65
LAPORAN KASUS SUBDURAL HEMATOMA Disusun oleh: Attika Dini Ardiana (030.10.042) Pembimbing : dr. Budi Wahjono, Sp.S KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF RSAL Dr. MINTOHARDJO JAKARTA PERIODE APRIL - MEI 2015 1

Subdural Hematoma FIX

Embed Size (px)

DESCRIPTION

r

Citation preview

Page 1: Subdural Hematoma FIX

LAPORAN KASUS

SUBDURAL HEMATOMA

Disusun oleh:

Attika Dini Ardiana

(030.10.042)

Pembimbing :

dr. Budi Wahjono, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF

RSAL Dr. MINTOHARDJO JAKARTA

PERIODE APRIL - MEI 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

MEI 2015

1

Page 2: Subdural Hematoma FIX

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

SUBDURAL HEMATOMA

Disusun untuk memenuhi syarat dalam mengikuti Ujian Profesi Kedokteran

Bagian Ilmu Saraf

Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo

Jakarta

Pada Tanggal : 7 Mei 2015

Tempat : RSAL Dr. Mintohardjo

Telah Disetujui Oleh :

Dokter Pembimbing

dr. Budi Wahjono, Sp.S

2

Page 3: Subdural Hematoma FIX

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus dengan judul

“Subdural Hematom”. Laporan kasus ini diajukan dalam rangka melaksanakan tugas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo periode April

2015 – Mei 2015 dan juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi penulis serta pembaca

mengenai epidural hematom. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih atas bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan laporan kasus ini,

kepada dr. Budi Wahjono, Sp.S, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf

Rumah Sakit Angkatan Laut Mintohardjo.

Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan

saran dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak agar case report ini dapat menjadi

lebih baik dan berguna bagi semua pihak yang membacanya. Penulis memohon maaf sebesar-

besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam laporan kasus ini.

Jakarta, Mei 2015

Penulis

3

Page 4: Subdural Hematoma FIX

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN......................................................... ii

KATA PENGANTAR...................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 5

BAB II LAPORAN KASUS..................................................................... 6

1.1 Status Neurologis Pasien........................................................ 6

1.2 Pemeriksaan Penunjang.......................................................... 9

1.2.1 Hasil Pemeriksaan CT Scan........................................... 14

1.2.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium................................. 14

1.3 Ringkasan................................................................................ 16

1.4 Assesment............................................................................... 16

1.4.1 Dx1................................................................................ 16

1.4.2 Dx 2.............................................................................. 16

1.5 Penatalaksanaan...................................................................... 16

1.5.1 Penatalaksanaan Non Medikamentosa......................... 16

1.5.2 Penatalaksanaan Medikamentosa................................. 17

1.6 Prognosis................................................................................. 17

BAB III TINJAUAN PUSTAKA………………………………………... 21

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 45

4

Page 5: Subdural Hematoma FIX

BAB I

PENDAHULUAN

Di beberapa negara maju menunjukkan data trauma kepala mencapai 26% dari

jumlah keseluruhan kecelakaan, yang menyebabkan seseorang tidak bisa bekerja. Kurang

lebihnya 33% kecelakaan berakhir pada kematian menyangkut trauma kapitisnya.

Di Indonesia, Depkes RI th 2007, cedera kepala menempati urutan ke 7 dari 10

penyakit penyebab kematian dari keseluruhan pasien rawat inap di rumah sakit, dan pada

2008 menjadi urutan ke 6.

Trauma kapitis merupakan kegawat daruratan sehingga perlu segera ditangani.

Trauma akibat adanya daya mekanik yang langsung menghantam kepala. Akibatnya

biosa terjadi fraktur tengkorak, kontusio serebri, laserasi serebri, dan perdarahan

intyrakranial seperti subdural hematom, epidural hematom, atau intracerebral hematom.

Perdarahan bisa berjalan dengan cepat atau lambat. Bertambahnya volume

perdarahan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan nyeri

kepala,papil edem, dan muntah yang seringkali bersifat proyektil. Pada tahap selanjutnya

hematoma yang terbentuk lebih besar akan memicu terjadinya sindrom herniasi yang

ditandai dengan penurunan kesadaran, adanya pupil anisokor dan terjadinya hemiparesis

kontralateral.

5

Page 6: Subdural Hematoma FIX

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Status Neurologis Pasien

STATUS NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama

Umur

Jenis Kelamin

Status Pernikahan

Pendidikan

Alamat

Tanggal Masuk

Nomor CM

: Tn. Imam

: 23 Tahun

: Laki Laki

: Menikah

: SLTA

: Jl. Pondok pinang no 15

: 3 Mei 2015

: 13.23.65

II. SUBJEKTIF

1. Keluhan Utama Nyeri kepala sejak 2 hari SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke UGD RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan nyeri pada

kepalanya, setelah jatuh terpeleset dari lantai 15 ke lantai 14 kurang lebih sekitar 3

meter dengan kepala terbentur terlebih dahulu pada saat pasien sedang bekerja

sebagai tukang bangunan. Setelah terjatuh kemudian pasien tak sadarkan diri dan

langsung segera dibawa ke rumah sakit oleh temannya dengan cara pasien

digendong badan dan kakinya kemudian pasien langsung diantar ke rumah sakit

menggunakan mobil. Sesampainya di rumah sakit, pasien langsung sadar dan

mengeluhkan sakit pada kepalanya. Selain sakit kepala, pasien juga mengalami

mual dan muntah di rumah sakit, muntah yang dialami pasien bersifat menyembur

dan memuntahkan muntah yang berisi makanan. Selain itu, pasien juga

mengeluhkan adanya rasa penuh dan berdenging pada telinganya, serta adanya

cairan bewarna merah segar yang keluar dari telinga sebelah kanannya. Gejala lain

6

Page 7: Subdural Hematoma FIX

seperti kejang, lemah tubuh sesisi, bicara pelo ataupun pingsan berulang disangkal

oleh pasien. Pasien juga menyangkal adanya konsumsi alkohol dan obat obatan

tertentu.

3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien menyangkal adanya riwayat

hipertensi, diabetes mellitus, alergi makanan

dan alergi obat

4. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien menyangkal adanya riwayat keluarga

yang menderita hiertensi, diabetes mellitus,

alergi makanan dan alergi obat

5. Riwayat Sosial Ekonomi dan

Pribadi

Pasien bekerja sebagai tukang bangunan

III. OBJEKTIF

1. Status Pasien

- Kesadaran

- Tekanan darah

- Nadi

- Pernafasan

- Suhu

- Kepala

- Leher

- Thoraks

Jantung

Paru-paru

- Abdomen

: GCS E4V5M6

: 120/80

: 88x/Menit

: 20x/Menit

: 36.40 C

: Normo cephali

: KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak

membesar, JVP Tidak meningkat simetris.

: Simetris, retraksi sela iga (-)

: Bj I&II regular, murmur (-) gallop (-)

: SDV +/+, rh -/-, Nh -/-

: buncit, warna sama dengan sekitar, BU (+)

timpani, nyeri tekan (-)

2. Status Psikikus

- Cara berpikir

- Perasaan hati

- Tingkah laku

- Ingatan

: Baik

: Baik

: Baik

: Baik

7

Page 8: Subdural Hematoma FIX

- Kecerdasan : Baik

3. Status Neurologis

A.  Tanda rangsal meningeal- Kaku kuduk

- Brudzinski I

- Brudzinski II

- Laseque

- Kernig

B.  Kepala- Bentuk

- Nyeri tekan

- Pulsasi

- Simetri

C.  Leher- Sikap

- Pergerakan

D.  Afasia motorik

- Afasia sensorik

- Disartria

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Norma cephalic

: Negatif

: Tidak ada

: Simetris

: Tegak / lurus

: Mobile / tidak ada hambatan

: Negatif

: Negatif

E.  Nervi kranialis

N.I (Olfactorius)

- Subjektif

- Dengan beban

N.II (Optikus)

- Tajam penglihatan

- Lapang penglihatan

- Melihat warna

KANAN

: Kesan normal

: Kesan normal

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak dilakukan

KIRI

: Kesan normal

: Kesan normal

: Tidak ada Kelainan

: Tidak ada Kelainan

: Tidak dilakukan

8

Page 9: Subdural Hematoma FIX

- Fundus Okulie

N.III (Okulomotorius)

- Sela mata

- Pergerakan bulbus

- Strabismus

- Nistagmus

- Eksoftahalmus

- Pupil

Besarnya

Bentuknya

- Reflex cahaya

- Reflex cahaya konsensual

- Reflex konvergensi

- Melihat kembar

N.IV (Trokhlearis)

- Pergerakan mata

- (kebawah-kedalam)

- Sikap bulbus

- Melihat kembar

N.V (Trigeminus)

- Membuka mulut

- Mengunyah

- Menggigit

- Reflex kornea

- Sensibilitas muka

: Tidak dilakukan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: ± 3mm

: Bulat / regular

: Positif

: Positif

:

: Tidak ada

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Positif

: Tidak ada kelainan

: Tidak dilakukan

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

± 3mm

Bulat / regular

Positif

Positif

Tidak ada

Tidak ada Kelainan

Tidak ada Kelainan

Tidak ada Kelainan

Tidak ada Kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Positif

: Tidak ada kelainan

9

Page 10: Subdural Hematoma FIX

N.VI (Abducen)

- Pergerakan mata (ke lateral)

- Sikap bulbus

- Melihat kembar

N.VII (Facialis)

- Mengerutkan dahi

- Menutup mata

- Memperlihatkan gigi

- Bisul

- Perasaan lidah (2/3 depan)

- Hiperakusis

N.VIII (Vestibulokokhlearis)

- Detik arloji

- Suara berbisik

- Tes Swabach

- Tes Rinne

- Tes Weber

N.IX (Glossefaringeus)

- Perasaan lidah (1/3 belakang)

- Sensibilitas faring

N.X (Vagus)

- Arcus faring

- Berbicara

- Menelan

- Nadi

- Reflex okulokardiak

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Positif

: Positif

:Positif

: Tidak Dilakukan

: Tidak Dilakukan

: Tidak Dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Simetris

: Normal

: Tidak ada Kelainan

: 87 x/menit, regular

: Tidak dilakukan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Tidak ada kelainan

: Positif

: Positif

:Positif

: Tidak Dilakukan

: Tidak Dilakukan

: Tidak Dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Simeteris

: Normal

: Tidak ada Kelainan

: -

: Tidak dilakukan

10

Page 11: Subdural Hematoma FIX

N.XI (Accecorisus)

- Mengangkat bahu

- Memalingkan kepala

N.XII (Hipoglossus)

- Pergerakan lidah- Tremor lidah- Artikulasi

F.  Badan dan Anggota gerak

1. Badan

- Respirasi

- Gerak kolumna vertebralis

- Sensibilitas

- Takil

- Nyeri

- Suhu

- Diskriminasi titik

2. Anggota gerak atas

- Motorik

Pergerakan

Kekuatan

Trofi

Tonus

- Reflex fisiologis

Biseps

Triseps

Radius

Ulna

- Reflex patologis

:Tidak ada Hambatan

: Tidak ada hambatan

: Lateralisasi kanan

: Tidak ada

: Pelo

: abdomino-thoracal

: Simetris

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak ada hambatan

: 5

: eutrofi

: Normotonus

: Positif

: Positif

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Negatif

: Tidak ada hambatan

: Tidak ada hambatan

: Lateralisasi kanan

: Tidak ada

: Pelo

: abdomino-thoracal

: Simetris

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak ada hambatan

: 3

: Eutrofi

: Normotonus

: Positif

: Positif

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Negatif

11

Page 12: Subdural Hematoma FIX

Horman – Tromner

- Sensibilitas

Takil

Suhu

Nyeri

Diskriminasi 2 titik

3. Anggota gerak bawah

- Motorik

Pergerakan

Kekuatan

Trofi

Tonus

- Reflex fisiologis

Patela

Achiles

- Reflex patologis

Babinski

Chaddock

Schaeffer

Oppanheim

Gordon

Meridei

Bechterew

Rossalimo

- Klonus

Paha

Kaki

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Positif

: Tidak dilakukan

: Tidak ada hambatan

: 5

: Eutrofi

: Normotonus

: Positif

: Positif

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Negatif

: Negatif

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Menurun

: Tidak dilakukan

: Tidak ada hambatan

: 5

: Eutrofi

: Normotonus

: Positif

: Positif

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Negatif

: Negatif

12

Page 13: Subdural Hematoma FIX

- Sensibilitas

Takil

Suhu

Nyeri

Diskriminasi 2 titik

G.  Koordinasi, gait dan keseimbangan

- Cara berjalan

- Tes Rombers

- Disdiadokinesis

- Ataksia

- Rebound phenomenoa

- Dismetri

H.  Gerak abnormal

- Tremor

- Athetose

- Mioklonik

- Chorea

I.  Alat vegetativ

- Miksi

- Defekasi

- Reflex anal

- Reflex kramaster

- Reflex bulbokavernosus

J.  Laseque

- Patrick

- Kontra Patrick

: Positif

: Tidak dilakukan

: Positif

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Tidak ada Kelainan

: Tidak ada Kelainan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Negatif

: Negatif

: Positif

: Tidak dilakukan

: Positif

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Negatif

: Tidak ada Kelainan

: Tidak ada Kelainan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan

: Negatif

: Negatif

13

Page 14: Subdural Hematoma FIX

2.2 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Darah lengkap

Leukosit

Eritosit

Hemoglobin

Hematokrit

Trombosit

- 18.100

4.22

- 12.6

- 38

209.000

ribu/ul

juta/ul

gldL

%

ribu/ul

5.000 – 10.000

4.6 – 6.7

14 – 16

47 – 48

150.000 – 450.000

2. Foto Thorax

14

Page 15: Subdural Hematoma FIX

Gambar 1. Foto Thorax

3. CT Scan

Gambar 2. CT Scan Kepala

15

Page 16: Subdural Hematoma FIX

2.3 Ringkasan

Pasien datang ke UGD RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan nyeri pada kepalanya,

setelah jatuh terpeleset sekitar 3 meter dengan kepala terbentur terlebih dahulu pada saat pasien

sedang bekerja sebagai tukang bangunan. Setelah terjatuh kemudian pasien tak sadarkan diri dan

sesampainya di rumah sakit, pasien langsung sadar dan mengeluhkan sakit pada kepalanya.

Selain sakit kepala, pasien juga mengalami mual dan muntah di rumah sakit, muntah yang

dialami pasien bersifat menyembur dan memuntahkan muntah yang berisi makanan. Selain itu,

pasien juga mengeluhkan adanya rasa penuh dan berdenging pada telinganya, serta adanya cairan

bewarna merah segar yang keluar dari telinga sebelah kanannya.

Dari hasil pemeriksaan fisik pasien dalam batas normal, pemeriksaan neurologi terdapat

refleks fisiolois positif, refleks patologis negatif, kekuatan motorik baik ekstremitas atas maupun

ekstremitas bawah didapat kan nilai 5, dan tidak ada penurunan fungsi sensibilitas. Tanda

rangsang meningeal dan lesi nervus kranialis negatif. Dari hasil pemeriksaan penunjang: Foto

thorax: dalam batas normal, CT-Scan : terdapat subdural hematom pada temporo parietal dextra.

Hasil laboratorium didapatkan hasil leukosit : 18.100, eritrosit: 4.22 juta/dl, hemoglobin : 12,6,

hematokrit : 38%, trombosit : 209.000/ul

2.4 Assesment

1. Dx1

- Diagnosis klinis : Cephalgia, Tinnitus AS, Bloody ottorhea

- Diagnosis etiologis : Trauma Kapitis

- Diagnosis topis : Temporal dextra

- Diagnosis patologis : SDH, Fraktur os temporal dextra

2. Dx 2

Vulnus laceratum temporal dextra

2.5 Penatalaksanaan

- Penatalaksanaan Non Medikamentosa

bed rest

- Penatalaksanaan Medikamentosa

16

Page 17: Subdural Hematoma FIX

Infus NaCl 0,9% 1500cc/24 jam

Injeksi Neulin 500 mg 2 x 1 amp I.V

Injeksi Ketesse 2x1 amp

Mannitol 4x125 cc

Ranitidin 2x50 mg IV

Ketetorolac 3x30 mg IV

Ceftriaxon 2x2 gr IV

Ondansetron 3x1 tablet

Konsul THT

Rontgen Cervical

CT Scan kontras dan non kontras

2.6 Prognosis

a. Ad Vitam : dubia ad bonam

b. Ad Functionam : dubia ad malam

c. Ad Sanationam : dubia ad malam

17

Page 18: Subdural Hematoma FIX

Follow up tanggal 3 Mei 2015

Subjektif Nyeri kepala, pusing berputar, telinga kiri berdenging, nyeri

dada

Objektif TSR , GCS E4M6V5

TD : 110/80 mmHg FN : 88 x/menit RR : 16x/menit T : 36,7oC

Mata : Pupil Isokor, RCL +/+, RCTL +/+

M

S

RF

RP

LNK : -TRM : -

Assessment Ax1

Klinis : cephalgia, vertigo, tinnitus AS, bloody ottorhea AD

Etiologi : Trauma kapitis

Patologis : SDH Akut

Topis : Temporal kanan

Ax2 : Vulnus laceratum parietal dextra

Planning IVFD NaCl 0,9% 1500 CC/24 JAM

Injeksi neulin 2x 500mg

Injeksi manitol 4x 125 cc

Ketorolac 3 x 30 mg

Fenitoin 3x100mg po

Ondansetron 3x4 mg IV

18

5 5

5 5

+ +

+ +

+ +

+ +

- -

- -

Page 19: Subdural Hematoma FIX

Ceftriaxon 2x2 gr

Rontgen cervical

Follow up tanggal 4 Mei 2015

Subjektif Kepala sakit seperti ditusuk tusuk, mual, muntah berisi makanan,

telinga kiri masih berdenging

Objektif TSS , GCS E4M6V5

TD : 110/80 mmHg FN : 88x/menit RR : 16x/menit T : 36,4oC

Mata : Pupil Isokor, RCL +/+, RCTL +/+

M

S

RF

RP

LNK : -TRM : -

Assessment Ax1 Klinis : cephalgia, tinnitus AS, bloody ottorhea AD

Etiologi : Trauma kapitis

Patologis : SDH

Topis : Temporal kanan

Ax2 : Vulnus laceratum parietal dextra

Planning IVFD RL 14 tpm

Injeksi Terfacef 2x2 gr

Inj ketesse 3x1 amp (Dalam 20 cc cairan)

Injeksi neulin 2x 500mg

Ranitidin 2x1 tablet

19

5 5

5 5

+ +

+ +

+ +

+ +

- -

- -

Page 20: Subdural Hematoma FIX

Ondansetron 3x4 mg IV

Zinc 1x1 tablet

Konsul THT

Follow up tanggal 5 Mei 2015

Subjektif Kepala sakit seperti ditusuk tusuk, mual -

Objektif TSS , GCS E4M6V5

TD : 120/80 mmHg FN : 84x/menit RR : 16x/menit T : 36,5oC

Mata : Pupil Isokor, RCL +/+, RCTL +/+

M

S

RF

RP

LNK : -TRM : -

Assessment Ax1 Klinis : cephalgia, tinnitus AS, bloody ottorhea AD

Etiologi : Trauma kapitis

Patologis : SDH

Topis : Temporal kanan

Ax2 : Vulnus laceratum parietal dextra

Planning IVFD RL 14 tpm

Injeksi Terfacef 2x2 gr

Inj ketesse 3x1 amp (Dalam 20 cc cairan)

Injeksi neulin 2x 500mg

Ranitidin 2x1 tablet

Ondansetron 3x4 mg IV

20

5 5

5 5

+ +

+ +

+ +

+ +

- -

- -

Page 21: Subdural Hematoma FIX

Zinc 1x1 tablet

Otopain tetes telinga 3x4 tetes AD

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

hematoma subdural adalah penimbunan darah didalam rongga subdural ( diantara

durameter dan arakhnoid ). Perdarahan ini sering terjadi akibat robekna vena jembatan yang

berada diantara kortek cerebri dan sinus venous.

Gambar 1. Subdural Hematoma

Perdarahan subdural disebabkan karena perdarahan vena, biasanya darah yang terkumpul

hanya 100 - 200 cc dan berhenti karena tamponade hematoma sendiri. setelah 5 - 7 hari hematom

mengadakan reorganisasi sendiri dan selesai dalam 10 - 20 hari. Darah yang diserap

meninggalkan jaringan yang kaya dengan pembuluh darah sehingga memicu lagi terjadinya

perdarahan perdarahan kecil yang membentuk suatu kantong subdural yang penuh dengan cairan

21

Page 22: Subdural Hematoma FIX

dan sisa darah. Subdural hematom dibagi menjadi 3 fase, yaitu akut, subakut, dan kronik. Akut

kurang dari 72 jam, subakut 3 - 7 hari setelah trauma, kronik bila 21 hari atau lebih setelah

trauma.

3.2 Anatomi

3.2.1 Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan "SCALP" yaitu Skin, Connective tissue, Aponeurosis,

Loose connective tissue, dan Pericranium.

Gambar 2. SCALP

3.2.2 Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri

dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal, dan oksipital. Rongga tengkorak dasar

22

Page 23: Subdural Hematoma FIX

dibagi menjadi 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis,

dan fosa posterior ruang bagian bawah otak dan serebelum.

Gambar 3. Calvaria

3.2.3 Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

1. Duramater

Duramater terdiri atas dua lapisan yaitu endosteal dan meningeal. Duramater merupakan

selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam

dari kranium. karena tidak melekat pada selaput arachnoid dibawahnya, terdapat suatu ruang

potensial (subdural) yang terletak antara durameter dan arachnoid, dimana sering dijumpai

perdarahan subdural.pada cedera otak, pembuluh vena yang menuju sinus sagitalis superior

digaris tengah atau disebut Bridging veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan

perdarahan subdural.

2. Selaput Arachnoid

Selaput arachnoid merupakan selaput yang tipis tembus pandang. Selaput ini terletak

antara piamater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang meliputi otak.

23

Page 24: Subdural Hematoma FIX

3. Piamater

Piamater melekat erat pada permukaan korteks cerebri. Piamater adalah membrana

vaskuler yang membungkus otak dengan erat.

Gambar 4. Meningen

3.2.4 Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14kg.

Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan), mesensefalon (otak tengah),

dan rhombensefalon (otak belakang).

Gambar 5. Lobus otak

24

Page 25: Subdural Hematoma FIX

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus yaitu, frontal, parietal, temporal.

Mesensefalon dan pons bagian ataas berisi sistem aktifasi retikular yang berfungsi dalam

kesadaran. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertugas dalam

fungsi keseimbangan.

3.2.5 Cairan Serebrospinalis

Cairan Serebrospinalis (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan

produksi 20ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju

ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direarbsorbsi ke dalam

sirkulasi vena melalui granulatio arachnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya

darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arachnoid sehingga mengganggu penyerapan

CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intracranial. Angka rata rata pada dewasa volume CSS

sekitar 150 ml.

Gambar 6. CSS

3.2.6 Tentorium

Tentorium serebli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari

fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

3.2.7 Perdarahan Otak

25

Page 26: Subdural Hematoma FIX

Arteri carotid interna membekalkan darah ke daerah sirkulasi serebral anterior.

Arteri vertebral dan basilar membekalkan di daerah sirkulasi posterior. Arteri carotid externa

paling banyak membekalkan darah di daerah ekstrakranial dan struktur leher (kecuali pada

daerah orbit) dan penting untuk pembekalan darah di meningea. Banyak pertemuaan

anastomoses di antara arteri karotis externa dengan sirkulasi anterior dan posterior.8

Gambar 2: Perjalanan A. meningea mediaPara arteri meningeal medial ke atas melewati foramen spinosum. Dalam tengkorak

melewati lateral dan kemudian naik pada tulang temporal skuamosa di dalam alur, dengan vena

yang sesuai. Cabang anterior melewati ke atas dan mundur menuju titik dan cabang posterior

melewati mundur. Ini memasok dura mater dan tulang-tulang tempurung kepala. Setelah cedera

kepala mungkin berdarah untuk menghasilkan subdural perdarahan, gejala yang mungkin

tertunda selama beberapa waktu setelah cedera.17 Percabangan di daerah posterior termasuk arteri

occipital. Arteri ini membekalkan otot, scalp dan dura mater melalui percabangan arteri

petromastoid. Arteri mengingeal media (97.24) ke atas melewati arteri temporal superficial

melalui foramen spinosum dan membentuk angular. Kemudian percabangan posterior ke arah

26

Page 27: Subdural Hematoma FIX

lambda melewati tulang temporal squamous. Arteri meningeal media membekalkan dura mater

dan daerah dalam tengkorak serta ateri oftalmikus. Arteri temporal superficial merupakan

pembekal utama scalp. Kemudiannya bercabang di daerah proksimal, arteri fasial transversal ke

zygomatik arc, percabangan di atas cranium

3.3 Epidemiologi

Subdural hematoma akut dilaporkan terjadi pada 5- 25% pasien dengan trauma kepala

berat. Sedangkan kronik subdural hematoma terjadi 1 - 3 kasus per 100.000 populasi. Laki - laki

lebih sering terkena dibanding perempuan 3:1. Di Indonesia belum ada catatan nasional tentang

morbiditas dan mortalitas perdarahan subdural. Mayoritas perdarahan subdural berhubungan

dengan faktor umum yang berhubungan dengan faktor resiko pada cedera kepala. Lebih sering

ditemukan pada pasien dengan umur 50 - 70 tahun. Pada orang tua bridging veins mulai agak

rapuh sehingga mudah pecah bila terkena trauma.

3.4 Klasifikasi

a. Perdarahan akut

Gejala yang timbul segera kurang dari 72 jam setelah trauma. biasanya terjadi pada

cedera kepala yang berat, pada pasien biasanya sudah terganggu kesadarannya dan tanda

vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran CT-

scan terdapat gambaran hyperdens.

b. Perdarahan subakut

Biasanya berkembang dalam beberapa hari sekitar 4 - 21 hari setelah trauma. Awal

pasien mengalami periode tidak sadar lalu mengalami perbaikan status neurologi yang bertahap.

Namun, setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda tanda status neurologis

yang memburuk. Sejalan dengan meningkatnya tekanan intrakranial, pasien menjadi sulit

dibangunkan dan tidak berespon terhadap nyeri atau verbal. Pada tahap selanjutnya dapat terjadi

27

Page 28: Subdural Hematoma FIX

fase herniasi yang menekan batang otak. pada gambaran scaning tomografinya didapatkan

gambaran lesi isodens atau hypodens.lesi isodens didapatkan karena adanya lisis dari sel darah

merah dan resorbsi dari hemoglobin.

c. Perdarahan kronik

Biasanya terjadi setelah 21 hari setelah trauma atau lebih. Bahkan hanya terbentur ringan

pun bisa mengalami perdarahan subdural bila pasien juga mengalami gangguan vaskuler atau

gangguan pembekuan darah.pada subdural kronik kita harus berhati hati karena hematoma ini

bisa membesar dan mengakibatkan penekanan dan herniasi.

3.5 Etiologi

Keadaan ini timbul setelah cedera / trauma kepala hebat, seperti perdarahan yang

mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdura.

Perdarahan subdural terjadi pada:

Trauma

Trauma kapitis

Trauma ditempat lain pada badan yang berakibat terjadinya pergeseran atau putaran otak

terhadap durameter, misalnya pada orang jatuh terduduk.

Non trauma

Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan subdural.

Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan subdural yang

spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor intrakranial.

Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati, penggunaan antikoagulan.

3.6 Patofisiologi

28

Page 29: Subdural Hematoma FIX

Perdarahan terjadi antara durameter dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat

robeknya bridging veins yang menghubungkan vena dipermukaan otak dan sinus venosus di

dalam durameter atau karena robeknya arachnoidea. Karena otak yang dipenuhi cairan

cerebrospinal dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya

posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek vena - vena halus pada tempat dimana

mereka menembus duramater.

Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan disekitarnya akan tumbuh

jaringan ikat nyang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik

cairan dari sekitarnya dan menggembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena

tekanan intrakranial yang berangsur meningkat.

gambar 7. Lapisan subdural.

Bridging vein dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengecil

sehingga walaupun trauma kecil saja dapat menyebabkan robekan pada vena tersebut.

Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena yang rendah, sering

menyebabkan hematoma yang besar sebelum klinis muncul. Pada perdarahan subdural yang

kecil sering terjadi perdarahan yang spontan. Pada hematoma yang besar biasanya menyebabkan

terjadinya membran vaskular yang membungkus perdarahan subdural tersebut. Perdarahan

berulang dari pembuluh darah didalam membran ini memegang peranan penting, karena

29

Page 30: Subdural Hematoma FIX

pembuluh darah pada membran ini jauh lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan

volume dari perdarahan subdural kronik.

Akibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan perubahan

dari bentuk otak. Naiknya tekanan intrakranial dikompensasi oleh efluks dari cairan likuor ke

axis spinal dan dikompresi oleh sistem vena. pada fase ini peningkatan tekanan intrakranial

terjadi relatif perlahan karena komplains tekanan intrakranial yang cukup tinggi. Meskipun

demikian pembesaran hematoma pada suatu titik tertentu akan melampaui mekanisme

kompensasi tersebut. Komplains kranial berkurang menyebabkan peningkatan tekanan intra

kranial yang sangat besar.

Terdapat dua teori yang menjelaskan terjadinya pendarahan subdural kronik, teori

Gardner mengatakan bahwa sebagian bekuan darah akan mencair dan akan meningkatkan

kandungan protein yang terdapat didalam kapsul dari subdural hematom.karena tekanan onkotik

yang meningkat tersebut mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut. Tetapi ada

kontoversional dari teori tersebut, yaitu ternyata dari penelitian bahwa tekanan onkotik didalam

didalam subdural kronik adalah normal mengikuti hancurnya sel darah merah. Teori yang kedua

mengatakan bahwa, pendarahan berulang yang dapat mengakibatkan perdarahan subndural

kronik.

Penyembuhan pada dimulai dari pembekuan darah. Pembentukan skar dimulai dari sisi

dura dan secara perlahan meluas ke seluruh permukaan bekuan. Hasil akhir dari penyembuhan

tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis menempel pada duramater.

Sering kali pembuluh darah besar menetap pada skar sehingga rentan terjadi perlukaan

berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu untukm penyembuhan

tergantung imunitas per individu sendiri.

30

Page 31: Subdural Hematoma FIX

3.7 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang terjadi pada saat

benturan dan kecepatan pertambahan volume SDH.

Penderita - penderita dengan trauma berat dapat menderita kerusakan parenkim otak difus

yang menyebabkan mereka tidak sadar dengan gejala gangguan batang otak. Penderita dengan

SDH yang lebih ringan akan sadar kembali pada derajat kesadaran tertentu sesuai berat nya

benturan trauma pada saat kecelakaan. Keadaan selanjutnya akan dipengaruhi oleh percepatan

pertambahan hematoma dan penanggulangannya.

Gejala - gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh massa hematoma.

Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah gejala klinik yang paling sering. Lesi pasca

trauma baik hematoma atau lesi pada parenkim otak biasanya terletak ipsilateral terhadap pupil

yang melebar dan kontralateral terhadap defisit motorik. Tetapi gambaran motorik dan gambaran

pupil tidakmerupakan indikator mutlak untuk menentukan letak hematoma. Gejala motorik

mungkin tidak sesuai bila kerusakan parenkim otak terletak kontralateral terhadap SDH.Trauma

langsung pada saraf okulomotor atau batang otak pada saat trauma menyebabkan dilatasi pupil

kontralateral terhadap trauma. Perubahan diameter pupil lebih dipercaya sebagai indikator letak

SDH.

a. Hematoma Subdural Akut

Menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Dan berkaitan

dengan cedera berat. Gangguan progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan

herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada

31

Page 32: Subdural Hematoma FIX

batang otak. Keadaan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya

kontrol atas denyut dan tekanan darah.

b. Hematoma subdural Subakut

Hematoma ini menyebabkan devisit neurologik dalam waktu lebih dari 48jam tapi kurang

dari 2 minggu setelah cedera. Anamnesis klinis dari penderita ini adalah adanya trauma kepala

yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang

perlahan - lahan. Namun pada jangka waktu tertentu penderita menunjukkan tanda status

neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa

jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma, penderita dapat

mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respons terhadap rangsang bicara

maupun nyeri. Seperti hematoma subdural akut, pergesaran isi intracranial dan peningkatan

tekanan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus

atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologic dari kompresi batang otak

c. Hematoma Subdural Kronik

Hematoma subdural kronik, trauma otak yang menjadi penyebab sangat ringan sehingga

terlupakan. Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan

beberapa tahun setelah cederah pertama.4

Tanda dan gejala pada hematoma subdural kronis biasanya tidak spesifik, tidak

terlokalisasi dan dapat disebabkan oleh proses penyakit lain. Beberapa penderita mengeluh sakit

kepala. Tanda dan gejala paling khas adalah perubahan progresif dalam tingkat kesadaran

termasuk apati, letargi dan berkurangnya perhatian, dan menurunnya kemampuan untuk

mempergunakan kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Hemianopsia, hemiparesis dan kelainan

pupil ditemukan kurang dari 50% kasus. Bila terdapat afasia, pada umumnya tipe anomik yaitu

afasia lancar dengan pengulangan dan pengertian (Cohen et al., 1983)

32

Page 33: Subdural Hematoma FIX

3.8 Diagnosis

3.8.1 Anamnesis

Dari anamnesis ditanyakan adanya riwayat trauma kepala baik adanya jejas ataupun

tidak, jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya kehilangan kesadaran. Jika pernah ditanyakan

pernah atau tidak penderita kembali pada keadaan sadar seperti semula. Jika pernah tanyakan

juga tetap sadar atau kembali menurun kesadarannya, dan perhatikan juga periode lamanya sadar

atau lucid interval. Untuk tambahan perlu juga ditanyakan pernah muntah atau kejang pada saat

setelah terjadinya trauma kepala. Hal ini untuk mengetahui penyebab utama penderita tidak sadar

apakah karena sumbatan saluran nafas atas, atau karena proses intra kranial yang masih

berlanjut. Pada penderita sadar perlu ditanyakan ada tidaknya sakit kepala dan mual, adanya

kelemahan anggota gerak sesisi dan muntah yang tidak bisa ditahan. Ditanyakan juga penyakit

lain yang sedang diderita, obat - obatan yang sedang dikonsumsi , dan apakah dalam pengaruh

alkohol.

3.8.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang mencakup jalan

nafas, pernafasan dan tekanan darah atau nadi yang dilanjutkan dengan resusitasi. Jalan nafas

harus dibersihkan apabila terjadi sumbatan atau obstruksi dan juga diberikan bantuan nafas

dengan pemberian oksigen. Secara bersamaan juga diperiksa nadi dan tekanan darah untuk

memantau terjadinya hipotensi, syok atau terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Jika

terjadi hipotensi atau syok harus segera di terapi cairan.

33

Page 34: Subdural Hematoma FIX

Pemeriksaan kesadaran dengan menilai kemampuan membuka mata, respon verbal dan

respon motorik,dan juga verbal atau nyeri.

Pada pemeriksaan sekunder, dilakukan pemeriksaan neurologi serial meliputi GCS,

lateralisasi dan reflek pupil untuk deteksi dini gangguan neurologis.

3.8.3 Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, pemeriksaan darah rutin, elektrolit, profil

hemostasis/ koagualsi.

b. Foto tengkorak

Pemeriksaan foto tengkorak tidak dapat dipakai untuk melihat SDH. Sering dipakai untuk

meramalkan kemungkinan adanya perdarahan intrakranial tetapi tidak ada hubungan konsistensi

antara fraktur tengkorak dengan SDH. Bahkan fraktur sering didapatkan kontralateral terhadap

SDH.

c. CT-scan

34

Page 35: Subdural Hematoma FIX

Pemeriksaan ini merupakan metode diagnostic standar terpilih (gold standard) untuk

kasus cedera kepala dan prosedur ini tidak bersifat invasive, juga memiliki kehandalan yang

tinggi. Dari pemeriksaan ini dapat diperoleh infrmasi yang lebih jelas tentang lokasi dan adanya

perdarahan intracranial, edema, kontusi, udara, benda asing intracranial serta pergeseran struktur

di dalam rongga tengkorak.3

Ada pendapat yang menyatakan, pemeriksaan CT-scan selepas kejadian akan memberikan

keputusan yang negative. Namun, insidens menunjukkan sangat rendah yaitu <0.02%. Oleh

kerana itu indikasi CT-scan pada pemeriksaan triage dapat dipercayai 100%.13

CT scan kepala dapat dibuat dalam dua window level, yaitu: window jaringan (window

normal) untuk melihat hematoma intra dan ekstrakranial; window tulang untuk melihat fraktur

neurocranium maaupun viscerocranium. Densitas lesi dapat dibagi atas high density atau

hiperdens, isodensiti dan low density atau hipodense.1 Densitas normal otak ialah 18 – 30 H.5

Perbedaan gambaran sken computer tomografi antara lesi akut, subakut dan kronis agak

sulit. Kebanyakan hematom berkembang segera setelah cedera, tetapi ada juga yang baru timbul

kemudian sampai satu minggu.3

Pada hematoma subdural akut tampak gambaran hyperdens sickle (seperti bulan sabit)

dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan hematoma epidural. Batas medial

hematom bergerigi. Adanya hematoma di daerah fissure interhemisfer dan tentorium juga

menunjukaN adanya hematoma subdural.1 Ukuran densitas hiperdens ialah kira-kira 50 – 60 H.

Berbeda pada pasien yang mengalami anemia berat atau kehilangan darah massive (hyperakut

subdural hematoma) akan mengalami isodens atau hipodens.5

35

Gambar 3: Gambaran crescent shape yang hiperdens dan bilateral

Page 36: Subdural Hematoma FIX

Gambaran CT Scan untuk hematom subdural kronik ialah kompleks perlekatan,

transudasi, kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam-macam perubahan, oleh karena itu tidak

ada pola tertentu. Tampak juga area hipodens, isodens atau sedikit hiperdens, berbentuk

bikonveks, berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi prinsipnya, gambaran hematoma subdural

akut adalah hiperdens. Semakin lama densitas ini semakin menurun, sehingga menjadi isodense,

bahkan akhirnya menjadi hipodens.1

36

Gambar 5: CT Scan potongan axial pada hematoma subdural akut disertai kompresi ventrikel lateral kiri.7

Gambar 4: Gambaran subdural hematoma setelah 3 minggu. Gumpalan darah telah terserap dan density rendah.10

Page 37: Subdural Hematoma FIX

Ada 4 macam tampilan CT-scan untuk Hematoma subdural kronik, yaitu:

1. Tipe I Hipodens kronik subdural Hematoma

2. Tipe II Kronik subdural hematoma densitas inhomogen

3. Tipe III Isodens kronik subdural hematoma (2 – 4 minggu)

4. Tipe IV Slightly hiperdens kronik subdural hematoma

Densitas hematoma subdural meningkat kerna adanya clot retraksi. Densitas semakin

menurun kerana berlakunya degradasi protein di dalam hematoma. Jika terjadinya perdarah

ulang pada saat hematoma mulai berevolusi akan terlihat gambaran dengan densitas yang

berbeda. Efek hematokrit akan tergambar pada perdarahan ulang atau pasies dengan gangguan

pembekuan darah.5

37

Gambar 7: Subdural hematoma pada Ct –scan potongan axial dengan gambaran hiperdens di daerah frontoparietal sinistra. Ventrikel kiri terdorong sehingga ventrikel kanan dilatasi.7

Gambar 6: gambaran subdural hematoma isodens pada pemeriksaan Ct-scan kontras

Page 38: Subdural Hematoma FIX

Jika hematoma subdural terletak di daerah vertex, pada potongan axial tidak akan dapat

tergambar, oleh itu diperlukan potongan coronal untuk gambaran yang jelas.7

Penemuan spesifik yang dapat ditemukan pada hematoma subdural kronik ialah

pemindahan parenkim otak jaoh dari tulang cranium dan batas convex menjadi rata bahkan

konkave. Bilateral hematoma bisa menyebabkan kompresi medial pada kedua-dua ventrikel

hingga tergambar ventrikel yang menyempit atau berbentuk garisan(rabbit’s ear sign). Gejala-

gejala lain yang dapat membantu mendiagnosa ialah hilangnya gambaran sulci, terjadinya

midline shift, deformitas anatomy ventrikel dan obliterasi sistern basal. Semua gejala ini dapat

menegakkan diagnose jika lokasinya di seperolateralli

d. MRI (Magnetic resonance imaging)

Pemeriksaan MRI memiliki keunggulan untuk melihat perdarahan kronis maupun

kerusakan otak yang kronis. Dalam hal ini MRI T2 mampu menunjukkan gambaran yang lebih

jelas terutama lesi hipodens pada CT Scan atau lesi yang sulit dibedakan densitasnya dengan

korteks.2

Gambaran hematoma subdural pada MRI tergantung pada status biokemikal

hemoglobinnya, yang berbeda-beda mengikut usia hematoma. Hematoma subdural akut isointens

pada T1W1 berbanding otak dan hipointens pada T2W1. MRI membantu pada fase subakut,

dimana hematoma tampak isodens atau hipodens di gambaran CT scan. Kewujudan

methemoglobin di hematoma subdural memberikan signal intensity yang tinggi. Signal tinggi

dapat dibedakan secara jelas pada pengumpulan cairan non-hemoragik.5

38

Gambar 8: Kronik subdural hematom pada gambaran CT scan dengan potongan coronal7

Page 39: Subdural Hematoma FIX

Hematoma akut memberikan gambaran TR yang gelap kerana efek suseptibel. Pada awal

fase subakut gambaran perifer yang terang dengan sentral yang hipointens kerna adanya

terbentuknya extracellular methemoglobin di bagian perifer. Pada fase lanjut subakut pembekuan

akan terjadi secara menyeluruh hiperintens. Apabila darah mula diserap kembali secara perlahan-

lahan, signal intensitas akan berkurang pada T1 menjadi hipointens atau isointens berbanding

white matter tapi lebih intens dari cairan cerebrospinal kerna kandungan protein.5 Pada fase

kronik, MRI dapat mengklasifikasikan kepada lima tipe yaitu; low, high, mixed intensity,

isointensity dan layered.

MRI dapat memberikan gambaran lentiform atau gambaran biconvex jika diambil dari

potongan coronal, berbanding gambaran crescent-shaped appearance pada potongan axial CT

Scan. Gambaran MRI yang multiplanar dapat membantu identifikasi convex yang kecil dan

vertex hematom yang mungkin tidak dapat terdeteksi pada CT Scan potongan axial atau coronal.5

Untuk membedakan hematoma subdural dan hygroma subdural, pemeriksaan proton-

density weighted sequences atau FLAIR diperlukan. Hematoma subdural dapat dibedakan

39

Gambar 9: gambaran MRI (T1-weighted) subdural hematoma pada hemisfera kiri10

Gambar 10: Gambaran subdural hematoma bilateral

Page 40: Subdural Hematoma FIX

dengan CSF-like substansi melalui signal proton T1- dan T2 sequence. Namun dalam gambaran

FLAIR, hematoma akan tergambar lebih jelas tinggi intensnya dari cairan serebrospinal.9

E. DIFFUSION-WEIGHTED IMAGING (DWI)

DWI memberikan gambaran hematoma subdural dengan intensitas yang berbeda

tergantung usi hematoma. Kelebihan penggunaan DWI ialah kemampuannya untuk deteksi

mendasari atau terkait lesi parenchymal.

Gambar 12: Gambaran perdarahan subdural 2 minggu setelah onset a) T1-weighted b) T2-weighted c) dan d)

hiperintense DWI e) hipointens lesi f) gambaran coronal hiperintens6

40

Gambar 11: Gambaran hematoma subdural kronik pada pemeriksaan MRI (FLAIR) yang hiperintense

Page 41: Subdural Hematoma FIX

F. ANGIOGRAFI

Pada kasus post-traumatik hematoma subdural sangat jarang digunakan angiografi untuk

mendapatkan diagnostic. Tetapi angiografi dapat membantu menegakkan diagnosis jika etiologi

terjadinya hematoma subdural akibat gangguan pada vessel di serebral seperti rupture dinding

vena, postrauma aneurisme, arterio-venous malformation atau fistula. Pemeriksaan ini dapat

membedakan koleksi darah yang mildly hiperdens dengan tulang-tulang adjacent yang

hiperdensity.

3.9 Diagnosis Banding

1. EPIDURAL HEMATOM

Hematom epidural yang kadang sulit dibedakan dari subdural, mempunyai ciri gambaran khas

berupa bentuk bikonveks atau lentikuler (ada perlekatan yang erat antara dura dengan tabula

interna sehingga hematom menjadi terbatas). Hematom subdural cenderung lebih difus

berbanding dengan hematom epidural dan mempunyai tampilan batas dalam yang konkav sesuai

dengan permukaan otak.

EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL HEMATOM

INSIDEN 1-4% kasus trauma;

10% kasus trauma fatal

10-20% semua kasus trauma;

30% kasus trauma fatal

ETIOLOGI 85-95% disertai fraktur;

70-80% laserasi Arteri meningeal

media/sinus dural venous

Vena kortikal di pon robek

SITE Diantara tulang cranial dan dura mater;

Melintasi dura mater tapi tidak sutura

cranialnya;

95% supratentorial

Diantara dura mater dan

arachnoid mater;

Melintasi sutura cranial tapi

tidak dura mater;

41

Page 42: Subdural Hematoma FIX

5% subtentorial

5% bilateral

95% supratentorial

5% bilateral

PENEMUAN

CT

Bentuk biconvex;

Pendorongan white-gray matter pada

daerah yang terganggu;

66% hiperdens;

33% campuran (hiper-/hipodens)

Akut: 60% hiperdens;

40% campuran

(hiper-/hipodens)

Subakut: isodens

Chronic: hipodense

Crescent shape;

Gambar 13: CT Scan menunjukkan epidural hematoma (anak panah putih), subdural hematoma (anak panah hitam), intracerebral hematoma (anak panah putih kecil) dan subarachnoid hemorage (anak panah hitam kecil).

Jika gejala-gejala hilangnya gambaran sulci, terjadinya midline shift, deformitas anatomy

ventrikel dan obliterasi sistern basal di lokasi yang lebih anterior dan medial, intensity yang

hiperdens, diselaputi kapsul yang tebal serta berkemungkinan bentuk bikonvek mengelirukan

dengan ekstradural hematoma. Untuk membedakannya, pemeriksaan MRI diperlukan

2. NEOPLASMA

42

Page 43: Subdural Hematoma FIX

Intracranial neoplasma dan hematoma subdural kronik amat sukar dibedakan tanpa

bantuan neuroimaging. Menifestasi klinis untuk neoplasma seperti nyeri kepala, gangguan status

mental berubah dan tanda neurologic fokal sama dengan hematoma subdural. Untuk

membedakannya pemeriksaan CT-scan atau MRI diperlukan.16

3. EKSTRADURAL HEMATOMA

Extradural hematoma ini dipandang sebagai cembung gandayang high-density daerah segera

yg terletak di bawah ke kubah. Paling sering di daerah frontoparietal, tetapi mungkin terjadi di

fossa posterior. Kadang-kadang daerah kurang padat muncul, mungkin karena darah tidak

membeku, dan jika mereka harus kambuh setelah operasi bentuk klasik mungkin akan hilang.

Ventrikel lateral yang khas mengungsi ke sisi kontralateral, dan biasanya ada beberapa

pembengkakan pada belahan otak yang terkena, meskipun edema yang jelas mungkin tidak

terlihat.

4. SUBDURAL HYGROMA

Higroma subdural adalah kumpulan cairan serebrospinal tidak berdarah yang terletak di ruang

subdural, mirip dengan hematoma. Dengan pemeriksaan CT-scan, subdural hematoma kronis

dapat dibedakan dari hygroma subdural. Namun, intensitas dinding hygromas tidak

43

Gambar 14: gambaran neoplasma pada pemeriksaan Ct scan yang hiperdense.

Gambar 15: Ekstradural hematoma akut pada CT Scan gambaran biconvex pada frontoparietal kanan.7

Page 44: Subdural Hematoma FIX

meningkatkan. MRI menunjukkan bahwa hygromas memiliki intensitas sinyal yang sangat mirip

dengan CSF pada semua urutan, termasuk pemulihan inversi atenuasi cairan (FLAIR) gambar.

Secara kasar seperlima dari semua pasien dengan hygroma subdural menunjukkan lesi traumatis

di otak.

3.10 Penatalaksanaan

Dalam menentukan terapi apa yang akan digunakan untuk pasien SDH, tentu kita harus

memperhatikan antara kondisi klinis dengan radiologinya. Didalam masa mempersiapkan

tindakan pengobatan medikamentosa untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial.

Seperti pemberian manitol 0,25gr/kgBB, atau furosemid 10mg intravena.

3.10.1 Tindakan Tanpa Operasi

Pada kasus perdarahan yang kecil (30cc atau kurang) dilakukan tindakan konservatif.

Tetapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan terjadi penyerapan darah yang rusak diikuti

oleh terjadinya fibrosis yang kemudian dapat mengalami pengapuran.

Pada penderita SDH akut yang ada dalam keadaan koma tetapi tidak menunjukkan

peningkatan tekanan intrakranial yang bermakna kemungkinan menderita suatu diffuse axonal

injury. Pada penderita ini, operasi tidak akan memperbaiki defisit neurologik karenanya tidak

diindikasikan untuk operasi.

3.10.2 Tindakan operasi

Kriteria pasien SDH dilakukan tindakan operasi adalah:

a. Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan >10mm atau pergeseran midle shift > 5mm

pada ct scan

b. Semua pasien SDH dengan GCS <9 harus dilakukan monitoring TIK

44

Page 45: Subdural Hematoma FIX

c. Pasien SDH dengan GCS <9, dengan ketebalan pendarahan <10mm dan pergeseran midline

shift . jika mengalami penurunan GCS >2 poin antara saat kejadian sampai saat masuk RS

d. Pasien SDH dengan GCS < 9, dan didapati pupil dilatasi asimetris

e. Pasien SDH dengan GCS < 9, dan TIK >20mmhg

Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy, twist drill

craniotomy, subdural drain. dan yang palingn banyak untuk perdarahan subdural kronik adalah

burr hole craniotomy. Karena dengan tehnik ini menunjukkan resiko minimal.

Craniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala bertujuan mencapai otak untuk

tindakan pembedahan definitif.

Pada psien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan

reflek cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan

brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extra aksial.

Indikasi operasi, :

Penurunan kesadaran tiba - tiba didepan mata

Adanya tanda herniasi

Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergency, dimana CT-scan kepala

tidak bisa dilakukan

Perawatan pasca bedah

Monitor kondisi umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Jahitan dibuka pada hari

ke 7 post op. TIndakan pemasangan fragmen tulang kranoplasti setelah 6 - 8 minggu kemudian.

45

Page 46: Subdural Hematoma FIX

3.11 Komplikasi

Pada pasien dengan subdural hematom kronik yang mengalami operasi drainase,

sebanyak 5,4 - 19% mengalami komplikasi medis atau operasi.komplikasi medis, sperti kejang,

pneumonia, empiema, dan infeksi lain. Komplikasi operasi, seperti massa subdural, hematom

intraparenkim, atau tension pneumocephalus tejadi pada 2,3% kasus.

Residual hematom ditemukan pada 92% pasien berdasarkan ct-scan 4 hari pasca operasi

3.12 Prognosis

Tindakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang baik,

sekitar 90% kasus pada umumnya akan sembuh total.

Menurut jamieson dan yellan derajat kesadaran pada waktu akan dilakukan opersi adalah

satu satunya faktor penentu terhadap prognosa akhir penderita SDH akut. Penderita sadar pada

waktu dioperasi memiliki mortalitas 9% sedangkan SDH akut tidak sadar pada waktu operasi

memiliki mortalitas 40 - 65%. Tetapi Richards dan Holf tidak menemukan hubungan yang

signifiklan antara derajat kesadaran dan prognosa akhir. Abnormalitas pupil, bilateral midriasis

berhubungan dengan mortalitas yang sangat tinggi. Seelig dkk melaporkan pada penderita SDH

akut dengan kombinasi reflek okulo - sefalik negatif, reflek pupil bilateral negatif dan postur

deserebrasi, hanya mempunyai fungsional survival sebesar 10%.

46

Page 47: Subdural Hematoma FIX

DAFTAR PUSTAKA

1. Sastrodiningrat, A. G. 2006. Memahami Fakta - fakta pada Perdarahan Subdural Akut.

Majalah Nusantara Volume 39, No.3 Halaman 297 - 306. FK USU: Medan.

2. Heller, J. L., dkk, Subdural Hematoma, MedlinePlus Medical Encyclopedia, 2012.

3. Tom, S., dkk, Subdural Hematoma in Emergency Medicine, Medscape Reference, 2011

4. Price, Sylvia dan Willson, Loraine. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit hal 1174-1176. Jakarta: EGC.

5. Sjamsuhidajat, R 2004. Subdural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi kedua hal

818, Jon W.D. jakarta : EGC

6. Charles, F. 2010. Schwart'z Principles of surgery, edition Ninth. United State Of

America: The McGraw-Hill

7. Gerard, M., 2003, Current Surgical Diagnosis & Treatment, edition eleven, Halaman

837-843

8. Engelhard, H. H., dkk, Subdural Hematoma Surgery, Medscape Reference, 2011.

9. Meagher, R. dkk. Subdural Hematoma, Medscape Reference, 2011

10. Sidharta, P. dan Mardjono, M. 2006. Neurologi Klinis Dasar, jakarta: Dian Rakyat

11. Ayu, IM. 2010. Chapter II. USU Respiratory: Universitas Sumatera Utara

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21258/.../Chapter%2011.pdf.

12. Dugdale, D., Chronic Subdural Hematoma, MedlinePlus, 2010.

13. Cowles, R. A., dkk. Craniotomy series. MedlinePlus Medical Encyclopedia, 2007.

47