang relatif

berbeda dengan situasi yang ada pada masa kenabian.

Periode sekitar dua abad setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW adalah

periode formatif, demikian dinyatakan oleh Amin Rais dalam kata pengantarnya

untuk buku Islam dan Pembaruan. Dalam periode ini, ajaran-ajaran Islam

1 Fuad Jabali, Islam Klasik dan Kajian Islam di Masa Depan, artikel di www. Ditpertais.net. Juli 2007.

1

Page 2: Studi Islam.doc

mengalami kristalisasi dan bentuk yang komprehensif dan universal. Periode

yang bukan sepi dari konflik dan perjuangan di antara kelompok-kelompok

dalam tubuh kaum Muslimin sendiri; justru pada periode inilah telah muncul

konflik tajam antara berbagai aliran dalam masyarakat Islam pada waktu itu

mengenai masalah-masalah ideologi, politik, sosial, moral dan spiritual.

Ortodoksi Islam yang kemudian melembaga dan mengkristal sekitar dua abad

setelah kepergian Muhammad saw adalah hasil pertarungan bermacam-macam

gagasan dan pemikiran di kalangan umat Islam yang meliputi hampir segala

bidang kehidupan, dari hakekat dosa sampai hakekat negara, dari masalah-

masalah moral sampai masalah-masalah sosial2. Untuk selanjutnya, Amin

mengidentifikasi bahwa masalah pembaharuan pemikiran Islam, justru muncul

setelah periode formatif di atas, terutama sekali setelah Islam sebagai agama dan

sekaligus great tradition berhadapan dengan budaya lokal, berbagai paham non

Islam, dan aneka bentuk pemerintahan yang ada baik di Timur sendiri maupun

di dunia Barat3

Faktor eksternal, lebih merupakan respon timbal balik antara upaya-

upaya distorsi pada citra Islam yang dilakukan Eropa vis a vis dengan upaya-

upaya yang dilakukan kaum muslim sendiri untuk melakukan penjelasan positif

mengenai Islam ataupun usaha menanamkan kebencian yang mendalam pada

Barat. Karen Amstrong (2001 ) menulis :

Kekerasan terhadap Islam dapat dipahami. Sebelum munculnya Uni Soviet di abad kita. tak ada pemerintahan atau ideologi vang menghadapi tantangan terus menerus di Barat seperti halnya Islam. Ketika kerajaan (kekhalifahan) Islam berdiri di abad ke-7 Masehi. Eropa merupakan wilayah yang terbelakang. Islam dengan cepat membanjiri banyak dunia Kristen di Timur Tengah, maupun Gereja Afrika Utara yang besar, yang sangat penting bagi Gereja Roma. Sukses brilian ini dirasa mengancam: apakah Tuhan telah meninggalkan kaum Kristen dan melimpahkan kasihnya pada si kafir ?. Bahkan saat Eropa sembuh dani Abad Kegelapan dan membangun peradabannya sendiri yang agung, ketakutan lama akan kerajaan Muslim yang terus meluas, tetap ada.

Eropa gagal memberi kesan sebaliknya tentang budaya yang dinamis dan berpengaruh ini: proyek Perang Salib di abad ke-12 dan 13 akhirnya gagal, dan kelak, Turki Ottoman membawa Islam ke setiap pintu rumah di Eropa. Ketakutan ini membuat sulit bagi orang Kristen Barat untuk bersikap obyektif atau rasional terhadap keimanan Muslim. Pada saat yang sama, ketika mereka 2 John J. Donohue, John L. Esposito., peny., Islam dan Pembaharuan (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h. v-vi3 Ibid., h.v

2

Page 3: Studi Islam.doc

merajut fantasi-fantasi mengerikan tentang Yahudi, mereka juga secara perlahan-lahan melakukan distorsi pada citra Islam, yang mencerminkan kekhawatiran mereka sendiri yang terpendam. Kaum terpelajar Barat menyatakan Islam sebagai kepercayaan yang hina dan Nabi Muhammad sebagai Penipu Ulung (Great Pretender), yang membangun agama yang penuh dengan kekerasan dan pedang untuk menjajah dunia. " Mahomet " menjadi lumpur bagi orang-orang Eropa, digunakan oleh para ibu untuk menakut-nakuti anak-anak mereka yang tidak patuh dalam drama-drama Mummers dia ditampilkan sebagai musuh peradaban Barat, yang memerangi tokoh kita yang gagah berani, St. George.4

Walaupun terjadi konflik dialektika peradaban seperti yang disebutkan di

atas, baik Islam dan Barat, pada akhirnya. memunculkan figur-figur yang kontra

produktif untuk kepentingan masing-masing kelompok. Artinya, walaupun

terdapat banyak serangan yang dilakukan Barat terhadap Islam, tidak sedikit pula

timbul pembelaan yang dilakukan oleh sarjana Barat sendiri. Demikian

sebaliknya, juga tidak sedikit bermunculan tokoh-tokoh Muslim yang serta merta

menjadi pengasung kepentingan Barat5

Dalam kerangka inilah, studi Islam yang dilakukan oleh sarjana-sarja

Muslim, kiranya dapat dilakukan dengan satu titik tolak kesadaran, yakni

memberi pemahaman yang dapat membantu masyarakat baik di Timur maupun di

Barat untuk dapat merenungkan lebih mendalam tentang agama dan

keberagamaan dalam rangka menjadikan hidup dan kehidupan menjadi lebih

bermakna.

Selain memberikan tawaran studi analitif. makalah ini. lebih banyak

bersifat deskriptif, berupa penjelasan beberapa poin dasar dalam kerangka sebuah

studi Islam. Pokok-pokok yang dibahas adalah Pengertian Dasar Islam, Muslim,

Islamis. Islam dalam tataran sumber (source), Islam dalam tataran Pemikiran,

Islam sebagai Pengamalan ( budaya/peradaban). Selain itu, makalah ini mencoba

menyajikan penjelasan tentang Studi Normatif dan Non Normatif, Metode,

Metodologi, Paradigma dan Pendekatan dalam Kajian Ilmiah. Termasuk juga

4 Karen Amstrong, Muhammad Sang Nabi : Sebuah Biografi Kritis ; terjemahan Sirikit Syah, (Surabaya : Risalah Gusti, 2002), h. ix, x5 Lihat Paham Liberal : Menjual Islam Demi Dolar, dalam wawancara dengan Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, M.A, di www. Jaringan Anti Islam Liberal. Juli 2007.

3

Page 4: Studi Islam.doc

penjelasan tentang Makna dan Ruang Lingkup Studi Islam serta Signifikansi Mata

Kuliah Pendekatan Dalam Pengkajian Islam dalam Studi Islam.

Sebagai dasar yang menjadi fondasi dan membantu dalam memahami

Islam, berikut studi studinya yang ada, kiranya kita dapat memposisikan niat kita

dari awal untuk mempelajari Islam sekaligus kita dapat memetik manfaat darinya.

Semoga !

Islam : Sebuah Pengertian

Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.(QS 31:22)

Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan sukarela maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (QS 3:83)

Al-Ghazali (1989), dalam menguraikan pengertian dasar tentang Islam

rnengatakan bahwa Islam berarti tunduk dan patuh kepada Allah SWT dan

berserah diri serta menyerahkan segala urusan kepada-Nya, yakni menegakkan

hubungan antara manusia dengan Tuhan.-Nya atas dasar prinsip "taat dan

patuh”. Dan di saat manusia telah menyatakan tunduk kepada Allah,

menghonnati ajaran dan perintah-Nya dan mutlak mematuhi pengarahanNya,

maka pada saat itu berarti ia menyelaraskan hidupnya dengan semesta alam yang

bersujud kepada Tuhannya dan menggemakan keagungan serta kemulian-Nya. 6

Pandangan yang tidak jauh berbeda, juga disampaikan oleh Khurshid

Ahmad (1988). Dalam tulisannya bertajuk Islam: Basic Principles and

Characteristis di buku yang disuntingnya, Islam, Its Meaning and Message, ia

menyebutkan :

Islam is an Arabic word and denotes submission,.surrender and

obedience. As it religion, lslam stands ,for complete submission and obedience to

Allah- that is why it is called Islam. The other literal meaning of the word Islam is 6 Muhammad al Ghazali, Al-Ghazali Menjawab : 40 Soal Islam Abad 20, terjemahan Muhammad Tohir dan Abu Laila (Bandung : Mizan, 1989), h.13.

4

Page 5: Studi Islam.doc

‘peace ' and this signifies that one can achieve real peace of body and mind only

through submission and obedience to Allah. Such a life of obediance brings

peace of -the heart and establishes real peace in society it large7

Untuk memperjelas, pengertian tentang Islam, Khurshid mengutip

definisi Islam dari Hans Wehr dalam A Dictionary Modern Written Arabic dan

dari Imam Raghib dalam al- Mufradat-fi Gharib Alquran.

Definisi Islam seperti yang terdapat di dalam A Dictionary qf Modern

Written Arabic :

The word Islam is from the root SLM (pronounced silm) which means (a) to

surrender, to submit, to yield, to give ones self over, thus aslama amrahu ila

Allah, means 'he committed himself to the will of God'. Aslama alone would be

"he committed himself to the will o f God “, or 'he became a muslim '. The other

major shade of meaning in the root is (b) `to become reconciled with one

another'. `to make peace'. Salm means peace. So does silm, which also

means'the religion of Islam'.

Sedangkan definisi yang terdapat di dalam al-Mufrada ,fi Gharib

Alquran :

Islam in law is of two kinds; one is a simple confession with the tongue...

the olher that along with confession, there is belief in the heart and a fulfillment

in practice, and resignation to God in whatever He brings to pass or decree.

Islam means entering into salm and salm and silm both .signify peace8

Walaupun Muhammad adalah pengemban terakhir dari risalah Ilahi ini

dan sosok yang paling berpengaruh bagi komunitas Muslimin di dunia hingga

saat ini, namun ada beberapa argumentasi yang sangat mendasar tentang

penamaan agama ini dengan Islam dan bukan dengan Muhammadanisme.

Diantaranya, Islam diyakini oleh penganutnya sebagai nama semua Risalah Ilahi

yang memberikan tuntunan kepada umat mamisia sejak awal penciptaannya

7 Khursid Ahmad (ed), Islam : Its Meaning and Message, (London : The Islamic Foundation, 1988), h. 28.8 Ibid

5

Page 6: Studi Islam.doc

hingga zaman kita sekarang ini9. A1quran memberikan informasi ini dalam

beberapa ayatnya. Diantaranya : (4 :165), (21:25), (16:36), (5:67), (6:90), (130-

131), (4:165).

Memang, kebenaran Islam mencapai kesempurnaanya dan memperoleh

bentuk yang terakhirnya pada Risalah kenabian Muhammad saw. Namun nama "

Islam" digunakan oleh Alquran untuk menyebut semua Risalah Ilahi yang

dibawa oleh para Nabi dan Rasul tanpa pengecualian. Israel-yaitu gelar

kehormatan nabi Ya qub a.s- adalah seorang nabi yang mendakwahkan Islam

kepada umatnya. Hingga akhir hidupnya beliau tetap berpegang pada agama

Islam, bahkan mewasiatkannya kepada putra-putranya10 :

Adakah kalian hadir ketika Ya qub menjelang ajalnya, yaitu ketika ia bertanya kepada anak-anaknya: “Apakah yang hendak kalian sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab:”Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan para sesepuhmu Ibrahim, Ismail dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan kami berserah diri ( muslimun ) kepada-Nya” ( QS. 2: 133)

Dengan demikian, sangatlah tidak logis, bila Islam hanya dimaknai pada

Risalah yang mencapai bentuk terakhirnya pada kenabian Muhammad saw.

Terhadap permasalahan terdapatnya impikasi yang keliru bila agama ini

disinonimkan dengan Mohammedanism , dinyatakan oleh Caesar E Farah (1970)

Indeed, in the eves of Christian Islam wa.s synonymous with

"Mohammedanis, " with it.s false implication of being a system of beliefe founded

upon the worship of the person "Mohammed" (Muhammad)11.

Pandangan yang hampir senada juga disampaikan oleh Hammudah

Abdalati. Dalam argumentasinya, la menulis :

Some outsiders call our religion "Mohammedanism" and address the

believers in Islam as "Mohammedans". The Moslem both reject and protes the use

of'these words. If our, faith is classifield as Mohammedanism and if we are called

Mohammedans, there will be seriously wrong implications. This misnomer implies 9 Muhammad AL Ghazali, Al Ghazali Menjawab …….h. 1410 Ibid., h.1411 Caesar e Farah, Islam : Concise, comprehensive analysys of Islam as a religion as well as a system and ideology, (New York : Barrons Educational Series, Inc., 1970)., h.3

6

Page 7: Studi Islam.doc

that the religion takes its name after a mortal being, namely Muhammad and that

Islam is no more than another "ism " just like Judaism, Hinduism, Marxism, etc.

Another wrong of this misnomer is that outsider might think of the Muslim, whom

they call Mohammedans, as worshippers of Mohammad or as believers in him in

the same way as Christians, for example, believe in .Jesus. ,A further wrong

implication is that the word Mohammedanism may be mislead the outsiders and

make him think that the religion was founded by Muhammad and therefore takes

its name after the_founder. All these implication are seriously wrong of , at best

misleading. Islam is not just another " ism " nor do Muslims worship Muhammad

or look upon him the same way as Christians, Jews, Hindus, Marxists, etc., look

upon their respective leader. The muslims worship God alone. Muhammad was

only a mortal being commissioned by god to teach the word of God and lead an

exemplary life. He stands, in history as the best model for man in piety and

perfection. He is a living proof of what man can be and of what he can

accomplish in the realm of excellence and virtue, more over, the Muslims do not

believe that Islam was founded by Muhammad, although it was restored by him in

the last stage of religious evolution. The original founder of Lslam is no other

than God Him self, and the date of founding of Islam goes back to the age of

Adam. Islam has existed in one form or another all along from the beginning and

will continue to exist till the end of time12

Muslim : Citra yang Sulit Dipahami

Bila kita dapat memahami pengertian dasar dari Islam seperti pengertian

di atas, tentunya kita tidak akan sulit menarik benang merah tentang pemahaman

ciri dan watak penganut agama Islam, baik yang disebut muslim, muslimah

ataupun muslimun. Sejatinya, dengan definisi Islam yang telah diuraikan di atas,

maka, definisi umum `muslim' adalah, penganut Islam yang tunduk, patuh dan

berserah diri kepada sang Pencipta, memiliki karakter yang kuat untuk menjadi

profil pemimpin, dan pembina alam semesta ini sebagaimana diharapkan sang

Pencipta sebelum memulai kreasi penciptaan manusia. Informasi dari QS. 2:30,

terekam harapan tersebut.

12 Hammudah Abdalati, Islam in Focus, h.7-8

7

Page 8: Studi Islam.doc

Namun, dalam kenyataannya, sejarah Islam dan muslim sendiri tidak

sebetulmya dipenuhi oleh karakter-karakter muslim sebagaimana didefinisikan.

Sejalan dengan sejarah Islam, citra muslim pun ikut pula terbentuk. Untuk citra

yang sesuai dengan gambaran ideal seorang muslim, tentunya kita tidak lagi

meletakkannya sebagai sebuah permasalahan, namun untuk citra yang tidak

sesuai dengan ideal yang diharapkan, hal ini tentunya menarik untuk

diperbincangkan.

Akbar S Ahmed, sempat merasakan keresahannya terhadap citra muslim

yang negatif. la merasakan bahwa citra muslim yang tampak di mata dunia

adalah kekejaman, fanatisme, kebencian dan kekacauan. la masih mencatat

beberapa penggalan peristiwa yang selalu dihubungkan dengan citra muslim

seperti tindak pembunuhan yang dilakukan oleh orang Libya terhadap polisi

wanita di London, pembajakan terhadap penumpang pesawat oleh orang

Palestina, perampasan kantor kedutaan besar oleh orang Iran dan peledakan

candi Borobudur oleh orang Indonesia”13

Bila kita sambung dengan kondisi yang lebih kini, pemboman gedung

WTC di NewYork, kasus Bom Bali di Indonesia, maka citra itu makin

diperburuk dengan citra Muslim sebagai pelaku teror ataupun teroris. Di sisi

lain, dalam skala lokal, kita mungkin sempat merekam beberapa kenyataan

bahwa kita terkadang bertemu dengan beberapa orang yang menurut pandangan

umum orang tersebut memiliki kapasitas memadai tentang pengetahuan agama,

namun, dalam kenyataanya, orang tersebut melakukan tindakan-tindakan

melampaui batas-batas kepautan agama, moral seperti menyakiti ataupun

mengecewakan orang lain dsb. tlngkapan perasaan seperti ini pernah dicurah-

perhatiankan oleh Jalaluddin Rakhmat (2004), dalam pengantarnya untuk

Psikologi Agama, Sebuah Pengantar, ia menulis :

Mungkin pada saat seperti itulah, perhatianku pada psikologi agama mulai tumbuh. Saya sudah dan sekarangpun masih bergulat dalam memahatni

13 Akbar S Ahmed, Citra Muslim : Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, terjemahan Nunding Ram dan Ramli Yakub (Jakarta : Erlangga, 1992)., h.1

8

Page 9: Studi Islam.doc

agama saya. Kini, saya tertarik justru untuk memahami bagaimana saya dan orang lain menjalankan agama. Saya ingin bertanya kepada kawan-kawanku. Mengapa kau yang tampak saleh tiba-tiba menusukku dari belakang? Mengapa kau mengalihkan perhatianmu dari zikir ke zakar (maaf)? Mengapa kau yang cerdas memasuki aliran-aliran agama yang melumpuhkan akalmu? Mengapa kau yang rajin berpuasa Senin-Kamis bisa merampas hak rakyat tanpa perasaan bersalah? Mengapa kau, kau terlalu egois?14

Untuk memahami hal ini, kita bisa mengambil penjelasan yang

cenderung mengatakan bahwa citra yang terlanjur ada terhadap muslim, tidak

lain hanyalah buah dan upaya terus menerus yang dilakukan oleh kelompok-

kelompok yang tidak senang terhadap Islam dan kemajuannya. Ali Syariati

( 1995) menuliskan kecenderungan tersebut :

Seolah ada kekuatan yang berupa fasilitas-fasilitas fisik dan penasehat-penasehat cerdik yang secara terang-terangan maupun diam-diam telah menyewa sekelompok orang-orang yang paling terpelajar dan inteligen - kelompok yang terdiri dari filosof-filosof sejarah, ahli-ahli pengetahuan sosial, sosiolog-sosiolog, psikolog-psikolog, ahli-ahli politik, ahli-ahli ilmu pengetahuan humanistic, teolog-theolog, olientalis-orientalis, ahliahli di dalam studi Islam, penafsir-penafsir Alquran, dan orang-orang yang mengenal literatur Islam, hubungan-hubungan sosial kaum Muslimin, kelemahan dan kekuatan kaum Muslimin, kepentingan-kepentingan kaum Muslimin, tingkah laku sosial-ekonomi kaum Muslimin, peranan dari tokoh-tokoh Muslim yang tertentu - untuk merombak doktrin Islam melalui riset Ilmiah yang seksama terhadap Islam dan kaum Muslimin15

Sebagaimana Ali Syariati meyakini bahwa solusi dari permasalahan di

atas adalah penanaman kembali motivasi nasion Muslim dengan pokok-pokok

terpenting dari pemahaman Islam; tauhid, jihad dan haji, Amin Rais ( 1991) pun

meyakini pokok-pokok tersebut. la menengarai bahwa kemerosotan,

keterbelakangan maupun kejumudan lainnya yang menimpa Muslim berakar

pada kemerosotan tauhid16. '' Untuk itu diperlukan upaya restorasi dan

rekonstruksi manusia Muslim, baik secara individual maupun kolektif.

Komitmen manusia tauhid, harus sejalan dengan kehendak ( visi ) Allah.

Dengan visi seperti ini, diharapkan manusia tauhid terinspirasi tmtuk melakukan

serangkaian tindakan dengan penuh semangat totalitas, jihad untuk mewujudkan

14 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama : Sebuah Pengantar, (Bandung : Mizan, 2004)., h. xv15 Ali Syariati, Haji terjemahan Anas Mahyuddin (Bandung : Pustaka, 1995)., h.x, xi16 Amin Rais, Cakrawala Islam : Antara Cita dan Fakta (Bandung : Mizan, 1991)., h.15

9

Page 10: Studi Islam.doc

kalimatullah hiya al ulya, yaitu terselenggaranya nilai-nilai yang diridhoi Allah

SWT17.

Islamis : Sebuah Indikasi

Sebenarnya agak sulit, untuk memahami sepotong kata yang berdiri

sendiri “islamis”. Dengan menggunakan pendekatan ` analogy', beberapa kata

yang berakhiran `s' atau `is' seperti saintis, reformis, humanis, jurnalis,

pemakaian akhiran tersebut bisa menunjukkan pelaku atau tokoh dari kata yang

melekat padanya.ataupun penyifatan. Saintis, adalah orang yang melakukan

kegiatan-kegiatan sain, reformis adalah pelaku reformasi. Namun ketika kita

memahami kata islamis, tentunya, tidak agak sulit kita memahaminya sebagai

orang atau pelaku Islam.

Ada dua kata alternatif yang mendekati kata `islamis'. Pertama adalah

'Islam’ yang keduanya, kemungkinan adalah `islamisasi'. Kata `Islam' berarti

kata penyifatan Islam dan memberi sifat kepada kata yang mendahuluinya. .

Nuansa islami menggambarkan nuansa yang bersifat Islam. Sedang islamisasi

bisa dipahami sebagai upaya-upaya mengislamkan, memberi nilai Islam atau

memberi sentuhan Islam. Dalam dunia pengkajian Islam, terdapat ungkapan,

"Islamisasi Pengetahuan" yang pernah dipopulerkan oleh Ismail Al-Faruqi yang

sering disalahpahami dan dipolitisasi banyak orang18

Bila kita mencoba melacak maksud kata `islamis' dengan

menganggapnya sebagai maksud dari kata dasar `islamic', kita akan tertolong

dengan sedikit gambaran pengantar Mohammed Arkoun, dalam tulisannya

Islamic Studies:Methodologies, dalam kompilasi tulisan yang dikumpul oleh

Nur A Fadil Lubis, Introductury Reading Islamic Studies ( 2000). Arkoun

menulis :

The literature speaks of lslamic banks, Islamic economics, Islamic

political order, Islamic democracy, Islamic human rights, and so on. A cursory 17 Ibid., h.1718 Lihat Pengantar Penerjemah , Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Islam Syed M.Naquid Al-Attas, terjemahan Hamid Fahmi, M. Arifin Ismail, dan Iskandar Amel (Bandung : Mizan, 2003)., h.15

10

Page 11: Studi Islam.doc

glance at catalog of published works in the past three decades reveal countless

titles containing the word `Islam ' and its corresponding adjective 'Islamic

'indicating the subject matter of what has become part of ''Islamic studies' in

academia19.

Dalam pengertian ini, kita bisa memahami bahwa kata `islamis' tidak bisa

dipahami secara tunggal. Dia harus melekat pada kata lain dan bersifat

memberikan indikasi bahwa hal tersebut telah menjadi bagian dalam Studi

Akademis Islam.

Selain mulai terbiasa dengan ungkapan Islamic Studies, - di lingkungan

kita - , kitapun sudah mulai terbiasa dengan ungkapan-ungkapan Islamic Center,

Islamic School dsb.

Islam : Sebuah Sumber

Dalam kuliah perdananya di kampus Program Pasca Sarjana IAIN SU,

tepatnya , di hadapan Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Pemikiran Islam

dan Islam dan Modemitas, Senin 3 Setember 2007, Dr. Nawir Yuslem

menggambarkan secara sederhana bahwa Islam sebagai sumber, identik dengan

Alquran dan Hadis ( baca; Sunnah). Kebenaran pada kedua komponen utama

Islam ini, total dan utuh. Dr. Nawir rnenyatakannya dengan angka 100 %. Bukan

hanya Nawir, tetapi, di kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber

ajaran Islam yang utama adalah Alquran dan Sunnah, sedangan penalaran atau

akal pikiran sebagai alat untuk memahami Alquran dan Sunnah. Ketentuan ini

sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai wahyu yang berasal dari Allah

SWT yang penjabarannya dilakukan oleh Nabi Muhammad saw20.

Alquran yang kini dipedomani oleh muslim di seluruh dunia adalah

Alquran, Mushaf Usmani. Proses pengumpulan resminya, dilaksanakan pada

masa khalifah Utsman ibnu Affan yang menunjuk sebuah panitia yang terdiri

19 Nur Ahmad Fadil Lubis, Introductory Reading Islamic Studies, (Medan, : IAIN Press, 200)., h. 3320 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (PT. Raja Grafindo Persada, 2002)., h.66

11

Page 12: Studi Islam.doc

dari Zaid ibnu Tsabit sebagai ketua, Abdullah ibn Jubair, Sa'id bin `Ash dan

Abdu Al-Rahman ibnu Harits ibnu Hisyam sebagai anggota21.

Umumnya para sahabat tidak menemukan banyak kendala dalam

kodifikasi Aquran karena tugas panitia kodifikasi hanya sebatas pada

pengumpulan naskah Aquran. Naskah yang sudah ada di tangan para sahabat

kemudian dicocokkan dengan hapalan para sahabat lainnya yang secara

mutawatir (diketahui orang banyak, terkenal dan umum) mereka terima dari nabi

Muhammad saw. Dan secara ilmiah dapat dipastikan sebagai ayat Quran22.

Kebenaran Alquran ini bukannya tak sepi dari kritik dan upaya untuk

menimbulkan keraguan terhadap kebenarannya. Prof. Dr. M.M. al A'zami,

seorang cendekiawan kelahiran India, dalam bukunya The History qf The

Qur'arnic Text - From Revelation to Compilation - edisi down load-, paling

tidak mencatat beberapa nama orientalis yang selalu melahirkan pemikiran yang

menggugat kebenaran Quran. Diantara yang disebutnya berikut tulisan mereka,

adalah: A. Mingana and A. Smith (ed.), Leaves from Three Ancient Qurans,

Possibly Pre-`Othmanic with a List of their Variants, Cambridge, 1914; G.

Bergtrasser, "Plan eines Apparatus Criticus zum Koran", Sitrungsberichte

Bayer. Akad., Munchen, 1930, Heft 7; O. Pretzl, "Die Forthfuhrung de

Apparatus Criticus zum Koran", Sitzungsberichte Bayer. Akad., Miinchen,

1934, Heft 5; dan A. Jeffery, The Qur'an as Scripture, R.F. Moore Company,

Inc., New York, 1952. Menurutnya, Jeffery barangkali yang paling banyak

menguras tenaga dalam masalah ini.

Penjelasan tentang mereka juga pernah dilakukan oleh Adnin Armas.

Dalam tulisannya di harian Republika 29 November 2004, bertajuk Pengaruh

Metodologi Bibel Terhadap Studi Al-Quran, selain beberapa nama yang ada

disebut al A'zami, Adninpun menyebut dua nama sarjana muslim yang

mengkritisi kebenaran Alquran, yakmi Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid

21 Kerajaan Saudi Arabia, Al Quran dan Terjemahnya, (Medinah : Mujamma’al Malik Fahdli Thiba’al Mushhaf Asy Syarif, 2002)., h. 2222Taufik Abdullah et all, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam:Pemikiran dan Peradaban, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, tt)., h.59.

12

Page 13: Studi Islam.doc

dengan arus utama pemikiran mereka bahwa Alquran adalah teks linguistik -

historis-manusiawi. Ia adalah hasil budaya Arab23 .

Kebenaran-kebenaran Quran terus menjadi studi yang semakin menarik

perhatian sarjana baik Muslim maupun non muslim seperti Maurice Bucaille,

Marcel A Boisard, Roger Garaudy dll. Dari kalangan Islam, kita mengingat

Dr,Rashad Khalifa, ahli biokimia dan matematika yang menemukan keunikan

angka 19 di dalam Quran, Dr. Mansour Hassab el Naby, All F'isika dari Mesir

yang menemukan penjelasan tentang kecepatan cahaya yang lebih dahulu - 14

abad yang lalu- pernah disampaikan Quran daripada apa disepakati oleh US

National Bureu of Standards, The British National Physical Laboratory dan

Konferensi ke-17 tentang Penetapan Ukuran dan Berat Standar24

Sebagai pengejawantahan Alquran, Hadis/Sunnah diyakini sebagai

sumber ajaran kedua Islam setelah Alquran. Alquran memberikan arahan

tersebut, diantaranya (4:59, 59:7).

Lain halnya dengan kodifikasi hadis yang banyak diriwayatkan secara

ahad ( diriwayatkan secara terbatas, seorang, dua atau tiga orang). Hadis

ternyata lebih banyak terpelihara dalam ingatan daripada dalam catatan yang

dimiliki oeh para sahabat. Catatan yang ada, khusus dari mereka yang pada masa

nabi Muhammad saw sempat dan diizinkan mencatat hadis, tergolong sangat

sedikit. Selanjutnya, hadis yang ada dalam ingatan dan catatan mereka pun

tersebar luas ke berbagai daerah Islam yang dikunjungi para sahabat Nabi

Muhammad saw baik untuk keperluan jihad, dakwah, maupun dagang. 25

Islam : Sebuah Pemikiran

Tradisi berfikir dan keilmuan merupakan hal yang sangat dihargai di

dalam Islam. Perintah membaca sebagai sebuah keterampilan operasional dari

23 Adnin Armas, Pengaruh Metodologi Bibel Terhadap Studi Alquran, Republik Online, 30 September 200424 www. Islamicity.org/science/96075/A.HTM25 Taufik Abdullah et all….h.59

13

Page 14: Studi Islam.doc

aktivitas keilmuan merupakan ayat pelantikan kenabian seorang Muhammad

saw26.

Salah satu hal yang menarik di dalam Islam, tradisi berfikir sangat

dibolehkan bahkan dianjurkan oleh agama ini. Ungkapan-ungkapan seperti

“mengapa mereka tidak memikirkannya”, `mengapa mereka tidak

merenungkannya', dsb.„ banyak ditemukan di dalam Quran. Hal itu menjadi

sesuatu yang sangat bertolak belakang dengan tradisi agama samawi lain seperti

Kristen sebelum abad pencerahan (renassance ). Adnin Armas (2003) dengan

mengutip pandangan Maurice Bucaille, menulis :

Hal ini dapat ditelusuri mulai abad pertengahan (middle age) Barat ketika peradaban mereka ditandai dengan adanya dominasi gereja yang menghambat kemajuan penelitian ilmiah. Penyebabnya adalah Bibel mengandung hal-hal yang kontradiktif dengan akal. Tevolusi ilmiah (scientific revolution) yang dirintis Copernicus dengan teori heliosentrisnya dianggap bertentangan dengan ajaran Bible. Dalam Bible disebutkan bahwa matahari dan bulan diciptakan setelah bumi. Fakta ini bertentangan dengan ide-ide mendasar tentang sistem solar27.

Perkembangan pemikiran Islam, berjalan sesuai dengan perkembangan

dinamika kehidupan muslim dalam menjalani kehidupan mereka Pertanyaanya

adalah ; apa yang difikirkan tentang Islam dan mengapa muslim berfikir.

Bila dilihat dari sejarah pekembangan Islam, pemikiran Islam tidak

terlalu banyak terdapat pada masa nabi Muhammad saw masih hidup. Persoalan-

persoalan teologi, fiqh dsb., masih dapat dikonsultasikan langsung kepada nabi

dan nabi dapat segera memberikan responnya. Permalahan mulai timbul justru

setelah nabi wafat dan Islam mulai berkembang dan meluas wilayah

geografisnya. Dari dalam kaum muslimin sendiri sudah mulai timbul perbedaan

penafsiran tentang pengertian-pengertian dasar sumber ajaran Islam orisinil

seperti iman, keesaan tuhan, islam. kafir, dosa dsb. Dan dari sisi lain, perluasan

wilayah dan persentuhan dengan kebudayaan lain, membuat muslim saat ini

sudah mulai mengenal pemikiran dan argumen yang dapat mereka gunakan

26 QS 96:127 Adnin Armas, Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal : Dialog Interaktif dengan Aktivis Jaringan Islam Liberal, (JAkarta : Gema Insani Press, 2003)., h 3

14

Page 15: Studi Islam.doc

untuk keperluan saat itu. Menurut Harun Nsution (1994), Pada saat falsafat dan

ilmu pengetahan Yunani berkembang di Timur Tengah sebagai hasil yang

dibawa oleh Alexander Yang Agung pada abad IV SM., Islam yang sudah mulai

menguasai daerah-daerah yang dikuasai Bizantium maupun Persia, harus

berhadapan dengan kelompok non Islam yang tidak senang dengan kekuasaan

Islam. Kelompok ini menyerang agama Islam dengan argumen-argumen

berdasarkan filsafat yang Yunani yang mereka pahami. Oleh karena itu, dari

golongan Islam timbul satu golongan yang melihat bahwa serangan itu tidak

dapat ditangkis kecuali dengan memakai argumenargumen filosofis juga. Untuk

itu mereka belajar filsafat dan ilmu pengetahun Yunani. Kedudukan akal yang

tinggi dalam pemikiran Yunani mereka jumpai sejalan dengan kedudukan akal

di dalam Quran dan Sunnah. Dengan demikian timbullah di panggung sejaran

pemikiran Islam teologi rasional yang dipelopori kaum Mu'tazilah 28.

Dinamika pemikiran Islam berikut metodologinya yang terus

berkembaug akhirnya melahirkan beberapa cabang-cabang ilmu seperti Ulumul

Al-Quran dengan cabang cabangnya seperti tafsir, qiraah, tajwid, nahu, sorf

dsb., Ulumul Hadits dengan cabangcabangnya seperti musthalahu al-hadits,

Jami'u al-hadis, riwayah dan dirayah, jarh wa al ta'dil dsb. Di bidang pemikiran

dan filsaat, timbullah ilmu dan golongan seperti Mu'tazilah, Jabariyah.

Qodariyah, Murji'ah dsb. Di bidang syariah dan fiqh, timbul mazhab-mazhab

Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dsb. Di bidang lain, timbul tasauf.

Islam : Sebuah Pengamalan

Kebanyakan muslim yakin bahwa seluruh gerak hidup mereka-selama

berada di dalam arahan panduan normatif Islam-, bernilai ibadah 29. Selain itu,

mereka juga percaya bahwa keberadaan mereka juga dituntut untuk menjadi

representasi Tuhan (khalifatullah) dengan tugas utama memakmurkan bumi

ini30.

28 Harun Nasution, Filsafat Islam di dalam Budhy Munawar Rahman (ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta : Yayasan Paramadina, 1994)., h.147 29 QS 51:5630 QS 2 : 30

15

Page 16: Studi Islam.doc

Dalam pidato sambutannya pada dies Natalis ke-47 HMI, Nurcholis Madjid

menyampaikan pandangan yang serupa :

Manusia adalah jagad kecil, suatu "mikrokosmos" yang menjadi cermin dari jagad besar, "makrokosmos", yang meliputi seluruh alam semesta. Manusia adalah puncak ciptaan Tuhan, yang dikirim ke bumi untuk menjadi khalifah atau wakilnya. Oleh karena itu setiap perbuatan yang membawa perbaikan manusia, oleh sesama manusia sendiri,mempunyai nilai kebaikan dan keluhuran kosmis, menjangkau batas-batas jagad raya,menyimpan makma kebenaran dan kebaikan universal, suatu nilai yang berdimensi kesemestaan seluruh alam31.

Dengan pedoman Al-Qur'an dan Sunnah, umat Islam harus berusaha

untuk menjadi sosok yang baik. Permasalahannya adalah, bahwa Islam

bukanlah sekedar agama pada ruang pribadi. Islam adalah sebuah sistem nilai

yang membentuk pada komunitas-komunitas yang pada akhirya, seluruh

komunitas ini tunduk pada satu kesatuan Tuhan dan satu kesatuan nilai

( Tauhid ).

Karen Amstrong (2002) menyitir hal ini, catatannya :

Agar bertahan, umat harus kuat dan berkuasa, toh cita-cita utama

Muhammad bukanlah kekuatan politik, melainkan untuk menciptakan sebuah

masyarakat yang baik.

Untuk itu, mengenal Islam sebuah pengamalan, tidak bisa dilihat dari

satu sisi, yakni sebual pengamalan pribadi saja. Seorang muslim, dalam

interaksinya dengan orang lain, baik secara individual maupun komunal, tetap

dituntut keislamannya di dalam berinteraksi tersebut.

Ada beberapa peristilahan yang menggambarkan hal di atas; `hubungan

vertikal' , hubungan horizontal, fardu `ain', fardu kifayah. '

Hubungan vertikal, terkadang disebut dengan muamalah ma 'al Lah

dimaksudkan dengan pengamalan ibadah murni (mahdhoh) yang sering identik

31 Nurcholis Madjid, Kebebasan Nurani dan Kemanusiaan Universal sebagai Pangkal Demokrasi dan Keadilan, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis HMI ke-47., ttt, ttp

16

Page 17: Studi Islam.doc

dengan pelaksanaan Rukun Islam yang lima. Dengan metodologi ijma'

beberapa da1i1 Al-Quran dianggap bersifat qoth 'iy sehingga pendalilannya

untuk beberapa hal-hal pokok dalam ibadah, umat Islam seluruh dunia

mempunyai kesepakatan seperti , jumlah rakaat sholat, arah kiblat dsb., namun

dalam hal yang bukan pokok ataupun bersifat lebih teknis, masih terdapat

beberapa perbedaan prosedur, seperti jumlah rakaat solat sunat tarawih, cara

mengangkat tangan saat takbiratul ihram dsb.

Hubungan horizontal, terkadang disebut dengan mu’amalah ma’a al-nas

dimaksudkan sebagai tata cara muslim berperilaku Islam dalam kehidupannya

ketika la berinteraksi dengan manusia lainnya. Hampir seluruh aspek kehidupan

dicakup dalam wilayah ini, mulai dari hukum, ekonomi, sosial, politik, budaya

dll.

Alquran dan Hadis/Sunnah dijadikan umat Islam sebagai pemandu

mereka dalam menjalankan/mengamalkan kehidupan mereka. Namun, bila ada,

pemasalahan kasuistis yang mereka tidak dapat menemukan pedomannya di

dalam kedua sumber ajaran tersebut, maka pemikiran Islam, yang berupa

interpretasi terhadap kedua ajaran di atas, dapat dijadikan rujukan. Otoritas yang

dapat memberikan interpretasi itu disebut ulama. Syariat dan turunannya seperti

fiqh, biasanya dapat dipergunakan untuk membantu permasalahan di atas 32.

Diantara kedua hubungan ini ada yang bersifat, fardu `ain berarti

kewajiban individual dan ada yang bersifat .fardu kifayah, artinya kewajiban

sosial.

Seluruh pengamalan Islam, seperti yang diuraikan di atas, dapat

dilakukan secara individual maupun dilakukan secara gerakan organisasi. Di

Indonesia, kita mengenal gerakan organisasi Muhammadiyah, NU, Persis, untuk

pengamalan Islam di bidang-bidang sosial kemasyarakatan dan pemikiran.

Khusus di bidang pemikiran, kita mengenal adanya HMI, PII dan belakangan

timbul JIL, Jarik, JAIL dsb. Dalam bentuk pengamalan yang lebih spesifik, kita

mengenal Majelis Zikir A, B. KBIH A, KBIH B dst.32 Zuraidah, Syariat Islam (Teori dan Praktek), dalam Ketimin dan Ahmad Dayan (ed), Isu-isu Islam Kontemporer, (Bandung : Citapustaka Media, 2006)., h.1-3

17

Page 18: Studi Islam.doc

Secara historis, kita melihat bahwa Islarn melahirkan kebudayaan dan

peradaban dunia. Sejarah telah mencatat nama-nama seperti Abu Bakr as

Shiddiq, Umar ibn al Khottob, Utsman ibnu Affan, Ali ibnu Aby Tholib, Abu

Hanifah al-Nu'man, Imam Malik ibnu Anas, Muhammad ibnu Idris Al-Syafi'i,

Imam Ahmad ibnu Hambal, Abu `Amar al-Jahizh, Ibnu Hazm, Abu Hamid Al-

Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Nizham, Al-Razi, Ibnu

Maskawaih, Al-Farabi, Ibnu AI-Haitsam, Ibnu Al-Qoyyim, A1Qaswini, A1

Kindi, A1 Khawarizmi, Al Bukhari, Jabir ibnu Hayyan, Al Biruni, Al-Diruni,

Ibnu Majd, Al-Thabari, Al Buzajani33.

Beberapa tokoh Muslim kontemporer, tercatat seperti, Jamaluddin Al-

Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Sayed Qutb, Hasan Al-Banna, All

Syari'ati, Murtadha Muthahhari, Khomeini, Abu Al-A'1a Al-Mawdudi, Abdu

Al-Sa1am, Baiquni, Habibi dan yang terakhir, Muhammad Yunus.

Sebenarnya, masih terlalu banyak nama yang belum tersebut bersama

nama-nama di atas. Semua mereka adalah figur dari pengamalan Islam dalam

wilayah kehidupan yang sangat luas, mulai dari hukum, sosio-ekonomi,

budaya, politik hingga teknologi.

Pendekatan : Normatif dan Non Normatif

Ketika ditanya tentang pengertian yang sederhana tentang pendekatan

nonnatif dan non nonnatif dalam memahami Islam, Dr. Amroeni Drajat, salah

seorang dosen di PPS IAIN SU menuliskan definisinya dengan singkat dalam

smsnya tanggal 16 September 2007, pukul 16:57 :

Normatif sumbernya ajaran pokok Alquran dan Hadis. Ketika Islam

dipahami dengan pendekatan nonnatif oleh umat Islam,barangkali kemusykilan

tidak akan terlalu timbul. Dan agak sulit bagi peneliti Islam untuk bisa

memahami Islam secara objektif bila hanya mengandalkan pendekatan ini.

Untuk itu, diperlukanlah pendekatan non-nonnatif.33 Liht lebih lengkap dalam Anwar Jundi, Pancaran Pemikiran Islam, terjemahan Afif Muhammad, (Bandung:Pustaka, 1985)

18

Page 19: Studi Islam.doc

Dengan metode pemahaman terbalik (mafhumul mukhalaf), kita bisa

menarik kesimpulan sederhana bahwa pendekatan non normatif adalah

pendekatan yang bukan bersumber dari Alquran dan Hadis. Dalam pengertian

ini, pendekatan non-normatif, bisa dilakukan dengaan pendekatan empiris,

pendekatan filsafat, moral maupun ilmu pengetahuan.

Amin Abdullah (1996) memiliki pandangan berheda. Dia menegasikan

normativitas dengan historisitas. Menurutnya, pada tataran normativitas, studi

Islam masih banyak terbebani oleh misi keagamaan yang bersifat memihak,

romantis, dan apologis, sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis,

historis, empiris, terutama dalam menelaah teks-teks keagamaan produk

sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan peneliti

yang masih sangat terbatas34.

Dalam pengertian tersebut, tentunya Islam tidak dapat diberlakukan

padanya paradigma ihnu pengetahuan, yaitu paradigma analitis,

kritis,metodologis, historis dan empiris. Sedangkan pendekatan normativitas

lebih banyak melihat Islam dalam arti yang dipraktekkan manusia serta

tumbuh dan berkembang dalam sejarall kehidupan manusia. Dalam hal u1i

maka Islam dapat dikatkan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni Ilmu Ke-

Islaman atau Islamic Studies.

Pendekatan non-normatif, banyak dianjurkan oleh para orientalis, yakni

dengan melihat Alquran sebagai sebuah objek kajian ilmiah yang terbuka dan

relatif sehingga harus ada kesediaan untuk meninggalkan kemutlakan

kebenarannya. Sehingga ada harus ada keberanian melihat bahwa Alquran

bukanlah wahyu, namun lebih merupakan produk sejarah35.

34 Amin abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta : Pustaka Pelajar)., h. 10635 Lihat wawancara Nasr Hamid Abu Zayd dengan Radio Nederland di situs resmi Radio Nederland.

19

Page 20: Studi Islam.doc

Watt, misalnya,menyatakan bahwa" rekonstruksi intelektual yang

mendasar pada pandangan-pandangan hidup Islam adalah penting jika

bertujuan menghilangkan elemen-elemen yang salah dan keliru dan

memberikan gambaran yan lebih tepat mengenai kedudukan Islam dalam dunia

kontemporer36.

Belakangan, dunia pemikiran Islam, agak diramaikan dengan sebuah

pendekatan Hermeneutika. Pendekatan-pendekatan ini banyak diusung oleh

komunitas Utan Kayu yang mengklaim diri mereka sebagai Jaringan Islam

Liberal. Menyanggah mereka, Drs. Hafidz Abdurrahman, M.A.dalam sebuah

situs bernama Jaringan Anti ,iaringan Islam Liberal menantang validitas

pendekatan ini. Dalam tulisannya yang berjudul Akar Masalah Hermeneutika,

dia menyoroti bahwa terdapat perbedaan mendasar dalam sejarah kitab suci

Quran dengan apa yang disebut denga Bible. Sejarah yang melatar belakangi

lahirnya hermeneutika adalah sejarah pemalsuan kitab suci dan monopoli

penafsiran pihak gereja. Sesuatu yang sama sekali tidak terdapat dalam sejarah

penyusunan A1-Quran37.

Metode, metodologi, paradigma dan pendekatan : Sebuah gambaran

sederhana

Metoda berasal dari bahasa Inggris : method yang artinya "cara" yaitu

suatu cara untuk mencapai suatu cita-cita. Metoda lebih umum dari teknik yang

dalam bahasa Inggrisnya technique. Dalam The C'oncise Oxford Dictionary

(1995) dinyatakan bahwa method is a special,fonrn of procedure esp. in any

branch of mental activity. Terkandung arti bentuk khusus tentang prosedur

kegiatan mental38.

Dalam bidang akademis dan keilmuan, dikenal istilah metode keilmuan.

Stanley M Honer dan Thomas C Hunt, setelah menguraikan tentang

rasionalisme dan empirisme berikut kritik terhadap kedua pendekatan tersebut,

36 Lihat dalam Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan…..h 12237 Lihat www. Jaringan Anti Islam Liberal.38 Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997)., h.59

20

Page 21: Studi Islam.doc

menggambarkan kerangka dasar prosedur metode keilmuan yang berupa

kombinasi antara rasionalisme dan empirisme. Menurut mereka, keenam

prosedur tersebut adalah : (1) Sadar akan adanya masalah dan perumusan

masalah, (2) Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan, (3) Penyusunan

atau klasifiksi data, (d) Perumusan hipotesis, (5) Deduksi dan hipotesis, (6) Tes

dan pengujian kebenaran (verifikasi) dari hipotesa39.

Abudin Nata (2002) menyebut beberapa metode yang dipergunakan para

cendekiawan muslim dalam memahami Islam. Dia menyebut A1i Syariati yang

menawarkan metode komprehensif dan metode komparasi. Selain Ali Syariati,

Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, Fazlur Rahman, Harun Nasution dan

Nurcholis Madjid termasuk ke dalam tokoh yang melakukan upaya-upaya

pemahaman Islam dengan metode utuh dan komprehensif. Di lain pihak, ada

metode integral Nasruddin Razak, serta metode sintetis dan tipologisnya Mukti

Ali40.

Ketika cara-cara atau metoda yang, dibangun dan dikembangkan telah

menjadi suatu cabang ilmu tersendiri, maka ilmu tersebut dinamakan dengan

metodologi.

Metodologi berasal dari kata methodology, maknanya ilmu yang

menerangkan metodametoda/cara-cara41.

Kamus Linguistis produk PT.Atlantis Programma Prima mengartikan

paradigma / paradigma sebagai contoh atau pola. Namun ungkapan ini dalam

ilmu sosial belakangan ini lebih sering dimaksudkan dengan pandangan atau

cara pandang.

Jalaluddin Rakhmat (2004) memaknai paradigma juga sebagai cara

pandang. Dia menengarai bahwa karena perubahan pandangan dalam fisika dan

filsafat ilmu, lahirlah paradigma baru. Dan untuk menjelaskan gambaran tentang 39 Stanley M Honer dan Thomas C Hunt, Metode Dalam Mencari Pengetahuan : Rasionalisme, Empirisme dan Metode Keilmuan terjemahan Jujun S Suria Sumantri dalam Jujun S Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif (JAkarta : Gramedia, 1983) h. 10640 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam…..h.104-11541 Ibid., h. 1

21

Page 22: Studi Islam.doc

mendasarnya paradigma dalam merespon sesuatu, dia memberikan sebuah cerita

:

Konon, seorang pasien rumah sakit jiwa mengadu kepada dokternya, " Dokter, saya sudah mati!." Dokter berusaha meyakinkannya bahwa ia masih hidup, tetapi selalu gagal. Maka dengan hampir putus asa, dokter itu berkata, " Baiklah, orang mati tidak tnengeluarkan darah kan ?" Pasien itu mengangguk, "Benar, orang rnati tidak berdarah !" Pada saat itu, dengan cepat dokter menusukkan jarum ke jari pasien. Ketika darah menetes, pasien itu berkata, " OK, dok, saya keliru. Orang mati ternyata berdarah". Apapun yang terjadi akhirnya diletakkan pada bingkai paradigma yang awal: Ia, sudah mati42.

Sementara itu,Abudin Nata (2002) memaknai paradigma sebagai cara

pandang yang terdapat dalam suatu bidang ilmu43.

Menurutnya cara pandang atau paradigma adalah hal penting di dalam

memahami Islam, Dengan memakai istilah pendekatan dengan maksud yang

sama dengan paradigma, ia menyebutkan bahwa kepentingan terhadap

pendekatan dalam memahami agama terkait dengan tuntutan terhadap agama

untuk dapat secara konsepsional dapat menunjukkan cara-cara yang paling

efektif dalam memecahkan masalah. Sehingga jika agama tetap dipahami

dengan pendekatau teologis nonnatif saja dilengkapi dengan pendekatan lain

yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap

masalah yang timbul.

Beberapa pendekatan yang disampaikan Abudin Nata adalah :

Pendekatan, Teologi Normatif, Pendekatan Antropologis, Pendekatan sosiologis,

Pendekatan Filosofis, Pendekatan Historis, Pendekatan Kebudayaan, Pendekatan

Psikologi44

Makna dan Ruang Lingkup Studi Islam : Sebuah Arah Baru

Sebagai mata kaliah yang dikaji di sebuah perguruan tinggi, studi Islam

baik dasar ataupun lanjutan, tentunya berbeda dengan studi pemallaman Islam di

lembaga-lembaga pendidikan di bawahnya seperii pesantren, madrasah. Studi

42 Jalaluddin Rakhmat, Psikologu Agama….h. 1343 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam… h.2844 Ibid., h.27-51

22

Page 23: Studi Islam.doc

Islam di Pergirruan Tinggi, dilakukan dengan pemahaman Islam dan selumh

aspek kesejarahannya yang dilakukan dengan berbagai metodologi dan

pendekatan.

Ruang lingkup studi Islam di Perguruan Tinggi, khususnya di Program

Pasca Sarjana IAIN SU, meliputi : Metodologi dan Pedekatan, Manusia Secara

Umum, Epistemologi Islam, Studi Islam dalam Peta Pengetahuan Ilmiah, Studi

Quran, Studi Hadis, Studi Hukum Islam, Studi Teologi Islam, Studi Tasawuf,

Studi Sejarah dan Pendekatan Sejarah, Pendekatan Antropologis dalam Studi

Islam, Pendekatan Sosiologis dalam Studi Islam, Psikologi Agama dan Studi

Agama, Pendekatan Fenomenologis dalam Studi Islam, Pendekatan Komparatif

dalam Studi Islam, Pendekatan studi wilayah dalam studi Islam, Studi Islam dan

Pendekatan Posmodernisme45.

45 Uraian lebih lengkap, lihat dalam Ahmad Fadil Lubis, Introductory Reading., h. 243-248

23

Page 24: Studi Islam.doc

Signifikansi Mata Kuliah Pendekatan Dalam Pemikiran Islam ( PDPI )

dalam Studi Islam: Memetik Manfaat

Untuk melihat urgensi dan signifikansi mata kuliah metodologi studi

Islam, ada baiknya kita mencermati tulisan Masykuri Abdullah; Menimbang

Kurikulum IAIN: Kasus Kurikulum 1995 dan 1997 :

Menyadari perlunya revisi kurikulum secara periodik, maka pada 30 Juni 1997 Menteri Agama, H. Tarmizi Taher, telah meresmikan kurikulum nasional baru IAIN/STAIN. Peresmian kurikulum baru ini dimaksudkan untuk menyempurnakan kurikulum 1995 yang dinilai sudah kurang relevan dengan perkembangan dan pembangunan nasional yang cukup dinamis. Ada beberapa hal baru yang terdapat dalam kurikulum 1997 ini, terutama yang terpenting adalah dekompartementalisasi, penekanan pada penguasaan metodologi kajian Islam, bahasa Inggris, serta penekanan kurikulum lokal yang berkaitan dengan dunia ketenagakerjaan.

Pengembangan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas keberadaan dan peran IAIN terutama dalam dunia akademik, yang sekaligus dapat berpengaruh pada keberadaanya dalam rnasyarakat. Peningkatan peran dalam dunia akademik ini berarti menjadikan MIN sebagai lembaga pendidikan tinggi negeri yang bergengsi secara akademik dan setara dengan lembaga pendidikan tinggi negeri lain, dengan tanpa meniuggalkan kekhasan bidang kajiannya.Peningkatan ini diharapkan berdampak pada peningkatan kemampuan MIN dalam menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional terutama di bidang keagamaarn; dan sekaligus pada kepercayaan pengguna jasa akan kemampuan alumni IAIN untuk mengisi lapangan pekerjaan di luar bidang keagamaan.

Namun demikian, masih ada beberapa hal yang menentukan efektivitas kurikulum tersebut, terutama silabus dan tenaga peugajar. Dalam kenyataannya, adanya silabus ini telah menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaanya. Misalnya tentang metodologi studi Islam, apa sebenarnya yang dimaksud dengan mata kuliah baru ini. Penyusunan silabus dengan berdasarkan pemikiran di atas tentu tidak sederhana. Hal ini memerlukan wawasan yang luas bagi penyusunnya, tidak hanya berkaitan dengan ajaran-ajaran (teks-teks) Islam tetapi juga konteks historis, balk pada masa klasik, pertengahan maupun kontemporer. Oleh karena itu, kerja penyusunan ini tentu saja tidak cukup dilakukan secara sambil lalu, tapi perlu melibatkan para ahli, baik di bidang ilmu agama maupun ilmu-ilmu mnum. Pelibatan para ahli ilmu umum juga berkaitan dengan beberapa bidang studi ilmu umum yang masuk dalam kurikulum IAIN, seperti sejarah, antropologi, sosiologi, psikologi, filsafat, ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu komunikasi dsb46.

46 Lihat www.dipertais.net

24

Page 25: Studi Islam.doc

Penutup :

Disadari dan tidak disadari, Islam telah menjadi fenomena menakjubkan.

Berangkat dari sebuah lembah kecil di Saudi Arabia yang bernama Mekkah, kini

telah berkembang hampir ke seluruh jagad bumi ini.Sedemikian menariknya

sehingga Islam dipandang dari banyak sisi. Ada yang menyayanginya ada yang

membencinya, dia dibenci tapi dirindukan.

Berangkat dari sepotong ayat pendek berupa instruksi membaca, Islam

telah menjadi pilar peradaban dunia, melahirkan banyak nama yang telah

mendedikasikan diri dan kehidupan mereka untuk kemajuan peradaban dan

kemanusiaan.

Begitupun Islam, tetap menjadi wahana terbuka bagi siapa saja yang

ingin menceburkan dirinya ke dalamnya. la meliputi seluruh ruang dan relung

kehidupan. Dari seorang pelacur yang hina, hingga seorang aristokrat terhormat.

la masih menunggu siapa saja yang ingin menjadi pioner-pionernya dalam

memajukan misi Rabbnya untuk memajukan dimensi kesejagat semestaan,

kebenaran dan kebahagiaan.

Now and here, terpulang kepada kita, di sisi manakah dari Islam kita

merangkai niat kita agar kita kelak mendapat ketepatan manfaat.

Wa al-hah a'lam bi al-showah

Medan, 9 September 2007

25

Page 26: Studi Islam.doc

Daftar Bacaan

Abdalati, Hammudah. Islam in Focus,

Abdullah, Amin. ,Studi Agama Normativitas atau Historisitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996

Abdullah, Taufik et all. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban. Jakarta:PT Ichtiar Baru Van Hoeve, tt

Ahmad , Khurshid (ed). Islam: Its Meaning and Message. London : The Islamic Foundation, 1988.

Ahmed, Akbar S . Citra Muslim : Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, (terj.) Nunding Ram dan Ramli Yakub. Jakarta: Erlangga, 1992

Amstrong, Karen. Muhammad Sang Nabi : Sebuah Biografi Kritis (terj) Sirikit Syah, Surabaya:Risalah Gusti, 2002

Armas , Adnin. Pengaruh Metodologi Bibel Terhadap Studi Alquran. Republika Online, 30 September 2004

--------- Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal: Dialog Interaktif dengan Aktivis Jaringan Islam Liberal. Jakarta:Gema Insani Press, 2003

Daud , Wan Mohd Nor Wan. Filsafat dan PraktikPendidikan Islam Syed AL M.Naquib Al-Attas, (terj.) Hamid Fahmi, M.Arifin Ismail, dan Iskandar Amel .Bandung:Mizan, 2003

Bachtiar, Wardi. Metodologi Penelitian Ilmu Dakmah. Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1997

Donohue , John J., John L. Esposito. (peny). Islam dan Pembaharuan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995

Farah , E, Caesar, Islam : Concise, comprehensive analysys of lslam as a religion as well as a system and ideology. New York: Barrons Educational Series, Inc., 1970

Ghazali, a1, Muhammad. Al Ghazali Menjawah : 40 Soal Islam Abad 20. (terj,) Muhammad Tohir dan Abu Laila. Bandung:Mizan, 1989

Jundi, Anwar. Pancaran Pemikiran Islam, (terj) Afif Muhammad. Bandung:Pustaka, 1985

Lubis, Nur Ahmad Fadil. Introductory reading Islamic Studies. Medan,: IAIN Press, 2000

26

Page 27: Studi Islam.doc

Nasution, Harun. Filsafat Islam dalam Budhy Munawar Rahman (ed). Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994

Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002

Madjid, Nurcholis. Kebebasan Nurani dan Kemanusiaan Universal sebagai Pangkal Demokrasi dan Keadilan, Orasi Ilmiah pada Dies Natalis HMI ke-47_, ttt, ttp

Rais, Amin. Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta. Bandung: Mizan, 1991

Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Agama: Sebuah Pengantar.. Bandung:Mizan, 2004

Saudi, Kerajaan Arabia, Al Quran dan Terjemahnya. Medinah: Mujamma' al Malik Fahdli Thiba'al Mush-haf Asy Syarif, 2002

Syariati, All. Haji,(terj.) Anas Mahyuddin.Bandung::Pustaka, 1995

Zuraidah. Syariat Islam (Teori dan Praktek), dalam Katimin dan Ahmad Dayan (ed). Isu-isu Islam kontempore. Bandung:Citapustaka Media, 2006

27